Anda di halaman 1dari 152

MODUL 1

LAYANAN PAUD HOLISTIK INTEGRATIF


(Dr. Yuliani Nurani, M.Pd)

A. PENDAHULUAN
1. Deskripsi Singkat
Pendidikan Anak Usia Dini adalah layanan yang diberikan pada anak sedini
mungkin sejak anak dilahirkan kedunia ini sampai lebih kurang anak berusia
enam-delapan tahun. Pendidikan pada masa-masa ini merupakan sesuatu hal
yang penting untuk mendapatkan perhatian dari semua pihak yang
bertanggungjawab terhadap tumbuh kembang anak, terutama orangtua dan atau
orang dewasa lainnya yang berada dekat dengan anak.
Ibarat menanam sebuah pohon, maka bukan saja benih yang baik yang akan
menentukan subur tidaknya pohon tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh lahan
tempat dimana pohon itu tumbuh dan tentunya orang yang memelihara
tanaman tersebut. Demikian pula dengan tumbuh kembang anak usia dini,
selain bibit yang baik dari kedua orangtuanya berupa potensi bawaan,
ditentukan pula lingkungan dimana anak tersebut tumbuh dan berkembang.
Apabila lingkungan memberikan stimulasi dan pengaruh yang baik, maka anak
akan tumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya, walaupun anak
memiliki potensi bawaan yang baik, tetapi lingkungan tidak mendukung
perkembangannya maka potensi bawaan tersebut tidak akan pernah terwujud
dan menjadi apa-apa.

1
2. Relevansi
Pengetahuan dan pemahaman yang komprehensif terhadap karakteristik
individu masa depan, akan berdampak terhadap pelayanan yang sesuai dan
tepat yang diberikan oleh guru dan atau pendidik anak usia dini pada berbagai
jalur di pendidikan formal, non formal, maupun informal.
Modul pembelajaran ini dapat digunakan sebagai acuan bagi mahasiswa
PPG. Mengingat kondisi saat ini, dalam satu kelas terdapat lebih dari sepuluh
anak. Nah, pengetahuan tentang karakteristik individu sangatlah relevan,
sehingga dapat memberikan layanan terbaik bagi anak didik yang berbeda-
beda namun berada dalam satu kelas.

3. Petunjuk Belajar
Modul 1 yang berjudul “Layanan PAUD Holistik Integratif”ini terdiri dari 4
(empat) Kegiatan Belajar dimana masing-masing akan diuraikan dalam materi
disertai contoh-contoh kongkrit untuk diterapkan di Lembaga PAUD dan atau
PAUD Inklusi, yaitu:
Kegiatan Belajar 1: Karakteristik Individu Masa Depan
Kegiatan Belajar 2: Kebutuhan Perkembangan Anak Usia Dini
Kegiatan Belajar 3: Permasalahan Perkembangan di Lembaga PAUD dan PAUD
Inklusi
Kegiatan Belajar 4: Capaian Perkembangan Anak melalui PAUD
Holistik Integratif
Modul pembelajaran ini merupakan pengembangan materi pembelajaran
bagi mahasiswa PPG yang bersifat mandiri. Diharapkan setelah membaca dan
mencermati modul pembelajaran on line ini, mahasiswa PPG dapat
menerapkannya dalam praktek mengajar baik didalam kelas, diluar kelas
ataupun diluar sekolah. Modul ini juga dilengkapi dengan materi pengayaan
yang dapat diunggah berdasarkan link yang diberikan (terlampir).

2
Kegiatan Belajar 1

Karakteristik Individu Masa Depan

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Karakteristik yang dimiliki individu sangat menentukan masa depan
dirinya maupun masa depan dari suatu bangsa. Agar anak memiliki
karakteristik yang positif dan sejalan dengan nilai dan norma yang ada di
kehidupan anak, maka penanaman karakteristik pada anak haruslah sesuai
dengan nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat. Mengapa demikian
? agar anak tidak tercerabut dari akar budayanya.
Karakteristik seorang anak dipengaruhi oleh lingkungan keluarga sebagai
pihak yang pertama dan utama dalam membangun karakteristik anak, lalu
lingkungan sekolah melengkapi penanaman karakteristik anak didiknya.
Selanjutnya, lingkungan masyarakat ikut pula mewarnai karakteristik seorang
anak, termasuk didalamnya faktor yang dipengaruhi oleh media massa.
2. Relevansi
Pengetahuan tentang karakteristik individu masa depan sangatlah
membantu guru dalam memahami perkembangan anak secara individual atau
orang per orang yang dibelajarkan di kelas ataupun diluar kelas. Selain itu,
melalui pemahaman bahwa setiap anak itu unik dan berbeda satu dengan
lainnya, maka guru perlu melayani anak didik sesuai dengan kemampuan
serta situasi dan kondisi anak. Laju dan kecepatan belajar setiap anak
berbeda, maka layanan pendidikanpun haruslah berbeda pula.
3. Petunjuk Belajar
Kegiatan belajar berisi sejumlah kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai diakhir kegiatan belajar yaitu mahasiswa PPG mampu
membandingkan karakteristik perkembangan anak dengan mengacu kepada

3
ciri individu abad 21 dan mampu mengimplementasikan teori neurosains
dalam pendidikan.
Dalam kegiatan pembelajaran ini, materi pembelajaran bagi mahasiswa
PPG yang bersifat mandiri; sehingga mahasiswa PPG perlu mempelajari
kegiatan belajar ini dengan seksama, lalu mengimplementasikannya dalam
membuat perencanaan pembelajaran. Modul ini juga dilengkapi dengan
materi pengayaan yang dapat diunggah berdasarkan link yang diberikan
(terlampir).

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran
Mampu menganalisis perkembangan anak sebagai capaian pembelajaran
dalam bentuk indikator perkembangan memuat pemahaman tingkat tinggi
dengan mengacu pada STPPA sebagai dasar merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini yang berkarakter (logis,
jujur, bertanggungjawab, disiplin, kritis, percaya diri, dapat bekerjasama)
berbasis active resources learning.

2. Pokok-Pokok Materi
A. Karakteristik Individu Abad 21
B. Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan

3. Uraian Materi
A. Karakteristik Individu Abad 21
1. Batasan Istilah
Karakteristikindividudimaknai
sebagai ciri dan tanda-tanda yang
ditunjukkan oleh anak berdasarkan forum
diskusi perkembangan dan indikator yang
dapat diobservasi (observable) dan
diukur (measurable). Karakteristik setiap individu berbeda antara satu

4
individu dengan individu lainnya. Selain itu, karakteristik di setiap
rentang usia anak memiliki tonggak perkembangan sebagai penanda
bahwa anak sudah mencapai titik tertinggi dari perkembangan.
Karakteristik individu akan terus berubah secara berkesinambungan
seiring dengan pertambahan usia anak.
Selanjutnya anak usia dini sebagai individu adalah sosok yang
sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan
fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Anak usia dini berada pada
rentang usia 0-8 tahun (http: www.naeyc. org 2004:2-3). Pada masa ini
proses pertumbuhan dan perkembangan dalam berbagai aspek sedang
mengalami masa yang cepat dalam rentang perkembangan hidup
manusia (Berk, 1992:18). Proses pembelajaran sebagai bentuk
perlakuan yang diberikan pada anak harus memperhatikan karakteristik
yang dimiliki setiap tahapan perkembangan anak.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional berkaitan dengan Pendidikan Anak Usia Dini
tertulis pada pasal 28 ayat 1 yang berbunyi “Pendidikan Anak Usia Dini
diselenggarakan bagi anak sejak lahir sampai dengan enam tahun dan
bukan merupakan prasyarat untuk mengikuti pendidikan dasar”.
Selanjutnya pada Bab I pasal 1 ayat 14 ditegaskan bahwa Pendidikan
Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada
anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut (Depdiknas, USPN, 2004:4).
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakkan
dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik
halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosial-emosional (sikap dan perilaku serta
beragama), bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-

5
tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Contohnya, ketika
menyelenggarakan lembaga pendidikan seperti Kelompok Bermain
(KB), Taman Kanak-kanak (TK) atau lembaga PAUD yang sejenis.
Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk
menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan
pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan
anak. Pendidikan bagi anak usia dini merupakan sebuah pendidikan
yang dilakukan pada anak yang baru lahir sampai dengan delapan
tahun. Pendidikan pada tahap ini memfokuskan pada kemampuan fisik,
intelegensi/koginitif, emosional dan sosial-edukasi.
Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan Anak Usia Dini maka
penyelenggaraan pendidikan bagi Anak Usia Dini disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh Anak Usia Dini. Upaya
PAUD bukan hanya dari sisi pendidikan saja, tetapi termasuk upaya
pemberian gizi, kesehatan, perawatan, pengasuhan dan perlindungan
pada anak sehingga dalam pelaksanaan PAUD dilakukan secara terpadu
dan komprehensif.
Pendidikan pada Anak Usia Dini pada dasarnya meliputi seluruh
upaya dan tindakan yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua dalam
proses perawatan, pengasuhan dan pendidikan pada anak dengan
menciptakan aura dan lingkungan dimana anak dapat mengeksplorasi
pengalaman yang memberikan kesempatan kepadanya untuk
mengetahui dan memahami pengalaman belajar yang diperolehnya dari
lingkungan, melalui cara mengamati, meniru dan bereksperimen yang
berlangsung secara berulang-ulang dan melibatkan seluruh potensi dan
kecerdasan anak. Oleh karena anak merupakan pribadi yang unik dan
melewati berbagai tahap perkembangan kepribadian, maka lingkungan
yang diupayakan oleh pendidik dan orang tua yang dapat memberikan
kesempatan pada anak untuk mengeksplorasi berbagai pengalaman
dengan berbagai suasana, hendaklah memperhatikan keunikan anak-
anak dan disesuaikan dengan tahap perkembangan kepribadian anak.

6
Contoh: jika anak dibiasakan untuk berdoa sebelum melakukan
kegiatan baik di rumah maupun lingkungan sekolah dengan cara yang
paling mudah dimengerti anak, sedikit demi sedikit anak pasti akan
terbiasa untuk berdoa walaupun tidak didampingi oleh orang tua
ataupun guru mereka.
Usia lahir sampai enam tahun merupakan usia yang sangat
menentukan dalam pembentukan karakter dan kepribadian seorang
anak. Usia itu sebagai usia penting bagi pengembangan inteligensi
permanen dirinya, mereka juga mampu menyerap informasi yang
sangat tinggi. Informasi tentang potensi yang dimiliki anak usia itu,
sudah banyak terdapat pada media massa dan media elektronik lainnya.

2. Ciri dan Karakteristik Perkembangan Anak Usia Dini


Anak adalah buah hati orangtua, dari kalangan manapun mereka
berasal, dari desa, dari kota, orang kaya, orang miskin, bahkan orang
miskin habis sekalipun selalu mendambakan anak yang “sehat, cerdas,
ceria dan berahlak mulia”. Semboyan PAUD di Indonesia tersebut
mudah diucapkan, dan semoga mudah juga direalisasikan. Kita semua
yang cinta dan peduli pada Anak Usia Dini tentunya menyadari bahwa
yang namanya anak itu hanyalah titipan dari Sang Maha Pencipta. T

i
t
i
p
a
n
yang harus disyukuri, harus dirawat, diasuh dan dididik dengan penuh
cinta kasih dan tanggungjawab.

7
Sebagai mahluk yang beragama tentunya kita semua percaya
bahwa suatu saat kelak, entah kapan waktunya, tetapi pasti akan terjadi,
kita sebagai orangtua akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa
yang telah kita perbuat dan kita lakukan terhadap anak-anak yang telah
lahir ke dunia. Sudahkah kita menyiapkan mereka untuk menjadi anak
yang berguna bagi dirinya sendiri, keluarganya, dan masyarakat, serta
menjadi hamba Tuhan yang selalu patuh akan perintah dan larangan-
NYA; sehingga suatu hari mereka akan menjadi manusia sempurna
“insan paripurna yang memiliki akhlakul kharimah”. Apabila hal itu
sudah terjadi, maka lengkap sudah kehidupan ini, bahagia di dunia dan
di akhirat. Ciri-ciri yang pada umumnya terjadi pada rentang masa
Anak Usia Dini, dari lahir sampai dengan 6 tahun antara lain ditandai
dengan hal-hal sebagai berikut:
a). Pola yang unik,
Setiap anak adalah unik, secara pribadi setiap anak akan
mengembangkan pola reaksi masing-masing terhadap rangsangan atau
kejadian yang dialaminya, dan setiap anak akan berkembang sesuai
dengan tempo dan kecepatan masing–masing. Dengan demikian
kecepatan perkembangan seorang anak tidak selalu sejalan dengan
kawan–kawannya maupun dengan usia kronologisnya. Pertumbuhan
manusia sejak dalam kandungan sudah ditentukan polanya dan tiap-tiap
sel-sel tubuh berkembang sesuai dengan garis perkembangan masing -
masing mengarah kepada satu tujuan untuk menjadi makhluk manusia
dengan organ-organnya yang tersusun secara harmonis.
Pola tingkah laku anak pada beberapa keadaan pada dasarnya
dipengaruhi oleh sikap mental dan fisik yang dimiliki sejak lahir serta
pengaruh keadaan disekelilingnya pada masa pertumbuhan tersebut.
Setiap anak itu unik, individual differences terjadi karena adanya 3
faktor yaitu genetik, lingkungan dan kematangan yang mempengaruhi
perkembangan manusia dan ketiga faktor tersebut saling berinteraksi.

8
b). Berpikir Konkrit,
Berpikir konkrit pada anak adalah sebuah tanda bahwa seorang
anak sudah mampu berpikir rasional, seperti penalaran untuk
menyelesaikan sebuah masalah. Melalui perkataan lain berpikir konkrit
adalah berpikir dalam dimensi ruang, waktu dan tempat. Umumnya
terjadi pada usia 6 sampai 12 tahun. Proses-proses penting selama
tahapan ini adalah: Pengurutan, kemampuan untuk mengurutan objek
menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya; Klasifikasi, kemampuan
untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut
tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan
bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke
dalam rangkaian tersebut; Decentering, anak mulai mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk dapat memecahkannya;
Reversibility, anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal.
c) Belajar melalui Indera,
Peran indera sensornya sangat menentukan anak dalam
membantunya berperilaku, misalnya dengan cara meraba, mencium,
memasukan ke mulut benda-benda yang ada di sekitarnya. Selain itu
juga, motor atau gerak anak juga sangat mendukung perkembangan
kognitif bayi, semakin banyak bayi bergerak, maka semakin besar
kesempatan bayi untuk berinteraksi dengan benda-benda atau orang-
orang yang baru dilihatnya sehingga menambah jumlah skema-skema
yang ada di kepalanya. Menurut pandangan Montessori, ia meyakini
bahwa panca indra adalah pintu gerbang masuknya berbagai
pengetahuan kedalam otak manusia karena perannya yang sangat
strategis, maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan
untuk berkembang sesuai fungsinya.
Dalam konsep ini anak mengeksplorasi semua inderanya baik
penciuman, perasa, peraba, penglihatan dan pendengaran. Belajar
melalui indera dapat dilakukan dengan cara bermain karena melalui

9
bermain anak dapat memberikan rangsangan secara terus menerus yang
membuat potensi panca indra anak bekembang secara optimal. bermain
juga sangat penting di dalam perkembangan sosial-emosional anak.
d). Selalu ingin Bergerak,
Masa ini saat anak mulai banyak bergerak, yaitu usia 6 bulan dan
memasuki usia rawan. Anak tetaplah anak yang mempunyai dunia
sendiri, selalu mencoba hal-hal baru, dan merusak karena rasa ingin
tahu. Keaktifannya bergerak, seperti berlarian, melompat, memanjat,
bahkan jatuh berguling-guling, itu semua adalah dunianya. Jika kita
larang, ia akan memberontak. Anak akan mengerti arti setiap
gerakannya jika kita beri kesempatan dengan tetap memerhatikan
keselamatannya. Faktor–faktor genetik memainkan peran sekurang-
kurangnya dalam beberapa kasus gangguan hiperaktif, tetapi
mekanisme yang tepat bagaimana gangguan tersebut diteruskan
merupakan masalah kompleks dan kurang dipahami.
Berkaitan dengan PAUD, terdapat beberapa masa yang secara
langsung maupun tidak langsung memengaruhi bagaimana seharusnya
seorang pendidik menghadapi anak usia dini, antara lain masa peka,
masa egosentris, masa meniru, masa berkelompok, masa bereksplorasi
dan masa pembangkangan.
e). Masa Peka,
Merupakan masa pertumbuhan ketika suatu fungsi jiwa mudah
sekali dipengaruhi dan dikembangkan. Masa Peka dibagi menjadi : (1)
Sensitive Periods For Order lahir-3 tahun dimana anak memiliki
kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan; (2) Sensitive Periods For
Details 1-2 tahun dimana anak akan memusatkan perhatiannya pada
hal-hal yang kecil; (3) Sensitive Periods For Using Hands 18 bulan-3
tahun dimana anak-anak secara konsisten menggenggam benda-benda
yang disentuhnya; (4) Sensitive Periods For Movements dimana periode
kepekaan yang paling mudah dibaca adalah berjalan; (5) Sensitive

10
Periods For Learning Language dimana secara tidak sadar dilakukan
antara usia 3 bulan - 3 tahun dan secara sadar saat usia 3 - 6 tahun.
f). Masa Egosentris,
Ketidakmampuan membedakan antara prespektifnya sendiri dan
prefektif orang lain. Suatu ciri pemikiran praoperasional anak yang
menonjol. Egosentrime adalah suatu ketidakmampuan untuk
membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif orang lain.
Terdapat tiga hal yang mendasari egosentrisme, yaitu merasa superior
(menunggu pujian), merasa imperior (tidak berharga dalam kelompok)
dan merasa menjadi korban.
g). Emosi yang berubah-ubah,
Perasaan senang atau perasaan tidak senang pada kehidupan sehari-
hari disebut warna efektif. Terkadang warna tersebut lemah atau kuat
atau samar-samar. Jika, perasaan/warna efektif ini kuat maka perasaan
lebih mendalam, lebih terarah dan luas sehingga perasaan-perasaan itu
disebut emosi. Perasaan atau afek yang terjadi ketika berada dalam
suatu kondisi atau sedang berada di dalam suatu kondisi yang sifatnya
berubah-ubah.
h) Masa Meniru,
Kemampuan meniru memiliki dasar biologis, karena bayi dapat
menirukan ekspresi wajah pada beberapa hari pertama setelah
kelahiran. Ia juga mengedepankan bahwa kemampuan untuk berespon
tidak langsung berupa sebuah sistem utuh, namun melibatkan
fleksibilitas dan adabtabilitas. Berdasarkan pengamatan Meltzoff
terhadap bayi pada 72 jam pertama kehidupannya, diketahui bahwa
bayi secara berangsur-angsur memperlihatkan suatu respons peniruan
yang semakin utuh berkaitan dengan ekspresi wajah orang dewasa,
misalnya menjulurkan lidah atau membuka mulut lebar-lebar. Peniruan
sesaat yang dilakukan anak dalam memperhatikan perilaku dan
perkataan maupun sikap orang lain. Pada masa ini, proses peniruan
anak terhadap segala sesuatu yang ada disekitarnya tampak semakin

11
meningkat. Peniruan ini tidak saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh
orang-orang disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang
sering ditampilkan di televisi. Pada saat ini orang tua atau guru haruslah
menjadi tokoh panutan bagi anak dalam berperilaku. Peniruan akan
terjadi apabila ada hal yang menarik, baru, konsisten dan berkesan.
i). Masa Berkelompok,
Saat anak memasuki usia Taman Kanak-kanak (4–6 tahun) anak
memasuki usia berkelompok. Tak heran bila diusia ini sudah banyak
terbentuk geng dan setiap anak ingin menjadi bagian dari geng yang
dianggapnya cocok. Mengapa hal ini terjadi, karena perkembangan
jaman dan teknologi yang membuat anak semakin cepat dewasa di
usianya. Kemungkinan besar, anak membutuhkan banyak teman karena
di rumah anak merasa sendiri, karena kedua orangtuanya bekerja.
Kalaupun ada saudara orangtua atau pengasuhnya tetap saja anak
merasa mereka tidak dapat menjadi gengnya.
Pertemanan dalam kelompok di usia TK ini belumlah terlalu erat
satu dengan lainnya, mereka baru belajar untuk bekerjasama,
membangun hubungan yang harmonis antar teman sebaya. Namun, bila
orangtua atau orang dewasa lain memanggilnya, anak cepat
membubarkan gengnya tanpa susah-susah mereka kembali ke
rumahnya.
j). Masa Bereksplorasi,
adalah kegiatan untuk memperoleh pengalaman baru dari situasi
yang baru. Masa ini terjadi pada usia 2-3 tahun, dan ciri perkembangan
penting pada masa ini adalah pencapaian kematangan dalam
perkembangan motorik dan kematangan dalam berbicara.
Terdapat Tipe eksplorasi dalam proses pembelajaran anak: (1)
realistis mudah mempelajari hal-hal secara langsung atau melalui
benda-benda nyata, lebih banyak menggunakan benda sesuai fungsi
aslinya; (2) imajinasi memanfaatkan benda-benda sekitar menjadi alat
bermain/belajar sesuai imajinasinya; (3) observasi lebih mudah

12
mempelajari berbagai hal dengan memperhatikan/mengamati dan hasil
pengamatannya akan ditiru; (4) eksperimen, akan mempelajari berbagai
hal dengan mengamati sekaligus mencobanya, biasanya sering
melakukan percobaan terhadap hal yang memuaskan rasa ingin tahunya
k). Masa Pembangkangan,
adalah suatu tindakan anak pada usia 2-6 tahun yang terbentuk
karena adanya proses yang tidak sesuai dengan usianya, oleh karena itu
perilaku membangkang merupakan suatu bentuk perilaku yang harus
dijalani anak dalam tahapan, pengertian dan pemahaman terhadap dunia
di luar dirinya, sehingga anak dapat membedakan antara dirinya dengan
lingkungannya. Untuk itu, sebaiknya orang tua dan orang dewasa
lainnya perlu:
(1) memberi kesempatan dan menunjukkan permainan serta alat
permainan tertentu yang dapat memicu munculnya masa
peka/menumbuh kembangkan potensi yang sudah memasuki
masa peka;
(2) memahami bahwa anak masih berada pada masa egosentris yang
ditandai dengan seolah-olah dialah yang paling benar,
keinginannya harus selalu dituruti dan sikap mau menang sendiri,
dan sikap orang tua dalam menghadapi masa egosentris pada anak
usia dini dengan memberi pengertian secara bertahap pada anak
agar dapat menjadi makhluk sosial yang baik;
(3) pada masa ini, proses peniruan anak terhadap segala sesuatu yang
ada disekitarnya tampak semakin meningkat. Peniruan ini tidak
saja pada perilaku yang ditunjukkan oleh orang-orang
disekitarnya tetapi juga terhadap tokoh-tokoh khayal yang sering
ditampilkan di televisi. Pada saat ini orang tua atau guru haruslah
dapat menjadi tokoh panutan bagi anak dalam berperilaku;
(4) masa berkelompok untuk itu biarkan anak bermain di luar rumah
bersama-sama temannya, jangan terlalu membatasi anak dalam

13
pergaulan sehingga anak kelak akan dapat bersosialisasidan
beradaptasi sesuai dengan perilaku dengan lingkungan sosialnya;
(5) memahami pentingnya eksplorasi bagi anak. Biarkan anak
memanfaatkan benda-benda yang ada disekitarnya dan biarkan
anak melakukan trial and error, karena memang anak adalah
penjelajah yang ulung; dan juga
(6) disarankan agar tidak boleh selalu memarahi anak saat ia
membangkang karena bagaimanapun juga ini merupakan suatu
masa yang akan dilalui oleh setiap anak. Selain itu, bila terjadi
pembangkangan sebaiknya diberi waktu pendinginan
(coolingdown), misalnya berupa penghentian aktivitas anak dan
membiarkan anak sendiri berada di dalam kamarnyaatau di
sebuah sudut. Beberapa waktu kemudian barulah anak diberikan
nasihat tentang mengapa anak harus melakukan itu semua.

Pada kenyataannya, masih terdapat sebagian besar orang tua dan


guru belum memahami akan potensi luar biasa yang dimiliki anak usia
dini. Keterbatasan pengetahuan dan informasi yang dimiliki orang tua
dan guru menyebabkan potensi yang dimiliki anak tidak berkembang
optimal.

3. Karakter Anak Usia Dini di Abad 21


Pembangunan karakter bagi seluruh komponen bangsa haruslah
dimulai sejak dini. Pendidikan karakter yang diberikan sejak usia dini
akan melekat erat dalam sanubari anak. Mengingat pada masa usia dini,
terdapat masa peka atau periode sensitive (sensitive period). Pada masa
peka ini anak akan mudah meniru apa yang didengar, dilihat dan atau
dilakukan oleh orangtua atau orang dewasa lainnya. Seolah anak
menjadi peniru yang ulung dari semua perilaku orangtua/orang dewasa.
Nah, untuk itulah orangtua/orang dewasa lainnya harus memberikan
contoh-contoh yang baik dalam berperilaku baik lisan tulisan ataupun

14
perbuatan. Disisi lain anak juga perlu diperkenalkan tentang perilaku
buruk yang tidak boleh diikuti atau ditiru dengan alasan rasional yang
sesuai dengan tahapan berpikir anak yang masih bersifat sensorimotor
dan pra operasional kongkrit.
Berikut adalah perilaku yang berbasis karakter yang dibutuhkan
oleh anak usia dini yang kelak akan hidup dan memegang
tanggungjawab besar dalam pembangunan bangsa, sebagai berikut:
a). Logis,
Pengertian logis adalah sesuatu yang bisa diterima oleh akal dan
yang sesuai dengan logika atau benar menurut penalaran dan masuk
akal. Dengan kata lain logis dapat dikatakan sebagai sebuah pola atau
cara berpikir seseorang terhadap suatu hal.
b). Jujur,
Dilihat dari segi bahasa adalah mengakui, berkaya ataupun
memberikan suatu informasi yang sesuai dengan apa yang benar-benar
terjadi dan sesuai kenyataan. Jika diartikan secara lengkap, maka jujur
merupakan sikap seseorang ketika berhadapan dengan sesuatu atau pun
fenomena tertentu dan menceritakan kejadian tersebut tanpa ada
perubahan/modifiksi sedikit pun atau benar-benar sesuai dengan realita
yang terjadi.
c). Bertanggung jawab,
Pengertian tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah
laku atau perbuatan baik yang disengaja maupun yang tidak disengakja.
Bertanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran
akan kewajiban.
d). Disiplin,
Disiplin merupakan perasaan taat dan patuh yang dimiliki
seseorang untuk megendalikan diri agar tetap mematuhi aturan yang
telah dibuat atau disepakati. Tentunya disiplin tidak lepas dari aturan,
norma , prosedur, organisasi, kerja sama, hukuman dan lain sebagainya.
e). Berpikir Kritis,

15
Pengertian berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis
fakta yang ada kemudian membuat beberapa gagasan dan
mempertahankan gagasan tersebut kemudian membuat perbandingan.
Dengan membuat beberapa perbandingan kita bisa menarik kesimpulan
dan membuat sebuah solusi atas masalah yang ada.
f). Percaya diri (self confidence),
Percaya diri adalah kemampuan individu untuk dapat memahami
dan meyakini seluruh potensinya agar dapat dipergunakan dalam
menghadapi penysesuaian diri dengan lingkungan hidupnya. Orang
yang percaya diri mempunyai inisiatif, optimis terhadap masa depan
dan mampu menyadari kelemahan dan kelebihan diri sendiri.
g). Bekerjasama,
Bekerjasama adalah sebuah usaha atau pekerjaan yang dilakukan
oleh beberapa orang atau sebuah kelompok untuk mencapai tujuan
bersama. Kerjasama bisa terjadi ketika individu-individu yang
bersangkutan mempunyai kepentingan dan kesadaran yang sama untuk
bekerjasama untuk mencapai kepentingan bersama.

B. Implementasi Teori Neurosains dalam Pendidikan


1. Hakikat Teori Neurosains
Istilah neurosains muncul bersamaan dengan arus deras teknologi
yang seakan terus berlari cepat dan sanggup mengubah berbagai cara-
cara tradisional menjadi sesuatu yang lebih bermakna di era revolusi
industri ini. Pada dasarnya neurosains bicara tentang cara kerja otak
manusia. Dimana otaklah yang mengatur semua perilaku manusia
sehingga dapat mengubah dunia menjadi seperti yang manusia pikirkan.

16
Pandangan terkini tentang neuroscience
yang meyakini bahwa pertumbuhan dan
perkembangan otak sebenarnya ditentukan
oleh sel syaraf panjang yang mengantarkan
pesan-pesan listrik lewat sistem syaraf dan
otak yang disebut dengan neuron. Otak yang
telah terbentuk itu menghasilkan neuron
yang jumlahnya kurang lebih 100 milliaran
yang mana jumlah ini jauh melebihi
kebutuhan yang sebenarnya. Neuron-neuron
yang telah terbentuk ini terus tumbuh dan
berkembang dengan mengeluarkan
sambungan transmisi jarak jauh sistim syaraf yang dinamakan akson.
Di setiap ujungnya, akson-akson ini mengeluarkan cabang-cabang
sebagai penghubung sementara dengan banyak sasaran. Kegiatan inilah
yang sebenarnya merupakan kerja sel-sel otak dalam mempersiapkan
segala kebutuhan yang diperlukan oleh manusia dari sejak terjadinya
konsepsi sampai menjelang ajalnya.

Jadi, pada hakikatnya teori neurosains menjelaskan tentang


pembelajaran berbasis perkembangan otak manusia. Bagaimana otak
bisa bekerja dengan sempurna, maka seharusnya demikian pula proses
pembelajaran dilakukan. Misalnya otak itu akan bisa bekerja dalam
situasi kondisi aman, nyaman dan menyenangkan, maka proses
pembelajaran pun akan sukses apabila situasi dan kondisi di dalam
kelas ataupun diluar kelas haruslah aman, nyaman dan menyenangkan
pula.

17
2. Temuan tentang Neurosains dalam Pembelajaran
Masa usia dini adalah masa keemasan di sepanjang rentang
kehidupan manusia. Montessori menyatakan masa emas itu ditandai
dengan berapa ciri berikut: (1) Anak
lebih mudah untuk belajar, yang disebut
dengan periode sensitif untuk belajar;
(2) Anak mudah menyerap (absorbent
mind) hampir semua yang dipelajarinya
dari lingkungan; (3) Anak belajar
melalui alat inderanya untuk
bereksplorasi, anak membutuhkan
kesempatan untuk bergerak; (4) Semakin banyak kesempatan anak
mengirimkan rangsangan-rangsangan sensoris ke otak, maka semakin
berkembang kecerdasannya (Britton 1992; Ag Soejono 1988; Essa
2003; Brewer 2007). Mengutip dari pendapat Yuliani Nurani (2014)
dikatakan bahwa setiap anak lahir ke dunia membawa potensi bawaan
yang merupakan faktor keturunan yang berupa kemampuan awal yang
dimiliki individu yang baru dilahirkan untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Potensi-potensi yang terbentuk pada saat terjadinya
konsepsi adalah potensi fisik dan potensi psikis. Potensi fisik berkenaan
dengan aspek-aspek fisik dan kerja organ-organ fisik (physically
aspects and physically organs work), sedangkan potensi psikis
berkenaan dengan aspek-aspek kejiwaan (psychologically aspects).
Melalui kegiatan-kegiatan pertumbuhan dan perkembangan otak inilah
yang menyebabkan seorang anak manusia memiliki potensi yang
unggul yang nantinya akan menjadi kemampuan anak secara fisik
maupun psikisnya (Nash, 1997).
Berdasarkan hal tersebut, penulis berpikir alangkah ruginya apabila
orangtua dan orang dewasa lainnya mengabaikan masa-masa usia dini
ini. Masa emas ini tidak akan pernah terulang kembali, dan apabila
nueron-neuron yang siap untuk saling bersambungan itu tidak

18
mendapatkan stimulus, maka mereka akan mati untuk selamanya. Itu
berarti, hilangnya satu potensi kecerdasan pada diri seorang anak. Anak
usia dini berkembang tidak saja dari pengaruh bawaan (nativistik) saja,
tetapi juga dipengaruh oleh faktor lingkungannya. Merujuk pada
pemikiran Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat
manusia lebih pada sisi kehidupan psikologiknya. Menurutnya manusia
memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan
manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara
seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya
saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia.
Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek
intelektual belaka hanya akan menjauhkan anak didik dari
masyarakatnya. Ironisnya, ternyata pendidikan sampai sekarang ini
masih ada yang hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan
kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika
berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau
manusiawi. Dari titik pandang sosio-anthropologis, kekhasan manusia
yang membedakannya dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu
berbudaya, sedangkan makhluk lainnya tidak berbudaya. Salah satu
cara yang efektif untuk menjadikan manusia lebih manusiawi adalah
dengan mengembangkan kebudayaannya. Persoalannya budaya dalam
masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah kebudayaan berlaku
pepatah: ”Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya, Manusia
akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya
sendiri”. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai
manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang
melingkupinya (Yuliani Nurani, 2012).

19
3. Kontribusi Teori Neurosains dalam Pendidikan
100 Situasi dan kondisi kelembagaan
PAUD masih memiliki banyak
90
80 keterbatasan dalam menyelenggarakan
70
60 PAUD holistik dan integratif,
50 diantaranya: (1) pelayanan masih bersifat
40
30 parsial (belum memenuhi seluruh aspek
20
10 kebutuhan esensial anak), (2) rendahnya
0 pemahaman pendidik dan tenaga
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18
kependidikan, serta para pemangku
Perkembangan intelektual kepentingan tentang pentingnya
Perkembangan fisik otak
pengembangan anak usia dini yang
holistik integratif, (3) kualitas pengelolaan kurang profesional, (4)
fasilitas pelayanan kurang memadai (5) distribusi dan kualitas SDM
kurang merata, (6) keterbatasan dana dan (7), lemahnya koordinasi atau
kerjasama dengan lembaga lain yang terkait,
Mengatasi permasalahan tersebut, menjalin kerjasama dengan
pihak atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan dan kemampuan
dalam memberi layanan kepada anak menjadi sangat penting. Misalnya,
untuk memberi layanan tentang kesehatan dan gizi anak, lembaga
PAUD dapat bekerja sama dengan orang atau lembaga yang ahli di
bidang kesehatan gizi. Misalnya Dinas Kesehatan (puskesmas), Ikatan
Dokter Anak Indonesia (IDAI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Sementara itu, agar masyarakat, khususnya orang tua atau pendidik
dapat melindungi, menjaga dan menghargai hak-hak anak, lembaga
PAUD dapat bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA),
Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) atau Komisi
Perlindungan Anak. Masalah pendidikan keorangtuaan (parenting)
dapat melibatkan berbagai ahli di bidang pendidikan keorangtuaan
(parenting). Dengan demikian layanan yang diberikan kepada anak,
selain bersifat holistik, juga bersifat integratif, karena banyak

20
melibatkan lembaga lain yang terkait dan peduli terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak, sehingga potensi yang dimiliki anak dapat
berkembang secara optimal.

C. RANGKUMAN
Karakteristik Individu adalah ciri dan tanda-tanda yang ditunjukkan oleh anak
berdasarkan Forum Diskusi perkembangan dan indikator yang dapat diobservasi
(observable) dan diukur (measurable). Karakteristik setiap individu berbeda
antara satu individu dengan individu lainnya, untuk itu program layanan
pendidikan yang diberikan haruslah berbeda pula.
Implementasi teori neurosains dalam pendidikan diarahkan untuk menjadikan
manusia khususnya Anak Usia Dini menjadi lebih manusiawi dalam hal belajar
melalui bermain. Yang dipentingkan “bukanlah pada bagaimana guru mengajar,
tetapi lebih kepada bagaimana agar anak mau belajar.”
Untuk itu, peran guru anak usia dini adalah sebagai fasilitator dalam proses
pembelajaran, guru perlu mempersiapkan dengan sebaik-baiknya ruang kelas yang
menarik dan menantang, menyiapkan media dan sumber belajar yang sesuai
dengan tubuh kembang anak, menciptakan suasana belajar melalui bermain yang
aman, nyaman dan menyenangkan.

D. FORUM DISKUSI
Untuk lebih memantapkan pemahaman anda tentang isi modul ini, maka
lakukanlah diskusi dengan 2 atau 3 orang rekan kerja sejawat dengan topik-topik
sebagai berikut:
1. Kajian dan contoh kongkrit dari masa dan ciri perkembangan
2. Peran Guru PAUD: Pembelajaran PAUD berbasis Teori Neurosains
Setiap orang diminta menyusun ringkasan dan menyajikannya pada rekan lainnya.
Buat kesimpulan dari kedua topik tersebut.

21
E. TES FORMATIF
Petunjuk : Bacalah dengan cermat butir-butir soal dibawah ini yang berisi kalimat
pertanyaan dengan 5 opsi dalam bentuk pilihan ganda. Berilah lingkaran pada
huruf a,b,c,d atau e pada jawaban yang saudara anggap benar.

1. Ibu Sita sedang melamar menjadi seorang guru di TK Tunas Bangsa. Sebagai
calon guru PAUD, hendaknya Ibu Sita terlebih dahulu memahami pengertian
anak usia dini dan pengertian pendidikan anak usia dini. Pendidikan anak usia
dini menurut Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional adalah pendidikan untuk anak yang masuk dalam rentang
usia
A. 0-8 tahun
B. 0-6 tahun
C. 1-8 tahun
D. 1-6 tahun
E. 0-12 tahun
2. Dalam menghadapi anak usia dini, kita sebagai guru ataupun orang dewasa
hendaknya memahami karakteristik dari anak usia dini secara mendalam. Kita
tidak diperbolehkan memukul rata semua perkembangan anak. Setiap anak
memiliki karakteristik yang unik dan juga memilki……yang berbeda.
A. panca indera
B. laju perkembangan
C. Forum Diskusi perkembangan
D. jenis kelamin
E. tidak ada yang benar
3. Masa peka atau periode sensitif (sensitive period) pada anak usia dini
ditunjukkan dengan anak yang mudah meniru apa yang dilihat dan dilakukan
oleh orang di sekitar lingkungannya. Oleh karena itu, anak usia dini disebut
juga peniru yang ulung. Kita sebagai seorang guru sebaiknya
A. Bersikap baik ketika bersama anak saja
B. Bersikap baik karena ingin dipuji orangtua

22
C. Memberikan contoh tercela kepada anak
D. Memberikan contoh teladan kepada anak jika diminta
E. Memberikan contoh teladan karena terbiasa bersikap baik
4. Dalam mengembangkan rasa percaya diri (self confidence) pada anak, guru
atau pendidik dapat melaksanakan kegiatan berupa….
A. Bermain peran dengan menggunakan properti pendukung
B. Berjalan di atas papan
C. Bernyanyi dan menari
D. Bermain lompat tali
E. Semua benar
5. Ibu Ani di sekolah sedang menghadapi anak yang sering sekali menolak
dan melawan perintah yang diberikannya. Ibu Ani hendaknya memberikan
A. Dukungan atau penguatan terhadap perbuatannya
B. Pengertian dan pendampingan secara perseorangan kepada anak
tersebut
C. Ceramah singkat kepada anak tersebut
D. Teguran dan hukuman kepada anak tersebut
E. Hadiah sebagai reward kepada anak tersebut
6. PAUD Holistik merupakan bentuk layanan untuk anak usia dini yang meliputi
A. Upaya pendidikan agar anak menjadi cerdas
B. Upaya kesehatan agar anak selalu sehat
C. Pemberian makanan bergizi setiap hari
D. Pengecekan berat badan setiap hari
E. Tidak ada yang benar
7. Ibu Debi adalah seorang guru PAUD, ia akan membuat kegiatan untuk anak-
anak di PAUD. Dalam merancang kegiatan, ia menggabungkan beberapa meja
menjadi satu. Setiap Forum Diskusi dikerjakan oleh 3-4 orang anak. Kegiatan
yang dirancang Ibu Deby merupakan salah satu strategi dalam mendorong anak
untuk
A. Mampu berpikir logis

23
B. Mampu bersikap jujur
C. Mampu percaya diri
D. Mampu bekerja sama
E. Mampu berpikir kritis
8. Sebagai seorang guru PAUD, Bu Ratri mengetahui apa saja ciri dan
karakteristik perkembangan anak usia dini. Tentunya Bu Ratri dapat
menyebutkan ciri dan karakteristik perkembangan anak usia dini, kecuali…
A. Anak berkembang dengan pola yang unik
B. Anak usia dini cepat lelah sehingga malas bergerak
C. Anak usia dini berpikir dan membangun pemahaman melalui panca
indera
D. Anak usia dini memiliki masa peka
E. Anak usia dini memiliki masa membangkang
9. Edo adalah siswa di TK Tunas Muda, ia selalu diberikan stimulasi positif
oleh gurunya di sekolah agar memiliki karakter yang harus dimiliki oleh anak
usia dini di abad 21. Pembangunan karakter seorang anak haruslah dimulai
sejak anak berusia dini. Orangtua dan guru bekerja sama dalam menanamkan
karakter pada Edo. Karakter yang harus dimiliki anak usia dini di abad 21 ini,
kecuali
A. Ambisi yang kuat untuk selalu menjadi yang terbaik
B. Disiplin dalam melakukan setiap kegiatan
C. Percaya diri dalam setiap kegiatan yang dilakukan di rumah
maupun di sekolah
D. Mampu bekerja sama dengan teman-teman di sekolah
E. Jujur setiap saat kapanpun dan dimanapun
10. Dalam menyelenggarakan PAUD Holistik Integratif masih memiliki banyak
keterbatasan. Berikut ini adalah berbagai analisis situasi kondisi PAUD di
Indonesia, kecuali
A. Pelayanan tidak bersifat parsial
B. Rendahnya pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan

24
C. Fasilitas pelayanan kurang memadai
D. Distribusi dan kualitas SDM kurang merata
E. Keterbatasan dana

25
DAFTAR PUSTAKA

Allen, K Eileen dan Lynn R. Marotz. 2010, Developmental Profil: Pre-Birth


th
throught TGwelve 6 Ed. Canada: Wads-wayth.

Amstrong, Thomas, 2002, Sekolah Sang Juara: Menerapkan Multiple Intelligence


nd
di Dunia Pendidikan 2 , terjemahan Yudhi Murtanto. Bandung: Kaifa.

Bennet, William J, Chester E. Finn Jr., John TE Cribb Jr. The Educated Child.
New York: The Free Press.

Berk L. E. dan A. Winsler. 1995, Scaffolding Children Learning: Vygotsky and


Early Childhood Education. Washington, DC: NAEYC.

Brodova, Elena & Leang J. Deborah. 1996, Tool of the Mind. New Jersey: Upper
Saddle River.
rd
Nash, J.M. Madeleine. 1997. Child Brain. Time Magazine 3 edition.

26
Kegiatan Belajar 2

Kebutuhan Perkembangan Anak Usia Dini

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Setiap anak tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan
kemampuannya yang berbeda-beda. Untuk itulah, karena anak memiliki
potensi dan kemampuan yang berbeda, maka layanan Pendidikan dan
Pengasuhan haruslah berbeda pula sesuai laju dan kecepatan belajar anak serta
kebutuhan anak yang berbeda. Kondisi inilah yang memacu muncul
Development Appropriate Practice (DAP), yaitu bagaimana perkembangan dan
pembelajaran yang diberikan disesuaikan kebutuhan perkembangan anak.
Selanjutnya kebutuhan perkembangan anak inilah yang memunculkan
standar perkembangan anak di setiap negara. Indonesia juga telah memiliki
standar perkembangan yang diberi nama Standar Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak (STPPA). Dokumen STPPA inilah yang menjadi acuan
dalam penyelenggaraan Lembaga PAUD.

2. Relevansi
Pengetahuan tentang kebutuhan perkembangan anak usia dini sangatlah
membantu guru dalam memahami perkembangan anak secara individual atau
orang per orang yang dibelajarkan di kelas ataupun diluar kelas. Selain itu,
melalui pemahaman bahwa setiap anak itu unik dan berbeda satu dengan
lainnya, maka guru perlu melayani mereka sesuai dengan kemampuan serta
situasi dan kondisi anak. Laju dan kecepatan belajar setiap anak berbeda, maka
layanan pendidikanpun haruslah berbeda pula.

3. Petunjuk Belajar
Kegiatan belajar berisi sejumlah kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai diakhir kegiatan belajar yaitu peserta didik mampu memaami

27
kebutuhan perkembangan anak dan juga Standar Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak. Pada bagian selanjutnya, kedua indikator tersebut akan
dijabarkan lebih lanjut melalui kajian teoritis disertai contoh-contoh yang
relevan.
Dalam kegiatan pembelajaran ini, materi pembelajaran bagi mahasiswa PPG
yang bersifat mandiri; Sehingga mahasiswa PPG perlu mempelajari kegiatan
belajar ini dengan seksama, lalu mengimplementasikannya dalam membuat
perencanaan pembelajaran. Modul ini juga dilengkapi dengan materi
pengayaan yang dapat diunggah berdasarkan link yang diberikan (terlampir).

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu menganalisis perkembangan anak sebagai capaian pembelajaran
dalam bentuk indikator perkembangan memuat pemahaman tingkat timggi
dengan mengacu pada STPPA sebagai dasar merencanakan dan
melaksanakan pembelajaran untuk anak usia dini yang berkarakter (logis,
jujur, bertanggungjawab, disiplin, kritis, percaya diri, dapat bekerjasama)
berbasis active resources learning.

2. Pokok-Pokok Materi
A. Kebutuhan Perkembangan Anak Usia Dini
B. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak

3. Uraian Materi
A. Kebutuhan Perkembangan Anak Usia Dini
1. Dasar Teori Perkembangan
Orangtua memiliki peran yang sangat vital dalam perkembangan
anak, dalam kurun waktu sekitar lima tahunan mereka akan memiliki
peran sebagai pendidik bagi anak-anaknya, dan dalam kurun waktu
itulah anak akan mendapat dasar-dasar keterampilan pembelajaran.
Kelak saat anak memasuki dunia sekolah ia akan datang sebagai sosok

28
yang gembira, memiliki kepercayaan diri yang baik atau sebaliknya
menjadi anak yang pemurung dan tidak memiliki kepercayaan diri.
Semua itu dapat terbentuk jika orangtua menunjukkan kasih sayang
yang tulus, memberikan respon yang tepat dan ajeg, dan juga
memberikan keyakinan pada anak bahwa dia memiliki kemampuan
yang baik, mereka menerima anak itu sebagai individu yang patut
dicintai. Pengetahuan yang dimiliki orangtua terkait dengan potensi-
potensi yang dimiliki anak, orangtua dapat mengenali tahapan-tahapan
perkembangan anak tentunya akan menjadi bekal yang sangat berarti di
dalam proses pengembangan anak dan bisa mengembangkan anak
secara optimal.
Perkembangan mengacu pada bertambahnya kompleksitas,
perubahan dari sesuatu yang sangat sederhana menjadi sesuatu yang
lebih rumit dan rinci. Proses ini meliputi kemajuan yang teratur
sepanjang rangkaian yang berurutan (Eillen Allen & Marrotz,2010 :
21). Perkembangan adalah pola pergerakan perubahan yang terjadi
sepanjang kebutuhan kehidupan (Santrok, 2007:36); Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perkembangan adalah suatu proses perubahan
dalam diri individu menuju kemajuan di sepanjang kebutuhan
kehidupannya.

2. Kebutuhan Perkembangan disetiap rentang Usia


Perkembangan manusia dari janin hingga menuju dewasa melewati
fase perkembangan yang sangat unik, yang satu sama lain tidak sama
dalam pencapaian perkembangannya. Perkembangan yang terjadi,
yakni motorik, kognitif, bahasa, dan sosio-emosional setiap individu
akan berkembang sesuai dengan pengaruh yang didapat baik itu secara
internal maupun eksternal. Ada anak yang tergolong cepat, ada yang
terlihat lambat dan semua itu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor,
baik itu nurture, nature, stimulasi ataupun asupan gizi.

29
a) Kebutuhan Perkembangan Janin
Dalam kehidupan pernikahan kehamilan adalah kondisi yang wajar
dan dapat terjadi kapan saja. Pada pasangan yang baru menikah,
kehamilan sering terjadi tanpa direncanakan. Padahal, mempunyai anak
adalah hal yang harus direncanakan dengan seksama. Perencanaan yang
matang akan memberikan hasil yang baik. Persiapan kehamilan bukan
hanya dilakukan oleh calon ibu tetapi juga calon ayah harus
mempersiapkan dengan baik. Yang pertama adalah kesiapan fisik calon
ayah dan ibu sebagai modal proses konsepsi yang lancar dan kehamilan
yang sehat. Kesiapan mental dan emosional calon ayah dan ibu juga
harus dipersiapkan. Hal ini penting karena faktor emosi sangat
berpengaruh pada kehamilan dan janin yang sedang dikandung. Selain
itu gizi juga memegang peranan penting sebelum konsepsi dan selama
kehamilan. Walaupun keterlibatan calon ayah secara biologis selama
masa kehamilan agak terbatas tetapi bibit yang berasal dari calon ayah
harus diperhatikan kualitasnya. Dan persiapan yang perlu dipikirkan
calon orang tua adalah kesiapan finansial. Karena kesiapan finansial ini
dapat mengurangi kegalauan calon ibu sebelum dan selama masa
kehamilan.
Selama masa kehamilan, sangat penting bagi ibu untuk menjaga
kesehatan fisik dan psikisnya agar terjadi kehamilan yang sehat, tidak
hanya ibu yang sehat tetapi juga pertumbuhan dan perkembangan janin
yang dikandungnya. Tanggung jawab ini bukan hanya terletak pada ibu,
dukungan dari calon ayah juga sangat diperlukan. Setiap periode
kehamilan terjadi pertumbuhan dan perkembangan janin yang perlu
mendapatkan perhatian penuh. Untuk itulah perlu adanya pemahaman
dan persiapan serta perhatian dari calon orang tua agar setiap periode
kehamilan dapat dilalui dengan selamat dan janin yang dilahirkan
memiliki potensi yang baik secara fisik dan psikis, sehingga akan
berkembang menjadi anak yang berpotensi baik juga.

30
Selain itu pemeliharaan kebugaran tubuh sebelum pernikahan,
kesiapan aspek fisik dan psikis juga aspek sosial dan ekonomi juga
perlu diperhatikan. Gaya hidup sehat ini meliputi :
(1). Mengatur pola makan
(2). Memperhatikan waktu istirahat agar proses konsepsi berlangsung
optimal
(3). Meminimalkan dampak lingkungan kerja, karena lingkungan sangat
mempengaruhi kesehatan reproduksi, gangguan saat pematangan
sel telur atau saat terjadinya konsepsi.
(4). Hentikan kebiasaan merokok, karena dalam asap rokok ada lebih
dari 4.000 zat beracun. Merokok mendatangkan resiko keguguran,
janin meninggal dalam kandungan, lahir prematur dan berat lahir
rendah.
(5). Hindari Napza (Narkotika, Psikotropika dan Zat adiktif). Zat ini
bila masuk ke dalam tubuh akan langsung mempengaruhi saraf
pusat, sehingga kondisi psikis-emosional dan perilaku pengguna
akan berubah. Pada janin akan berakibat lahir prematur, bayi
terlahir dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg) atau lahir
cacat.
(6). Menjauhi minuman beralkohol dan kafein, karena dapat
mengurangi kesuburan. Pada ibu hamil yang mengkonsumsi
alkohol bayi yang dilahirkan beresiko cacat fisik dan psikis.
Sedangkan kafein dapat mempengaruhi detak jantung, selain itu
kafein juga tidak mengandung nutrisi.

b) Kebutuhan Perkembangan Lahir sampai 12 Bulan


Anak dilahirkan dengan membawa fitrah yang seimbang dan sehat.
Ketika dilahirkan, keadaan tubuh anak belum sempurna dan kekurangan
ini diatasi dengan latihan dan pendidikan yang ditunjang dengan
makanan yang sehat dan bergizi.

31
Pada hari pertama atau kedua kehidupan pascanatal, semua bayi
menunjukkan perilaku yang relatif tidak teratur, seperti ketidakteraturan
dalam bernafas, sering kencing dan buang air besar, berdesah dan
muntah. Hal ini sebagian disebabkan karena adanya tekanan pada otak
selama persalinan yang mengakibatkan keadaan pingsan dan sebagian
besar karena keadaan susunan saraf otonom yang kurang berkembang,
yang mengendalikan keseimbangan tubuh.
Aktivitas bayi tampak segera setelah janin keluar dari tubuh ibu.
Karena belum matangnya kondisi neurofisiologis bayi, tidak dapat
diharapkan bahwa gerakan-gerakannya terkoordinasi atau berarti.
Gerakan-gerakannya juga tidak berhubungan dengan kejadian-kejadian
di lingkungan atau di bawah kendali bayi. Ini adalah salah satu sebab
dari ketidakberdayaan bayi yang baru lahir. Biasanya, aktivitas semakin
meningkat dan semakin sering terjadi dari hari ke hari. Hal ini terjadi
karena bayi sedang menyesuaikan dirinya dengan lingkungan yang baru
dikenalnya. Kondisi tubuh bayi sangat mempengaruhi aktivitasnya.
Lapar, sakit dan perasaan tidak enak merupakan faktor yang
mempengaruhi aktivitas bayi.
Masa bayi merupakan masa penting bagi perkembangan menuju ke
masa perkembangan selanjutnya sehingga perhatian, perawatan,
pendidikan dan stimulasi yang sesuai dengan tahapan umurnya dan
kematangan sangat penting diberikan pada bayi. Masa bayi juga
merupakan pembentukan pola-pola psikologis fundamentalnya untuk
makan, tidur, dan buang air.

(1) Pola tidur

Selama tahun pertama masa bayi, lama rata-rata tidur malam


meningkat dari 8 1/2 jam pada tiga minggu pertama hingga 10 jam pada
12 minggu pertama dan selanjutnya tetap/konstan selama sisa tahun
tersebut. Selama tiga bulan pertama, penurunan jumlah waktu tidur
siang diimbangi oleh peningkatan jumlah waktu tidur malam.

32
(2) Pola makan

Sejak kelahiran hingga usia empat atau enam bulan semua pola
makan adalah dalam bentuk mengisap dan menelan. Oleh karena
itu makanan harus dalam bentuk cair.

(3) Pola buang air

Pengendalian (kontrol) buang air besar rata-rata mulai pada usia 6


bulan; tetapi penyimpangan tetap dapat terjadi khususnya ketika
bayi lelah, sakit atau secara emosional sangat senang.

Berdasarkan Forum Diskusi perkembangan yang seharusnya dilalui


oleh seorang bayi, Robert Havighurst berpendapat bahwa periode
yang beragam dalam kehidupan individu menuntut untuk
menuntaskan Forum Diskusi-Forum Diskusi perkembangan yang
dikenal dengan harapan sosial. Hal ini karena bayi yang lahir
membawa potensi yang besar dan butuh stimulasi untuk
perkembangan selanjutnya. Potensi yang dibawa didapat dari gen
kedua orang tuanya dan akan terus berkembang atau sebaliknya
padam tergantung dari rangsangan yang diberikan kepadanya.
Forum Diskusi perkembangan untuk masa kanak-kanak dari lahir
sampai 12 bulan antara lain adalah belajar bicara, belajar makan-
makanan padat, belajar berjalan, belajar mengendalikan
pembuangan sampah tubuh, belajar membedakan jenis kelamin dan
seksual, mencapai stabilitas fisiologis, membentuk hubungan
secara emosional dengan orang tua, saudara kandung, dan orang
lain, belajar membedakan yang benar dan salah (nilai moral).

c) Kebutuhan Perkembangan Usia 1/2 Tahun


Anak usia satu tahun sebenarnya masih berada pada tahapan bayi
yaitu umur 12 bulan sampai 24 bulan. Masa bayi merupakan periode
vital dalam rentang kehidupan karena masa ini adalah masa

33
pembentukan pondasi bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya
baik dari aspek fisik maupun mental spiritual.
Pada masa ini anak mulai belajar menyesuaikan diri dengan
lingkungannya dan melakukan Forum Diskusi-Forum Diskusi
perkembangan. Mula-mula hampir semua kegiatan anak tampak seperti
mekanisme otomatis bagaikan refleks yang tidak disadari dan tidak
terkoordinasi oleh akal dan kemauan anak. Sampai kemudian ia dapat
mengatur berbagai aktivitas geraknya secara lebih terkoordinasi, terarah
dan bertujuan. Ada beberapa hal yang berhubungan dengan
perkembangan yang umumnya dialami anak pada usia satu tahun, yaitu:

(1). Belajar berjalan


Ayunan langkah pertama merupakan tahap penting dalam
kehidupan anak. Meskipun kemampuan ini tidak sama pada setiap anak,
tetapi pada umumnya di sekitar usia satu tahun inilah anak memasuki
tahap belajar berjalan. Pada masa ini jika orang tua terlalu protektif dan
tidak membiarkan anak bergerak bebas, dikhawatirkan malah akan
menghambat perkembangan anak. Seharusnya anak dibiarkan bergerak
bebas tetapi tetap dalam pengawasan orang dewasa. Sangat dianjurkan
untuk menstimulasi anak agar ia termotivasi dalam melancarkan
kemampuan belajarnya.

(2) Belajar berkomunikasi


Usia ini merupakan tahun kritis bagi perkembangan bahasa anak.
Setelah melewati masa pra-linguistik anak akan memasuki masa
linguistik. Umumnya pada usia ini anak sudah mulai mengerti beberapa
kata dan mengucapkannya berulang kali yang tentunya ia dengar atau
tiru dari orang lain. Bahkan, ada anak yang cenderung mempelajari
banyak kata sebelum ia mampu berbicara yang sesungguhnya dan
ketika berbicara ia akan mengucapkan beberapa kata sekaligus.
Biasanya dalam penggalan-penggalan kata bagian akhir dari kata yang
ia dengar, seperti ma…..mam! ketika ia menyatakan ingin makan atau

34
minta makan. Anak akan mengawali percakapan dengan kata-kata tak
beraturan, disertai mimik wajah dan gerakan tangan. Kata-kata yang
keluar umumnya merupakan kata yang mudah dan sering mereka
dengar, seperti mama dan papa. Meskipun anak belum mampu berkata-
kata banyak, sebenarnya ia telah mengerti dan memahami apa yang
sering diucapkan oleh orang yang berada di sekitarnya.

(3) Belajar mengkoordinasikan berbagai gerakan (motorik)


Pada saat anak berusia satu tahun akan ditemukan kemampuan
motorik anak yang terus berkembang. Awalnya ia hanya memukul-
mukulkan satu balok dengan balok yang lainnya atau memindahkan
mainan dari satu tangan ke tangan yang lain. Anak juga akan mencoba
menyusun balok atau mencoret-coretkan pena di atas kertas sesuai
keinginannya. Pada masa ini rasa ingin tahu anak akan suatu hal sangat
besar, terkadang untuk memenuhi rasa keingintahuan tersebut anak
melakukan aktivitas yang dapat membahayakan dirinya, pada saat
inilah dibutuhkan orang tua atau orang dewasa untuk mengawasinya,
misalnya saat ia ingin menjangkau jambangan bunga dengan bunganya
yang berwarna-warni yang terletak di atas meja.
(4) Pertumbuhan gigi semakin lengkap
Seiring dengan pertumbuhan giginya yang semakin lengkap, anak
pada usia ini akan mengalami perubahan pola dan jenis makanan yang
dikonsumsinya. Ia mulai mengkonsumsi makanan yang bervariasi dan
mengenal rasa dan aroma. Ia juga belajar makan dengan menggunakan
alat makan tangannya sendiri. Walaupun koordinasi tangan masih
sangat terbatas anak perlu diberi kesempatan untuk latihan makan
sendiri.
Hurlock (1999) seorang ahli pendidikan anak memberikan
beberapa peristilahan yang berhubungan dengan masa-masa tahun
pertama, yaitu: (1) masa dasar sesungguhnya, dikatakan demikian
karena pada masa ini banyak pola perilaku, sikap dan pola ekspresi
emosi terbentuk; (2) masa berkurangnya ketergantungan, kepada

35
orang lain merupakan efek dari pesatnya perkembangan pengendalian
tubuh yang memungkinkan bayi duduk, berdiri, berjalan dan
menggerakkan benda-benda; (3) masa meningkatnya individualitas,
mulai menunjukkan beberapa aktifitas sederhana yang dapat
dilakukannya sendiri seperti makan, minum, mengambil mainannya
walaupun belum sempurna; (4) masa permulaan sosialisasi, bayi
menunjukkan keinginan untuk menjadi bagian dari kelompok sosial
dengan selalu mencari perhatian dari orang lain melalui bermacam cara
yang dapat dilakukannya; (5) masa yang lucu dan menarik, karena
ukuran tubuhnya yang berbeda dengan orang dewasa (perbandingan
tubuhnya tidak wajar), kepalanya besar, perutnya buncit, anggota
badannya kecil dan kurus, tangan dan kakinya kecil; (6) masa
berbahaya, karena pola perilaku, minat dan sikap terbentuk selama
masa bayi misalnya bahaya psikologis seperti takut yang berlebihan,
mau menang sendiri, sangat tergantung pada ibunya.

d) Kebutuhan Perkembangan Usia 2/3 Tahun


Menurut Piaget, anak usia 2 tahun masih berada dalam tahap akhir
perkembangan sensory motor dimana anak belajar melalui “five sense”
panca inderanya yang diwujudkan melalui gerakan reflek. Dalam tahap ini
anak berada dalam sub masa keenam di mana anak mampu menemukan
obyek-obyek yang tidak ada dalam lapangan persepsinya, tertutup atau
tersembunyi di suatu tempat. Pada masa ini anak mulai dapat berpikir
terlebih dahulu sebelum bertindak.
Selain itu anak pada rentang anak usia dua tahun juga berada pada awal
tahap pra-operasional dimana anak mulai memiliki kemampuan awal
untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat dengan sesuatu
yang lain atau sebaliknya, sesuatu hal mewakili sesuatu yang tidak ada.
Pada masa ini anak mulai dapat menggunakan simbol dan dapat
memanipulasi simbol secara mental. Dua perubahan inilah yang dikatakan
Piaget sebagai tanda permulaan masa pra-operasional.

36
Pengamatan yang dilakukan Piaget membuatnya mengambil
kesimpulan bahwa anak dalam masa pra-operasional melihat sesuatu
benar-benar dari sudut pandangnya sendiri, kacamatanya sendiri, sebuah
bentuk yang dikatakan Piaget sebagai Egosentrisme (Piaget, 1954 dalam
Suparno, 2001).
Pada usia ini anak berada dalam masa periode kalimat 2 kata dan
akhirnya usia 2,5 tahun datang periode deferensiasi yaitu periode kalimat 3
kata dengan bertambahnya deferensiasi pada kelompok kata-kata dan
kecakapan verbal. Sebagai contoh kalimat dua kata: “mama makan” atau
“minum susu” sedangkan kalimat tiga kata: “mama minum susu!”. Farrar
dalam Wolfgang (1992) menemukan bahwa anak usia 2 tahun dua sampai
tiga kali mengimitasi sebuah tata bahasa yang benar setelah ia mendengar
ibunya mengulangi atau membenarkan kalimat mereka. Sedangkan
berdasarkan studi yang dilakukan Flafel, anak usia 2 tahun secara
konsisten menyatakan sesuatu berdasarkan sudut pandangnya sendiri.
Menurut pandangan Erikson pada usia 2 tahun anak mengalami
otonomi yang berlawanan dengan rasa malu dan ragu-ragu. Bentuk
gerakan-gerakan yang telah dikuasai anak di usia ini menjadi faktor
pendukung timbulnya perasaan bebas dan mandiri, tetapi jika usaha anak
dalam kebebasan tersebut tidak dipandu secara baik oleh orang tua dan ia
mengalami kegagalan dan rasa malu yang berulang-ulang maka hasil dari
semua kesempatan eksplorasi tersebut adalah rasa malu dan ragu-ragu dan
bukan konsep pengendalian diri dan harga diri sebagaimana yang
diharapkan.
Pada usia 2 tahun otonomi yang besar membawa anak menuju situasi-
situasi dimana orang tua menginginkan sesuatu dan anak menginginkan
yang lain. Berbeda dengan image yang terkenal “terrible twos” sebenarnya
anak usia ini menuruti perintah oang tuanya lebih sering ketimbang
menolaknya. Persentase anak secara aktif mengatakan tidak atau
bertentangan dengan orang tua hanya dalam jumlah kecil (Bee, 1994).

37
Berdasarkan tinjauan aspek perkembangan sosial pada usia 2 tahun anak
mulai dapat menunjukkan perilaku untuk menawarkan pertolongan pada anak
lain yang terluka, berbagi mainan atau mencoba untuk menghibur anak lain
atau orang dewasa yang sedang bersedih atau tertekan (Zahn-Waxle &
Raddle-Jarrow, 1982; Zahn-Waxler, 1992; Markus,1986). Selain itu anak juga
menunjukkan beberapa tanda pertemanan perorangan dan hubungan ini
mungkin adalah arena spesial yang penting untuk belajar mengenai hubungan
timbal balik dan keintiman (Bee,1994).
Anak usia 2 tahun berada dalam tahap bermain simbolic atau make
believe play yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura.
Pada masa ini anak juga lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan,
mencoba berbagai hal yang berkaitan dengan konsep angka, ruang,
kuantitas dan sebagainya. Anak mulai dapat menggunakan berbagai benda
sebagai simbol atau representasi benda lain (Jeffree,1994).
Menurut Hurlock (1980), anak usia 2 tahun berada dalam tahap mainan
(Toy Stage). Anak-anak berpikir bahwa mainannya sama seperti makhluk
hidup, dapat makan, berbicara, merasa sakit dan sebagainya, sehingga
terkadang terlihat anak sedang berfantasi dan berbicara dengan boneka
kesayangannya; sedangkan Rubin, Fein & Vandenberg dan Smilansky
berpendapat bahwa anak usia 2 tahun berada dalam masa bermain
fungsional (Functional Play) dimana anak senang akan gerakan yang
bersifat sederhana dan berulang-ulang (Wolfgang, 1992).
Di samping itu pada usia 2 tahun juga dikatakan bahwa anak berada
dalam masa bermain menjelajah dimana kegiatannya semakin bervariasi
seiring dengan meningkatnya koordinasi dan ketrampilan motorik anak.
Kegiatan mengamati dan meneliti benda tidak hanya seputar di dalam
rumah saja tetapi juga sudah ke lingkungan rumahnya dan ini membantu
anak dalam mengembangkan sikap mandiri karena dalam kegiatan ini anak
berada jauh dari orang tuanya (Turner dan Helms, 1993).

38
e) Kebutuhan Perkembangan Usia 3/4 Tahun

Pada saat memasuki usia 3 tahun, biasanya seorang anak akan semakin
mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya. Pada
tahapan usia ini anak mulai menyadari apa yang ia rasakan dan apa yang
telah mampu dilakukan dan yang belum mampu ia lakukan. Kesadaran ini
didukung oleh kemampuannya yang pesat dalam perkembangan bahasa.
Perbendaharaan katanya sudah cukup banyak untuk mengkomunikasikan
keinginannya. Rasa egosentrisnya masih kuat dimana anak merasakan
bahwa dirinya adalah “pusat dunia”, dan semua hal yang ada di dunia ini
tersedia untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini berpengaruh pada
perilaku anak ketika bermain, ia memasuki tahap bermain paralel dimana
seorang anak bermain bersama anak lain tanpa interaksi dan enggan bila
mainannya dipinjam atau menolak mengembalikan mainan yang
dipinjamnya. Tak heran kegiatan bermain pada anak usia ini kerap
diwarnai konflik atau pertikaian namun biasanya bersifat sementara saja.
Perilaku anak usia 3 tahun diwarnai imajinasi, umumnya mereka masih
sulit untuk membedakan antara imajinasi dengan realitas. Keadaan ini
membuatnya tampak seperti pembual kecil, sebagian besar dari mereka
bahkan seringkali memiliki teman imajiner. Namun hal ini tidak perlu
dikhawatirkan karena kegiatan berfantasi bagi anak usia ini merupakan hal
yang penting dan merupakan refleksi dari perkembangan tubuhnya yang
sehat. Lambat laun imajinasi anak akan berkurang seiring dengan
meningkatnya pemahamannya akan realitas yang terdapat di dunia
sekitarnya.
Umumnya masa kanak-kanak dibagi menjadi masa kanak-kanak awal
dan masa kanak-kanak akhir. Salah satu ciri tertentu dari periode awal
masa kanak-kanak tercermin dalam sebutan yang biasanya diberikan oleh
orang tua, pendidik dan ahli psikologi, yaitu „usia sulit ‟. Sebagian besar
orang tua menganggap awal masa kanak-kanak sebagai usia yang
mengundang masalah. Pada masa ini mereka seringkali bandel, keras
kepala, tidak menurut/negativisme dan melawan dan atau seringkali marah

39
tanpa alasan. Kondisi lainnya pada malam hari seringkali terganggu oleh
mimpi buruk dan pada siang hari ada rasa takut yang tidak rasional,
mereka cemburu pada adik baru atau pada teman sebayanya yang tampil
beda dengannya.
Mengingat perkembangan utama yang terjadi selama awal masa kanak-
kanak adalah berkisar pada seputar penguasaan dan pengendalian
lingkungan, banyak ahli psikologi melabelkan awal masa kanak-kanak
sebagai usia penjelajah, sebuah label yang menunjukkan bahwa anak-
anak ingin mengetahui keadaan lingkungannya, bagaimana
mekanismenya, bagaimana perasaannya dan bagaimana ia dapat menjadi
bagian dari lingkungan. Salah satu cara yang umum dalam menjelajahi
lingkungan adalah dengan bertanya. Jadi periode ini sering juga disebut
usia bertanya. Selain itu, karena masa ini merupakan masa peka untuk
menjadi sama dengan orang lain di sekitarnya, sehingga periode ini
dikenal juga sebagai usia meniru seperti meniru pembicaraan atau
tindakan orang yang dilihatnya baik yang sesuai norma atau pun terkadang
sesuatu tingkah laku buruk yang tidak pantas ia lakukan.

f) Kebutuhan Perkembangan Usia 4/5 Tahun


Sekitar usia 4 tahun seorang anak semakin bersemangat untuk
mempelajari hal-hal baru. Keadaan ini ditandai dengan semakin seringnya
anak mengajukan pertanyaan sebagai wujud dari rasa keingintahuannya,
seperti: “Kenapa adik bayi harus minum susu ibu (ASI maksudnya)?” atau
“Bagaimana terjadinya pelangi?” Rasa ingin tahu anak semakin hari akan
semakin banyak dengan variasi pertanyaan yang juga semakin kompleks
termasuk juga masalah seksual. Suatu hari, anak mungkin akan bertanya:
“Bagaimana cara ia hadir ke dunia?”. Bahkan bukan tak mungkin akan
diMampui seorang anak sedang memegang atau memeriksa alat
genitalnya. Sebagian orang tua tentunya akan merasa bingung dan atau
kesal dengan polah tingkah anaknya. Namun, sebenarnya hal ini tidak
perlu terlalu dikhawatirkan dan perlu diingat bahwa keadaan ini

40
merupakan fase normal yang biasa dilewati oleh setiap anak, untuk itu
bantulah anak melewati fase ini dengan baik lewat sikap bijaksana dengan
cara memberikan penjelasan yang bersifat wajar dan disesuaikan dengan
tingkat kemampuan berpikirnya.
Pada umumnya di akhir usia yang keempat, daya khayal anak semakin
menipis seiring dengan meningkatnya kemampuan memahami realitas.
Kemampuan mengatasi masalah pun meningkat dimana anak mulai mahir
mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan cara yang lebih tepat.
Penyesuaian diri dengan lingkungannya ini disebabkan oleh
kemampuannya untuk membedakan mana yang salah dan mana yang
benar. Kontrol internal ini memudahkan anak bergaul dengan teman
sebayanya. Hal ini juga berdampak terhadap perubahan tahapan bermain
anak, yaitu dari tahap bermain asosiatif (= terjadi interaksi dalam
kelompok bermain, namun masih sering terjadi konflik) ke tahap bermain
kooperatif (= mampu bekerja sama, mendengarkan dan merespon dengan
tepat) saat anak sedang bermain.
(1) Perkembangan Fisik / Motorik
Jenis perubahan dalam perkembangan fisik anak usia 4 tahun terdiri
dari:
a) Perubahan ukuran
Perubahan ukuran ini mengarah pada perubahan fisik, misalnya
perubahan tinggi badan, perubahan berat badan begitu juga
perubahan organ-organ tubuh seperti: ukuran otak, pertumbuhan
gigi, pengerasan tulang, perkembangan syaraf dan lain-lain.
b) Perubahan proporsi
Perbandingan proporsi tubuh anak dengan orang dewasa sangat
berbeda. Pada anak proporsi tubuh sudah mulai seimbang
dibandingkan pada saat bayi. Dari usia bayi sampai dewasa
pertumbuhan otak pesat sekali sehingga itu yang menyebabkan
bayi terlalu berat di bagian atas.

41
c) Hilangnya ciri lama
Semakin bertambahnya usia, ciri-ciri fisik tertentu mulai
menghilang karena tidak lagi diperlukan, seperti halnya gigi susu.
d) Timbulnya ciri-ciri baru
Ciri fisik yang baru yaitu adanya gigi tetap dan karakteristik jenis
kelamin primer dan sekunder. Perkembangan motorik dibagi 2,
yaitu :
1. Motorik kasar : keterampilan yang melibatkan otot-otot besar
2. Motorik halus : keterampilan yang melibatkan gerakan otot-
otot kecil.

1. Keterampilan lokomotor yang meliputi: berlari, meloncat,


meluncur, berguling dan sebagainya.
2. Keterampilan non lokomotor yang meliputi gerakan anggota,
tubuh dengan posisi tubuh di tempat; berayun, bergoyang,
memutar dan lain-lain.
3. Keterampilan memproyeksi, menangkap dan menerima.
Kegiatan ini Mampu dilihat pada waktu anak menangkap,
melempar, menendang, melambung bola, dan lain-lain.
Perkembangan kognitif pada anak usia 4 tahun menurut teori Piaget
berada pada tahap praoperasional, pemikirian praoperasional juga
mencakup transisi dari penggunaan simbol-simbol primitif ke yang
lebih maju (Santrock, 1998), secara garis besarnya pemikiran pra
operasional Mampu dibagi ke dalam dua sub tahap, yaitu sub tahap
simbolis dan sub tahap pemikiran intuitif (heterington & Parke, 1979;
Seifert & Hoffnung, 1994).
(2) Perkembangan Bahasa
Di usia ini, rata-rata anak Mampu membuat kalimat yang terdiri dari 4
– 5 kata. Mereka juga mulai Mampu mengeluarkan kalimat negatif,
kalimat tanya, dan kalimat pasif yang tepat. Pada masa ini, anak
Mampu menggunakan kalimat kompleks dan multikausal (hubungan

42
sebab akibat), misalnya saya makan karena lapar. Anak juga sering
menyambung kalimat untuk mengungkapkan cerita, misalnya
penggunaan, “…abis itu…abis itu…”. Selain itu mereka juga mulai
melakukan private speech, yaitu bicara keras pada diri sendiri tanpa
ada maksud berkomunikasi. Anak usia 4 – 5 tahun Mampu
memainkan peran orang yang lebih dewasa dari usianya. Bila seorang
anak berperan sebagai “ibu” maka ia akan berbicara dan bertingkah
laku sebagai layaknya ibu. Bermain peran ini sangat penting bagi
perkembangan bahasa seorang anak karena anak-anak secara tidak
langsung akan dituntut untuk membayangkan dan mengucapkan
banyak kata.
(3) Perkembangan Emosi dan Sosial
Emosi merupakan bentuk komunikasi yang dipergunakan anak
untuk menyampaikan perasaan, kebutuhan atau keinginannya kepada
orang lain. Selain itu, emosi sebagai pengatur jarak sosial, misalnya
bila tersenyum anak mau mengadakan hubungan dengan orang lain,
maka dengan pernyataan marah menyebabkan orang menjauhi dirinya.
Pada usia 4 tahun, anak sudah mulai menyadari akunya, bahwa
akunya (dirinya) berbeda dengan bukan Aku (orang lain atau benda).
Kesadaran ini diperoleh dari pengalamannya, bahwa tidak semua
keinginannya dipenuhi oleh orang lain atau benda lain. Bersamaan
dengan itu berkembang pula perasaan harga diri yang mentuntut
pengakuan dari lingkungannya.
Menurut Gordon dan Browne (1985: 332-273), emosi yang
berkembang pada usia pra sekolah adalah kemampuan mengenal
perasaan baik memberi nama perasaan maupun menerima perasaan.
Hal itu sesuai dengan penMampu Wetherington dan Paskel bahwa
emosi anak mempunyai berbagai fungsi guna mengkomunikasikan
kebutuhan, suasana hati, dan perasaan.
Kegembiraan, kesenangan, kenikmatan merupakan perasaan yang
positif, nyaman, karena terpenuhi keinginannya. Pada usia 4 tahun,

43
anak tertawa karena aktifitasnya sendiri. Misalnya anak menyusun
rumah dari balok-balok dan kemudian merobohkannya dengan sekali
pukul. Kegembiraan lainnya Mampu dilihat ketika dia bermain
dengan teman sebayanya, terutama saat ia Mampu menunjukkan
kemampuan yang melebihi teman-temannya. Kegiatan yang dilakukan
bebas dan spontan akan menimbulkan kegembiraan pada anak.
Takut merupakan perasaan terancam oleh suatu objek yang
dianggap membahayakan. Usia antara 2-6 tahun merupakan masa
puncak bagi rasa takut yang khas di dalam pola perkembangan yang
normal, karena anak Mampu mengenal bahaya, tapi kurang
pengalaman sehingga menyebabkan anak kurang mampu mengenal
apakah sesuatu berbahaya merupakan ancaman atau tidak
(Hurlock,1995,h.215). Pada anak, rasa takut akan nampak jelas.
Misalnya menangis, gemetar, melarikan diri, berteriak, berpegang erat
pada orang dewasa dan sebagainya.
Cemas merupakan rasa takut yang bersifat khayalan, yang tidak
ada objeknya. Kecemasan ini muncul dari situasi-situasi yang
dikhayalkan berdasarkan pengalaman yang diperoleh baik perlakuan
orang tua, buku-buku bacaan, radio atau film. Rasa cemas sering
berkembang dan melemahkan kepercayaan pada diri sendiri, sehingga
menimbulkan perasaan tidak mampu pada anak. Ekspresi rasa cemas
pada anak dapet terlihat seperti murung, gugup, mudah tersinggung,
tidur yang tidak nyenyak dan cepat marah.
Marah merupakan perasaan tidak senang atau benci baik terhadap
orang lain, diri sendiri, atau objek tertentu, yang diwujudkan dalam
bentuk verbal (kata-kata kasar/makian/sumpah) atau non verbal
(seperti mencubit, memukul, menampar, menendang dan merusak).
Pada anak usia 4 tahun, marah timbul karena merasa dihambat, atau
dikekangnya suatu aktivitas. Kemarahan mudah timbul pada anak
yang sakit, lelah dan lapar. Reaksi kemarahan secara garis besar
Mampu dibagi dua golongan, yaitu :

44
1. Marah impulsif (agresi)
Reaksi ini Mampu berupa reaksi fisik atau kata-kata, Mampu
ringan atau kuat. Ledakan marahnya yang kuat itu disebut juga
temper tantrums.
2. Marah yang ditekan (impunitive)
Reaksi ini tidak dicetuskan karena ditekan atau ditahan. Biasanya
anak bereaksi dengan cara menarik diri atau melarikan diri dari
orang yang menyebabkan marah.
Cemburu merupakan perasaan tidak senang terhadap orang lain
yang dipandang telah merebut kasih sayangnya dari seseorang yang
telah mencurahkan kasih sayang kepadanya. Sumber yang
menimbulkan rasa cemburu selalu bersifat situasi sosial, hubungan
dengan orang lain.
Kasih sayang merupakan perasaan senang untuk memberikan
perhatian, atau perlindungan terhadap orang lain, hewan atau benda.
Perasaan ini berkembang berdasarkan pengalamannya yang
menyenangkan dalam berhubungan dengan orang lain, hewan atau
benda.
Phobia merupakan perasaan takut terhadap objek yang tidak patut
ditakutinya (takut yang abnormal) seperti takut ulat, takut kecoa dan
takut air. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orang tua yang suka
menakut-nakuti
Ingin tahu (curiousty) merupakan perasaan ingin mengenal,
mengetahui segala sesuatu atau objek-objek baik yang bersifat fisik
maupun nonfisik. Masa bertanya (masa haus nama) ini dimulai pada
usia 3 tahun dan mencapai puncaknya pada usia sekitar 6 tahun.
(4) Perkembangan Sosial
Perkembangan sosial anak dimulai
dari lingkungan keluarga. Dalam
lingkungan keluarga itu, anak
berinteraksi dengan orang tua dan

45
saudara-saudaranya, setelah itu ia mulai tertarik pada dunia di luar
keluarganya. Hasil interaksi itu akan membentuk perilaku sosial yang
merupakan pengalaman bagi anak.
(5) Perkembangan Moral
Moral berasal dari bahasa Latin “mores” yang mengandung arti tata
cara kebiasaan atau adat. Tingkah laku atau perilaku bermoral berarti
perilaku yang sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat.
Perilaku ini dikendalikan oleh konsep-konsep moral dan peraturan-
peraturan yang telah menjadi kebiasaan bagi suatu budaya di
masyarakat itu, serta Mampu menentukan pola perilaku yang
diharapkan.
Perilaku amoral atau perilaku tidak bermoral ialah perilaku yang
tidak sesuai dengan norma-norma agama dalam masyarakat dan tidak
sesuai dengan harapan masyarakat. Pada saat dilahirkan bayi tidak
memiliki nilai-nilai moral tetapi dalam dirinya terMampu potensi
moral yang siap untuk dikembangkan. Nilai moral akan berkembang
secara bertahap. Pada usia 3-4 tahun nilai moral berkembang.

g) Kebutuhan Perkembangan Usia 5/6 Tahun


Usia 5 tahun merupakan masa periode prasekolah karena pada saat ini
sebagian besar anak-anak sudah mulai mengikuti pendidikan formal. Inilah
masa penting untuk mengembangkan semua kemampuan fisiknya agar ia
sukses menghadapi tantangan di jenjang sekolah dasar. Tingkah laku anak
pada usia 5 tahun ini tidak lagi didominasi oleh tingkah laku spontan,
tetapi sudah merupakan tingkah laku yang terkendali. Anak pun semakin
mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya. Daya
khayal anak pun semakin menipis seiring dengan meningkatnya
kemampuan memahami realitas. Banyak ahli psikologi melabelkan awal
masa kanak-kanak (usia 5 tahun ) sebagai usia penjelajah, sebuah label
yang menunjukkan bahwa anak-anak ingin mengetahui keadaan
lingkungannya. Salah satu cara yang umum dalam menjelajahi

46
lingkungannya dengan bertanya. Selain itu, menurut Montessori masa ini
merupakan masa peka terhadap stimulus yang diterimanya melalui panca
inderanya. Anak Mampu meniru tindakan atau pembicaraan orang yang
dilihatnya baik sesuai norma ataupun tingkah laku yang tidak pantas ia
lakukan. Satu hal yang cukup dominan pada masa ini, munculnya berbagai
bentuk kreativitas dalam bermain.
Mampu dikatakan bahwa usia 5 tahun adalah masa usia keemasan bagi
anak. Selain ditandai dengan munculnya masa peka terhadap sejumlah
aspek perkembangan, masa ini ditandai dengan berbagai bentuk kreativitas
dalam bermain yang muncul dari daya imajinasi anak. Pemberian stimulasi
yang sesuai dengan perkembangan anak akan menjadikan mereka lebih
matang secara fisik maupun psikis. Stimulasi adalah rangsangan yang
datang dari luar lingkungan di luar diri anak. Stimulasi sangat penting bagi
seorang anak sebab stimulasi Mampu berfungsi sebagai penguat
terwujudnya potensi yang ada pada anak.
Periode ini juga merupakan masa yang penting bagi keberlangsungan
perkembangan anak di masa akan datang. Berhasil atau gagalnya anak
dalam menjalani periode ini akan menentukan proses selanjutnya. Untuk
membantu anak dalam mencapai keberhasilan perkembangannya maka
perlu dipikirkan suatu program stimulasi untuk mengembangkan potensi
anak usia 5 tahun.
Peran dan tanggung jawab pendidik pada proses pembimbingan dan
pengasuhan pada anak sangat besar, terutama dalam membantu anak
melewati masa penting usia 5 tahun.
Pendidik harus memberikan kesempatan
pada setiap anak untuk Mampu melakukan
sesuatu, baik secara individual maupun
kelompok sehingga anak akan memperoleh
pengalaman dan pengetahuan (Dewey
dalam Soejono,1978).

47
Selain hal di atas, akan dipaparkan tentang Metode “OED” (Observer,
Exploration dan Development) yang merupakan suatu cara terbaik untuk
mengembangkan berbagai potensi kecerdasan anak sehingga
perkembangan anak berjalan secara optimal sesuai dengan tahapan
perkembangannya. Berbagai stimulasi yang Mampu diberikan pada anak
dalam metode OED misalnya melalui visual (yang Mampu dilihat), verbal
(melalui ucapan atau kata-kata) dan stimulasi auditif (yang Mampu
didengar) serta stimulasi taktil (yang Mampu disentuh atau diraba).

B. Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak


1. Rasional
Tujuan dan sasaran kurikulum PAUD didasarkan pada kajian
konseptual tentang bagaimana seharusnya anak usia dini belajar melalui
bermain. Untuk itu, maka pengembangan kurikulum secara komprehensif
dilakukan melalui model kurikulum berbasis bermain kreatif.
Selanjutnya pengembangan kurikulum di Indonesia didasari pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 137 Tahun 20014
tentang Standar PAUD dan Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum
PAUD. Selama ini sebelum kedua Permendikbud dikeluarkan seringkali
terjadi ketidakpahaman tentang keduanya. Standar PAUD adalah standar
minimal yang diberlakukan untuk semua penyelenggaraan PAUD di
seluruh Indonesia; Sedangkan Kurikulum adalah penerapan secara
kongkrit program prmbelajaran di masing-masing satuan pendidikan,
yang disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

2. Struktur kurikulum PAUD


Memuat program-program pengembangan yang mencakup: nilai
agama dan moral; fisik-motorik; kognitif; bahasa; sosial-emosional; dan
seni dengan penjelasan sebagai berikut:
(a) Program pengembangan nilai agama dan moral sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup perwujudan suasana

48
belajar untuk berkembangnya perilaku baik yang bersumber dari
nilai agama dan moral serta bersumber dari kehidupan
bermasyarakat dalam konteks bermain.
(b) Program pengembangan fisik-motorik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b mencakup perwujudan suasana untuk
berkembangnya kematangan kinestetik dalam konteks bermain.
(c) Program pengembangan kognitif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya
kematangan proses berfikir dalam konteks bermain.
(d) Program pengembangan bahasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya
kematangan bahasa dalam konteks bermain.
(e) Program pengembangan sosial-emosional sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e mencakup perwujudan suasana untuk
berkembangnya kepekaan, sikap, dan keterampilan sosial serta
kematangan emosi dalam konteks bermain.
(f) Program pengembangan seni sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf f mencakup perwujudan suasana untuk berkembangnya
eksplorasi, ekspresi, dan apresiasi seni dalam konteks bermain.
(g) Program pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan melalui rangsangan pendidikan yang dilakukan oleh
pendidik dalam kegiatan belajar melalui suasana bermain.
(h) Belajar melalui bermain sebagaimana dimaksud pada ayat (8)
merupakan kegiatan belajar anak yang dilakukan melalui suasana
dan aneka kegiatan bermain.
(i) Program pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk pencapaian Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.

49
3. Indikator Pencapaian Perkembangan Anak
Indikator pencapaian perkembangan anak sebagaimana dimaksud
disusun berdasarkan kelompok usia. Kelompok usia sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a) lahir sampai usia 3 (tiga) bulan;
b) usia 3 (tiga) bulan sampai usia 6 (enam) bulan;
c) usia 6 (enam) bulan sampai usia 9 (sembilan) bulan;
d) usia 9 (sembilan) bulan sampai usia 12 (dua belas) bulan;
e) usia 12 (dua belas) bulan sampai usia 18 (delapan belas) bulan;
f) usia 18 (delapan belas) bulan sampai usia 2 (dua) tahun;
g) usia 2 (dua) tahun sampai usia 3 (tiga) tahun;
h) usia 3 (tiga) tahun sampai usia 4 (empat) tahun;
i) usia 4 (empat) tahun sampai usia 5 (lima) tahun; dan
j) usia 5 (lima) tahun sampai usia 6 (enam) tahun.

4. Instrumen Tingkat Pencapaian Perkembangan


Anak a. Makna Penilaian TPPA
Penilaian tingkat pencapaian perkembangan anak merupakan
proses mengumpulkan dan mengkaji berbagai informasi secara
sistematis, terukur, berkelanjutan, serta menyeluruh tentang
pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak selama
kurun waktu tertentu. Agar hasil pengukuran pencapaian
perkembangan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, maka
diperlukan instrumen yang baku dan terpercaya.
Instrumen ini menjadi acuan bagi para guru PAUD dalam merekam
dan menyimpulkan capaian perkembangan anak secara tepat dan
benar. Pengukuran ini diharapkan akan menghasilkan profil
perkembangan anak Indonesia berdasarkan kelompok usia maupun
pada akhir anak mengikuti pendidikan di satuan PAUD.

50
b. Tujuan dan Lingkup Penilaian Pencapaian Perkembangan
Anak
Tujuan Penilaian
1. Memperoleh data capaian perkembangan anak secara utuh dari
enam lingkup perkembangan.
2. Memperoleh data profil capaian perkembangan anak.
3. Memperoleh data pemetaan tingkat capaian perkembangan
yang dicapai oleh anak setelah mengikuti layanan PAUD di
seluruh Indonesia sebelum masuk jenjang dan jenis sekolah
tertentu.
Lingkup Perkembangan
Lingkup perkembangan sebagaimana tercantum dalam
Permendikbud nomor 137 tahun 2014 tentang Standar Nasional
Pendidikan Anak Usia Dini, meliputi:
1. Nilai Agama dan Moral, meliputi: Kemampuan mengenal
nilai agama yang dianut; Mengerjakan ibadah; Berperilaku
jujur, penolong, sopan, hormat, sportif; Menjaga kebersihan
diri dan lingkungan; Mengetahui hari besar agama;
Menghormati dan toleran terhadap agama orang lain
2. Fisik Motorik, yaitu: Motorik Kasar, mencakup kemampuan
gerakan tubuh secara terkoordinasi, lentur, seimbang, lincah,
lokomotor, non-lokomotor, dan mengikuti aturan;
Motorik Halus, mencakup kemampuan dan kelenturan
menggunakan jari dan alat untuk mengeksplorasi dan
mengekspresikan diri dalam berbagai bentuk.
Kesehatan dan Perilaku Keselamatan, mencakup berat
badan, tinggi badan, lingkar kepala sesuai usia serta
kemampuan berperilaku hidup bersih, sehat, dan peduli
terhadap keselamatannya.
3. Kognitif, mencakup: Belajar dan Pemecahan Masalah,
mencakup kemampuan memecahkan masalah sederhana dalam

51
kehidupan sehari-hari dengan cara fleksibel dan diterima sosial
serta menerapkan pengetahuan atau pengalaman dalam konteks
yang baru; Berfikir Logis, mencakup berbagai perbedaan,
klasifikasi, pola, berinisiatif, berencana dan mengenal sebab-
akibat; Berfikir Simbolik, mencakup kemampuan mengenal,
menyebutkan dan menggunakan konsep bilangan, mengenal
huruf, serta mampu merepresentasikan berbagai benda dan
imajinasinya dalam bentuk gambar.
4. Bahasa, meliputi: Memahami Bahasa Reseptif, mencakup
kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi
dan menghargai bacaan; Mengekspresikan Bahasa, mencakup
kemampuan memahami cerita, perintah, aturan, menyenangi
dan menghargai bacaan; mengekspresikan bahasa, mencakup
kemampuan bertanya, menjawab pertanyaan, berkomunikasi
secara lisan, menceritakan kembali yang diketahui, belajar
bahasa pragmatik, mengekspresikan perasaan, ide, dan
keinginan dalam bentuk coretan; Keaksaran, mencakup
pemahaman terhadap hubungan bentuk dan bunyi huruf,
meniru bentuk huruf, serta memahami kata dalam cerita.
5. Sosial Emosional, terdiri atas: Kesadaran Diri, terdiri atas
memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri
dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaikan diri
dengan orang lain; Rasa Tanggung Jawab untuk diri dan
orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-haknya,
mentaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung
jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama; Perilaku
Prososial, mencakup kemampuan bermain dengan teman
sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta
menghargai hak dan pendapat orang lain; bersikap kooperatif,
toleran, dan berperilaku sopan.

52
6. Seni, meliputi kemampuan mengeksplorasi dan
mengekspresikan diri, berimajinasi dengan gerakan, musik,
drama dan beragam bidang seni lainnya (seni lukis, seni rupa,
kerajinan), serta mampu mengapresiasi karya seni, gerak dan
tari serta drama;

Instrumen Pemantauan Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak


Usia Dini
Untuk memudahkan pengisian instrumen, maka disusun rubrik
sebagai acuan dalam memberikan penilaian. Rubrik merupakan
panduan penilaian yang menggambarkan kriteria yang diharapkan
dalam menilai atau memberi tingkatan dari perkembangan anak. Skala
yang digunakan dalam Rubrik:
1. Berkembang Sangat Baik (BSB)
2. Berkembang Sesuai Harapan (BSH)
3. Mulai Berkembang (MB)
4. Belum Berkembang (BB)

Makna Capaian perkembangan


Adapun Skala Penilaian Capaian Perkembangan Anak,
menggambarkan perilaku anak yang dapat diamati (observable) dan
dapat diukur (measurable).
Berkembang Sangat Baik (BSB):
Bila anak sudah dapat melakukkanya secara mandiri dan sudah
dapat membantu temanya
yang belum memcapai kemampuan sesuai dengan indikator yang
diharapkan.
Berkembang Sesuai Harapan (BSH):
Bila anak sudah dapat melakukannya secara mandiri dan konsisten
tanpa harus diingatkan atau dicontohkan oleh guru.
Mulai Berkembang (MB):

53
Dalam proses belajar anak masih harus diingatkan atau dibantu
oleh guru.
Belum Berkembang (BB)
Dalam proses belajar dilakukan dengan bimbingan atau
dicontohkan oleh guru.

Prosedur Penggunaan Instrumen Pemantauan Tingkat


Pencapaian Perkembangan Anak
1. Penilaian capaian perkembangan digunakan sebagai acuan
untuk guru dalam menetapkan posisi anak pada tingkat capaian
perkembangan anak.
2. Penilaian capaian perkembangan memberikan panduan guru
dalam melakukan asesmen secara objektif.
3. Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak terdiri dari 4 skala
penilaian, yaitu Berkembang Sangat Baik (BSB), Berkembang
Sesuai Harapan (BSH), Mulai Berkembang (MB), Belum
Berkembang (BB).
4. Empat (4) Skala Penilaian capaian perkembangan anak disertai
dengan kriteria dan deskriptor yang menggambarkan aktivitas yang
dapat dilakukan anak sesuai dengan indikator yang dicapai.
5. Hasil pemantauan capaian perkembangan anak menjadi
rekomendasi pengembangan program berikutnya dan kesiapan
belajar anak untuk mengikuti jenjang selanjutnya.

Langkah-langkah Penggunaan Instrumen TPPA


1. Sebelum melaksanakan penilaian capaian perkembangan anak,
tentukan terlebih dahulu lingkup perkembangan dan indikator
apa yang akan dilihat.
2. Pahami Rubrik penilaian pencapaian perkembangan anak yang
meliputi 2 bagian yaitu daftar kriteria Forum Diskusi dan
gradasi/tingkat pencapaian kriteria. Setiap kriteria di dalam

54
rubrik merupakan acuan kinerja yang menjadi dasar untuk
menilai respons anak.
3. Penilaian capaian perkembangan anak sesuai dengan hasil
pengamatan guru dan menjadi pedoman ketika guru
melaksanakan proses asesmen.
4. Amati perkembangan anak dan lakukan identifikasi sesuai
dengan rubrik dan berikan penilaian pada instrumen pemantauan
tingkat capaian perkembangan anak dengan cara memberikan
tanda centang (v) pada hasil capaian perkembangan anak.

Instrumen pemantauan tingkat pencapaian perkembangan anak ini


digunakan sebagai acuan atau petunjuk bagi para guru dan pendidik
PAUD dalam memantau perkembangan anak di satuan/lembaga
PAUD. Hasil pemantauan akan memberikan gambaran profil
perkembangan anak di satuan pendidikan, selanjutnya dapat di jadikan
gambaran profil perkembangan anak pada satu wilayah ataupun
sebagai profil perkembangan anak Indonesia secara umum BUKAN
digunakan untuk mengukur kemampuan perkembangan anak secara
individu, dan BUKAN untuk dijadikan bahan pelaporan
perkembangan anak kepada orang tua.
Untuk memperoleh profil kemampuan anak maka perlu adanya
pengolahan hasil pengisian intrumen pemantauan yang minimal dilakukan
untuk satu rombongan belajar, satu lembaga, satu wilayah sampai akhirnya
menjadi profil anak Indonesia. Pengolahan data hasil penilaian
kemampuan tingkat pencapaian perkembangan anak dikonversikan secara
kuantitaf sehingga dapat mengukur ketercapaian setiap indikator, setiap
aspek perkembangan maupun seluruh aspek perkembangan.
Hasil dari profil pencapaian perkembangan ini dapat menjadi
landasan dalam memberikan tindak lanjut proses pembelajaran apakah
dalam satu kelompok telah mencapai perkembangan sesuai tahapannya
atau perlu mendapatkan stimulasi bahkan memerlukan intervensi.

55
Berdasarkan data tersebut guru/sekolah dapat memanfaatkan hasilnya
untuk menyusun perencanaan atau kurikulum disekolahnya masing-
masing. Bagi pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat hasil
pengolahan data dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan.

Catatan Khusus:
Langkah Penggunaan Instrumen TPPA ini dapat dipelajari lebih
lanjut melalui dokumen “Instrumen Pemantauan Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak (TPPA) Usia 5 - 6 Tahun” yang diterbitkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini Dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini (Tahun 2018).

C. RANGKUMAN
Kebutuhan Perkembangan Anak Usia Dini, beragam kebutuhan
perkembangan anak usia dini, terdiri dari: nilai agama dan moral; fisik-
motorik; kognitif; bahasa; sosial-emosional; dan seni yang dibagi menjadi
masa/ periode janin, anak lahir – 12 bulan, usia ½ tahun, usia 2/3 tahun, usia ¾
tahun, usia 4/5 tahun dan usia 5/6 tahun.
Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak, berisi standar capaian
perkembangan pada setiap individu di setiap rentang usia. Terdiri dari 6 (enam)
lingkup perkembangan, yaitu: nilai agama dan moral; fisik-motorik; kognitif;
bahasa; sosial-emosional; dan seni.

D. FORUM DISKUSI
Untuk lebih memantapkan pemahaman anda tentang isi bab ini, maka
lakukanlah diskusi dengan 2 atau 3 orang rekan kerja sejawat dengan topik-
topik sebagai berikut:

56
1. Mengkaji kebutuhan perkembangan anak usia dini
2. Menggunakan Instrumen Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak.
Setiap orang diminta menyusun ringkasan dan penyajikannya pada rekan
lainnya. Lalu, buat kesimpulan dari ketiga topik tersebut.

57
E. TES FORMATIF
Petunjuk : Bacalah dengan cermat butir-butir soal dibawah ini yang berisi
kalimat pertanyaan dengan 5 opsi dalam bentuk pilihan ganda.
Berilah lingkaran pada huruf a,b,c,d atau e pada jawaban yang
saudara anggap benar.

1. Bu Vivi dan Bu Intan memiliki anak yang usianya sama. Kedua anak
mereka memiliki perkembangan yang berbeda. Anak dari Bu Vivi
tergolong cepat dan anak dari Bu Intan tergolong lambat
perkembangannya. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut adalah…
A. Faktor nature
B. Faktor nuture
C. Faktor asupan gizi
D. Semua jawaban salah
E. Semua jawaban benar
2. Bu Rina sedang mengandung anak pertamanya. Tanpa disadari ia telah
mengonsumsi Napza yang diberikan oleh orang tidak dikenal pada
minuman yang ia terima. Janin yang dikandung oleh Bu Rina akan
mengalami…
A. Berkembang dengan baik
B. Berkembang dengan pesat
C. Berat badan bertambah dengan normal
D. Berat badan rendah berpotensi lahir cacat
E. Berat badan stabil, tidak ada perubahan
3. Bu Gina baru saja melahirkan anak pertamanya. Ia belum memahami
bagaimana karakteristik dari seorang bayi. Seorang bayi yang baru
dilahirkan ke dunia pada hari pertama atau kedua (pascanatal) memiliki
ciri-ciri sebagai berikut, kecuali…
A. Perilaku yang teratur
B. Tidak teratur dalam bernafas
C. Sering buang air kencing

58
D. Sering muntah
E. Sering berdesar
4. Seorang ahli pendidikan anak memberikan beberapa peristilahan yang
berhubungan dengan masa-masa tahun pertama, yaitu : 1) masa dasar
sesungguhnya, 2) masa berkurang ketergantungan, 3) masa meningkatnya
individualitas, 4) masa permulaan sosialisasi, 5) masa yang lucu dan
menarik dan 6) masa berbahaya. Peristilahan tersebut merupakan gagasan
dari tokoh…
A. Ki Hajar Dewantara
B. Maria Montessori
C. Elizabeth B. Hurlock
D. Jean Piaget
E. John Locke
5. Berikut pernyataan yang benar untuk ciri karakteristik anak usia 2-3 tahun
adalah…..
A. Anak usia 2-3 tahun berada pada tahap operasi formal yang belajar
melalui inderanya (five sense)
B. Anak usia 2-3 tahun berada pada tahap pra-operasional yang mulai
dapat menggunakan simbol
C. Anak usia 2-3 tahun berada pada tahap operasi konkret yang mulai
dapat mewakilkan sesuatu yang tidak ada
D. Anak usia 2-3 tahun berada pada tahap pra-operasional yang mulai
berpikir secara konkret
E. Anak usia 2-3 tahun berada pada tahap sensorimotor yang mulai
berpikir secara konkret
6. Anak usia 4-5 tahun pada perkembangannya sudah mulai mengalami
banyak peningkatan dari tahap sebelumnya. Banyak hal yang mulai
tumbuh dan berkembang, khususnya pada fisik anak. Berikut pernyataan
yang tidak sesuai dengan karakteristik perkembangan anak usia 4-5 tahun
adalah…
A. Gigi susu mulai menghilang karena tidak lagi diperlukan

59
B. Perubahan ukuran tinggi badan, berat badan dan organ-organ tubuh
seperti : otak, tulang dan syafar lainnya
C. Proporsi tubuh anak mulai seimbang dibandingkan pada masa bayi
D. Mampu melakukan gerakan lokomotor yang meliputi gerakan
anggota tubuh denga posisi tubuh di tempat seperti; berayun dan
bergoyang
E. Mampu melakukan keterampilan memproyeksi; menangkap dan
melempar bola
7. Bu Dedeh adalah seorang guru TK Negeri di wilayah Sumatera Barat. Ia
melakukan penilaian dengan menggunakan Instrumen Tingkat Pencapaian
Perkembangan Anak yang telah disediakan oleh Pemerintah Pusat. Hal
yang dilakukan Bu Dedeh diharapkan akan …
A. Memperoleh profil perkembangan anak secara individu
B. Memperoleh profil perkembangan anak untuk dilaporkan ke
orangtua
C. Memperoleh profil perkembangan anak-anaknya di tingkat sekolah
D. Memperoleh profil perkembangan anak-anaknya di tingkat
Indonesia
E. Memperoleh profil perkembangan anak sebagai bekal masuk ke
SD
8. Instrumen Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak yang ditebritkan oleh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan
Pendidikan Anak Usia Dini merupakan sebuah instrumen yang ditujukkan
untuk menilai capaian perkembangan anak
A. Usia 3-4 tahun
B. Usia 4-5 tahun
C. Usia 5-6 tahun
D. Usia 6-7 tahun
E. Semua jawaban benar karena masih dalam rentang usia dini

60
9. Pak Heri sedang melakukan penilaian dengan menggunakan Instrumen
Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak (ITPPA). Ia menyediakan
kegiatan bermain membuat lingkaran dengan menggunakan pensil warna.
Andi terlihat sudah bisa menggunakan alat tulis dengan cukup terampil
terlihat dari bagaimana ia memegang alat tulis dan pola lingkaran yang
dihasilkan; Maka dari itu dalam menilai perkembangan Andi, Pak Heri
akan memberikan penilaian
A. Perkembangan Andi berkembang sangat baik
B. Perkembangan Andi berkembang sesuai harapan
C. Perkembangan Andi mulai berkembang
D. Perkembangan Andi belum berkembang
E. Perkembangan Andi mengalami keterlambatan
10. Bu Tata mengadakan kegiatan di luar kelas. Ia menyediakan papan titian
sebagai rintangan yang harus dilewati anak. Selain itu ia juga memberikan
rintangan dengan melempar bola bola plastic ketika anak berjalan di atas
papan titian tersebut. Bu Tata tidak lupa melakukan penilaian
perkembangan pada setiap anak. Rudi berhasil melewati papan titian tanpa
terjatuh dan mampu menghindar dari lemparan bola plastik.
Perkembangan Rudi dinyatakan Berkembang Sangat Baik (BSB)
dikarenakan
A. Rudi sangat mampu dalam menggerakan tubuh secara seimbang,
lincah, lentur dan responsif.
B. Rudi mampu untuk menggerakan tubuh secara seimbang, lincah,
lentur dan responsif.
C. Rudi kurang mampu untuk menggerakan tubuh secara seimbang,
lincah, lentur dan responsif.
D. Rudi belum mampu untuk menggerakan tubuh secara seimbang,
lincah, lentur dan responsi.
E. Tidak ada jawaban yang benar

61
DAFTAR PUSTAKA
Bredekamp, Sue, Couple dan William. 1998. DAP in Early Childhood Programs
Serving Children from Birth throughAge 8. Washington, DC: NAEYC.

Catron,Carol.E dan Jan Allen. 1999. Early Childhood Curriculum: A Creative


nd
Play Model, 2 Edition. NewJersey: Merill Publ.

Dodge, Diane Trister dan Laura J. Colker, 2000. Creative Curriculum for Early
Childhood Washington, DC: Teaching Strategies.

Yuliani Nurani. 2019. Perspektif Baru Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks.

Yuliani Nurani dkk. 2012. Bermain Kreatif berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta.

Peraturan Pemerintah:
Permendikbud Nomor 137 Tahun 2014 tentang Standar PAUD.

Permendikbud Nomor 146 Tahun 2014 tentang Kurikulum PAUD

Dokumen “Instrumen Pemantauan Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak


(TPPA) Usia 5 - 6 Tahun” yang diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini Dan Pendidikan
Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Anak Usia Dini (Tahun 2018)

62
Kegiatan Belajar 3

PERMASALAHAN PERKEMBANGAN
DI LEMBAGA PAUD & PAUD INKLUSI

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Beragam permasalahan perkembangan anak seringkali terjadi di Lembaga
PAUD ataupun PAUD Inklusi, baik yang bersifat bawaan dari lahir ataupun
akibat pola perilaku yang kurang tepat pada diri anak. Permasalahan-
permasalahan yang terjadi haruslah segera dicari dan diberi solusi yang tepat
agar permasalahan tidak terus berkelanjutan. Artinya semakin solusi diberikan,
makam akan semakin cepat pula permasalahan tersebut diselesaikan secara
tuntas.
Deteksi dini terhadap munculnya permasalahan perkembangan serta
diagnosa yang diberikan oleh guru amat sangat dibutuhkan. Namun hal ini
sebatas pada kewenangan guru sebagai pendidik di kelas saja. Apabila dalam
penyelesaian masalah perkembangan guru tidak tidak sanggup lag mengatasi
permasalahan tersebut, maka guru perlu merujuk pada pihak-pihak terkait
dengan kewenangannya masing-masing, seperti merujuk ke konselor, psikolog,
dan ke dokter ataupun ke pihak-pihak lain yang relevan dengan permasaahan
perkembangan anak yang dihadapinya.

2. Relevansi
Sepanjang proses pembelajaran berlangsung baik didalam atau diluar kelas,
pastilah bermunculan permasalahan perkembangan anak. Permasalahan
tersebut mulai dari permasalahan yang ringan sampai berat. Untuk itu, guru
perlu mendapatkan pengetahuan yang cukup terhadap deteksi dini tumbuh
kembang anak dan melakukan diagnose sederhana diawal kemunculan
permasalahan perkembangan tersebut.

63
3. Petunjuk Belajar
Kegiatan belajar ini berisi sejumlah kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai diakhir kegiatan belajar yaitu peserta didik mampu melakukan deteksi
dini tumbuh kembang anak usia dini baik di Lembaga PAUD dan PAUD
Inklusi dan juga mampu melakukan diagnosa awal terhadap permasalahan
yang dihadapi.
Dalam kegiatan pembelajaran ini, materi pembelajaran bagi peserta didik
sebagai calon guru/guru dalam jabatan yang bersifat mandiri; Sehingga
mahasiswa PPG perlu mempelajari kegiatan belajar ini dengan seksama, lalu
mengimplementasikannya dalam membuat perencanaan pembelajaran. Modul
ini juga dilengkapi dengan materi pengayaan yang dapat diunggah berdasarkan
link yang diberikan (terlampir).

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu mengimplementasikan pembelajaran untuk anak usia dini yang
sesuai dengan tuntutan perkembangan abad 21

2. Pokok-Pokok Materi
A. Deteksi Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini
B. Diagnosa Permasalahan Perkembangan di Lembaga PAUD
C. Permasalahan Perkembangan di PAUD Inklusi

3. Uraian Materi
A. Deteksi Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini
1. Batasan Istilah
Anak bermasalah usia TK dan KB yang memiliki perilaku non
normatif (perilaku) dilihat dari tingkat perkembangannya, atau
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri baik pada waktu
belajar (konsentrasi) maupun dalam aktivitas bermain di sekolah atau di
rumah (sosial).

64
Untuk mengetahui apakah anak bermasalah atau
tidak, pendidik (orang tua, guru, orang dewasa
disekitar anak) perlu memahami tahapan
perkembangan anak dalam segala aspek.
KELUARGA
Pemahaman tersebut dapat membantu menganalisis
dan mengelompokkan anak pada kategori
bermasalah atau tidak.

SEKOLAH
2. Karakteristik Permasalahan Anak
2.1. Perkembangan Motorik
Berarti perkembangan pengendalian gerakan
MASYARAKAT
jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan
otot yang terkoordinasi. Perkembangan motorik terbagi dua yaitu
motorik halus dan motorik kasar. Motorik kasar merupakan gerakan
yang terjadi karena adanya koordinasi otot-otot besar, seperti:
berjalan, melompat, berlari, melempar dan menaiki. Motorik halus
berkaitan dengan gerakan yang menggunakan otot halus, seperti;
menggambar, menggunting, melipat kertas, meronce, dan lain
sebagainya.

Ciri khas perkembangan motorik anak usia TK adalah :


1) Memiliki kemampuan motorik yang bersifat kompleks, yaitu
mampu mengkombinasikan gerakan motorik dengan seimbang.
Keterampilan koordinasi motorik kasar terbagi atas tiga kelompok
yaitu keterampilan lokomotorik (berlari, melompat, menderap,
meluncur, berguling, berhenti, berjalan setelah berhenti sejenak,
menjatuhkan diri, dan mengelak), keterampilan nonlokomotorik
(menggerakan anggota tubuh dengan posisi tubuh diam ditempat,
berayun, berbelok, mengangkat, bergoyang, merentang, memeluk,
melengkung, memutar dan mendorong), dan keterampilan
memproyeksi, menangkap dan menerima (dapat dilihat pada waktu

65
anak menangkap bola, menggiring bola, melempar bola,
menendang bola, melambungkan bola, memukul dan menarik).
2) Anak memiliki motivasi instrinsik sehingga tidak mau berhenti
melakukan aktivitas fisik baik yang melibatan gerakan motorik
halus maupun motorik kasar.

2.2. Perkembangan Kognitif


Berarti proses yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan
syaraf pada waktu manusia sedang berpikir, berkembang secara
bertahap sejalan dengan perkembangan fisik dan syaraf-syaraf yang
berada di pusat susunan syaraf. Ciri khas perkembangan kognitif anak
TK adalah :
1) Anak sudah mampu menggambarkan objek yang secara fisik tidak
hadir, seperti anak mampu menyusun balok kecil untuk
membangun rumah-rumahan, menggambar, dll.
2) Anak tidak mampu memahami prespektif atau cara berpikir orang
lain (egosentris), seperti ketika menggambar anak menunjukkan
gambar ikan dari sudut pengamatannya.
3) Anak belum mampu berpikir kritis tentang apa yang ada dibalik
suatu kejadian, seperti anak tidak mampu menjawab alasan
mengapa menyusun balok seperti ini dll.

2.3. Perkembangan bahasa


Bahasa sebagai alat komunikasi tidak hanya berupa bicara, dapat
diwujudkan dengan tanda isyarat tangan atau anggota tubuh lainnya
yang memiliki aturan sendiri. Ciri khas perkembangan bahasa anak
TK adalah
1) Terjadi perkembangan yang cepat dalam kemampuan bahasa anak.
Anak dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar.
2) Telah menguasai 90% dari fonem (satuan bunyi terkecil yang
membedakan kata seperti kemampuan untuk merangkaikan bunyi

66
yang didengarnya menjadi satu kata yang mengandung arti
contohnya i, b, u menjadi ibu) dan sintaksis (tata bahasa, misal saya
memberi makan ikan” bukan ”ikan saya makan beri”) bahasa yang
digunakan.
3) Dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan. Anak sudah dapat
mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan
tersebut.
4) Sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata.
5) Lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut; warna,
ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan,
perbandingan, jarak, permukaan (kasar-halus)
6) Mampu menjadi pendengar yang baik.
7) Percakapan yang dilakukan telah menyangkut berbagai komentar
terhadap apa yang dilakukan oleh dirinya sendiri dan orang lain,
serta apa yang dilihatnya.
8) Sudah dapat melakukan ekspresi diri, menulis, membaca bahkan
berpuisi.

2.4. Perkembangan Psikososial


Merupakan perkembangan yang membahas tentang
perkembangan kepribadian manusia, khususnya yang berkaitan
dengan emosi, motivasi dan perkembangan kepribadian. Ciri khas
perkembangan psikososial anak TK adalah:
a) Sudah dapat mengontrol perilakunya sendiri.
b) Sudah dapat merasakan kelucuan (misalnya, ikut tertawa ketika
orang dewasa tertawa atau ada hal-hal yang lucu).
c) Rasa takut dan cemas mulai berkembang, dan hal ini akan
berlangsung sampai usia 5 tahun.
d) Keinginan untuk berdusta mulai muncul, akan tetapi anak takut
untuk melakukannya.
e) Perasaan humor berkembang lebih lanjut.

67
f) Sudah dapat mempelajari mana yang benar dan yang salah.
g) Sudah dapat menengkan diri
h) Pada usia 6 tahun anak akan menjadi sangat asertif, sering
berperilaku seperti boss (atasan), medominasi situasi, akan tetapi
dapat menerima nasihat.
i) Sering bertengkar tetapi cepat berbaikan kembali.
j) Anak sudah dapat menunjukkan sikap marah.
k) Sudah dapat membedakan yang benar dan yang tidak benar, dan
sudah dapat menerima peraturan dan disiplin.

3. Batasan Anak Bermasalah


Anak bermasalah di TK dapat dilihat dari :
a) Frekuensi perilaku menyimpang yang tampak, maksudnya seberapa
banyak tingkah laku yang menimbulkan masalah muncul, misalnya
anak ngambek setiap hari , malah beberapa kali dalam sehari maka
hal itu pertanda anak bermasalah.
b) Intensitas perilaku maksudnya tingkat kedalaman perilaku anak
yang bermasalah, misalnya, rentang perhatian anak untuk
konsentrasi sangat pendek, anak mudah beralih perhatiannya baik
dalam belajar atau bermain.
c) Usia anak yaitu tingkah laku anak yang mencolok yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan anak seusianya.
d) Ukuran norma budaya, maksudnya, anak dikatakan bermasalah
sangat bergantung pada ukuran budaya setempat.

Apakah anak TK yang terlambat perkembangannya sama artinya


dengan anak yang bermasalah? Jawabannya ya dan tidak
YA, jika anak yang terlambat dalam perkembangan tersebut sulit
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial dan rumah.
TIDAK, jika anak berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan
sekitarnya (anak berkembang dengan iramanya masing-masing).

68
Untuk tahu apakah anak tersebut bermasalah maka pendidik harus
memperhatikan kekhasan perilaku anak. Berikut ini pertanyaan yang
dapat mengidentifikasi apakah anak tersebut bermasalah atau tidak.
a) Apakah frekuensi tingkah laku yang menyimpang tersebut terlihat
setiap waktu?
b) Apakah perilaku tersebut mengganggu aktivitas anak baik dalam
belajar maupun bermain?
c) Jika tingkah laku tersebut tidak diatasi dengan segera apakah akan
menimbulkan masalah dalam perkembangan anak secara
menyeluruh?

Jika semua pertanyaan tersebut dijawab ”ya”, maka besar


kemungkinan anak tersebut bermasalah.

4. Respon guru TK dalam menghadapi anak yang bermasalah


a) Menghadapi emosi-emosi negatif anak, dan saat emosi negatif
anak muncul sebaiknya guru menciptakan hubungan yang akrab
b) Sabar menghadapi anak yang sedih, marah, atau ketakutan, dan
tidak menjadi marah jika menghadapi emosi anak.
c) Sadar dan menghargai emosi-emosinya sendiri.
d) Melihat emosi negatif sebagai arena yang penting dalam
mengasuh anak.
e) Peka terhadap keadaan emosi anak, walaupun ungkapan emosinya
tidak terlalu kelihatan.
f) Tidak bingung atau cemas menghadapi ungkapan-ungkapan
emosional anak.
g) Tidak menanggapi lucu atau meremehkan perasaan negatif anak.
h) Tidak memerintahkan apa yang harus dirasakan oleh anak.
i) Tidak merasa bahwa guru harus membereskan semua masalah
bagi anak.

69
j) Menggunakan saat-saat emosional sebagai saat untuk
mendengarkan anak, berempati dengan kata-kata yang
menyejukkan, menolong anak memberi nama emosi yang sedang
dirasakan, menentukan batas-batas dan mengajarkan ungkapan
emosi yang dapat diterima, dan mengajarkan anak untuk terampil
dalam menyelesaikan masalah.

5. Diagnosa Permasalahan Anak TK


1) Penakut
Setiap anak memiliki rasa takut, namun jika berlebihan dan tidak
wajar maka perlu diperhatikan. Rasa takut anak TK biasanya terhadap
hewan, serangga, gelap, dokter atau dokter gigi, ketinggian, monster,
lamunan, sekolah, angin topan, dll. Rasa takut yang berlebihan terlihat
dalam gejala-gejala seperti berikut :
a) Gejala psikis, seperti ; gangguan makan, tidur, perut, sulit bernafas,
dan sakit kepala.
b) Gejala emosional, seperti ; rasa takut, sensitif, rendah diri,
ketidakberdayaan, bingung, putus asa, marah, sedih, bersalah.
c) Gejala tingkah laku seperti : gangguan tidur, mengisolasi diri,
prestasi kurang di sekolah, agresi, mudah tersinggung, menghindari
pergi keluar, ketergantungan pada suatu benda, dan terus berada di
kamar orang tua.

Penyebab anak memiliki rasa takut :


a) Intelegensi (anak-anak yang tingkat intelegensi tinggi cenderung
punya rasa takut yang sama dengan anak yang berusia lebih tua,
demikian pula sebaliknya).
b) Jenis kelamin (anak perempuan lebih takut dibanding laki-laki
karena lingkungan sosial lebih menerima rasa takut perempuan).
c) Keadaan fisik (anak cenderung takut bila dalam keadaan lelah,
lapar atau kurang sehat).

70
d) Urutan kelahiran (anak sulung cenderung lebih takut karena
perlindungan yang berlebihan).
e) Kepribadian anak (anak yang kurang memperoleh rasa aman
cenderung lebih penakut).
f) Adanya contoh yang dilihat anak, seperti ; tontonan TV, atau ibu
yang takut.
g) Trauma yang dialami anak-anak, seperti ; tabrakan mobil, angina
topan, bencana alam, dll.
h) pola asuh orang tua yang menghidupkan rasa takut anak seperti ;
paksaan, hukuman, ejekan, ketidakperdulian, dan pelindungan
diluar batas.

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik:


a) Mendengarkan cerita anak
b) Lindungi dan hibur anak
c) Ajari kenyataan
d) Memberi hadiah
e) Memberi contoh teladan (guru sebagai model)
f) Coping model (adalah salah satu cara seseorang menghadapi rasa
takut namun ia harus melewati rasa takut itu. Salah satu cara
dengan bicara pada diri sendiri).
g) Mendongeng
h) Melakukan aktivitas penuh tantangan
i) Memanfaatan imajinasi anak untuk menumbuhkan keberanian
j) Menggambar

2). Agresif
Agresif adalah tingkah laku menyerang baik secara fisik maupun
verbal atau melakukan ancaman sebagai pernyataan adanya rasa
permusuhan. Perilaku tersebut cenderung melukai anak lain seperti

71
menggigit, mencakar, atau memukul. Bertambahnya usia diekspresikan
dengan mencela, mencaci dan memaki. Gejala anak yang agresif :
a) Sering mendorong, memukul, atau berkelahi.
b) Menyerang dengan menggunakan kaki, tangan, tubuhnya untuk
mengganggu permainan yang dilakukan teman-teman.
c) Menyerang dalam bentuk verbal seperti; mencaci, mengejek,
mengolok-olok, berbicara kotor dengan teman.
d) Tingkah laku mengganggu muncul karena ingin menunjukkan
kekuatan kelompok. Biasanya melanggar aturan atau norma yang
berlaku di sekolah seperti; berkelahi, merusak alat permainan milik
teman, mengganggu anak lain.

Penyebab Anak Agresif


a) Pola asuh yang keliru (melakukan kekerasan terhadap anak, otoriter
terhadap anak dan terlalu protektif, terlalu memanjakan anak (orang
tua selalu mengijinkan atau membenarkan permintaan anak)
b) Reaksi emosi terhadap frustasi (banyaknya larangan yang dibuat
guru atau orang tua (kecemasan yang berlebihan), sementara anak
melakukan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhannya).
c) Tingkah laku agresif sebelumnya (tingkah laku agresif yang pernah
dilakukan anak mendapat penguatan dari keluarga atau guru).

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik :


a) Bermain peran
b) Belajar mengenal perasaan
c) Belajar berteman melalui permainan beregu
d) Beri penguatan jika anak berperilaku tepat dengan temannya
e) Perbanyak kegiatan yang menggunakan gerakan motorik

72
3). Pemalu
Pemalu adalah reaksi emosional yang tidak menyenangkan, yang
timbul pada seseorang, akibatnya adanya penilaian negatif terhadap
dirinya. Ciri anak pemalu adalah:
a) Kurang berani bicara dengan guru atau orang dewasa
b) Tidak mampu menatap mata orang lain ketika berbicara
c) Tidak bersedia untuk berdiri di depan kelas
d) Enggan bergabung dengan anak-anak lain
e) Lebih senang bermain sendiri
f) Tidak berani tampil dalam permainan
g) Membatasi diri dalam pergaulan
h) Anak tidak banyak bicara
i) Anak kurang terbuka

Penyebab anak pemalu:


a) Keadaan fisik
b) Kesulitan dalam bicara
c) Kurang terampil berteman
d) Harapan orang tua yang terlalu tinggi
e) Pola asuh yang mencela

Solusi pemecahan masalah yang dapat dilakukan pendidik :


a) Melibatkan anak pada kegiatan yang menyenangkan
b) Belajar bergabung melalui permainan
c) Mengajar cara mulai berteman
d) Dorong anak berpartisipasi dalam kelompok

B. Diagnosa Permasalahan Perkembangan di Lembaga PAUD


1. Permasalahan Perkembangan di Lembaga PAUD
Kelembagaan Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia memiliki peran
yang penting dalam memacu peningkatan angka partisipasi anak usia dini

73
yang mengikuti layanan Pendidikan Anak Usia Dini. Lembaga PAUD ini
tersebar diberbagai lingkungan pendidikan, mulai dari pendidikan
informal, formal maupun nonformal.
Partisipasi masyarakat dalam mendukung program pengembangan
Anak Usia Dini sekarang ini semakin baik, karena pada dasarnya sudah
banyak lembaga PAUD yang berdiri atas dasar kebutuhan masyarakat.
Pengetahuan tentang kelembagaan PAUD akan menjadi sinergi yang
baik antarlembaga, sehingga misi untuk mengembangkan PAUD yang
unggul di Indonesia dapat terwujud.
Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu lembaga yang
memberikan layanan pengasuhan, pendidikan dan pengembangan bagi
anak lahir sampai enam tahun dan atau enam sampai delapan tahun, baik
yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan nonpemerintah.
Kegiatan pendidikan seharusnya disusun dalam suatu rencana
kegiatan pendidikan diarahkan pada tiga peran Pendidikan Anak Usia
Dini, yaitu:
(1) Pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak
Anak harus diberikan kesempatan untuk belajar secara optimal,
kapan saja dan di mana saja. Implementasinya terwujud dengan
memberikan kesempatan kepada anak untuk mendengar, melihat
mengamati, dan menyentuh benda-benda di sekitarnya.
(2) Pendidikan sebagai proses sosisalisasi
Pendidikan bukan hanya untuk mencerdaskan dan membuat anak
terampil, tapi juga membuat anak menjadi manusia yang

74
bertanggung jawab, bermoral, dan beretika. Pendidikan yang
mempersiapkan anak untuk mampu hidup sesuai dengan tuntutan
jaman masa depan.

(3) Pendidikan sebagai proses pembentukan kerja sama peran


Dengan demikian anak dapat mengetahui bahwa manusia adalah
makhluk sosial yang saling melengkapi. Manusia membutuhkan
orang lain karena secara individual memiliki kekurangan dan di sisi
lain memiliki kelebihan yang memiliki nilai tambah bagi orang lain.

Contoh Permasalahan dan Solusi di Lembaga PAUD


(1) Anak yang Memiliki tingkat kecemasan Tinggi / Pencemas
Perasaan cemas atau tidak aman cukup sering mengganggu
anak-anak. Sekalipun perasaan tidak aman ini sebenarnya wajar-
wajar saja dialami anak, akan tetapi jika dalam kadar berlebihan,
maka tentu saja akan mengganggu perkembangan anak. Bayi,
sangat rentan terhadap perasaan tidak aman ini, mereka dapat
ketakutan hanya karena terkejut mendengar suara keras atau
mengalami perubahan yang tiba-tiba. Anak usia 3 tahun,
biasanya sering mengkhawatirkan tentang bahaya fisik,
kehilangan cinta orangtuanya, atau mencemaskan perbedaan
dirinya dari orang lain. Pada usia kanak-kanak awal, anak
biasanya mengkhawatirkan hal-hal yang imajinatif atau hal-hal
yang sebenarnya hanya ada dalam khayalan, seperti monster,
hantu.
Yang dimaksud dengan cemas adalah: merasa sedih, susah,
khawatir, karena terus-menerus memikirkan tentang hal-hal
buruk yang akan terjadi atau memikirkan tentang masalah yang
diperkirakan akan muncul.
Kecemasan yang dialami anak biasanya nampak dalam
perilaku-perilaku berikut; Gelisah, berkeringat, menangis, sakit

75
perut, mual, sesak napas, melangkah bolak-balik, menggerak-
gerakkan anggota tubuh tanpa tujuan, sulit tidur, mimpi buruk,
tidak nafsu makan
Anak-anak yang pencemas mudah ketakutan, mudah
gelisah, dan mereka cenderung mencari hal-hal untuk
dikhawatirkan. Mereka memikirkan secara berlebihan situasi
sehari-hari yang bahkan tidak diperhatikan oleh orang lain.

Dampak Kecemasan,
Rasa cemas yang berlebihan akan membuat anak menjadi
tidak nyaman, sehingga mereka tidak dapat mengembangkan
diri mereka secara maksimal, baik dalam relasi sosial dengan
teman, maupun dalam hal akademik. Anak-anak yang pencemas
menjadi anak yang kaku, dan terlalu berhati-hati. Apabila
kecemasan terus-menerus mengganggu mereka, mereka pun
akan tumbuh menjadi pribadi yang tidak bahagia. Selain itu,
anak-anak yang pencemas cenderung cepat menjadi lumpuh
ketika menemui masalah, sehingga mereka tidak berusaha
mencari solusi-solusi untuk mengatasi masalah, dan demikian,
mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan
memecahkan masalah (problem solving).

Faktor-faktor Penyebab
1) Perasaan tidak aman yang dialami anak
Perasaan tidak aman dan keragu-raguan atau ketidakyakinan
diri yang menyelimuti anak membuat anak mudah merasa
cemas. Adapun hal-hal yang menyebabkan perasaan tidak aman
pada diri anak adalah sebagai berikut.
Lingkungan sekitar yang tidak konsisten. Sikap tidak
konsisten dari orang-orang sekitar, misalnya orangtua atau guru,
membuat anak merasa bingung, merasa bahwa segala

76
sesuatunya tidak dapat diprediksi, hingga selanjutnya anak
menjadi mudah cemas. Perbedaan pandangan antara kedua
orangtua dalam hal pengasuhan anak juga termasuk faktor yang
menyebabkan anak sering mengalami bingung dan cemas.
Contoh yang sering terjadi adalah salah satu orangtua melarang
anak melakukan sesuatu hal, sementara yang lain memberikan
izin kepada anak.
Lingkungan sekitar yang terlalu banyak mengkritik anak.
Kritik dari orang dewasa maupun teman yang terlalu sering
diterima anak, akan membuat anak merasa tegang dan cemas.
Anak menjadi mudah bimbang dan tidak percaya diri. Saat-saat
di mana anak diharuskan untuk tampil atau menunjukkan
kemampuannya, menjadi saat yang sangat mencemaskan,
karena anak merasa dievaluasi dan dinilai.
Sikap perfeksionis orangtua. Harapan orangtua akan
kesempurnaan membuat banyak anak merasa cemas, meskipun
ada juga beberapa anak yang tidak mempedulikannya. Orangtua
menerapkan standard yang terlalu tinggi dan tidak mudah puas
dengan apa yang dicapai anak, sehingga anak menjadi khawatir
kalau-kalau tidak dapat melakukan sesuatu dengan baik dan
gagal memenuhi harapan orangtuanya.
Sikap permisif orangtua. Sikap permisif dalam mengasuh
anak adalah sikap yang membiarkan anak bebas melakukan
perilaku-perilaku tanpa diberi bimbingan maupun batasan. Jika
orangtua tidak mengkomunikasikan harapan dan tidak
mengkomunikasikan batasan-batasan secara jelas, anak akan
menjadi merasa tidak aman, karena tidak yakin mengenai apa
yang benar untuk dilakukan.
Sikap orangtua yang menganggap anak sebagai orang
dewasa. Beberapa orangtua menganggap anaknya sebagai teman
dan memperlakukan anaknya layaknya orang dewasa, sehingga

77
mereka menceritakan masalah-masalah yang dialami kepada
anak. Hal ini tidak lah tepat, karena anak-anak tidak cukup
matang untuk dapat menampung masalah-masalah orangtuanya.
Ketika anak mendengar masalah finansial, sosial, seksual yang
dihadapi orangtua, mereka merasa ingin melakukan sesuatu
untuk dapat menolong orangtua mereka, namun tentu saja
menyelesaikan masalah-masalah seperti itu bukanlah kapasitas
mereka, sehingga akibatnya, mereka merasa tidak berdaya dan
ikut terjebak dalam kesusahan akibat masalah itu. Mereka hanya
dapat mencemaskan keadaan orangtuanya yang sedang
dirundung masalah itu.

2) Perasaan bersalah yang dialami anak.


Anak merasa cemas ketika mereka merasa telah melakukan
sesuatu yang buruk atau salah. Anak-anak di TK sering
mengalami kesulitan untuk membedakan antara kenyataan
dengan imajinasi mereka, sehingga karenanya, mereka dapat
merasa bersalah hanya dengan berpikir jahat atau menaruh niat
jahat saja. Mereka belum mengerti bahwa pikiran jahat adalah
sesuatu yang normal, dan bahwa sekadar berpikir saja tidak
sama artinya dengan sungguh-sungguh melakukan.

3) Rasa kecewa yang berlebihan akibat kegagalan berulang,


Ketika anak berulang kali merasa gagal meraih tujuan, anak
cenderung menjadi pesimis, meragukan kemampuannya,
sehingga ketika berhadapan dengan suatu masalah yang harus
diselesaikan, bukannya mengambil tindakan, melainkan terlalu
banyak berpikir, mencemaskan bahwa dirinya akan gagal lagi,
dan merasa tidak berdaya.

78
4) Adanya modelling dari orangtua,
Anak-anak yang memiliki orangtua pencemas, cenderung
mudah cemas dan tegang juga dalam menghadapi berbagai hal
yang terjadi. Anak dapat dengan mudah membaca perasaan
orangtua mereka, bahkan kalau pun orangtua berusaha menutup-
nutupi perasaan mereka. Anak justru akan menjadi semakin
cemas bila melihat orangtua mereka tegang namun berusaha
menutup-nutupinya. Bila orangtua sedang merasa cemas, atau
merisaukan sesuatu hal, lebih baik mengutarakan perasaan
secara terbuka, namun disertai dengan kata-kata yang
mengemukakan sikap optimis atau harapan akan keadaan yang
lebih baik. Sikap orangtua yang terbuka dalam mengekspresikan
perasaan, akan membuat anak merasa terbiasa juga
mengekspresikan perasaan mereka dan tidak memendam
perasaan-perasaan negatif, sehingga anak merasa lebih lega dan
lebih nyaman.

Solusi
1) Menerima perasaan anak,
Orangtua perlu menerima perasaan cemas anak dengan tidak
mengolok-olok atau menyalahkan kebodohan mereka. Tidak ada
gunanya bila orangtua berdebat dengan anak untuk meyakinkan
anak bahwa tidak ada hal yang perlu dicemaskan. Dalam
menghadapi anak yang sedang cemas, menangis, atau panik,
orangtua sebaiknya bersikap tenang. Sediakan suasana yang
aman, yang tidak mengancam anak. Dalam keadaan cemas, anak
butuh merasa yakin bahwa orangtuanya akan mendampinginya.
Oleh karena itu, orangtua perlu menunjukkan bahwa saat itu, ia
benar-benar meluangkan waktu untuk memberi perhatian penuh
dan dukungan kepada anak. Sekalipun orangtua merasa tidak

79
dapat melakukan apa-apa, dengan hanya berada di sisi anak saja,
orangtua dapat meringankan kecemasan anak.
2) Mengkomunikasikan keyakinan dan harapan yang optimis,
Untuk membuat anak lebih tenang, orangtua perlu
mengemukakan keoptimisan kepada anak bahwa anak akan
mampu mengatasi perasaannya itu dan akan melalui masalah
yang sedang dihadapinya dengan baik. Yakinkan anak bahwa
dalam hidup ini, masalah-masalah yang kita temui harus kita
hadapi, selesaikan, dan lupakan. Daripada merenungi
ketidakberdayaan, lebih baik mengambil tindakan nyata sekecil
apapun untuk bangkit dari masalah dan keluar dari kungkungan
kecemasan.
3) Mendukung anak untuk terbuka mengungkapkan
perasaannya,
Anak yang terbiasa mengungkapkan perasaannya dengan
jujur cenderung jarang dibanjiri oleh kecemasan yang
berlebihan. Mengungkapkan dan mengekspresikan perasaan
akan memberikan rasa lega dan nyaman. Oleh karena itu,
orangtua sebaiknya mengkondisikan agar suasana keluarga
mendukung anak untuk bebas mengekspresikan perasaan-
perasaannya. Saat yang tepat untuk memberi kesempatan
anggota-anggota keluarga mengkomunikasikan perasaan yang
dialami adalah saat diskusi, yang mungkin dilakukan sambil
makan malam atau bersantai. Selain itu, orangtua juga dapat
membantu anak mengeluarkan perasaan-perasaannya melalui
permainan pura-pura, misalnya bermain boneka. Dalam
permainan itu, sambil menjalankan peran, anak dapat
memproyeksikan perasaan-perasaan yang dialaminya dengan
lebih nyaman. Langkah lain yang dapat ditempuh orangtua
untuk mengajarkan cara mengekspresikan perasaan secara
terbuka adalah dengan membacakan cerita-cerita di mana di

80
dalamnya tokohnya mengalami suatu kejadian dan
mengekspresikan perasaannya.
4) Mengajarkan keterampilan problem solving (pemecahan
masalah),
Anak yang memiliki kemampuan problem solving
(kemampuan memecahkan masalah) cukup baik, cenderung
tidak mudah merasa cemas ketika berhadapan masalah, karena
mereka lebih percaya diri. Oleh karena itu, sebaiknya orangtua
sedini mungkin mengajari anak untuk terbiasa mengambil
langkah-langkah untuk memecahkan masalah. Orangtua dapat
melatih kemampuan problem solving dengan cara mengajak
anak mengeluarkan ide-idenya untuk memecahkan suatu
masalah. Dapat juga orangtua menawarkan beberapa solusi,
kemudian anak diminta memilih solusi yang menurutnya paling
tepat, sambil diminta menjelaskan mengapa ia berpikir bahwa
solusi yang dipilihnya itu yang paling tepat. Anak perlu diajari
bagaimana menganalisis sebuah situasi yang membawa masalah
atau menimbulkan kecemasan, kemudian orangtua membimbing
mereka dalam menentukan tindakan apa yang sebaiknya
dilakukan. Permainan “Bagaimana seandainya ...” juga dapat
mengasah keterampilan anak memecahkan masalah. Sebagai
contoh, orangtua dapat menanyakan “Bagaimana seandainya
ada tamu yang datang ketika kamu sedang sendirian di rumah?”
dan kemudian anak mencoba memikirkan alternatif tindakan
yang dapat dilakukan. Dalam permainan ini, sebaiknya orangtua
juga menambahkan solusi yang mungkin dapat dilakukan.
Orangtua perlu menekankan kepada anak bahwa tidak berhasil
lebih baik daripada tidak mencoba sama sekali, dan dalam
menghadapi masalah, yang terpenting adalah melakukan yang
terbaik yang dapat kita lakukan; percuma untuk merasa cemas,
karena cemas tidak akan membantu menyelesaikan masalah.

81
5) Mengajarkan self-talk yang positif,
Anak yang pencemas biasanya suka berandai-andai bahwa
sesuatu yang buruk akan menimpa dirinya. Oleh karena itu, anak
perlu diajari untuk berhenti berkata-kata secara negatif kepada
dirinya sendiri dan membiasakan untuk mengatakan hal-hal positif
kepada dirinya sendiri. Sebagai contoh, anak yang sering cemas
ketika tampil menyanyi di depan teman-temannya dapat diajari
untuk berkata kepada dirinya, “Tidak semua orang pandai
menyanyi, jadi aku pun akan mencoba menyanyi sedapatku.”
6) Mengajarkan strategi-strategi relaksasi,
Salah satu cara relaksasi yang cukup mudah dilakukan anak
adalah mengambil napas dalam-dalam beberapa kali sambil
berhitung dan memfokuskan diri pada angka. Anak dapat juga
diajari untuk pertama-tama menegangkan otot-otot tubuhnya,
dan kemudian mengendurkan otot-otot tubuhnya itu secara
perlahan-lahan supaya benar-benar dapat merasakan rileks.
Penting juga ketika anak berlatih melakukan relaksasi, anak
mempunyai kata-kata untuk memberi aba-aba kepada dirinya
untuk memulai relaksasi, seperti kata-kata “Rileks,”
“Tenangkan dirimu,” sehingga untuk selanjutnya, anak dapat
secara otomatis memerintahkan tubuhnya untuk melakukan
relaksasi hanya dengan kata-kata sederhana tersebut. Bentuk
kegiatan relaksasi lainnya adalah membayangkan suatu suasana
nyaman dan damai sembari mengendurkan otot-otot tubuh.
7) Melibatkan anak dalam aktivitas yang disukainya,
Melakukan aktivitas yang disukai akan dapat mengalihkan
anak dari perasaan cemas yang mengganggunya. Kegiatan-
kegiatan yang mungkin disukai anak misalnya membaca buku
cerita favorit, mendengarkan musik, bermain musik, berendam
dalam air hangat.

82
(2) Introvert vs Ekstrovet
Contoh Kasus: Bunda Bannu kebingungan menghadapi Yusuf,
putera keduanya yang berumur 7 tahun. Berbeda dengan Bannu yang
selalu ceria dan aktif, putera sulungnya yang juga kakak Yusuf, Yusuf
sangat pendiam dan pasif. Anak kelas 2 SD itu tidak banyak bicara,
cenderung tertutup, dan jarang bergaul.
Ada apa sebetulnya? Sang ibu selalu merasa kasih sayangnya
terhadap Bannu dan Yusuf sama dan tidak pilih kasih. Ia telah
berusaha bersikap adil terhadap keduanya. Tapi, kenapa anak-anak ini
sangat berbeda, seperti dari planet yang berbeda?
Melihat kasus ini, sebetulnya bukan suatu hal yang baru lagi
dalam dunia pendidikan dan psikologi anak. Pada dasarnya, setiap
anak dilahirkan berbeda. Bahkan anak kembar pun memiliki
perbedaan.

Apakah Introvert vs Ekstrovert, itu ?


Introvert adalah kecenderungan seorang anak untuk menarik diri
dari lingkungan sosialnya. Sikap dan keputusan yang ia ambil untuk
melakukan sesuatu biasanya didasarkan pada perasaan, pemikiran, dan
pengalamannya sendiri. Mereka biasanya pendiam dan merasa tidak
butuh orang lain karena merasa kebutuhannya dapat dipenuhi sendiri.
Ekstrovert adalah kecenderungan seorang anak untuk
mengarahkan perhatiannya keluar dirinya. Sehingga segala sikap dan
keputusan-keputusan yang diambilnya adalah berdasarkan pada
pengalaman-pengalaman orang lain. Mereka cenderung ramah,
terbuka, aktif dan suka bergaul.
Awalnya, introvert dan ekstrovert adalah sebuah reaksi seorang
anak terhadap sesuatu. Namun, jika reaksi demikian ditunjukkan terus
menerus, maka dapat menjadi sebuah kebiasaan, dan kebiasaan
tersebut akan menjadi bagian dari tipe kepribadiannya.

83
Kepribadian yang baik adalah kepribadian yang seimbang, yakni
memiliki dua kecenderungan ini, introvert dan ekstrovert. Mengapa?
Karena dengan memiliki kecenderungan ini, kebutuhan seorang anak
akan privasinya dan juga hubungan sosialnya akan terpenuhi.
Contohnya saja, Yusuf, dia memiliki kecenderungan untuk
introvert. Namun jika orangtuanya mampu mengarahkannya, mampu
memberikan “pancingan” untuk bersikap lebih terbuka, maka Yusuf
akan memiliki kepribadian yang lebih seimbang. Sedangkan Bannu,
yang cenderung lebih ekstrovert, jika orangtuanya mampu
mengarahkannya pada hal-hal yang benar, maka ia juga akan memiliki
kepribadian yang seimbang.

C. Permasalahan Perkembangan di PAUD Inklusi


Merujuk pada pendapat Slavin (2009:248), yang dimaksud dengan
pendidikan inklusi (inclusive education) adalah penyatuan pembelajaran
bagi anak yang mempunyai kAnaketidakmampuan atau beresiko
mengikuti pembelajaran di dalam lingkungan pendidikan umum, dengan
diberikan bantuan yang tepat.
Selanjutnya dijelaskan oleh Slavin (2009:249) bahwa pendidikan
inklusi dapat diberikan melalui penyatuan secara penuh atau penyatuan
sebagian. Penyatuan penuh berarti anak yang tidak mampu atau beresika
menerima semua pembelajaran mereka dalam lingkungan pendidikan
umum; sedangkan penyatuan sebagianberarti bahwa anak memperoleh
sebagian besar pembelajaran mereka dalam lingkungan pendidikan
umum, tetapi anak tersebut dapat ditarik ke lingkungan pembelajaran lain
apabila lingkungan seperti itu dianggap sesuai dengan kebutuhan masing-
masing anak tadi.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Holloway, Manset dan
Semmel dalam (Slavin, 2009:251) yang difokuskan pada anak yang
mengalami ketidak-mampuan belajar, keterbelakangan ringan, dan
gangguan emosi ringan, yang kekurangannya dapat diistilahkan dengan

84
ketidakkemampuan akademis ringan, terbukti bahwa ketika guru di
pendidikan umum menggunakan metode pembelajaran yang dirancang
untuk mengakomodasi berbagai jenis kemampuan siswa, ternyata mereka
belajar jauh lebih baik di ruang kelas pendidikan umum daripada di kelas
pendidikan khusus.
Mulyono (2007: 1), seorang guru besar pada Pendidikan Luar Biasa
di Universitas Negeri Jakarta banyak menulis tentang pendidikan inklusif
di Indonesia. Pada paparan berikut ini penulis banyak menyitir kembali
pendapat-pendapat beliau banyak secara langsung maupun tidak
langsung.
Pendidikan inklusi di Indonesia merupakan implementasi dari
tuntutan internasional dan nasional se-perti yang tertuang dalam
dokumen-dokumen, di antaranya Declaration of Human Right 1948,
Conventionon the Right of Childs 1989, Life long Education and
Education for All Bangkok 1995, The Salamanca Statement on Inclusive
Education 1994, The Dakar Statement 2000, serta Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Dalam pernyataannya, Mulyono (1999:117-121) seringkali
mempertanyakan tentang adanya ketidakadilan dalam pendidikan terutama
pendidikan bagi dengan berkebutuhan khusus (children with special need).
Beberapa pertanyaan yang muncul dalam pemikirannya antara lain,
“mengapa anak dengan kebutuhan khusus (anak luarbiasa atau anak
berkelainan) harus bersekolah di sekolah khusus (Sekolah Luar
Biasa/SLB)?”, “Apakah anak dengan kebutuhan khusus benar-benar tidak
dapat diintegrasikan dengan anak lain pada umumnya dalam satu sistem
persekolahan ?”, “Apakah sistem persekolah yang segregatif bukan
merupakan suatu bentuk diskriminatif ?”, “Bukankah pendidikan yang
segregatif akan dapat menghambat anak memasuki dunia kehidupan di
masyarakat ?” Lalu pertanyaan yang lebih mendasar, “Landasan filosofis
apakah yang membuat anak dengan kebutuhankhusus

85
harus terpisah dari pergaulan mereka dengan teman lain pada
umumnya?”
Untuk menjawab sejumlah pertanyaan di atas, maka perlu dikaji
tentang makna pendidikan luar biasa yang sesungguhnya. Pendidikan
memiliki makna yang lebih luas daripada sekolah; dan sekolah luar biasa
hanya salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan
khusus. Layanan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan khusus tidak
hanya dapat dilakukan di sekolah tetapi juga di luar sekolah, di dalam
keluarga ataupun di klinik dan rumah sakit. Pendidikan inklusif di
Indonesia, ditandai dengan adanya deklarasi menuju pendidikan inklusif
yang merupakan suatu bentuk landasan yuridis atau landasan kebijakan
bagi penyelenggaraan pendidikan yang mengintegrasikan antara layanan
pendidikan anak normal dengan anak dengan kebutuhan khusus dalam
satu lembaga pendidikan di Indonesia.
Berkaitan dengan pelaksanaan pendidikan yang segregatif-eksklusif
menuju pendidikan yang integratif-inklusif, terdapat beberapa
peristilahan yang perlu dipahami terlebih dahulu, yaitu:
Pendidikan segregatif adalah pendidikan yang memisahkan anak-
anak dengan kebutuhan khusus darianak-anak lain. Pada umumnya anak-
anak dengan kebutuhan khusus ditempat KB DAN TKan di sekolah
khusus atau sekolah luar biasa.
Penempatan anak-anak dengan
kebutuhan khusus tersebut dilakukan
secara eksklusif artinya anak-anak
dengan kebutuhan khusus yang
boleh bersekolah di sekolah khusus
tersebut. Sekolah yang hanya
memberikan layanan bagi anak
lantib dan berbakat (gifted dan talented) atau yang sering disebut sekolah
unggulan sesungguhnya juga termasuk sekolah khusus atau sekolah luar

86
biasa, tetapi sekolah semacam itu tidak ada yang mau disebut sekolah
luar biasa (Mulyono, 1999:120).

Pendidikan integratif, memiliki makna yang beragam, tetapi dalam


konteks pendidikan integratifadalah pendidikan yang mengintegrasikan
anak-anak dengan kebutuhan khusus bersama anak-anak lainya pada
umumnya dalam satu sistem persekolahan (Mulyono, 1999:118). Sekolah
integratif menuntut sikap inklusif bagi para guru, orang tua, dan sesama
anak, yaitu sikap yang terbuka bagi siapa saja dan sikap yang menghargai
pluralitas. Pendidikan integratif-inklusif ini selanjutnya disebut
pendidikan inklusif saja karena dalam pendidikan inklusif telah
terkandung makna integratif.
Pendidikan inklusif didasarkan atas pandangan bahwa semua anak
berhak untuk masuk ke sekolah regular. Forum Diskusi sekolah adalah
menyediakan kebutuhan semua anak dalam komunitasnya, apa pun
derajat kemampuan dan ketidakmampuannya. Dalam pendidikan inklusif
semua perbedaan dihargai, termasuk perbedaan ras, etnik, maupun latar
belakang sosial dan budaya.
Pendidikan inklusif tidak menuntut anak dengan kebutuhan khusus
menyesuaikan diri dengan kehidupan masyarakat normal tetapi mampu
berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat. Dalam pendidikan
inklusif, pendidikan dipandang sebagai upaya pemberdayaan semua
potensi kemanusiaan secara optimum dan terintegrasi agar semua anak
kelak dapat memberikan kontribusinya dalam kehidupan masyarakat
untuk kemaslahatan hidup bersama.
Bertolak dari pandangan tersebut di ataslah, maka dalam pendidikan
inklusif bukan anak yang dituntut untuk menyesuaikan diri dengan
kurikulum tetapi kurikulumlah yang harus menyesuaikan diri dengan
kebutuhan anak demi pengembangan semua potensi kemanusiaannya.
Konsekuensi dari prinsip semacam itulah maka diperlukan program
pembelajaran adaptif atau di Indonesia dikenal sebagai Program

87
Pembelajaran Individual (Individualized Instructional Program), yaitu
program pembelajaran yag dirancang berdasarkan kebutuhan khusus
anak.
Sebenarnya, dibanyak lembaga pendidikan terdapat berbagai jenis
anak dengan kebutuhan khusus, tetapi mereka tidak memperoleh layanan
sebagaimana mestinya. Berdasarkan hasil penelitian Mulyono (1994:123)
dari berbagai jenis anak dengan kebutuhan khusus yang belajar bersama
anak lain pada umumnya di lembaga pendidikan „sekolah‟, yang
terbanyak ialah yang tergolong anak dengan kesulitan belajar khusus
(specific learningdisabilities) 16,6%; anak yang memiliki motivasi
belajar kurang 15,97%; lambat belajar (slow learner) 15,66%;apatis
terhadap pelajaran 14,78%; berbakat intelektual (gifted) 11,4%; dan
berbakat khusus dalam bidang keterampilan tertentu 7,38%. Selain itu,
terdapat anak yang tergolong mengganggu kelas 5,63% dan anak yang
tergolong berperilaku impulsif yang diprediksi berpotensi menjadi anak
yang gemar berkelahi 2,25%.
Di Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar juga banyak anak
berisiko (student at risk) yang perlu mendapat perhatian. Anak berisiko
ialah anak yang latar belakang, karakteristik, dan perilakunya
mengancam atau mengurangi kemampuannya dalam meraih keberhasilan
akademik di sekolah (Slavin dalam Mulyono, 2006:199). Menurut Slavin
terdapat 3 (tiga) jenis layanan bagi anak-anak berisiko, yaitu: (1)
program identifikasi dan intervensi dini (early identification and
intervention); (2) program pembelajaran remedial (remedialteaching);
dan (3) program pendidikan khusus (special education program).
Namun, sayangnya ketiga jenis layanan tersebut belum menjadi
bagian dari sistem Pendidikan Anak Usia Dini di Indonesia. Sarana dan
prasarana pendidikan di sekolah juga belum mengakomodasikan
kebutuhan anak-anak dengan kebutuhan khusus. Selain itu, kompetensi
guru juga masih perlu ditingkatkan agar guru dapat menerima kehadiran

88
anak-anak dengan kebutuhan khusus di sekolah biasa dan
mengakomodasikan kebutuhan individual mereka.

Pentingnya Pendidikan Inklusi


Menurut Foreman dalam Mulyono (1994: 126 ) terdapat 3 (tiga)
alasan penting perlunya pelaksanaan pendidikan inklusif, Pertama, hasil-
hasil penelitian tidak menunjukkan bahwa sekolah khusus atau sekolah
luar biasa memberikan kemampuan sosial dan akademik yang lebih baik
bagi siswa yang menyandang ketunaan bila dibandingkan dengan sekolah
regular, terutama bagi siswa yang tergolong cacat ringan. Kedua, hasil-
hasil penelitian menunjukkan bahwa anak-anak dapat memperoleh
keuntungan dari sekolah inklusif, meskipun mereka tergolong cacat berat
dan cacat ganda. Ketiga, telah diterima secara luas tentang hak semua
orang untuk berpartisipasi penuh dalam arus utama kehidupan
masyarakat (the mainstreaming community).
Untuk itu, di banyak negara di dunia ini, terdapat suatu konsep yang
sering digunakan untuk mendeskripsikan suatu sistem layanan
pendidikan yang optimal “least
restrictive environment”, yaitu suatu
lingkungan yang paling tidak membatasi
anak dengan kebutuhan pendidikan
khusus untuk bergaul, belajar, dan
bekerja bersama anak-anak lain pada
umumnya. Terdapat 6 (enam) jenis
sistem persekolahan yang sesuai dengan konsep tersebut, yaitu: (1)
residential school, (2) separate day school, (3) separate school on
regularcampus, (4) special unit in regular school, (5) special class in
regular school, dan (6) regular school. Jenis pertamadan kedua sudah
jarang digunakan, saat ini lebih banyak sekolah yang menggunakan 3
jenis yang disebut terakhir.

89
Contoh Permasalahan dan Solusi
(1) Overdependent
Contoh Kasus: “Pokoknya, maunya sama mama…!!”
Mama Siti tampak frustrasi melihat bungsunya, Siti, yang masuk TK
tahun ini menangis dan berteriak-teriak. Tampak guru kelasnya tengah
membujuk dan memeluknya agar menghentikan tangisnya. Ini sudah
sebulan sejak masuk sekolah, dan Siti belum juga mau ditinggal.
Saat ditanya mengapa selalu menangis di sekolah, Siti selalu
menjawab, “Nggak kenapa-kenapa,”. Tentu saja itu membuat mama Siti
dan gurunya menjadi bingung menanganinya. Sebab, tidak ada apa-apa
pun, Siti selalu enggan masuk kelas dan langsung menangis serta
mengamuk jika tak menemukan mamanya di depan kelas.
Solusi :
Setiap orang tua yang tidak bijaksana pasti jengkel dengan
permasalahn yang dialami olehh Siti ini, dan permasalahan Siti
bukan saja di alami oleh Siti, tetapi masih banyak dialami oleh anak-
anak lain.
Overdependent mempunyai banyak penyebab, salah satu
penyebabnya adalah takutnya orang tua akan hal negatif yang terjadi
ketika anak diluar rumah. Beberapa orang tua bersikap terlalu
melindungi anak-anaknya.
Dari permasalahan Siti diatas, ada beberapa langkah untuk
mengatasinya, antara lain :
a) Cari tahu penyebabnya mengapa anak bersikap seperti itu.
b) Jika sudah tahu peenyebabnya maka ambillah langkah untuk
mengatasinya, seperti ;

Dari pihak orang tua :


a) mencoba untuk melatih kemandiriannya dengan meminta anak
melakukan kebutuhannya sendiri (makan, mandi, dll)

90
b) Jangan terlampau memanjakan si anak, karena akan berdampak
buruk yang menyebabkan anak terbiasa selalu dituruti dan
diistimewakan apa yang ia inginkan akan dituruti.
c) Bersikaplah tegas tetapi lembut terhadap anak ketika si anak tidak
mau mencoba mandiri dan selalu merengek pada orang tua.

Dari pihak guru :


a) Mencoba hal yang sama disekolah, berikan anak kemandirian
dalam kebutuhannya dikelas (makan, memilih bermain apa, dll).
b) Berikan kenyamanan pada anak bahwa ia akan aman didalam
kelas.
c) Berikan anak kepercayaan bahwa tidak akan terjadi hal negatif
dikelas dan yakinkan bahwa ia akan merasa senang bila menikmati
suasana belajar dan bermain dikelas bersama teman-teman.

(2) Hipersentive
Anak yang gampang tersinggung. Bagaimana mencegahnya agar tak
menjadi anak yang hipersensitif?
Kasus : Rita (5 tahun) gampang betul tersinggung. Bukannya berhati-hati
dengan perasaan adiknya, si kakak yang duduk di SD justru semakin
senang menggoda Rita Akibatnya Vitri, sang ibu, kerap disibukkan oleh
ulah si bungsu yang semakin sering rewel, bahkan tak jarang sedih
berurai air mata. Mengapa Rita sangat sensitif dan tampak beda jauh
dengan kakaknya?
Kepekaan tinggi
Anak usia 5 – 8 tahun umumnya punya kepekaan lebih tinggi
dibanding ketika berada di rentang umur yang lain. Mereka kerap
terkesan terlalu peka terhadap kritikan atau godaan teman-temannya.
Mereka menjadi temperamental dan suka bersikap murung. Pandangan
anak-anak usia ini pun cenderung negatif, sehingga apa saja dapat terlihat
salah di mata mereka.

91
Anak lima tahun biasanya dapat menilai perbedaan dirinya dengan
yang lain, sehingga cenderung melihat dirinya tidak sebaik atau
sesempurna orang lain, terutama pada bagian-bagian tubuh yang terlihat
jelas. Misalnya, lebih gemuk atau kurus.
Selain itu, anak-anak ini biasanya punya harapan yang tidak realistis.
Mereka, misalnya, mengharapkan orang lain memperhatikannya terus-
menerus. Dengan begitu, jika perhatian orang teralih, mereka kecewa.
Solusi:
Cegah sebelum terlanjur
Walau masih wajar, namun kepekaan berlebihan ini tidak dapat dibiarkan
berlarut-larut, sehingga si kecil tumbuh jadi sosok yang hipersensitif.
Untuk mencegahnya, Anda dapat melakukan beberapa hal, antara lain:
a) Bangun toleransi anak terhadap godaan atau kritik dengan terbiasa
melontarkan godaan ringan di dalam keluarga. Anak yang terbiasa
dilindungi dari godaan atau kritik, umumnya tumbuh menjadi anak
yang terlalu peka dan mudah tersinggung.
b) Ajak anak berpikir logis dengan mengajarkan bahwa kritikan
seorang terhadap aspek tertentu tidak berarti orang yang dikritik
buruk secara keseluruhan dan permanen.
c) Perkuat perasaan anak bahwa ia mampu melakukan berbagai hal.
Perasaan mampu dapat meningkatkan rasa percaya diri si kecil,
sehingga melawan perasaan pekanya ketika mendapat kritik.
d) Sebagai orang tua harus berperan sebagai model yang baik bagi
anak. Jika Anda mudah sekali tersinggung dengan kata-kata orang
lain, jangan heran bila si kecil pun jadi anak yang super sensitif
seperti Anda

D. Peran Guru dalam Kemitraan dengan Orang tua


Merujuk pada Wolfgang & Wolfgang (1992:202-211) Dalam
kehidupan keseharian seorang guru tidak pernah terlepas dari sejumlah
pertanyaan dari orang tua dan berakhir dengan bagaimana memecahkan

92
masalah tersebut. Pernyataan, pertanyaan, sikap terkadang yang agak
merusak adalah tanda-tanda yang mengingatkan kita akan kebutuhan
mereka dan kebutuhan anak-anak mereka. Terpenting adalah bagaimana
guru dapat mengatasi masalah para orang tua yang terus berlanjut,
memprioritaskan kebutuhan, dan membuat respon yang masuk akal.
Guru anak usia dini dapat mengenali seorang anak yang memiliki
kesulitan belajar atau dapat menerima dan menggabungkan anak yang
telah menyatakan tidak mampu ke ruang kelas. Anak yang tidak mampu
tersebut diperlakukan sama seperti anak yang lainnya. Pola-pola khusus
perkembangan anak dan strategi pembelajaran bagi anak usia dini dapat
digunakan untuk anak yang tidak berkemampuan. Guru harus mencari
sumber informasi yang tersedia termasuk dari orang tua, dokter ahli
setempat dan sejumlah referensi di perpustakaan dan kumpulan
masyarakat serta segera menemukan apa yang akan dilakukan untuk
menolong anak-anak dengan kebutuhan khusus. Jika tingkah laku anak di
luar kemampuan pengetahuan guru, maka perlu merujuk pada ahli khusus
untuk mendiagnosa dan penyembuhannya. Berikut akan dipaparkan
beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengoptimalkan layanan
pada anak dengan kebutuhan khusus:
a) Sikap Guru yang Selalu Membantu,
Guru perlu mengembangkan hubungan yang berkelanjutan, seperti
hubungan-mendengarkan, melawan-memaksa, kemungkinan-
konsekuensi, legalitas-pemak-saan ketika terjadi suatu krisis. Tingkat
kekuatan campur tangan guru akan meningkat atau menurun
berhubungan dengan level kebutuhan dan tingkat kepentingan dari
krisis.
b) Bertindak Proaktif dengan Orang tua
Guru perlu proaktif untuk memberikan porsi yang lebih besar pada
orang tua, agar mereka dapat menjadi orang tua yang lebih baik dalam
melakukan apa yang mereka dapat. Untuk itu perlu berbagai cara

93
berkomunikasi untuk menginformasikan semua perkembangan dan
kemajuan belajar anak.
c) Perpustakaan yang dapat dipinjam
Letakkan di rak buku dan usahakan dalam posisi yang memudahkan
dan atau membuat orang tua ingin membacanya. Isi dari rak ini terdiri
dari buku yang berhubungan dengan anak atau kaset video yang dapat
membantu bagi orang tua. Sangat dianjurkan untuk merekam berbagai
pertemuan atau diskusi dengan guru ataupun dengan mendatangkan
ahli. Rekaman ini sangat berguna bagi orang tua yang tidak
berkesempatan hadir.
d) Makan bersama Orang tua dan Pameran Seni Karya
Dianjurkan minimal setiap akhir semester rencanakan acara makan
bersama orang tua sambil menggelar hasil karya anak, pentas seni untuk
menghibur orang tua seperti penampilan nyanyian, drama atau tarian
kolosal.
e) Kerja Bersama di Hari Sabtu
Ayah dan ibu dapat dapat dilibaKB DAN TKan dalam menataulang
taman bermain. Hal ini harus direncanakan secara matang dengan
semua peralatan dan bahan yang telah dipersiapkan. Seorang anak akan
selalu teringat dan bangga serta berkata “ayah saya membuat kursi
ini !”
f) Buku Pesan untuk Orang tua
Buku pesan orang tua harus berisi rencana kegiatan/pekerjaan. Hal
demikian memberikan kesempatan kepada orang tua untuk menulis tiap
pesan yang mereka ingin berikan kepada guru setiap pagi.
g) Hari Hiburan Anak dan Keluarga
ilihlah satu hari untuk liburan seperti ketika ada sirkus di kota dan
pesanlah satu blok tempat duduk di mana semua anggota keluarga dan
teman-teman dari sekolahmu dapat duduk bersama-sama.

94
h) Kursus Bagi Orang tua
Ada beberapa program pendidikan bagi orang tua di sekolah umum,
jika orang tua tertarik dapat saja mengirimkan instruktur untuk
mengajar bagi orang tua tersebut.
i) Pertemuan Orang tua dan Guru
Pertemuan oraang tua dan guru harus direncanakan sepanjang tahun.
Pertemuan itu tidak hanya terbatas pada satu bulan tertentu.
Gunakanlah pertemuan-pertemuan itu untuk mendemonstrasikan
perubahan perubahan yang terjadi dalam perkembangan anak.
j) Buku Catatan Orang tua dan Daftar Telepon
Buku catatan orang tua merupakan cara yang tepat untuk
menginformasikan kepada guru dan orang tua tentang kondisi kelas dan
sekolah. Buku itu dapat berisi tentang hal-hal sebagai berikut: Guru dan
latar belakang (pendidikan dan pengalaman) mereka, biaya sekolah dan
cara pembayaran, kesehatan dan masalah-masalah keamanan, nutrisi,
mainan dari rumah, antar jemput, ringkasan program kegiatan dan
jadwal harian
k) Daftar Baby Sitter
Beberapa sekolah memberikan pelayanan dengan memberikan daftar
nama dan riwayat hidup orang-orang yang dapat dijadikan pengasuh
anak pada akhir minggu.
l) Ketika Terjadi Kecelakaan
Di dalam kelas, kecelakaan dapat saja terjadi. Kebanyak orang tua tahu
bahwa perkelahian merupakan hal yang wajar, tetapi harus ditemukan
penyelesaiannya dan membuat anak-anak sadar. Orang tua merasa
bahwa jika guru tidak tahu apa yang terjadi berarti guru tidak
mengawasi anak-anak dengan baik. Dengan demikian guru harus
menceritakan kepada orang tua apa yang sebenarnya terjadi.
m)Mengatasi Komplain Orang tua

95
Buatlah yakin bahwa guru harus mengerti bahwa semua komplain
orang tua harus dilaporkan dan harus disusun sistem yang baik untuk
mendapatkan informasi tersebut dengan mudah.
n) Pertemuan Orang tua
Berikut adalah hal-hal penting untuk pertemuan dengan orang tua: (1)
bersiap-siaplah untuk datang pada pertemuan tersebut, (2) bawa semua
data yang diperlukan walaupun tidak akan digunakan semuanya, (3)
membuka dan menutup acara dengan sikap yang positif.
o) Kunjungan Rumah
Mengunjungi rumah murid sebelum tahun ajaran baru akan
memberikan kita banyak informasi tentang bagaimana membuat anak-
anak merasa betah. Ini dapat dilakukan kapan saja sepanjang tahun.

C. RANGKUMAN
Permasalahan Perkembangan Anak Usia Dini, terjadi bila anak memiliki
perilaku non normatif (perilaku) dilihat dari tingkat perkembangannya, atau
mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri baik pada waktu belajar
(konsentrasi) maupun dalam aktivitas bermain di sekolah atau di rumah (sosial).
Permasalahan Perkembangan Anak di Lembaga PAUD, antara lain anak
yang memiliki tingkat kecemasan tinggi / pencemas, introvert dan ekstrovet dan
atau beragam bentuk kesulitan dalam konsentrasi.
Permasalahan Perkembangan Anak di PAUD Inklusi, antara lain anak yang
memiliki rasa ketergantungan yang tinggi (overdependent), rasa sentivitas yang
rendah (hipersensitive) dan bentuk permasalahan lain seperti hubungan interaksi
yang buruk/tidak terjalin dengan baik.

D. FORUM DISKUSI
Untuk lebih memantapkan pemahaman anda tentang isi bab ini, maka
lakukanlah diskusi dengan 2 atau 3 orang rekan kerja sejawat dengan topik-topik
sebagai berikut:

96
1. Berbagai bentuk permasalahan yan dihadapi guru di Lembaga PAUD dan
solusinya.
2. Berbagai bentuk permasalahan yan dihadapi guru di Lembaga PAUD dan
solusinya.
Setiap orang diminta menyusun ringkasan dan penyajikannya pada rekan lainnya.
Buat kesimpulan dari kedua topik tersebut.

E. TES FORMATIF
Petunjuk : Bacalah dengan cermat butir-butir soal dibawah ini yang berisi
kalimat pertanyaan dengan 5 opsi dalam bentuk pilihan ganda.
Berilah lingkaran pada huruf a,b,c,d atau e pada jawaban yang
saudara anggap benar.
1. Ibu Widya memiliki anak berusia 3 tahun, ia melihat ada yang berbeda
dengan cara anaknya berjalan. Apakah yang harus dilakuan oleh Ibu
Widya pada tahap awal?
A. Marah karena anaknya tidak sama dengan anak pada umumnya
B. Sedih karena anaknya memiliki kelainan fisik
C. Mencari tahu dengan baik dan melakukan konsultasi dengan ahli tulang
D. Membawa anaknya ke psikolog karena khawatir dengan psikisnya
E. Semua jawaban salah
2. Bu Tuti adalah seorang guru TK. Ia memahami beberapa hal-hal yang
harus diperhatikan pada anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan
khusus tentunya memilki kesulitan belajar. Kesulitan belajar yang terjadi
pada anak berkebutuhan khusus adalah berikut, kecuali...
A. Kesulitan dalam berpikir
B. Kesulitan belajar akademik
C. Kesulitan bergerak visual motorik
D. Kesulitan bahasa dan komunikasi
E. Kesulitan belajar yang tidak berhubungan dengan perkembangan

97
3. Ibu Vina merupakan orangtua dari Didi. Ibu Vina khawatir dengan
perkembangan Didi bermasalah atau tidak. Apa yang sebaiknya dilakukan
Ibu Vina?
A. Pergi ke sekolah Didi untuk melihat kegiatan di sekolah
B. Pergi ke sekolah Didi untuk berbicara langsung dengan guru
C. Memahami tingkatan perkembangan anak dalam segala aspek agar
tidak khawatir berlebihan
D. Mengamati perkembangan Didi 24 jam tanpa henti
E. Semua jawaban benar
4. Ibu Uli sedang mengamati perkembangan bahasa pada seluruh anak di
kelas Bulan Sabit. Ia mengamati seluruh perkembangan anak-anak.
Berikut pernyataan yang benar mengenai ciri perkembangan bahasa pada
anak KB dan TK adalah
A. Anak sudah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar,
sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kata dan sudah menguasai
70% dari fonem dan sintaksis.
B. Anak belum dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar
namun sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kata dan sudah
menguasai 70% dari fonem dan sintaksis.
C. Anak sudah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar,
sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kata dan sudah menguasai
90% dari fonem dan sintaksis.
D. Anak belum dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar
namun sudah dapat mengucapkan lebih dari 3.500 kata dan sudah
menguasai 90% dari fonem dan sintaksis.
E. Anak sudah dapat menggunakan kalimat dengan baik dan benar,
sudah dapat mengucapkan lebih dari 3.500 kata dan sudah menguasai
90% dari fonem dan sintaksis.
5. Ana adalah mahasiswa magang di salah satu sekolah Taman Kanak-
Kanak. Ia mendapatkan Forum Diskusi untuk mengamati perkembangan
psikososial anak-anak di kelas Matahari yang berkebutuhan khusus.

98
Masalah perilaku psikososial yang sering muncul pada anak berkebutuhan
khusus, antara lain adalah...
A. Penakut, agresif, senang bicara, hiperaktif, rendah
diri B. Menarik diri, memaki, pemberani, senang bicara
C. Pendiam, rendah diri, pemberani, menarik diri
D. Penakut, agresif, rendah hati, pendiam
E. Pendiam, penakut, agresif, rendah diri
6. Ibu Riri adalah seorang guru TK. Ia selalu mengamati perkembangan
setiap anak dalam setiap aktivitas kegiatan. Ibu Riri melihat salah satu
anak selalu sedih, gelisah, berkeringat dan selalu menangis. Selanjutnya
Ibu Riri memberikan pendampingan untuk anak tersebut.
A. Memiliki sifat agresif
B. Memiliki kecemasan tingkat tinggi
C. Memiliki ekstrovert tingkat tinggi
D. Memiliki sifat tidak peka
E. Memiliki rasa takut salah
7. Seorang guru TK yang menghadapi anak agresif tidaklah melakukan
pengucilan atau memojokkan anak tersebut di depan teman-temannya.
Seorang guru harus memahami perilaku agresif itu secara keseluruhan dan
menyimpulkan
A. Perilaku agresif pada anak merupakan hal yang biasa terjadi
B. Perilaku agresif pada anak dapat merugikan orang lain apabila tidak
dalam pengawasan
C. Perilaku agresif dapat diminimalisir atau dihilangkan dengan adanya
stimulasi
D. Perilaku agresif bukan hal yang sangat memalukan
E. Semua jawaban benar
8. Pembelajaran bagi anak yang memiliki ketidakmampuan di lingkungan
pendidikan umum disebut pendidikan.... pendidikan yang dilakukan
dengan cara memisahkan anak kebutuhan khusus dan anak-anak lain
adalah pendidikan....

99
A. Inklusi, Integratif
B. Segregatif, Inklusi
C. Inklusi, Segregatif
D. Integratif, Inklusi
E. Segregatif, Integratif
9. Pak Ari adalah seorang guru TK di daerah kawasan padat penduduk. Pak
Ari mengidentifikasi seorang anak yang memiliki kebutuhan khusus. Ia
telah berdisuksi dengan orangtua anak tersebut, namun orangtua
menyerahkan sepenuhnya dalam hal pertumbuhan dan perkembangan
anak. Respon Pak Ari yang seharusnya adalah
A. Melakukan diskusi kembali agar orangtua mau diajak bekerja sama
B. Sabar dalam menghadapi anak yang berkebutuhan khusus
C. Menciptakan hubungan yang akrab dengan anak
D. Memahami seluruh emosi anak dengan baik
E. Semua jawaban benar
10. Anak yang gagal dalam perkembangan keterampilan berbahasa sesuai
usianya memiliki resiko dalam kehidupan sosialnya. Pernyataan tersebut
A. Salah, karena tidak ada hubungannya sama sekali
B. Benar, karena anak membutuhkan interaksi sosial dalam kehidupan
sehari-hari
C. Salah, karena anak yang tidak memiliki keterampilan berbahasa
terutama dalam menyimak dan berbicara tetap dapat berkomunikasi
dengan baik
D. Benar, karena untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan modal
awal yang dibutuhkan adalah keterampilan berbahasa, terutama
menyimak dan berbicara
E. Salah, karena untuk berinteraksi sosial dengan lingkungan, anak tidak
harus memiliki keterampilan berbahasa

100
DAFTAR PUSTAKA
Bredekamp, Sue, Couple dan William.1998. DAP in Early Childhood Programs
Serving Children from Birth throughAge 8. Washington, DC: NAEYC.

Catron,Carol.E dan Jan Allen. 1999. Early Childhood Curriculum: A Creative


nd
Play Model, 2 Edition. NewJersey: Merill Publ.

Dodge, Diane Trister dan Laura J. Colker. 2000. Creative Curriculum for Early
Childhood. Washington, DC: Teaching Strategies.

Yuliani Nurani. 2019. Perspektif Baru Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.
Jakarta: Indeks.

101
102
Kegiatan Belajar 4

CAPAIAN PERKEMBANGAN ANAK

MELALUI PAUD HOLISTIK INTEGRATIF

A. Pendahuluan
1. Deskripsi Singkat
Beragam permasalahan perkembangan anak seringkali terjadi di
Lembaga PAUD ataupun PAUD Inklusi, baik yang bersifat bawaan dari
lahir ataupun akibat pola perilaku yang kurang tepat pada diri anak.
Permasalahan-permasalahan yang terjadi haruslah segera dicari dan diberi
solusi yang tepat agar permasalahan tidak terus berkelanjutan. Artinya
semakin solusi diberikan, makam akan semakin cepat pula permasalahan
tersebut diselesaikan secara tuntas.
Deteksi dini terhadap munculnya permasalahan perkembangan serta
diagnosa yang diberikan oleh guru amat sangat dibutuhkan. Nmun hal ini
sebatas pada kewenangan guru sebagai pendidik di kelas saja. Apabila
dalam penyelesaian masalah perkembangan guru tidak tidak sanggup lag
mengatasi permasalahan tersebut, maka guru perlu merujuk pada pihak-
pihak terkait dengan kewenangannya masing-masing, seperti merujuk ke
konselor, psikolog, dan ke dokter ataupun ke pihak-pihak lain yang relevan
dengan permasaahan perkembangan anak yang dihadapinya.

2. Relevansi
Sepanjang proses pembelajaran berlangsung baik didalam atau diluar
kelas, pastilah bermunculan permasalahan perkembangan anak.
Permasalahan tersebut mulai dari permasalahan yang ringan sampai berat.
Untuk itu, guru perlu mendapatkan pengetahuan yang cukup terhadap
deteksi dini tumbuh kembang anak dan melakukan diagnose sederhana
diawal kemunculan permasalahan perkembangan tersebut.

103
3. Petunjuk Belajar
Kegiatan belajar ini berisi sejumlah kemampuan yang diharapkan dapat
dicapai diakhir kegiatan belajar yaitu peserta didik mampu melakukan
deteksi dini tumbuh kembang anak usia dini baik di Lembaga PAUD dan
PAUD Inklusi dan juga mampu melakukan diagnosa awal terhadap
permasalahan yang dihadapi.
Dalam kegiatan pembelajaran ini, materi pembelajaran bagi peserta
didik sebagai calon guru/guru dalam jabatan yang bersifat mandiri;
Sehingga peserta didik perlu mempelajari kegiatan belajar ini dengan
seksama, lalu mengimplementasikannya dalam membuat perencanaan
pembelajaran. Modul ini juga dilengkapi dengan materi pengayaan yang
dapat diunggah berdasarkan link yang diberikan (terlampir).

B. Inti
1. Capaian Pembelajaran Mata Kegiatan
Mampu menganalisis perkembangan anak sebagai capaian pembelajaran
dalam bentuk indikator perkembangan memuat pemahaman tingkat tinggi
sebagai dasar merencanakan dan melaksanakan pembelajaran untuk anak
usia dini melalui pengembangan PAUD Holistik Integratif.

2. Pokok-Pokok Materi
2.1. PAUD Holistik Integratif
2.2. Tujuan dan Pentingnya PAUD Holistik Integratif

3. Uraian Materi
A. Pendahuluan
Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya untuk
menstimulasi, membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan
pembelajaran yang akan menghasilkan kemampuan dan keterampilan
anak. Pendidikan bagi anak usia dini merupakan sebuah pendidikan
yang dilakukan pada anak yang baru lahir sampai dengan delapan

104
tahun. Pendidikan pada tahap ini memfokuskan pada kemampuan fisik,
intelegensi/koginitif, emosional dan sosial edukasi.
Sesuai dengan keunikan dan pertumbuhan anak usia dini maka
penyelenggaraan pendidikan bagi anak usia dini disesuaikan dengan
tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini. Upaya
PAUD bukan hanya dari sisi pendidikan saja, tetapi termasuk upaya
pemberian gizi, kesehatan, perawatan, pengasuhan dan perlindungan
pada anak sehingga dalam pelaksanaan PAUD dilakukan secara terpadu
dan komprehensif.

B. Batasan Istilah
Pengembangan anak usia dini holistik dan integratif adalah
pengembangan anak usia dini yang dilakukan berdasarkan pemahaman
untuk memenui kebutuhan esensial anak yang beragam dan saling
berkait secara simultan dan sistimatis. Holistik artinya penanganan
anak usia dini secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan gizi
dan kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk
mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak. Sedang
Integratif/Terpadu artinya penanganan anak usia dini dilakukan secara
terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat,
pemerintah daerah, dan pusat
Jadi PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini
secara utuh (menyeluruh) yang mencakup layanan gizi dan kesehatan,
pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk mengoptimalkan
semua aspek perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh
berbagai pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah
daerah, dan pusat.
Berbagai studi kebijakan pengembangan anak usia dini holistik dan
terintegratif yang dilakukan oleh BAPPENAS kementerian negara
perencanaan pembangunan (2006; 3) menyatakan bahwa
pengembangan anak usia dini secara menyeluruh (holistik) mencakup

105
kesehatan dasar, gizi, dan pengembangan emosi serta intelektual anak
perlu dilakukan secara baik karena amat menentukan perjalanan
hidupnya di kemudian hari. Masa usia dini merupakan masa kritis
tumbuh kembang anak yang akan menentukan perkembangan anak
pada tahapan selanjutnya. Seluruh dimensi pengembangan akan tumbuh
dan berkembang, saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu dengan
lainnya. Untuk itu, anak membutuhkan stimulasi holistik (menyeluruh)
yang meliputi stimulasi pendidikan, kesehatan dan gizi, dan psikososial.

C. Tujuan Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif


Berdasarkan Peraturan PresidenVnomor 60 tahun 2013 tentang
Pengembangan AnakUsia Dini Holistik Integratif, maka tujuan PAUD
HI dibagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus.
Tujuan umum Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif
adalah terselenggaranya layanan Pengembangan AnakUsia Dini
Holistik-Integratif menuju terwujudnya anak Indonesia yang sehat,
cerdas, ceria, dan berakhlakmulia.
Tujuan khusus Pengembangan Anak Usia Dini Holistik Integratif
adalah: (1) terpenuhinya kebutuhan esensial anak usia dini secara utuh
meliputi kesehatan dan gizi, rangsangan pendidikan, pembinaan
moral-emosional dan pengasuhansehinggaanakdapat tumbuh dan
berkembang secara optimal sesuai kelompok umur; (2) terlindunginya
anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran, perlakuan yang
salah, dan eksploitasi di manapunanakberada; (3) terselenggaranya
pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar lembaga
layanan terkait, sesuai kondisi wilayah; dan (4)
terwujudnyakomitmenseluruhunsurterkaityaitu orang tua, keluarga,
masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, dalam upaya
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif.

106
D. Pendidikan Anak Usia Dini: Kajian Teoritis Empiris dan
Kebijakan
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya pembinaan yang
ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Undang
Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Merujuk pada berbagai penelitian longitudinal , terbukti bahwa
periode 5 (lima) tahun pertama kehidupan anak merupakan 'masa emas'
(golden period) dalam meletakkan dasar-dasar tumbuh kembang anak.
Begitu banyak „jendela kesempatan‟ (window opportunity) untuk dapat
mengembangkan berbagai potensi anak. Berbagai studi menunjukkan
bahwa kualitas tumbuh kembang anak pada masa usia dini ini akan
menentukan kualitas kesehatan fisik, mental, emosional, sosial,
kemampuan belajar dan perilaku sepanjang hidupnya. Berkaitan dengan
hal tersebut, terdapat 2 (dua) hal yang perlu dilakukan orang tua, pendidik,
dan pengasuh yaitu:
1. Memenuhi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang
optimal.
2. Melakukan stimulasi, deteksi dan intervensi dini tumbuh kembang
(SDIDTK) anak.

Gambar 1: Pertumbuhan Fisik Otak &


Perkembangan Intelektual Anak Sesuai dengan Usia

107
Kedua upaya tersebut dikenal dengan Pengembangan Anak Usia Dini
PAUD. Pendidikan anak usia dini dilakukan sebagai upaya memberikan
pembinaan kepada anak usia 0-6 tahun dalam aspek-aspek pendidikan,
kesehatan dan perbaikan gizi. Usaha ini dapat dilakukan oleh keluarga,
lembaga pendidikan, kesehatan, keagamaan dan pengasuhan serta teman
sebaya yang berpengaruh besar pada tumbuh kembang anak.

Pendidikan bagi anak usia dini bertujuan untuk mempersiapkan


sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing dimasa
mendatang. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab bersama antara keluarga,
pemerintah dan masyarakat. Lembaga pendidikan memegang peran dan
posisi kunci dan fundamental dalam mengoptimalkan potensi anak, karena
pengalaman pendidikan usia dini dapat memberikan pengaruh yang
“membekas” sehingga melandasi proses pendidikan dan perkembangan
anak selanjutnya.

Secara empiris, berdasarkan hasil penelitian terbukti bahwa : (1) Ada


perbedaan kesiapan sekolah antara anak yang mengikuti pendidikan di usia
dini dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan usia dini, dan (2)
persentase siswa/i yang berada di atas nilai rata‐rata, nilai tengah ataupun
modus lebih banyak ditemui di kelompok ECD baik PAUD maupun TK
dan RA. Perbedaan persentase antara kelompok Non‐ECD dengan
kelompok PAUD dan TK dan RA terlihat cukup besar. Misalnya, pada
skor total kesiapan sekolah, jumlah siswa/i dari kelompok PAUD, TK dan

RA yang memperoleh skor diatas nilai rata‐rata lebih dari 50%,


sementara di kelompok Non‐ ECD hanya terdapat kurang dari 40%
siswa/i dengan skor di atas nilai rata‐rata.

E. Pentingnya PAUD Holistik Integratif


Pendidikan Anak Usia Dini merupakan sarana yang tepat dalam
memberikan pengenalan nutrisi yang tepat dengan stimulasi yang sesuai
tahapan tumbuh-kembang anak, mengingat delapan puluh persen (80%)

108
perkembangan otak manusia terjadi di usia dini. Oleh karenanya,
periode ini merupakan momen tepat untuk menanamkan nilai dan
pendidikan pada anak, termasuk status gizi yang menjadi salah satu
aspek terpenting guna mendukung tumbuh-kembang, pembentukan
karakter, serta kecerdasan yang akan dibawa hingga usia dewasanya.
Salah satu kebijakan Direktorat Jenderal PAUDNI adalah mendorong
penyelenggaraan PAUD holistik-integratif yang mampu
mengoptimalkan/melejitkan kecerdasan anak, sesuai tahap tumbuh
kembang anak, memberikan kesiapan mengikuti pendidikan lebih lanjut
dengan jangkauan sasaran yang makin luas, bermutu, merata dan
berkeadilan.
Berbagai pendapat menyatakan bahwa layanan menyeluruh (holistik)
kepada anak usia dini dirasa sangat penting, karena jika salah satu aspek
yang seharusnya diberikan kepada anak tidak diberikan secara optimal,
maka akan berpengaruh terhadap aspek yang lain. Berbagai pengaruh yang
tampak antara lain :
1. Aspek Pendidikan
Pendidikan yang bermutu dapat mengembangkan semua lingkup
perkembangan anak (nilai-nilai agama dan moral, sosial-emosional,
motorik kasar dan motorik halus, kognitif, dan bahasa), namun jika

pendidikan yang diberikan tidak bermutu, maka semua lingkup


perkembangan anak juga tidak bisa berkembang secara optimal.

109
2. Aspek Kesehatan dan Gizi
Jika kesehatan dan gizi anak rendah, maka akan berdampak kepada
rendahnya kognisi anak, karena perkembangan kognisi anak sangat

Kesehatan & Gizi Seimbang sangat Berpengaruh


pada Perkembangan Anak
dipengaruhi oleh kesehatan dan gizi. Hal ini seiring dengan hasil
penelitian Ernesto Pollitt dkk tahun 1993 menyatakan bahwa pemberian
makanan sehat dan bergizi, akan mempengaruhi perkembangan kognisi
anak.

3. Aspek Pengasuhan
Jika pola asuh yang diterapkan orang tua
kepada anak tepat, maka akan berpengaruh
secara positif terhadap perkembangan sosial-
emosional anak, mengingat bahwa orangtua
adalah pendidik yang pertama dan utama
bagi anak. Sebagaimana pernyataan Sigmund Freud “pengalaman di
lima tahun pertama kehidupan seseorang sesungguhnya menentukan
kesehatan jiwa & kemampuan menyesuaikan diri dalam kehidupannya
kemudian”.

4. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak


Masalah deteksi dini tumbuh kembang anak, juga memegang peran
sangat penting, karena jika anak-anak mengalami penyimpangan
pertumbuhan dan perkembangan, namun tidak terdeteksi sedini mungkin,

110
maka sulit untuk diintervensi yang akhirnya akan menghambat
pertumbuhan dan perkembangan anak.

5. Apek Perlindungan
Apabila masyarakat (lingkungan), terutama orang tua dan pendidik
PAUD mengetahui dan memahami tentang perlindungan anak, maka
akan berdampak pada pola pikir, sikap dan perlakuan positif terhadap
anak. Mereka akan bersikap dan berperilaku menghargai, memotivasi,
berpihak, dan memenuhi hak-hak anak. Sebaliknya jika tidak memahami
mereka cenderung merendahkan, kurang berpihak, dan kurang
menghargai anak. Bahkan boleh jadi
mereka melakukan tindak kekerasan,
mengeksploitir, dan tidak melindungi
(membiarkan) anak. Jika hal ini
terjadi, maka perkembangan anak
pasti akan terganggu. Berdasarkan
teori ekologinya menyatakan bahwa
perkembangan anak dipengaruhi oleh
lingkungan dimana mereka tinggal. Mulai dari lingkungan yang terdekat
(mikro sistem) sampai dengan lingkungan yang terjauh (makro sistem).

111
F. Keholistikan Peran Lembaga dalam Pengembangan PAUD HI
Dilihat dari sisi peran lembaga terkait, PAUD holistik dan integratif
menjadi sangat penting, karena dengan mengintegrasikan berbagai
lembaga yang berkompeten diperoleh berbagai manfaat, diantaranya:
a) Terjalinnya hubungan yang harmonis antar lembaga terkait,
sehingga memperkecil rasa ego sektoral yang selama ini sangat
kuat.
b) Terwujudnya program bersama dari lembaga terkait dengan sasaran
anak usia dini.
c) Mengoptimalkan peran masing-masing lembaga terkait sesuai
dengan kewenangannya.
d) Menghindari adanya program yang tumpang tindih dari lembaga-
lembaga terkait, sehingga berdampak pada pemborosan biaya.
e) Terwujudnya sinkronisasi program dari masing-masing lembaga
terkait untuk mengoptimalkan potensi anak.
Dengan demikian layanan yang menyeluruh (holistik) yang
meliputi layanan pendidikan, pengasuhan, perawatan, kesehatan, gizi,
dan perlindungan anak, dengan mengintegrasikan berbagai lembaga
terkait menjadi sangat penting guna mengoptimalkan potensi anak.

G. Merancang PAUD Holistik dan Integratif


Merancang PAUD holistik dan integratif harus cermat dan matang
agar hasilnya maksimal. Rancangan PAUD holistik dan integratif
dapat dilakukan melalui beberapa tahap berikut:
1. Perencanaan
Mengidentifikasi potensi lembaga PAUD yang meliputi: pendidik
dan tenaga kependidikan (kompetensi, keterampilan, peran di
masyarakat, dsb), peserta didik (status kesehatan, penyimpangan
perkembangan, latar belakang orang tua, dsb), orang tua (profesi,
ekonomi, keterampilan, dsb), sarana dan prasarana, dan lingkungan
termasuk lembaga terkait; Menyusun draft rencana anggaran selama

112
satu tahun; Mendiskusikan draft rencana program dengan
mengundang orang tua, stake holder, tokoh masyarakat, dan pihak
terkait; Sosialisasi program penyelenggaraan PAUD holistik dan
integratif kepada semua pihak yang terkait; Menyiapkan sarana dan
prasarana sesuai dengan kebutuhan; Menggali dana dari berbagai
sumber yang tidak mengikat, sesuai dengan kebutuhan; Menyiapkan
administrasi yang diperlukan, seperti surat-menyurat, administrasi
pembelajaran, keuangan, dan lain-lain.

2. Pelaksanaan
Pelaksanaan penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif,
mengacu kepada rencana penyelenggaraan yang telah disusun.
Pelaksanaan penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif meliputi
beberapa kegiatan, yaitu :
a) kegiatan pembelajaran yangmerupakan wujud dari layanan
pendidikan, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan
situasi dan kondisi masing-masing lembaga.
b) kegiatan parenting yang dapat dilakukan antara lain dengan
melibatkan orang tua di kelas sebagai peserta didik dan memberi
beragam penyuluhan sesuai kebutuhan daerah.

3. Layanan Kesehatan dan Gizi


Berupa pemeriksaan kesehatan, pemberian vitamin, dan vaksinasi
juga sangat penting untuk dilakukan agar anak-anak senantiasa terjaga
kesehatan dan kekebalan tubuh anak, pemeriksaan kebersihan telinga,
hidung, kuku, dan gigi dapat dilakukan secara rutin oleh pendidik di
lembaga PAUD. Sedangkan pemeriksaan kesehatan yang bersifat
insidental/khusus juga perlu dilakukan, misalnya pada saat sering
terjadi wabah penyakit, misalnya ketika musim penghujan sering
terjadi wabah influenza dan batuk-batuk, atau ketika terjadi wabah
penyakit cacar, penyakit kulit, dan lain-lain.

113
4. Gizi Seimbang
Asupan gizi seimbang sebaiknya diberikan secara berkala kepada
anak dalam bentuk pemberian makanan tambahan, minimal seminggu
sekali. Pemberian asupan seimbang diharapkan dapat dijadikan
sebagai wahana untuk membantu orang tua dalam menjaga
kesehatan dan kebugaran tubuh anak. Menu yang diberikan
sebaiknya bervariasi, terjangkau (disesuaikan dengan kemampuan
orang tua), namun tetap memenuhi kebutuhan gizi anak. Masalah
variasi menu dan gizi lembaga PAUD dapat berkonsultasi dengan ahli
gizi dari dinas kesehatan (puskesmas) terdekat. Dalam pemberian
asupan gizi seimbang lembaga PAUD dapat mengoptimalkan peran
orang tua dalam hal pendanaan dan teknis pelaksananya. Orang tua
dapat memanfaatkan potensi yang ada di sekitar, misalnya sayuran
yang dipetik dari pekarangan (kebun sendiri) atau bahan makanan lain
yang tersedia yang diolah sedemikian rupa agar tidak membosankan
dan dapat merangsang selera makan anak namun tetap memiliki nilai
gizi.

5. Deteksi Dini Tumbuh Kembang Anak (DDTK)


Deteksi tumbuh kembang anak harus dilakukan oleh lembaga
PAUD untuk mengetahui sedini mungkin penyimpangan pertumbuhan
dan perkembangan anak. Hal ini dilakukan agar lebih mudah untuk
menanganinya, sehingga terhindar dari penyimpangan bersifat
permanen. Kegiatan yang dilakukan dalam deteksi dini meliputi :
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, deteksi
perkembangan anak, emosi anak, gangguan berbicara, dan gangguan
pendengaran. Deteksi dini autis, ganggungan perhatian, dan hiperaktif
dapat dilakukan apabila ada gejala-gejala atau ada kecurigaan
terhadap ketiga gangguan tersebut. Pelaksanaan DDTK dapat
dilakukan oleh pendidik atau tenaga kependidikan yang sudah terlatih.
Namun, apabila belum ada tenaga yang terlatih, lembaga dapat

114
bekerja sama dengan dinas kesehatan atau puskesmas terdekat untuk
melakukannya, sehingga deteksi yang dilakukan benar-benar akurat
dan dapat dipertanggung jawabkan hasilnya. Kegiatan deteksi
pertumbuhan seperti timbang badan, tinggi badan dan lingkar kepala,
dapat dilakukan sebulan sekali, sedang untuk perkembangan anak
(bahasa, kognisi, motorik) dapat dilakukan secara berkala, sesuai
kebutuhan atau usia.

6. Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)


Pola hidup bersih dan sehat merupakan salah satu aspek yang
sangat menunjang kesehatan anak. Pendidik dapat mengajarkan,
memberi teladan dan membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan lembaga PAUD.
Misalnya mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, tidak jajan
sembarangan, mandi dan gosok gigi 2 kali sehari, buang air besar dan
kecil di toilet (toilet training), membuang sampah pada tempatnya,
membersihkan lingkungan lembaga, olah raga secara teratur, dan
kegiatan lainnya.
Sebagian besar waktu anak berada di rumah, karena itu pola hidup
bersih dan sehat juga harus diterapkan orang tua di rumah. Kebiasaan-
kebiasaan baik untuk menciptakan pola hidup bersih dan sehat di
rumah antara lain :
a) Memelihara kebersihan dan kesehatan pribadi dengan baik.
b) Makan/minum makanan dan minuman yang sehat.
c) Memelihara kesehatan lingkungan, yaitu: tersedianya air bersih,
tersedia tempat pembuangan sampah dan air limbah, dan
menjaga kebersihan dan kesehatan kamar mandi, jamban/ WC.

7. Pengasuhan dan Perawatan


Pengasuhan merupakan salah satu kebutuhan esensi anak yang
sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tingkah

115
laku dan praktik-pratik pengasuhan yang dapat dilakukan seorang
pengasuh (ayah, ibu, saudara kandung, kerabat dan lainnya)
diantaranya adalah memenuhi kebutuhan makan, menjaga kesehatan,
memberikan stimulasi, dukungan sosial dan lain-lain.
Studi Kebijakan Bappenas (2006) mengemukakan bahwa untuk
perkembangan anak yang normal, dibutuhkan kualitas asuhan ibu.
Ada enam ciri yang dibutuhkan untuk melakukan pengasuhan, yaitu:
(1) hubungan kasih sayang, (2) kelekatan atau keeratan hubungan, (3)
hubungan yang tidak terputus, (4) interaksi yang memberikan
rangsangan, (5) hubungan dengan satu orang pengasuh, dan (6)
melakukan pengasuhan anak di rumah sendiri.

8. Perlindungan Anak
Pada dasarnya setiap anak mempunyai hak yang sama dengan
orang dewasa. Mereka mempunyai hak yang harus dihargai dan
dilindungi. Banyak perundangan-undangan yang telah mengatur
tentang hak-hak anak. Misalnya undang-undang nomor 4 tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
Perlindungan terhadap anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan. Hal lain yang perlu mendapatkan perlindungan
misalnya: perlindungan dari kekerasan baik fisik maupun mental,
diskriminasi, eksploitasi, human trafficking, dan tindakan asusila
lainnya. Semua itu harus mendapatkan perhatian dan penanganan
yang serius, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas,
berahlak mulia, dan sejahtera.

116
9. Pengendalian Mutu
Pengendalian mutu penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif
dapat dilakukan melalui kegiatan Monitoring, Supervisi, Evaluasi dan
Pelaporan. Kegiatan Monitoring, Supervisi, Evaluasi dan Pelaporan
dapat dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan,
misalnya Dinas Pendidikan, BPPNFI, HIMPAUDI, Asesor PAUD,
SKB, BPKB, dan lembaga lain.
Monitoring dilakukan untuk mengetahui, apakah pelaksanaan
kegiatan sesuai dengan rencana yang telah disusun atau tidak. Apakah
ditemukan permasalahan atau hambatan berkenaan dengan
pelaksanaan kegiatan. Kegiatan monitoring dapat dilakukan minimal 3
bulan sekali. Kegiatan supervisi dapat dilakukan bersamaan dengan
kegiatan monitoring atau setelah kegiatan monitoring. Dalam kegiatan
supervisi, supervisor dapat memberi masukan atau membantu
memecahkan berbagai masalah atau hambatan yang dialami oleh
lembaga ataupun pihak lain yang terlibat dalam penyelenggaraan
PAUD holistik dan integratif. Dengan demikian permasalahan atau
hambatan yang ada dapat segera dapat dipecahkan. Supervisi dapat
dilakukan minimal 3 bulan sekali.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan
penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif, maka perlu adanya
evaluasi penyelenggaraan dan hasil pembelajaran. Melalui kegiatan
evaluasi dapat diketahui apakah lembaga PAUD berhasil, berhasil,
cukup berhasil, atau kurang berhasil dalam menyelenggarakan
program PAUD holistik dan integratif. Hasil evaluasi dapat digunakan
untuk mengetahui kelebihan dan kekurangannya. Evaluasi dapat
dilakukan pada akhir semester dan akhir tahun pembelajaran.
Kegiatan terakhir adalah pelaporan. Pelaporan dilakukan secara
tertulis oleh lembaga PAUD pada akhir semester atau akhir tahun
pembelajaran. Pelaporan disusun sebagai bentuk pertanggungjawaban
lembaga PAUD dalam penyelenggaraan program. Pelaporan juga

117
dapat digunakan sebagai umpan balik bagi pengambil kebijakan dalam
menentukan program-program mendatang, agar lebih efektif dan
efisien.

10. Tindak Lanjut


Tindak lanjut dari penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif
antara lain: (1) Memperbaiki kekurangan-kekurangan yang mungkin
terjadi selama penyelenggaraan; (2) Menjaga konsisten dalam
penyelenggaraan, artinya menjaga keberlangsungan program; (3) Siap
menjadi PAUD Holistik dan Integratif Percontohan, bagi lembaga-
lembaga PAUD lainnya.

H. Kurikulum PAUD Holistik Integratif


Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidik Nasional, Pasal 1 Butir 19 UU dituliskan bahwa Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Selanjutnya, dijelaskan bahwa kurikulum pada
semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan
peserta didik (Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 36 Ayat 2)
Kurikulum PAUD adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pengembangan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pengembangan
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Kurikulum PAUD
dikembangkan pada Satuan atau program PAUD yaitu layanan PAUD
yang dilaksanakan pada suatu lembaga pendidikan dalam bentuk
Taman Kanak-kanak (TK)/RaudatulAthfal (RA)/BustanulAthfal (BA),

118
KelompokBermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA), dan Satuan
PAUD Sejenis (SPS).
Proses pengembangan
kurikulum haruslah
meliputi tiga dimensi
kurikulum yaitu kurikulum
sebagai ide, kurikulum
sebagai dokumen, dan
kurikulum sebagai proses.
Ketiga dimensi kurikulum
ini saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya. Kurikulum
sebagai proses dilaksanakan dengan berbagai kebijakan kurikulum.
Kebijakan-kebijakan tersebut merupakan operasionalisasi kurikulum
sebagai ide dan kurikulum sebagai dokumen. Disebutkan pula bahwa
dalam pengembangan kurikulumituharus dimulai dari perencanaan.
Dalammenyusun perencanaan tersebut didahului oleh ide-ide yang
akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide-ide tersebu
tberkenaan dengan penentuan filosofi kurikulum, model kurikulum
yang digunakandan model evaluasi pembelajaran yang dipilih

Kurikulum merupakan alat untuk membantu guru atau pendidik


dalam melakukan Forum Diskusinya, sebab kurikulum secara umum
dapat didefinisikan sebagai rencana yang dikembangkan untuk
memperlancar proses pembelajaran. Kurikulum disusun agar dapat
mengembangkan seluruh potensi perkembangan anak, baik yang
berhubungan dengan pengembangan ranah perilaku sikap religius,
moral, perkembangan karakter dan sikap sosial, kematangan emosi,
maupun kesiapan skolastik, pengetahuan dan keterampilan gerak
kinestetik anak secara optimal sesuai dengan perkembangannya.
Dalam konteks interaksi edukatif, pengembangan kurikulum
haruslah didasarkan pada teori tentang perkembangan anak, teori

119
tentang bagaimana anak belajar melalui bermain, dan faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi belajar baik secara fisik maupun
psikis. Setiap anak didik memiliki karakteristik dan tahapan
perkembangan normatif yang relatif sama sesuai dengan usia
kalender.
Standar normatif perkembangan ini akan menjadi kerangka acuan
dalam menyusun standar kompetensi perkembangan sesuai dengan
usia kalender masing-masing anak. Walaupun secara normatif anak
memiliki standar perkembangan yang relatif sama namun dalam
proses pencapaiannya, setiap anak memiliki keunikan, tempo dan
irama perkembangan masing-masing. Terdapat perbedaan kondisi
psikologis yang telah dimiliki dan dicapai setiap anak didik
dibandingkan dengan standar perkembangan yang sesuai dengan usia
kalender. Perbedaan tersebut dalam konsep perkembangan anak
dipangaruhi oleh faktor bawaan, pengalaman interaksi anak dalam
keluarga termasuk kondisi spiritual-keagamaan, kondisi ekonomi,
kondisi sosial-antropologi yang dimiliki keluarga.
Pada hakikatnya pengembangan kurikulum adalah pengembangan
sejumlah pengalaman belajar melalui kegiatan bermain yang dapat
memperkaya pengalaman anak tentang berbagai hal (Bennett, Finn,
Crib, 1999: 91-100). Pengembangan program kegiatan bermain
(kurikulum) bagi AUD seharusnya sarat dengan aktivitas bermain
yang mengutamakan adanya kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi
dan berkreativitas, sedangkan orang dewasa seharusnya lebih berperan
sebagai fasilisator pada anak yang membutuhkan bantuan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi (Albrecht dan Miller, 2000).
Selanjutnya Albrecht dan Miller (2000) berpendapat bahwa dalam
pengembangan program kegiatan bermain (kurikulum) bagi anak usia
dini seharusnya sarat dengan aktivitas bermain yang mengutamakan
adanya kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi dan berkreativitas,
sedangkan orang dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator

120
pada saat anak membutuhkan bantuan untuk memecahkan masalah
yang dihadapi.
Jackman (2009) menyatakan bahwa kurikulum adalah proses
multilevel yang menekankan apa yang terjadi dalam kelas pendidikan
anak usia dini setiap harinya, refleksi dari filosofi, tujuan dan sasaran
dari program anak usia dini. Dalam program pendidikan anak usia
dini, filosofi menekankan pada prinsip dasar, sikap, dan percaya
terhadap sekolah. Tujuan, penglihatan secara luas dari apa yang anak
harapkan untuk mencapai tujuan dari program tersebut. Dan sasaran,
teknik mengajar khusus atau interpretasi dari tujuan dan penjabaran
yang bermakna dari apa yang diharapkan dari pembelajaran di desain
untuk mengembangkan aspek fisik, intelektual, budaya, sosial,
emosional, dan perkembangan kreatif dari masing-masing anak.
Berdasarkan paparan di atas yang dimaksud pengembangan
kurikulum secara kongkret adalah berupa seperangkat rencana yang
berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan
pada anak usia dini berdasarkan potensi dan Forum Diskusi
perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian
kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Pengembangan Pembelajaran (kurikulum) dan Perangkat Bahan
Ajar PAUD Holistik Integratif, didasarkan pada prinsip prinsip yang
yang akan diuraikan berikut ini:

I. Pembelajaran PAUD Holistik Integratif


1) Pelayanan yang holistik maksud dari pelayanan yang holistik
terhadap anak usia dini adalah pemenuhan atas kebutuhan anak
usia TK (4-6 tahun) yang dilayani secara esensial, utuh dan terpadu
melalui pelayanan yang sistematik dan terencana mencakup
layanan kesehatan, gizi, pengasuhan, perlindungan dan rangsangan
pendidikan.

121
1.1. Pelayanan yang tidak diskriminatif Pelayanan yang diberikan
sebagai penyelenggara pembelajaran Anak Usia Dini yang
Holistik Integratif adalah memberikan pelayanan sesuai
kebutuhan anak usia 4-6 tahun tanpa membedakan latar
belakang, sosial ekonomi, suku dan agama. Dengan tetap
memperhatikan empat prinsip hak anak yaitu kepentingan
terbaik untuk semua, perkembangan kelangsungan hidup,
menghargai pendapatnya dan non diskriminasi.
1.2. Berbasis budaya yang konstruktif Pemberian layanan anak usia
4-6 tahun dengan menggali budaya-budaya lokal yang
konstruktif dalam bentuk pelayanan kegiatan bermain anak.
1.3. Good govermance. Adanya koordinasi dan kerjasama lintas
sektoral, serta kemitraan antar institusi pemerintah, lembaga
penyelenggara layanan dan organisasi terkait, baik lokal,
nasional, maupun internasional, dalam penyelenggaraan
Pendidikan Anak Usia Dini Holistik Integratif.
1.4. Berorientasi pada kebutuhan anak Kegiatan pembelajaran pada
anak harus senantiasa berorientasi pada kebutuhan anak. Anak
Usia Dini adalah anak yang sedang membutuhkan upaya-
upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun psikis, yaitu
intelektual, bahasa,motorik dan sosio emosional.
1.5. Belajar melalui bermain. menggunakan media edukatif dan
sumber belajar yang aktif, inovatif, kreatif, dan
menyenangkan. Bermain merupakan sarana belajar anak usia
dini. Melalui bermain anak diajak untuk bereksplorasi,
menemukan, memanfaatkan, dan mengambil kesimpulan
mengenai benda di sekitarnya, melalui media dan sumber
pembelajaran dapat berasal dari lingkungan alam sekitar atau
bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik / guru,
melalui kegiatan-kegiatan yang menarik, menyenangkan untuk

122
membangkitkan rasa ingin tahu anak, memotifasi anak untuk
berpikir kritis,dan menemukan hal-hal baru. Pengelolaan
pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis,
mengingat anak merupakan subyek dalam proses
pembelajaran.
1.6. Lingkungan yang kondusif Lingkungan harus diciptakan
sedemikian rupa sehingga menarik dan menyenangkan dengan
memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang dapat
mendukung kegiatan belajar melalui bermain.
1.7. Menggunakan pembelajaran terpadu Pembelajaran di TK harus
menggunakan konsep pembelajaran terpadu yang dilakukan
melalui tema. Tema yang dibangun harus menarik dan dapat
membangkitkan minat anak dan bersifat kontekstual. Hal ini
dimaksudkan agar anak mampu mengenal berbagai konsep
secara mudah dan jelas sehingga pembelajaran menjadi mudah
dan bermakna bagi anak.
1.8. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup yang dilakukan
sebagai pembiasaan Mengembangkan keterampilan hidup
dapat dilakukan melalui berbagai proses pembiasaan. Hal ini
dimaksud agar anak belajar untuk menolong diri sendiri,
mandiri, dan bertanggungjawab serta memiliki disiplin diri.
1.9. Pemanfaatan Teknologi Informasi Pelaksanaan stimulasi pada
anak usia TK, jika dimungkinkan dapat memanfaatkan
teknologi untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape, radio,
televisi, komputer. Pemanfaatan teknologi informasi dalam
kegiatan pembelajaran dimaksudkan untuk mendorong anak
menyenangi belajar.
1.10. Pembelajaran bersifat Demokratis Proses pembelajaran
memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir,
bertindak, berpendapat, serta berekspresi secara bebas dan
bertanggung jawab.

123
2) Jenis Pembelajaran Bahan Ajar PAUD Holistik Integratif
Terdapat berbagai model pembelajaran di PAUD yang dapat
dipilih sesuai dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Situasi dan
kondisi yang berbeda tersebut mungkin karena letak geografis
seperti di daerah pantai , pegunungan, atau dataran rendah atau juga
posisi wilayah seperti perkotaan, pedesaan, ataupun pesisir pantai.
Model Pembelajaran di PAUD merupakan suatu rancangan
untuk menggambarkan rincian dan penciptaan lingkungan yang
menjadikan anak untuk berinteraksi dalam pembelajaran sehingga
terjadi perubahan / perkembangan pada diri anak. Komponen
model pembelajaran: Konsep, Tujuan pembelajaran, Materi/Tema,
Langkah-langkah, Metode, Alat dan Sumber Belajar dan Teknik
Evaluasi. Model-model Pembelajaran di PAUD antara lain :

2.1. Model Pembelajaran Kelompok dengan Kegiatan


Pengaman
Dalam pembelajaran ini anak-anak dibagi menjadi 3
kelompok, masing-masing kelompok melakukan kegiatan yang
berbeda-beda. Dalam satu pertemuan anak harus
menyelesaikan 2-3 kegiatan dan secara bergantian. Bila ada
anak yang sudah menyelesaikan Forum Diskusi lebih cepat,
maka anak tersebut dapat meneruskan kegiatan lain di
kelompok yang tersedia tempat, kalau tidak ada tempat anak
dapat bermain di kegiatan pengaman. Kegiatan pengaman
disediakan alat-alat yang bervariasi, sering diganti sesuai
dengan tema / sub tema.
2.2. Model Pembelajaran Berdasarkan Sudut-sudut Kegiatan
Model pembelajaran berdasarkan sudut, langkah-langkah
pembelajarannya hampir sama dengan model area, hanya
sudut-sudut kegiatan merupakan pusat kegiatan. Alat-alat

124
kegiatan yang disediakan lebih bervariasi, sering diganti sesuai
dengan tema dan sub tema.
2.3. Model Pembelajaran Area
Model pembelajaran ini lebih memberikan kesempatan
kepada anak dalam memilih / menentukan kegiatan sendiri
sesuai dengan minatnya. pembelajaran ini untuk memenuhi
kebutuhan anak dan menghormati keberagaman budaya serta
menekankan pada pengalaman belajar bagi setiap anak .
2.4. Model Pembelajaran Sentra
Adalah proses pembelajaran yang dilakukan di dalam
lingkaran dan sentra bermain.Guru bersama anak duduk
dengan posisi melingkar dan saat dalam lingkaran, guru
memberikan pijakan pada anak sebelum dan sesudah bermain.
Sentra bermain merupakan area / zona bermain anak yang di
lengkapi alat bermain, berfungsi sebagai pijakan lingkungan
yang diperlukan untuk mengembang kan seluruh potensi dasar
anak dalam berbagai aspek perkembangan secara seimbang
Dalam membuka sentra setiap hari disesuaikan dengan jumlah
kelompok setiap TK. Pembelajaran sentra dilakukan secara
tuntas mulai awal kegiatan sampai akhir dan fokus pada satu
kelompok usia TK dalam satu kegiatan sentra kegiatan.

Mengutip penyataan Mayesty (1990) bagi seorang anak,


bermain adalah kegiatan yang mereka lakukan sepanjang hari
karena bagi anak bermain adalah hidup dan hidup adalah
permainan. Anak usia dini tidak membedakan antara bermain,
belajar dan bekerja. Anak-anak umumnya sangat menikmati
permainan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka
memiliki kesempatan.
Piaget dalam Mayesty (1990) mengatakan bahwa bermain
adalah suatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan

125
menimbulkan kesenangan/ kepuasan bagi diri seseorang;
sedangkan Parten dalam Mayesty (1990) memandang kegiatan
bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain
dapat memberi kesepakatan anak bereksplorasi, menemukan,
mengekspresikan perasaaan, berkreasi, dan belajar secara
menyenangkan. Selain itu, kegiatan bermain dapat membantu anak
mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa ia hidup serta
lingkungan tempat dimana ia hidup.

Selanjutnya Buhler dan Danziger dalam Roger dan Sawyers


(1995), berpendapat bahwa bermain adalah kegiatan yang
menimbulkan kenikmatan; sedangkan Freud menyakini bahwa
walaupun bermain tidak sama dengan bekerja tetapi anak
menganggap bermain sebagai sesuatu yang serius.
Docket dan Fleer (2000) berpendapat bahwa bermain
merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak
akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktifitas yang khas
dan sangat berbeda dengan aktifitas lain seperti belajar dan bekerja
yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir.
Vygotsky dalam Naughton (2003) percaya bahwa bermain
membantu perkembangan kognitif anak secara langsung, tidak
sekedar sebagai hasil dari perkembangan kognitif seperti yang
dikemukakan oleh Piaget. Ia menegaskan bahwa bermain simbolik
memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan
berpikir abstrak. Sejak anak mulai bermain pura-pura, maka anak

126
menjadi mampu berpikir tentang makna-makna obyek yang mereka
representasikan secara independen.
Berhubungan dengan kegiatan bermain, Vygotsky dalam
Naughton (2003) berpendapat bahwa bermain dapat menciptakan
suatu zona perkembangan proximal pada anak. Dalam bermain,
anak selalu berperilaku di atas usia rata-ratanya, di atas perilakunya
sehari-hari, dalam bermain anak dianggap „lebih‟ dari dirinya
sendiri. Selanjutnya dijelaskan terdapat dua ciri utama bermain,
yaitu pertama semua aktivitas bermain representasional
menciptakan situasi imajiner yang memungkinkan anak untuk
menghadapi keinginan-keinginan yang tidak dapat direalisasikan
dalam kehidupan nyata, dan kedua bermain representasional
memuat aturan-aturan berperilaku yang harus diikuti oleh anak
untuk dapat menjalankan adegan bermain.
Bermain adalah kebutuhan semua anak, terlebih lagi bagi
anak-anak yang berada di rentang usia 3-6 tahun. Bermain adalah
suatu kegiatan yang dilakukan anak dengan atau tanpa
mempergunakan alat yang menghasilkan pengertian dan
memberikan informasi, memberi kesenangan dan mengembangkan
imajinasi anak spontan dan tanpa beban. Pada saat kegiatan bermain
berlangsung hampir semua aspek perkembangan anak dapat
terstimulasi dan berkembang dengan baik termasuk didalamnya
perkembangan kreativitas
(http://groups,yahoo.com/group/ppindia /).
Pernyataan ini sejalan dengan pernyataan Catron dan Allen
(1999) yang mengemukakan bahwa bermain dapat memberikan
pengaruh secara langsung terhadap semua area perkembangan.
Anak-anak dapat mengambil kesempatan untuk belajar tentang
dirinya sendiri, orang lain dan lingkungannya. Selain itu, kegiatan
bermain juga memberikan kebebasan pada anak untuk berimajinasi,
bereksplorasi dan menciptakan suatu bentuk kreativitas. Anak-anak

127
memiliki motivasi dari dalam dirinya untuk bermain, memadukan
sesuatu yang baru dengan apa yang telah diketahui.

3). Keterpaduan Kurikulum Bermain Kreatif


Berdasarkan pendapat Dodge dan Colker (2000), filosofi
kurikulum bermain kreatif didasarkan pada 4 (empat) pertanyaan,
yaitu: bagaimana anak membangun kemampuan sosial dan
emosional, bagaimana anak belajar untuk berpikir, bagaimana anak
mengembangkan kemampuan fisik serta bagaimana anak
berkembang melalui budayanya. Pada paparan di bawah ini,
diuraikan keempat hal tersebut secara lebih terperinci.
3.1. Anak Membangun Kemampuan Sosial dan Emosional
Berdasarkan pendapat Erikson dalam Dodge dan Colker
(2000) yakin bahwa perkembangan sosioemosional yang
penting untuk dikembangkan dan harus dibelajarkan pada anak
adalah rasa percaya, kemandirian dan inisiatif. Pada rentang
usia dini terdapat tiga dari delapan tahapan yang harus
dibelajarkan, yaitu: (1) rasa percaya terhadap lingkungan luar
diri anak (to trusts others outside their families), (2)
kemandirian dan pengendalian diri (to gain independence and
self control), (3) mengambil inisiatif dan belajar berperilaku
yang dapat diterima oleh kelompok sosial (to take initiative
and assert themselves in social acceptable ways).
Kurikulum bermain kreatif haruslah dapat mengembangkan
ketiga hal tersebut di atas. Artinya guru anak usia dini dan
beragam lingkungan bermainnya harus dapat mengembangkan
kemampuan untuk mempercayai dan rasa memiliki (trust and
belonging) pada anak, sehingga anak-anak dapat merasa aman
dan terdorong untuk bereksplorasi tidak hanya terhadap
material (lingkungan fisik) semata tetapi juga hubungan
mereka dengan teman sebaya dan orang dewasa. Selain itu,

128
sangat diharapkan anak dapat merasa penting dan berharga
ketika pendapat mereka didengar, mengemukakan ide-ide dan
membiasakan mereka mengekspresikan diri mereka sendiri.
Lingkungan belajar harus mendukungkemandirian dan
kontrol diri pada anak. Anak-anak dibelajarkan untuk
mengendalikan perasaan mereka sendiri, bersosialisasi
berdasarkan harapan kelompok sosial. Selain itu, juga perlu
dibelajarkan tentang kapan mereka didorong untuk membuat
keputusan sendiri serta pengalaman-pengalaman untuk
mengendalikan diri yang berkaitan dengan kehidupan mereka
sendiri. Anak-anak juga belajar berkata dan berbuatsesuai
dengan norma yang berlaku serta mempertimbangkan
dampaknya bagi orang lain.

3.2. Anak Belajar untuk Berpikir


Piaget dalam Santrock (2002) berpendapat bahwa proses
belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni asimilasi,
akomodasi dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi
adalah proses penyatuan informasi baru ke stuktur kognitif
yang sudah ada dalam benak anak. Akomodasi adalah
penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru.
Equilibrasi adalah penyesuaian antara asimilasi dan
akomodasi. Agar seseorang tersebut dapat terus berkembang
dan menambah ilmunya, maka yang bersangkutan menjaga
stabilitas mental dalam dirinya, diperlukan proses
penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi antara
“dunia luar” dan “dunia dalam”. Tanpa proses ini
perkembangan kognitif seseorang akan tersendat-sendat dan
berjalan tak teratur (disorganized).

129
Proses belajar harus disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif yang dilalui anak. Proses belajar yang
dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu lain
dengan yang dialami seorang anak yang sudah mencapai tahap
operasional kongkret dan yang dialami anak lain yang telah
sampai ketahap yang lebih tinggi, yaitu oprasional formal.
Secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang
semakin teratur cara berfikirnya. Dalam kaitan ini seorang
guru seyogyanya memahami tahap-tahap perkembangan anak
serta memberikan pengetahuan dalam jumlah dan jenis yang
sesuai dengan tahapan tersebut.
Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan ini
akan cenderung menyulitkan anak. Misalnya saja mengajarkan
konsep bilangan kepada sekelompok anak usia dini tanpa ada
usaha untuk “meng-kongkritkan“ konsep-konsep tersebut,
tidak hanya akan percuma tetapi justru akan lebih
membingungkan anak tersebut.

3.3. Anak Mengembangkan Kemampuan Fisik


Pengembangan kemampuan fisik terdiri dari: (a) Sejumlah
kemampuan persepsi motorik yang akan dikembangkan
termasuk didalamnya koordinasi mata-tangan atau kaki-tangan
(eye-hand eye-foot coordination) seperti menggambar,

130
menulis, memanipulasi obyek, visual track, melempar,
menangkap dan menendang; (b) Kemampuan gerakan motorik
(locomotor skill) seperti menggerakkan tubuh melalui ruang,
berjalan, melompat, berbaris, berlari, meloncat, berlari cepat,
berguling, merangkak, bergerak dengan pelan; (c)
Keterampilan gerak statis (non locomotor skill) seperti diam di
tempat, bergiliran, berputar, menjangkau, bergoyang,
berjongkok, duduk dan berdiri; (d) Manajemen atau
pengendalian tubuh (body management and control) seperti
kesadaran tubuh, kesadaran ruang, ritme, keseimbangan dan
kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah arah.
Kurikulum bermain kreatif pada anak usia dini haruslah dapat
mengembangkan kemampuan motorik, baik itu motorik halus
(fine motor) ataupun motorik kasar (gross motor).

3.4. Anak Berkembang Dipengaruhi Budaya


Kurikulum bermain kreatif pada anak usia dini haruslah
disesuaikan dengan lingkungan dan budaya dimana anak itu
berasal, sehingga ketika proses pembelajaran terjadi anak tidak
merasa asing dengan materi yang diajarkan oleh gurunya.
Selain itu kemampuan untuk mengembangkan potensi yang
ada pada anak juga sangat tergantung pada interaksi sosial
anak dengan lingkungan sekitarnya. Artinya apa yang
dibelajarkan guru sesuai dengan situasi dan kondisi serta
kebutuhan anak sehingga dapat segera diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bermain mempengaruhi pikiran,
mental, kematangan emosional dan perkembangan jiwa anak-
anak. Bermain menyediakan kesempatan untuk melahirkan
ide-ide dan memperluas kemungkinan untuk melahirkan ide-
ide baru yang kemudian

131
diujicobakan dalam suasana yang tidak kondusif untuk
mengembangkan kemampuan memecahkan masalah.
Kurikulum bermain kreatif menyediakan mekanisme untuk
mengajarkan apa yang harus diajarkan guru dan memberikan
metode-metode belajar untuk menentukan bagaimana
menciptakan lingkungan bermain yang mendukung. Secara
spesifik perkembangan yang optimal meliputi: (1) rasa percaya
diri dan harga diri, (2) kapasitas untuk percaya, menghormati
dan berempati terhadap orang lain, (3) keterampilan interaksi
sosial dan interpersonal yang efektif, (4) kemampuan untuk
bertindak dan berpikir secara serta kemampuan untuk
membangun kontrol diri, (5) kemampuan untuk
mengkomunikasikan gagasan dan perasaannya, (6)
kemampuan untuk memahami dan menangkap informasi
tentang lingkungan fisik dan lingkungan sosialnya, (7)
keterampilan memecahkan masalah, (8) rasa ingin tahu
terhadap dunia dan meliputi kepuasan dalam belajar dan
bereksplorasi untuk menghadapi lingkungan masyarakat yang
kompleks serta membangun cara berpikir yang kritis, mampu
memecahkan masalah, mampu beradaptasi dan berkembang
secara optimal pada diri setiap anak.
Sebagai kesimpulan yang dimaksud dengan pendekatan
kurikulum bermain kreatif adalah suatu pendekatan yang tidak
hanya berorientasi pada suatu paket produk, tetapi lebih
mementingkan proses yang dinamis dan selalu berubah yang
ditentukan oleh individu-individu yang terlibat dalam proses
belajar secara bersama-sama setiap hari. Untuk itu, tim
pengembang kurikulum anak usia dini diharapkan dapat
mengadaptasi, memperbaharui, dan mengubah kurikulum
sehingga dapat sesuai dengan kebutuhan anak, orang tua, dan
staf pengajar.

132
3.5. Keterpaduan Kegiatan Bermain dan Permainan
Untuk lebih memfokuskan pada permainan kreatif yang
dikembangkan maka merujuk pada paparan Lopes dalam
tulisannya yang berjudul “Creative Play Helps Children
Grow”, menyatakan bahwa permainan kreatif dapat
diklasifikasikan sebagai berikut.;
1) Kreasi terhadap objek ( object creation) berupa kegiatan
bermain di mana anak melakukan kreasi tertentu terhadap
suatu objek, seperti menggabungkan potongan-potongan
benda sehingga menjadi bentuk mobil-mobilan.
2) Cerita bersambung (continuing story) berupa kegiatan
bermain di mana guru memulai awal sebuah cerita dan
setiap anak menambahkan cerita selanjutnya bagian
perbagian seperti cerita dengan menggunakan makalah
besar (big book).
3) Permainan drama kreatif (creative dramatic play)
berupa permainan di mana anak dapat mengekspresikan
diri melalui peniruan terhadap tingkah laku orang, hewan
ataupun tanaman. Hal ini dapat membuat mereka
memahami dan menghadapi dunia seperti bermain peran
dokter-dokteran.
4) Gerakan kreatif (creative movement) berupa kegiatan
bermain yang lebih menggunakan otot-otot besar seperti
permainan aku seorang pemimpin di mana seorang anak
melakukan gerakan tertentu dan anak lain
mengikutinya/berpantomim atau kegiatan membangun
dengan pasir, lumpur, dan atau tanah liat.
5) Pertanyaan kreatif (creative questioning) yang
berhubungan dengan pertanyaan terbuka, menjawab
pertanyaan dengan sentuhan panca indra, pertanyaan
tentang perubahan, pertanyaan yang membutuhkan

133
beragam jawaban, dan pertanyaan yang berhubungan
dengan suatu proses atau kejadian. (http://www.nncc.org).

Keterpaduan pembelajaran anak usia dini menjadi lebih indah


dan harmonis apabila guru memiliki motivasi dan kreativitas dalam
mengorkestrasikan pembelajarannya dengan cara yang ditawarkan
oleh Quantum Teaching, yaitu “Bawalah dunia mereka ke dunia kita,
dan antarkan dunia kita ke dunia mereka sehingga akan menjadi
dunia kita bersama …! ”(De Potter, Reardon, dan Singer-Nourie,
2000).

C. RANGKUMAN
PAUD Holistik Integratif adalah penanganan anak usia dini secara utuh
(menyeluruh) yang mencakup layanan gizi dan kesehatan, pendidikan dan
pengasuhan, dan perlindungan, untuk mengoptimalkan semua aspek
perkembangan anak yang dilakukan secara terpadu oleh berbagai pemangku
kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat.
Tujuan PAUD Holistik Integratif, secara umum adalah terselenggaranya
layanan pengembangan Anak Usia Dini Holistik-Integratif menuju
terwujudnya anak Indonesia yang sehat, cerdas, ceria, dan berakhlak mulia;
sedangkan secara khusus adalah: (1) terpenuhinya kebutuhan esensial anak
usia dini; (2) terlindunginya anak dari segala bentuk kekerasan, penelantaran,
perlakuan yang salah, dan eksploitasi di manapun anak berada; (3)
terselenggaranya pelayanan anak usia dini secara terintegrasi dan selaras antar
lembaga layanan terkait, sesuai kondisi wilayah; dan (4) terwujudnya
komitmen seluruh unsure terkait yaitu orang tua, keluarga, masyarakat,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Pentingnya PAUD H-I adalah agar terwujudketerpaduandariberbagaiaspek
yang akan membentuk anak usia dini yang utuh, yaitu aspek pendidikan,
kesehatan dan gizi, pengasuhan, deteksi dini dan tumbuhkembang, serta aspek
perlindungan.

134
Keholistikan Peran Lembaga adalah terjalinnya hubungan yang harmonis
antar lembaga terkait, sehingga memperkecil rasa ego sektoral yang selama ini
sangat kuat, ditandai dengan : (1) Terwujudnya program bersama dari lembaga
terkait dengan sasaran anak usia dini; (2) Mengoptimalkan peran masing-
masing lembaga terkait sesuai dengan kewenangannya; (3) Menghindari
adanya program yang tumpang tindih dari lembaga-lembaga terkait, sehingga
berdampak pada pemborosan biaya; (4) Terwujudnya sinkronisasi program
dari masing-masing lembaga terkait untuk mengoptimalkan potensi anak.
Perancangan kegiatan PAUD H-I dapat dilakukan melalui beberapa tahap:
(1) tahap perencanaan, yaitu mengidentifikasi potensi lembaga PAUD; (2)
Pelaksanaan penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif, yaitu : kegiatan
pembelajaran yangmerupakan wujud dari layanan pendidikan, yang dalam
pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing
lembaga, serta kegiatan parenting yang dapat dilakukan antara lain dengan
melibatkan orang tua di kelas sebagai peserta didik dan memberi beragam
penyuluhan sesuai kebutuhan daerah.
Kurikulum PAUD Terintegrasi adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pengembangan serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pengembangan untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu. Keterpaduan kurikulum PAUD meliputi
keterpaduan antar satuan lembaga PAUD, isi kurikulum sesuai standar PAUD,
dan model penyelenggaraannya dalam rumah PAUD Terpadu.

D. FORUM DISKUSI
Untuk lebih memantapkan pemahaman anda tentang isi kegiatan belajar 1 ini,
maka lakukanlah diskusi dengan 2 atau 3 orang rekan kerja sejawat dengan topik-
topiksebagai berikut:
1. Latar belakang keberadaan PAUD H-I di Inodesia
2. Kemengapaan PAUD H-I dalam penyelenggaraanya
3. Kurikulum PAUD H-I

135
Setiap orang diminta menyusun ringkasan dan menyajikannya pada rekan
lainnya. Buat kesimpulan dari ketiga topik tersebut.

E. TES FORMATIF
Petunjuk : Bacalah dengan cermat butir-butir soal dibawah ini yang berisi kalimat
pertanyaan dengan 5 opsi dalam bentuk pilihan ganda. Berilah
lingkaran pada huruf a,b,c,d atau e pada jawaban yang saudara anggap
benar.

1. Yang dimaksud dengan PAUD Holistik Integratif adalah...


A. Penanganan anak usia dini dalam bidang pembelajaran yang dilakukan
secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat
masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat
B. Penanganan anak usia dini secara yang hanya mencakup layanan gizi
dan kesehatan
C. Penanganan anak usia dini oleh orangtua yang mencakup kesehatan
anak dan tumbuh kembang anak
D. PAUD yang memiliki kegiatan pembelajaran yang berguna untuk
meningkatkan aspek-aspek penting dalam perkembangan anak yang
dilakukan oleh guru dan tenaga kependidikan serta orang tua
E. Penanganan anak usia dini secara utuh mencakup layanan gizi dan
kesehatan, pendidikan dan pengasuhan, dan perlindungan, untuk
mengoptimalkan semua aspek perkembangan anak yang dilakukan
secara terpadu oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat
masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat
2. Berikut ini adalah berbagai analisis situasi kondisi PAUD di Indonesia,
kecuali...
A. Pelayanan bersifat parsial
B. Pemahaman pendidik dan tenaga kependidikan masih tergolong relatif
rendah
C. Kualitas pengelolaan kurang profesional

136
D. Distribusi dan kualitas SDM telah merata
E. Memiliki keterbatasan dana
3. Pernyataan yang paling tepat dalam merancang PAUD Holistik dan
Integratif adalah....
A. Tidak melaksanakan kegiatan parenting yang melibatkan orang tua
dikelas.
B. Melakukan pengendalian mutu oleh lembaga yang mempunyai
kewenangan yaitu puskesmas.
C. Memberikan Deteksi Dini Tumbuh dan Kembang anak secara setahun
sekali.
D. Memberikan gizi seimbang dan PHBS secara rutin.
E. Tidak ada jawaban yang benar.
4. Pembelajaran dimana para anak diberikan kesempatan untuk memilih
kegiatan mereka sendiri sesuai minatnya merupakan model pembelajaran...
A. Area
B. Kelompok
C. Sentra
D. Sudut
E. Klasikal
5. Budi merupakan anak berusia 5 tahun pada TK Mawar. Ia bersama teman-
temannya dibagi menjadi beberapa kelompok oleh guru untuk melakukan
kegiatan. Setelah itu, Guru Budi menerapkan kegiatan bermain kreatif
yaitu membuat benda menjadi bentuk pesawat dari kertas.
Metode dan klasifikasi permainan kreatif pada suasana sekolah Budi diatas
adalah...
A. Kelompok, permainan drama kreatif
B. Kelompok, kreasi terhadap objek
C. Sentra, kreasi terhadap objek
D. Klasikal, cerita bersambung
E. Klasikal, permainan drama kreatif

137
6. Jika anak-anak mengalami penyimpangan pertumbuhan dan
perkembangan, namun tidak terdeteksi sedini mungkin, maka sulit untuk
diintervensi yang akhirnya akan menghambat pertumbuhan dan
perkembangan anak, berkenaan dengan hal tersebut yang harus dikuasai
guru adalah:
A. Menu pembelajaran generik
B. Detekdi terhadap penyimpangan psikologis
C. Deteksi dini tumbuh kembang anak
D. Ilmu kesehatan masyarakat
E. Membangun klinik tumbuh kembang anak
7. Pengendalian mutu penyelenggaraan PAUD holistik dan integratif dapat
dilakukan melalui kegiatan ...
A. Monitoring, Supervisi, Evaluasi dan Pelaporan.
B. Harmonisasi dan Sinkronisasi
C. Anjangsana ke Lembaga PAUD
D. Evaluasi Bersama guru
E. Pelaporan dari waktu ke waktu
8. Suatu pembelajaran dimana dalam waktu yang sama, kegiatan dilakukan
oleh seluruh anak, sama dalam satu kelas. Sarana pembelajaran terbatas
dan kurang memperhatikan minat anak secara individu. Hal tersebut
merupakan ciri dari…
A. Model Pembelajaran Aktif dan Sinkron
B. Model Pembelajaran Beelajar Bersama
C. Model Pembelajaran Sudut-sudut Kegiatan
D. Model Pembelajaran Sentra
E. Model Pembelajaran Klasikal
9. Berikut ini adalah aktivitas yang terkait dengan pengembangan
kemampuan fisik:
A. Sejumlah kemampuan persepsi motorik yang akan dikembangkan
termasuk didalamnya koordinasi mata-tangan atau kaki-tangan (eye-
hand eye-foot coordination) seperti menggambar, menulis,

138
memanipulasi obyek, visual track, melempar, menangkap dan
menendang.
B. Kemampuan gerakan motorik (locomotor skill) seperti menggerakkan
tubuh melalui ruang, berjalan, melompat, berbaris, berlari, meloncat,
berlari cepat, berguling, merangkak, bergerak dengan pelan.
C. Manajemen gerakan yang dilakukan oleh guru di lembaga PAUD baik
didalan kelas maupun diluar kelas bersama anak-anak yang selalu
riang gembira.
D. Keterampilan gerak statis (non locomotor skill) seperti diam di tempat,
bergiliran, berputar, menjangkau, bergoyang, berjongkok, duduk dan
berdiri.
E. Manajemen atau pengendalian tubuh (body management and control)
seperti kesadaran tubuh, kesadaran ruang, ritme, keseimbangan dan
kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah arah. Kurikulum
bermain kreatif pada anak usia dini haruslah dapat mengembangkan
kemampuan motorik, baik itu motorik halus (fine motor) ataupun
motorik kasar (gross motor).
10. Sejumlah kegiatan yang berhubungan dengan pertanyaan terbuka, menjawab
pertanyaan dengan sentuhan panca indra, pertanyaan tentang perubahan,
pertanyaan yang membutuhkan beragam jawaban, dan pertanyaan yang
berhubungan dengan suatu proses atau kejadian:
A. Pertanyaan Jenaka
B. Pertanyaan kreatif
C. Dialog terbuka
D. Diskusi Terpimpin
E. Dialog bersama

139
DAFTAR PUSTAKA
Bredekamp, Sue, Couple dan William.1998. DAP in Early Childhood Programs
Serving Children from Birth throughAge 8. Washington, DC: NAEYC.

Brewer, Jo Ann. 2007. Introduction to Early Childhood Education: Preschool


throught Primary Grades 6 Ed. USA.

Catron, Carol.E dan Jan Allen. 1999. Early Childhood Curriculum: A Creative
nd
Play Model, 2 Edition. NewJersey: Merill Publ.

Collin, Gillian, dan Dixon Hazel, 1991. Integrated Learning: Planned Curriculum
Unit.llinois: IRI / Skylight Publishing, Inc.

Fogarty Robin, 1991. How to Integrated the Curricula. Illinois: IRI / Skylight
Publishing, Inc.

Napitupulu,2001. Universtias yang Kudamba. Jakarta: Komisi Nasional Indonesia


untuk UNESCO.

Yuliani Nurani. 2009. Konsep Dasar Pendidikan AnakUsia Dini. Jakarta: Indeks,
.
Yuliani Nurani dkk. 2012. Bermain Kreatif berbasis Kecerdasan Jamak. Jakarta

PeraturanPemerintah:
- Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
- Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Kementerian Negara PPN/BAPPENAS (2006). Studi Kebijakan
Pengembangan Anak Usia Dini Holistik dan Terintegrasi. Jakarta
- Peraturan Presiden nomor.60 tahun 2013 tentangPengembanganAnakUsia Dini
Holistik Integratif
- Permendikbud No.137Tahun 2014 tentang Standar PAUD.

140
E. TES SUMATIF
Petunjuk : Bacalah dengan cermat butir-butir soal dibawah ini yang berisi kalimat

pertanyaan dengan 5 opsi dalam bentuk pilihan ganda. Berilah

lingkaran pada huruf a,b,c,d atau e pada jawaban yang saudara anggap

benar.

1. Karakteristik setiap anak berbeda antara satu anak dengan anak yang lainnya.

Karakteristik anak akan terus berubah secara berkesinambungan seiring dengan

pertambahan usia anak s dibutuhkannya sebuah lembaga pendidikan untuk

menumbuhkembangkan karakteristik anak sehingga pendidikan anak usia dini

menitikberatkan kearah......

A. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, kecerdasaan spiritual,

motorik halus dan moral

B. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, sosial emosional, bahasa

dan komunikasi

C. Perkembangan, moral, sosial emosional, dan bahasa

D. Pertumbuhan dan perkembangan fisik, kecerdasan, moral dan bahasa

E. Sosial emosional, moral, bahasa, literasi, dan komunikasi

2. Pendidikan bagi anak usia dini adalah pemberian upaya menstimulasi,

membimbing, mengasuh dan pemberian kegiatan pembelajaran yang akan

menghasilkan kemampuan dan keterampilan anak. Pendidikan dalam tahap ini

memfokuskan pada.......

A. Kemampuan fisik, intelegensi/kognitif, emosional dan sosialedukasi

B. Kemampuan fisik, moral, dan sosial emosional

141
C. Kemampuan fisik, kognitif, literasi dan sosialedukasi

D. Literasi, kemampuan fisik, kognitif dan literasi

E. Sosial emosional, sosialedukasi dan kemampuan fisik

3. Pertumbuhan manusia sejak dalam kandungan sudah ditentukan polanya dan

tiap-tiap sel sel tubuh berkembang sesuai dengan garis perkembangan masing-

masing mengarah kepada satu tujuan untuk menjadi mahluk manusia dengan

organ-organ yang tersusun secara harmonis. Setiap pola tingkah laku anak

memiliki keadaan yang dasarnya dipengaruhi oleh sikap mental dan fisik yang

dimiliki sejak lahir serta pengaruh keadaan disekelilingnya pasa masa

pertumbuhan tersebut. Setiap anak itu unik dan memiliki individual differences

yang terjadi karena adanya faktor.....

A. Agama, moral dan lingkungan

B. Moral, bahasa dan lingkungan

C. Moral, bahasa/literasi dan agama

D. Genetik, lingkungan dan kematangan

E. Moral, genetik, lingkungan dan kematangan

4. Seorang anak sudah mampu berpikir rasional, seperti penalaran untuk

menyelesaikan sebuah masalah. Pengertian tersebut merupakan penjelasan dari

berpikir konkrit, umumnya berpikir konkrit terjadi pada anak usia dini yang

terjadi dalam rentan usia......

A. 6 sampai 12 tahun

B. 4 sampai 6 tahun

C. 4 sampai 10 tahun

142
D. 6 sampai 7 tahun

E. 2 sampai 6 tahun

5. Berpikir konkrit adalah berpikir dalam dimensi ruang, waktu dan tempat selain

itu berpikir konkrit pada anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari

suatu permasalah untuk dapat memecahkannya dan anak mulai memahami

bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah kembali ke keadaan awal. Proses

berpikir konkrit pada anak memiliki tahapan yang sangat penting yaitu....

A. Pengembangan, Stimulasi, Klasifikasi

B. Stimulasi, Decentering, Klasifikasi dan Reversibility

C. Pengurutan, Pengembangan, Klasifikasi, Reversibility

D. Pengukuran, Klasifikasi, Decentering, Reversibility

E. Pengukuran, Klasifikasi, Decentering, Stimulasi

6. Pada dasarnya panca indera merupakan pintu gerbang masuknya berbagai

pengetahuan kedalam otak manusia karena perannya yang sangat strategis,

maka seluruh panca indera harus memperoleh kesempatan untuk berkembang

sesuai fungsinya. Pendapat tersebut dikemukakan oleh....

A. Montessori

B. High Scope

C. Reggio Emillia

D. Piaget

E. Hurlock

143
7. Selalu ingin bergerak merupakan masa anak mulai banyak bergerak dalam arti

lain keaktifan bergerak seperti berlarian, melompat, memanjat, bahkan jatuh

berguling-guling itu semua adalah dunianya. Anak akan mengerti arti setiap

gerakannya jika kita beri kesempatan dengan tetap memerhatikan

keselamatannya. Dalam hal ini pendidik memiliki beberapa masa yang secara

langsung maupun tidak langsung yang dapat menghadapi anak usia dini

yaitu.....

A. Masa egosentris, masa ingin tahu, masa berlarian, masa bereksplorasi dan

masa meniru

B. Masa meniru, masa stimulasi, masa peka, masa berbicara dan masa ingin

tahu

C. Masa peka, masa berbicara, masa meniru, masa berbicara dan masa

bereksplorasi

D. Masa peka, masa egosentris, masa meniru, masa berkelompok, masa

bereksplorasi dan masa pembangkangan

E. Masa egosentris, masa peka, masa meniru, masa berkelompok, masa

berbicara dan masa ingin tahu

8. Masa pertumbuhan merupakan ketika suatu fungsi jiwa mudah sekali

dipengaruhi dan dikembangkan. Penjelasan tersebut merupakan pengertian

masa peka anak usia dini. masa peka pada anak terbagi menjadi lima macam.

Dalam usia 1 sampai 2 tahun anak-anak akan memusatkan perhatiannya pada

hal-hal kecil, pada pengertian tersebut merupakan masa peka.......

A. Sensitive Periods For Learning Language

144
B. Sensitive Periods For Movements

C. Sensitive Periods For Order

D. Sensitive Periods For Using Hands

E. Sensitive Hands For Details

9. Pada anak usia dini terdapat masa egosentris. Masa egosentris merupakan

ketidakmampuan membedakan antara prespektif sendiri dan prefektif orang lain

selain itu masa egosentris pada anak juga dapat diartikan suatu ciri pemikiran

praoperasional anak yang menonjol. Masa egosentris memiliki hal yang

mendasar diantaranya adalah.....

A. Marah saat tidak dipuji, tidak tercapai keinginannya, merasa tidak berharga

dalam kelompok

B. Merasa dirinya hebat, menunggu dipuji dan merasa menjadi korban

C. Menunggu pujian, merasa tidak memiliki teman dan merasa dirinya hebat

D. Menunggu pujian, merasa tidak berharga dalam kelompok dan merasa

menjadi korban

E. Merasa dirinya hebat, menunggu dipuji dan tidak tercapai keinginannya

10. Setiap anak memiliki perasaan atau afek yang terjadi ketika berada dalam suatu

kondisi atau sedang berada di dalam suatu kondisi yang sifatnya berubah-ubah

atau tidak menentu. Perasaan senang atau perasaan tidak senang pada

kehidupan sehari-hari disebut dengan warna efektif. Penjabaran tersebut

termaksud pengertian dari...

A. Masa Egosentris

B. Emosi yang berubah-ubah

145
C. Masa Meniru

D. Masa Berkelompok

E. Masa Bereksplorasi

11. Pernyataan berikut :

1. Klasifikasi mudah membedakan macam-macam benda di sekelilingnya

2. Realistis mudah mempelajari hal-hal secara langsung / melalui benda-benda

nyata

3. Imajinasi memanfaatkan benda-benda sekitar menjadi alat bermain/ belajar

seusai imajinasi

4. Eksperimen, akan mempelajari berbagai hal dengan mengamati sekaligus

mencobanya, biasanya sering melakukan percobaan terhadap hal yang

memuaskan rasa ingin tahunya.

5.Observasi lebih mudah mempelajari berbagai hal dengan

memperhatikan/mengamati dan hasil pengamatannya akan ditiru

Dalam penjelasan diatas yang termaksud tipe eksplorasi dalam proses

pembelajaran anak yang benar adalah.....

A. 1,2,4 dan 5

B. 1,3,4, dan 5

C. 1, 2, 3 dan 5

D. 2, 3, 4 dan 5

E. Semua jawaban benar

146
12. Penanaman karakter sangatlah penting diterapkan sejak dini dikarenakan bagi

seluruh komponen bangsa harus dimulai sejak dini. Mengingat pada usia dini

terdapat masa peka yang artinya anak mudah meniru apa yang didengar, dilihat

dan atau dilakukan oleh orangtua atau orang dewasa lainnya. Oleh karena itu,

pembangunan karakter sejak dini sangat penting agar anak menjadi pribadi yang

baik dalam berucap dan berprilaku. Berikut merupakan perilaku yang berbasis

karakter yang dibutuhkan oleh anak usia dini adalah....

A. Logis, Jujur, Bertanggung Jawab, Disiplin, Berpikir Kritis, Percaya Diri dan

Bekerjasama

B. Jujur, Dapat Dipercaya, Percaya Diri, Cinta Tanah Air dan Peduli

Lingkungan

C. Logis, Bertanggung Jawab, Disiplin, Berpikir Logis, Percaya Diri dan Dpat

Dipercaya

D. Jujur, Logis, Bertanggung Jawab, Percaya Diri, Cinta Lingkungan dan Cinta

Tanah Air

E. Logis, Jujur, Bertanggung Jawab, Disiplin, Berpikir Kritis, Dapat Dipercaya

dan Kerja Keras

13. Disebuah lembaga kelembagaan PAUD memiliki permasalahan sehingga

dibutuhkannya kerjasama dengan pihak atau lembaga lain yang mempunyai

kewenangan dan kemampuan dalam memberi layanan kepada anak menjadi

penting dikarenakan untuk mengatasi masalah yang terjadi di PAUD. Dalam

penjelasan tersebut merupakan layanan yang bersifat.....

A. Holistik

147
B. Integratif

C. Observasi

D. Interaktif

E. Holistik dan Integratif

14. Anak usia dini sebenarnya masih dalam tahapan bayi yaitu umur 12 bulan

sampai 24 bulan. Masa bayi merupakan periode vital dalam rentang kehidupan

karena masa ini adalah masa pembentukan pondasi bagi pertumbuhan dan

perkembangan selanjutnya baik dari aspek fisik maupun spiritual. Pada masa ini

anak memiliki perkembangan....

A. Belajar berjalan, Belajar berkomunikasi, Belajar mengkoordinasi berbagai

gerakan dan Pertumbuhan gigi semakin lengkap

B. Belajar merangkak, Belajar berjalan, Belajar berkomunikasi, Belajar

mencari tahu nama benda sekelilingnya dan Belajar berhitung

C. Belajar berjalan, Belajar berkomunikasi, Belajar mencari tahu nama benda

sekelilingnya dan Belajar berhitung

D. Belajar berjalan, Belajar berkomunikasi, Belajar mengkoordinasi berbagai

gerakan dan Belajar berhitung

E. Belajar berhitung, Belajar menyebutkan satu sampai dua kalimat, Belajar

berkomunikasi dan Belajar berjalan

15. Ibu Amelia memiliki dua orang anak yang berusia 4 tahun yang bernama

syakilla dan 8 bulan yang bernama naomi. Syakilla seringkali cemburu terhadap

adiknya naomi jika bundanya menggendong adiknya, syakilla selalu menangis

148
dan meminta ibunya tidak boleh menggendong adiknya. Hal terjadi pada

syakilla merupakan reaksi.....

A. Marah implusif (agresi)

B. Egosentris

C. Ingin tahu (curiousty)

D. Marah yang ditekan (impunitive)

E. Phobia

16. Di dalam kelas andi sering kali mendorong, memukul dan berkelahi dengan

temannya. Tidak hanya itu andi juga sering kali melanggar aturan atau norma

yang berlaku di sekolah seperti merusak alat permainan milik teman dan

mengganggu anak lain. Sifat andi merupakan gejala anak.............

A. Pemalu

B. Pemarah

C. Agresif

D. Emosi

E. Mudah marah

17. Pendidikan memiliki makna yang luas daripada sekolah, dan sekolah luar biasa

hanya salah satu bentuk layanan pendidikan bagi anak dengan kebutuhan

khusus. Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tidak hanya dapat

dilakukan di sekolah tetapi juga diluar sekolah, didalam keluarga ataupun

diklinik dan rumah sakit. Penjabaran tersebut merupakan pengertian

pendidikan.....

A. Pendidikan Segregatif

149
B. Pendidikan Integratif

C. Pendidikan Luar Biasa

D. Pendidikan Inklusif

E. Pendidikan Informal

18. Model pembelajaran di PAUD merupakan suatu rancangan untuk


menggambarkan rincian dan penciptaan lingkungan yang menjadikan anak
untuk berinteraksi dalam pembelajaran sehingga terjadi perubaham atau
perkembangan pada diri anak. Komponen model pembelajaran: Konsep, Tujuan
pembelajaran, Materi/Tema, Langkah-langkah, Metode, Alat dan Sumber
Belajar dan Teknik Evaluasi. Adapun model pembelajaran PAUD diantaranya
adalah.....
A. Model pembelajaran klasikal, Model pembelajaran kelompok dengan
pengaman, Model pembelajaran berdasarkan sudut-sudut kerja, Model
pembelajaran berdasarkan sudut-sudut kegiatan, Model pembelajaran area
dan Model pembelajaran sentra
B. Model pembelajaran klasikal, Model pembelajaran sentra, Model
pembelajaran sudut baca, Model Pembelajaran LKS dan Model
Pembelajaran ruang kelas
C. Model pembelajaran ruang kelas, Model pembelajaran LKS, model
pembelajaran berdasarkan sudut-sudut baca dan Model pembelajaran sentra
D. Model pembelajaran klasikal, Model pembelajaran kelompok dengan
pengaman, Model pembelajaran berdasarkan sudut-sudut kerja, Model
pembelajaran sentra dan Model pembelajaran sudut baca
E. Model pembelajaran klasikal, Model pembelajaran kelompok, Model
pembelajaran sudut baca dan Model pembelajaran ruang kelas
19. Bermain dapat menciptakan suatu zona perkembangan proximal pada anak.

Dalam bermain, anak selalu berperilaku di atas usia rata-ratanya, diatas

perilakunya sehari-hari, dalam bermain anak dianggap “lebih” dari dirinya

sendiri. Selanjutnya, dijelaskan terdapat dua ciri utama bermain yaitu pertama

150
semua aktivitas bermain representasional menciptakan situasi imajiner yang

memungkinkan anak untuk menghadapi keinginan-keinginan yang tidak dapat

direlisasikan dalam kehidupan nyata, dan kedua bermain representasional

memuat aturan-aturan berperilaku yang harus diikuti oleh anak. Pengertian

tersebut merupakan pendapat dari.....

A. Buhler dan Danziger

B. Piaget dalam Mayesty

C. Vygotsky dalam Naughton

D. Catron dan Allen

E. Parten dalam Mayesty

20. Anak melalui perubahan dengan fisiknya begitupun kemampuan fisiknya,

pengembangan kemampuan fisik terdiri dari berbagai pengembangan. Salah

satunya adalah menggerakan tubuh melalui ruang, berjalan, melompat, berbasis,

berlari, meloncat, berguling, merangkak dan bergerak cepat. Selain itu anak

melakukan kesadaran tubuh, kesadaran ruang, ritme, keseimbangan dan

kemampuan untuk memulai, berhenti dan mengubah arah. Dalam hal tersebut

merupakan pengembangan kemampuan fisik.....

A. locomotor skill dan non locomotor skill

B. Body management and control dan locomotor skill

C. eye-hand eye-foot coordination dan Body management and control

D. Non locomotor skill dan Body management and control

E. locomotor skill dan eye-hand eye-foot coordination

151
Jakarta, November 2019

Alhamdulilah Ya Robb

152

Anda mungkin juga menyukai