Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN TERHADAP

KETERAMPILAN BERBICARA ANAK

(Quasi Experimen di Kelompok B RA Ulul ‘Azmi Kecamatan Baleendah Kabupaten


Bandung)

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Mendapatkan Surat Keputusan Dosen Pembimbing


Skripsi pada Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Oleh:
SYIFA MAKHROJA HASANAH
1192100076

BANDUNG
2023 M / 1444 H
LEMBAR PENGESAHAN PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN TERHADAP


KETERAMPILAN BERBICARA ANAK

(Quasi Experimen di Kelompok B RA Ulul ‘Azmi Kecamatan Baleendah


Kabupaten Bandung)

Oleh:
Syifa Makhroja Hasanah
1192100076

Telah disetujui pada tanggal 9 Januari 2023

Dosen Pembimbing Akademik

Dra. Hj. Yuyun Yulianingsih, M.Pd


NIP. 196701011995032001

Mengesahkan,
Ketua Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Dra. Hj. Yuyun Yulianingsih, M.Pd


NIP. 196701011995032001
10

PENGARUH PENERAPAN METODE BERMAIN PERAN TERDADAP


KETERAMPILAN BERBICARA ANAK
(Studi Pada Anak Kelompok B RA Ulul ‘Azmi Kabupaten Bandung)

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh:
SYIFA MAKHROJA HASANAH
NIM: 1192100076

BANDUNG
2023 M / 1444 H
11

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan yang akan
dibangun dimasa yang akan datang, dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional tercantum bahwa cita-cita
dari pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Menyimpulkan dari
cita-cita pendidikan nasional tersebut bahwa pendidikan tidak saja harus menghasilkan
anak didik yang cerdas secara intelektual namun mereka juga harus cerdas secara
emosional dan spiritual. Proses pembelajaran haruslah menghasilkan aspek
pengembangan kognitif, afektif dan (SISDIKNAS.2003.20)

Serta dijabarkan kembali dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3
menyebutkan, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta beradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.

Dalam mencapai harapan Pendidikan Nasional, Pembelajaran harus dapat


diciptakan dengan inovatif. Hal ini didasarkan pada berbagai harapan terhadap
karakter siswa yang akan dicetak oleh Pendidikan di Indonesia. Mengenai
pembelajaran sendiri telah banyak diatur dalam kurikulum. Sebagai fungsinya
kurikulum merupakan alur dalam membentuk wajah pendidikan Kurikulum harus
dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran inovatif. Tentunya pembelajaran yang
terus mengarahkan pendidikan untuk dapat seimbang dengan tuntutan zaman.

Dalam proses pembelajaran inovatif sebagai tuntutan kurikulum ini, banyak


yang perlu diperhatikan diantaranya terkait materi, metode, model, pendekatan dan
permormance guru dalam mengemas pelajaran di kelas. Pembelajaran inovatif perlu
dilakukan agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Inilah yang menjadi dasar perlunya
evaluasi dalam proses pembelajaran saat ini yang dapat dikatakan bersifat klasik atau
konvensional.

Untuk mewujudkan cita-cita pendidikan tersebut tentunya pendidikan harus


dimulai sejak usia dini karena usia dini merupakan usia yang sangat menentukan
dalam pembentukan karakter dan kepribadian anak serta mengalami pertumbuhan dan
perkembangan yang pesat. Hal tersebut didukung oleh penelitian-penelitian tentang
12

kecerdasan otak yang menunjukkan bahwa bila anak distimulasi sejak dini, akan
ditemukan genius (potensi paling baik/unggul) dalam dirinya. Pada usia rawan saat
anak mulai banyak bergerak, yaitu usia 6 bulan, angka kecelakaan dapat berkurang
sebanyak 80% bila mereka diberi rangsangan dini.

Hal ini memberikan gambaran bahwa pendidikan sejak dini memberikan efek
jangka panjang yang sangat baik. Sebaliknya bila anak mengalami stres pada usia-usia
awal pertumbuhannnya, akan berpengaruh juga pada perkembangan otaknya.
Pengalaman yang tidak menyenangkan akan membekas lama dan cukup memberi efek
mengubah komposisi sel didalam otak. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang
minim stimulasi, berkurang kecerdasannya selama 18 bulan yang tidak mungkin
tergantikan.

Potensi dan kemampuan anak dapat berkembang dengan baik apabila stimulus
yang diberikan sesuai dengan perkembangan anak. Pendidikan merupakan salah satu
cara untuk menstimulasi potensi dan kemampuan anak agar berkembang dengan baik.

Dalam UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1,


Pasal 1, Butir 14 dinyatakan "Pendidikan Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan
yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut".

Selain itu, disebutkan dalam pasal 28 UU tersebut bahwa PAUD


diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar dan PAUD dapat diselenggarakan
dalam jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Dalam hal ini, kelompok
bermain merupakan salah satu satuan PAUD jalur pendidikan nonformal [pasal 28
ayat (4)].

Pendidikan sejak dini memiliki peranan yang sangat penting untuk


mengembangkan kepribadian anak serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang
pendidikan selanjutnya, salah satu bentuk pendidikan anak usia dini adalah pendidikan
Taman Kanak-Kanak yang merupakan jembatan antara lingkungan keluarga dengan
masyarakat, dan salah satu programnya adalah untuk mempersiapkan anak usia dini
agar lebih siap memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.

Taman kanak-kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan prasekolah yang


ada dijalur pendidikan sekolah. Pendidikan prasekolah adalah pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan, jasmani dan rohani anak di luar
13

lingkungan keluarga sebelum memasuki pendidikan dasar. Usaha ini dilakukan supaya
anak usia 4-6 tahun lebih siap mengikuti pendidikan selajutnya.

Lies D. Karyadi, seorang psikolog dan ahli gizi yang berkecimpung dalam
dunia perkembangan anak, mengatakan bahwa otak paling intensif terjadi pada tahun
pertama. Dalam tahun tersebut, ada 100 milyar sel otak bayi (neuron) yang saling
berhubungan layaknya rime accelerator untuk merespons keadaan dunia luar.
Pengalaman baru yang mereka peroleh akan memperkuat sambungan yang ada.

Disamping itu pula, menurut Yeni Rachmawati dan Euis Kurniati


mengemukakan pula dalam bukunya bahwa masa anak-anak adalah masa yang peka
untuk menerima berbagai macam rangsangan dari lingkungan guna menunjukan
perkembanngan jasmani dan rohani yang ikut menentukan keberhasilan anak didik
mengikuti pendidikanya dikemudian hari, dan masa anak-anak juga masa bermain,
oleh sebeb itu kegiatan pendidikan di taman kanak-kanak diberikan melalui bermain
sambil belajar dan belajar sambil bermain. (2010, hlm. 01)

Sugianto dkk, (dalam Nina, 2013, hlm.03) mengemukakan bahwa bermain


adalah "Bermain adalah kegiatan yang terjadi secara alamiah pada anak, sehingga
anak tidak perlu dipaksa untuk bermain, bermain berguna bagi anak untuk membantu
dalam memahami dan mengungnkapkan dunianya baik dalam taraf berfikir maupaun
perasaan.". kondisi demikian menurut guru memperhatikan dan memperlakukan anak
secara khusus dan individual. TK merupakan lingkungan awal untuk mengembangkan
kebutuhan sosialnya, karena pada masa ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya
dan menuntut kemandirin. Anak usia dini harus ditanggani secara serius, hati-hati dan
penuh tangung jawab, karena meraka merupakan asset masa depan bangsa maupaun
agama.

Hildebrand dkk, (dalam Nina, 2013, hlm. 03) "bermain berati mengeksplorasi,
merekayasa, mengulang latihan apapun yang dapat dilakukan untuk
mentrasformasikan secara imajnatif hal-hal yang sama dengan orang dewasa,
"bermain akan merangsang anak untuk melakukan eksplorasi, melatih pertumbuhan
fisik, dan imajenasi juga memberikan kesempatan yanng luas dalam berinteraksi
dengan lingkunganya. Sanggatlah penting di dalam memiliki jenis permainan, karena
dalam sebuah permainan terdapat muatan positif dan negatif, diaman hal ini sanggat
berpengaruh pada pembentukan prilaku anak yang bisa berpengaruh juga pada
pengalaman prilaku perkembangan anak selajutnya.
14

Program pembelajaran di Taman Kanak-kanak pada dasarnya harus


menyenangkan, ceria, berkesan, berbudi pekerti luhur, sehat dan bisa mengembangkan
aspek-aspek yang telah di tentukan. Salah satu aspek yang harus di kembangkan yaitu
aspek Bahasa.

Dalam keterampilan berbahasa terbagi menjadi empat yaitu: keterampilan


menyimak, berbicara, menulis, dan membaca. Salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa
depan yang cerdas dan kritis adalah keterampilan berbicara, anak akan mampu
mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi
pada saat dia sedang berbicara Arsjad dkk, (dalam suwandi, 2011, hlm. 53)
menyatakan bahwa dari kenyataan berbahasa, seseorang lebih banyak berkomunikasi
secara lisan dibandingan dengan cara lain. Dalam kehidupan sehari-hari lebih dari
separuh waktu digunakan untuk berbicara dan mendengarkan.

Berbicara merupakan salah satu kegiatan yang paling banyak dilakukan


manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam kamus linguistik Kridalaksana
(Suwandi, 2011, hlm. 54) berbicara (wicara) diartikan sebagai perbuatan
menghasilkan bahasa untuk berkomunikasi sebagai salah satu keterampilan dasar
dalam berbahasa. Berdasarkan definisi kamus, berbicara atau wicara merupakan
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif lisan. Menurut Zahroh dan Sulistyorini
(2010, hlm. 82) untuk menghasilkan tuturan yang baik, pembicara atau pewicara
dituntut mengikuti aturan berbicara, disamping menguasai komponen-komponen yang
teribat dalam kegiatan berbicara atau wicara. Komponen-komponen tersebut, antara
lain, penguasaan aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek-aspek tersebut
meliputi lafal, tata bahasa, kosakata, kefasihan, dan pemahaman. Dengan demikian,
untuk dapat brbicara secara baik di perlukan keterampilan yang kompleks.

Sering kali kita menemukan anak-anak berbicara. Mereka sering berbicara


tentang apa yang terjadi baik pada dirinya sendiri maupun orang lain. Mereka sering
berbicara untuk mengeluarkan apa yang ada dalam pikiran mereka. Sikap ini
mendorong meningkatkan penggunaan bahasa dan dialog dengan yang lain. Salah satu
jalan bagi mereka untuk menggunakan bahasa adalah ekspresi perasaan.

Sebagian anak mengalami kesulitan mengungkapkan perasaan dengan kata-


kata dan menunjukkannya dengan perbuatan, terkadang mereka lebih mudah
mengekspresikan perasaan bonekanya sendiri dari pada perasaan mereka sendiri.
15

Yusuf (2001) menyatakan bahwa bahasa merupakan kemampuan untuk


berkomunikasi dengan orang lain. Dalam pengertian ini, tercakup semua cara untuk
berkomunikasi, dimana pikiran dan perasaan dinyatakan dalam bentuk lambang atau
simbol untuk mngungkapkan suatu pengertian, seperti dengan menggunakan lisan,
tulisan, isyarat bilangan, lukisan, dan mimik muka. Sedangkan smilansky dalam Beaty
(1994) menemukan tiga fungsi utama bahasa pada anak yaitu (1) meniru ucapan orang
dewasa; (2) membayangkan situasi (terutama dialog); (3) mengatur permainan. Tiga
fungsi kegiatan berbahasa ini dapat dilakukan di taman kanak-kanak melalui kegiatan
mendongeng, menceritkan kembali kisah yang telah di dengarkan, berbagai
pengalaman, bermain peran ataupun mengarang cerita dan puisi. Dengan kegiatan
tersebut diharapkan kreativitas dan kemampuan bahasa anak dapat terkembangkan
lebih optimal.

Atas dasar inilah peneliti mencoba melakukan observasi awal dalam melihat
proses pembelajaran di Taman Kanak-kanak pada kelompok B. Selain itu, pemilihan
metode dan penggunaan media serta sumber belajar yang kurang menarik seperti
penggunaan lembar kerja yang tidak banyak menuntut anak untuk bergerak, kurang
terbukanya kesempatan untuk bermain dan bereksplorasi dengan bebas dan kegiatan
pembelajaran yang cenderung monoton, membuat anak bosan bahkan tidak tertarik
untuk mengikuti pembelajaran serta kurangnya peran pendidik, terutama penggunaan
metode yang kurang tepat dalam mendorong ketertarikan anak untuk berbicara.

Mencermati kondisi di atas, maka untuk mengembangkan kemampuan


berbicara pada anak kelompok B, pendidik memiliki peranan yang sangat penting
untuk membantu mengembangkan kemampuan tersebut secara optimal. Cara belajar
anak usia dini yang unik dan beragam serta berbeda dengan orang dewasa dibutuhkan
sebuah pendekatan untuk membantu mengoptimalkan kemampuan anak. Pendekatan
pembelajaran melalui benda-benda kongkrit yang dekat dengan anak bertujuan untuk
mempermudah/memperjelas materi yang disampaikan, memberikan motivasi dan
merangsang anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen dalam mengembangkan
berbagai aspek perkembangannya serta memberikan kesenangan pada anak dalam
bermain.

Untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada anak kelompok B


memerlukan suatu cara atau teknik yang dianggap menarik dan menyenangkan bagi
anak-anak. Salah satu metode pembelajaran yang dapat digunakan oleh pendidik
untuk meningkatkan kemampuan berbicara adalah metode bermain peran.
16

Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan


masalah melalui peragaan, sehingga anak merasa terpenuhi hasratnya untuk menjadi
seorang peniru dan tanpa terasa mereka pun telah mempelajarai konsep bilangan
dengan cara yang menyenangkan. Dengan bermain peran anak dapat belajar berbagai
konsep bilangan secara mudah karena sesuai dengan karakteristik berpikir anak yang
bersifat holistik (menyeluruh) serta metode bermain peran dikaitkan dengan berbagai
pengalaman terdekat yang pernah lihat dan dialaminya.

Metode bermain peran dapat digunakan untuk menciptakan suasana


pembelajaran inovatif. Bermain peran merupaka salah satu model pembelajaran yang
diarahkan pada upaya pemecahan masalah-masalah yang berkaitan dengan antar
manusia Kompentensi yang dikembangkan melalui metdode ini antara lain
kompentensi bekerjasama, berkomuniasi, tangung jawab, toleransi, dan
menginterpertasikan suatu kejadian Pratiwi (dalam (Suwandi, 2011, hlm. 55)

Melalui pengunaan teknik bermain peran dalam pembelajaran keterampilan


berbicara, para anak kelompok B di RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung, akan mampu
menumbuh kembangkan potensi intlektual, sosial, dan emosional yang ada dalam
dirinya, sehingga kelak mereka mamapu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara
matanng, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan
gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, mampu berkomunikasi secara efektif
dan efisien sesuai denngan etika yang berlaku, serat mampu menemukan dan
menggunakan kemampuan analisis dan imajenatif yang ada dalam dirinya dalam
menghadapai berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis memilih metode bermain peran karena metode bermain peran


merupakan contoh teknik penyampaian meteri pelajaran dengan membawa peserta
didik terjun langsung kelapangan dengan menggunakan kegiatan bermain. Metode
pengajaran dengan menggunakan bermain peran berperan untuk melatih proses belajar
yang mandiri, proses berpikir kognitif, proses afektif (pengembangan sikap dan nilai)
dan mengembangkan proses psikomotor (pengembangan keterampilan metode
bermain peran memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dalam pemilihan
metode bermain peran memerlukan keterampilan pendidik dalam proses pembelajaran
dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan mendukung proses pembelajaran
dengan mempersiapkan alat dan bahan yang akan mendukung proses pembelajaran di
lapangan.
17

Selain itu bermain peran merupakan salah satu media yang cocok untuk
digunakan dalam pemebalajaran derama. Bermain peran juga dapat digunakan untuk
merangsangn kreativitas siswa untuk berekspresi, percaya diri, dan belajar
berkomunikasi di depan umum, sehingga dapat mendorong proses belajar-mengajar.
Dengan bermain peran teersebut diharapkan dapat membanngkitkan kreativitas anak
dan diperoleh pengalaman belajar yang lebih berarti bagi anak.

Berdasarkan fakta dilapangan menunjukan bahwa dalam kegiatan


pembelajaran keterampilan berbicara, anak masih banyak mengalami kesuliatan.
Selama ini anak sulit untuk berbicara di depan umum. Hambatan lain yanng dialami
anak dalam keterampilan berbicara, khususnya bermain peran (derama) adalah kurang
semangat mereka dalam bermain peran akibat metode pembelajaran yang digunakan
guru masih kurang menarik bagi anak. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor,
diantaranya dalam kegiatan pembelajaran kurang bervariasi, guru masih serinng
mengunakan metode konvensional dalam pemebalajarannya sehingga membuat anak
merasa malas, jenuh, dan tidak dapat membangkitkan motivasi atau minat anak untuk
mengikuti pembelajaran tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis mengangkat tema dengan


judul, "Pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan Berbicara Anak".

B. RUMUSAN MASALAH
Sebagaimana telah dijelaskan diatas, diambil fokus permasalahan dalam
penelitian ini adalah “Pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan
Berbicara Anak”
1. Bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok B di RA Ulul 'Azmi
Kabupaten Bandung?
2. Apakah metode bermain peran berpengaruh terhadap keterampilan berbicara
anak kelompok B di RA Ulul ‘Azmi Kabupaten Bandung

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana keterampilan berbicara anak kelompok B di RA


Ulul 'Azmi Kabupaten Bandung?
2. Apakah metode bermain peran berpengaruh terhadap keterampilan berbicara
anak kelompok B di RA Ulul ‘Azmi Kabupaten Bandung
18

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian diharapkan memberikan wawasan dan pengetahuan bagi


peneliti mengenaimasalah yang diteliti dan memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya yang berhubungan langsung dengan
kegiatan pembelajaran di RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung.

2. Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan praktis bagi:

a. Peserta didik, agar kemampuan peserta didik dalam berbicara dapat berkembang
dengan lebih baik lagi serta mereka terbiasa dalam suasana pembelajaran di TK
yang menyenangkan dan banyak hal baru yang dapat mereka peroleh.

b. Pendidik, dapat menjadikan metode bermain peran sebagai referensi untuk


memperoleh pengalaman baru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaranserta
dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya dalam memecahkan masalah
berbicara.

c. Bagi peneliti, dapat membantu guru dalam mengatasi masalah dalam


pembelajaran khususnya dalam kemampuan berbicara.

d. Bagi Masyarakat, dapat menambah wawasan masyarakat bagaimana cara


mengajarkan berbicarakepada anak-anak dengan menggunakan metode bermain
peran.

E. KERANGKA BERFIKIR

Metode bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari

simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi

peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada

masa mendatang. Topik yang diangkat untuk role playing misalnya


19

memainkan peran sebagai juru kampanye suatu partai atau gambaran

keadaan yang mungkin muncul pada abad teknologi informasi (Majid,

2014: 163-164).

Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat

ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli

menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu model yang

dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini,

bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah-masalah yang

menyangkut hubungan antarmanusia, terutama yang menyangkut

kehidupan peserta didik.

Melalui bermain peran, para peserta didik mencoba

mengeksplorasi hubungan-hubungan antarmanusia dengan cara

memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama

para peserta didik dapat mengekplorasi perasaan-perasaan, sikap-sikap,

nilai-nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah (Mulyasa, 2012:

179-180).

Pengaruah metode bermain peran terhadap keterampilan

berbicara anak telah di buktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Mustika Ayu, Nasriah Nasriah. bahwa terdapatapengaruhametode

bermain peran.terhadap.keterampilan berbicara anak di Usia 5-6 Tahun di

TK Ilmi Insasi

F. HIPOTESIS

Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban yang bersifat sementara


terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang
terkumpul. Hipotesis merupakan dugaan sementara yang
20

mengandungpernyataan-pernyataan ilmiah, tetapi masih memerlukan


pengujian

Berdasarkan pengertian para ahli di atas dapat peneliti simpulkan,


hipotesis adalah jawaban sementara atas pertanyaan atau permasalahan
peneliti, sampai peneliti mendapatkan bukti melalui data yang terkumpul,
yang kebenarannya harus dibuktikan atau di uji. Hipotesis yang di uji
dinamakan hipotesis nol (H₀ ) dan hipotesis alternatif (H₁ ).

1. H₁ : Terdapat pengaruh metode bermain peran terhadap

keterampilan berbicara anak kelas B di RA Ulul Azmi

Kabupaten Bandung

2. H₀ : Tidak terdapat pengaruh metode bermain peran terhadap

keterampilan berbicara anak kelas B di RA Ulul Azmi

Kabupaten Bandung

G. METODE PENELITIAN

1. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini memakai pendekatan kuantitatif dan metode


penelitian yang digunakan adalah asosiatif. Metode asosiatif adalah
penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan sebab akibat atau
pengaruh dari satu atau lebih variabel (Suryani & Hendryadi, 2016).
Penelitian ini menganalisis pengaruh Metode Bermain Peran Terhadap
Keterampilan Berbicara Anak.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan hal terpenting dalam sebuah
penelitian, karena metode penelitian akan menentukan langkah-langkah
seperti apa yang harus dilakukan dalam penelitian tersebut dan tentunya
metode penelitian akan menentukan tingkat keberhasilan suatu penelitian.
21

Metode penelitian dapat ditentukan dari permasalahan atau subjek yang


akan kita teliti dilapangan.
Meninjau jenis permaslahan yang akan diteliti berupa
permasalahan proses pembelejaran didalam kelas, maka metode
penelitian yang dipilih dan pergunakan adalah asosiatif. Metode
asosiatif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
sebab akibat atau pengaruh dari satu atau lebih variabel (Suryani &
Hendryadi, 2016)
3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung


kelompok B dengan jumlah partisipan 22 orang 15 permpuan dan 7 laki-
laki. RA Ulul 'Azmi Kabupaten Bandung berlokasi di Kp. Kulalet Rt. 01
Rw. 09 Ds. Bojongmalaka Ke. Baleendah Kab. Bandung. Peneliti
mengadakan penelitian ini dengan pertimbangan bahwa lembaga
pendidikan tersebut belum memaksimalkan kemampuan berbicara anak
sehingga diperlukan sebuah upaya untuk meningkatkan kemampuan
tersebut.

a. Profil Raudhatul Athfal (RA) Ulul 'Azmi

Tahun Berdiri : 2013

Alamat : Kp. Kulalet Rt. 01 Rw. 09 Ds. Bojongmalaka Kec.


Baleendah Kab. Bandung

Telpon : 085220286030

Raudhtul Athfal Ulul 'Azmi berada diwilayah aman dan tidak


mengganggu lingkungan sekitar. RA. Ulul 'Azmi berada dekat dengan
pusat pemerintahan Kecamatan Baleendah. Dengan luas tanah dan
bangunan seluas 770 m2, memiliki rombongan belajar 4 kelas dengan
jumlah anak 53 anak dan 6 orang guru. Sekolah ini merupakan lembaga
pendidikan anak yang siap membekali kemampuan dasar yang memadai
disesuaikan dengan perkembangan anak dalam rangka menyiapkan
generasi penerus bangsa untuk menghadapi persaingan global.
22

b. Visi RA Ulul 'Azmi Kabupaten Bandung Membentuk pribadi yang


beriman, berakhlakul karimah cerdas, disiplin, dan mandiri.

c. Misi RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung

-Melatih kemandirian dan sikap sosial anak


-Menanamkan kegemaran ibadah sejak dini
-Melatih anak bertanggung jawab di sekolah dan di rumah
-Menimbulkan sikap prilaku dan amaliah yang berdasarkan agama
islam
-Menumbuhkan semangat belajar
-Melaksanakan pembelajaran Aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan
-Mengenalkan nilai-nilai Akhlakul karimah (kepada Allah
SWT,Rosululloh SAW, sesama manusia, terutama kepada orang tua.
Dan guru diri sendiri, alam, dan linkungan sekitarnya ) serta
menerapkannya dalam kehidupan sehari hari.
4. Jenis dan Sumber Data
Dalam memperoleh suatu data yang valid sesuai fakta yang
ada untuk penelitian ini, maka diperlukan data yang kemudian
akan dijadikan sumber data dan informasi untuk mendukung
penelitian dan membantu peneliti. Sumber data penelitian
diantaranya sebagai berikut:
a. Kepala Sekolah RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung
b. Guru RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung
c. Wali kelas kelompok B RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung
d. Peserta didik kelompok B RA Ulul Azmi Kabupaten Bandung
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan cara atau metode
yang akan dilakukan peneliti untuk mengumpulkan data yang valid
dalam penelitian, tekniknya sebagai berikut:

a. Observasi
23

Johni (2020:92) mengungkapkan bahwa observasi


merupakan metode pengumpulan data penelitian melalui
pengamatan terhadap objek yang akan diteliti. Metode
obervasi umumnya digunakan untuk mengumpulkan data
yang berupa perilaku, kegiatan, atau perbuatan yang sedang
dilakukan subjek penelitian.
b. Wawancara
Johni (2020:88) mengungkapkan bahwa wawancara
merupakan kegiatan pertemuan secara langsung antara
interviewer (pewawancara) dengan interviewee (responden
yang diwawancarai). Kegiatan wawancara juga biasa disebut
dengan istilah interview. Umumnya pewawancara sudah
menyiapkan alat bantu wawancara atau interview guide.
Pedoman wawancara ini terbagi menjadi 2 macam, yaitu:
a. Pedoman wawancara tidak terstruktur
Pedoman wawancara tidak terstruktur umumnya memuat garis
besar isi dari materi yang akan ditanyakan kepada responden
yang diwawancarai.
b. Pedoman wawancara terstruktur
Pedoman wawancara terstruktur umumnya sudah disusun
secara terperinci. Pewawancara dapat langsung membubuhkan
tanda checklist pada jawaban yang diberikan oleh responden.
c. Dokumentasi
Johni (2020:97) mengungkapkan bahwa metode
dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip,
buku, surat, koran, majalah, prasasti, notulen rapat, dan lain
sebagainya. Menurut Suharsimi Arikunto (2006:231) dalam
“Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya” dikutip
oleh Johni (2020) bahwa metode dokumentasi merupakan
sumber data yang berupa benda-benda mati sehingga tidak
mudah berubah atau mudah bergerak, maka dari itu metode
24

dokumentasi tidak begitu sulit untuk dilaksanakan.

H. HASIL PENELITIAN TERDAHULU

Terdapat beberapa hasil penelitian terdahulu yang relefan dengan


menelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian dilakukan oleh Septi Yani (2020). Jurusan Pendidikan Islam


Anak Usia Dini, dengan judul: “PENGARUH METODE BERMAIN
PERAN TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN
BERBICARA ANAK PADA USIA 5-6 TAHUN DI RAUDHATUL
ATHFAL DARUL ULUM BATURAJA KECAMATAN SUNGKAI
UTARA KABUPATEN.” Penelitian ini berjudul “Pengaruh Metode
Bermain Peran Terhadap Peningkatan Keterampilan Berbicara Pada
Anak Usia 5-6 Tahun di Raudhatul Athfal Darul Ulum Baturaja
Kecamatan Sungkai Utara Kabupaten Lampung Utara”. Pada penelitian
ini variabelbebasnya metode bermain peran dimana peneliti
menggunakan kegiatan bermain peran makro. Kegiatan bermain peran
makro ialah kegiatan memainkan peran yang anak melakukan sendiri
perannya menggunakan alat seperti sesungguhnya. Peneliti mengambil
tema kendaraan dan profesi dengan bermain peran sebagai masinis,
satpam, penjaga loket, penumpang, guru, pedagang dan pembeli.
2. Penelitian dilakukan oleh Yulie Priyanti (2017). Jurusan Pendidikan
Anak Usia Dini, dengan judul: “MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERBICARA ANAK KELOMPOK B MELALUI METODE
BERMAIN PERAN” Atas dasar inilah peneliti mencoba melakukan
observasi awal dalam melihat proses pembelajaran di Taman Kanak-
kanak pada kelompok B. Selain itu, pemilihan metode dan penggunaan
media serta sumber belajar yang kurang menarik seperti penggunaan
lembar kerja yang tidak banyak menuntut anak untuk bergerak, kurang
terbukanya kesempatan untuk bermain dan bereksplorasi dengan bebas
dan kegiatan pembelajaran yang cenderung monoton, membuat anak
bosan bahkan tidak tertarik untuk mengikuti pembelajaran serta
kurangnya peran pendidik, terutama penggunaan metode yang kurang
25

tepat dalam mendorong ketertarikan anak untuk berbicara.

3. Penelitian dilakukan oleh Siti Rojiyatul Alawiyah (2018). Jurusan


Pendidikan Islam Anak Usia Dini, dengan judul: ”IMPLEMENTASI
PEMBELAJARAN SENTRA BERMAIN PERAN DALAM
MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK
PADA KELOMPOK B2 DI RA TIARA CHANDRA YOGYAKARTA”
Bermain peran dalam pembelajaran merupakan usaha untuk memecahkan
masalah melalui peragaan, sehingga anak merasa terpenuhi hasratnya
untuk menjadi seorang peniru dan tanpa terasa mereka pun telah
mempelajarai konsep bilangan dengan cara yang menyenangkan. Dengan
bermain peran anak dapat belajar berbagai konsep bilangan secara mudah
karena sesuai dengan karakteristik berpikir anak yang bersifat holistik
(menyeluruh) serta metode bermain peran dikaitkan dengan berbagai
pengalaman terdekat yang pernah lihat dan dialaminya.

Anda mungkin juga menyukai