Hariadi
Abstract: Character education is an efforts that is designed and implemented systematically to embedded
the values of learner behaviour associated with the God, ourselves, human beings, the environment, and
nationality embodied in thoughts, attitudes, feelings, speaking , and actions based on religious norms,
laws, manners, culture, and customs. Physical Education and Sport (PENJASOR) is essentially a
Education processes that utilizes physical activity (motion) to produced a holistic change in individual
quality, like on physical, mental, and emotional. Physical education treated the children as a unified
whole, total creature, rather than just think of it as someone who separated physical quality and mental.
Through the Penjasor learning process is a medium that is considered very precise and powerful in
Established of a system of values and character. That aka materialized when given stimulus as early as
possible in accordance with the laws of child development.
Abstrak: Pendidikan karakter merupakan upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara
sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan
adat istiadat. Pendidikan Jasmani dan Olahraga (PENJASOR) pada hakikatnya adalah proses pendidikan
yang memanfaatkan aktivitas fisik (gerak) untuk menghasilkan perubahan holistik dalam kualitas
individu, baik dalam hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan jasmani memperlakukan anak sebagai
sebuah kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya menganggapnya sebagai seseorang yang terpisah
kualitas fisik dan mentalnya. Pembelajaran Penjasor merupakan media yang dipandang sangat tepat dan
ampuh dalam pembentukan sistem nilai dan karakter. Pembentukan karakter aka terwujud bila diberikan
rangsangan sedini mungkin sesuai dengan hukum perkembangan anak.
dinalai bertanggung jawab jika ia melakukan tunggal lainnya seperti penjasor yang
pekerjaan bagi kelompoknya. berkepentingan dengan perkembangan total
Dalam kehidupan ada tiga kategori manusia.
tanggung jawab yakni tanggung jawab yang Penjasor menyebabkan perbaikan da-
berpusat pada norma atau tanggung jawab lam ‘pikiran dan tubuh’ yang mempengaruhi
kolektif (bertindak sesuai dengan norma seluruh aspek kehidupan harian seseorang.
kelompok), tanggung jawab empatik Pendekatan holistik tubuh-jiwa ini termasuk
(personal) yang digerakkan oleh penderitaan pula penekanan pada ketiga domain kepen-
lain, dan tanggung jawab universal sosial. didikan: psikomotor, kognitif, dan afektif.
Adil berarti bersifat atau bersikap tidak Seperti ungkapan Robert Gensemer, penjasor
memihak dan konsisten terhadap orang lain, diistilahkan sebagai proses menciptakan
bersedia mendengar dan terbuka terhadap “tubuh yang baik bagi tempat pikiran atau
pandangan yang berbeda, mengikuti prosedur jiwa.” Artinya, dalam tubuh yang baik ‘diha-
yang adil terhadap oarang lain dalam situasi rapkan’ pula terdapat jiwa yang sehat, sejalan
yang ada. Kepedulian adalah esensi dari nilai dengan pepatah Romawi Kuno: “Men sana in
etika. Peduli terhadap nilai, cinta, kehormat- corporesano”.
an, kota negara dan dunia. Peduli akan Berdasarkan hal tersebut di atas, pen-
kebaikan, rasa kasih, berjasa dan berbuat jasor sebagai bagian yang tidak terpisahkan
baik, mementingkan orang lain, dermawan, dari pendidikan secara keseluruhan memiliki
murah hati dan kebersamaan adalah esensi peran sebagai pondasi bagi tumbuh kembang
dari etika. Kewarganegaraan yang baik anak (termasuk anak usia dini). Dengan
berarti memiliki rasa hormat terhadap hukum demikian, pendidikan jasmani dapat
dan adat istiadat suatu negara, menghargai mengembangkan seluruh potensi yang
benrdera dan segala simbol, gotong royong dimiliki anak (usia dini) yakni aspek organis,
membantu komunitas, bermain sesuai aturan perseptual, kognitif, sosial dan emosional.
masyarakat dan menghormati figur pemimpin Menurut Suherman (2007), kekhasan
dan representasinya (Alim Sumarno, 2011). penjasor dapat digunakan sebagai landasan
yang kokoh bagi anak (usia dini), diperlukan
Pendidikan Jasmani Anak Usia Dini agar anak memiliki kondisi jasmani, inte-
Hakikat Pendidikan Jasmani dan Olah lektual dan mental spiritual yang baik
raga (penjasor) adalah proses pendidikan memadahi untuk berkembang lebih lanjut
yang memanfaatkan aktivitas fisik untuk sesuai dengan potensi masing-masing. Untuk
menghasilkan perubahan holistik dalam kua meningkatkan peran penjasor sebagai pondasi
litas individu, baik dalam hal fisik, mental, bagi tumbuh kembang anak perlu dilakukan
serta emosional. Pendidikan jasmani berbagai upaya, diantaranya, melaksanakan
memperlakukan anak sebagai kesatuan utuh, pembelajaran yang menarik, menyenangkan
mahluk total, daripada hanya menganggapnya (terutama bagi anak usia dini) dan menantang.
sebagai seseorang yang terpisah kualitas fisik Yang paling penting adalah Menumbuhkan
dan mentalnya (Mahendra, 2007). Dengan rasa aman dan nyaman adalah dasar yang uta-
demikian kenyataannya, penjasor adalah ma dalam membentuk karakter anak,yang
suatu bidang kajian yang sungguh luas. Titik kemudian dapat menumbuhkan rasa ”berarti”,
perhatiannya adalah peningkatan gerak ”berharga” atau ”bernilai” pada anak (Nana
manusia. Lebih khusus lagi, penjasor Prasetyo, 2011). Selain itu, meningkatkan
berkaitan dengan hubungan antara gerak pendidikan guru penjasor, memenuhi sarana
manusia dan wilayah pendidikan lainnya: dan prasarana di sekolah agar memadahi
hubungan dari perkembangan tubuh-fisik untuk proses penjasor, melaksanakan
dengan pikiran dan jiwanya. Fokusnya pada pembaharuan kurikulum agar sesuai
pengaruh perkembangan fisik terhadap kebutuhan peserta didik dan kemampuan
wilayah pertumbuhan dan perkembangan sekolah serta meningkatkan kualitas lembaga
aspek lain dari manusia itulah yang maupun tenaga pendidikan.
menjadikannya unik. Tidak ada bidang
18 Parameter, Volume 24, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 13-26
Kondisi Penjasor Saat Ini diberikan kepada anak usia dini (TK dan SD
Penjasor merupakan media untuk kelas rendah) yang memakai fasilitas cabang
mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan olahraga standar orang dewasa. Keadaan ini
psikis, keterampilan motorik, pengetahuan membahayakan bagi keselamatan dan
dan penalaran, penghayatan nilai-nilai (sikap- perkembangan anak.
mental-emosional sportivitas-spiritual-sosial), Selain itu, menurut Poerwati (2007),
serta pembiasaan pola hidup sehat yang jam pelajaran untuk penjasor di sekolah, serta
bermuara untuk merangsang pertumbuhan proses belajar dan mengajar yang masih
dan perkembangan kualitas fisik dan psikis sistem konvensional tradisional, masih jauh
yang seimbang. Namun fenomena di dari mencukupi untuk membentuk siswa yang
lapangan menyatakan bahwa penjasor di bugar dan memiliki produktivitas belajar.
lembaga-lembaga pendidikan belum dapat Karena, rata-rata jam pelajaran di sekolah
memposisikan dirinya pada tempat yang tingkat dasar hanya 80 menit perminggu,
terhormat, bahkan masih sering dilecehkan; sedangkan untuk TK/KB belum ada jam
misalnya pada masa-masa menjelang ujian khusus dengan demikian juga belum tersedia
akhir suatu jenjang pendidikan, maka pen- guru khusus penjas. Sehingga, penambahan
jasor dihapuskan dengan alasan agar para jam pelajaran penjasor dari rata-rata 80 menit
siswa dalam belajarnya untuk menghadapi perminggu ke angka ideal 180 menit
ujian akhir “tidak terganggu” (Giriwijoyo, perminggu memerlukan kemauan dari pihak
2007). pemerintah, terutama Departemen Pendidikan
Aip Syarifuddin (2002) mengungkap- Nasional (Depdiknas).
kan bahwa, kualitas guru penjasor di sekolah- Penjasor adalah bagian integral dalam
sekolah pada umumnya kurang memadai. proses pendidikan, tetapi ironisnya, model
Mereka kurang mampu melaksanakan pendidikan ini dari dulu sampai sekarang
tugasnya secara profesional. Salah satu tetap termarginalkan. Padahal, salah satu
masalah utama dalam pengajaran penjasor di fondasi instrumen pembangunan bangsa
Indonesia adalah belum efektifnya pelaksana- adalah dengan kebugaran peserta didik yang
an pengajaran penjasor di sekolah-sekolah. harus dimiliki. Jadi kita tidak boleh berharap
Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor insan indonesia cerdas dan kompetetitif dapat
di antaranya adalah terbatasnya kemampuan diwujudkan melalui proses pendidikan yang
guru dan terbatasnya sumber-sumber yang berkarakter kuat yang mana konten dan
digunakan untuk mendukung proses proses sangat syarat dalam penjas dan
pengajaran penjasor. Guru belum berhasil olahraga. Namun dalam sistem pendidikan
melaksanakan tanggung jawabnya untuk kita, hal ini kurang mendapat tempat yang
mendidik siswanya secara sistematik melalui selayaknya.
kegiatan penjasor, untuk mengembangkan Terdapat fenomena yang cukup
kemampuan dan ketrampilan siswa secara ”menyedihkan” terkait mata pelajaran
menyeluruh, baik dalam segi fisik, mental, penjasor yang di sadur oleh (Muhlas 2008) ia
intelektual maupun sosial dan emosionalnya. mengutip dari berbagai sumber antara laian:
Di sisi lain, di neagara kita masih 1) Tingkat Kesegaran Jasmani anak/remaja
banyak kalangan atau lembaga tidak indonesia hasilnya rata-rata kategori kurang.
memahami arti penting Penjasor. Hal tersebut Dengan rincian; 37,40% Kurang Sekali,
bisa diketahui bahwa ada guru yang tidak 43,90% Kurang, 13,55% Sedang, 4,07%
punya latar belakang penjasor tiba-tiba saja Baik; dan 1,08% Baik Sekali (SDI 2006): 2)
memberikan pelajaran itu di sekolah. Penjasor Perilaku menyimpang dari anak dan remaja
di sekolah dasar seharusnya hanya indonesia juga makin tinggi dan bervariasi
mengenalkan gerakan dasar, seperti berlari, hasil riset WHO melaporkan bahwa 44%
berjalan, melompat, dan melempar. Namun, remaja usia 14-18 th telah melakukan
banyak sekolah yang sudah mengajak siswa hubungan badan sebelum nikah (Kompas, 27
melakukan permainan cabang olahraga) Nov 2007, survei Jkt, Sby, Bdg, Mdn) ; 3)
dalam memberikan penjasor, apa lagi ini Pola hidup kurang gerak (sedentary lifestyle)
Hariadi, Pengembangan Pendidikan Karakter 19
dialami sekitar 2/3 anak terutama di negara- Pendidikan karakter pada dasarnya da-
negara sedang berkembang (WHO, 2002) ; 4) pat diintegrasikan dalam pembelajaran pada
Pemahaman internal sekolah bahwa mapel setiap mata pelajaran. Materi pembelajaran
penjasor adalah membosankan, menghambur yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai
waktu dan mengganggu perkembangan pada setiap mata pelajaran perlu dikembang-
intelektual anak (Suherman, 2004) kan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks
Melihat kondisi pelaksanaan penjasor kehidupan sehari-hari. Dengan demikian,
yang begitu menyedihkan di sekolah rasanya pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya
menjadi terlalu berlebihan kalau kita berharap pada tataran kognitif, tetetapi menyentuh
menjadi bangsa yang besar di bidang olah pada internalisasi, dan pengamalan nyata
raga. Penjasor tak ubahnya benih dan kita dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di
tidak akan pernah menuai apa pun kalau kita masyarakat. Penanaman karakter tersebut
tidak pernah menanamnya. Oleh karena itu jauh lebih berbeakas bila dimuai dari anak
bibit yang kita tanam dan kita pelihara dengan masih kecil yang kita kenal pada anak usia
baik dan akan memberikan karakter masa dini, sebagai mana yang telah kita uraikan
depan bangsa adalah melalui penjasor pada ditas
anak usia dini. Karena “pendidikan tidak akan Berdasarkan grand design yang
lengkap dan sempurna tanpa adanya pelajaran dikembangkan Kemendiknas (2010), secara
olah raga karena gerakan manusia adalah psikologis dan sosial kultural pembentukan
dasar dari pada cara belajar mengenal dunia karakter dalam diri individu merupakan
sekelilingnya dan dirinya sendiri”. Olah raga fungsi dari seluruh potensi individu manusia
untuk pendidikan Usia Dini atau Taman (kognitif, afektif, konatif, dan psikomotorik)
Kanak pada umumnya dilaksanakan pada dalam konteks interaksi sosial kultural (dalam
bentuk permainan. keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
METODOLOGI PENELITIAN karakter dalam konteks totalitas proses
Adapun tujuan secara umum membina psikologis dan sosial-kultural tersebut dapat
pertumbuhan fisik yang harmonis, dikelompokkan dalam: Olah Hati (Spiritual
meningkatkan stabilitas, psikososial, serta and emotional development), Olah Pikir
membantu mengembangkan kemauan dan (intellectual development), Olah Raga dan
kepribadiannya (Gunawan, 2011). Kinestetik (Physical and kinestetic
development), dan Olah Rasa dan Karsa
HASIL DAN PEMBAHASAN (Affective and Creativity development) yang
Pengembangan Pendidkan Karakter da- secara diagramatik dapat digambarkan
lam Penjasorpada Anak Usia Dini sebagai berikut:
ramah, saling
OLAH
OLAH menghargai, toleran,
bersih dan sehat, RASA/
peduli, suka menolong,
RAGA
disiplin, sportif, KARSA
gotong royong,
tangguh, andal, nasionalis, kosmopolit ,
berdaya tahan, mengutamakan
bersahabat, kepentingan umum,
kooperatif, bangga menggunakan
determinatif, bahasa dan produk
kompetitif, ceria, Indonesia, dinamis,
dan gigih kerja keras, dan beretos
kerja
semakin lama menjadi semakin efisien, takan bahwa pengalaman masa kecil menjadi
bahkan menjadi semakin tebal sehingga akan faktor perkembangan moral dan perilaku
memproses rangsangan dengan lebih cepat. remaja. Dalam hal ini, untuk memahami
Hal ini akan menjadi bagian dari struktur keberhasilan dan problem-problem perkem-
fisiologi sebuah kebiasaan atau bahkan bangan pada usia remaja dapat dilacak dari
karakter. proses-proses perkembangan yang terjadi
Otak memang memiliki kemampuan sejak usia dini. Dengan demikian, berbagai
yang menakjubkan untuk menerima pikiran pengetahuan dan pengalaman anak pada masa
atau perilaku yang berulang dan menyam- kecil memiliki pengaruh dalam
bungkannya ke dalam pola atau kebiasaan perkembangan perilaku dalam usia-usia
yang bersifat otomatis dan berada di alam ba- berikutnya.
wah sadar. Proses ini dimulai dengan pemilih- Perkembangan perilaku akan menuju
an sadar yang pertama, dan melalui pada kualitas yang handal apabila dilakukan
pengulangan, kebiasaan itu mulai berpindah sejak usia dini. Pada usia dini, mendidik
ke bagian belakang pikiran bawah sadar yang karakter seperti menggoreskan tinta emas
tenang. Apabila seorang anak senantiasa yang akan meninggalkan jejak bagi anak pada
mendapatkan dukungan positif dalam usia selanjutnya. Karakter yang dibangun
mengembangkan karakter mulia, maka akan sejak usia dini sangat menentukan kualitas
mengembangkan pikiran positif atau yang sumber daya manusia selanjutnya, dan
bersifat konstruktif, sehingga jalur ini akan karakter sebuah individu, masyarakat dan
semakin tebal dan terbentuk secara otomatis bangsa akan sangat tergantung pada kualitas
dalam alam bawah sadar, demikian pula sumber daya manusia.
sebaliknya. Ketika seseorang mengembang- Freud (Papalia 2008 dalam Puspita,
kan pikiran yang bersifat destruktif, maka ini Fardhana 2011) menyatakan bahwa
pulalah yang akan menjadi jalur yang tebal kegagalan penanaman kepribadian yang baik
dan bebas hambatan. Hal ini dapat dipahami di usia dini akan membentuk pribadi yang
ketika seseorang mengembangkan perilaku bermasalah di masa dewasanya kelak.
respons terhadap kesulitan dengan baik, akan Kesuksesan orang tua membimbing anaknya
menjadi kebiasaan baik yang menetap, dalam mengatasi konflik kepribadian di usia
demikian pula sebaliknya. Kebiasaan ini akan dini sangat menentukan kesuksesan anak
semakin kuat ketika sudah berada dalam otak dalam kehidupan sosial di masa dewasanya
bawah sadar. Oleh karena itu, kebiasaan yang kelak. Oleh karena itu melalui pembelajaran
buruk dapat diubah secara berulang dengan Penjasor dari usia dini akan dapat
mengembangkan kebiasaan baik (Stoltz menanamkan nilai yang akan menentukan
2000). prilaku dan karakter anak pada fase
Berbagai peneliti, antara lain Campbel perkembangan selanjutnya. Hal tersebut dapat
& Bond (1982 dalam Papalia, E.D., dkk, 2008 kita lihat pada gambar berikut:
yang dikutip Puspita, Fardhana 2011) menya-
Behaviour
Individual
values
Sport
values
Sport
Activity
anak tidak mendapatkan rangsangan yang rohani, moral, jasmani, berenang, pemahaman
optimal maka perkembangan otak anak tidak jender, melatih indera anak, kebebasan
akan berkembang secara maksimal. bermain, pengamatan, pengalaman, bahasa
Semakin dini penanganan dan bentuk- asing, menyanyi, menggambar pada anak usia
bentuk rangsangan yang dilakukan orang tua/ dini melalui pengenalan alam sekitar dimana
pendidik terhadap anaknya maka hasilnya anak berada.
akan semakin baik. Sebaliknya, semakin lama Henrich Pestaloozi (1746-1827)
(lambat) anak mendapatkan penanganan dan menjelaskan konsep bermain dengan praktik
bentuk-bentuk rangsangan yang baik, maka langsung sehingga anak mempunyai
semakin buruk hasilnya. pengalaman dan latihan. Rumah adalah
Plato adalah filsuf pertama yang tempat anak bermain. Konsep bermain bagi
memandang arti penting bermain bagi anak usia dini memberi peluang tentang
seorang anak. Plato melihat pentingnya nilai berhitung, menulis, bercakap-cakap, gerak
praktis yang ada dalam permainan. Misalnya badan, berjalan-jalan dengan bermain.
pelajaran Aritmatika untuk soal pembagian Pestalozzi menjelaskan bahwa melalui
akan mudah diterima oleh anak-anak dengan bermain maka anak usia dini secara alamiah
cara membagikan apel kepada mereka. akan berusaha mengembangkan kemampuan-
Sejarah perkembangan teori bermain kemampuan dasarnya untuk belajar. Friedrich
juga berdampak positif terhadap reformasi Froebel (1782- 1852) menjelaskan bahwa
pendidikan pada zaman realisme atau zaman konsep bermain merupakan proses belajar
baru. Zaman realisme abad 17 dipelopori oleh bagi anak usia dini. Anak diajak bekerja di
Johan Amos Comenius (1592-1670). kebun, bermain dengan pimpinan, bernyanyi,
Comenius mempelajari teologi dan menjadi pekerjaan tangan atau keterampilan,
pendeta serta memimpin sekolah di Fulneck. bersosialisasi, berfantasi, adalah merupakan
Dia menulis buku tentang informatorium. proses belajar sambil bekerja. Konsep belajar
Buku tersebut berisi tentang cara bagaimana seraya bermain ini sampai saat ini masih
orang tua mendidik anaknya menjadi seorang menjadi trend untuk pendidikan anak usia
Kristen Protestan yang baik. Menurutnya dini.
seorang ibu adalah seorang pendidik di Abad 19 terdapat Spencer, Lazarus, G.
rumah, ibu harus mengajarkan dengan Stanley H., Hal Groos. Dll. Teori-teori
mengoptimalkan fungsi panca indera melalui tentang bermain dapat dikelompokan dalam 2
peragaan dan mengurangi verbalisme. bagian, yaitu: (1) bermain yang didasarkan
Pada abad 18 atau zaman rasionalisme pada teori surplus energi dan teori rekreasi,
merupakan zaman perubahan yang hebat. Hal (2) teori rekapitulasi dan praktis. Herbert
ini karena untuk memperoleh ilmu Spencer (kakek moyang Lady Diana) dari
pengetahuan harus yang hebat. Dalam hal ini, Inggris dalam bukunya Principles of
untuk memperoleh ilmu pengetahuan harus Psychology berpendapat bahwa kegiatan
dilakukan melalui percobaan, pengamatan bermain seperti berlari, berlompat, berguling
dan pengalaman. Dalam konteks belajar terjadi akibat anak kelebihan energi.
sekarang ini, maka konsep belajar di atas Sebagai contoh, Saila, umur 9 bulan,
hampir setara dengan konsep learning to begitu ia terjaga dari tidur maka ia langsung
know, learning to do, learning to be dan tertawa dan merangkak lalu berpegangan
learning to live together. kedinding tangga dan meraih benda atau
John Lock (1932-1704) adalah mainan apa saja yang menarik hatinya
seorang pedagogik. Lock menjelaskan kosep kemudian memainkannya lewat tangan, atau
home Schooling. Anak usia dini harus dididik mulutnya sampai bosan kemudian beralih ke
dan diajarkan tentang pendidikan jasmani, benda lain, seperti kertas dan plastik atau
pendidikan scholastik, pendidikan moral, pen- mainan lainnya untuk dimainkannya sampai
didikan agama melalui permainan. Pemikiran capek dan tidur. Begitulah anak bermain dan
Locke dianjurkan oleh Jean Jacques Rousseau ia belajar dari apa yang ia lihat, dengar, cium
(1712-1778). Ia mengajarkan pendidikan dan pegang dalam kehidupannya, seolah tan-
24 Parameter, Volume 24, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 13-26
pa lelah, karena ia memang kelebihan energi bermain dapat memajukan berpikir abstrak
dan merasa puas bereksplorasi dengan dan dengan belajar ia akan dapat mengatur
menyenangkan. Bila ia diganggu, dirampas dirinya.
apa yang ia pegang atau apa yang ia mainkan, Dalam teori perkembangan sosial, se-
maka ia akan menangis, kecuali diberikan perti yang dikemukakan oleh Mildred Farten,
benda pengganti yang sama-sama menarik menyatakan bahwa kegiatan bermain meru-
untuk dirinya. pakan sarana sosialisasi. Dengan bermain
Moritz Lazarus dengan teori rekreasi kadar interaksi sosialnya akan meningkat.
menjelaskan, bahwa tujuan bermain adalah Kadar interaksi sosial tersebut dimulai dari
untuk memulihkan energi yang sudah terkuras bermain sendiri dan dilanjutkan dengan
saat bergerak atau melakukan sesuatu. bermain secara bersama. Karena itu dalam
Melakukan sesuatu atau bekerja dapat konteks ini akan tampak, bahwa anak yang
menyebabkan berkurangnya tenaga. Tenaga dibiasakan bermain akan lebih mudah
ini dapat dipulihkan kembali dengan cara menerima kehadiran orang lain dan
tidur atau melibatkan dalam kegiatan yang berinteraksi dengan orang lain. Semakin
sangat berbeda dengan bekerja. banyak ia disosialisasikan dengan orang lain,
Karl Groos, seorang filsuf maka akan semakin mudah ia berinteraksi
menguraikan bahwa bermain berfungsi untuk dengan dan menerima (kehadiran) orang lain.
memperkuat insting yang diperlukan untuk Dalam kontes agama Islam, setelah
kelangsungan hidup anak di masa yang akan persalinan anak akan diadzankan oleh orang
datang. Ia mendasarkan teorinya itu pada tuanya kemudian setelah tujuh hari ia akan
prinsip seleksi alamiah yang dijelaskan oleh diberi nama dan diakekahkan serta dipotong
Charles Darwin. Fungsi bermain mempunyai rambutnya di hadapan undangan yang diiringi
manfaat secara biologis untuk mempertahan- dengan lagu-lagu pujian. Semua itu akan
kan kelangsungan hidup. sangat menyenangkan bagi anak dan
Pada zaman modern sekarang ini merupakan pengalaman interaksi sosial yang
memang sudah banyak sekali para ahli sangat baik dari proses sosialisasi.
pendidikan yang membicarakan tentang
bermain dan hubungannya dengan Makna Bermain
perkembangan anak, antara lain: Para ahli mendefinisikan bermain
1. Teori Psikoanalis Sigmund Freud sebagai suatu perilaku yang mengandung
2. Teori Kognitifa, Jean Piaget, Lev motivasi internal yang berorientasi pada
Vygotsky, dst. proses yang dipilih secara bebas dan bukan
3. Teori Perkembangan sosial, dls. hanya prilaku pura-pura yang berorientasi
Peran bermain dalam perkembangan pada suatu tujuan menyenangkan yang
sosial anak misalnya, menurut pandangan diperintahkan. Kegiatan bermain ini adalah
psikoanalisis adalah untuk mengatasi fungsi dari seluruh manusia. Sandra J, Stone
pengalaman traumatik dan keluar dari rasa (1993). Karena itu, bermain dilakukan oleh
frustasi. Tampaknya Freud melihatnya dalam siapa saja di berbagai belahan dunia, baik
pengalaman lahir. Dalam peristiwa kelahiran laki-laki maupun perempuan dari anak-anak
seorang bayi menyiratkan kesan tidak enak, sampai orang dewasa. Stone mengatakan
trauma dan mungkin juga frustasi keluar dari bahwa bermain ada di setiap negara, budaya,
rahim ibunya, sehingga anak akan merasa bahasa, dimana saja anak-anak dunia
tenang dalam dekapan ibunya, dan bermain bermain.
menyebabkan anak ceria dan menimbulkan Menurut Karl Buhler dan Schenk
kreatifitas. Danziger, bermain adalah ”kegiatan yang
Bagi Piaget, peran bermain terhadap menimbulkan kenikmatan”. Dan kenikmatan
perkembangan sosial anak adalah untuk itu menjadi rangsangan bagi perilaku lainnya.
memperaktikkan dan melakukan konsolidasi Ketika anak-anak mulai mampu berbicara dan
konsep-konsep serta keterampilan yang telah berfantasi, misalnya, fungsi kenikmatan
dipelajari sebelumnya. Menurut Vygotsky, meluas menjadi schaffensfreude (kenikmatan
Hariadi, Pengembangan Pendidikan Karakter 25
berkreasi). Konsep ini dikembangkan lebih mulai suka berenang atau bersenam (tetapi
lanjut oleh Charlotte Buhler yang tanpa diprogram).
menganggap bermain sebagai pemicu
kreativitas. Menurutnya anak yang banyak PENUTUP
bermain akan meningkatkan kreativitasnya. Simpulan
Kendati bermain bukanlah bekerja dan Pendidikan karakter merupakan upa-
tidak sungguh-sungguh, Sigmund Freud yakin ya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan
bahwa anak-anak menganggap bermain secara sistematis untuk menanamkan nilai-
sebagai sesuatu yang serius. Dalam bermain nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
anak-anak menumpahkan seluruh perasaan- dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
nya. Bahkan mampu ”mengatur dunia sesama manusia, lingkungan, dan kebang-
dalamnya” agar sesuai dengan ”dunia luar”. saan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
Ia berusaha mengatur, menguasai, berpikir perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasar-
dan berencana. Karenanya menurut Erik kan norma-norma agama, hukum, tata krama,
Erikson, bermain berfungsi memelihara ego budaya, dan adat istiadat.
anak-anak. Hal ini dapat dipahami karena Pendidikan Jasmani Olahraga dan
anak yang sedang bermain merasakan senang Kesehatan (penjasor) pada hakikatnya adalah
sehingga terpaksa ia harus mempertahankan proses pendidikan yang memanfaatkan
kesenangannya itu atau sebaliknya ia akan aktivitas fisik untuk menghasilkan perubahan
memelihara egonya secara proporsional, holistik dalam kualitas individu, baik dalam
sehingga menimbulkan rasionalitas dan hal fisik, mental, serta emosional. Pendidikan
tenggang rasa terhadap anak lainnya. jasmani memperlakukan anak sebagai sebuah
Semakin intens pengalaman itu dilalui anak kesatuan utuh, mahluk total, daripada hanya
akan semakin kuat juga interaksi sosialnya menganggapnya sebagai seseorang yang ter-
dalam proses sosialisasi tersebut. pisah kualitas fisik dan mentalnya.
Jean Piaget menyatakan, bahwa ber- Melalui proses pembelajaran Penjasor
main menunjukkan dua realitas anak-anak, meruapakan media yang dipandang sangat
yaitu adaptasi terhadap apa yang sudah tepat dan ampuh dalam pemebntukan sistem
mereka ketahui dan respon mereka terhadap nilai dan karakter. Itu aka terwujud bila
hal-hal baru. Dalam bermain, sarana sering diberikan rangsangan sedini mungkin sesuai
menjadi tujuan. Banyak respon muncul, ya dengan hukum perkembangan anak. Oleh
demi respon itu sendiri. Anak berlari, karena itu metode bermain dan permainan
misalnya, bukan demi kesehatan tetetapi demi sangat baik dilakukan bagi anak usia dini
lari itu sendiri. Lari ya lari, titik. Jadi bagi dengan mengedepankan keutuhan gerak anak
anak, bermain adalah sarana untuk mengubah dan menampilakan keteladanan yang baik
kekuatan potensial di dalam diri menjadi dari para instruktur dan pendidik.
berbagai kemampuan dan kecakapan.
Bermain juga bisa menjadi sarana penyaluran DAFTAR PUSTAKA
kelebihan energi dan relaksasi.
Sebagai implementasi olahraga mela- Alim, S. (2011). Pengembangan Nilai-nilai
lui bermain yang dapat ditetapkan pada anak Etika Inti dalam Pendidikan Karakter.
usia dini antara lain; Usia 2-3 tahun Olahraga Dalam http://blog.elearning.
yang sifatnya belum terstruktur, seperti unesa.ac.id/alim-sumarno/. (diunduh
berlari, berayun-ayun, memanjat, dan bermain 05 Mei 2012)
air. Pada usia 2 tahun, anak sudah mampu
melompat dengan satu atau kedua kaki, dan Depdiknas. (2007). Kerangka
berlari (di usia ahun sudah bisa divariasikan DasarKurikulum Pendidikan Anak
arahnya kanan-kiri dan lain sebagainya).Usia Usia Dini. Jakarta: Pusat Kurikulum
4-5tahun, Biasanya, anak sudah bisa meng- Direktorat Pendidikan Anak Usia
gelindingkan bola besar, menangkap bola, Dini. Direktorat Pembinaan TK dan
serta piawai dengan sepeda roda tiga. Ia juga SDUniversitas Negeri Jakarta Tim
26 Parameter, Volume 24, Nomor 1, Juni 2014, hlm. 13-26