Anda di halaman 1dari 59

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kurikulum merupakan proses yang sangat penting dalam proses
pendidikan. Karena kurikulum merupakan substansi utama dalam materi yang
diajarkan, dimana dalam kurikulum itu tergambar secara jelas dan terencana
bagaimana dan apa saja yang harus terjadi dalam proses belajar mengajar yang
dilakukan oleh seorang guru guna mencapai tujuan-tujuan pendidikan. 1
Kurikulum dalam pandangan modern adalah semua yang secara nyata terjadi
dalam proses pendidikan di sekolah. Dalam Qur’an surah al-Alaq apabila di
tinjau dari segi kurikulum pendidikan Islam firman Allah tersebut merupakan
pedoman atau bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh ilmu
pengetahuan yang di butuhkan manusia. Di jelaskan di dalam Q.S Al-Alaq
ayat 1 sebagai berikut :
١ – ‫ِّك الَّ ِذيْ َخ َل ۚ َق‬
َ ‫ِا ْق َر ْأ ِباسْ ِم َرب‬
Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan”.
(QS. Al- ‘Alaq [ 96 ] : 1)

Mambaca selain melibatkan proses mental, pengenalan, ingatan,


pengucapan, pemikiran, daya cipta dan bahkan Pendidikan itu sendiri. Pada
dasarnya dalam surah al-Alaq tersebut telah mencakup kurikulum pendidikan
Islam dan yang paling penting adalah bagaimana penjabarannya maupun
mendesainnya dengan sedemikian rupa sesuai dengan tingkat perkembangan
dan tingkat pendidikan sehingga menghasilkan tujuan pendidikan yang di
harapkan.

Kata implementasi dimaknai pelaksanaan,  penerapan.2 Pengertian


tersebut mengandung penjelasan bahwa implementasi merupakan penerapkan
dan pelaksanaan proses belajar mengajar yang digunakan di sebuah lembaga
pendidikan. Sedangkan kurikulum sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 1
1
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Pengelolaan Pendidikan Dari Teori Menuju Implementasi, 1st ed.
(Jakarta: Rajawali Pers, 2015). Hlm 129
2
“Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan,” 1988, 327.
2

butir 19 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional yaitu seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.3
Permendibud No. 137 Tahun 2014 merupakan peraturan yang
dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Standar
Nasional Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pengganti Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 58 Tahun 2009. Permendikbud ini ditetapkan di
Jakarta pada tanggal 14 Oktober 2014 oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia, yaitu Muhammad Nuh.
Permendikbud No. 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum 2013
Pendidikan Anak Usia Dini, Kompetensi Inti (KI) adalah gambaran
pencapaian Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak pada akhir
layanan PAUD usia 6 (enam) tahun yang dirumuskan secara terpadu dalam
bentuk: (1) Kompetensi Inti Sikap Spiritual (KI-1); (2) Kompetensi Inti Sikap
Sosial (KI-2); (3) Kompetensi Inti Pengetahuan (KI-3); dan Kompetensi Inti
Keterampilan (KI-4).4
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan pendidikan yang paling
fundamental karena perkembangan anak di masa selanjutnya akan sangat
ditentukan oleh berbagai stimulasi bermakna yang diberikan sejak usia dini.
Awal kehidupan anak merupakan masa yang paling tepat dalam memberikan
dorongan atau upaya pengembangan agar anak dapat berkembang secara
optimal.
Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab I Pasal 1 butir 14 menyatakan bahwa PAUD merupakan suatu
upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
6 tahun yang dilakukan melalui rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki

3
“Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,” n.d., 3.
4
Kustiadi Basuki, “Pembelajaran Kurikulum 2013 PAUD Berbasis Pendekatan Saintifik,” ISSN 2502-3632
(Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 53, no. 9 (2019): 1689–1699, www.journal.uta45jakarta.ac.id. hlm 4-5
3

kesiapan belajar dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Undang-undang ini


mengamanatkan bahwa pendidikan harus dipersiapkan secara terencana dan
bersifat holistik sebagai dasar anak memasuki pendidikan lebih lanjut . Oleh
karena itu, upaya-upaya pengembangan anak usia dini hendaknya dilakukan
melalui belajar dan melalui bermain (learning through games). Hal ini karena
bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan bagi anak. Melalui bermain
anak memperoleh kesempatan untuk bereksplorasi (exploration), menemukan
(finding), mengekspresikan (expression), perasaannya dan berkreasi
(creation).
Masa usia dini adalah masa emas perkembangan anak dimana semua
aspek perkembangan dapat dengan mudah distimulasi. Periode emas ini hanya
berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia. Oleh karena itu,
pada masa usia dini perlu dilakukan upaya pengembangan menyeluruh yang
melibatkan aspek pengasuhan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan. 5 Pada
tahun 2002 pemerintah telah menetapkan lembaga pendidikan anak usia dini
sebagai lembaga pendidikan prasekolah yang formal termasuk Raudhatul
Athfal yang berada di bawah naungan kementrian agama.6
Witson (2003) dan Jackman, (2009) Kurikulum sebagai kerangka
terorganisir yang menggambarkan isi, proses pembelajaran untuk membantu
anak-anak mencapai tujuan kurikulum, apa yang guru lakukan untuk
membantu anak-anak mencapai tujuan, dan konteks di mana pengajaran dan
pembelajaran terjadi. Adapun Kurikulum bagi anak usia lahir sampai dua
tahun adalah, "setiap pengalaman belajar, dan aktivitas setiap hari adalah
bagian dari kurikulum. Mengganti popok, makan, mencuci dan memberikan
kenyamanan bagi anak merupakan elemen dari kurikulum, juga bernyanyi,
bermain, menonton dan bergerak".7
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini memuat tujuan, hasil belajar,
proses, konten yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak untuk

5
“Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2014 Tentang
Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini,” n.d.
6
“Departemen Pendidikan Nasional,” 2002, 21.
7
Basuki, “Pembelajaran Kurikulum 2013 PAUD Berbasis Pendekatan Saintifik.”hlm 19
4

membangun pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk


mendukung kesiapan anak belajar di jenjang pendidikan yang lebih lanjut.
Kurikulum PAUD memberi arah pada proses stimulasi yang dilaksanakan
secara cermat, hati-hati, sesuai dengan karakteristik anak dan dinilai secara
komprehensif dari data yang otentik. Proses stimulasi yang tidak direncanakan
tidak akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu penting
bagi setiap satuan pendidikan anak usia dini memiliki dan mengembangkan
kurikulum di tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Berkaitan dengan kemampuan Kognitif dan Sosial Keagamaan,
Krombholz (2006) Dari perkembangan tersebut baik kognitif maupun sosial
anak juga tergantung pada jenis kelaminnya. Anak laki-laki biasanya akan
lebih aktif dibandingkan kebanyakan anak perempuan.8 Di sinilah peran guru
di sekolah dan orang tua di rumah untuk memaksimalkan perkembangan anak
apalagi anak pada usia 4-6 tahun mudah dibentuk sesuai dengan didikan
lingkungan sekitarnya. Seperti orang tua yang suka meminum-minuman keras
juga dapat berdampak negatif pada perkembangan kognitif anak. 9
Pada masa anak usia dini juga perlu diperhatikan perkembangan sosial
anak. Baik di sekolah maupun di rumah, anak mulai dikenalkan dengan orang-
orang baru di sekitarnya, diajarkan dan dicontohkan untuk berperilaku sopan
santun, mengerti tata krama kepada orang yang lebih tua, dan hal lainnya yang
berkaitan dengan aspek sosial anak. Anak juga perlu dipertontonkan filmfilm
yang mengandung nilai akhlak.10 Hal yang perlu dipahami bahwa proses
perkembangan anak itu terjadi sesuai dengan pola yang sudah ada pada diri
anak itu sendiri yang ditentukan oleh potensi genetik dan juga pengaruh faktor
lingkungan sekitar. 11

8
H Krombholz, “Physical Performance in Relation to Age, Sex, Birth Order, Social Class, and Sports
Activities of Preschool Children.,” SAGE Journals 102, no. 2 (2006): 477–484.
9
W. J. Noll, R. B., Robert A., Z., Fitzgerald, H. E., & Curtis, “Cognitive and Motoric Functioning of Sons of
Alcoholic Fathers and Controls: The Early Childhood Years.,” Journal TOC: Developmental Psychology 28,
no. 4 (1992): 665–675.
10
M. Astuti, “Implementasi Program Fullday School Sebagai Usaha Mendorong Perkembangan Sosial
Peserta Didik TK Unggulan Al-Ya’lu Kota Malang.,” Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan 1,
no. 2 (2013): 133–140.
11
F. Venetsanou, “Environmental Factors Affecting Preschoolers’ Motor Development.,” Early Childhood
Education Journal 37, no. 1 (2010): 319–327.
5

Kondisi pendidikan Islam di Indonesia, sebenarnya menghadapi


berbagai permasalahan dan kesenjangan dalam berbagai aspek yang sangat
kompleks, yaitu  berupa persoalan dikotomi pendidikan, kurikulum, tujuan,
sumberdaya serta menejemen pendidikan. Usaha dan upaya perbaikan untuk
peningkatan pendidikan pun sering mendapat kendala baik dari segi
pendanaan, tenaga ahli hingga sistem pengelolaan yang masih belum
maksimal. Dalam keadaan seperti ini kita tetap dituntut untuk terus
memperbaiki segala aspek terkait sehingga dapat memenuhi standar
pencapaian tujuan dari pendidikan Islam yang diharapkan.   
Mengacu pada latar belakang diatas sebagian besar Kepala Sekolah dan
Guru di setiap lembaga pendidikan Raudhatul Athfal (RA) terutama di
Kabupaten Majalengka pada umumnya belum semuanya mampu
mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan acuan kurikulum. Peroses
pendidikan yang berkualitas tentunya memiliki pedoman yang mengatur
pelaksanaanya, tanpa pedoman, sebuah pendidikan tentu tidak akan mampu
mencapai tujuannya, oleh karena itu kurikulum merupakan hal yang sangat
pokok dalam proses pendidikaan. Kepala sekolah sangat berperan penting
dalam pemahaman kurikulum serta keberhasilannya dalam
mengimplementasikan kurikulum. Dari hasil penelitian sebelumnya berupa
tesis dan jurnal yang peneliti baca, ada beberapa permasalahan yang memiliki
kesamaan dengan penelitian yang akan di bahas, yaitu sebagian besar kepala
sekolah dan guru belum semuanya mampu memprioritaskan pembelajaran
yang sesuai dengan kurikulum. Adapun dari satuan kegiatannyapun belum
mampu meningkatkan kemampuan kognitif dan sosial keagamaan peserta
didik. Dalam merencanakan implementasi kurikulum harus harus
memperhatikan landasan-landasan implementasi kurikulum, harus
memperhatikan kondisi psikologis anak, kebutuhan dan minat mereka. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk mengangkat judul Implementasi Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini Berorientasi Peningkatan Kemampuan Kognitif
dan Sosial Keagamaan Anak di Kabupaten Majalengka.
6

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Di
Kabupaten Majalengka ?
2. Bagaimana Implementasi Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Berorientasi Peningkatan Kemampuan Kognitif Dan Sosial Keagamaan
Anak Di Kabupaten Majalengka ?
3. Bagaimana Dampak Implementasi Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
Dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif dan Sosial Keagamaan Anak
Di Kabupaten Majalengka ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Manajemen Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini Di Kabupaten Majalengka.
2. Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Implementasi Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini Berorientasi Peningkatan Kemampuan Kognitif Dan
Sosial Keagamaan Anak Di Kabupaten Majalengka.
3. Untuk Mendeskripsikan Bagaimana Dampak Implementasi Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Meningkatkan Kemampuan Kognitif
dan Sosial Keagamaan Anak Di Kabupaten Majalengka ?

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a) Dapat memberi kontribusi pemikiran bagi kajian lebih lanjut tentang
implementasi kurikulum PAUD.
b) Dapat dijadikan salah satu tambahan khazanah ilmu pengetahuan
menyangkut implementasi kurikulum PAUD.
c) Dapat dijadikan rujukan dalam penerapan implementasi kurikulum
PAUD.
2. Manfaat Praktis
a) Sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dan semua pihak yang
berkepentingan.
7

b) Sebagai bahan referensi bagi pengelola PAUD di Kabupaten


Majalengka dalam memperbaiki Implementasi kurikulum sehingga
dapat dicapai hasil yang maksimal.
c) Memberi sumbangan keilmuan dan memperkaya bahan pustaka pada
perpustakaan IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
d) Menambah pengetahuan dan pengalaman penulis khususnya dan
pembaca pada umumnya.
E. Kerangka Pemikiran
Bagan 1.1

Implementasi Manajemen
Kurikulum

1.Pengorganisasian kurikulum 2.
Implementasi kurikulum
3. Evaluasi kurikulum

Permendikbud Nomor 146


1. Perencanaan (Planning) Tahun 2014 yaitu bertujuan
2. Pengorganisasian untuk mendorong
(Organizing) berkembangnya potensi anak
3. Pelaksanaan (Actuating) agar memiliki kesiapan untuk
4. Pengawasan (Controling) menempuh pendidikan
selanjutnya

Peningkatan kemampuan
kognitif dan social keagamaan
anak

Bagan diatas menerangkan


bahwa Setiap langkah pengimplementasian kurikulum kalau tidak
diterapkan atau dikelola dengan baik maka hasilnya tidak akan maksimal,
oleh karena itu manajemen implementasi kurikulum bagi suatu lembaga
pendidikan merupakan suatu keniscayaan. Karena keberhasilan pendidikan
ditentukan oleh manajemen nya, karena manajemen pendidikan bertujuan
8

untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem proses belajar


mengajar, yang meliputi administrasi kurikulum, program ketenagaan,
program sarana dan prasarana, program pembiayaan dan program
hubungan dengan masyarakat.

F. Penelitian Terdahulu
1. Sutarmi (2015). Jurnal yang berjudul “Implementasi Manajemen
Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Di Ra Miftahul Ulum Ketangi
12
Probolinggo.”
Dalam Penelitian ini proses analisis data dilakukan dengan
verifikasi terhadap data yang telah terkumpul. Verifikasi tersebut
dilakukan dengan metode triangulasi. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa manajemen kurikulum di RA Miftahul Ulum. Ketangi yang
meliputi perencanaan kurikulum telah berjalan dengan baik meskipun
masih ditemui sedikit kendala antara lain adanya sulitnya memahami
RKM untuk dijadikan RKH, kurangnya kreatifitas guru dalam
pembelajaran, perlunya dukungan sarana yang memadai, dan menetapkan
evaluasi. Perencanaan kurikulum dilakukan secara keseluruhan mulai dari
pembuatan PROTA, PROMES, RKM dan RKH. Berdasarkan hasil
penelitian ini, ada beberapa saran, yaitu: (1) bagi kepala sekolah, guru
dan siswa hendaknya selalu berupaya untuk ikut serta dalam
meningkatkan kualitas pendidikannya semaksimal mungkin.(2) bagi
penelitian lanjutan, hendaknya hasil penelitian ini dijadikan sebagai
tambahan reverensi dan diharapkan dapat dilakukan penelitian yang
lebih baik dan sempurna tentang Manajemen Kurikulum PAUD.
2. Muhammad Khoiruzzadi, Mabid Barokah, Aisiyatin Kamila. (2020) .
Jurnal yang berjudul “Upaya Guru Dalam Memaksimalkan Perkembangan
Kognitif, Sosial Dan Motorik Anak Usia Dini”
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui upaya guru dalam
menumbuhkankembangkan potensi anak, dan ingin mengetahui hambatan

12
Sutarmi, “Implementasi Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Di Ra Miftahul Ulum Ketangi
Probolinggo.,” Jurnal Program Studi PGRA 1, no. 2 (2015): 161.
9

yang dialami guru pada perkembangan kognitif, sosial dan motorik.


Penelitian ini termasuk dalam penelitian lapangan. Pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif deskriptif. Data primer adalah data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan guru kelas kelompok B1 dan
kepala sekolah, serta hasil observasi pembelajaran baik di dalam maupun
di luar kelas kelompok B1 RA Ar-Rahmah Kabupaten Sleman. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa guru perlu mengerti perkembangan ideal
seorang anak dilihat dari aspek kognitif, sosial dan motoriknya. RA Ar-
Rahmah kelompok B1 memiliki karakter dan perkembangan yang
berbeda-beda. Pembelajaran yang dilakukan guru pada anak kelompok B1
lebih bervariatif dalam menggunakan metode belajarnya seperti bernyanyi,
pembiasaan, keteladanan, nasihat, dan lainnya sesuai dengan materi apa
yang hendak diajarkan kepada anak. Selain itu, program-program
unggulan yang dimiliki RA Ar-Rahmah juga mendorong guru untuk
berpikir bersama agar tujuan yang dikehendaki sekolah tercapai.” 13
3. Syarifah Zahra dan Nurhayati Djamas, (2019). Jurnal yang berjudul
“Penerapan Kebijakan Kurikulum Paud Dalam Pembelajaran Nilai Agama
Moral”
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan penerapan kebijakan
kurikulum dalam pembelajaran NAM anak usia 5-6 tahun di TK Islam dan
di RA Kecamatan Pesanggrahan.Kesimpulannya bahwa pada penerapan
kebijakan pendidikan dalam pembelajaran NAM di TK Islam dan RA
memiliki pedoman yang sama, hanya saja kemudian RA
mengintergrasikan dengan Keputusan Dirjen PAI Nomor 3489 sehingga
menjadi pedoman kurikulum Raudhatul Athfal. Adapun pada segi standar
pencapaian,TK Islam berpedoman pada Visi dan Misi yang mereka buat
masing-masing, yang kemudian dijadikan standar pencapaian untuk
tambahan materi pada pembelajaran NAM, sedangkan RA sudah memiliki
standar pencapaian tersendiri khusus untuk pembelajaran NAM yang

13
Muhammad Khoiruzzadi, Mabid Barokah, and Aisiyatin Kamila, “Upaya Guru Dalam Memaksimalkan
Perkembangan Kognitif , Sosial Dan Motorik Anak Usia Dini” (2020): 40–51.
10

sudah tercantum dalam pedoman kurikulum RA, begitupun dengan proses


pembuatan materi.”14

Dari penelitian terdahulu penulis dapat simpulkan bahwa


Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini memberi arah pada proses
stimulasi dengan mendorong berkembangnya potensi anak agar memiliki
kesiapan untuk menempuh pendidikan selanjutnya yang dilaksanakan
secara cermat, hati-hati, sesuai dengan karakteristik anak dan dinilai secara
komprehensif dari data yang otentik. Proses stimulasi yang tidak
direncanakan tidak akan mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu penting bagi setiap satuan pendidikan anak usia dini memiliki
dan mengimplementasikan kurikulum di tingkat satuan pendidikan
(KTSP).

Optimalisasi perkembangan kognitif dan sosial keagamaan anak


merupakan tugas dari seorang guru di sekolah. Guru perlu mengerti
perkembangan ideal seorang anak dilihat dari aspek kognitif, sosial.
Keterlambatan perkembangan pada anak memang salah satu hambatan
dalam mengoptimalkan perkembangan anak. Oleh karena itu dengan
dilakukannya Manajemen Implemementasi Kurikulum Pendidikan Anak
Usia Dini Berorientasi Peningkatan kemampuan Kognitif Dan Sosial
Keagamaan Anak agar kita sebagai guru mengetahui bahwa Kurikulum
PAUD memuat tujuan, hasil belajar, proses, konten yang sesuai dengan
tingkat perkembangan anak untuk membangun pengetahuan, keterampilan,
dan sikap yang diperlukan untuk mendukung kesiapan anak belajar di
jenjang pendidikan yang lebih lanjut.

G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini terbagi menjadi lima bab
yaitu sebagai berikut :

14
Syarifah Zahra and ; Nurhayati Djamas, “Penerapan Kebijakan Kurikulum PAUD Dalam Pembelajaran
Nilai Agama Moral,” Jurnal AUDHI, 1, no. 2 (2019): 1.
11

Bab Pertama tentang pendahuluan dimana dalam bab ini terdapat sub
bab yaitu : Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Kerangka Pemikiran, Penelitian Terdahulu dan Sistematika
Penulisan.
Bab Kedua tentang landaan teori Implementasi Manajemen Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini Dan kemampuan Kognitif Dan Sosial Keagamaan
Anak. Pada bab kedua ini akan mengulas tentang: Implementasi Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini yang mencakup :
Implementasi Kurikulum; 1) Pengertian Implementasi, 2) Pengertian
Kurikulum. Manajemen; 1) Pengertian Manajemen 2) Pengertian Manajemen
Kurikulum, 3) Implementasi Manajemen Kurikulum, 4) Ruang Lingkup
Manajemen Kurikulum, 5) Prinsip dan Fungsi Manajemen Kurikulum.
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD); 1) Pengertian Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD), 2) Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 3)
Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 4) Kurikulum
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 5) Manajemen Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), 6) Hakikat Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini
(PAUD), 7) Komponen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).
Kebijakan Kurikulum (STPPA); 1) Permendikbud No.146/2014 (Kurikulum
PAUD), 2) Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STPPA).
Perkembangan Kognitif dan Sosial Keagamaan ; 1) Psikologi Perkembangan
Anak Usia Dini, 2) Perkembangan Kognitif Anak, 3) Perkembangan Sosial
Keagamaan Anak.
Bab Ketiga tentang metodologi penelitian. Pada bab ketiga ini akan
dijelaskan mengenai : Jenis dan Metode Penelitian, Definisi Operasional
Penelitian, Setting Penelitian, Fokus Penelitian, Data dan Sumber Data,
Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Keabsahan Data.
Bab Keempat tentang hasil dan pembahasan penelitian. Pada bab ini
akan diulas mengenai : Bagaimana Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak
Usia Dini Di Kabupaten Majalengka, Implementasi Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini Berorientasi Peningkatan Kemampuan Kognitif Dan Sosial
12

Keagamaan Anak Di Kabupaten Majalengka, Dampak Implementasi


Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Meningkatkan Kemampuan
Kognitif dan Sosial Keagamaan Anak Di Kabupaten Majalengka.
Bab Kelima yaitu tentang penutup hanya akan mengulas dua sub bab
yaitu : Kesimpulan dan Saran.
13

BAB II

LANDASAN TEORI IMPLEMENTASI KURIKULUM PENDIDIKAN


ANAK USIA DINI BERORIENTASI PENINGKATAN KEMAMPUAN
KOGNITIF DAN SOSIAL KEAGAMAAN ANAK

A. Implementasi Kurikulum
1. Pengertian Implementasi
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau
penerapan. Majone dan Wildavsky, mengemukakan implementasi sebagai
evaluasi. Browne dan Wildavsky mengemukakan bahwa ”implementasi
adalah perluasan aktivitas yang saling menyesuaikan”. Pengertian
implementasi sebagai aktivitas yang saling menyesuaikan juga
dikemukakan oleh Mclaughin. Adapun Schubert (mengemukakan bahwa
”implementasi adalah sistem rekayasa.” Menurut Nurdin Usman
mengemukakan pendapatnya mengenai implementasi atau pelaksanaan
sebagai berikut : “Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi,
tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan
sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai
tujuan kegiatan.”15
Pengertian secara bahasa sebagaimana dalam Oxford Advance
Leraner‟s Dictionary yang dikutip dalam Mulyasa, Implementasi adalah
penerapan suatu yang memberikan efek atau dampak. Lebih lanjut
disebutkan implementasi adalah proses penerapan ide, konsep, kebijakan
atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak
baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, ataupun nilai dan
sikap. Kunandar mengatakan bahwa implementasi adalah suatu proses
penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan
praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan
pengetahuan, ketrampilan, maupun nilai dan sikap.16

15
Usman Nurdin, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum (Jakarta: Grasindo, 2002).hlm 70
16
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP) Dan Persiapan
Menghadapi Serttifikasi Guru (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007).hlm 221
14

Menurut Hanifah Harsono dalam bukunya yang berjudul


Implementasi Kebijakan dan Politik mengemukakan pendapatnya
mengenai implementasi atau pelaksanaan sebagai berikut : “Implementasi
adalah suatu proses untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan
kebijakan dari politik ke dalam administrasi. Pengembangan kebijakan
dalam rangka penyempurnaan suatu program”.17
Implementasi kurikulum sedikitnya dipengaruhi oleh lima faktor
konkrit yaitu 18 :
1) Karakteristik kurikulum, yang mencangkup ruang lingkup ide baru
suatu kurikulum dan kejelasannya bagi pengguna dilapangan
2) Srategi implementasi yaitu strategi digunakan dalam implementasi,
diskusi profesi, seminar, penataran, lokakarya, dan kegiatan yang dapat
mendorong pengguna kurikulum dilapangan.
3) Karakteristik pengguna kurikulum, yang meliputi menyebutkan,
keterampilan, nilai, dan sikap guru terhadap kurikulum, sarta
kemampuannya merealisasikan kurikulum dalam pembealajaran.
4) Sosialisasi kurikulum pada dasarnya merupakan suatu proses
pemasyarakatan ide atau gagasan yang terdapat dalam suatu kurkulum
terhadpa para pelaksana kurikulum, terutama sekali pada tingkat mata
pelajaran. Mekanismenya berjenjang, dari tingkat nasional ke tingkat
provinsi, dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten/kota, dan dari
tingkat kabupaten/kota ke tingkat kecamatan dan sekolah. Yang
terpenting adalah bagaimana kurikulum dapat dipahami oleh kepala
sekolah dan guru.
5) Pembinaan kurikulum merupakan suatu upaya dilakukan oleh staf
sekolah (kepala sekolah dan guru) untuk menjaga dan
mempertahankan agar kurikulum tetap berjalan sebagaimana
seharusnya. Pembinaan kurikulum mengusahakan pelaksanaan

17
Harsono Hanifah, Implementasi Kebijakan Dan Politik (Bandung: PT. Mutiara Sumber Widya, 2002).hlm
67
18
Muhammad Zaini, Pengembangan Kurikulum , (Yogyakarta: Teras, 2009).hlm 196-197
15

kurikulum sesuai dengan program dan ketentuan yang telah ditetapkan


(kurikulum ideal/potensial).
2. Pengertian Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Menurut Saylor, Alexander, dan Lewis (1947)
kurikulum merupakan segala upaya sekolah untuk memengaruhi siswa
agar dapat belajar, baik dalam ruang kelas maupun di luar sekolah.
Sementara itu, Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai
semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab
sekolah (all of the activities that are provided for the students by the
school) 19
Dilihat dari sudut terminology, pengertian kurikulum mencakup
kedalam tiga pengertian sebagaimana S Nasution dalam bukunya yang
berjudul “Asas-asas Kurikulum”20 pengertian Pertama disebut dengan
pengertian tradisional. Menurut pengertian ini kurikulum didefinisikan
sebagai “sejumlah mata pelajaran atau bahan ajar yang harus dikuasai oleh
murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai suatu tingkatan atau
ijazah”. Inti pengertian ini menunjukkan bahwa kurikulum adalah mata
pelajaran. Yang dimaksud dengan mata pelajaran disini adalah
pengetahuan yang sudah disistematisasikan dalam bentuk ilmu
pengetahuan yang dipelajari atau dibelajarkan kepada siswa oleh guru.21
Menurut pandangan modern, kurikulum diartikan sebagai “segala
upaya sekolah untuk merangsang anak belajar apakah diruangan kelas, di
halaman dan diluar sekolah”. Pengertian seperti ini antara lain bisa dilihat
dari pengertian Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty 22 yang menyebutkan

19
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018).hlm 3
20
Lias Hasibuan, Kurikulum Dan Pemikiran Pendidikan (Jakarta: Gaung Persada Press., 2010).hlm 6
21
Ibid. hlm 6
22
Ibid. hlm 7
16

“All of the activities that are provided for students by the school”. (semua
aktivitas yang disediakan untuk siswa oleh sekolah).
Selain dari pengertian-pengertian diatas, ada lagi pengertian
kurikulum yang lebih luas, dimana makna kurikulum dihubungkan dengan
kehidupan masyarakat, misalnya melihat program pendidikan disekolah
dengan kebutuhan-kebutuhan hidup peserta didik di masyarakat. (what
should the school program be like in that community)23
Nana Syaodih Sukmadinata dalam Diding Nurdin (2015)
menyatakan bahwa kurikulum dapat dilihat dalam tiga dimensi sebagai
ilmu, sebagai system dan sebagai rencana. Dalam kurikulum sebagai ilmu
(curriculum as a science) dikaji teori, konsep, model, asumsi dan prinsip-
prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai system (curriculum
as a system) bagaimana kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan
system-sistem lain, seperti system manajemen, layanan siswa, dan lain-
lain. Sedangkan kurikulum sebagai rencana (curriculum as a plan)
merupakan dimensi kurikulum yang paling banyak dikenal baik oleh para
pelaksana kurikulum seperti guru, kepala sekolah, pengawas maupun
Implementasi kurikulum berlangsung dalam kurun waktu
terjadinya interaksi antara sistem kurikulum dan sistem instruksional. Pada
titik ini kurikulum menjadi acuan kerja bagi para guru dalam
mengembangkan strategi instruksional yang berarti pula saat pesan-pesan
dari perencanaan kurikulum dikomunikasikan dan diinterpretasikan untuk
para siswa.
Dinn Wahyudin berpendapat bahwa implementasi mencakup tiga
kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran,
dan evaluasi. Begitu juga, faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
kurikulum terdiri atas tiga: a) Karakteristik kurikulum, yang mencakup
ruang lingkup bahan ajar, tujuan, fungsi, sifat, dan sebagainya; b) Strategi
implementasi, c) Karakteristik penggunaan kurikulum, yang meliputi

23
Ibid.hlm 10
17

pengetahuan, keterampilan, serta nilai dan sikap guru terhadap kurikulum


dalam pembelajaran.
Terkait dengan implementasi kurikulum yang berbasis pada
kompetensi (KBK dan KTSP) dikembangkan dengan berorientasi kepada
pengembangan kepribadian (kurikulum humanistik), menuju kepada
kurikulum yang berorientasi pada kehidupan dan alam pekerjaan
(rekonstruksi sosial dan teknologi). Sementara Mulyasa menjabarakan
bahwa pelaksanaan kurikulum perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Pembelajaran harus lebih menekankan pada praktek, baik di
laboratorium maupun di masyarakat dan dunia kerja (dunia usaha).
Dalam hal ini setiap guru harus mampu memilih serta menggunakan
strategi dan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta didik
mempraktekkan apa-apa yang dipelajari.
b) Pembelajaran harus dapat menjalin hubungan lembaga dengan
masyarakat; dalam hal ini setiap guru harus mampu dan jeli melihat
berbagai potensi masyarakat yang bisa didayagunakan sebagai sumber
belajar, dan menjadi penghubung antara madrasah dengan
lingkungannya.
c) Perlu dikembangkan iklim pembelajaran yang demokratis, dan terbuka
melalui pembelajaran terpadu.
d) Pembelajaran perlu lebih ditekankan pada masalah-masalah aktual
yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan nyata yang ada di
masyarakat.
e) Perlu dikembangkan suatu model pembelajaran “moving class”, untuk
setiap bidang studi, dan kelas merupakan laboratorium untuk masing-
masing bidang studi, sehingga dalam satu kelas dilengkapi dengan
berbagai fasilitas dan sumber belajar yang diperlukan dalam
pembelajaran tertentu, serta peserta didik bisa belajar sesuai dengan
minat, kemampuan, dan tempo belajar masing-masing masyarakat. 24
24
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh, Pengelolaan Pendidikan Dari Teori Menuju Implementasi (Jakarta:
Rajawali Pers, 2015).hlm 128
18

Oleh Karena itu dapat penulis simpulkan bahwa, Implementasi


kurikulum adalah sebagai suatu proses penerapan ide, konsep, dan
kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas
pembelajaran, sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi
tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan. Dalam implementasi
ini, tentu saja harus diupayakan penanganan terhadap pengaruh faktor-
faktor tertentu, misalnya kesiapan sumber daya, faktor budaya masyarakat,
dan lain-lain. Kurikulum yang penting untuk dicermati adalah materi
kurikulum dan struktur organisasi kurikulum. Peranan atau perilaku,
pengetahuan, dan internalisasi nilai. Keberhasilan implementasi terutama
ditentukan oleh aspek perencanaan dan strategi implementasinya.

B. Manajemen
1. Pengertian Manajemen
George R. Terry dalam Ruslan, mendefinisikan pengelolaan
sebagai sebuah proses dan khas dan terdiri dari tindakan-tindakan seperti
perencanaan, pengorganisasian, pengaktifan dan pengawasan yang
dilakukan untuk menentukkan serta mencapai sesuai sasaran yang telah
ditetapkan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya
lainnya. 25
Robbins dan Coulter mengemukakan istilah pengelolaan mengacu
pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasikan kegiatankegiatan
kerja,agar diselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang lain. 26
Brech dalam Syamsi mengemukakan pengertian manajemen yaitu :
“Management is concerned with seeing that the job gets done; its tasks all
centre on planning and guiding the operations that are going in the
enterprise”.27 (Pengelolaan merupakan kegiatan untuk menyelesaikan
pekerjaan;yang fungsinya membuat perencana dan memberikan pengaruh
bagaimana penyelesaian tugas itu harus dilakukan).
25
Rosady Ruslan, Manajemen Public Relations Dan Media Komunikasi (Konsepsi Dan Aplikasi) (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2005).hlm 30
26
Robbins P.Stephen Coulter and Mary, Manajemen (Jakarta: Prenhallindo, 2001).hlm 18-20
27
Ibnu Syamsi, Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok Organisasi & Manajemen (Jakarta: Rineka Cipta, 1994).hlm 26
19

Ronald (2003) mengartikan pengelolaan sebagai kemampuan untuk


memperoleh suatu hasil dalam rangka pencapain tujuan melalui kegiatan
sekelompok orang lain.Dalam pengertian ini tujuan perlu ditetapkan lebih
dahulu,sebelum melibatkan sekelompok orang lain yang mempunyai
kemampuan dan keahlian dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.Dengan kata lain pengelolaan pada hakikatnya berfungsi untuk
melakasanakan semua kegiatan yang diperlukan dalam rangka pencapaian
tujuan dengan batas-batas tertentu.28
Kusnadi,dkk (2005) menjelaskan yang dimaksud dengan
pengelolaan adalah setiap kerja sama dua orang atau lebih guna mencapai
tujuan bersama dengan cara seefektif dan seefisien mungkin.Inti dari
pengelolaan ini adalah kerja sama minimal dilakukan dua orang atau
lebih.Semakin besar ukuran organisasi,maka akan semakin rumit sifat
kerja organisasi itu.29
2. Pengertian Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum adalah sebagai suatu system pengelolaan
kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik dan sistematik dalam
rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikulum. Dalam
pelaksanaannya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai
dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Oleh karena itu, otonomi yang
diberikan pada lembaga pendidikan atau sekolah dalam mengelola
kurikulum secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan
ketercapaian sasaran dalam visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah
tidak mengabaikan kebijaksanaan nasional yang telah ditetapkan.

3. Implementasi Manajemen Kurikulum


Sedangkan menurut Oemar Hamalik dalam bukunya, pelaksanaan
kurikulum dalam lembaga pendidikan dibagi menjadi dua tingkatan yaitu

28
Manliand Ronald, Manajemen Pembangunan (Jakarta: Refikatama Abdi Wicara, 2003).hlm 27
29
Kusnadi, Pengantar Manajemen (Konseptual Dan Perilaku) (Malang: Universitas Brawijaya, 2005).hlm 29
20

pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan kurikulum tingkat kelas.


Dalam tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah dan pada
tingkat kelas yang berperan adalah guru. Walaupun dibedakan antara tugas
kepala sekolah dan tugas guru dalam pelaksanaan kurikulum serta
diadakan perbedaan tingkat dalam pelaksanaan administrasi, yaitu tingkat
kelas dan tingkat sekolah, namun antara kedua tingkat dalam pelaksanaan
administrasi kurikulum tersebut senantiasa bergandengan dan bersama-
sama bertanggung jawab melaksanakan proses administrasi kurikulum.
Sehingga dapat penulis ambil kesimpulan bahwa ruang lingkup
manajemen kurikulum adalah pelaksanaan prinsippronsip proses
manajemen itu sendiri. Hal ini dikarenakan dalam proses pelaksanaan
kurikulum mempunyai titik kesamaan dalam prinsip proses manajemen,
sehingga di dalam pelaksanaan kurikulum harus mengadakan pendekatan
dengan ilmu manajemen.
4. Ruang Lingkup Manajemen Kurikulum
Manajemen kurikulum merupakan bagian integral dari Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS). Lingkup manajemen kurikulum meliputi perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum. Pada tingkat
satuan pendidikan, kegiatan kurikulum lebih mengutamakan untuk
merealisasikan dan merelevansikan antara kurikulum nasional (standar
kompetensi/kompetensi dasar) dengan kebutuhan daerah dan kondisi
sekolah yang bersangkutan, sehingga kurikulum tersebut merupakan
kurikulum yang integritas dengan peserta didik maupun dengan
lingkungan di mana sekolah itu berada.
a. Perencanaan Kurikulum
Salah satu ruang lingkup dalam manajemen kurikulum adalah
perencanaan. Menurut Hamalik, perencanaan kurikulum disusun
berdasarkan asas objektivitas, keterpaduan, manfaat, kesesuaian,
keseimbangan, kemudahan, berkesinambungan, pembakuan, mutu.
Berbagai asas perencanaan kurikulum tersebut akan mampu
21

melahirkan bentuk kurikulum yang ideal dan sesuai dengan kondisi


serta tuntutan pendidikan di masanya. Kurikulum yang ideal inilah
yang mampu menyelenggarakan pendidikan yang lebih maju dan
berkualitas sebagaimana yang diharapkan dari pelaksanaan pendidikan
30
itu sendiri.
Rusman mendefinisikan perencanaan kurikulum adalah
perencanaan kesempatan-kesempatan belajar yang dimaksudkan untuk
membina siswa ke arah tingkat perubahan tingkah laku yang
diinginkan dan menilai sampai mana perubahan-perubahan telah
terjadi pada diri siswa.31
Seorang pemimpin perlu melakukan sebuah perencanaan secara
cermat, teliti, menyeluruh dan rinci, terutama dalam perencanaan
kurikulum. Perencanaan kurikulum memiliki multi fungsi, diantaranya
sebagai berikut :
a) Pedoman atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.
b) Penggerak roda organisasi dan tatalaksana untuk menciptakan
perubahan dalam masyarakat sesuai tujuan organisasi.
c) Motivasi untuk melaksanakan sistem pendidikan sehingga
mencapai hasil maksimal.

Proses dalam perencanaan kurikulum perlu memperhatikan


sumber yang mendasar perumusan tujuan kurikulum, yaitu sebagai
berikut:

a) Sumber Empiris
Sumber empiris berkaitan langsung dengan pemeliharaan
diri secara langsung, pemeliharaan diri secara tidak langsung
(melalui makanan, keamanan, perlindungan, dll), kewarganegaraan
dan aktivitas. Kurikulum harus ditujukan untuk mendidik siswa

30
Hamalik Oemar, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya., 2010).hlm
155-156
31
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009).hlm 21
22

pada bidang-bidang yang menjadi tuntutan untuk bisa hidup sukses


di luar lingkungan sekolah.
b) Sumber filosofis
Sekolah bertujuan mendidik anak agar menjadi manusia
yang ―baik, yaitu sesuai dengan nilai-nilai, cita-cita atau filsafat
yang dianut negara.
c) Sumber bahan pembelajaran
Sumber bahan pembelajaran merupakan sumber yang
digunakan dalam merumuskan tujuan sekolah dan tujuan
pembelajaran secara langsung (aims).32
Maksud manajemen dalam perencanaan kurikulum adalah
keahlian mengelola dalam arti kemampuan merencanakan
mengorganisasi kurikulum, serta bagaimana perencanaan kurikulum,
direncanakan secara profesional. Hamalik, (2010:h.149) menyatakan
bahwa dalam perencanaan kurikulum hal pertama yang dikemukakan
ialah berkenaan dengan kenyataan adanya gap atau jurang ide-ide
strategi dan pendekatan yang dikandung oleh suatu kurikulum dengan
usaha-usaha implementasinya. Perbedaan ini disebabkan oleh masalah
keterlibatan personal dalam perencanaan kurikulum yang banyak
bergantung pada pendekatan perencanaan yang dianut.
Terdapat dua pendekatan dalam perencanaan kurikulum, yaitu
pendekatan yang bersifat ―administrative approach‖ dan
pendekatan yang bersifat ―grass roots approach.33 Pendekatan yang
bersifat ―administrative approach‖ kurikulum direncanakan
oleh pihak atasan kemudian diturunkan kepada instansi-instansi
bawahan sampai kepada guru- guru. Jadi from the the top down, dari
atas ke bawah atas inisiatif para administrator. Dalam hal ini tidak
banyak yang dapat dilakukan oleh bawahan dalam melakukan
perencanaan kurikulum, karena atasanlah yang memiliki kuasa penuh
32
Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta: Bumi Aksara, 2008).hlm 11
33
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya., 2010).hlm
150
23

dalam melakukan perencanaan tersebut.


Sedangkan pendekatan yang bersifat ―grass roots
approach yaitu, dimulai dari bawah. Pendekatan ini menekankan
pada perencanaan kurikulum yang melibatkan bawahan bahkan pada
tingkat guru-guru untuk dapat bersama- sama memikirkan ide baru
mengenai kurikulum dan bersedia menerapkannya untuk
meningkatkan mutu pelajaran.
Dalam merencanakan kurikulum setidaknya terdapat beberapa
hal yang menjadi kegiatan pokok, yaitu perumusan tujuan, perumusan
isi, merancang strategi pembelajaran, merancang strategi penilaian.
Komponen tujuan berhubungan dengan arah atau hasil yang ingin
diharapkan. Dalam skala makro rumusan tujuan kurikulum erat
kaitannya dengan filsafat atau sistem nilai yang dianut masyarakat. Di
dalam perumusan tujuan terdapat tiga sumber yang mendasari
perumusan kurikulum, yaitu sumber empiris, sumber filosofis, dan
sumber bahan pembelajaran.
Saylor dan Alexander (1966) mendefinisikan isi kurikulum dalam
cakupan yang luas dan dinilai dapat menggambarkan konsep tentang
isi kurikulum. Menurut Saylor dan Alexander (1966) isi kurikulum
adalah ―fakta, observasi, persepsi, ketajaman, sensibilitas, desain, dan
solusi yang tergambarkan dari apa yang dipikirkan oleh seseorang
yang secara keseluruhan diperoleh dari pengalaman dan semua itu
merupakan komponen yang menyusun pikiran yang mereorganisasi
dan menyusun kembali hasil pengalaman tersebut ke dalam adat dan
pengetahuan, ide, konsep, generalisasi, prinsip, rencana, dan solusi‖.
Para pengembang kurikulum pada akhir-akhir ini lebih
menunjukkan perhatiannya terhadap proses dibandingkan isi pada saat
mereka mengonstruksi kurikulum. Pada pembelajaran yang bersifat
tradisional memang lebih ditunjukan pada konten/isi yang biasanya
didefinisikan sebagai informasi yang harus disampaikan pada siswa
dengan cara menghafal atau belajar secara verbal. Namun, dengan
24

cara itu apa yang diberikan akan lebih cepat dilupakan sehingga
proses (misalnya penghafalan, penolakan, dan kritik terhadap ide)
dinilai lebih penting dibandingkan dengan isi dan pada kenyataannya
mempunyai pengaruh terhadap perilaku dan karakter. Meskipun
beberapa ahli menyatakan bahwa proses memiliki arti yang berbeda
dengan isi, namun dalam kenyataannya proses dan isi merupakan
satu-kesatuan yang tidak bisa dibedakan. Mungkin lebih lebih baik
apabila dinyatakan bahwa proses sebagai isi dari kurikulum dan
menyeleksi isi kurikulum merupakan suatu hal yang sangat penting.
Tahapan perencanaan kurikulum mesti memperhatikan sifat atau
karakteristik yang harus dipenuhi dalam merancang, membuat serta
mengembangkan kurikulum itu sendiri.34 Hamalik mengemukakan
bahwa suatu perencanaan kurikulum memiliki sifat strategis,
komprehensif, integratif, realistik, humanistik, futuralistik, merupakan
bagian integral yang mendukung manajemen pendidikan secara
sistematik, mengacu pada pengembangan kompetensi sesuai dengan
standar nasional, berdiversifikasi untuk melayani keragaman peserta
didik, desentralistik.
b. Pengorganisasian Kurikulum
Pengorganisasian kurikulum merupakan perpaduan antara dua
kurikulum atau lebih sedemikian hingga menjadi suatu kesatuan yang
utuh, dan dalam aplikai pada kegiatan belajar mengajar diharapkan
dapat menggairahkan proses pembelajaran serta pembelajaran menjadi
lebih bermakna karena senantiasa mengkaitkan dengan kegiatan
praktis sehari-hari sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Sejalan denga hal tersebut masing-masing anak akan membangun
sendiri pemahaman terhadap konsep (pengetahuan) yang baru dan
anak menjadi arsitek dan pembangun gagasan baru tersebut.
Pengorganisasian kurikulum merupakan pola atau desain bahan
kurikulum yang tujuannya untuk mempermudah siswa dalam

34
Ibid.hlm 154-155
25

mempelajari bahan pelajaran serta mempermudah siswa dalam


melakukan kegiatan belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat
dicapai secara efektif.
c. Pelaksanaan Kurikulum
Manajemen kurikulum di sekolah atau satuan lembaga
pendidikan memiliki ruang lingkup melaksanakan kurikulum yang
sudah direncanakan sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung.
Pelaksanaan kurikulum tentu menjadi proses yang menentukan, di
mana kurikulum yang berkualitas akan menjadi tidak bermakna jika
tidak dilaksankan dengan sepenuhnya. Keberhasilan pelaksanaan
kegiatan pendidikan di sekolah tentu terlihat dari pelaksanaan
kurikulum yang telah dipilih dan ditetapkan untuk di terapkan di
sekolah tersebut. Hal ini berdasarkan pada pemahaman bahwa
kurikulum mengandung seperangkat tujuan, materi, dan metode
pembelajaran yang harus dilakukan dalam kegiatan pendidikan di
sekolah.
Untuk melaksanakan dan menguji kurikulum dalam kegiatan
pembelajaran di kelas merupakan perwujudan bentuk kurikulum yang
nyata. Perwujudan konsep, prinsip dan aspek kurikulum seluruhnya
terletak pada kemampuan guru sebagai implementator kurikulum.
Sedangkan Wahyudin, Dalam Oxford Advance Learner’s
Dictionary dikemukakan bahwa implementasi adalah ―Outsome
thing into effect” atau penerapan sesuatu yang memberikan efek atau
dapat diartikan sebagai aktualisasi kurikulum tertulis dalam bentuk
pembelajaran.35
Arikunto & Yuliana, Mengatakan salah satu batasan pengertian
yang dimaksud dengan pelaksanaan kurikulum adalah pelaksanaan
mengajar di kelas yang berkali-kali telah disebut merupakan inti dari
kegiatan pendidikan di sekolah.36

35
Wahyudin, Manajemen Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014).hlm 93
36
Arikunto & Yuliana, Manajemen Pendidikan (Yogyakarta: Aditya Media, 2009).hlm 40
26

Dalam mengimplementasikan kurikulum setiap guru harus


menguasai kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
a) Pemahaman esensi dari tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam
kurikulum. Tujuan akan diarahkan pada penguasaan ilmu, teori,
atau konsep ; penguasaan kompetensi akademis atau kompetensi
kerja; ditujukan pada penguasaan kemampuan memecahkan
masalah, atau pembentukan pribadi yang utuh. Penguasaan esensi
dari tujuan kurikulum sangat mempengaruhi penjabarannya, baik
dalam penyusunan rancangan pengajaran maupun dalam
pelaksanaan kurikulum (pengajaran).
b) Kemampuan untuk menjabarkan tujuan-tujuan kurikulum
tersebut menjadi tujuan yang lebih spesifik, tujuan yang dijabarkan
dalam kurikulum masih bersifat umum, tujuan yang bersifat
konsep perlu dijabarkan pada aplikasinya, tujuan yang bersifat
kompetensi dijabarkan pada performansi, dan lain sebagainya.
c) Kemampuan untuk menerjemahkan tujuan khusus kepada kegiatan
pembelajaran. Konsep atau aplikasi konsep perlu diterjemahkan
dalam aktivitas pembelajaran, bagaimana pendekatan atau metode
pembelajaran konsep untuk menguasai atau mengembangkan
menerapkan konsep. 37
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu
pertama, pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan kedua,
tingkat kelas. Pada pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah, kepala
sekolah yang bertanggung jawab untuk melaksanakan kurikulum di
lingkungan sekolah yang dipimpinnya, dikarenakan kepala sekolah
sebagai pemimpin, termasuk memimpin pelaksanaan kurikulum,
kepala sekolah adalah seorang administrator dalam pelaksanaan
kurikulum, kepala sekolah sebagai penyusun rencana tahunan,
kepala sekolah sebagai koordinator pelaksanaan kurikulum.
Sedangkan pada pelaksanaan kurikulum tingkat kelas, yang
37
Rusman, Manajemen Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009).hlm 75-76
27

berperan besar adalah guru yang meliputi tiga jenis kegiatan yaitu
kegiatan dalam bidang proses belajar mengajar, pembinaan ekstra
kurikuler dan pembimbing dalam bimbingan belajar.38
Dalam tahap pelaksanaan kurikulum ini, semua perangkat
baik kepala sekolah, guru, siswa serta orang tua bekerja sama
dalam mengembangkan kemampuan potensi siswa serta mencapai
tujuan pendidikan nasional.
d. Penilaian Kurikulum
Penilaian kurikulum adalah suatu tindakan pengendalian,
penjaminan, dan penetapan mutu kurikulum berdasarkan pertimbangan
dan kriteria tertentu sebagai bentuk akuntabilitas pengembangan
kurikulum dalam rangka mengefektifkan pelaksanaan kurikulum itu
sendiri. Manajemen kurikulum selain melakukan perencanaan,
pelaksanaan terhadap kurikulum juga mengandung kegiatan penilaian
atas keefektifan kurikulum yang telah diterapkan dalam lembaga
pendidikan atau sekolah. pengelola sekolah melakukan penilaian atau
evaluasi terhadap keberlangsungan penerapan kurikulum yang telah
dirancang sebelumya, sehingga ketika kurikulum dianggap tidak
memberikan dampak positif terhadap hasil pembelajaran dapat di ganti
dengan kurikulum yang lebih relevan.
5. Prinsisp dan Fungsi Manajemen Kurikulum
Terdapat lima prinsip yang harus diperhatikan dalam
melaksanakan manajemen kurikulum, yaitu sebagai berikut.
a. Produktivitas, hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum
merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen
kurikulum. Pertimbangan bagaimana agar peserta didik dapat
mencapai hasil belajar sesuai dengan tujuan kurikulum harus menjadi
sasaran dalam manajemen kurikulum.
b. Demokratisasi, pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan
demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik
38
Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum (Bandung: PT Remaja Rosdakarya., 2010).hlm
185-186
28

pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dan penuh


tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.
c. Kooperatif, untuk memproleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan
manajemen kurikulum perlu adanya kerja sama yang positif dari
berbagai pihak yang terlibat.
d. Efektifivitas dan efisiensi, rangkaian kegiatan manajemen kurikulum
harus mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi untuk mencapai
tujuan kurikulum sehingga kegiatan manajemen kurikulum tersebut
memberikan hasil yang berguna dengan biaya, tenaga dan waktu yang
relative singkat.
e. Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum,
proses manajemen kurikulum harus dapat memperkuat dan
mengarahkan visi, misi dan tujuan kurikulum.

Dalam proses pendidikan perlu dilaksanakan manajemen


kurikulum agar perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kurikulum
berjalan lebih efektif, efisien dan optimal dalam memberdayakan berbagai
sumber belajar, pengalaman belajar, maupun komponen kurikulum. Ada
beberapa fungsi dari manajemen kurikulum diantaranya sebagai berikut :

a. Meningkatkan efesiensi pemanfaatan sumber daya kurikulum,


pemberdayaan sumber maupun komponen kurikulum dapat
ditingkatkan melalui pengelolaan yang terencana dan efektif.
b. Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan pada siswa untuk
mencapai hasil yang maksimal, kemampuan yang maksimal dapat
dicapai peserta didik tidak hanya melalui kegiatan intrakulikuler, tetapi
juga perlu melalui kegiatan ekstra dan kokurikuler yang dikelola secara
integritas dalam mencapai tujuan kurikulum.
c. Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, kurikulum yang dikelola secara efektif dapat
memberikan kesempatan dan hasil yang relevan dengan kebutuhan
peserta didik maupun lingkungan sekitar.
29

d. Meningkatkan efektivitas kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam


mencapai tujuan pembelajaran, pengelolaan kurikulum yang
professional, efektif dan terpadu dapat memberikan motivasi pada
kinerja guru maupun aktivitas siswa dalam belajar.
e. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses belajar mengajar, proses
pembelajaran selalu dipantau dalam rangka melihat konsistensi antara
desain yang telah direncanakan dengan pelaksanaan pembelajaran .
dengan demikian, ketidaksesuaian antara desain dan implementasi
dapat dihindarkan. Dismping itu, guru maupun siswa selalu termotivasi
untuk melaksanakan pembelajaran yang efektif dan efisien karena
adanya dukungan kondisi positif yang diciptakan dalam kegiatan
pengelolaan kurikulum.
f. Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu
mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dikelola secara
professional akan melibatkan masyarakat, khususnya dalam mengisi
bahan ajar atau sumber belajar perlu disesuaikan dengan ciri khas dan
kebutuhan pembangunan daerah setempat.
C. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
1. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Menurut Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 14
menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar
anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar. Senada
dengan defenisi tersebut sebuah pengertian yang disampaikan Direktorat
PAUD Depdiknas (sekarang kemdikbud) yang dikutip Mulyasa
menyatakan bahwa PAUD adalah suatu prose pembinaan tumbuh
kembang anak usia lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang
mencakup aspek fisik dan non fisik dengan memberikan rangsangan bagi
perkembangan jasmani, moral, spiritual, motoric, emosional, dan sosial
30

yang tepat dan benar agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal.39
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan
sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang
diselenggarakan pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Hasan, mengatakan Jenjang pendidikan pada anak usia dini
menurut pendapat tersebut terbatas, yakni sejak seorang anak itu lahir
hingga seorang anak berusia enam (6) tahun. Pendapat ini
mengindikasikan bahwa usia 0-6 tahun merupakan masa yang tepat dalam
melakukan pembinaan terhadap anak-anak melalui berbagai rangsangan
pendidikan seperti mengenalkan mereka dengan dunia melalui berbagai
metode yang sesuai dengan daya tangkap mereka. 40
Wiyani dan Barnawi, mengatakan bahwa pendidikan anak usia dini
adalah pemberian upaya untuk menstimulasi, membimbing, mengasuh,
dan menyediakan kegiatan pembelajaran yang akan menghasilkan
kemampuan dan keterampilan pada anak di usia dini.41 Pendapat ini
memberikan pengertian lebih luas tentang orientasi hasil pelaksanaan
pendidikan, di mana dalam pengertian ini pendidikan anak usia dini bukan
saja untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani
anak semata, melainkan juga pada tumbuh dan kembangnya kemampuan
dan keterampilan anak dalam mengetahui dan melakukan sesuatu.
Sementara itu menurut Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) atau
Taman Kanak-kanak adalah salah satu bentuk satuan pendidikan anak usia

39
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2017).hlm 44
40
Muhammad Hasan, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Yogyakarta: Diva Persada, 2009).hlm 15
41
Wiyani & Barnawi, Format Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012).hlm
36-27
31

dini pada jalur pendidikan formal yang menyelenggarakan program


pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai enam tahun.42
Dari beberapa defenisi tersebut dapat dipahami bahwa pendidikan
anak usia dini merupakan sebuah upaya memberikan bimbingan,
pembinaan, dan rangsangan pendidikan kepada anak usia dini sejak
mereka lahir sampai dengan berusia 6 tahun untuk membantu mereka
dalam menjalani perkembangan dan pertumbuhan jasmani, rohani, serta
keterampilannya baik melalui pendidikan formal maupun informal.
2. Ruang Lingkup Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
Ruang lingkup PAUD atau bidang garapan pendidikan anak usia
dini meliputi, Pendidikan Keluarga (0-2 tahun), Taman Pengasuhan Anak
(TPA) untuk anak usia 2 bulan – 5 tahun, Kelompok Bermain (play group)
untuk usia 3-4 tahun, Taman Kanak-kanak (TK) untuk usia 4-6 tahun, dan
Bina Keluarga Balita. Garapan atau ruang lingkup pendidikan anak usia
dini ini memberikan sebuah kemudahan dalam memetakan materi
pembelajaran yang akan diterapkan dalam kegiatan bimbingan di
sekolah.43
a) Pendidikan Keluarga
Anak usia 0-2 tahun pada umumnya mendapatkan pendidikan
langsung dari lingkungan rumahnya, belajar dari sesuatu yang
diajarkan ayah dan ibunya di rumah. Pada usia ini, anak juga belajar
dari berbagai kebiasaan yang sering diperlihatkan kedua orang tuanya,
kakak, maupun saudara yang sering berinteraksi dengannya. Fenomena
ini mengharuskan orang tua maupun orang yang sering berinteraksi
dengan anak di usia 0-2 tahun ini harus menyadari pentingnya
menanamkan nilai-nilai positif kepada mereka.
Dewasa ini sering berkembangnya pendidikan di Indonesia,
upaya memberikan pengajaran dan pembelajaran juga mulai dilakukan
kepada anak mulai usia 0 tahun. Karena anak usia ini memiliki daya

42
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005).hlm 88
43
Mulyasa, Manajamen Pendidikan Anak Usia Dini (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017).hlm 53
32

ingatan yang sangat baik sehingga apa yang didengar dan dilihatnya
akan terekam kuat dalam ingatan mereka. Oleh karenya para pelaku
pendidikan memanfaatkan masa keemasan ingatan anak untuk
memberikan pembelajaran yang positif kepada mereka berupa
pemberian informasi yang sifatnya pengenalan terhadap apa yang ada
di sekitarnya.
b) Taman Pengasuhan Anak (TPA)
Pada usia 2 bulan-5 tahun merupakan masa perkembangan
anak. Kebiasaan yang umum di Indonesia anak usia-usia ini juga
masih mendapatkan pendidikan yang kental dari lingkungan keluarga
khususnya di wilayah pedesaan. Keadaan yang mulai berbeda terlihat
di kehidupan perkotaan khususnya pada orang tua yang memiliki
kesibukan pekerjaan yang harus meninggalkan rumah seperti berkarir
di perkantoran, perusahaan, maupun karyawan pertokoan dan profesi
lainnya sehingga kurang memiliki waktu mendampingi perkembangan
putra- putrinya. Untuk memberikan pendampingan belajar, di beberapa
kota besar telah tersedia TPA (Taman Pengasuhan Anak) yang
merupakan tempat untuk menitipkan anak-anak usia balita agar tetap
mendapatkan pembelajaran positif sebelum mereka masuk usia
sekolah.
c) Kelompok Bermain (play group)
Perkembangan balita pada usia 3-4 tahun menuntut pola
pembelajaran yang lebih terstruktur dan sistematis, karena masa ini
merupakan masa aktifnya anak- anak dalam hal ingin mencoba
mengetahui sesuatu yang baru. Pola pendidikan yang dapat dilakukan
adalah mulai memberikan pendidikan kepada mereka melalui
pendidikan pra sekolah. Pendidikan pra sekolah pada anak usia 3-4
tahun dilakukan melalui kelompok bermain (play group).
d) Taman Kanak-kanak (TK)
Pada saat anak berusia 4-6 tahun, orang tua dapat memasukkan
anak mereka pada jenjang pendidikan formal yakni Taman Kanak-
33

kanak (TK) atau Raudlatul Athfal (RA). TK atau RA merupakan


salah satu jenjang pendidikan prasekolah yang dikenal sebagai
kelompok bermain atau play group sekaligus tempat penitipan anak.
Taman kanak-kanak merupakan realisasi dari usaha belajar sedini
mungkin, sebelum anak memasuki jenjang sekolah dasar
e) Bina Keluarga Balita (BKB)
Bina Keluarga Balita adalah kegiatan khusus yang mengelola
tentang pembinaan tumbuh kembang anak melalui pola asuh yang
benar berdasarkan kelompok umur yang dilakukan oleh sejumlah
kader, BKB ini merupakan upaya peningkatan pengetahuan,
ketrampilan dan kesadaran ibu serta anggota keluarga lain dalam
membina tumbuh kembang balitanya melalui rangsangan fisik,
motorik, kecederasan, sosial, emosional serta moral yang berlangsung
dalam proses interaksi antara ibu atau anggota keluarga lainnya dengan
anak balita.

Gambar 1.1 Ruang Lingkup PAUD


Sumber: Mulyasa, (2017:h.53)

Pendidikan Keluarga
Taman Pengasuhan
Anak
Kelompok Bermain
Taman Kanak-kanak
Bina Keluarga balita

Usia anak 0-6 tahun merupakan usia di mana anak mengalami


masa pertumbuhan dan perkembangan. Masa perkembangan anak
menjadi masa yang harus mendapatkan perhatian penuh dari orang tua
terutama dalam mengarahkan anak, memberikan informasi,
memberikan contoh perilaku, dan nilai pendidikan lainnya. Pada masa
perkembangan, terdapat 6 aspek yang terpengaruh dengan masa
perkembangan dan pertumbuhannya yaitu 1) kesadaran personal, 2)
34

kesehatan emosional, 3) sosialisasi dengan lingkungannya, 4)


komunikasi dengan orang di sekitarnya, 5) kognitif atau pengetahuan,
6) keterampilan motorik. Dalam pengertian yang lebih sederhana
enam aspek dalam masa perkembangan anak usia dini tersebut
adalah aspek kognitif/intelektual, fisik-motorik, bahasa, sosial
emosional serta pemahaman nilai-nilai moral dan agama.

3. Fungsi dan Tujuan PAUD


Sujiono, mengemukakan beberapa fungsi Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) yaitu, 1) untuk mengembangkan seluruh kemampuan yang
dimiliki anak sesuai dengan tahapan perkembangannya, 2) mengenalkan
anak dengan dunia sekitar, 3) mengembangkan sosialisasi anak, 4)
mengenalkan peraturan dan menanamkan kedisiplinan pada anak, 5)
memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya,
dan 6) memberikan stimulus kultural pada anak. Beragam fungsi tersebut
memberikan kemudahan kepada orang tua yang peduli terhadap
perkembangan putra dan putri mereka dalam menanamkan nilai- nilai
pendidikan. Kehadiran PAUD menjadi penting mengingat pendidikan
terhadap anak harus dimulai sedini mungkin, sehingga ketika saatnya
memasuki usia belajar pada jenjang pendidikan dasar, anak telah memiliki
kesiapan yang cukup baik.44
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) bertujuan membantu
merumuskan peran proses penyelenggaraan pendidikan untuk anak usia
dini di dalam masyarakat, menafsirkan peran pendidikan, dan
mengarahkan peran tersebut untuk merealisasikan tujuan dalam mengabdi
kepada masyarakat baik untuk masa sekarang maupun masa yang akan
datang. Sedangkan Sujiono, mengemukakan bahwa tujuan umum PAUD
adalah: 1) membentuk anak Indonesia yang berkualitas, 2) membantu
menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar, 3) intervensi dini dengan
memberikan rangsangan sehingga dapat menumbuhkan potensi-potensi
yang tersembunyi pada diri anak, dan 4) melakukan deteksi dini
44
Sujiono, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta: Indeks, 2012).hlm 46
35

terhadap kemungkinan terjadinya gangguan dalam petumbuhan dan


perkembangan potensi-potensi yang dimiliki anak.45
4. Kurikulum Anak Usia Dini (Raudhatul Athfal)
Pada esensinya, kurikulum dapat dipandang sebagai jantungnya
pendidikan. Apabila ditinjau dari sudut tujuan pendidika, kurikulum
berfungsi sebagai alat atau instrument untuk mencapai tujuan pendidikan.
Untuk itu, berfungsi atau tidaknyakurikulum sangat bergantung pada pihak
yang menggunakannya, dalam hal ini adalah pendidik dan termasuk tenaga
kependidikan.
Kurikulum bagi anak usia dini haruslah memfokuskan pada
perkembangan yang optimal pada seorang anak melalui lingkungan
sekitarnya yang dapat menggali berbagai potensi tersebut melalui
permainan serta hubungan dengan orang tua atau orang dewasa
lainnya.selanjutna mereka berdua berpendapat bahwa seharusnya kelas-
kelas bagi anak usia dini merupakan kelas yang mampu menciptakan
suasana kelas yang kreatif dan penuh kegembiraan bagi anak. 46
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam menyusun kurikulum
di lembaga RA (Raudhatul Athfal) disebutkan dalam Kurikulum Berbasis
Kompetensi Raudhatul Athfal tahun 2004 bahwa ada 6 kompetensi yang
menjadi bidang pengembangan dalam pembelajaran di Raudhatul Athfal
yaitu: Kompetensi akhlak perilaku, Kompetensi Agama Islam,
Kompetensi Bahasa, Kompetensi kognitif, Kompetensi fisik, Kompetensi
seni. Selain ke enam kompetensi ini maka sebagai sebuah lembaga yang
telah dinyatakan sebagai lembaga pendidikan formal maka RA sama
seperti Taman Kanak-kanak dan lembaga pendidikan lain tetap memiliki 8
standar pendidikan (2004). Kesemua ini dikemas dengan indah dan
menarik sehingga dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan anak-anak. 47
45
Ibid.hlm 43
46
Muhammad Fadillah, Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoritik & Praktik. (Yogyakarta: Ar Ruzz Media,
2012).hlm35-36
47
Fitriah, “Kurikulum Pendidikan Raudhatul Athfal,” in Annual International Seminar on Education (Banda
Aceh: Fakultas Tarbiyah Universitas Serambi Mekkah Banda Aceh, 2015), 88.
36

Adapun tujuan kurikulum anak usia dini di Indonesia adalah


membantu meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap pengetahuan,
keterampilan, dam kreativitas yang diperlukan oleh anak untuk dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta
perkembangan pada tahapan berikutnya.
Muatan kurikulum pada PAUD berisi program-program
pengembangan, yang terdiri atas: (1) program pengembangan nilai agama
dan moral, (2) program pengembangan fisik motorik, (3) program
pengembangan kognitif, (4) program pengembangan bahasa, (5) program
pengembangan sosial-emosional, dan (6) program pengembangan seni.
Program pengembangan dimaksud adalah perwujudan suasana belajar
untuk berkembangnya perilaku, kematangan berpikir, kinestetik, bahasa,
sosial emosional, dan bahasa melalui kegiatan bermain. Suasana belajar
diartikan segala sesuatu yang dapat mendorong minat anak untuk belajar.48

Tabel 1.2 Program Pengembangan Kurikulum PAUD

No. Program Pengembangan Kurikulum


1. Pengembangan nilai agama dan moral
2. Pengembangan fisik motoric
3. Pengembangan kognitif
4. Pengembangan Bahasa
5. Pengembangan sosial-emosional
6. Pengembangan seni

5. Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


Manajemen kurikulum dalam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
menjadi salah satu komponen penting dalam mewujudkan tercapainya
tujuan pendidikan anak di usia dini. Asumsi ini berpijak pada sebuah
harapan pelaksanaan pendidikan khususnya kegiatan pendidikan di usia
balita dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Ornstein dan Hunkins,
48
Suminah dkk, Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum K13 Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:
Direktorat Pembinaan PAUD Kemdikbud RI, 2015).hlm 8
37

berpendapat bahwa manajemen kurikulum sebagai rancangan pendidikan


mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan
pendidikan. Mengingat pentingnya peranan kurikulum di dalam
pendidikan dan perkembangan kehidupan peserta didik, maka dalam
penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa menggunakan landasan
kokoh dan kuat. Ibrahim, menuturkan bahwa manajemen kurikulum
Pendidikan Anak usia Dini (PAUD) meliputi:49
a) Penyusunan program
Yaitu memikirkan dan menetapkan tentang apa yang akan
dilakukan selama satu tahun ajaran dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan. Adapun kegiatannya meliputi kegiatan awal tahun,
kegiatan bulanan, kegiatan mingguan, dan kegiatan menjelang akhir
tahun.
b) Penyusunan Kalender Pendidikan.
Kalender pendidikan merupakan ketentuan waktu belajar yang
berisi tentang jumlah hari efektif dalam satu tahun yang terdiri dari dua
semester, jadwal penerimaan murid baru, jadwal perencanaan jadwal
pelajaran, jadwal perencanaan kelas untuk guru, jadwal hari-hari
pertama masuk Taman Kanak- kanak, hari-hari libur nasional, dan hari
libur keagamaan. Pendidikan mengatur semua kegiatan sekolah yang
meliputi: penerimaan siswa dan persiapan tahun ajaran, hari pertama di
sekolah, kegiatan belajar mengajar (persiapan mengajar, penyajian,
evaluasi, kenaikan kelas, tamat belajar, bimbingan siswa), upacara
sekolah, kegiatan liburan sekolah, kegiatan ekstrakurukuler. Kalender
pendidikan perlu disusun dengan sebaik-baiknya oleh kepala sekolah
dan guru-guru degan memperhatikan kalender akademik yang telah
dibut oleh Dinas Pendidikan.
c) Penyusunan Jadwal Kegiatan Belajar

49
Bafadal, Ibrahim. Dasar-Dasar Manajemen Dan Supervisi Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: PT Bumi Aksara,
2003).12-25
38

Jadwal kegiatan belajar merupakan kegiatan harian yang berisi


tentang kegiatan- kegiatan belajar yang harus diikuti siswa, waktu dan
tempat pelaksanaannya, serta guru yang bertugas sebagai
pengelolanya. Dalam penyusunan jadwal tentu tidak asal-asalan dan
memperhatikan prinsip bahwa setiap anak itu unik, gemar bermain,
dan guru mampu mengembangkan potensi anak didiknya. Maka dari
itu penyusunan jadwal perlu memperhatikan kondisi atau keadaan
siswa, dimana pendidik yang lebih mengetahui.
d) Perencanaan Kegiatan Belajar Mengajar
Perencanaan kegiatan belajar mengajar adalah penyusunan
persiapan segala sesuatu yang diperlukan sebelum melaksanakan
proses belajar mengajar.54 Dalam kegiatan belajar mengajar perlu
memperhatikan struktur kurikulum yang ada sehingga mempermudah
untuk diaplikasikan dan sesuai dengan alokasi waktu yang ditentukan.
Menurut Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang standar
Pendidikan Anak Usia Dini terkait dengan standar isi, proses dan
penilaian terdiri dari struktur program, alokasi waktu, perencanaan,
pelaksanaan, serta penilaian. Hal tersebut merupakan satu
kesatuan kegiatan untuk mengelola kurikulum. Manajemen kurikulum
TK akan mempertimbangkan potensi dan kondisi setempat.
(Permendiknas No. 58 Tahun 2009 Tentang Standar PAUD).
Sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2013
telah disebutkan bahwa struktur kurikulum merupakan
pengorganisasian kompetensi inti, kompetensi dasar, muatan
pembelajaran, mata pelajaran, dan beban belajar pada setiap satuan
pendidikan dan program Pendidikan. (Peraturan Pemerintah Nomor 32
tahun 2013)
Struktur dan muatan kurikulum PAUD program
pembelajaran TK, RA, KB, dan bentuk lain yang sederajat
dikembangkan untuk mempersiapkan peserta didik memasuki SD, MI
atau sederajat. Struktur dan muatan kurikulum PAUD Program
39

pembelajaran RA, BA, dan bentuk lain yang sederajat dapat


dikelompokkan dalam lima cakupan pembelajaran, yaitu :
1) Program pembelajaran agama dan akhlak mulia
2) Program pembelajaran sosial dan kepribadian
3) Program pembelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
4) Program pembelajaran estetika
5) Program pembelajaran jasmani, olahraga dan
kesehatan.

Berdasasarkan program pembelajaran PAUD tersebut


selanjutnya dijabarkan dalam bentuk struktur kurikulum, yang
merupakan pola dan susunan aspek perkembangan yang harus
ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Adapun
kedalaman muatan kurikulum pada setiap aspek perkembangan TK
terdiri dari pengembangan moral dan nilai-nilai agama, sosial,
emosional dan kemandirian berbahasa, kognitif, seni, fisik/motorik.

Perencanaan kegiatan berdasarkan buku pedoman kegiatan belajar


mengajar Taman Kanak-kanak dibagi atas:

1) Perencanaan Tahunan Dan Semester


Program semester (Promes) merupakan program
pembelajaran yang berisi jaringan tema, bidang pengembangan,
tingkat pencapaian perkembangan, capaian perkembangan dan
indikator yang ditata secara urut dan sistematis, alokasi waktu yang
diperlukan untuk setiap jaringan tema, dan sebarannya ke dalam
semester 1 dan 2.
2) Perencanaan Mingguan
Perencanaan mingguan merupakan penjabaran dari
perencanaan semester yang berisi kegiatan– kegiatan dalam rangka
mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu
sesuai dengan keluasan pembahasan tema dan subtema. Dalam
40

perencanaan mingguan dapat disusun dalam model pembelajaran


area, kelompok maupun sentra.
3) Perencanaan Harian
Perencanaan Harian merupakan penjabaran dari
Perencanaan Mingguan yang berisi kegiatan- kegiatan
pembelajaran, mulai dari pembukaan, kegiatan inti, kegiatan
istirahat dan makan, sampai kegiatan penutup. Rencana ini rutin
direncanakan oleh para guru dan kepala sekolah demi menyiapkan
materi yang menjadi bahan acuan seorang guru dalam mengajar.
6. Hakikat Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (Raudhatul Athfal)
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang
kurikulum 2013 Anak Usia Dini ). Pengertian kurikulum tersebut,
menggambarkan bahwa kurikulum sebagai rencana yang harus dijadikan
pedoman oleh para pendidik dalam menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran. Pengertian kurikulum tersebut, berlaku untuk semua jenjang
pendidikan di Indonesia, termasuk kurikulum PAUD.
Berkaitan dengan pengertian kurikulum di atas, kurikulum anak
usia dini merupakan seperangkat kerangka kerja yang menggambarkan
konten apa yang harus dipelajari anak, proses belajar yang bagaimana
yang harus dilalui anak untuk mencapai tujuan kurikuler, apa yang
pendidik lakukan untuk membantu anak mencapai tujuan , dan konteks
dimana mengajar dan belajar terjadi. Konsep kurikulum yang dimaksud
dapat diidentifikasi kata kuncinya sebagai berikut :
a. Konten, yaitu berkenaan dengan apa yang dapat dipelajari anak, seperti
anak dapat belajar tentang berbagai hal yang sesuai dengan minat,
kebutuhan dan pengalamannya, atau apa yang sebaiknya harus
dipelajari anak.
41

b. Proses, yaitu berkenaan dengan bagaimana dan kapan belajar terjadi,


untuk itu perlunya memilih berbagai aktivitas yang disesuaikan dengan
waktu dalam jadwal harian atau kalender akademik
c. Pendidik, adalah individu yang menciptakan kurikulum, merancang
dan memberikan aktivitas dan juga materi pelajaran dalam interaksinya
dengan sekelompok anak dalam rentang usia anak tertentu, dan
mengobservasi juga mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Dalam kinerjanya, pendidik mengacu pada teori perkembangan
anak, mempunyai pemahaman bagaimana anak berkembang dan
belajar, serta menyadari kebutuhan anak secara individual untuk
memenuhi kebutuhan masing-masing anak.
d. Konteks, yaitu berisi proyek dan aktivitas yang dipilih berdasarkan
pada program,filosofi dan tujuan, latar belakang budaya anak, keluarga
dan nilai-nilai masyarakat yang sesuai.
Keempat hal tersebut menggambarkan konsep kurikulum. Dalam
banyak konteks, anak usia dini diartikan sebagai suatu upaya menciptakan
lingkungan yang merangsang dan selanjutnya membimbing anak.
Kurikulum anak usia dini harus menekankan pendekatan yang berpusat
pada anak. Maksudnya,kurikulum dikembangkan dari kepentingan dan
kapasitas perkembangan anak. Peran anak-anak adalah untuk bertindak
sebagai penjelajah dan penemu (as explores and discoverers), sedangkan
pendidik menjadi pembimbing dan fasilitatornya.50

7. Komponen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)


a. Anak
Sasaran layanan pendidikan anak usi dini adalah anak yang
berada pada rentang usia 0-6 tahun, pengelompokan anak didasarkan
pada usia sebagai berikut : 0-1 tahun, 1-2 tahun, 2-3 tahun, 3-4 tahun,
4-5 tahun dan 5-6 tahun.
b. Pendidik
50
Leli Halimah, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (Inspirasi Untuk Pelaksanaan
Kurikulum 2013) (Bandung: PT Refika Aditama, 2016).hlm 30-31
42

Kompetensi pendidik anak usia dini memiliki kualifikasi


akademik sekurang-kurangnya Diploma (D-IV) atau Sarjana (S-1) di
bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain atau psikologi dan
memiliki sertifikasi profesi guru PAUD atau sekurang-kurangnya telah
mendapat pelatihan pendidikan anak usia dini. Adapun rasio pendidik
dan anak adalah (1) usia 0-1 tahun rasio 1:3 anak; (2) usia 1-3 tahun
rasio 1:6 anak; (3) usia 3-4 tahun rasio 1:8 anak; dan (4) usia 4-6 tahun
rasio 1:10/12 anak.
c. Pembelajaran
Pembelajaran dilakukan melalui kegiatan bermain yang
dipersiapkan oleh pendidik dengan menyiapkan materi (content), dan
proses belajar. Materi belajar bagi anak usia dinidibagi dalam dua
kelompok usia.51
D. Kebijakan Kurukulum (STTPA)
Kedudukan Program Pengembangan permendikbud 137 Tahun 2014
Tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini,yaitu sebagai berikut :
a. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak merupakan pertumbuhan dan
perkembangan anak yang dapat dicapai pada rentang usia tertentu.
b. Pertumbuhan anak merupakan pertambahan berat dan tinggi badan yang
mencerminkan kondisi kesehatan dan gizi yang mengacu pada panduan
pertumbuhan anak dan dipantau menggunakan instrumen yang
dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan yang meliputi Kartu Menuju
Sehat (KMS), Tabel BB/TB, dan alat ukur lingkar kepala
c. Pencapaian pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal
membutuhkan keterlibatan orang tua dan orang dewasa serta akses layanan
PAUD yang bermutu.
1. Permendikbud No. 146/2014 (Kurikulum PAUD) :
Pasal 2: - Ayat (1): PAUD diselenggarakan berdasarkan kelompok
usia dan jenis layanannya, yang meliputi:

51
Nelti Rizka Dadan Suryana, Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (Berbasis Akreditasi Lembaga)
(Jakarta: Prenadamedia Group, 2019).hlm 60
43

a) Layanan PAUD untuk usia sejak lahir sampai dengan 6 (enam) tahun
terdiri atas Taman Penitipan Anak dan Satuan PAUD Sejenis (SPS),
dan yang sederajat.
b) Layanan PAUD untuk usia 2 (dua) sampai dengan 4 (empat) tahun
terdiri atas Kelompok Bermain (KB) dan yang sejenisnya.
c) Layanan PAUD untuk usia 4 (empat) sampai dengan 6 (enam) tahun
terdiri atas Taman Kanak-kanak (TK)/Raudhatul Athfal (RA)/Bustanul
Athfal (BA), dan yang sederajat.

Pasal 3, ayat (3): Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

a) Kerangka Dasar Kurikulum;


b) Struktur Kurikulum;
c) Pedoman Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak;
d) Pedoman Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan;
e) Pedoman Pembelajaran;
f) Pedoman Penilaian; dan
g) Buku-buku Panduan Pendidik.
2. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (STTPA)
Pasal 5 (1) STTPA merupakan acuan untuk mengembangkan
standar isi, proses, penilaian, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana
dan prasarana, pengelolaan, serta pembiayaan dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan anak usia dini. (2) STPPA merupakan acuan
yang dipergunakan dalam pengembangan kurikulum PAUD.
Pasal 6 (1) Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak pada akhir
layanan PAUD disebut sebagai Kompetensi Inti. (2) Kompetensi Dasar
merupakan pencapaian perkembangan anak yang mengacu kepada
Kompetensi Inti.
Pasal 7 (1) Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak merupakan
pertumbuhan dan perkembangan anak yang dapat dicapai pada rentang
usia tertentu. (2) Pertumbuhan anak sebagaimana dimaksud pada ayat 1
44

merupakan pertambahan berat dan tinggi badan yang mencerminkan


kondisi kesehatan dan gizi yang mengacu pada panduan pertumbuhan anak
dan dipantau menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh
Kementerian Kesehatan yang meliputi Kartu Menuju Sehat (KMS), Tabel
BB/TB, dan alat ukur lingkar kepala. (3) Perkembangan anak sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 merupakan integrasi dari perkembangan aspek nilai
agama dan moral, fisik-motorik, kognitif, bahasa, dan sosial-emosional,
serta seni. (4) Perkembangan sebagaimana dimaksud pada ayat 3
merupakan perubahan perilaku yang berkesinambungan dan terintegrasi
dari faktor genetik dan lingkungan serta meningkat secara individual baik
kuantitatif maupun kualitatif. (5) Pencapaian pertumbuhan dan
perkembangan anak yang optimal membutuhkan keterlibatan orang tua
dan orang dewasa serta akses layanan PAUD yang bermutu.
Pasal 8 Pentahapan usia dalam STPPA terdiri dari:
1. Tahap usia lahir - 2 tahun, terdiri atas kelompok usia: Lahir - 3 bulan,
3- 6 bulan, 6 - 9 bulan, 9 -12 bulan, 12 - 18 bulan, 18 - 24 bulan; - 5 –
2. Tahap usia 2 - 4 tahun, terdiri atas kelompok usia: 2 - 3 tahun dan 3 - 4
tahun; dan
3. Tahap usia 4 - 6 tahun, terdiri atas kelompok usia: 4 - 5 tahun dan 5 - 6
tahun. 52
E. Perkembangan Kognitif dan Sosial Keagamaan
1. Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini
Psikologi Perkembangan Anak Usia Dini merupakan suatu
komponen penting yang harus diketahui seorang guru PAUD. Pemahaman
guru yang benar terhadap perkembangan anak usia dini akan menuntun
guru membuat disain pembelajaran yang cocok dengan perkembangan
anak. Pembelajaran berbasis perkembangan anak akan menghasilkan
pembelajaran yang maksimal. Pembelajaran yang tidak memperhatikan
perkembangan anak akan membuat anak bosan atau frustrasi. Jika anak
bosan dan frustrasi, para guru juga akan tertular rasa bosan dan frustrasi
52
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137 Tahun 2014 Tentang
Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, n.d.hlm 1
45

juga ketika mengajar. Dasar pikir ini yang menjadikan pengetahuan


tentang perkembangan anak usia dini merupakan salah satu komponen dari
kompetensi pedagogik seorang guru.
Menurut F.J Monks, A. M. P Knoers dan Siti Rahayu Haditono
dalam Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya,
menyatakan bahwa mengajari anak membaca sebelum waktunya
mempunyai segi-segi negative, antara lain :
a. Seringkali anak diberi pelajaran membaca pada waktu yang sangat
muda hanya karena untuk memuaskan kebanggaan orangtua nya, jadi
tidak dengan kepentingan anak nya;
b. Anak akan beranggapan bahwa ia sudah menguasai apa yang akan
diajarkan dikelas satu, maka hal itu akan bisa menurunkan motivasi
belajarnya dan menyebabkan sikap yang negative terhadap tugas-tugas
yang harus dilakukannya kelak; 53
Santrock menyatakan “Psychology is the scientific study of
behavior and mental processes” [Psikologi adalah kajian ilmiah terhadap
proses perilaku dan mental]. 54
Loewenthal mengutip dari Hutchinson’s
Encyclopedia menyatakan psikologi adalah studi sistematis tentang
perilaku manusia, mencakup peranan instink, budaya, fungsi berpikir,
inteligensi, dan bahasa. 55
Psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan yang
membahas perilaku, tindakan atau proses mental dan pikiran, diri atau
kepribadian yang terkait dengan proses mental. 56
Terdapat perbedaan pendapat di antara para ahli tentang batasan
usia dini. Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor
20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dinyatakan bahwa anak usia dini adalah
anak usia 0-6 tahun. Bredekamp seorang ahli pendidikan anak usia dini

53
Nia Wardhani, Kurikulum Dan Metodologi Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini, ed. Nufiar (Aceh:
CV. Naskah Aceh, 2018).hlm 19
54
Jhon W. Santrock, Educational Psychology, 5th Edition (New York: McGrawHill Companies, 2011). Hlm
2
55
Kate M. Loewwenthal, The Psychology of Religion: A Short Intorduction (Oxford, 2008). Hlm 1
56
H.B. English dan A.C English, A Comprehensive Dictionary of Psychological and Psychoanalytic Terms:
A Guide to Usage (New York, London and Toronto: Longmans Green, 1958).hlm 35
46

menyatakan anak usia dini adalah anak usia 0-8 tahun. 57


Berdasarkan
berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi
perkembangan anak usia dini adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji dan
meneliti proses perkembangan mental, perilaku, dan fisik anak antara usia
0-8 tahun.
2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
Psikolog Amerika Albert Bandura dan Walter Mischel adalah
pencipta utama teori social kognitif kontemporer, dimana Mischel (1973)
awalnya memberi label teori belajar social kognitif. Penelitian awal
Bandura berfokus dengan kuat pada pembelajaran pengamatan,
pembelajaran yang terjadi melalui pengamatan terhadap apa yang
dilakukan orang lain. Pembelajaran pengamatan juga disebut imitasi atau
modeling. Dalam pembelajaran pengamatan, orang secara kognitif
mewakili perilaku oranglain dan kemudian kadang menerima perilaku ini
untuk mereka sendiri.58
Teori kognitif sosial adalah teori yang menonjolkan gagasan bahwa
sebagian besar pembelajaran manusia terjadi dalam sebuah lingkungan
sosial. Dengan mengamati orang lain, manusia memperoleh pengetahuan,
aturan-aturan, keterampilan-keterampilan, strategistrategi, keyakinan-
keyakinan, dan sikap-sikap. Individu-individu juga melihat modelmodel
atau contoh-contoh untuk mempelajari kegunaan dan kesesuaian prilaku-
prilaku akibat dari prilaku yang di modelkan, kemudian mereka bertindak
sesuai dengan keyakinan tentang kemampuan mereka dan hasil yang
diharapkan dari tindakan mereka.59
Bandura mengembangkan teorinya untuk mebahas cara-cara orang
memiliki kendali atas peristiwa dalam hidup mereka melalui pengaturan
diri atas pikiran-pikiran dan tindakan mereka. Proses dasarnya meliputi
57
Sue Bredekamp, Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood Programs Serving Children
from Birth through 8 (Washington, DC: National Association for the Education of Young Children, 1987).
Hlm 3
58
Albert Bandura, Social Learning through Imitation. (Dalam M.R. Jones (Ed), Nebraska Symposium on
Motivation, vol. 10 (Lincoln: University of Nebraska Press, 1962).hlm 18-21
59
Dale. H. Schunk., Learning Theoris. An Education Perspektif., Edisi Keen. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012).hlm 38
47

menentukan tujuan, menilai kemungkinan hasil dari tindakan-tindakan,


mengevaluasi kemajuan pencapaian tujuan, dan pengaturan diri atas
pikiran, emosi, dan tindakan. Bandura menjelaskan bahwa karakteristik
khas lainnya dari teori kognitif sosial adalah peran utama yang di
berikannya pada fungsi-fungsi pengaturan diri. Orang berprilaku bukan
sekedar untuk menyesuaikan diri denagn kecendrungankecendrungan
orang lain. Kebanyakan perilaku mereka dimotivasi dan diatur oleh
standard internal dan reaksi-reaksi terhadap tindakan meraka sendiri yang
terkait dengan penilaian diri. 60
Piaget mengemukakan bahwa sejak usia balita, seseorang telah
memiliki kemampuan tertentu untuk mengahadapi objek-objek yang ada di
sekitarnya. Kemampuan ini masih sangat sederhana, yakni dalam bentuk
kemampuan sensor motorik. Dalam memahami dunia mereka secara aktif,
anak-anak menggunakan skema, asimilasi, akomodasi, organisasi dan
equilibrasi.61 Dengan kemampuan inilah balita akan mengeksplorasi
lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang dunia
yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi kemampuan-
kemampuan yang lebih maju dan rumit.
Kemampuan-kemampuan ini disebut Piaget dengan skema.
Sebagai contoh, seorang anak tahu bagaimana cara memegang mainannya
dan membawa mainan itu ke mulutnya. Dia dengan mudah membawakan
skema ini. Lalu ketika dia bertemu dengan benda lain— katakanlah jam
tangan ayahnya—dia dengan mudah dapat menerapkan skema “ambil dan
bawa ke mulut” terhadap benda lain tersebut. Peristiwa ini oleh Piaget
disebut dengan asimilasi, yakni pengasimilasian objek baru kepada skema
lain. Ketika anak tadi bertemu lagi dengan benda lain, misalnya sebuah
bola, dia tetap akan menerapkan skema “ambil dan bawa ke mulut”. Tentu
skema ini tidak akan berlangsung dengan baik, karena bendanya sudah
jauh berbeda.
60
Elga Yanuardianto, “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis Dalam Menjawab Problem
Pembelajaran Di MI),” Jurnal Auladuna| 01, no. 02 (2019): 96–97.
61
John W.Santrock, Psikologi Pendidikan (Terjemahan) (Jakarta: Kencana, 2008).hlm 103
48

Oleh karena itu, skema pun harus menyesuaikan diri dengan objek
yang baru. Peristiwa ini disebut dengan akomodasi, yakni
pengakomodasian skema lama terhadap objek baru. Asimilasi dan
akomodasi adalah dua bentuk adaptasi, istilah Piaget yang kita sebut
dengan pembelajaran. Cara kerja asimilasi dan akomodasi bertugas
menyeimbangkan struktur pikiran dengan lingkungan, menciptakan porsi
yang sama di antara keduanya. Jika keseimbangan ini terjadi, maka
tercapailah pada suatu keadaan ideal atau equiblirium. Dalam
penelitiannya pada anak-anak, Piaget mencatat adanya periode di mana
asimilasi lebih dominan, atau akomodasi yang lebih dominan, dan di mana
keduanya mengalami keseimbangan.
Teori perkembangan kognitif Jean Piaget atau teori Piaget
menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan pertumbuhan
anak. Perkembangan kognitif seorang anak bukan hanya tentang
memperoleh pengetahuan, anak juga harus mengembangkan atau
membangun mental. Perkembangan kognitif anak mengacu pada proses
mengingat, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah.
Perkembangan ini bisa berbeda-beda pada tiap anak. Psikolog J. Piaget
membagi perkembangan kognitif anak pada empat tahap berdasarkan usia
anak.
1) Tahap Sensorimotor (Usia 18 - 24 bulan)
Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap
dalam teori Piaget mengenai perkembangan kognitif anak Piaget.
Selama periode ini, bayi mengembangkan pemahaman tentang dunia
melalui koordinasi pengalaman sensorik (melihat, mendengar) dengan
tindakan motorik (menggapai, menyentuh).  Perkembangan utama
selama tahap sensorimotor adalah pemahaman bahwa ada objek dan
peristiwa terjadi di dunia secara alami dari tindakannya sendiri.
Misalnya, jika ibu meletakkan mainan di bawah selimut, anak tahu
bahwa main yang biasanya ada (dia lihat) kini tidak terlihat (hilang),
49

dan anak secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini, anak
berperilaku seolah mainan itu hilang begitu saja. 
2) Tahap Praoperasional (Usia 2 - 7 Tahun)
Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga kira-
kira 7 tahun. Selama periode ini, anak berpikir pada tingkat simbolik
tapi belum menggunakan operasi kognitif. Artinya, anak tidak bisa
menggunakan logika atau mengubah, menggabungkan, atau
memisahkan ide atau pikiran. Perkembangan anak terdiri dari
membangun pengalaman tentang dunia melalui adaptasi dan bekerja
menuju tahap (konkret) ketika ia bisa menggunakan pemikiran logis.
Selama akhir tahap ini, anak secara mental bisa merepresentasikan
peristiwa dan objek (fungsi semiotik atau tanda), dan terlibat dalam
permainan simbolik. 
3) Tahap Operasional Konkret (Usia 7 - 11 Tahun)
Perkembangan kognitif anak di tahap ini berlangsung sekitar
usia 7 hingga 11 tahun, dan ditandai dengan perkembangan pemikiran
yang terorganisir dan rasional. Piaget menganggap tahap konkret
sebagai titik balik utama dalam perkembangan kognitif anak, karena
menandai awal pemikiran logis.  Pada tahapan ini, Si Kecil cukup
dewasa untuk menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tapi
hanya bisa menerapkan logika pada objek fisik. Anak mulai
menunjukkan kemampuan konservasi (jumlah, luas, volume,
orientasi). Meskipun anak bisa memecahkan masalah dengan cara
logis, mereka belum bisa berpikir secara abstrak atau hipotesis. 
4) Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)
Perkembangan kognitif anak menurut tahap terakhir menurut
Piaget dimulai sekitar usia 12 tahun dan berlangsung hingga dewasa.
Saat remaja memasuki tahap ini, mereka memperoleh kemampuan
untuk berpikir secara abstrak dengan memanipulasi ide di kepalanya,
tanpa ketergantungan pada manipulasi konkret.  Seorang remaja bisa
50

melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif, menggunakan


penalaran abstrak, dan membayangkan hasil dari tindakan tertentu.
3. Sosial Keagamaan Anak Usia Dini
Perilaku sosial anak usia dini adalah perilaku yang mencerminkan
kepedulian atau perhatian dari seorang anak ke anak lainnya, misalnya
membantu, menghibur, atau hanya tersenyum pada anak lain. Perilaku
sosial dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor lingkungan.
Lingkungan di mana individu itu berada merupakan faktor yang paling
dominan. Menjadi pribadi yang sosial tidak dapat dipelajari dalam waktu
singkat. Perilaku sosial diperoleh anak melalui kematangan dan
kesempatan belajar dari berbagai stimulus yang diberikan lingkungannya.
Perilaku sosial anak cenderung meniru lingkungan sekitarnya, baik
lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Oleh karena itu, ketiga
komponen tersebut harus sejalan dalam memberikan stimulus dan tauladan
pada anak. Ketika anak melihat semua orang di lingkungannya berperilaku
baik maka secara otomatis anak akan mengikutinya. Begitupun sebaliknya,
apabila anak melihat ada orang yang berperilaku kurang baik, maka anak
akan mengikutinya.
 Perilaku sosial pada anak usia dini diarahkan untuk
pengembangan sosial yang baik, seperti kerjasama, tolong menolong,
berbagi, simpati, empati dan saling membutuhkan satu sama lain. Untuk
itu sasaran pengembangan perilaku sosial pada anak usia dini ialah untuk
keterampilan berkomunikasi, keterampilan, memiliki rasa senang dan
periang, memiliki etika tata krama yang baik. Secara spesifik, hurlock
(1980:118) mengklasifikaiskan pola perilaku sosial pada anak usia dini ini
ke dalam pola-pola perilaku sebagi berikut :
a. Meniru, yaitu agar sama dengan kelompok, anak meniru sikap dan
perilaku seseorang yang sangat ia kagumi.
b. Persaingan, yaitu keinginan untuk mengungguli dan mengalahkan
orang lain. Persaingan ini biasanya sudah tampak pada usia empat
51

tahun. Anak bersaing dengan teman untuk meraih prestasi seperti


berlomba-lomba dalam memperoleh juara dalam suatu permainan.
c. Kerja sama, Mulai usia tahun ketiga akhir, anak mulai bermain secara
bersama kooperatif, serta kegiatan kelompok mulai berkembang dan
meningkat baik dalam frekuensi maupun lama nya berlangsung,
bersamaan dengan meningkatnya kesempatan untuk bermain dengan
anak lain.
d. Simpati, karena simpati membutuhkan pengertian tentang perasaan-
perasaan emosi dan orang lain, maka hal ini hanya kadang-kadang
timbul sebelum tiga tahun. Semakin banyak kontak bermain, semakin
cepat simpati akan berkembang.
e. Empati, seperti halnya simpati, empati membutuhkan pengetian
tentang perasaan dan emosi orang lain, tetapi disamping itu juga
memebutuhkan kemampuan untuk membayangkan diri sendiri
ditempat orang lain.
f. Membagi, anak mengetahui bahwa salah satu cara untuk memperoleh
persetujuan sosial ialah membagi miliknya, terutama mainan untuk
anak-anak lainnya. Pada momen-momen tertentu anak juga rela
membagi makanan kepada anak lain dalam rangka mempertebal tali
pertemanan mereka dan menunjukkan identitas keakraban antar
mereka.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Metode Penelitian


1. Jenis Penelitian
Berdasarkan fokus penelitian yang diajukan dalam kegiatan
penelitian yang menekankan pada Implementasi Kurikulum Pendidikan
Anak Usia Dini Berorientasi Peningkatan Kemampuan Kognitif dan Sosial
52

Keagamaan Anak di Kabupaten Majalengka, maka jenis penelitiannya


adalah penelitian kualitatif. Menurut Sugiyono, bahwa penelitian kualitatif
juga sering disebut sebagai metode penelitian naturalistic karena
penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah (natural setting).
Penelitian yang dilakukan oleh penulis di Kabupaten Majalengka
ini tergolong penelitian naturalistic karena berdasarkan apa adanya pada
kondisi yang sebenarnya terjadi di lingkungan pendidikan di Kabupaten
Majalengka. Peneliti hanya akan mengungkapkan hasil penelitian
berdasarkan apa yang sedang dan akan dilakukan oleh ……………….
Pendekatan ini memungkinkan peneliti untuk mengumpulkan data
dan analisisnya lebih bersifat kualitatif. Seperti apa yang diungkapkan oleh
Sugiyono bahwa penelitian kualitatif diartikan sebagai metode penelitian
yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme,yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi obyek yang alamiah dimana peneliti sebagai
instrument kunci. Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan secara
triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif / kualitatif, dan hasil
penelitiannya lebih menekankan pada makna daripada generalisasi. 62
Sejalan dengan definisi tersebut Sutama menyatakan bahwa qualitative
research (penelitian kualitatif) atau qualitative study(studi kualitatif)
merupakan penelitian yang menekankan pada upaya investigator untuk
mengkaji secara natural (alamiah) tentang fenomena yang sedang terjadi
dalam keseluruhan kompleksitasnya.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bersifat induktif,
maksudnya peneliti membiarkan permasalahan-permasalahan muncul dari
data atau dibiarkan terbuka untuk menginterpretasi. Kemudian data
dihimpun dengan pengamatan yang seksama meliputi deskripsi yang
mendetail disertai dengan catatan-catatan hasil wawancara yang mendalam
serta hasil analisis dokumen dan catatan-catatan.
Suatu penelitian dapat dikatakan sebagai penelitian kualitatif
menurut Lexy Moloeng apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

62
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2017).hlm 7
53

a. Melakukan penelitian pada latar ilmiah atau pada konteks dari suatu
kebutuhan
b. Peneliti sendiri atau dengan bantuan orang lain merupakan alat
pengumpulan data yang utama
c. Menggunakan metode kualitatif karena lebih mudah apabila
dihadapkan pada kenyataan ganda, menyajikan secara langsung
hakikat hubungan antara peneliti dengan responden
d. Menggunakan analisis data induktif
e. Lebih menghendaki arah penyusuanan teori substantive yang berasal
dari data
f. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka
g. Menghendaki ditetapkannyabatas dalam penelitian atas dasar fokus
yang timbul sebagai masalah-masalah penelitian
h. Lebih mementingkan proses dari hasil
i. Menyusun desain secara terus menerus disesuaikan dengan kenyataan
dilapangan
j. Menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh
bisa di rundingkan dan disepakati oleh pihak yang dijadikan sebagai
sumber data. 63

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan


bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk
mengkaji suatu fenomena secara natural (alamiah) yang berasal dari
masalah social atau kemanusiaan,yakni pada permasalahan yang dialami
oleh beberapa sekolah yang ada di Kabupaten Majalengka.

2. Metode Penelitian
Adapun metode yang diterapkan dalam penelitian yang dilakukan
di Kabupaten Majalengka ini adalah menggunakan metode deskriptif,
yaitu metode untuk memperoleh suatu gambaran yang jelas mengenai
situasi dan kondisi yang sedang terjadi. Datanya diperoleh melalui hasil
63
Fitriyah, “Penerapan Bimbingan Konseling Bagi Penguatan Minat Belajar Peserta Didik Di SMP Negeri 16
Kota Cirebon” (IAIN Syekh Nurjati, 2014).hlm 86-88
54

wawancara dengan kepala sekolah dan guru di beberapa sekolah di


Kabupaten Majalengka dengan melalui observasi. Untuk selanjutnya akan
dianalisis dan dikumpulkan dokumen hasil temuan-temuan dalam
penelitian tersebut.
Penelitian ini menerapkan metode deskriptif digunakan untuk
menggambarkan implementasi kurikulum pendidikan anak usia dini
berorientasi peningkatan kemampuan kognitif dan social keagamaan anak
di beberapa sekolah di Kabupaten Majalengka.
B. Definisi Operasional Penelitian
C. Setting Penelitian
1. Lokasi Penelitian
2. Objek Penelitian
D. Fokus Penelitian
E. Kehadiran Peneliti
F. Data, Sumber Data, dan Narasumber
1. Data

2. Sumber data
3. Narasumber
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
2. Observasi
H. Teknik Analisis Data
I. Keabsahan Data
55

DAFTAR PUSTAKA

Albert Bandura. Social Learning through Imitation. (Dalam M.R. Jones (Ed),
Nebraska Symposium on Motivation. Vol. 10. Lincoln: University of
Nebraska Press, 1962.
56

Arikunto & Yuliana. Manajemen Pendidikan. Yogyakarta: Aditya Media, 2009.


Astuti, M. “Implementasi Program Fullday School Sebagai Usaha Mendorong
Perkembangan Sosial Peserta Didik TK Unggulan Al-Ya’lu Kota Malang.”
Jurnal Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan 1, no. 2 (2013): 133–140.
Basuki, Kustiadi. “Pembelajaran Kurikulum 2013 PAUD Berbasis Pendekatan
Saintifik.” ISSN 2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online
Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17
Agustus 1945 Jakarta 53, no. 9 (2019): 1689–1699.
www.journal.uta45jakarta.ac.id.
Coulter, Robbins P.Stephen, and Mary. Manajemen. Jakarta: Prenhallindo, 2001.
Dadan Suryana, Nelti Rizka. Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini (Berbasis
Akreditasi Lembaga). Jakarta: Prenadamedia Group, 2019.
Dale. H. Schunk. Learning Theoris. An Education Perspektif. Edisi Keen.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.
Diding Nurdin dan Imam Sibaweh. Pengelolaan Pendidikan Dari Teori Menuju
Implementasi. 1st ed. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
———. Pengelolaan Pendidikan Dari Teori Menuju Implementasi. Jakarta:
Rajawali Pers, 2015.
Fitriah. “Kurikulum Pendidikan Raudhatul Athfal.” In Annual International
Seminar on Education, 88. Banda Aceh: Fakultas Tarbiyah Universitas
Serambi Mekkah Banda Aceh, 2015.
Fitriyah. “Penerapan Bimbingan Konseling Bagi Penguatan Minat Belajar Peserta
Didik Di SMP Negeri 16 Kota Cirebon.” IAIN Syekh Nurjati, 2014.
H.B. English dan A.C English. A Comprehensive Dictionary of Psychological and
Psychoanalytic Terms: A Guide to Usage. New York, London and Toronto:
Longmans Green, 1958.
Harsono Hanifah. Implementasi Kebijakan Dan Politik. Bandung: PT. Mutiara
Sumber Widya, 2002.
Hasan, Muhammad. Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Yogyakarta: Diva
Persada, 2009.
Ibnu Syamsi. Ibnu Syamsi,Pokok-Pokok Organisasi & Manajemen. Jakarta:
Rineka Cipta, 1994.
Ibrahim, Bafadal. Dasar-Dasar Manajemen Dan Supervisi Taman Kanak-Kanak,.
Jakarta: PT Bumi Aksara, 2003.
Jhon W. Santrock. Educational Psychology, 5th Edition. New York: McGrawHill
57

Companies, 2011.
John W.Santrock. Psikologi Pendidikan (Terjemahan). Jakarta: Kencana, 2008.
Kate M. Loewwenthal. The Psychology of Religion: A Short Intorduction. Oxford,
2008.
Khoiruzzadi, Muhammad, Mabid Barokah, and Aisiyatin Kamila. “Upaya Guru
Dalam Memaksimalkan Perkembangan Kognitif , Sosial Dan Motorik Anak
Usia Dini” (2020): 40–51.
Krombholz, H. “Physical Performance in Relation to Age, Sex, Birth Order,
Social Class, and Sports Activities of Preschool Children.” SAGE Journals
102, no. 2 (2006): 477–484.
Kunandar. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran
(KTSP) Dan Persiapan Menghadapi Serttifikasi Guru. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007.
Kusnadi. Pengantar Manajemen (Konseptual Dan Perilaku). Malang: Universitas
Brawijaya, 2005.
Leli Halimah. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini (Inspirasi
Untuk Pelaksanaan Kurikulum 2013). Bandung: PT Refika Aditama, 2016.
Lias Hasibuan. Kurikulum Dan Pemikiran Pendidikan. Jakarta: Gaung Persada
Press., 2010.
Manliand Ronald. Manajemen Pembangunan. Jakarta: Refikatama Abdi Wicara,
2003.
Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005.
Muhammad Fadillah. Pembelajaran PAUD: Tinjauan Teoritik & Praktik.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2012.
Muhammad Zaini. Pengembangan Kurikulum ,. Yogyakarta: Teras, 2009.
Mulyasa. Manajamen Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2017.
———. Manajemen Pendidikan Anak Usia Dini. Bandung: Remaja Rosdakarya,
2017.
Nasution. Asas-Asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Nia Wardhani. Kurikulum Dan Metodologi Pembelajaran Pendidikan Anak Usia
Dini. Edited by Nufiar. Aceh: CV. Naskah Aceh, 2018.
Noll, R. B., Robert A., Z., Fitzgerald, H. E., & Curtis, W. J. “Cognitive and
58

Motoric Functioning of Sons of Alcoholic Fathers and Controls: The Early


Childhood Years.” Journal TOC: Developmental Psychology 28, no. 4
(1992): 665–675.
Oemar, Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya., 2010.
Oemar Hamalik. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya., 2010.
———. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya., 2010.
Rosady Ruslan. Manajemen Public Relations Dan Media Komunikasi (Konsepsi
Dan Aplikasi). Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005.
Rusman. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
———. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009.
———. Manajemen Kurikulum. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018.
Sue Bredekamp. Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood
Programs Serving Children from Birth through 8. Washington, DC: National
Association for the Education of Young Children, 1987.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D. Bandung:
Alfabeta, 2017.
Sujiono. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Indeks, 2012.
Suminah dkk. Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum K13 Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan PAUD Kemdikbud RI, 2015.
Sutarmi. “Implementasi Manajemen Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Di Ra
Miftahul Ulum Ketangi Probolinggo.” Jurnal Program Studi PGRA 1, no. 2
(2015): 161.
Usman Nurdin. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Jakarta: Grasindo,
2002.
Venetsanou, F. “Environmental Factors Affecting Preschoolers’ Motor
Development.” Early Childhood Education Journal 37, no. 1 (2010): 319–
327.
Wahyudin. Manajemen Kurikulum. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014.
Wiyani & Barnawi. Format Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012.
Yanuardianto, Elga. “Teori Kognitif Sosial Albert Bandura (Studi Kritis Dalam
59

Menjawab Problem Pembelajaran Di MI).” Jurnal Auladuna| 01, no. 02


(2019): 96–97.
Zahra, Syarifah, and ; Nurhayati Djamas. “Penerapan Kebijakan Kurikulum
PAUD Dalam Pembelajaran Nilai Agama Moral.” Jurnal AUDHI, 1, no. 2
(2019): 1.
“Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.” 327, 1988.
“Departemen Pendidikan Nasional.” 21, 2002.
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 137
Tahun 2014 Tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini, n.d.
“Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 146
Tahun 2014 Tentang Kurikulum 2013 Pendidikan Anak Usia Dini,” n.d.
“Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.” 3,
n.d.

Anda mungkin juga menyukai