Anda di halaman 1dari 28

1

PERAN ORANG TUA DALAM MENINGKATKAN KREATIFITAS


ANAK USIA DINI MELALUI PERMAINAN TRADISIONAL
(Studi Kasus Pada Keluarga di RT 01 RW 06 Desa/Kec. Bantargadung Kab. Sukabumi)

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Kolokium
(Mengkaji BAB I)

Di Susun Oleh :
Kelompok 6
1. Asty Nesya Rahmi, NIM : 2231575003
2. Devi Pebriyani, NIM : 2231675032
3. Hifdatul Hayat, NIM : 2231675039
4. Insan Susilawati, NIM : 2231675016
5. Redi Puspiali, NIM : 2231675017
6. Ritawati, NIM : 2231675036
7. Siti Holipah, NIM : 2231675022
8. Wiena Andina Prafitasari, NIM : 2231675008
9. Muhdan Amin, NIM : 2231675050

Dosen :
1. ARSY RIZQIA AMALIA, M.Pd
2. IRNA KHALEDA, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUKABUMI
2022
1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan manusia, pendidikan merupakan salah satu faktor penting

dalam meningkatkan kedudukan dan perannya dalam kehidupan dunia dan akherat

kelak, melalui pendidikan manusia memperoleh pengetahuan dan keterampilan serta

melalui pendidikan manusia memperoleh wawasan baru yang akan membentuk dan

meningkatkan harkat dan martabat mereka baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota

masyarakat. Pendidikan dalam kehidupan manusia diarahkan pada perubahan yang

menyangkut pada aspek pengetahuan maupun sikap manusia. Adapun arah tujuan

Pendidikan Nasional No: 20 Tahun 2003 menyebutkan bahwa :

Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar


menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.

Manusia tidak pernah statis, semenjak pembuahan hingga kematian selalu terjadi

perubahan baik dalam kemampuan fisik maupun psikologis. Dengan kata lain organisme

yang matang selalu mengalami perubahan yang progresif sebagai tanggapan terhadap

kondisi yang bersifat pengalaman dan perubahan. Perubahan itu mengakibatkan jaringan

interaksi yang majemuk. (Hurlock, 1996).


2

Perubahan dalam perkembangan bertujuan untuk memungkinkan orang

menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana ia hidup, untuk mencapai tujuan tersebut

manusia harus melakukan aktualisasi diri.

Fakta yang sangat penting dalam perkembangan adalah bahwa dasar-dasar

permulaan adalah sikap kritis. Sikap, kebiasaan dan pola perilaku yang dibentuk selama

tahun tahun pertama sangat menentukan seberapa jauh individu individu berhasil

menyesuaikan diri dalam kehidupan ketika mereka bertambah tua. Kenyataan tersebut

menyiratkan betapa pentingnya dasar dasar yang diberikan orang tua pada anaknya pada

masa kanak kanak. Karena dasar-dasar inilah akan membentuk kepribadian yang di

bawa sampai masa tua.

Pendidikan pada hakikatnya bertujuan untuk mengembangkan potensi anak

seoptimal mungkin sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Usaha untuk

mengembangkan potensi itu harus didukung oleh lingkungan yang kondusif sehingga

anak dapat mengaktualisasikan dirinya sesuai dengan kebutuhan pribadinya. Setiap anak

mempunyai bakat dan kemampuan yang berbeda sehingga kebutuhan akan

pendidikanpun berbeda pula. Membina, mengembangkan, serta meningkatkan bakat dan

kemampuan anak merupakan tanggung jawab pendidikan. Pendidikan merupakan proses

sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi (Yudha & Rudiyanto,

2005:6).

Tidak dapat di pungkiri pada kesempatan pertama bagi anak untuk mengenal

dunia sosialnya adalah dalam keluarga. Di dalam keluarga anak untuk pertama kalinya

mengenal aturan tentang apa yang baik dan tidak baik. Oleh karna itu orang
3

tua harus bisa memberikan pendidikan dasar yang baik pada anak agar nantinya bisa

berkembang dengan baik.

Pendidikan yang diberikan pada anak sejak usia dini memiliki kontribuasi besar

terhadap pengembangan kualitas sumber daya manusia pada saat dewasanya, karna masa

ini disebut golden age atau masa emas. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk

mengoptimalkan fungsi fungsi organ tubuh sehingga peran pendidikan anak usia dini

merangsang kemampuan tumbuh kembang pada saat yang tepat. (Dinas Pendidikan

Anak Usia Dini, 2003).

Banyak penelitian longitudinal yang dilakukan oleh beberapa ahli yang

menunjukkan bahwa kesiapan sekolah dan kesuksesan akademik permulaan banyak

ditentukan oleh perkembangan emosi dan sosial anak. Mereka yang mempunyai

kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial cenderung kurang berhasil pada

lingkungan sekolahnya. (Juniati 2006: 3).

Anak adalah makhluk sosial dan memiliki potensi sosial yang dibawanya sejak

lahir. Dengan potensi itu anak sudah mulai menunjukkan keinginannya untuk

berhubungan dengan orang lain. Memasuki usia prasekolah anak mulai mengenal

lingkungan baru yang keberadaannya jauh lebih kompleks dibandingkan dengan

lingkungan keluarga. Ini artinya faktor yang mendasar dalam perkembangan dan

pendidikan anak yang terpenting adalah lingkungan keluarga.

Dunia anak adalah dunia bermain, karena bermain bagi anak adalah bekerja.

Dengan bermain anak dapat megeksplorasi lingkungan dan membengun sendiri

pengetahuannya. Aktifitas bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan,


4

sehingga dapat menimbulkan kepuasan pada anak ketika melakukan kegiatan bermain.

Jenis bermain yang disukai anak adalah bermain khayal, permainan games, bermain

musik, bermain konstruktif. Noeng Muhadjir (2001:111) mengatakan :

Tinjauan berbagai segi membuktikan bahwa manusia dalam hidupnya memang


dituntut untuk mengembangkan kreatifitasnya. Pengembangan kratifitas penting
dimulai sejak dini, sebab usia tersebut merupakan langkah awal kehidupan
seorang serta agar potensi anak dapat tersalurkan.

Kreatifitas begitu bermakna dalam hidup perlu dipupuk sejak dini, dikarenakan

: Pertama, karena dengan berkreasi orang dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan

dirinya dan aktualisasi merupakan kebutuhan pokok pada tingkat tinggi dalam hidup

manusia. Kedua, kreatifitas atau berpikir kreatif sebagai kemampuan untuk melihat

bermacam macam kemungkinan penyelesaiannya terhadap suatu masalah. Ketiga,

bersibuk diri secara kreatif tidak hanya bermanfaat bagi diri pribadi dan lingkungan tapi

juga memberikan kepuasan kepada individu. Keempat, kreativitaslah yang

memungkinkaan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Jika kreatif anak dapat berkembang dengan baik maka anak di kemudian hari

setelah dewasa akan memiliki kemampuan, keterampilan, dan profesi yang baik bahkan

luar biasa. Kemampuan tersebut dapat berkembang jika didukung dengan lingkungan

yang kondusif, yaitu lingkungan yang dapat mendorong berkembangnya kreativitas

anak. Proses perkembangan kreativitas anak tidak terlepas dari peranan orang tua,

dimana orang tua adalah orang yang pertama yang dikenali si anak dari lahir. Kreativitas

anak dirangsang dan di eksplorasi melalui kegiatan belajar sambil bermain merupakan

sifat alami anak, hubungan interaksi antara orang tua dengan


5

anaknya. Melalui bermain anak belajar mengahadapi tantangan dan menemukan minat

dan bakat anak dengan bantuan bimbingan dan arahan dari orang tuanya.

Kreativitas tumbuh dari adanya rasa ingin tahu yang amat besar pada masa kanak

kanak. Seseorang ingin tahu apa yang dilihatnya. Mereka melontarkan pertanyaan-

pertanyaan yang orisinil, sebagian dari mereka bahkan memperoleh jawaban dengan

melakukan eksplorasi langsung ke tujuan. Apa yang dilakukan manusia ini adalah bukti

kreativitas manusia. (H. F. Nashori dan Nuckaram, 2002: 36).

Dalam hal ini akan dipaparkan mengenai permainan tradisional anak, dimana

permainan tradisional memberikan alternatif yang kaya dengan nilai budaya (culture),

dan bahkan mungkin saat ini sudah hampir punah jika tidak dipelihara dan

dikembangkan. Sama seperti halnya bahasa sunda yang kini sudah banyak ditinggalkan

oleh masyarakatnya. Permainan tradisional telah menjadi barang yang sangat langka.

Padahal jika kita analisis terdapat sejumlah permainan tradisional yang memberikan

peran terhadap pengembangan potensi anak seperti perkembangan motorik kasar,

motorik halus, sosial, kognitif serta aspek perkembangan lainnya. Tientje (2004)

menyatakan bahwa permainan tradisional yang ada sebagian permainan mirip dengan

olah raga yakni memiliki aturan main, permainan ini juga mampu memberi kesenangan,

relaksasi, kegembiraan dan tantangan.

Interaksi yang terjadi pada saat anak melakukan permainan tradisional

memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan kreatifitas, kemampuan

sosial, bahasa dan emosi. Ini mengindikasikan bahwa permainan tradisional memiliki
6

peranan dalam mengembangkan kreativitas anak, terlebih lagi jika dalam hal ini orang

tua berpertisipasi dalam menanamkan permainan tradisional itu sendiri terhadap anak.

Beberapa contoh permainan tradisional yang sering dilakukan oleh anak usia dini adalah

“anyang-anyangan” atau main rumah-rumahan. Permainan ini merupakan kegiatan

bermain peran. Anak-anak berperan sebagai bapak, ibu dan anak-anaknya atau tokoh

lain yang diciptakan sendiri oleh mereka. Aktivitas yang dilakukan dibuat sendiri dengan

lakon yang berbeda-beda. Kegiatan ini senada dengan yang disampaikan oleh Sawyer

(Bergen, 2001) yang mengemukakan bahwa:

Rather than following a script, much of preschool children’s pretend play


involved improvitational exchanges. He also found that these strategies were
more succesfull when they were implicity include in the play scenario rather than
when children stopped the play to make explicite suggestion.

Permainan tradisional diyakini akan memberikan dampak yang lebih baik bagi

pengembangan potensi anak, permainan tradisional memberi kesempatan anak untuk

berkreasi atau kreatif dalam memainkan permainan tradisional. Hal ini diperkuat oleh

Bordova dan Leong (2003) bahwa now a days young children spend less time playing

with their peers and more time playing alone, graduating form educational toys to video

and computer game’. Mengeksplorasi, menggali kekayaan budaya dengan

mengumpulakn jenis jenis permainan tradisional serta melakukan analisa tentang potensi

apa yang bisa dikembangkan pada saat mereka mengikuti permainan tersebut. Dalam hal

ini menjadi suatu tantangan bagi peneliti. Contoh di atas anyang anyangan merupakan

salah satu contoh permainan tradisional. Beberapa


7

diantaranya lagi adalah Congkak, Gatrik, Sonlah, Beklen, Loncat Tinggi, Galah Asin,

Ucing ucingan, dan lain sebagainya.

Permainan tradisional Jawa Barat merupakan suatu aktifitas permainan

(kaulinan budak) yang tumbuh dan berkembang dari Jawa Barat, yang sarat dengan nilai

nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat sunda dan diajarkan secara turun

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.(Atmadibrata, 1981). Melalui

permainan tradisional ini, anak-anak usia dini dinilai akan mampu mengembangkan

potensi dan kreativitas yang dimilikinya, mampu memperoleh pengalaman yang berguna

dan bermakna, mampu membina hubungan antar sesama teman, meningkatkan

perbendaharaan kata, serta mampu menyalurkan perasaan-perasaan yang tertekan

dengan tetap melestarikan dan mencintai budaya bangsa sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini memfokuskan pada penelaahan pada

fungsi dan peran orang tua dalam menanamkan permainan tradisional pada anak dengan

bertujuan untuk mengembangkan kreativitas anak. Oleh karena itu, penulis menentukan

judul penelitian ini yaitu “ Peranan Orang Tua dalam Meningkatkan Kreativitas Anak

melalui Permainan Tradisional (studi kasus pada keluarga Rt.01/06 Kp Pasapen Desa

Bantargadung Kec. Bantargadung Kabupaten Sukabumi Jawa Barat).

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis mengidentifikasi permasalahan

permasalahan sebagai berikut:


8

1. Anak berorientasi pada permainan elektronik yang berdampak positif dan negatif

2. Orang tua yang memiliki sifat praktis dalam memberikan alat permainan sehingga

anak lebih memilih alat permainan elektronik dari pada permainan tradisional

3. Semakin jarang anak-anak yang menggunakan permainan tradisional dikarenakan

adanya alat permainan yang bersifat praktis yaitu permainan elektronik.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, penulis

merumuskan masalah pokok dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagaimana upaya orang tua dalam meningkatkan kreativitas anak usia dini

melalui permainan tradisional ?

2. Jenis permainan apa saja untuk meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui

permainan tradisional ?

3. Bagaimana bentuk kreativitas anak usia dini dengan diterapkannya permainan

tradisional ?

4. Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat dalam meningkatkan

kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional ?

D. Pertanyaan Penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam mengkaji, mengarahkan dan mengulas masalah,

penulis akan menguraikan masalah dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut :


9

1. Bagaimana upaya orang tua dalam meningkatkan kreatifitas anak usia dini

melalui permainan tradisional ?

2. Jenis permainan apa saja yang paling sering digunakan anak usia dini untuk

meningkatkan kreativitasnya melalui permainan tradisional ?

3. Bagaimana bentuk peningkatan kreativitas anak usia dini melalui permainan

tradisional ?

4. Faktor apa saja yang menjadi pendorong dan penghambat dalam meningkatkan

kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional ?

E. Tujuan Penelitian

Yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui upaya orang tua dalam meningkatkan kreatifitas anak usia dini

melalui permainan tradisional.

2. Untuk mengetahui jenis permainan yang paling sering digunakan anak usia dini

untuk meningkatkan kreativitasnya melalui permainan tradisional.

3. Untuk mengetahui bentuk peningkatan kreativitas anak usia dini melalui

permainan tradisional

4. Untuk mengetahui faktor yang menjadi pendorong dan penghambat dalam

meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional.

F. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis
10

Kegunaan teoritis penelitian ini adalah sebagai berikut.

1) Secara teoritis dapat memberikan gambaran tentang bagaimana peranan orang tua

dalam meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional

terhadap perkembangan anak.

2) Diharapkan dapat menjadi masukan pengembangan pembelajaran orang tua dalam

memberikan pendidikan kepada anak yang efektif dan memberikan stimulasi yang

positif guna meningkatkan kreativitas anak dengan diciptakannya interaksi yang

berkesinambungan antara anak dengan orang tuanya melalui permainan tradisional

2. Kegunaan Praktis

Kegunaan praktis penelitian ini sebagai berikut.

1) Bagi peneliti, kegiatan penelitian ini diharapkan menjadi penunjang untuk melatih

kemampuan berpikir dan bersikap ilmiah dalam mencari penjelasan dari peranan

orang tua dalam meningkatkan kreativitas anak usia dini melalui permainan

tradisional.

2) Diharapkan dapat menjadi dasar rujukan bagi para orang tua dalam membantu

mengembangkan kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional.

3) Bagi mahasiswa atau masyarakat pada umumnya, hasil penelitian ini diharapkan

dapat menjadi informasi dan wacana baru serta masukan dalam mendukung

kehidupan keluarga yang lebih demokratis dan bertanggung jawab, khususnya di

kalangan orang tua.


11

G. Anggapan Dasar

Anggapan dasar atau postulat merupakan landasan teori yang menjadi titik tolak

yang melandasi penelitian yang mencakup syarat dan persyaratan yang dinyatakan

terlebih dahulu dan merupakan dasar bagi setiap argumentasi (Suharto, 1989:131).

Beberapa anggapan dasar dalam penelitian ini adalah :

1. Fungsi dari pendidikan keluarga menempati posisi utama karena pendidikan

dilaksanakan dalam keluarga oleh orang tua terhadap anak anaknya sebagai suatu

upaya penyesuaian situasi, kondisi, dan fasilitas yang dapat memberikan

pengalaman belajar bagi anak untuk persiapan masa depan. (M.I Soelaeman, 1994).

2. Orang tua mempunyai peranan serta tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik

sehingga melahirkan pola komunikasi khusus diantara mereka sendiri maupun dalam

hubungan dengan putra putrinya. (M.I Soelaeman, 1994:70).

3. Alam keluarga merupakan alam pendidikan yang permulaan, pertamakalinya orang

tua yang berkedudukan sebagai guru, penuntun, sebagai pengajar, dan pemimpin

pekerjaan/pemberi contoh berperan sangat signifikan terhadap anak anaknya. (Ki

Hajar Dewantara dalam Ahmad Hufadz, 2000 : 69).

4. Melalui bermain anak akan dapat memuaskan tuntutan dan kepuasan perkembangan

perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa, emosi, sosial, nilai,

dan sikap hidup. Melalui kegiatan bermain anak dapat mengembangkan

kreativitasnya. (Moeslichatoen, 1999:32).


12

5. Permainan tradisional merupakan salah satu permainan yang dapat dipergunakan

dalam play terapy. Play terapy digunakan sebagai bentuk yang dikembangkan lewat

komunikasi non verbal untuk mengatasi konflik yang dihadapi anak. (Berlin,

2001:109).

H. Definisi Operasional

Agar terjalin kesatuan pemikiran, akan dijelaskan beberapa istilah yang tertera

dalam judul dan fokus penelitian sebagai berikut :

1. Peranan (role) adalah suatu pola tingkah laku yang dianggap harus dilakukan

seseorang untuk memantapkan kedudukannya. (M.I Soelaeman, 1994:121). Adapun

yang dimaksud peranan dalam penelitian ini yaitu orang tua.

2. Kreatifitas merupakan kemampuan anak menciptakan gagasan baru yang asli dan

imajinatif dan juga kemampuan mengadaptasi gagasan baru dengan gagasan yang

sudah dimiliki. (Gordon dan Brownw dalam Moeschalitoen, 2004:19). Kreatifitas

dalam penelitian ini yaitu sikap, gagasan, dan karya. Serta perilaku, imajinasi,

keterampilan sosial, dan perbuatan yang kreatif yang ditimbulkan oleh anak.

3. Anak sejak dini adalah keturunan kedua, buah hati anggota keluarga. (Mohamad Ali

1979 : 10). Anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anak usia dini 0 sampai

6 tahun.

4. Permainan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan yang dilaksanakan untuk

kepentingan kegiatan itu sendiri. (Santrock, 1995). Permainan dalam penelitian ini

adalah permainan tradisional.


13

5. Permainan tradisional adalah suatu permainan (kaulinan budak) yang sarat dengan

nilai-nilai budaya dan tata nilai kehidupan masyarakat dan diajarkan secara turun

temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya.Yang dimaksud permainan

tradisional dalam penelitian ini antara lain permainan tradisional ucing sumput,

sonlah/sondah, congkak, oray-orayan, mi..mi..mi.

I. Subjek Penelitian

Berdasarkan judul penelitian mengenai “Peranan Orang Tua Dalam

Meningkatkan Kreativitas Anak Usia Dini Melalui Permainan Tradisional”, subjek yang

akan diteliti adalah 3 keluarga (Orang tua yang mempunyai anak usia dini) di Kampung

Pasapen RT. 01 RW 06 Desa Bantargadung Kecamatan Bantargadung Kabupaten

Sukabumi Jawa Barat, khususnya mengenai peranan orang tua dalam meningkatkan

kreativitas anak usia dini melalui permainan tradisional. Permainan tradisional yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sonlah/sondah, ucing sumput, congkak, oray-

orayan, dan mi..mi..mi.

J. Metode Penelitian

Metode yang akan digunakan pada penelitian ini adalah metode kualitatif.

Sudjana dan Ibrahim (1989: 195) menyebutkan bahwa metode kualitatif sering

digunakan untuk menghasilkan Grounded Theory yaitu teori yang timbul dari data bukan

dari suatu hipotesis seperti dalam metode kuantitatif. Oleh karena itu penelitian kualitatif

bersifat Generating Theory. Bogdan dan Tylor (Atmadinata, 2005: 55) mengungkapkan

bahwa metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang


14

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

perilaku yang dapat diamati.

Metode penelitian kualitatif sebagai metode ilmiah sering digunakan dan

dilaksanakan oleh peneliti dalam bidang ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, dan

sejumlah penelitian perilaku lainnya termasuk dalam ilmu pendidikan. Lebih tegas

Creswell (Wiriaatmadja, 2006: 8) menjabarkan bahwa penelitian kualitatif adalah

sebuah proses inkuiri yang menyelidiki masalah-masalah sosial dan kemanusiaan.

Dalam Penelitian kualitatif peneliti berkomunikasi secara langsung dengan subyek yang

diteliti serta dapat mengamati mereka sejak awal sampai akhir proses penelitian. Adapun

ciri-ciri penelitian kualitatif menurut Wiriaatmadja (2006: 10-11) adalah sebagai berikut

:1). Menggunakan lingkungan alamiah tempat kejadian dan perilaku manusia

berlangsung sebagai sumber data, 2). Peneliti adalah instrumen utama penelitian, 3).

Data yang dihasilkan sifatnya deskriptif, 4). Fokus diarahkan kepada persepsi dan

pengalaman partisipan 5). Proses sama pentingnya dengan produk.

Berdasarkan ungkapan di atas, data yang diperoleh dari penelitian kualitatif

seperti hasil pengamatan (observasi), hasil wawancara, dokumentasi, dan catatan

lapangan.

1. Teknik Pengumpulan Data

Dalam kegiatan penelitian, diperlukan data-data atau informasi yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Adapun teknik pengumpulan data yang dipakai adalah

observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan studi kepustakaan.


15

2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini pada masyarakat (3 keluarga) yang bertempat di Kampung

Pasapen RT 01/06 Desa Bantargadung Kecamatan Bantargadung Kabupaten Sukabumi

Jawa Barat. Waktu penelitian selama 6 bulan.

K. Sistematika Penulisan

Sebagai kerangka dalam penilitian maka sistematika penulisan disusun sebagai

berikut :

BAB I Pendahuluan, membahas tentang Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah,

Rumusan Masalah, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan

Penelitian, Anggapan Dasar, Definisi Operasional, Subjek Penelitian, metode

dan Teknik Pengumpulan Data , dan Sistematika Penulisan.

BAB II Tinjauan Teoritis, membahas tentang Konsep PAUD Sebagai Program PLS,

Konsep Perkembangan Anak, Konsep Pendidikan Keluarga, Konsep

Kreatifitas, Konsep Permainan Tradisional.

BAB III Metodologi Penelitian diantaranya Metode Penelitian, Subjek Penelitian,

Teknik Pengumpulan Data, Langkah-langkah Pengumpulan Data, dan

Prosedur Pengolahan Data.

BAB IV Pembahasan Hasil Penelitian meliputi Gambaran Umum Lokasi Penelitian,

Analisis Hasil Penelitian, Pembahasan Hasil Penelitian.

BAB V Kesimpulan Dan Saran.


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

PERSEPSI SISWA TERHADAP PEMBELAJARAN PECAHAN DI SEKOLAH


DASAR

STUDENTS’ PERCEPTION ON FRACTION LEARNING IN ELEMENTARY SCHOOL

M. Yusuf Setia Wardana1 dan Aries Tika Damayani2


1Universitas
PGRI Semarang
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
ayuest@gmail.com

2Universitas PGRI Semarang

Semarang, Jawa Tengah, Indonesia


afinobiologi@yahoo.com

Abstrak
Belajar harus dimulai dengan pengenalan masalah atau dengan meningkatkan masalah yang
lebih nyata dengan menghubungkan pembelajaran ke kehidupan sehari-hari. Inilah yang
mendorong peneliti untuk mengidentifikasi persepsi siswa sekolah dasar dalam mempelajari
pecahan di sekolah dasar. Sehingga dosen dapat membekali keterampilan mengajar materi
pecahan yang harus dimiliki oleh seorang guru di sekolah dasar. Tujuan jangka panjang dari
penelitian ini adalah merancang buku teks dimana ada bahan pecahan untuk siswa sekolah
dasar. Tujuan khususnya penelitian ini akan digunakan sebagai bahan dalam bahan ajar
Pendidikan Matematika I. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Periset menggunakan metode wawancara, tes, observasi dan dokumentasi untuk
mengumpulkan data untuk mengidentifikasi persepsi siswa sekolah dasar tentang pembelajaran
pecahan. Setelah mendapatkan hasilnya, data dianalisis dengan cara mengurangi data,
menyajikan data, dan meringkas data.
Kata Kunci: Persepsi, Pecahan, Sekolah Dasar.

Abstract
Learning should begin with the introduction of problems or by raising more real problems by
linking learning to everyday life. This is what encourages researchers to identify the perceptions
of elementary school students in studying fractions in primary schools. So the lecturer can equip
the skills of teaching the fractional material that should be owned by a teacher in primary school.
The long-term goal of this research is to design textbooks in which there is fractional material for
elementary school students. Target in particular of this research will be used as an ingredient in
teaching materials of Mathematics Education I. The method that will be used in this research is
qualitative research. Researchers used interview, test, observation and documentation methods
to collect data to identify primary school students' perceptions of fractional learning. After
getting the results, the data is analyzed by reducing the data, presenting the data, and
summarizing the data.
Keyword: Perception, Fractional, Elementary School.

I. PENDAHULUAN sepenuhnya oleh kalangan masyarakat.


Gelegar pasar tunggal Asean 2015 Kehadiran pasar ini tampil dengan
Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) telah perspektif ekonomi saja, sehingga
menggema, informasi ini belum diterima masyarakat yang berada di luar ranah

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 451


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

ekonomi, tidak tahu atau bahkan tidak kepemimpinan, kerja sama, komunikasi
mau tahu. MEA telah di-launching pada 31 dan pengembangan pribadi.
Desember 2015, yang memungkinkan Proses pembelajaran yang tertuang
mudahnya mobilitas barang, jasa, dan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
orang antarnegara di wilayah ASEAN. Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013
Tentu saja ini hal ini merupakan mengarahkan pada pembelajaran yang
kesempatan besar bagi Negara yang siap interaktif, inspiratif, menyenangkan,
bersaing, namun menjadi sesuatu yang menantang, memotivasi peserta didik
menakutkan bagi Negara yang tidak siap. untuk berpartisipasi aktif serta memberi
Berdasarkan data BPS 2014 menunjukkan ruang yang cukup bagi prakarsa,
bahwa penduduk Negara Indonesia di atas kreativitas, dan kemandirian sesuai bakat
15 tahun yang bekerja, berdasarkan dan minat. Peraturan tersebut seirama
pendidikan secara berurutan adalah: SD dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan
46,8%, SLTP 17,82%, SLTA 25,23% dan Kebudayaan RI No. 22 Tahun 2006yang
pendidikan tinggi 10,14%.Komposisi menyatakan bahwa mata pelajaran
mayoritas pekerja terletak pada lulusan matematika diberikan kepada seluruh
pendidikan dasar.Kurikulum di Negara peserta didik untuk membekali mereka
Indonesia seharusnya memiliki paradigma dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
yaitu menjadikan mata pelajaran dan sistematis, kritis, dan kreatif, serta
matakuliah sebagaialat kecakapan kemampuan bekerjasama. Pada peraturan
hidup. Keberhasilan siswa dan mahasiswa ini ditegaskan pula bahwa pembelajaran
sebaiknya diukurpada kecakapan untuk matematika di sekolah bertujuan agar
memperoleh kesuksesan hidup. Hal itu peserta didik memiliki kemampuan
menyebabkan lulusan pendidikan kita akan memecahkan masalah yang meliputi
dianggap mampu bersaing dalam kemampuan memahami masalah,
menghadapi dunia kerja. merancang model matematika,
Pemerintah dalam waktu yang singkat menyelesaikan model dan menafsirkan
dan cepat harus menyiapkan sekolah yang solusi yang diperoleh. Peningkatan
membekali kompetensi untuk berinovasi keterampilan berpikir tingkat tinggi telah
dan untuk membangun menjadi salah satu prioritas dalam
jaringan/networking. Kompetensi pembelajaran matematika sekolah.
berinovasi dapat dilakukan dengan Hal tersebut sangat perlu dipahami bagi
peningkatan berbagai keterampilan calon guru di sekolah dasar, termasuk
seperti, desain produk, dan penggunaan lulusan S1 PGSD Universitas PGRI
teknologi. Adapun kompetensi Semarang. Berdasarkan hasil wawancara
membangun jaringan dilakukan dengan dengan salah satu mahasiswa PGSD
pengembangan sikap dan mengelola semester I, mereka menganggap pelajaran
sumber daya manusia seperti, di SD sangat mudah termasuk salah

452 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

satunya mata pelajaran matematika. meliputi aspek bilangan, geometri,


Jawaban yang berbeda justru datang dari pengukuran dan pengolahan data. Pada
semester VII, yaitu mahasiswa yang telah struktur kurikulum PGSD Universitas PGRI
melaksanakan mata kuliah PPL 2. Mereka Semarang telah tersusun satu mata kuliah
mengatakan ada siswa yang masih yang fokus pada pembelajaran bilangan di
kesulitan dalam memahami mata sekolah dasar yaitu Pendidikan
pelajaran matematika. Mahasiswa Matematika I. Mata kuliah ini disiapkan
tersebut telah berupaya memecahkan untuk memberikan keterampilan pada
masalah yang dihadapi dengan bantuan mahasiswa dalam mengajar bilangan di SD
DPL dan guru pamong. Kesulitan tersebut kelas I – VI.
ada yang dapat teratasi dan ada pula yang Menurut Supinah (2010: 2)
belum teratasi. Kesulitan yang dihadapi pembelajaran hendaknya dimulai dengan
mahasiswa sendiri adalah mendiagnosis pengenalan masalah atau dengan
kesulitan yang dialami siswa saat belajar. mengajukan masalah-masalah yang lebih
Hal inilah yang menjadi pemikiran kami nyata dengan mengaitkan pembelajaran
selaku dosen pengampu mata kuliah pada kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang
matematika untuk mengantisipasi kendala mendorong peneliti untuk
yang mungkin dihadapi oleh mahasiswa mengidentifikasi persepsi yang dimiliki
PPL/Magang. siswa dalam mempelajari materi bilangan
Berdasarkan teori perkembangan di sekolah dasar. Sehingga kami dapat
kognitif, Piaget menyatakan anak sekolah membekali keterampilan yang seharusnya
dasar berada pada tahapan operasional dimiliki oleh seorang guru di sekolah dasar.
konkret. Pada tahap ini anak sudah Materi bilangan di sekolah dasar
mampu berpikir sistematis mengenai cakupannya antara lain: operasi hitung,
benda-benda dan peristiwa yang konkret pecahan, KPK dan FPB, penaksiran dan
(Susanto, 2014: 77). Berbeda sekali pembulatan, perbandingan dan bilangan
dengan calon guru yang melaksanakan PPL bulat. Selanjutnya yang akan menjadi
di sekolah dasar yang telah terbiasa fokus dalam penelitian ini adalah pecahan.
berpikir secara abstrak. Hal inilah yang Penelitian ini sangat penting dilakukan
kadang memicu kesulitan belajar anak di sebagai pijakan untuk penelitian
sekolah dasar tempat PPL, karena calon selanjutnya yaitu membuat buku teks yang
guru mengabaikan tingkat kemampuan mampu meningkatkan keterampilan
berpikir anak di sekolah dasar. Selain hal literasi matematis.
itu mahasiswa juga masih merasa kesulitan Berdasarkan uraian dari latar
dalam menjelaskan beberapa materi belakangdapat dirumuskan masalah yaitu,
dalam mata pelajaran matematika, persepsiapayang dimiliki siswa terhadap
termasuk di dalamnya materi bilangan. pembelajaran pecahan di sekolah dasar?
Ruang lingkup mata pelajaran matematika

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 453


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

II. METODE berbagai cara. Dalam penelitian ini bila


Pada penelitian ini, peneliti dilihat dari setting, data dapat
menggunakan pendekatan kualitatif. dikumpulkan pada settingalamiah, di
Pendekatan kualitatif merupakan suatu sekolah yang dilakukan dalam kurun waktu
pendekatan yang digunakan untuk satu semester.
memahami fenomena yang sedang terjadi Teknik pengumpulan data yang utama
secara alamiah (natural) dalam keadaan- adalah observasi tidak terstruktur,
keadaan yang sedang terjadi secara wawancara tidak terstruktur, dan
alamiah (Ahmadi,2014:15). dokumentasi. Peneliti mengobservasi
Penelitian kualitatif meneliti keadaan kegiatan proses belajar di kelas,
atau masalah yang sedang berlangsung, mewawancarai guru kelas di kelas empat
diharapkan dapat diperoleh informasi yang di SDN Batursari 05 Mranggen.
tepat dan gambaran yang lengkap 4. Pengecekan keabsahan data
mengenai masalah yang diteliti. Menurut Sugiyono (2013:368)
Implementasi dalam penelitian ini adalah pengecekan keabsahan data dalam
peneliti mengidentifikasi persepsi apa yang penelitian kualitatif dapat dilakukan
dimiliki siswa sekolah dasar terhadap dengan tiga cara yaitu, perpanjangan
pembelajaran pecahan. pengamatan, peningkatan ketekunan
1. Setting penelitian dalam penelitian,triangulasi, diskusi
Penelitian ini dilaksanakan di dengan teman sejawat, analisis kasus
SDNBatursari 05 Mranggen. Waktu negatif, dan member check
penelitian ini dilaksanakan Tahun 5. Teknik analisis data kualitatif
Pelajaran2017/2018. Subyek penelitian Setelah proses pengumpulan data
yang digunakan adalah siswakelas 4 dilakukan, proses selanjutnya adalah
sebanyak enam orang. melakukan analisis data. Menurut Patton
2. Data dan sumber data dan Kartini dalam (Tohirin,
Sumber data kualitatif yang digunakan 2011:141)analisis atau penafsiran data
dalam penelitian ini yaitu data berupa hasil merupakan proses pengaturan data,
pekerjaan siswa yang diperoleh dari menyusun data ke dalam pola,
observasi tidak terstruktur, wawancara, mengategori dan kesatuan uraian yang
triangulasi, dandokumen yang berupa nilai mendasar. Sedangkan menurut Merriam
siswa dan foto-foto yang akan diubah dalam (Tohirin, 2011:141) menegaskan
dalam bentuk kata-kata atau bahwa analisis data merupakan proses
dideskripsikan dengan penjelasan. memberikan makna terhadap data yang
3. Metode pengumpulan data dikumpulkan.
Menurut Sugiyono (2013:308) Teknik analisis data dalam penelitian ini
pengumpulan data dapat dilakukan dalam terdiri dari tahap reduksi data, tahap
berbagai setting, berbagai sumber dan

454 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

penyajian data, tahap verifikasi/ penarikan domain terbaik yang diraih siswa adalah
kesimpulan. uncertainty anddata dengan skor 32.8,
sedangkan nilai changeand relationship,
III. HASIL DAN PEMBAHASAN space and shape, serta quantity rerata
A. Hasil skornya relatif sama. Uncertaintyand data
Pada studi ini persepsi siswa tentang merupakan konten yang paling mudah
pecahan ditunjukkan olehjawaban siswa dibandingkan dengan konten matematika
atas14 butir soal yang dikerjakan. Tingkat lainnya bagi sampel. Konten matematika
kesukaran ataupun proporsi menjawab ini mengukur kemampuan siswa dalam
benar pada setiap butir soal menunjukkan mengidentifikasi dan meringkas makna
tingkat pencapaian siswa pada setiap yang melekat dalam seperangkat data
butir. Dari hasil pengolahan data, ternyata yang ditampilkan dengan cara yang
cukup banyak siswa yang memberi berbeda; dan bagaimana memahami
jawaban tanpa penjelasan dan langkah dampak variabilitas yang melekat dalam
kerja dalam mengerjakan soal-soal sejumlah proses yang nyata (OECD, 2013).
tersebut. Hal ini menunjukkan siswa Lemahnya siswa pada konten change and
kurang mampu memberikan relationship, space and shape, serta
penjelasan/uraian/argument terhadap quantity menimbulkan pertanyaan tentang
persoalan matematika yang diujikan dalam kualitas pembelajaran yang dialami siswa
tes matematika tersebut. Berikut di kelas. Siswa ternyata kurang mampu
disampaikan capaian matematika siswa memahami materi ajar terkait konsep
yang dikaji berdasarkan konten, konteks, bilangan. Kondisi ini terjadi pada sampel
dan level kognitif. penelitian. Oleh karena itu, perlu dianalisis
lebih dalam tentang “error” jawaban
B. Pembahasan siswa, agar diketahui apakah terdapat
1) Capaian berdasarkan konten kesalahan sistematis dalam pemahaman
Sesuai desain tes internasional PISA, siswa. Hal ini dapat menjadi
butir soalliterasi matematika dibagi feedbackuntuk perbaikan kualitas
menjadi empat domain berdasarkan pembelajaran, perbaikan bahan ajar guru,
konten, yaitu change and relationship, dan bahkan penyempurnaan kurikulum
shape and space, quantity, dan uncertainty yang berlaku. Berkenaan dengan hal
and data. Fungsi aritmatika dan aljabar tersebut Walberg (1992), serta Wilkin,
terangkum dalam change and relationship, Zembilas, & Travers (2002) menyatakan
geometri dan pengukuran terangkum kualitas pembelajaran merupakan salah
dalam shape and space, konsep bilangan faktor yang turut menjadi determinan atas
terdapat pada quantity, sedangkan prestasi belajar akademik siswa (dalam
statistika dan data pada uncertainty and Umar & Miftahuddin, 2012).
data. Berdasarkan konten yang diujikan, 2) Capaian berdasarkan konteks

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 455


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

Berdasarkan konteks, butir soal lebih nyata dialami atau diketahui siswa
matematika terdiri atas empat domain, dibandingkan dengan konteks scientific
yaitu personal, occupational, societal, dan yang relatif abstrak, yaitu butir-butirsoal
scientific. Secara total, data menunjukkan yang diujikan berhubungan dengan
rerata skor tertinggi terdapat pada konteks penggunaan matematika dalam ilmu
occupational, yaitu mencapai skor 33,2. pengetahuan dan teknologi. Peningkatan
Rerata skor yang sedikit lebih rendah literasi matematika siswa dalam konteks
adalah pada soal dengan konteks societal scientific ini tentunya memerlukan guru
(32,7) dan personal (31,8), sedangkan yang memiliki kompetensi pedagogik yang
konteks scientific adalah yang paling baik, sehingga mampu menyampaikan
rendah rerata skor yang dicapai siswa proses pembelajaran berkualitas sebagai
(26,4). Dalam penjelasankerangka kerja salah satu faktor yang memengaruhi
PISA 2012 disebutkan bahwa scientific prestasi belajar.
berhubungan dengan penggunaan 3) Capaian Literasi Berdasarkan Level
matematika dalam ilmu pengetahuan dan Kognitif
teknologi (OECD, 2013). Capaian Soal-soal disusun berdasarkan
matematika siswa dalam konteks scientific levelkognitif yang beragam. Level terendah
ini adalah rendah di seluruh sampel yang hanya sekedar mengetahui hingga
penelitian. Rendahnya capaian literasi soal dengan level tertinggi untuk
siswa pada aspek konteks scientific dapat mengukur kemampuan siswa merefleksi.
dipahami karena tingkatabstraksi butir- Hasil tes siswa menunjukkan bahwa rerata
butir soal matematika scientific kiranya skor yang rendah terdapat pada soal-soal
lebih tinggi dibandingkan dengan level kognitif 6 dan level kognitif 5, yaitu
tigadomain lainnya (personal, societal, soal-soal dengan level kognitif yang
occupational). Sesuai dengan kerangka kompleks. Soal-soal dengan yang
PISA 2012 (OECD, 2013),butir-butir soal mengukur kemampuan berpikir tingkat
pada konteks personal mengukurliterasi tinggi (higher order thinking skills — HOTS)
siswa terkait masalah dan tantangan yang belum mampu dikuasai siswa dengan baik.
dihadapi individu dalam dunia nyata yang Merujuk taksonomi Bloom, dalam ranah
berhubungan dengan kehidupan sehari- kognitif,misalnya, berpikir tingkat tinggi
hari individu dan keluarga. Pada konteks meliputi analisis,evaluasi, dan mencipta.
societal, butir-butirsoal berhubungan Dalam pada itu, nilai pada level kognitif 4
dengan komunitas baik lokal, nasional atau mencapai rerata skor tertinggi, yaitu
global dimana individu menjalani 38,57(Gambar 4). Secara empirik, siswa-
kehidupannya; sedangkan pada konteks siswa lebih rendah proporsi yang
occupational, butir-butir soal berhubungan menjawab benar pada level kognitif 3 dan
dengan dunia kerja. Butir-butir soal pada level kognitif 2 dibandingkan level kognitif
ketiga domain konteks tersebut relatif 4. Hal ini diduga sebagian siswa peserta

456 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

tes sudah lupa atas materi ajar yang pelajaran penting bagi saya, karena
pernah diajarkan sebelumnya meskipun saya perlukan untuk belajar pada
soal-soal tersebut sesungguhnya lebih tingkat yang lebih tinggi. Tanggapan
sederhana tingkat kesulitannya. siswa atas pernyataan-pernyataan
4) Faktor-faktor yang memengaruhi mengenai persepsi terhadap
capaian persepsi pecahan matematika kemudian diolah
Selain mengumpulkan data siswa datanya dan dikelompokkan menjadi
melaluibuku tes matematika, studi ini juga tiga kategori, yaitu baik, sedang, dan
mengumpulkan data melalui wawancara. kurang. Untuk menjaring informasi
Berikut adalah hasil analisis variabel- tentang kepercayaan diri siswa
variabel determinan yang bersumber dari terhadap kemampuan matematika
tanggapan siswa, guru, dan kepala sekolah diajukan sejumlah butir pertanyaan,
pada sekolah sampel dengan rerata skor diantaranya: (1) saya merasa
matematika siswa. Analisis hubungan khawatir akan mengalami kesulitan
variabel dikelompokkan sesuai dengan untuk belajar matematika; (2) saya
kajian teoretik yang telah dikemukakan gugup bila menghadapi soal-soal
sebelumnya (Umar & Miftahuddin, 2012). matematika; dan (3) saya merasa
a) Faktor personal; Dalam kajian ini mudah mempelajari matematika.
variabel personal dilihat dari Tanggapan siswa pada pertanyaan-
tanggapan siswa tentang dua hal, pertanyaan tersebut kemudian
yaitu persepsi terhadap matematika dibuat indeks dengan tiga kriteria
dan kepercayaan diri siswa terhadap yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
kemampuan matematika. Butir-butir Data menunjukkan bahwa siswa
pertanyaan terkait persepsi dengan kepercayaan diri yang tinggi,
terhadap matematika berisi tentang rerata skor matematikanya juga
pandangan siswa tentang tinggi. Uraian di atas
kebermanfaatan matematika, mengungkapkan bahwa persepsi
sehingga siswa termotivasi untuk siswa yang positif atas mata
mempelajari matematika. Contoh pelajaran matematika berhubungan
pertanyaan tersebut di antaranya: secara linear positif dengan capaian
(1) mempelajari matematika dengan matematika yang dicapai siswa
usaha keras adalah bermanfaat, tersebut. Sikap positif atas mata
karena itu mendukung dalam pelajaran yang dipelajari mendorong
pekerjaan saya dikemudian hari; (2) motivasi belajar siswa yang tinggi.
belajar matematika adalah Demikian pula, terdapat
bermanfaat, karena akan kecenderungan siswa yang memiliki
meningkatkan karir saya; dan kepercayaan diri tinggi atas
(3) matematika adalah mata kemampuannya, maka capaian

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 457


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

matematika cenderung tinggi pula. semua sampel menunjukkan bahwa


Percaya diri siswa atas kemampuan persepsi siswa yang baik terhadap
yang dimiliki merupakancermin dari metode mengajar yang diterapkan
konsep diri (self-concept) – yaitu gurunya memiliki rerata skor yang
caraindividu memandang dirinya tinggi dibandingkan kelompok siswa
secara utuh yang berkembang yang persepsinya memadai ataupun
secara positif pada siswa. Temuan ini kurang. Pembelajaran kepada siswa
sesuai dengan pendapat Walberg juga dilakukan guru tidak hanya di
(dalam Umar dan Miftahuddin, kelas, tetapi juga dengan cara
2012) bahwa faktor personal dengan memberikan latihan-latihan
faktor-faktor lainnya secara bersama matematika yang dikerjakan di
memengaruhi capaian prestasi rumah (PR).
siswa. c) Faktor lingkungan; Terdapat
b) Faktor instruksional; Mutu sejumlah aspek dalam variabel
pembelajaran yang diperoleh siswa lingkunganyang diduga terkait
antaralain dapat dilihat dari dengan capaian literasi matematika
bagaimana metode pengajaran yang siswa, seperti status social ekonomi
tepat diterapkan, intensitas orang tua siswa, karakteristik guru,
pengajaran yang dilakukan, serta kondisi lingkungan dan budaya
kualitas penyampaian materi yang sekolah, media belajar yang dimiliki
disampaikan guru. Untuk sekolah. Berikut hasil analisis
mengetahui hal ini, salah satu butir hubungan variabel tersebut. Salah
pertanyaan yang diajukan adalah satu indikator status sosial ekonomi
penilaian siswa terhadap metode keluarga adalah pemilikan barang-
mengajar guru matematika. Berikut barang sekunder berharga dan
contoh pertanyaan yang menggali jumlah barang yang dimiliki keluarga,
persepsi siswa mengenai metode misalnya mobil, perangkat
ajar guru: (1) guru memberi komputer, dan telepon genggam.
pertanyaan yang membuat kami Kemudian, data diolah dan
mengingat kembali permasalahan dikelompokkan menjadi tiga kategori
yang diberikan; (2) guru memberi yaitu pemilikan barang yang kurang,
tugas yang membuat kami ada, dan berlebih. Hasil analisis
menghitung-hitung sendiri menunjukkan semakin banyak
penyelesaian soal; (3) guru barang sekunder yang dimiliki
memberi permasalahan dengan keluarga siswa, rerata skor siswa
penyelesaian yang jelas; dan (4) guru pada kelompok tersebut semakin
membantu kami untuk belajar dari tinggi. Hasil analisis juga
kesalahan yang kami buat. Hampir menunjukkan bahwa siswa yang

458 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

indeks kepemilikan barang memang lebih tinggidibandingkan


keluarganya tergolong kurang, rerata siswa yang gurunya memiliki
skor matematika siswanya juga penilaian lingkungan sekolah sedang
rendah. Latar belakang pendidikan dan kurang. Perbedaan antara
guru yangdisandang guru kelompok baik dan sedang dengan
memberikan kontribusi positif pada kelompok kurang juga cukup
capaian literasi matematika siswa. signifikan. Menurut Peterson,
Secara signifikan siswa yang diajar dampak lingkungan dan budaya
oleh guru yang berlatar belakang sekolah yang kondusif tampak pada
Pendidikan Guru Sekolah Dasar, sikap guru-guru yang menyediakan
rerata skor siswanya lebih tinggi waktu untuk memperbaiki
dibandingkan siswa yang diajar oleh pengajaran, motivasi mereka
guru berlatar belakang pendidikan mengikuti lokakarya, dan
bukan Pendidikan Guru Sekolah keikutsertaan dalam aktivitas-
Dasar. Hal ini mengindikasikan aktivitas lainnya (Peterson, 2003).
bahwa kesesuaian latar belakang Pada gilirannya, para guru yang telah
pendidikan dan mata ajar yang memiliki berbagai kompetensi
diampu adalah hal yang sangat tersebut mampu melaksanakan
penting bagi tercapainya outcome proses pembelajaran bermutu yang
pendidikan yang diinginkan, berimplikasi pada peningkatan
sebagaimana arahan kebijakan prestasi belajar siswa. Dengan
pemerintah dalam PP No. 19 Tahun demikian dapat disimpulkan
2005 tentang SNP. Dalam PP bahwatemuan penelitian ini
tersebut dinyatakan pendidik harus menunjukkan terdapat sejumlah
memiliki kualifikasi akademik dan aspek dalam variabel lingkungan
kompetensi sebagai agen yang terkait dengan capaian
pembelajaran. Kualifikasi akademik matematika siswa tentang materi
ini dibuktikandengan ijasah yang pecahan, seperti status sosial
sesuai dengan bidang studiyang ekonomi orang tua siswa,
menjadi tugas pokoknya karakteristik guru, kondisi
(Departemen Pendidikan Nasional, lingkungan dan budaya sekolah.
2005). Selanjutnya, lingkungan dan Faktor lingkungan, secara bersama
budaya sekolah yang positif dengan faktor lainnya yaitu faktor
mendorong komunitas sekolah personal dan faktor intruksional,
untuk meningkatkan kinerjanya. cenderung memengaruhi capaian
Guru-guru yang menilai lingkungan literasi matematika siswa,
sekolahnya baik dan kondusif sebagaimana kajian teoretik yang
ternyatarerata skor siswanya

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 459


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

telah dikemukakan sebelumnya scientificini adalah rendah di seluruh


(oleh Umar & Miftahuddin, 2012). sampel penelitian. Selanjutnya ditinjau
dari aspek level kognitif, ternyata soal-soal
IV. PENUTUP yang mengukur kemampuan berpikir
Berdasarkan hasil penelitian dan tingkat tinggi (higher orderthinking skills-
pembahasan diatas, dapat disimpulkan HOTS) belum mampu dikuasai siswa
hal-hal berikut. Pertama, capaian dengan baik.
persepsipecahan siswa yang menjadi Hasil studi juga mengungkapkan
sampel studi ini masih rendah, meskipun terdapat sejumlah faktor yang berperan
soal-soal telah disesuaikan dengan konteks besar dalam mewujudkan capaian
Indonesia. Pilihan jawaban atas butir-butir matematika, yaitu faktor personal, faktor
soal matematika dijawab siswa tanpa instruksional, dan faktor lingkungan.
penjelasan dan langkah kerja Dalam kajian ini, faktor personal dilihat
perhitungannya. Hal ini menunjukkan dari (1) persepsi siswa terhadap pecahan
siswa kurang mampu memberikan uraian dan (2) kepercayaan diri siswa
atau argumentasi terhadap persoalan terhadapkemampuan matematika.
matematika yang diujikan dalam tes Selanjutnya faktor instruksional di
matematika tersebut. antaranya dilihat dari intensitas, kualitas,
Berdasarkan konten, uncertainty and dan metode pengajaran. Hal ini
data merupakan konten yang paling menunjukkan bahwa persepsisiswa yang
mudah dipahami siswa, dibandingkan baik terhadap metode mengajar yang
dengan konten matematika lainnya. diterapkan gurunya, dan guru yang sering
Konten matematika ini mengukur memberikan latihan soal (PR) matematika
kemampuan siswa dalam mengidentifikasi kepada siswa, memiliki rerata skor
dan meringkas makna yang melekat dalam matematika yang tinggi. Faktor lingkungan
seperangkat data yang ditampilkan dengan diantaranya ditinjau dari karakteristik
cara yang berbeda; dan bagaimana guru. Latar belakang pendidikan guru yang
memahami dampak variabilitas yang disandang memberikan kontribusi positif
melekat dalam sejumlah proses yang pada capaian literasi matematika siswa.
nyata. Adapun nilai change and Siswa yang diajar guru yang berlatar
relationship, space and shape, serta belakang pendidikan guru sekolah dasar,
quantity rerata skornya relatif sama. rerata skornya lebih tinggi dibandingkan
Berdasarkan aspek konteks, scientific siswa yang diajar oleh guru berlatar
merupakan konteks yang paling rendah belakang pendidikan bukan pendidikan
dicapai siswa. Scientific berhubungan guru sekolah dasar.
dengan penggunaan matematika dalam Berdasarkan temuan penelitian,
ilmu pengetahuan dan teknologi. Capaian disarankan factor personal, faktor
literasi matematika siswa dalam konteks instruksional, dan factor lingkungan

460 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017


Wardana & Damayani p-ISSN: 2086-4280; e-ISSN: 2527-8827

menjadi pertimbangan dalam upaya mengukur kemampuan berpikir tingkat


peningkatan capaian literasi matematika tinggi (higher order thinking skills - HOTS)
siswa. Dalam kaitannya dengan faktor dengan memperhatikan keragaman
personal, motivasi belajar siswa harus domain yang diuji. Bentuk tes tidak hanya
didorong sedemikian rupa agar mereka mengukur pengetahuan sederhana saja
memiliki semangat belajar yang tinggi. melainkan juga menguji kemampuan
Jargon-jargon pembelajaran seperti analisis, sintesis, dan evaluasi. Bentuk
“belajar yang menyenangkan,” “belajar evaluasi siswa seperti ini dapat memacu
sesuai kemampuan,” dan sejenisnya perlu pembelajaran mengarah ke level kognitif
dipertimbangkan. Penerapan peribahasa yang lebih tinggi.
seperti “berakit-rakit ke hulu berenang- Berkenaan dengan faktor lingkungan,
renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu kualifikasi akademik guru harus memenuhi
bersenang-senang kemudian,” “belajar persyaratan yang ditentukan dan
sepanjang hayat” harus dikumandangkan kompetensi guru sebagai agen
kembalidan diterapkan dalam proses pembelajaran senantiasa dimutakhirkan
pembelajaran. Daya juang untuk meraih secara berkala. Kondisi sekolah harus
prestasi belajar memang harus kondusif bagi komunitas sekolah. Untuk
diperjuangkan. Faktor instruksional yang itu, peran kepemimpinan kepala sekolah
menekankan pada kualitas proses sangat penting dalam membangun budaya
pembelajaran membutuhkan guru yang sekolah yang positif di sekolah,
memiliki kualifikasi akademik dan diantaranya melalui interaksi yang intensif
kompetensi sebagai agen pembelajaran. dengan semua warga sekolah guna
Guru harus mampu mengkaji kelemahan mewujudkan tujuan-tujuan sekolah.
siswa dan kesalahan sistematis dalam Fasilitas ICT (Information and
pemahaman matematika. Hal ini dapat Communication Technology) di sekolah
menjadi feedback untuk perbaikan menjadi suatu keniscayaan agar warga
pengajaran dan perbaikan bahan ajar guru. sekolah terintegrasi dengan dunia
Berkenaan dengan itu, perlu pendidikan di luar sekolah. Ketersediaan
ditingkatkan kinerja guru dalam dan pemanfaatannya secara bijak sebagai
melaksanakan penilaian dan pemantauan media belajar di sekolah harus difasilitasi
kemajuan, serta pencapaian hasil belajar pemerintah dan masyarakat.
siswa melalui berbagai pelatihan yang Terakhir, studi-studi internasional
relevan, sehingga mereka mampu (seperti halnya PISA) disamping
melakukan penilaian di kelas (classroom bermanfaat sebagai potret capaian
based assessment). Selanjutnya, evaluasi prestasi pendidikan Indonesia diantara
peserta didik oleh guru, sekolah, maupun negara-negara peserta, secara lebih luas
pemerintah secara bertahap disarankan juga menjadi prestise kemajuan
mulai menggunakan bentuk tes yang pendidikan Indonesia di mata dunia

Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017 461


Wardana & Damayani http://e-mosharafa.org/

internasional. Berkenaan dengan itu,


pemerintah hendaknya mempersiapkan
siswa calon peserta tes PISA lebih serius.
Pemerintah seyogyanya menyosialisasikan
PISA ke semua pemerintah daerah dan
melaksanakan program pelatihan bagi
guru-guru bidang studi terkait studi
internasional tersebut, agar
merekamampu melakukan fungsi
pengajaran secara lebihefektif kepada
para siswa calon peserta tes internasional.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Rulam. (2014). Metodologi
Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
Mulyadi. (2010). Diagnosis Kesulitan
Belajar. Jakarta: Nuha Litera.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 22 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 65 Tahun 2013.
Tohirin, (2011). Metode Penelitian
Kualitatif Dalam Pendidikan dan
Bimbingan Konseling. Jakarta: PT
Rajagrafindo Persada.
Soegeng. (2006). Dasar-dasar Penelitian.
Semarang: IKIP PGRI Semarang Press.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D
Cetakan ke-17. Bandung : Alfabeta.
Supinah, Titik Sutanti. (2010).
Pembelajaran Berbasis Masalah
Matematika di SD. Jakarta: Pusat
Pengembangan dan Pemberdayaan
Pendidikan dan Tenaga Kependidikan
Matematika.
Susanto, Ahmad. (2014). Teori Belajar dan
Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana.

462 Jurnal “Mosharafa”, Volume 6, Nomor 3, September 2017

Anda mungkin juga menyukai