Anda di halaman 1dari 11

1

PENGARUH PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN TERHADAP


KETERAMPILAN BERBICARA ANAK

(Quasi Experimen di Kelompok B RA Ulul ‘Azmi Kecamatan Baleendah


Kabupaten Bandung)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Mendapatkan Surat Keputusan Dosen


Pembimbing Skripsi pada Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia
Dini Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati
Bandung

Oleh:
SYIFA MAKHROJA HASANAH
1192100076

BANDUNG
2023 / 1444 H
2
3

LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan yang


akan dibangun dimasa yang akan datang, dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
tercantum bahwa cita-cita dari pendidikan nasional adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa. Menyimpulkan dari cita-cita pendidikan nasional tersebut
bahwa pendidikan tidak saja harus menghasilkan anak didik yang cerdas
secara intelektual namun mereka juga harus cerdas secara emosional dan
spiritual. Proses pembelajaran haruslah menghasilkan aspek pengembangan
kognitif, afektif dan (SISDIKNAS.2003.20)
Serta dijabarkan kembali dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta beradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusi yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.
Dalam mencapai harapan Pendidikan Nasional, Pembelajaran harus
dapat diciptakan dengan inovatif. Hal ini didasarkan pada berbagai harapan
terhadap karakter siswa yang akan dicetak oleh Pendidikan di Indonesia.
Mengenai pembelajaran sendiri telah banyak diatur dalam kurikulum. Sebagai
fungsinya kurikulum merupakan alur dalam membentuk wajah pendidikan
Kurikulum harus dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran inovatif.
Tentunya pembelajaran yang terus mengarahkan pendidikan untuk dapat
seimbang dengan tuntutan zaman.
Dalam proses pembelajaran inovatif sebagai tuntutan kurikulum ini,
banyak yang perlu diperhatikan diantaranya terkait materi, metode, model,
pendekatan dan permormance guru dalam mengemas pelajaran di kelas.
Pembelajaran inovatif perlu dilakukan agar tujuan pendidikan dapat tercapai.
Inilah yang menjadi dasar perlunya evaluasi dalam proses pembelajaran saat
ini yang dapat dikatakan bersifat klasik atau konvensional.
4

Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut tentunya pendidikan


harus dimulai sejak usia dini karena usia dini merupakan usia yang sangat
menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak serta
mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Hal tersebut
didukung oleh penelitian-penelitian tentang kecerdasan otak yang
menunjukkan bahwa bila anak distimulasi sejak dini, akan ditemukan genius
(potensi paling baik/unggul) dalam dirinya. Pada usia rawan saat anak mulai
banyak bergerak, yaitu usia 6 bulan, angka kecelakaan dapat berkurang
sebanyak 80% bila mereka diberi rangsangan dini.
Hal ini memberikan gambaran bahwa pendidikan sejak dini
memberikan efek jangka panjang yang sangat baik. Sebaliknya bila anak
mengalami stres pada usia-usia awal pertumbuhannnya, akan berpengaruh
juga pada perkembangan otaknya. Pengalaman yang tidak menyenangkan
akan membekas lama dan cukup memberi efek mengubah komposisi sel
didalam otak. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang minim stimulasi,
berkurang kecerdasannya selama 18 bulan yang tidak mungkin tergantikan.
Potensi dan kemampuan anak dapat berkembang dengan baik apabila
stimulus yang diberikan sesuai dengan perkembangan anak. Pendidikan
merupakan salah satu cara untuk menstimulasi potensi dan kemampuan anak
agar berkembang dengan baik.
Dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Bab 1, Pasal 1, Butir 14 dinyatakan "Pendidikan Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut".
Selain itu, disebutkan dalam pasal 28 UU tersebut bahwa PAUD
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan PAUD dapat
diselenggarakan dalam jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal.
Dalam hal ini, kelompok bermain merupakan salah satu satuan PAUD jalur
pendidikan nonformal [pasal 28 ayat (4)].
5

Pendidikan sejak dini memiliki peranan yang sangat penting untuk


mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki
jenjang pendidikan selanjutnya, salah satu bentuk pendidikan anak usia dini
adalah pendidikan Taman Kanak-Kanak yang merupakan jembatan antara
lingkungan keluarga dengan masyarakat, dan salah satu programnya adalah
untuk mempersiapkan anak usia dini agar lebih siap memasuki jenjang
pendidikan lebih lanjut.
Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan
prasekolah yang ada dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan prasekolah
adalah pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan, jasmani
dan rohani anak di luar lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan
dasar. Usaha ini dilakukan supaya anak usia 4-6 tahun lebih siap mengikuti
pendidikan selajutnya.
Lies D. Karyadi, seorang psikolog dan ahli gizi yang berkecimpung
dalam dunia perkembangan anak, mengatakan bahwa otak paling intensif
terjadi pada tahun pertama. Dalam tahun tersebut, ada 100 milyar sel otak
bayi (neuron) yang saling berhubungan layaknya rime accelerator untuk
merespons keadaan dunia luar. Pengalaman baru yang mereka peroleh akan
memperkuat sambungan yang ada.
Disamping itu pula, menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati
mengemukakan pula dalam bukunya bahwa masa anak-anak adalah masa
yang peka untuk menerima berbagai macam rangsangan dari lingkungan guna
menunjukan perkembanngan jasmani dan rohani yang ikut menentukan
keberhasilan anak didik mengikuti pendidikanya dikemudian hari, dan masa
anak-anak juga masa bermain, oleh sebeb itu kegiatan pendidikan di taman
kanak-kanak diberikan melalui bermain sambil belajar dan belajar sambil
bermain. (2010, hlm. 01)
Sugianto dkk, (dalam Nina, 2013, hlm.03) mengemukakan bahwa
bermain adalah "Bermain adalah kegiatan yang terjadi secara alamiah pada
anak, sehingga anak tidak perlu dipaksa untuk bermain, bermain berguna bagi
anak untuk membantu dalam memahami dan mengungnkapkan dunianya baik
dalam taraf berfikir maupaun perasaan.". kondisi demikian menurut guru
6

memperhatikan dan memperlakukan anak secara khusus dan individual. TK


merupakan lingkungan awal untuk mengembangkan kebutuhan sosialnya,
karena pada masa ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan
menuntut kemandirin. Anak usia dini harus ditanggani secara serius, hati-hati
dan penuh tangung jawab, karena meraka merupakan asset masa depan
bangsa maupaun agama.
Hildebrand dkk, (dalam Nina, 2013, hlm. 03) "bermain berati
mengeksplorasi, merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat
dilakukan untuk mentrasformasikan secara imajnatif hal-hal yang sama
dengan orang dewasa, "bermain akan merangsang anak untuk melakukan
eksplorasi, melatih pertumbuhan fisik, dan imajenasi juga memberikan
kesempatan yanng luas dalam berinteraksi dengan lingkunganya. Sanggatlah
penting di dalam memiliki jenis permainan, karena dalam sebuah permainan
terdapat muatan positif dan negatif, diaman hal ini sanggat berpengaruh pada
pembentukan prilaku anak yang bisa berpengaruh juga pada pengalaman
prilaku perkembangan anak selajutnya.
Program pembelajaran di Taman Kanak-kanak pada dasarnya harus
menyenangkan, ceria, berkesan, berbudi pekerti luhur, sehat dan bisa
mengembangkan aspek-aspek yang telah di tentukan. Salah satu aspek yang
harus di kembangkan yaitu aspek Bahasa.
Dalam keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat yaitu:
keterampilan menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Salah satu aspek
keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya
melahirkan generasi masa depan yang cerdas dan kritis adalah keterampilan
berbicara, anak akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya
secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang berbicara Arsjad
dkk, (dalam suwandi, 2011, hlm. 53) menyatakan bahwa dari kenyataan
berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi secara lisan dibandingan
dengan cara lain. Dalam kehidupan sehari-hari lebih dari separuh waktu
digunakan untuk berbicara dan mendengarkan.
Berbicara merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak
dilakukan manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kamus linguistik
7

Kridalaksana (Suwandi, 2011, hlm. 54) berbicara (wicara) diartikan sebagai


perbuatan menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu
keterampilan dasar dalam berbahasa. Berdasarkan definisi kamus, berbicara
atau wicara merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif lisan.
Menurut Zahroh dan Sulistyorini (2010, hlm. 82) untuk menghasilkan tuturan
yang baik, pembicara atau pewicara dituntut mengikuti aturan berbicara,
disamping menguasai komponen-komponen yang teribat dalam kegiatan
berbicara atau wicara. Komponen-komponen tersebut, antara lain,
penguasaan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek-aspek
tersebut meliputi lafal, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman.
Dengan demikian, untuk dapat brbicara secara baik di perlukan keterampilan
yang kompleks.
Sering kali kita menemukan anak-anak berbicara. Mereka sering
berbicara tentang apa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang
lain. Mereka sering berbicara untuk mengeluarkan apa yang ada dalam
pikiran mereka. Sikap ini mendorong meningkatkan penggunaan bahasa dan
dialog dengan yang lain. Salah satu jalan bagi mereka untuk menggunakan
bahasa adalah ekspresi perasaan.
Sebagian anak mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dengan
kata-kata dan menunjukkannya dengan perbuatan, terkadang mereka lebih
mudah mengekspresikan perasaan bonekanya sendiri dari pada perasaan
mereka sendiri.
Yusuf (2001) menyatakan bahwa bahasa merupakan kemampuan
untuk berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup
semua cara untuk berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan
dalam bentuk lambang atau simbol untuk mngungkapkan suatu pengertian,
seperti dengan menggunakan lisan, tulisan, isyarat bilangan, lukisan, dan
mimik muka. Sedangkan smilansky dalam Beaty (1994) menemukan tiga
fungsi utama bahasa pada anak yaitu (1) meniru ucapan orang dewasa; (2)
membayangkan situasi (terutama dialog); (3) mengatur permainan. Tiga
fungsi kegiatan berbahasa ini dapat dilakukan di taman kanak-kanak melalui
kegiatan mendongeng, menceritkan kembali kisah yang telah di dengarkan,
8

berbagai pengalaman, bermain peran ataupun mengarang cerita dan puisi.


Dengan kegiatan tersebut diharapkan kreativitas dan kemampuan bahasa anak
dapat terkembangkan lebih optimal.
Atas dasar inilah peneliti mencoba melakukan observasi awal dalam
melihat proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak pada kelompok B.
Selain itu, pemilihan metode dan penggunaan media serta sumber belajar
yang kurang menarik seperti penggunaan lembar kerja yang tidak banyak
menuntut anak untuk bergerak, kurang terbukanya kesempatan untuk bermain
dan bereksplorasi dengan bebas dan kegiatan pembelajaran yang cenderung
monoton, membuat anak bosan bahkan tidak tertarik untuk mengikuti
pembelajaran serta kurangnya peran pendidik, terutama penggunaan metode
yang kurang tepat dalam mendorong ketertarikan anak untuk berbicara.
Mencermati kondisi di atas, maka untuk mengembangkan kemampuan
berbicara pada anak kelompok B, pendidik memiliki peranan yang sangat
penting untuk membantu mengembangkan kemampuan tersebut secara
optimal. Cara belajar anak usia dini yang unik dan beragam serta berbeda
dengan orang dewasa dibutuhkan sebuah pendekatan untuk membantu
mengoptimalkan kemampuan anak. Pendekatan pembelajaran melalui benda-
benda kongkrit yang dekat dengan anak bertujuan untuk
mempermudah/memperjelas materi yang disampaikan, memberikan motivasi
dan merangsang anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen dalam
mengembangkan berbagai aspek perkembangannya serta memberikan
kesenangan pada anak dalam bermain.
Untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B
memerlukan suatu cara atau teknik yang dianggap menarik dan
menyenangkan bagi anak-anak. Salah satu metode pembelajaran yang dapat
digunakan oleh pendidik untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah
metode bermain peran.
Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk
memecahkan masalah melalui peragaan, sehingga anak merasa terpenuhi
hasratnya untuk menjadi seorang peniru dan tanpa terasa mereka pun telah
mempelajarai konsep bilangan dengan cara yang menyenangkan. Dengan
9

bermain peran anak dapat belajar berbagai konsep bilangan secara mudah
karena sesuai dengan karakteristik berpikir anak yang bersifat holistik
(menyeluruh) serta metode bermain peran dikaitkan dengan berbagai
pengalaman terdekat yang pernah lihat dan dialaminya.
Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana
pembelajaran inovatif. Bermain peran merupaka salah satu model
pembelajaran yang diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang
berkaitan dengan antar manusia Kompentensi yang dikembangkan melalui
metdode ini antara lain kompentensi bekerjasama, berkomuniasi, tangung
jawab, toleransi, dan menginterpertasikan suatu kejadian Pratiwi (dalam
(Suwandi, 2011, hlm. 55)
Melalui pengunaan teknik bermain peran dalam pembelajaran
keterampilan berbicara, para anak kelompok B di RA Ulul Azmi Kabupaten
Bandung, akan mampu menumbuh kembangkan potensi intlektual, sosial, dan
emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mamapu
berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matanng, arif, dan dewasa.
Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan
perasaan secara cerdas dan kreatif, mampu berkomunikasi secara efektif dan
efisien sesuai denngan etika yang berlaku, serat mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analisis dan imajenatif yang ada dalam dirinya
dalam menghadapai berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan
sehari-hari.
Penulis memilih metode bermain peran karena metode bermain peran
merupakan contoh teknik penyampaian meteri pelajaran dengan membawa
peserta didik terjun langsung kelapangan dengan menggunakan kegiatan
bermain. Metode pengajaran dengan menggunakan bermain peran berperan
untuk melatih proses belajar yang mandiri, proses berpikir kognitif, proses
afektif (pengembangan sikap dan nilai) dan mengembangkan proses
psikomotor (pengembangan keterampilan metode bermain peran memiliki
kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam pemilihan metode bermain
peran memerlukan keterampilan pendidik dalam proses pembelajaran dengan
mempersiapkan alat dan bahan yang akan mendukung proses pembelajaran
10

dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan mendukung proses


pembelajaran di lapangan.
Selain itu bermain peran merupakan salah satu media yang cocok
untuk digunakan dalam pemebalajaran derama. Bermain peran juga dapat
digunakan untuk merangsangn kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya
diri, dan belajar berkomunikasi di depan umum, sehingga dapat mendorong
proses belajar-mengajar. Dengan bermain peran teersebut diharapkan dapat
membanngkitkan kreativitas anak dan diperoleh pengalaman belajar yang
lebih berarti bagi anak.
Berdasarkan fakta dilapangan menunjukan bahwa dalam kegiatan
pembelajaran keterampilan berbicara, anak masih banyak mengalami
kesuliatan. Selama ini anak sulit untuk berbicara di depan umum. Hambatan
lain yanng dialami anak dalam keterampilan berbicara, khususnya bermain
peran (derama) adalah kurang semangat mereka dalam bermain peran akibat
metode pembelajaran yang digunakan guru masih kurang menarik bagi anak.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya dalam kegiatan
pembelajaran kurang bervariasi, guru masih serinng mengunakan metode
konvensional dalam pemebalajarannya sehingga membuat anak merasa
malas, jenuh, dan tidak dapat membangkitkan motivasi atau minat anak untuk
mengikuti pembelajaran tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengangkat tema
dengan judul, "Pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan
Berbicara Anak".

B. RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, diambil fokus permasalahan
dalam penelitian ini adalah “Pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap
Keterampilan Berbicara Anak”
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok B di RA Ulul 'Azmi
Kabupaten Bandung?
2. Apakah metode bermain peran berpengaruh terhadap keterampilan
berbicara anak kelompok B di RA Ulul ‘Azmi Kabupaten Bandung

C. TUJUAN PENELITIAN
11

Tujuan dari penelitian ini adalah:


1. Untuk mengetahui bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok B
di RA Ulul 'Azmi Kabupaten Bandung?
2. Bagaimana pengaruh metode bermain peran terhadap keterampilan
berbicara anak kelompok B di RA Ulul ‘Azmi Kabupaten Bandung?

D. MANFAAT PENELITIAN

Anda mungkin juga menyukai