Anda di halaman 1dari 14

PROPOSAL SKRIPSI

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF ANAK USIA DINI

Oleh:

Salma Farida
NIM. 20181700148014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN KH ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2021
PROPOSAL SKRIPSI

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF ANAK USIA DINI

Oleh:

Salma Farida
NIM. 20181700148014

Pembimbing

Dwi Bhakti Indri M, M.Pd


NIY. 2015.01.081

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT PESANTREN KH ABDUL CHALIM
MOJOKERTO
2021

i
PERSETUJUAN PEMBIMBING

Proposal skripsi dengan judul “IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

INKLUSIF ANAK USIA DINI DI PAUD SETIA MUARA TEWEH” ini telah

diperiksa dan disetujui untuk diuji,

Mojokerto, September 2021

Dosen Pembimbing

Dwi Bhakti Indri M, M.Pd ………………………..……….


NIY. 2015.01.081

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Dwi Bhakti Indri M, M.Pd.


NIY. 2015.01.0

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang paling

mendasar, dilindungi dan dijamin oleh berbagai instrumen hukum

internasional maupun nasional. Dasar hukum negara Indonesia yaitu UUD

1945, berdasarkan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 telah ditegaskan bahwa “Setiap

warga negara berhak mendapatkan pendidikan”. Sejalan dengan UU tersebut,

Helmawati dalam bukunya menyatakan bahwa setiap manusia membutuhkan

pendidikan dalam kehidupannya.1 Pendidikan harus diberikan sejak dini,

karena pada usia dini adalah usia yang paling penting dalam membentuk

potensi yang dimiliki anak. Potensi jasmani, rohani, maupun akal dan

keterampilan akan berkembang lebih optimal ketika dibina sejak dini.2

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan

yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia enam tahun. Pendidikan

yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu

pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Pada masa tersebut

pertumbuhan dan perkembangan anak rentan dan terjadi sangat pesat. Para

1
Helmawati, Mengenal dan Memahami PAUD, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2015), 26.
2
Helmawati, 41.
iii
ahli menyebutnya masa emas perkembangan (golden age).3 Golden age adalah

masa pada anak usia dini untuk mengeksplorasikan hal-hal yang mereka

inginkan. Golden age hanya sekali terjadi, sangatlah penting untuk

merangsang pertumbuhan otak anak melalui perhatian, kesehatan anak,

penyediaan gizi yang cukup, dan pelayanan pendidikan pada masa ini.

Dikatakan golden age karena pada masa ini adalah masa-masa dimana

kemampuan otak untuk menyerap informasi yang sangat tinggi, apapun

informasi yang diberikan akan berdampak kuat bagi anak pada kehidupan

selanjutnya. 4 Golden age tidak hanya pada aspek perkembangan otak, tetapi

pada seluruh aspek perkembangan manusia, baik fisik, kognitif, emosi

maupun sosial. 5 Untuk itu, pendidikan pada masa ini sangat diperlukan agar

perkembangan pada semua aspek tersebut dapat tumbuh dan berkembang

secara optimal.

Pendidikan anak usia dini (PAUD) merupakan salah satu cara untuk

menumbuhkan perkembangan fisik dan kecerdasan anak secara optimal.

Dalam Undang-Undang pasal 28 tentang Pendidikan Anak Usia dini

dinyatakan bahwa: “1). Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum

jenjang pendidikan dasar; 2). Pendidikan anak usia dini diselenggarakan

melalui jalur pendidikan formal, non-formal dan informal; 3). Pendidikan

anak usia dini jalur pendidikan formal: TK, RA atau bentuk lain yang

sederajat; 4). Pendidikan anak usia dini jalur non-formal: KB, TPA atau

bentuk lainnya yang sederajat; 5). Pendidikan anak usia dini jalur informal:

3
Helmawati, 45
4
Rahman H.S, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini, (Yogyakarta: PGTKI Press, 2002).
5
Martani W, “Metode Stimulasi dan Perkembangan Emosi Anak Usia dini”, Jurnal Psikologi, 39
(1) (2012), 112-120.
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.”6

Pendidikan dalam hal ini tanpa membeda-bedakan asal usul status ekonomi,

maupun keadaan fisik seseorang, termasuk anak-anak yang memiliki

keistimewaan (anak berkebutuhan khusus). Selain itu, UU No. 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa, hak anak untuk

memperoleh pendidikan dijamin penuh tanpa adanya diskriminasi termasuk

pada anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK). 7

Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak yang mempunyai

kelainan/penyeimbangan dari kondisi rata-rata anak normal baik fisik, mental,

intelektual, sosial maupun emosional.8 Selanjutnya menurut David Smith,

anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

kelainan, masalah dan atau penyimpangan baik fisik, sensomotoris, mental-

intelektual, sosial-emosional, perilaku, atau gabungan dalam proses

pertumbuhan dan perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain

seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan khusus. 9

Jumlah anak berkebutuhan khusus (ABK) di Indonesia dari tahun ke

tahun terus menerus mengalami peningkatan. Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB)

memperkirakan bahwa paling sedikit terdapat 10 persen anak usia sekolah

yang memiliki kebutuhan khusus. Di Indonesia, jumlah anak berkebutuhan

usia sekolah, yaitu usia 5-14 tahun ada sebanyak 42,8 juta anak Indonesia

yang berkebutuhan khusus. Di Indonesia belum ada data resmi yang

dikeluarkan oleh pemerintah. Menurut data terbaru jumlah anak berkebutuhan


6
Helmawati, 46-47.
7
Undang-Undang pasal 28 Tentang Pendidikan Anak Usia Dini.
8
Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, (Jakarta: EGC, 2010).
9
Irdamurni, Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Kuningan: Goresan Pena, 2018), 4.
khusus di indonesia tercatat mencapai 1.544.184 anak, dengan 330.764 anak

(21,42 persen) berada pada rentang usia 5-18 tahun. Dari jumlah data tersebut,

hanya 85.737 anak berkebutuhan khusus yang bersekolah. Artinya, masih

terdapat 245.027 anak berkebutuhan khusus yang belum mengenyam

pendidikan di sekolah, baik sekolah khusus ataupun sekolah inklusi.10

Berdasarkan data tersebut, pemerintah memberikan kesempatan

yang sama kepada anak berkebutuhan khusus untuk mendapatkan pelayanan

pendidikan tanpa membeda-bedakan fisik maupun mental yaitu dengan

adanya pendidikan inklusif. Pendidikan Inklusif adalah program pendidikan

yang dirancang bagi anak-anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak-

anak reguler dalam satu lingkungan yang sama. Semua anak berkebutuhan

khusus memiliki kesempatan untuk bermain dan belajar bersama-sama dengan

anak reguler dalam lingkungan dan pembelajaran yang sama. Pendidikan

inklusif di Indonesia didukung melalui Peraturan Pemerintah Pendidikan

Nasional No. 70 tahun 2009 pasal 2, dan mulai di uji coba

penyelenggaraannya pada tahun 2003.11

Menurut Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional tersebut tujuan

pendidikan inklusif yaitu: 1) memberikan kesempatan yang seluas-luasnya

kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk

memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan

kemampuannya; 2) mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang


10
Desiningrum Dinie Ratri, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Psikosain,
2016).
11
N. Dede Khoeriah, “Sosialisasi Pendidikan Inklusif pada Guru-Guru PAUD di Kabupaten
Tasikmalaya”, Jurnal Pengabdian Masyarakat. 7 (1), (2017), 50-51.
menghargai keanekaragaman, dan tidak diskriminatif bagi semua peserta

didik. 12

Sejalan dengan Peraturan Pemerintah Pendidikan Nasional No. 70

Tahun 2009 pasal 2 diatas, Pendidikan inklusif bertujuan untuk memberikan

kesempatan yang sama untuk mewujukan penyelenggaraan pendidikan yang

menghargai keberagaman, dan tidak diskriminatif kepada semua peserta didik

kelainan baik fisik maupun mental atau memiliki potensi tingkat kecerdasan

istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan

kebutuhan dan kemampuannya. Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya

pendidikan inklusif dapat menumbuhkan sikap saling menghargai dan

menghormati perbedaan fisik, emosional, mental dan sosial diantara masing-

masing anak normal maupun anak berkebutuhan khusus (ABK). Sekolah yang

menyelenggarakan pendidikan inklusi harus dapat menciptakan suasana

pembelajaran yang nyaman dan aman bagi anak dan menyiapkan metode

maupun strategi pembelajaran yang tepat.

Penyelenggaraan sekolah PAUD berbasis inklusif masih terbilang

tidak banyak. Bahkan untuk daerah kota Muara Teweh, kabupaten Barito

Utara sangat sedikit. Karena untuk menyelenggarakan sekolah berbasis

inklusif perlu persiapan yang sangat matang baik dari segi pelayanan, sarana

prasarana, guru pendamping, maupun kurikulum yang khusus tentang

pendidikan inklusif. Selain itu, peneliti menemukan adanya diskriminatif pada

pendidikan anak dilapangan. Banyak sekolah TK/PAUD tidak menerima

12
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009, Tentang
Pendekatan Inklusif Bagi Peserta Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat Istimewa.
peserta didik dengan berbagai jenis latar belakang yang berbeda (ABK).

Tenaga pendidik yang mengerti dunia pendidikan inkusif pun masih sangat

sedikit. Sehingga dalam penerapan sekolah berbasis inklusif ini harus

diperhatikan sesuai dengan kebijakan dan strategi yang relevan untuk

perkembangan anak.

Menurut Penelitian terdahulu oleh N. Dede Khoeriah Implementasi

layanan bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) belum sesuai dengan ide dasar

inklusif sebagai pendidikan untuk semua atau belum merujuk pada

keberagaman anak. Pihak-pihak yang berkompeten dalam pengembangan

inklusif seperti sekolah, guru, dan pihak-pihak terkait masih menghadapi

kerancuan dalam memahami konsep inklusif terutama dalam memahami

penerapan program inklusi itu sendiri, diantaranya pemahaman bahwa anak-

anak berkebutuhan khusus yang mengikuti program inklusif terbatas pada

anak-anak dengan kebutuhan khusus tertentu, hal ini menumbuhkan

miskonsepsi pemahaman terhadap tingkat kebutuhan khusus peserta didik

yang bisa mengikuti program inklusi, dan berimbas pada pelayanan ABK di

sekolah inklusif, seperti memberikan layanan bagi ABK harus khusus

ditangani oleh guru pendamping khusus. Selain dari itu banyak orang tua anak

reguler tidak menginginkan anaknya disatukan di kelas yang sama.13

Permasalahan-permasalahan dalam implementasi pendidikan

inklusif tersebut di atas harus segera ditindak lanjuti agar implementasi

pendidikan inklusif bisa segera direalisasikan di berbagai tingkat sesuai

dengan konsep inklusif, khususnya di PAUD sebagai upaya layanan dini bagi

13
N. Dede Khoeriah, 50-58.
keberagaman anak. Sosialisasi pendidikan inklusif bagi guru-guru PAUD

diperlukan dengan berupaya untuk memberikan pemahaman mengenai konsep

pendidikan inklusif agar ABK usia dini menerima layanan secara dini.

Sehingga anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mendapatkan layanan sejak

dini akan mendapatkan pendidikan yang optimal.

Saat ini pendidikan anak usia dini yang menerapan pendidikan

inklusif di daerah Kota Muara Teweh sangat jarang. PAUD Setia Muara

Teweh merupakan salah satu sekolah PAUD yang melaksanakan pendidikan

inklusif di Kota Muara Teweh. Kelebihan yang dimiliki PAUD Setia yaitu

menerapkan sistem pendidikan inklusif ditengah diskriminasi anak-anak saat

ini yang membuat peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang

pembelajaran PAUD yang menerapkan pendidikan inklusif. Oleh karena itu,

peneliti memiliki keinginan untuk melakukan penelitian di PAUD Setia

dengan mengangkat judul “Implementasi Pendidikan Inklusif Anak Usia Dini

di PAUD Setia Muara Teweh”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, peneliti akan

mengemukakan rumusan masalah yaitu “Bagaimana Implementasi

Pendidikan Inklusif Bagi Anak Usia Dini di PAUD Setia Muara Teweh”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi

pendidikan inklusif bagi anak usia dini di PAUD Setia Muara Teweh.

D. Manfaat Penelitian
Hasil Penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan mampu

memperkaya dan mengembangkan khazanah keilmuan pendidikan,

khususnya dalam lingkup pendidikan anak usia dini, utamanya

dalam pengembangan pendidikan inklusif serta dapat dijadikan

motivasi dalam menumbuhkan kesetaraan dalam penyelenggaraan

sekolah inklusif.

2. Manfaat Praktis

Dengan menyusun metodologi penelitian kualitatif ini,

diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait pada

umumnya, dan khususnya bermanfaat untuk:

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat

sebagai bahan masukan dalam memberikan pemahaman

kepada siswanya tentang pentingnya sikap menghargai.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menciptakan

lembaga pendidikan yang berkualitas dan akan mampu

menjadi contoh bagi sekolah-sekolah lain.


c. Bagi Guru

Hasil penelitian ini diharapkan mampu mendorong

guru dalam menggunakan pendekatan dan strategi yang

tepat dalam proses pembelajaran inklusif.

d. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas

pengetahuan serta sumbangan pemikiran tentang

pendidikan inklusif.

e. Bagi Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

kontribusi terhadap ilmu pendidikan dan dapat dijadikan

referensi oleh peneliti lain dalam pengembangan

pendidikan inklusif khususnya.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk memberikan gambaran yang

jelas dan menghindari terjadinya kesalahpahaman arti dari masing-masing

istilah dan untuk mempermudah memahami isi dari skripsi ini. Adapun

istilah yang perlu dijelaskan adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Anak Usia dini

Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya

pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan

untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani

agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih

lanjut.14

2. Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan konsep pendidikan yang

merepresentasikan seluruh aspek yang berkaitan dengan keterbukaan

dalam menerima anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh hak

dasar sebagai warga negara serta dapat menjadi strategi dalam

mempromosikan pendidikan universal yang efektif karena dapat

menciptakan sekolah yang responsif terhadap beragam kebutuhan

aktual dari anak dan masyarakat. 15


Pendidikan inklusif yaitu model

pendidikan yang mengikutsertakan anak-anak berkebutuhan khusus

untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak sebayanya di sekolah

umum.

3. Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan

penanganan khusus karena adanya keterbatasan dalam beberapa

kemampuan atau gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami

anak. 16
maka, anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki

keterbatasan di salah satu atau beberapa kemampuan baik bersifat fisik

14
Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Anak Usia dini dan Pendidikan Nonformal, 2019.
15
Ilahi M.T, Pendidikan Inklusi: Konsep dan Aplikasi. (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014) .
16
Dinie Ratrie Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta: Psikosain.
2016).
seperti tunanetra dan tunarungu, maupun bersifat psikologis seperti

autism dan ADHD.

Anda mungkin juga menyukai