Anda di halaman 1dari 47

PENGEMBANGAN KURIKULUM SESUAI DENGAN

PERKEMBANGAN ANAK (DAP) DALAM PENGELOLAAN


PEMBELAJARAN PAUD
(STUDI DESKRIPTIF PADA KELOMPOK BERMAIN MANDIRI SKB KAB. SUMEDANG)

Oleh
Veny Agustini Prianggita, M.Pd
Dosen FKIP Universitas Mathla’ul Anwar

ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya implementasi DAP dalam proses
pembelajaran PAUD khususnya pada kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang, namun seiring penelitian berjalan dalam pelaksanaan pembelajaran
masih menemui banyak kendala penyusunan menu pembelajaran sesuai dengan
perkembangan anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui:(1)pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang. (2)pengembangan
kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD, dimulai pada
saat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di kelompok bermain Mandiri SKB
Kab. Sumedang. (3)implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD
(skenario pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang. (4)
faktor penghambat penerapan DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang.. Metode penelitian
menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan studi
dokumentasi. Subjek penelitian ini yaitu 6 orang responden, yakni 1 orang
pamong, 2 orang tutor, 1 orang pengasuh dan 2 orang tua. Berdasarkan
pengolahan data dan pembahasan, diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: (1)
pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD, yaitu bahwa
responden paham. (2) pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD di mulai pada saat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang, yaitu dengan adanya
penggunaan sentra-sentra dalam pembelajaran, dengan penggunaan sentra maka
pembelajaran mengarah pada pembelajaran yang sesuai dengan DAP. (3)
implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD (skenario
pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang, yaitu dengan
penyusunan kurikulum yang mengacu pada acuan menu pembelajaran (menu
generik), pelaksanaan pembelajaran direncanakan dengan perencanaan
tahunan/semesteran, bulanan/mingguan, harian dan skenario kegiatan
pembelajaran. (4) faktor penghambat penerapan DAP dalam pngelolaan
pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang, yaitu
adanya kesenjangan antara persepsi orang tua dan pendidik mengenai pengelolaan
pembelajaran di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang. Dari seluruh
rangkaian penelitian, ditarik kesimpulan bahwa DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD akan menjadi lebih baik apabila pendidik lebih memahami
mengenai DAP, dan memiliki persepsi yang sama dengan orangtua mengenai
pengelolaan pembelajaran.

Latar Belakang
Indonesia saat ini sedang menghadapi dua tantangan besar, yaitu
desentralisasi atau otonomi daerah yang saat ini sudah dimulai, dan era
globalisasi. Kedua tantangan tersebut merupakan ujian berat yang harus dilalui
dan dipersiapkan oleh seluruh bangsa Indonesia. Kunci sukses dalam menghadapi
tantangan berat itu terletak pada kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia
yang handal dan berbudaya. Oleh karena itu, peningkatan kualitas SDM sejak dini
merupakan hal penting yang harus dipikirkan secara sungguh-sungguh.
Pendidikan merupakan salah satu faktor penentu kualitas SDM bangsa,
salah satunya yaitu peningkatan kualitas SDM anak-anak terutama yang terletak
di daerah yang masih kurang terlayani pendidikan. Seperti halnya yang dilakukan
SKB Kab. Sumedang menyadari akan tantangan tersebut maka pelayanan
pendidikan khususnya Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kesadaran akan
pentingnya nilai pendidikan itu sejalan dengan Undang-Undang Republik
Indonesia No. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
yaitu :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya 1untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Pada dasarnya layanan pendidikan diupayakan untuk membantu manusia
dalam perubahan tingkah laku, yang menyangkut aspek pengetahuan, perilaku,
dan keterampilan. Arah dari tujuan pendidikan telah dirumuskan dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003, menyatakan bahwa:
“Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Pencapaian tujuan pendidikan bukanlah hal yang mudah untuk
terealisasikan dengan cepat, tentunya membutuhkan proses pembinaan yang
menyeluruh dan dalam waktu yang lama. Agar pencapaian pendidikan dapat
terwujud secara optimal sebaiknya pembinaan harus dilakukan sejak usia dini,
karena pendidikan yang ideal dan baik semestinya dilakukan sejak anak lahir.
Anak sebaiknya dapat berkembang secara wajar tanpa hambatan, oleh sebab itu
pendidik harus memberi kebebasan kepada anak agar tumbuh dan berkembang
sesuai dengan minat dan bakatnya.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 tahun 2003
pasal 1 ayat 14, dikatakan bahwa:
“Pendidikan anak usia dini adalah upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
dengan pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Usia dini merupakan usia yang sangat penting bagi perkembangan anak
sehingga disebut golden age. Perkembangan anak usia dini sebenarnya dimulai
sejak pranatal. Pada saat itu, perkembangan otak sebagai pusat kecerdasan terjadi
sangat pesat. Setelah lahir, sel-sel otak mengalami mielinasi dan membentuk
jalinan yang kompleks (embassy) sehingga nantinya anak bisa berfikir logis dan
rasional. Selain otak, organ sensoris seperti pendengaran, penglihatan, penciuman,
pengecap, perabaan, dan organ keseimbangan juga berkembang pesat (Black, J. et
all.,1995; Gesell, A.L. & Ames, F., 1940). Sedikit demi sedikit anak dapat
menyerap informasi dari lingkungannya melalui organ sensoris dan
memprosesnya menggunakan otaknya. Perkembangan ini demikian pentingnya
sehingga mendapat perhatian yang cukup luas dari para pakar
psikologi/pendidikan, yang menyatakan bahwa pendidikan untuk anak usia dini
harus disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Prinsip tersebut
dinamakan praktek-praktek yang sesuai dengan perkembangan anak atau
Developmentally Appropriate Practice (DAP) (Bredekamp, S., 1987).
Dalam perkembangannya setiap anak mengalami tahap perubahan. Setiap
tahap perkembangan menunjukan ciri-ciri atau karekateristik perilaku tertentu
sebagai harapan sosial yang harus dicapai/dikuasai. Proses penugasan tugas
perkembangan pada setiap anak akan berbeda-beda, karena setiap anak
mempunyai kemampuan, sifat karakter dan kecerdasan yang berbeda-beda pula.
Amanat konstitusi dalam UUD 1945 juga menyatakan bahwa “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (pasal 28b ayat 2”.
”Setiap anak berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari
ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan
kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia (pasal 28c ayat 2)”.
Dan dalam perkembangannya, anak mempunyai berbagai kebutuhan, yang
perlu dipenuhi, yaitu kebutuhan primer yang mencakup pangan, sandang, dan
‘papan’; serta kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan penghargaan terhadap
dirinya sebagaimana teori kebutuhan dari Maslow (1978), terpenuhinya kebutuhan
tersebut akan memungkinkan anak mendapat peluang mengaktualisasikan dirinya,
dan hal ini dapat menghadirkan pelatuk untuk mengembangkan seluruh potensi
secara utuh.
Pemenuhan kebutuhan dalam perkembangan, banyak tergantung dari cara
pengelolaan pembelajaran terhadap anak-anak. Perkembangan anak ditentukan
oleh berbagai fungsi lingkungan dan pengelolaan pembelajaran yang saling
berinteraksi dengan anak, melalui pendekatan yang sifatnya memberikan
perhatian, kasih sayang dan peluang untuk mengaktualisasikan diri sesuai DAP,
Horowitz, dkk. 2005.
Penerapan DAP untuk kelompok bermain telah difasilitasi oleh Direktorat
PAUD, Dirjen Pendidikan Nonformal Informal, dan Departemen Pendidikan
Nasional melalui penyusunan Menu Pembelajaran Generik, yaitu program
pendidikan anak usia dini (lahir-6 tahun) secara holistik yang dapat dipergunakan
dalam memberikan layanan kegiatan pengembangan dan pendidikan pada semua
jenis program yang ditujukan bagi anak usia dini.
Konsep DAP adalah rujukan untuk menyediakan sebuah lingkungan dan
menawarkan konten, materi, kegiatan, dan metodologi yang dikoordinasikan
dengan tingkat perkembangan anak dan untuk individu anak yang sudah siap.
Tiga dimensi yang tepat harus dipertimbangkan yaitu: umur tepat, tepat untuk
individu, dan tepat untuk konteks sosial dan budaya dari anak.
DAP dirasa sangat penting karena dapat mendorong penggunaan berbagai
strategi pengelolaan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar anak-anak
agar dapat memenuhi tugas perkembangannya. Pengelolaan pembelajaran
terselenggara dalam berbagai jalur pendidikan, jalur pendidikan formal, non
formal dan informal.
Implementasi DAP dalam proses pembelajaran PAUD telah coba
dilakukan pada Kelompok Bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang, pengelolaan
pembelajaran direncanakan dengan bentuk Satuan Kegiatan Mingguan dan Satuan
Kegiatan Harian yang disesuaikan dengan aspek perkembangan anak. Namun
dalam pelaksanaannya masih banyak terdapat kendala, yang salah satunya tutor
lebih banyak mengembangkan aspek kognitif, sedangkan aspek perkembangan
yang lain masih terlihat sangat jarang di kembangkan dan berbagai kendala-
kendala lain.
Hal tersebut diatas mendorong peneliti untuk melakukan pengkajian
mengenai bahwa pada dasarnya pembelajaran bagi anak usia dini merupakan
sebuah pembelajaran yang menyenangkan yaitu bermain, karena dunia anak
adalah dunia bermain. Fungsi lingkungan dan pengelolaan pembelajaran yang
tepat dapat berinteraksi dengan anak adalah hal yang penting bagi perkembangan
anak.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan satu orang Pamong
dan tiga orang tutor serta pengasuh, kelompok bermain Mandiri SKB
Kab.Sumedang, maka penulis memperoleh informasi mengenai identifikasi
masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Sistem pendidikan anak usia dini yang ada sekarang ini terlalu berorientasi
pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan
pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa), tetapi dengan
adanya konsep DAP sistem pendidikan anak usia dini yang ada sekarang
ini dapat segera terhapuskan dan lebih mempertimbangan aspek
perkembangan anak.
2. Keterbatasan pemahaman tutor mengenai pendidikan anak usia dini yang
berkaitan dengan pendidikan karakter (seperti budi pekerti dan agama)
karena pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan,
atau hanya sekedar “tahu”).
3. Masih kurangnya daya dukung lingkungan dalam sistem pendidikan anak
usia dini sehingga sistem paksaan terutama dalam hal “apakah anak telah
bisa baca, tulis dan hitung?”, yang mengakibatkan anak menjadi tidak
kreatif dan merasa tertekan masih terjadi. Masalah ini dikerenakan masih
banyaknya tutor dan orang tua yang berpikir bahwa ketika anak sekolah
harus selalu belajar baca, tulis dan hitung tanpa mempertimbangan aspek
perkembangan lain, yang mungkin menjadi minat anak.
Perumusan dan Pembatasan Masalah
Untuk memperjelas penelitian yang hendak dilakukan, serta agar
permasalahan yang diteliti tidak terlalu luas serta disesuaikan dengan kemampuan
yang dimiliki penulis, maka penulis merumuskan masalah yang akan diteliti
sebagai berikut:
Bagaimanakah penerapan DAP dalam pengelolaan pembelajaran di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka dibatasi pada:
1). Pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
2). Pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD, dimulai pada saat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
3). Implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD (skenario
pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
4). Faktor penghambat yang dirasakan dari penerapan DAP dalam
pengelolaan pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang?
Sebagai panduan dalam menjawab masalah yang dirumuskan diatas,
dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1). Bagaimana pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
2). Bagaimana pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD, dimulai pada saat perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang?
3). Bagaimana implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD
(skenario pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang?
4). Adakah faktor penghambat yang dirasakan dari penerapan DAP dalam
pengelolaan pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang?
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang.
2. Untuk mengetahui pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam
pengelolaan pembelajaran PAUD, dimulai pada saat perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi di kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang.
3. Untuk mengetahui implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran
PAUD (skenario pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang.
4. Untuk mengetahui faktor penghambat penerapan DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang

KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pengertian PAUD
Pada UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
1 ayat 14, menyatakan bahwa ”Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Menurut Ihat Hatimah dan Solehudin, Pendidikan anak usia dini dapat
diartikan sebagai segenap upaya pendidik (orang tua, tutor, pengasuh dan orang
dewasa lainnya) dalam memfasilitasi perkembangan dan belajar anak sejak lahir
sampai dengan usia enam tahun melalui penyediaan berbagai pengalaman dan
rangsangan yang bersifat mengembangkan, terpadu, dan menyeluruh sehingga
anak dapat bertumbuh kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai dan
norma kehidupan yang dianut.
2. Pentingnya PAUD
Banyak ahli yang mengatakan bahwa pendidikan di lingkungan keluarga
sangat penting. Oleh sebab itu pelaksanaan pendidikannya harus dilakukan
dengan baik. Menurut JJ. Rousseu (1712-1778) proses pendidikan yang baik dan
ideal dilakukan sejak anak lahir sampai remaja. Tutor dan pengasuh perlu
memberikan kebebasan pada anak, agar anak berkembang secara wajar. J. H.
Pestalozzi (1746-1827) mengatakan bahw14 pendidikan adalah pengaruh dari
a
panca indera dan melalui pengalamannya. Maka potensi yang dimiliki anak dapat
dikembangkan. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa anak-
anak yang mempunyai kesempatan bermain dan mengembangkan imajinasinya,
memiliki kreativitas dan kecerdasan yang lebih tinggi daripada anak-anak yang
kurang bermain dan berkhayal (Soegeng Santoso, Pendidikan Anak Usia Dini).
Menurut Imas Rini (Koran PR, 3 juni 2009) menyatakan bahwa dengan
bermain anak-anak akan memperoleh pengalaman dan pengetahuan baru dari
segi-segi kehidupan. Bermain juga dapat melatih anak untuk mempersiapkan
peranan-peranan yang akan mereka lakukan kelak di kemudian hari. Lebih dari itu
Imas Rini menyebutkan bermain dapat merangsang daya imajinasi anak. Dengan
berkembangnya imajinasi, kecerdasan dan kreativitas anak akan berkembang.
3. Prinsip PAUD
Berdasar pada pedoman teknis penyelenggaraan kelompok bermain
pendidikan anak usia dini harus didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Berorientasi pada kebutuhan anak
b. Kegiatan belajar dilakukan melalui melalui bermain
c. Merangsang munculnya kreatifitas dan inovatif
d. Menyediakan lingkungan yang mendukung proses belajar
e. Mengembangkan kecakapan hidup anak
f. Menggunakan berbagai sumber dan media belajar yang ada di lingkungam
sekitar
g. Dilaksanakan secara bertahap dengan mengacu pada prinsip
perkembangan anak
h. Rangsangan pendidikan mencakup semua aspek perkembangan
4. Program PAUD
Pada UU RI No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal
28 ayat 2 menyatakan bahwa ”Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan
melalui jalur pendidikan formal, nonformal dan/atau informal”. Program
pendidikan anak usia dini pada jalur nonformal tertera pada UU RI No.20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 28 ayat 4 menyatakan bahwa
”Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok
bermain, taman penitipan anak, atau bentuk lain yang sederajat”. Berikut akan
dibahas mengenai kelompok bermain yang meruapakan kajian penelitian.
a. Pengertian Kelompok Bermain
Pada pedoman teknis kelompok bermain tahun 2006, menyatakan bahwa
kelompok bermain adalah salah satu bentuk pendidikan anak usia dini
pada jalur pendidikan nonformal yang menyelenggarakan program
pendidikan sekaligus program kesejahteraan bagi anak sejak lahir sampai
dengan enam tahun (dengan prioritas anak usia dua sampai empat tahun).
b. Prinsip pendidikan pada Kelompok Bermain
Kelompok bermain merupakan salah satu bentuk pendidikan anak usia
dini pada jalur pendidikan nonformal dengan mengutamakan kegiatan
bermain sambil belajar. Prinsip-prinsip pendidikan dalam kelompok
bermain adalah:
1) Setiap anak itu unik. Mereka tumbuh kembang dari kemampuan,
kebutuhan, keinginan, pengelaman dan latar belakang keluarga yang
berbeda.
2) Anak usia 2-6 tahun adalah anak yang senang bermain. Bagi mereka
bermain adalah cara mereka belajar. Untuk itu kegiatan bermain harus
dapat memfasilitasi keberagaman cara belajar dalam suasana senang,
sukarela, dan kasih sayang dengan memanfaatkan kondisi lingkungan
sekitar.
3) Pendidik yang bertugas dalam kegiatan bermain adalah pendidik yang
memiliki kemauan dan kemampuan mendidik, memahami anak,
bersedia mengembangkan potensi yang dimiliki anak, penuh kasih
sayang dan kehangatan serta bersedia bermain dengan anak.
(Sumber: Pedoman teknis penyelenggaraan kelompok bermain, 2006)
c. Faktor pendukung pada Kelompok Bermain
Faktor-faktor yang mendukung kegiatan pembelajaran pada kelompok
bermain adalah sebagai berikut:
(1)Karakteristik guru/tutor. Yang dimaksud dengan karakteristik guru/tutor
disini adalah pemahamannya terhadap peserta didik, pengetahuan,
kemampuan, keantusiasannya, empatinya, kemempuannya menentukan
materi dan evaluasi belajar, kemampuan mengajarnya.
(2)Kemampuan mendidik dalam melaksanakan tugas. Dalam hal ini
kemampuan guru/tutor dalam menjalankan tugas sangat menentukan
keberhasilannya dalam mendidik peserta didik pada kelompok bermain.
Tanggung jawab pendidikan sangat dituntut untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan anak pada kelompok bermain.
(3)Motivasi orang tua. Dorongan orangtua untuk menyerahkan anaknya
pada kelompok bermain menjadi faktor yang besar pengaruhnya
terhadap perkembangan anaknya maupun terhadap pendidik untuk
membantu anak-anak pada kelompok bermain dalam rangka mencapai
tujuan pembelajaran.
(4)Bantuan masyarakat dalam menyediakan fasilitas belajar. Masyarakat
dapat juga sebagai pendukung pada kelompok bermain dengan
menyediakan fasilitas belajar bagi peserta didik. Fasilitas tersebut dapat
berupa tanah, gedung dan fasilitas lainnya.
Meskipun kelompok bermain dan penitipan anak tidak melakukan program
pendidikan yang terstruktur, namun semua kegiatan kependidikan yang
akan dilaksanakan harus dituangkan dalam satu program pendidikan.
Sesuai dengan sifat perkembangannya dan pertumbuhan anak usia 1-5
tahun, program pendidikan tersebut disusun dalam satu kegiatan bermain.
Namun, dalam permainan itu anak harus memperoleh manfaat bermain
sambil belajar.
(Sumber: Taqiyuddin. Pendidikan Untuk Semua, 2008)
B. Konsep Developmentally Appropriate Practice (DAP)
1. Pengertian DAP
DAP adalah kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak
(merupakan perspektif dalam pendidikan anak usia dini dimana guru atau
caregiver nurtures membangun semua aspek perkembangan anak (sosial
emosional, fisik-motorik, kognitif, seni, moral dan bahasa) dan berdasarkan pada
(1) Teori perkembangan anak, (2) Identifikasi kekuatan dan kelemahan dari
masing-masing anak dapat terungkap melalui penilaian otentik, dan (3) anak
sebagai latar belakang budaya didefinisikan oleh masyarakat, sejarah keluarga,
dan struktur keluarga (Wikipedia).
Konsep DAP adalah rujukan untuk menyediakan sebuah lingkungan
dan menawarkan konten, materi, kegiatan, dan metodologi yang dikoordinasikan dengan
tingkat perkembangan anak dan untuk individu anak yang sudah siap. Tiga dimensi yang
tepat harus dipertimbangkan yaitu: umur tepat, tepat untuk individu, dan tepat untuk
konteks sosial dan budaya dari anak (Wikipedia).
a. Umur tepat
Urutan pertumbuhan dan perubahan terjadi pada anak-anak selama
sembilan tahun pertama kehidupan menurut penelitian pembangunan
manusia. Perubahan ini terjadi dalam semua bidang pembangunan: fisik,
kognitif, sosial, dan emosional. Dimensi ini kadang-kadang disebut
sebagai pembangunan usia anak. Terdapat perbedaan besar dalam
pembangunan rentang usia anak-anak dalam kelompok yang sama karena
usia kronologis individu tingkat pertumbuhan, pola pembangunan atau
individu lain berbeda.
b. Individu tepat
Setiap anak adalah orang yang unik dengan pola individu dan tingkat
pertumbuhan yang berbeda. Berbeda bila dilihat dari individu pribadi,
cara belajar, latar belakang keluarga, dan pengalaman masa lalu,
perbedaan individu ini harus dicerminkan dalam hubungan pengajar-anak
dan interaksi di dalam kurikulum.
c. Konteks sosial budaya dan tepat
Anak tumbuh dalam keluarga, lingkungan, dan masyarakat. Sehingga
penting apabila anak diperkenalkan pada konteks social budaya, karena
ketika anak menjadi dewasa maka anak memiliki bekal yang cukup untuk
bekerja dalam rangka untuk memastikan bahwa pengalaman belajar dapat
bermakna dan relevan.
2. DAP
Berdasar pada modul mengenai Kurikulum Yang Sesuai Dengan
Perkembangan Anak (DAP) pada Pelatihan Khusus Pendidikan dan
Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) Tingkat Nasional, tertera bahwa
kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak harus mengacu pada beberapa
hal diantaranya:
a. Prinsip-Prinsip Da sa r Perkemba nga n
DAP berdasarkan pada pengetahuan bagaimana anak berkembang dan
belajar. Semua pendidik anak usia dini perlu memahami apa yang terjadi
pada 8 tahun pertama dan bagaimana cara terbaik untuk mendukung
pertumbuhan dan perkembangan anak. Berikut ini adalah prinsip-prinsip
dasar perkembangan :
1) Domain perkembangan anak – fisik, sosial,emosional, dan kognisi
saling berkaitan erat. Perkembangan di salah satu domain
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan domain yang lain.
2) Program anak usia dini harus memenuhi kebutuhan anak di semua
domain. Kita tidak bisa hanya mengutaman kognisi saja sementara
bahasa diabaikan. Seseorang akan menggunakan bahasa untuk
menunjukkan kemampuan kognisinya, demikian juga dengan fisik dan
sosial emosional berkaitan erat. Kurikulum untuk anak usia dini harus
menggunakan prinsip-prinsip perkembangan anak di semua domain ini.
3) Perkembangan terjadi di dalam suatu urutan di mana suatu
kemampuan dan ketrampilan dibangun dari pengalaman sebelumnya.
4) Pertumbuhan dan perkembangan anak pada umumnya dapat
diramalkan, tentunya ada variasi antara anak yang satu dengan yang
lainnya. Pemahaman terhadap perilaku dan kemampuan akan
memudahkan kita mengamati pola-pola pada umumnya, sehingga
memudahkan kita memberikan rangsangan dan dukungan sehingga
pertumbuhan dan perkembangan anak lebih optimal. Perkembangan
tidak akan berlanjut dengan baik jika anak dipaksa melompati tahap-
tahap yang semestinya dilaluinya. Anak memerlukan waktu untuk
melewati proses tahap demi tahap.
5) Perkembangan bervariasi antara satu anak dengan anak lainnya. Kita
perlu berhati-hati agar tidak membandingkan perkembangan anak pada
usia anak yang sama. Setiap anak memiliki pola dan tahapan
perkembangan yang unik yang dipengaruhi oleh faktor keturunan,
kesehatan, temperamen individu dan kepribadian, gaya belajar,
pengalaman dan latar belakang keluarga yang menciptakan berbagai
perbedaan.
6) Pengalaman awal berpengaruh pada perkembangan setiap anak.
Pengalaman memberikan pengaruh pada perkembangan anak
selanjutnya. Misalnya : anak yang diberikan kesempatan untuk
mengembangkan ketrampilan sosial melalui bermain dengan teman
sebaya akan memiliki rasa percaya diri. Sehingga pada saatnya anak
memasuki Sekolah Dasar, anak akan lebih siap. Pengalaman pada anak
usia dini akan menumbuhkan syaraf-syaraf otak yang berpengaruh
pada perkembangan otak.
7) Perkembangan melewati proses yang lebih kompleks, terorganisasi
dan terinternalisasi.
8) Perkembangan melewati proses dari perkembangan fisik, sampai pada
proses dari sensorimotor ke pengetahuan simbolik. Program
pendidikan anak usia dini yang mengetahui prinsip ini akan
memberikan kepada anak pengalaman-pengalaman secara langsung
sehingga anak dapat memperluas pengetahuan perilaku mereka.
Pendidik perlu menyediakan media dan bahan-bahan yang beragam
sehingga anak dapat bertumbuh dalam pemahaman tentang konsep-
konsep.
9) Perkembangan dan pembelajaran terjadi dan dipengaruhi oleh konteks
sosial dan budaya yang beragam.
10) Perkembangan anak paling banyak dapat dikenali ketika anak berada di
lingkungan keluarga, kemudian lingkungan sekolah, selanjutnya
lingkungan komunitas yang lebih luas di sekitarnya. Anak mampu
mempelajari lebih dari satu budaya dan bahasa secara bersamaan jika
mendapatkan dukungan. Bahasa dan budaya yang diabaikan pada usia
dini akan lebih mudah hilang.
11) Anak adalah pembelajar aktif yang membangun pengetahuan dan
memahami dunia di sekeliling mereka dengan pengalaman fisik dan
sosial secara langsung.
12) Piaget dan Vygostky menjelaskan bahwa pengetahuan anak diperoleh
melalui interaksi dengan orang lain, bahan-bahan dan pengalaman-
pengalaman. Kelas yang tepat untuk anak usia dini adalah kelas yang
menciptakan lingkungan sesuai dengan anak, yaitu dengan
menyediakan bahan-bahan (mainan) dan kesempatan berinteraksi.
Strategi pendidik akan mendukung anak untuk belajar secara aktif.
13) Perkembangan dan pembelajaran adalah hasil dari interaksi
kematangan biologis dengan lingkungan, yang melibatkan baik
lingkungan fisik dan sosial tempat anak itu berada.
14) Kematangan biologis merupakan fakta yang berpengaruh pada
pembelajaran. Selain itu lingkungan tempat anak tinggal maupun
belajar juga berperan dalam mengembangkan anak. Jadi interaksi
antara faktor biologis dan lingkungan sama-sama berperan dalam
perkembangan.
15) Bermain adalah saranan penting untuk mengembangkan ketrampilan
sosial, emosional, dan kognisi anak.
16) Melalui bermain anak dapat aktif membangun pengetahuannya.
Bermain akan memberikan kesempatan pada anak untuk memahami
dunia berinteraksi dengan anak lain, mengekspresikan dan
mengendalikan emosinya, dan mengembangkan kemampuan
simboliknya. Memahami secara utuh apakah bermain itu dan
bagaimana peran bermain bagi anak secara menyeluruh merupakan
aspek penting dari DAP.
17) Perkembangan akan semakin maju jika anak memiliki kesempatan
untuk praktek ketrampilan-ketrampilan yang diperolehnya.
18) Ketika anak berhasil dalam kegiatan-kegiatan bermainnya, anak akan
membangun citra dirinya sebagai pembelajar yang berhasil. Karena itu
pendidik memilliki peran yang penting untuk menumbuhkan
kompetensi dan minat anak dan menyesuaikannya dengan kurikulum
pembelajaran. Orang dewasa perlu memberikan dukungan dan
bekerjasama sehingga anak dapat berhasil menyelesaikan tugas-
tugasnya mulai dari yang sederhana sampai ke kompleks.
19) Anak menunjukkan apa yang mereka ketahui dengan cara yang
berbeda-beda.
20) Setiap anak memiliki ”kecerdasan” yang berbeda-beda atau metode-
metode yang berlainan untuk memahami dunia mereka. Karena itu
pendidik perlu memberikan bermacam-macam pengalaman sehingga
setiap anak yang memilki cara belajar yang berbeda-beda dapat
menemukan kompetensi yang sesuai dengan diri mereka dan dapat
memperkuat area lain yang diperlukan.
21) Anak dapat belajar dengan baik jika berada di dalam komunitas yang
nyaman dan aman dan menghargai mereka serta kebutuhan fisik dan
psikologis terpenuhi.
22) DAP sangat memperhatikan lingkungan yang nyaman dan aman.
Nutrisi yang cukup dan kesehatan yang baik serta perhatian terhadap
lingkungan yang memberikan kehangatan akan mengembangkan anak
dengan baik.
b. Aspek-aspek pengembangan
Bersumber pada Acuan menu Pembelajaran Pada PAUD tahun 2002,
menyatakan bahwa aspek-aspek pengembangan anak usia dini yaitu ada 6
diantaranya:
(1) Pengembangan moral dan nilai-nilai agama
(2) Pengembangan fisik (3)
Pengembangan bahasa
(4) Pengembangan kognitif
(5) Pengembangan sosial emosional
(6) Pengembangan seni
c. Keuntungan Implementasi DAP
Berdasar pada modul mengenai Kurikulum Yang Sesuai Dengan
Perkembangan Anak (DAP) pada Pelatihan Khusus Pendidikan dan
Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) Tingkat Nasional, dikatakan
bahwa ada 4 hal penting yang akan diperoleh anak ketika DAP diterapkan
dalam pendidikan anak usia dini, yaitu : harga diri, kontrol diri, stress dan
pola akademis selanjutnya.
a) Harga diri
Anak akan bisa menghargai dirinya sendiri ketika ia berhasil
melakukan sesuatu yang penting bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Kata kunci untuk keberhasilan adalah ”menguasai”. Ketika anak tidak
menguasai suatu tugas yang diberikan, maka anak akan merasa
kesulitan untuk menyelesaikannya. Jika ada tidak dapat
menyelesaikannya, maka di dalam diri anak muncul perasaaan tidak
berhasil. Hal ini akan berpengaruh pada penurunan rasa percaya diri
anak. Pendidik anak usia dini perlu memperhatikan tugas-tugas yang
akan diberikan kepada anak. Tugas harus disesuaikan dengan usia dan
kemampuan anak. Tugas-tugas yang terlalu akademis dan
mementingkan aspek kognitif saja jika diberikan terlalu dini akan
membuat anak merasa tidak mampu. Pengalaman negatif semacam
itu menimbulkan pengaruh pada perkembangan harga diri anak.
Kata kunci yang lain adalah ”bermakna”. Jika kita mengharapkan
anak menguasai tugas yang tidak bermakna bagi anak sebagai
individu, anak akan merasakan kurang puas di dalam mengerjakannya,
meskipun ia berhasil menyelesaikannya. Menghafal ketrampilan-
ketrampilan yang abstrak sangat jauh dari minat alami anak dan
keingintahuan anak. Riset menunjukkan bahwa anak di dalam kelas
yang berpusat pada anak memiliki harapan-harapan yang tinggi untuk
kesuksesan mereka, anak akan kurang tergantung pada orang dewasa,
dan memiliki kemauan untuk mencoba mengerjakan tugas-tugas
akademis.
b) Kontrol diri.
Begitu anak matang secara kognitif, maka anak secara perlahan-lahan
mulai dapat mengatur perilakunya sesuai dengan petunjuk yang
diterimanya dari orang dewasa. Jika orang dewasa terlalu banyak
berperan dalam kehidupan anak, anak akan memiliki sedikit
kesempatan untuk belajar dan menginternalisasi informasi yang
mereka perlukan untuk secara bertahap mengontrol hidup mereka.
Semua pendidik anak usia dini percaya bahwa anak perlu belajar
disiplin dalam bentuk batasan-batasan perilaku dan dorongan.
Perbedaan antara teknis petunjuk perkembangan yang sesuai dan tidak
sesuai adalah seberapa jauh orang dewasa memilih teknik yang sesuai
dengan apa yang diketahui dari kemampuan belajar anak. Orang
dewasa tampaknya lebih cenderung menggunakan teknik kekuatan
disiplin ketika mereka tidak memahami kemampuan perkembangan
dan keterbatasan anak di dalam berbahasa, mengemukakan alasan dan
ketrampilan menilai atau kemampuan berpikir secara mental. Kontrol
diri hanya dapat bertumbuh pada saat anak memahami dan
mengalami alasan mengapa dia harus berperilaku seperti itu, daripada
sekedar dilarang dan diminta berhenti melakukan sesuatu.
Pengaruh dari kedisiplinan yang tidak sesuai dengan usia
perkembangan berdasarkan perilaku mendatang menunjukkan
bahwa ketika di SD (kelas 3) anak menjadi lebih agresif, bermusuhan,
suka menyerang, mudah cemas dan takut serta hiperaktif
dibandingkan anak yang semasa pra sekolahnya mendapatkan
pendidikan yang sesuai dengan usia perkembangan. Anak yang
mendapatkan penerapan DAP di lembaga pra sekolahnya terlihat lebih
kooperatif dibandingkan yang tidak.
Belajar untuk menentukan pilihan yang baik merupakan komponen
penting dari disiplin diri. Lingkungan dan interaksi yang mendukung
anak dalam memilih sangat penting untuk mendapatkan kontrol diri
yang sehat.
c) Stress
Banyak psikolog yang mengatakan bahwa anak usia dini sekarang
banyak yang beresiko tinggi. Hal ini disebabkan sejak dini anak-anak
sudah berada dalam situasi yang kompetitif seperti pelajaran-pelajaran
yang khusus, paksaan untuk menyelesaikan masalah , mempersiapkan
pelajaran-pelajaran akademis untuk jenjang pendidikan yang lebih
tinggi, perubahan cepat di dunia orang dewasa dan kondisi terpaksa
memiliki orangtua tunggal membuat anak terkena dampak dari
tekanan-tekanan tersebut.
Ketika anak diminta mempelajari hal-hal yang berlawanan dengan
cara anak belajar secara alami, mereka akan mengalami konflik antara
keinginan mereka dan sistem yang yang dipaksakan oleh orang
dewasa. Untuk bisa menyenangkan orangtua dengan cara menuruti
keinginan mereka, maka anak harus berusaha keras untuk mengontrol
perilaku mereka. Sebagai contoh : seorang anak berusia 5 tahun yang
secara fisik tampaknya tidak bisa duduk dan mendengarkan guru, atau
anak usia 18 bulan yang bisanya senang memanjat dan berjalan ke
mana-mana.
Anak yang berada di dalam kelas DAP merasa lebih nyaman
dibandingkan anak yang belajar di kelas belum menerapkan DAP.
Anak-anak akan lebih stress jika harus menghadapi buku kerja,
menunggu atau dalam kegiatan transisi. Bahkan sering anak menjadi
sangat cemas karena tidak bisa menyalin huruf yang ditunjukkan
guru, membedakan huruf yang satu dengan yang lainnya atau menulis
tidak dengan bentuk tulisan yang tepat. Hal tersebut sama stress nya
dengan anak usia 1- 2 tahun yang disuruh duduk di dalam kelas
memperhatikan guru, sementara usia mereka adalah usia menjelajah
yang cenderung bergerak di dalam ruangan dan membongkar apa saja
yang ditemuinya.
d) Pola akademis selanjutnya
Anak cenderung dipaksa untuk belajar lebih dini ketrampilan
akademis seperti membaca dan menulis dengan cara-cara yang tidak
menyenangkan untuk memenuhi harapan orangtua. Mereka harus
banyak berlatih menulis, mendapatkan ”drilling” dari aneka huruf,
dsb. Dengan latihan yang terus menerus dan teratur, tentunya a pada
akhirnya anak akan bisa ”menguasai” hal-hal yang diajarkan. Namun
perlu diingat, bahwa anak yang mendapatkan pembelajaran yang tidak
sesuai dengan usianya, dapat mengalami kemunduran dalam
pembelajaran di sekolah dasar nanti.
Kenyataannya, bukti-bukti menunjukkan bahwa lebih baik menunda
daripada mempercepat anak untuk mempelajari hal-hal akademis
yang abstrak. Menunda lebih berdampak positif dibandingkan
memaksa anak belajar lebih awal. Pada anak-anak yang banyak
belajar menggunakan DAP ternyata di SD tidak mengalami perbedaan
dengan anak-anak yang belajar tidak sesuai DAP. Jadi, jika tidak ada
perbedaan antara pembelajaran dengan DAP atau bukan DAP dalam
hal kesuksesan di jenjang SD (khususnya kelas 1 & 2) , maka tidaklah
beralasan bagi pendidik anak usia dini untuk memaksakan
pembelajaran-pembelajaran yang kurang menyenangkan bagi anak.
d. Petunjuk Isi Kurikulum Implementasi DAP
Berdasar pada modul mengenai Kurikulum Yang Sesuai Dengan
Perkembangan Anak (DAP) pada Pelatihan Khusus Pendidikan dan
Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) Tingkat Nasional, menyatakan
bahwa dengan DAP maka setiap keuinikan anak dapat terpenuhi, dengan
petunjuk isi kurikulum seperti dibawah ini:
(a) Kurikulum memiliki deskripsi teoritis yang berdasarkan pada riset
bagaimana anak belajar.
(b) Isi kurikulum dirancang untuk mencapai tujuan jangka panjang bagi
anak di semua domain – sosial, emosional, kognitif, fisik – dan untuk
menyiapkan anak berfungsi sebagaimana masyarakat lain.
(c) Kurikulum bertujuan mengembangkan pengetahuan dan pemahaman,
proses dan ketrampilan, disposisi dan sikap.
(d) Kurikulum mencakup materi yang luas yang sesuai, melibatkan dan
bermakna bagi anak.
(e) Tujuan kurikulum realistis dan dapat dicapai sebagian besar anak.
(f) Isi kurikulum merefleksikan kebutuhan dan minat anak setiap individu
dalam suatu kelompok. Kurikulum mencakup pengalaman
pembelajaran, benda-benda, dan perlengkapan yang beragam, serta
strategi pembelajaran agar dapat memenuhi kebutuhan setiap anak.
(g) Kurikulum menghormati dan mendukung keragaman budaya dan
bahasa. Kurikulum mendukung dan mendorong hubungan yang positif
di dalam keluarga anak.
(h) Kurikulum dibangun di atas sesuatu yang telah diketahui anak dan
dapat dilaksanakan untuk menggabungkan pembelajaran mereka dan
pencapaian kompetensi dari ketrampilan dan konsep-konsep baru.
(i) Kurikulum memberikan kerangka konseptual bagi anak sehingga
konstruksi mental mereka berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya menjadi lebih kompleks.
(j) Kurikulum berfokus pada topik tertentu dan memberikan kesempatan
pembelajaran terintegrasi.
(k) Isi kurikulum mengandung integritas intelektual; isi kurikulum sesuai
dengan standart dari disiplin pokok bahasan yang relevan.
(l) Isi kurikulum berbobot; menghargai kecerdasan anak dan padat.
(m) Kurikulum melibatkan anak secara aktif, tidak pasif di dalam proses
pembelajaran. Anak memiliki kesempatan membuat pilihan yang
bermakna.
(n) Kurikulum menghargai anak untuk bereksplorasi dan bereksperimen.
(o) Kurikulum menekankan pada pengembangan daya pikir, beralasan,
mengambil keputusan, dan kemampuan memecahkan masalah.
(p) Kurikulum menekankan nilai interaksi sosial untuk belajar di semua
domain dan memberikan kesempatan anak belajar dari teman
sebayanya.
(q) Kurikulum mendukukung kebutuhan fisik anak untuk beraktivitas,
stimulasi sensoris, udara segar, kesehatan, dan makanan
(r) Kurikulum melindungi kebutuhan psikologis anak seperti perasaan
senang, santai, nyaman, bukan rasa takut, dan tertekan.
(s) Kurikulum memperkuat rasa kompetensi anak dan kesenangan belajar
dengan memberikan pengalaman bagi anak untuk berhasil.
(t) Kurikulum fleksibel sehingga guru dapat menyesuaikan pembelajaran
baik ke individu maupun kelompok.
C. Konsep Pengelolaan Pembelajaran PAUD
1. Pengertian Pengelolaan Pembelajaran PAUD
Pengelolaan atau manajemen adalah kemampuan dan keterampilan khusus
untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama orang lain atau melalui orang lain
dalam mencapai tujuan organisasi. (D. Sudjana, 2004).
Pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang mempengaruhi
peserta, sehingga proses belajar pada dirinya dapat berlangsung dengan mudah
(Gagne dan Briggs, 1979).
Pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak, orang
tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai tugas
perkembangan, Hartati (2005).
Sehingga Pengelolaan pembelajaran untuk anak usia dini adalah
kemampuan dan keterampilan khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik
bersama orang lain atau melalui orang lain dalam menciptakan proses interaksi
antara anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk
mencapai tugas perkembangan.
Menurut Vigotsky bahan pengalaman interaksi social merupakan hal yang
penting bagi perkembangan proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi
pada anak dapat terbentuk melalui interaksi dengan orang lain. Greeberg (1994)
melukiskan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui
bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Bredekamp dan Rosegrant (1991/92:14-17) dalam jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini (Ihat Hatimah dan Solehudin), menyimpulkan bahwa anak akan belajar
dengan baik dan bermakna bila:
a. Anak merasa aman bila psikologis serta kebutuhan-kebutuhan fisiknya
terpenuhi;
b. Anak mengkonstruksi pengetahuan;
c. Anak belajar melalui interaksi sosial dengan orang dewasa dan anak
lainnya;
d. Kegiatan belajar akan merefleksikan suatu lingkaran yang tidak pernah
putus mulai dengan kesadaran kemudian beralih ke eksplorasi, pencarian,
dan akhirnya ke penggunaan;
e. Anak belajar melalui bermain;
f. Minat dan kebutuhan anak untuk mengetahui terpenuhi; dan
g. Unsur variasi individual anak diperhatikan.
2. Penyusunan Perencanaan Pembelajaran yang Mendukung
DAP
Dalam buku Pedoman Teknis Penyelenggaraan Kelompok bermain
dijelaskan bahwa, penyusunan perencanaan pembelajaran adalah susunan kegiatan
yang akan dilakukan selama satu tahun pembelajaran. Agar suatu proses
pembelajaran dapat berjalan baik dan sesuai dengan cara belajar, tahap
perkembangan, dan minat anak, kegiatan pembelajaran dirancang dengan sebaik
mungkin. Dalam merancang perencanaan kegiatan yang harus di perhatikan
adalah usia anak, karena tiap usia memiliki karakteristik yang khusus. Anak usia 0
– 18 bulan perencanaan kegiatan anak diarahkan pengasuhan dan perawatan.
Anak usia 18 – 36 bulan kegiatan anak diarahkan pada perawatan dan pendidikan.
Anak usia 3 – 6 tahun diarahkan pada perencanaan pembelajaran sambil bermain.
Adapun proses penyusunan perencanaan pembelajaran, adalah sebagai berikut:
a. Merancang perencanaan Tahunan dan Semester (Unit Plan)
Beberapa langkah yang harus ditempuh oleh seorang pendidik dalam
membuat perencanaan tahunan dan semester yaitu:
1) Untuk memulai kegiatan awal tahun ajaran baru, antara lain
penyusunan jadwal dan pengadaan fasilitas yang diperlukan demi
kelancaran pelaksanaan program kegiatan bermain anak didik.
2) Kegiatan semester antara lain menyiapkan buku program kegiatan
mingguan dan harian serta pembelanjaan fasilitas-fasilitas keperluan
semester.
b. Merancang pengembangan tema (Jejaring Tema)
Dalam mengembangkan tema untuk kegiatan anak usia dini, ada
beberapa faktor yang harus diperhatikan, yaitu; kedekatan, kebermaknaan,
kedalaman, keluasan dan kesesuaian tema untuk setiap usia anak. Tema –
tema yang akan diangkat dimulai dengan hal yang terdekat dengan diri
anak hingga yang terjauh dengan diri anak. Penyusunan tema sebaiknya
memikirkan hal-hal berikut :
(1) Tema dapat digali dari minat anak dan peristiwa yang bermakna,
misalnya; hari kemerdekaan, perayaan keagamaan, hari bersejarah dan
perayaan kemasyarakatan.
(2) Melakukan curah pendapat (brainstroming) tema yang akan
dikembangkan.
(3) Mengembangkan tema dengan menggunakan tehnik jejaring tema
(theme web). Dengan menggunakan jejaring tema akan memudahkan
guru untuk melihat secara menyeluruh dari setiap arah pengembangan
tema. Untuk anak usia 0 – 18 bulan tidak mememerlukan tema.
(4) Menentukan lama waktu pembahasan sebuah tema, misalnya tema
diriku dibahas selama 4 minggu. Lama waktu pembahasan tema
mempertimbangkan kedalaman, keluasan dan minat anak terhadap
tema. Apabila anak masih memiliki minat yang cukup tinggi pada
tema tersebut, maka jumlah waktu dapat ditambah.
c. Merancang perencanaan kegiatan Mingguan dan Harian
Perencanaan kegiatan mingguan adalah penyusunan persiapan
pembelajaran yang akan dilakukan pendidik/tutor dalam satu minggu.
Perencanaan kegiatan harian adalah penyusunan persiapan pembelajaran
yang akan dilakukan pendidik/tutor dalam satu hari untuk meningkatkan
kecerdasan holistik anak dengan mengacu menu pembelajaran generik.
a) Kegiatan mingguan adalah kegiatan yang secara pasti bisa
diprogramkan setiap minggu. Misalnya, setiap hari senin di program
tanya jawab bagi anak didik, hari kamis diprogram untuk kegiatan
bersama dan evaluasi pelaksanaan kegiatan bermain yang telah
diselenggarakan.
b) Kegiatan harian antara lain kegiatan bermain yang akan diberikan
kepada anak didik, termasuk memeriksa kebersihan dan ketertiban
ruang bermain anak didik.
Kegiatan bermain mingguan dan harian disusun berdasarkan perencanaan
tahunan dan semester. Hal-hal yang perlu diperhatikan dan ditetapkan
meliputi:
(a) Tema kegiatan
(b) Kelompok yang akan melakukan kegiatan bermain
(c) Semester dan tahun ajaran
(d) Jumlah waktu
(e) Hari dan tanggal pelaksanaan
(f) Jam pelaksanaan
(g) Tujuan kegiatan bermain
(h) Materi yang akan dimainkan sesuai dengan tema
(i) Bentuk kegiatan bermain
(j) Setting lingkungan
(k) Bahan dan alat yang diperlukan dalam bermain
(l) Evaluasi perkembangan anak
Pendidik mengidentifikasi perilaku anak didik yang perlu dibentuk melalui
pembiasaan. Hal ini dapat terwujud dalam kegiatan sehari-hari di
kelompok bermain, seperti kemandirian dalam melepas dan memakai
sepatu, mengambil makanan dan minuman, membereskan alat makan dan
minumnya dan juga membereskan alat mainannya.
Pendidik juga mengidentifikasi kemampuan dasar anak didik yang perlu
dikembangkan, seperti moral, sosial emosional, kemampuan berbahasa,
kognitif, seni, fisik, dan motorik.
d. Merancang perencanaan persiapan jenis permainan
1) Perencanaan persiapan jenis permainan adalah segala sesuatu yang
diperlukan sebelum melaksanakan proses kegiatan bermain.
2) Tujuan penyusunan persiapan jenis permainan adalah:
a. Agar anak mendapatkan kesempatan bermain yang bervariasi dan
cukup waktu
b. Agar anak mendapatkan stimulasi pendidikan yang optimal
sehingga semua potensi anak dapat dikembangkan dengan baik
c. Agar memudahkan pendidik dalam mengarahkan dan
mendampingi anak didik dalam kegiatan bermain
d. Agar memudahkan pendidik melaksanakan pengawasan dan
evaluasi keberhasilan kegiatan bermain dalam mencapai
tujuannya
3. Pelaksanaan Pembelajaran yang Mendukung DAP
Pelaksanaan kegiatan kelompok bermain mengacu pada kalender
pendidikan yang telah ditetapkan oleh Kantor Departemen Pendidikan Nasional
yang berisi jadwal kegiatan-kegiatan pendidikan, yaitu:
a. Jadwal kegiatan bermain
Ada lima hal yang ditetapkan dalam kegiatan bermain, yaitu:
1) Kegiatan bermain yang akan dimainkan anak didik
2) Alat permainan edukatif yang akan dimainkan anak didik
3) Waktu untuk menyelenggarakan kegiatan bermain
4) Tempat untuk menyelenggarakan kegiatan bermain
5) Tenaga pendidik yang bertugas mendampingi anak bermain
Dalam penyusunan jadwal berdasarkan tema tidak harus sama dengan
urutan dan alokasi waktu, melainkan disesuaikan dengan minat dan
kemampuan anak saat tema itu dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) Usia 2-3 tahun, kegiatan bermain per minggu minimal 2 kali
pertemuan. Tiap pertemuan minimal selama 2 jam dengan pertemuan
ideal selama 4 jam.
(2) Usia 4-6 tahun, kegiatan bermain per minggu minimal 5 kali
pertemuan dan maksimal 6 hari. Tiap pertemuan minimal selama 2,5
jam dengan pertemuan ideal selama 6 jam.
(3) Jadwal libur sekolah dalam menyambut hari-hari besar nasional dan
keagamaan
Jenis kegiatan main harus sesuai dengan perkembangan anak sehingga
anak senang dan mau mematuhi peraturan yang diberikan.
Contoh pengaturan waktu kegiatan main:
Pembukaan : 15 menit
Saat lingkaran : 15 menit
Kegiatan main : 60 menit
Saat mengingat kembali : 15 menit
Istirahat : 30 menit
b. Pelayanan Bimbingan
1. Bimbingan kepada anak
a) Mencakup pelayanan bimbingan kepada anak didik misalnya:
membantu mengenal lingkungan kelompok bermain dan rumahnya,
membantu memahami bakat dan minatnya, membantu mengenal
kemampuan dirinya sendiri.
b) Mencakup penilaian bimbingan kepada anak didik untuk
mengetahui sejauhmana anak dapat mengenal lingkungan
kelompok bermaian dan rumahnya, bisa memahami bakat dan
minatnya serta bisa menganal kemampuan dirinya sendiri.
2. Bimbingan kepada orangtua
a) Memberikan informasi yang diperlukan orangtua berkenaan dengan
keadaan anaknya, memberikan bantuan cara mengatasi masalah
anak, membantu memahami keseluruhan kegiatan bermain di
lembaga yang bersangkutan.
b) Memberikan informasi yang diperlukan orangtua tentang proses
pembelajaran di kelompok bermain
c) Pembinaan kepada orangtua anak didik mengenai tumbuh kembang
anak, kesehatan anak, gizi anak dan program pembelajaran di
kelompok bermain.
4. Evaluasi Pembelajaran yang Mendukung DAP
a. Evaluasi kegiatan bermain merupakan kegiatan yang harus dilakukan
oleh pendidik untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan
kemampuan anak didik sebagai hasil kegiatan bermainnya. Tujuannya
adalah untuk memperoleh informasi tentang sejauhmana pertumbuhan
dan perkembangan anak didik dari waktu ke waktu. Bentuknya dapat
berupa narasi yang menggambarkan perkembangan kemampuan anak
didik, selama waktu tertentu.
Menurut Yuliani dan Bambang (2005) mengatakan evaluasi dapat
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain melalui pengamatan dan
pencatatan anekdot. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui
perkembangan dan sikap anak yang dilakukan dengan mengamati
tingkah laku anak dalam kehidupan sehari-hari secara terus-menerus,
sedangkan pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang
sikap dan perilaku dalam situasi tertentu.
Berbagai alat penilaian yang digunakan untuk memperoleh gambaran
perkembangan kemampuan dan perilaku anak, antara lain:
a) Portofolio, yaitu penilaian berdasarkan kumpulan hasil kerja anak
yang dapat menggambarkan sejauhmana keterampilan anak
berkembangan. Misalnya: tahapan dalam melipat kertas.
b) Untuk kerja (performance) merupakan penilaian yang menuntut
anak untuk melakukan tugas dalam perbuatan yang dapat diamati,
misalnya : praktek menyanyi, olahraga, memperagakan sesuatu.
c) Penugasan (project) merupakan tugas yang harus dikerjakan anak
yang memerlukan waktu yang relatif lama dalam pengerjaannya.
Misalnya: melakukan percobaan menanam biji.
d) Hasil karya (produk) merupakan hasil kerja anak setelah
melakukan suatu kegiatan.
b. Kegiatan evaluasi dilakukan sebagai berikut:
a) Pencatatan kehadiran anak didik harus dilakukan agar dapat
diketahui anak didik yang rajin dan selalu mengikuti kegiatan
bermain. Dengan adanya pencatatan kehadiran anak didik dapat
diketahui anak didik yang kadang-kadang atau sering tidak masuk,
sehingga pengelola atau pendidik dapat memberikan pembinaan
dengan terlebih dahulu mengetahui sebab-sebabnya.
b) Pencatatan kegiatan anak didik dapat dilakukan dengan cara
menggunakan alat-alat penilaian, seperti misalnya Anekdot.
c) Berdasarkan catatan tersebut pengelola atau pendidik dapat
mengetahui faktor-faktor penyebabnya sehingga dapat mencari
pemecahan yang efektif.
c. Hasil evaluasi anak diserahkan melalui orangtuanya secara berkala
misalnya setiap bulan, per triwulan, semester atau per tahun
d. Setiap tahun dapat dilakukan acara pemberian sertifikat tanda selesai
program kelompok bermain dan pelepasan anak didik yang telah
berhasil menyelesaikan pembelajaran di kelompok bermain.

METODE
A. Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.
Pendekatan kualitatif adalah suatu proses penelitian dan pemahaman yang
berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki suatu fenomena sosial dan
masalah manusia. Pada pendekatan ini, peneliti membuat suatu gambaran
kompleks, meneliti kata-kata, laporan terinci dari pandangan responden, dan
melakukan studi pada situasi yang alami (Creswell, 1998:15). Pendekatan
kualitatif ini diambil karena dalam penelitian ini sasaran atau obyek
penelitian dibatasi agar data-data yang diambil dapat digali sebanyak
mungkin serta agar dalam penelitian ini tidak dimungkinkan adanya
pelebaran obyek penelitian. Penelitian ini bertolak dari cara berfikir induktif,
kemudian berfikir secara deduktif. Penelitian ini menganggap
data adalah inspirasi teori, kemudian bergerak membentuk teori yang
menerangkan data.
Penelitian ini juga termasuk jenis penelitian deskriptif, yakni jenis
penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi
atau berbagai variabel. Dalam penelitian ini, akan dijabarkan kondisi konkrit
dari obyek penelitian, menghubungkan satu variabel atau kondisi dengan variabel
atau kondisi lainnya dan selanjutnya akan dihasilkan deskripsi tentang obyek
penelitian. Metode penelitian deskriptif adalah metode dalam melakukan
penelitian
atas suatu kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, sistem pemikiran
ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 1988). Data yang
diperoleh selama penelitian akan diolah, dianalisa, dan diproses lebih lanjut
dengan dasar teori yang telah dipelajari untuk kemudian ditarik kesimpulan.
B. Teknik Pengumpulan Data
Beberapa metode pengumpulan data dalam penelitian kualitatif yang
penulis lakukan , yaitu:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian
dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara penulis atau
pewawancara dengan responden dengan atau tanpa menggunakan alat
yang dinamakan interview guide (panduan wawancara), (Natsir, 2003).
Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian kualitatif adalah
wawancara mendalam. Wawancara mendalam (in–depth interview) adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya
jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau
orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman
(guide) wawancara, di mana pewawancara dan informan terlibat dalam
kehidupan sosial yang relative lama. Wawancara ini dilakukan kepada
seluruh responden yaitu satu orang pamong, dua orang tutor, satu orang
pengasuh dan dua orang tua anak usia dini.
2. Observasi
Observasi ialah yang disengaja dan sistematis tentang fenomena social dan
gejala-gejala alam dengan jalan pengamatan dan pencatatan (Kartini
Kartono, 1996). Alasan peneliti melakukan observasi adalah untuk
menyajikan gambaran realistik perilaku atau kejadian, untuk menjawab
pertanyaan, untuk membantu mengerti perilaku manusia, dan untuk
evaluasi yaitu melakukan pengukuran terhadap aspek tertentu melakukan
umpan balik terhadap pengukuran tersebut. Beberapa bentuk observasi
yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif, yaitu observasi
partisipasi dan observasi tidak terstruktur (Natsir, 2003). Observasi
dilakukan kepada pamong, tutor, pengasuh dan orang tua.
a. Observasi partisipasi (participant observation)
Adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan
dimana observer atau peneliti benar-benar terlibat dalam keseharian
responden. Dilakukan dangan cara ikut terlibat langsung dalam proses
belajar mengajar.
b. Observasi tidak berstruktur
Adalah observasi yang dilakukan tanpa menggunakan guide observasi.
Pada observasi ini peneliti atau pengamat harus mampu
mengembangkan daya pengamatannya dalam mengamati suatu objek.
3. Dokumen
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang berbentuk
dokumentasi. Sebagian besar data yang tersedia adalah berbentuk catatan
harian dan foto. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu
sehingga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
pernah terjadi di waktu silam. Dokumen yang dicari yaitu mengenai
rencana pembelajaran berupa perencanaan pembelajaran semesteran,
perencanaan pembelajaran mingguan, dan satuan kegiatan harian.
C. Subjek Penelitian
Subjek dari penelitian ini yaitu satu orang pamong, dua orang tutor, satu
orang pengasuh dan dua orang tua anak usia dini di kelompok bermain Mandiri
SKB Kab. Sumedang, mengenai pengembangan Kurikulum yang sesuai dengan
perkembangan anak (DAP) dalam Pengelolaan Pembelajaran. Informan utama
dalam penelitian ini yaitu pamong.
D. Langkah-langkah analisis data
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian studi deskriptif yang
penulis lakukan yaitu:
1. Mengorganisir data
2. Membaca keseluruhan informasi
3. Membuat suatu kriteria penilaian
4. Peneliti menetapkan pola dan mencari hubungan antara beberapa kategori
5. Selanjutnya peneliti melakukan interpretasi dan mengembangkan
generalisasi natural dari kasus baik untuk peneliti maupun untuk
penerapannya pada kasus yang lain
6. Menyajikan secara naratif
E. Validitas Penelitian
Menurut Lilis Supianah dalam skipsinya tahun 1999, keabsahan data
merupakan syarat yaitu harus diperhatikan sebelum suatu kesimpulan penelitian
dirumuskan. Menurut Nasution (1999 : 123) dalam skripsi Lilis Supianah
menyatakan bahwa untuk menjamin kredibilitas data yang dalam penelitian
kualitatif dikenal dengan validitas data, digunakan cara-cara sebagai berikut:
1. Melakukan pengamatan dalam waktu yang cukup lama sampai
menemukan fenomena yang beraneka
2. Melakukan pengamatan secara terus menerus dengan cermat dan teliti,
terinci dan mendalam
3. Melakukan triangulasi, pengecekan kebenaran data dengan
membandingkan dengan sumber data yang lain atau membandingkan data
yang diperoleh melalui pengamatan dengan data yang diperoleh melalui
wawancara
Dalam artikel yang berjudul Metoda Penelitian Kualitatif oleh Iyan
Afriani, menurut Moleong (2007:330), trianggulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Di
luar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap
data itu. Teknik trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah
pemeriksaan melalui sumber lainnya.
Denzin (dalam Moleong, 2007:330) membedakan empat macam
trianggulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan
sumber, metode, penyidik, dan teori. Trianggulasi dilakukan melalui
wawancara, observasi langsung dan observasi tidak langsung, observasi
tidak langsung ini dimaksudkan dalam bentuk pengamatan atas beberapa
kelakukan dan kejadian yang kemudian dari hasil pengamatan tersebut
diambil benang merah yang menghubungkan diantara keduannya.
4. Membicarakan data yang diperoleh dengan orang lain yang memiliki
kepedulian atau keahlian sesuai dengan tema sentral penelitian
5. Melakukan member check agar informasi yang diperoleh benar-benar
sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh sumber data (subjek penelitian)
Upaya defendabilitas (ketergantungan, berkaitan dengan keandalan), yang
dikenal dalam penelitian kualitatif reliabilitas data dan konfirmabilitas data yang
dikenal dalam penelitian kualitatif dengan objektivitas data dilakukan dengan cara
memeriksa kembali secara cermat seluruh proses penelitian mulai dari:
1. Teknik pengumpulan data dan hasilnya
2. Hasil wawancara
3. Deskripsi data dan analisis temuan penelitian
4. Langkah-langkah yang dilalui selama penelitian berlangsung, termasuk
didalamnya konsultasi dengan pembimbing
Teknik pengumpulan data yang digunakan akan melengkapi dalam
memperoleh data primer dan sekunder, observasi dan wawancara digunakan untuk
menjaring data primer yang berkaitan dengan penerapan Devellopmentally
Appropriate Practice dalam pengelolaan pembelajaran, sementara studi
dokumentasi digunakan untuk menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari
berbagai dokumentasi tentang pengelolaan pembelajaran.
Tahap-tahap dalam pengumpulan data dalam suatu penelitian, terbagi
menjadi tiga, yaitu:
1. Tahap orientasi,
Tahap orientasi, dalam tahap ini yang dilakukan adalah melakukan
prasurvey ke lokasi yang akan diteliti, dalam penelitian ini, prasurvey
dilakukan di Kelompok Bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang,
melakukan dialog dengan pamong bidang PAUD SKB, para tutor dan
pengasuh. Kemudian melakukan studi dokumentasi untuk melihat dan
mencatat data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.
2. Tahap ekplorasi,
Tahap eksplorasi, tahap ini merupakan tahap pengumpulan data di lokasi
penelitian, dilakukan selama 5 bulan, dengan pembagian waktu selama 3
bulan mengajar dan berhubungan penuh dengan pamong, tutor dan
pengasuh beserta anak didik di kelompok bermain secara intens
(melakukan wawancara dan observasi partisipasi dan obeseravasi tidak
berstruktur). Sedangkan 2 bulan untuk studi dokumentasi.
3. Tahap member check
Tahap member check, setelah data diperoleh di lapangan, baik melalui
observasi, wawancara ataupun studi dokumentasi, serta responden diberi
kesempatan untuk menilai data informasi yang telah diberikan kepada
peneliti, untuk melengkapi atau merevisi data yang baru, maka data yang
ada tersebut diangkat dan dilakukan audit trail yaitu mencheck keabsahan
data sesuai dengan sumber aslinya.

PEMBAHASAN
Dalam bagian ini akan dibahas lebih jauh mengenai jawaban pertanyaan-
pertanyaan penelitian yang diajukan dalam bab 1, satu pertanyaan penelitian untuk
pengetahui pemahaman pada tingkat translation dari responden. Dikutip dari
(Skripsi Moh. Nopianto, 2005 : Bab IV) pemahaman pada tingkat
translation yaitu mengenai 1). kemampuan menyatakan konsep pengertian,
langkah-langkah perencanaan dengan kalimat tersendiri, 2). memberikan makna
terhadap konsep pengertian, langkah-langkah perencanaan
dengan kalimat tersendiri, 3). menjelaskan
konsep-konsep yang masih abstrak ke yang lebih konkrit, 4). kemampuan
menghubungkan dengan kejadian di kelompok bermain, tingkat pemahaman dapat
dilihat pada skor yang diberikan. Sedangkan tiga pertanyaan selanjutnya akan
penulis deskripsikan, yaitu sebagai berikut:
1. Pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD
Pada bagian ini akan dibahas secara rinci sesuai dengan yang tercantum
pada setiap indikatornya, yaitu sebagai berikut:
a) Pemahaman mengenai konsep PAUD
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil jawaban responden
dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh penulis. Pemahaman
mengenai konsep PAUD disini yaitu mengenai pengertian PAUD menurut
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
14, pentingnya PAUD sesuai dengan yang tercantum pada UUD 1945 pasal
28 B ayat 2 dan juga yang tertera pada UU No.23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak dan menurut JJ. Rousseu (1712-1778) bahwa proses
pendidikan yang baik dan ideal dilakukan sejak anak lahir sampai remaja,
prinsip PAUD yang berdasar pada pedoman teknis penyelenggaraan
kelompok bermain yang salah satunya bahwa PAUD harus berorientasi pada
kebutuhan anak, dan yang selanjutnya pada konsep PAUD terakhir
dipertanyakan juga mengenai pengertian kelompok bermain dan prinsip
pendidikan dalam kelompok bermain.
Pertanyaan mengenai konsep PAUD adalah item no. 1, 2, 3, dan 4.
Pemahaman pada tingkat translation mengenai kemampuan menyatakan
konsep pengertian, tujuan, langkah-langkah perencanaan dengan kalimat
sendiri yaitu item no. 1 dan 4. Untuk item no 1 responden tutor
mengemukakan jawabannya yang pada intinya sama dengan kriteria
jawaban yang dibuat penulis yaitu, Pendidikan anak usia dini adalah suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan
usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Jawaban
responden tidak sama persis tetapi mendekati kriteria penilaian yang dibuat
penulis, sehingga responden dikatakan paham.
Untuk item no. 4 responden tutor mengemukakan jawabannya tidak
sama dengan yang dibuat oleh penulis yaitu mengenai seluk beluk
kelompok bermain, sehingga dikatakan kurang paham. Untuk item no. 2
pemahaman pada tingkat translation mengenai memberikan makna terhadap
konsep pengertian, tujuan dan langkah-langkah perencanaan, jawaban yang
diberikan oleh responden tutor pada intinya tidak sama dengan kriteria
yang
telah dibuat oleh penulis, yaitu mengenai pentingnya PAUD yang tertera
pada UUD 1945 ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup tumbuh dan
berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi” (Pasal 28 B ayat 2), juga tertera pada UU No 23 tahun 2002
tentang perlindungan anak, yaitu ”Setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan
tingkatan kecerdasannya sesuai dengan minat”, responden menjawab kurang
tepat sehingga responden dapat dikatakan kurang paham. Untuk item no. 3
pemahaman pada tingkat translation mengenai menjelaskan konsep yang
masih bersifat abstrak ke yang lebih konkrit, jawaban yang diberikan oleh
responden pengasuh tidak sama dengan kriteria yang telah dibuat oleh
penulis, sehingga dikatakan kurang paham. Item no. 3 mengenai prinsip
PAUD. Sedangkan responden orang tua pada pertanyaan item no. 1 dan 2
dapat dikatakan kurang paham karena jawaban yang diberikan tidak sama
dengan kriteria yang telah penulis buat.
b) Pemahaman mengenai konsep DAP
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil jawaban responden
dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh penulis. Pemahaman
mengenai konsep DAP disini yaitu mengenai Pengertian DAP yaitu
kurikulum yang sesuai dengan perkembangan anak dimana DAP merupakan
perspektif dalam PAUD dimana guru atau caregiver nurtures membangun
semua aspek perkembangan anak dan berdasarkan pada teori perkembangan
anak, identifikasi kekuatan dan kelemahan dari masing-masing anak dan
anak sebagai latar belakang budaya yang didefinisikan oleh masayarakat,
sejarah keluarga dan struktur keluarga, prinsip-prinsip dasar perkembangan
anak, aspek-aspek pengembangan anak usia dini, keuntungan penerapan
DAP, dan petunjuk isi kurikulum penerapan DAP.
Item pertanyaan pada konsep DAP yaitu item no. 5, 6, 7, 8, dan 9.
Pemahaman pada tingkat translation mengenai kemampuan menyatakan
konsep pengertian, tujuan dan langkah-langkah perencanaan dengan kalimat
sendiri, yaitu dengan no item 5. Untuk item no. 5 responden tutor
memberikan jawaban yang dapat dikatakan kurang paham karena hanya
menjawab dengan dasar pernah mendengar mengenai pengertian DAP dan
jawaban yang diberikan tidak sama dengan kriteria penilaian penulis.
Pemahaman pada tingkat translation mengenai konsep-konsep yang masih
abstrak ke yang lebih konkrit yaitu item no. 6 dan 7. Untuk item no. 6 dan 7
responden tutor menjawab yang pada intinya sama dengan kriteria yang
telah dibuat penulis sehingga dapat dikatakan berurutan kurang paham da
sangat paham. yaitu mengenai prinsip-prinsip dasar perkembangan anak
diantaranya: Domain perkembangan anak-fisik, sosial-emosional, dan
kognisi, perkembangan terjadi di dalam suatu urutan dimana suatu
kemampuan dan keterampilam dibangun dari pengalaman sebelumnya,
perkembangan bervariasi anatara satu anak dengan anak lainnya,
pengalaman awal berpengaruh pada perkembangan setiap anak,
perkembangan melewati proses yang lebih kompleks, terorganisasi dan
terinternalisasi, perkembangan dan pembelajaran terjadi dan dipengaruhi
oleh konteks sosial dan budaya yang beragam, anak adalah pembelajar aktif
yang membangun pengetahuan dan memahami dunia di sekeliling mereka
dengan pengalaman fisik dan sosial secara langsung, perkembangan dan
pembelajaran adalah hasil dari interkasi kematanagn biologis dengan
lingkungan, yang melibatkan baik lingkungan fisik dan sosial tempat anak
itu berada, bermain adalah sarana penting untuk mengembangkan
keterampilan sosial, emosional, dan kognisi anak, perkembangan akan
semakin maju jika anak memiliki kesemapatan untuk praktek keterampilam-
keterampilan yang diperolehnya, anak menunjukan apa yang mereka ketahui
dengan cara yang berbeda-beda, DAP sangat memperhatikan lingkungan
yang nyaman dan aman, dan anak dapat belajar dengan baik jika berada di
dalam komunitas yang nyaman dan aman dan menghargai mereka serta
kebutuhan fisik dan psikologis terpenuhi . Pemahaman pada tingkat
translation mengenai memberikan makna terhadap konsep pengertian,
tujuan dan langkah-langkah perencanaan yaitu pada item no. 8 dan 9. Untuk
item no. 8 responden tutor memberikan jawaban sesuai dengan kriteria
sehingga dapat dikatakan paham, Item no. 8 mengenai keuntungan
penerapan DAP. Untuk item no. 9 responden tutor memberikan jawaban
yang pada intinya sama dengan kriteria yang dibuat oleh penulis, sehingga
dapat dikatakan paham. Responden pada item no. 1 dan 2 untuk responden
pamong yang pada intinya benar tetapi tidak sama dengan kriteria yang
telah penulis buat, sehingga dikatakan kurang paham. Sedangkan untuk
responden orang tua pada item pertanyaan no. 3 dapat dikatakan kurang
paham. Skor rata-rata dari pemahaman DAP yaitu pada rentang 6-7
sehingga dapat dikatakan paham.

c) Pemahaman mengenai konsep pembelajaran PAUD


Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil jawaban responden
dengan kriteria penilaian yang telah dibuat oleh penulis. Pemahaman
mengenai konsep pembelajaran PAUD disini yaitu mengenai pengetian
pengelolaan pembelajaran PAUD bahwa pengelolaan adalah kemampuan
dan keterampilam khusus untuk melakukan suatu kegiatan, baik bersama
orang lain atau melalui orang lain dalam mencapai tujuan organisasi (D.
Sudjana, 2004), dan pembelajaran adalah suatu rangkaian kejadian yang
mempengaruhi peserta, sehingga proses belajar pada dirinya dapat
berlangsung dengan mudah (Gagne dan Briggs, 1979). Sehingga dapat
diartikan bahwa pembelajaran anak usia dini merupakan proses interaksi
antara anak, orang tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan
untuk mencapai tugas perkembangan (Hartati, 2005). Lalu mengenai
penyusunan perencanaan pembelajaran PAUD, pelaksanaan pembelajaran
PAUD, dan evaluasi pembelajaran PAUD.
Item pertanyaan pada konsep pembelajaran PAUD yaitu item no. 10,
11, 12, dan 13. Pemahaman pada tingkat translation mengenai kemampuan
menyatakan konsep pengertian, tujuan dan langkah-langkah perencanaan
dengan kalimat sendiri yaitu dengan item no. 10, responden pengasuh
menjawab tidak sama dengan kriteria yang telah dibuat penulis sehingga
dapat dikatakan kurang paham. Pemahaman pada tingkat translation
mengenai memberikan makna terhadap konsep pengertian, tujuam, dan
langkah-langkah perencanaan, terdapat pada item no. 11, 12 dan 13,
responden tutor memberikan jawaban hampir sama dengan kriteria yang
telah penulis buat sehingga dapat dikatakan paham yaitu mengenai
penyusunan perencanaan pembelajaran PAUD diantaranya: merancang
perencanaan tahunan/semesteran, merancang pengembangan tema,
merancang perencanaan kegiatan mingguan atau harian. Untuk item no. 12
responden tutor menjawab dengan tidak benar dan dapat dikatakan tidak
paham, dan untuk item no. 13 responden tutor menjawab yang pada intinya
sama dengan kriteria jawaban penulis, dan dapat dikatakan paham.
Sedangkan untuk item no. 3 responden Pamong menjawab tidak sesaui
dengan kriteria jawaban penulis, sehingga dapat dikatakan kurang paham.
Dapat disimpulkan bahwa responden untuk pertanyaan penelitian
peneliti yang pertama yaitu untuk mengetahui pemahaman tutor akan DAP
dalam pengelolaan pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB
Kab. Sumedang, yaitu paham, ditunjukan juga dari hasil observasi yang
peneliti lakukan bahwa responden telah mengimplikasikan teori tersebut.
2. Pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD
Pada bagian ini akan dibahas mengenai jawaban responden yang
berkaitan dengan pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD, dimulai dengan pada saat perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi. Perencanaan adalah proses yang sistematis dalam pengambilan
keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan
datang, (D. Sudjana, 2004). Perencanaan yang dilakukan mulai dengan
mengidenifikasi kebutuhan dan potensi anak usia dini yaitu dengan
melakukan 3 hal yang pertama:Pengamatan sehari-hari (observasi),
kedua:catatan harian perkembangan anak, ketiga:penilaian proses aktifitas
kerja anak. Dengan ketiga hal tersebut responden mengatakan dapat
mengetahui kebutuhan dan potensi anak usia dini.
Pada proses perencanaan juga biasanya dilakukan upaya pengembangan
yang akan dilakukan untuk kurikulum pembelajaran, tetapi berdasar pada
jawaban responden yang mengatakan bahwa pengembangan kurikulum
pembelajaran PAUD disesuaikan dengan usia perkembangan anak dan
potensi anak yang beragam, yang dapat diartikan bahwa upaya
pengembangan kurikulum dapat dilakukan dengan upaya penyesuaian dengan
potensi anak yang semakin berkembang. Pengembangan kurikulum
pembelajaran PAUD mengarah pada pembelajaran yang sesuai dengan DAP
perlu menggunakan sentra-sentra. Penggunaan sentra menjadi popular untuk
memenuhi kebutuhan akademis, sosial, emosional, dan fisik anak.
Berdasarkan pada hasil observasi yang dilakukan peneliti di kelompok
bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang, bahwa pengembangan kurikulum
tersebut dapat dilihat dari adanya sentra-sentra pembelajaran. Sentra-sentra
tersebut adalah sentra persiapan, sentra seni, sentra BAC (bahan alam cair),
sentra, imtaq, sentra, balok, sentra memasak, sentra bermain bersama.
Setelah perencanaan, tentunya pertanyaan yang akan diajukan yaitu
tentang bagaimana pelaksanaan kegiatan bermain dalam pembelajaran
sebelum menggunakan sentra dan setelah menggunakan sentra, jawaban dari
responden yaitu sebelum menggunakan sentra dalm DAP pembelajaran selalu
berpusat pada guru, setting duduk anak masih tradisional, tutor tidak melihat
potensi anak yang berbeda, semua anak harus patuh pada kehendak guru, dan
setelah menggunakan sentra dalam DAP terlihat bedanya anak menjadi lebih
aktif dan kreatif dalam pembelajaran, potensi anak menjadi lebih
berkembang, dan guru lebih banyak memfasilitasi kegiatan bermain anak
dengan mendampingi anak. Sedangkan metode dan strategi pembelajaran
yaitu dengan membuat anak belajar dari pengalaman langsung dan setiap hari
anak menghasilkan kreasi, dengan pembelajaran berpusat pada anak.
Berdasar hasil observasi pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan
menggunakan sentra-sentra pembelajaran dan pembelajaran berpusat pada
anak, tetapi ada beberapa orang tua yang ikut masuk pada saat pembelajaran,
yang terkadang membuat kelas menjadi gaduh karena anak menjadi tidak
konsentrasi.
Mengenai hal tersebut maka peneliti membuat pertanyaan kepada
responden mengenai jadwal pelayanan bimbingan kepada orang tua, dan
jawaban responden dalam satu tahun hanya mengadakan dua kali pertemuan
dengan orang tua untuk mendiskusikan mengenai perkembangan anaknya.
Setelah pelaksanaan, maka tahapan yang selanjutnya adalah evaluasi,
pertanyaan yang peneliti ajukan yaitu mengenai alat evaluasi yang digunakan
untuk anak usia dini dan kegiatan evaluasi seperti apa yang dilakukan kepada
anak usia dini sebelum dan setelah penggunaan sentra yang sesuai dengan
DAP. Alat evaluasi yang digunakan sebelum sentra yang sesuai dengan DAP
yaitu buku catatan harian dan laporan perkembangan semesteran anak, dan
setelah menggunakan sentra yang sesuai dengan DAP yaitu pengamatan anak
secara individu, catatan anekdot setiap anak, catatan perkembangan dan
portofolio. Sedangkan untuk kegiatan evaluasi yaitu dengan evaluasi yang
dilakukan setiap hari kapa anak.
Berdasarkan hasil observasi alat evaluasi yang digunakan yaitu hal yang
tersebut diatas, sedangkan untuk kegiatan evaluasi tidak disebutkan, kegiatan
evaluasi yang dilakukan yaitu dengan pencatatan kehadiran anak (absen),
pencatatan kegiatan anak didik (anekdot).
3. Implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD
Pada bagian ini akan dibahas mengenai implementasi DAP dalam
pelaksanaan pembelajaran PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB kab.
Sumedang. Implementasi DAP dimulai dengan perencanaan mengenai
penyusunan kurikulum yang mengacu pada acuan menu generik dengan
mengembangkan 6 aspek pengembangan anak (nilai moral dan agama,
bahasa, fisik, kognitif, sosial emosional, dan seni), lalu dengan
mengembangkan tema yang disesuaikan dengan sentra yang akan digunakan
dan APE apa yang sesuai dengan sentra tersebut. APE yang digunakan berupa
APE tradisional dan APE modern, bahkan membuat APE dari pemanfaatan
bahan baku limbah lingkungan, dan membuat kreasi sendiri.
Pada pelaksanaan pembelajaran PAUD yang berimplementasi DAP,
dapat dilihat dari jawaban responden mengenai jadwal kegiatan bermain,
strategi dan metode yang digunakan dan pelayanan bimbingan pada anak dan
orang tua. Kegiatan bermain pada kelompok bermain Mandiri SKB Kab.
Sumedang kelas dibagi menjadi 2 kelas, dalam satu minggu kegiatan bermain
4 hari (senin-kamis), dan diatur melalui pembelajaran di setiap sentra.
Strategi dan metode yang digunakan yaitu pembelajaran yang berpusat pada
anak.
Berdasar pada observasi yang telah dilakukan peneliti, pelaksanaan
pembelajaran dapat dilihat pada perencanaan tahunan/semesteran,
perencanaan bulanan/mingguan, perencanaan pembelajaran harian, dan
skenario kegiatan pembelajaran. Perencanaan-perencanaan tersebut
merupakan implementasi penerapan DAP dalam pelaksanaan pembelajaran
PAUD. Perencanaan tahunan/semesteran merupakan tema besar dalam untuk
pembelajaran selama satu tahun atau satu semester. Perencanaan
bulanan/mingguan merupakan sub tema dari tema besar perencanaan
tahunan/semesteran. Perencanaan pembelajaran harian merupakan penjabaran
dari satu sub tema mingguan, sedangkan perencanaan skenario kegiatan
pembelajaran merupakan penjabaran perencanaan pembelajaran harian
berupa langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan oleh tutordan pengasuh
pada saat pembelajaran hari itu berlangsung, seperti pijakan lingkungan main,
pijakan sebelum main, pijakan saat main dan pijakan setelah main yang
disesuaikan dengan sentra yang akan dilaksanakan.
Sedangkan pelayanan bimbingan kepada anak yaitu dengan cara
mendampingi anak untuk mengetahui minat dan potensinya. Dan pelayanan
bimbingan kepada orang tua dilakukan dua kali dalam satu tahun.
4. Faktor penghambat penerapan DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD
Faktor penghambat yang dirasakan responden dari penerapan DAP dalam
pengelolaan pembelajaran PAUD pada perencanaan yaitu bahwa orang tua
terlalu menuntut anak untuk bisa membaca, menulis, dan berhitung, orang tua
menganggap pembelajaran melalui bermain itu tidak penting bagi anak.
Faktor penghambat pada pelaksanaan penerapan DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD yaitu terkadang orang tua ikut masuk ke dalam kelas
untuk membantu anaknya, bahkan membantu dengan paksaan dan kekerasan.
Sedangkan faktor penghambat penerapan DAP dalam evaluasi pembelajaran
yaitu hasil karya yang telah anak kerjakan biasanya dibawa pulang ke rumah
masing-masing sehingga menyulitkan pada saat penilaian.
Berdasar hasil observasi yang peneliti lakukan terlihat jelas bahwa orang
tua masih belum memahami arti pendidikan anak usia dini, sehingga orang
tua masih menganggap bahwa dengan memasukan anaknya ke kelompok
bermain maka anaknya akan dapat belajar membaca, menulis, dan berhitung.
Faktor penghambat tidak hanya dari orang tua, tetapi berdasar pada hasil
pertanyaan peneliti yang pertama menyatakan bahwa responden tutor dan
pamong kurang paham tentang PAUD, DAP dan pengelolaan pembelajaran
PAUD. Faktor penghambat juga dirasakan karena kurangnya pelayanan
bimbingan pada orang tua mengenai PAUD, sehingga mengakibatkan adanya
perbedaan antara persepsi orang tua dan tutor mengenai pengelolaan
pembelajaran PAUD.

KESIMPULAN
Berdasarkan temuan-temuan dilapangan sebagaimana telah dikemukakan
pada bab-bab sebelumnya, maka dalam bab ini penulis mencoba mengambil
kesimpulan sebagai berikut:
Kesimpulan Umum
Peningkatan kualitas sumber daya manusia sejak dini dengan pendidikan
merupakan hal penting yang harus dipikirkan, sejalan dengan itu konsep
DAP juga dirasa sangat penting untuk mendorong penggunaan berbagai
strategi
pengelolaan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar anak-anak agar
dapat memenuhi tugas perkembangannya.
Konsep DAP adalah rujukan untuk menyediakan sebuah lingkungan dan
menawarkan konten, materi, kegiatan, dan metodologi yang dikoordinasikan
dengan tingkat perkembangan anak dan untuk individu anak yang sudah siap.
Penerapan DAP untuk kelompok bermain telah difasilitasi oleh
Departemen Pendidikan Direktorat PAUD melalui penyusunan Menu
Pembelajaran Generik, yaitu program pendidikan anak usia dini (lahir-6 tahun)
secara holistik yang dapat dipergunakan dalam memberikan layanan kegiatan
pengembangan dan pendidikan pada semua jenis program yang ditujukan bagi
anak usia dini.
Implementasi DAP diterapkan dengan pengelolaan pembelajaran yang
direncanakan dengan bentuk perencanaan tahunan dan semester (unit plan),
Satuan Kegiatan Mingguan dan Satuan Kegiatan Harian yang disesuaikan dengan
aspek perkembangan anak.

Kesimpulan Khusus
Kesimpulan khusus ini dikaitkan dengan respon terhadap pertanyaan
penelitian sebagaimana disajikan dibawah ini:
a. Pemahaman tutor akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD di
kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang
Dari hasil wawancara dan observasi peneliti mengenai pemahaman tutor
akan DAP dalam pengelolaan pembelajaran PAUD dapat disimpulkan bahwa
responden untuk pertanyaan penelitian penulis yang pertama yaitu paham
dengan skor rata-rata yaitu pada rentang 6-7, hasil observasi yang peneliti
lakukan menunjukan bahwa responden telah mengimplementasikan teori-teori
tersebut dalam pengelolaan pembelajarannya.
b. Pengembangan kurikulum berdasar DAP dalam pengelolaan
pembelajaran PAUD, dimulai pada saat perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa pengembangan kurikulum yang dilakukan yaitu dengan adanya
penggunaan sentra-sentra dalam pembelajaran. Dengan penerapan sentra, maka
pembelajaran mengarah pada pembelajaran yang sesuai dengan DAP.
Penggunaan sentra-sentra diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kognitif,
sosial, emosional dan fisik anak.
c. Implementasi DAP dalam pelaksanaan pembelajaran PAUD (skenario
pembelajaran) di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa implementasi DAP dimulai dengan penyusunan kurikulum yang
mengacu pada acuan menu pembelajaran (menu generik) dengan tujuan
mengembangkan 6 aspek pengembangan anak. Pelaksanaan pembelajaran
dapat dilihat pada perencanaan tahunan/semesteran, perencanaan
bulanan/mingguan, perencanaan pembelajaran harian, dan skenario kegiatan
pembelajaran.
d. Faktor penghambat penerapan DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang
Dari hasil wawancara dan observasi yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa faktor penghambat penerapan DAP dalam pengelolaan pembelajaran
PAUD di kelompok bermain Mandiri SKB Kab. Sumedang yaitu bahwa
orang tua menuntut anak untuk bisa membaca, menulis dan berhitung,
bahkan orang tua mengenggap pembelajaran melalui bermain itu tidak
penting bagi anak. Sedangkan faktor penghambat dari tutor dan pamong
adalah kekurang pahaman mengenai PAUD, DAP, dan pengelolaan
pembelajaran PAUD, sehingga mengakibatkan adanya perbedaan antara
persepsi orang tua dan pendidik (tutor dan pamong) mengenai pengelolaan
pembelajaran PAUD. Faktor penghambat yang yang lainnya adalah
kurangnya pelayanan bimbingan kepada orang tua mengenai tujuan
kelompok bermain dan tugas perkembangan anak.

DAFTAR PUSTAKA

Adhim, F. (2007). Memimpin Masa Depan, (vol 3 No. 1). (online).


Tersedia: http: // www.dap \ Seputar Anak-Memimpin Masa Depan.htm.
(15 Desember 2008).

Afriani HS, Iyan. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. (online).


Tersedia: http://www.metode-penelitian-kualitatif111.htm. (17 januari
2009).

Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah,


Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini. (2006). Pedoman Teknis
Penyelenggaraan Kelompok Bermain. Jakarta.

Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, Direktorat Jenderal Pendidikan Luar


Sekolah Dan Pemuda, Departemen Pendidikan Nasional. (2002). Acuan
Menu Pembelajaran Pada Pendidikan Anak Usia Dini (Menu
Pembelajaran Generik). Jakarta.

Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Mandar


Maju.

M, Taqiyuddin. (2008). Pendidikan Untuk Semua. Bandung: Mulia Press.

Megawangi, Ratna. (2008). TK Karakter. (online).


Tersedia : http: \ tk_karakter.htm. (15 Desember 2008).

Namasivayam P, Yulianti S, Nurbiana D, dan TIM NEST. (2007). Kurikulum


Yang Sesuai Dengan Perkembangan Anak (DAP). Depdiknas.

Nazir, M. (2003). Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nopianto, M. (2005). Studi Deskriptif Tentang Perencanaan Program


Kursus Otomotif Mobil Dalam Meningkatkan Keterampilan
Di Lembaga Pendidikan Dan Keterampilan (LPK) Pelita
Massa.. Skripsi Sarjana pada FIP PLS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurani, Y & Bambang S. (2005). Menu Pembelajaran Anak Usia Dini. Jakarta:
Yayasan Citra Pendidikan Indonesia.

Rini, Imas. (2009). ”Bermain Dan Kreatifitas Anak Usia Prasekolah”. Pikiran
Rakyat (3 Juni 2009).
Santoso, Soegeng. (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Yayasan Citra
Pendidikan Indonesia.

Sayekti, T.S. (2001). Metodologi Penelitian Kualitatif. Program Pasca Sarjana


Universitas Negeri Yogyakarta. (online)
Tersedia: http://metodologi_penelitian_kualitatif.htm. (2 Agustus 2009).

Sirodjudin, Kosim. (2006). Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Nonformal.


Bandung: UPI.

Solehuddin, M. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Prasekolah. Bandung: Fakultas


Ilmu Pendidikan UPI

Sudjana, Djuju. (2004). Manajemen Program Pendidikan. Bandung: Falah


Production.

Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Supianah, Lilis. (1999). Profil Penyelenggaraan Proses Pembelajaran Program


PADU. Skripsi Sarjana pada FIP PLS UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Surakhmad, W. (1990). Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode, Teknik.


Bandung. Tarsito.

Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional.

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 tahun 2002 Tentang Perlindungan


Anak.

-----. (2002). Praktek Devellopmentally Tepat (DAP). (online).


Tersedia : http : // www. circleofinclusion. org/ English/ approaches/ dap.
html. (18 Desember 2008).

-----. (2008). Devellopmentally Sesuai Praktek. (online).


Tersedia : http : // en. Wikipedia. org/wiki/ Devellopmentally Appropriate
Practice. (18 Desember 2008).

Anda mungkin juga menyukai