Anda di halaman 1dari 23

TUGAS TERSTRUKTUR IV

“STIMULASI PERKEMBANGAN KREATIVITAS ANAK USIA 0-6 TAHUN


MELALUI BERMAIN OLEH ORANG TUA”

KEPERAWATAN ANAK SEHAT DAN SAKIT AKUT

DOSEN PENGAMPU : AURELIYA HUTAGAOL, S.Kep., Ns., MPH

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4

S1 KEPERAWATAN II / A

NADYA AULYA (2214201028)

ELLSA ANGGRAYNI (2214201013)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas terstruktur yang
berjudul “Stimulasi Perkembangan Kreativitas Anak Usia 0-6 Tahun Melalui Bermain
Oleh Orang Tua”. Tugas terstruktur ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan Anak Sehat Dan Sakit Akut.
Penulis menyadari terwujudnya tugas ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan
dan pengarahan dari semua pihak yang telah membantu dan membimbing. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr.,dr.,Imelda Liana Ritonga, S.Kp., M.pd., MN, Selaku Rektor Universitas Imelda
Medan
2. Ibu Rostinah Manurung, S.Kep., Ns., M.Kes, Selaku Kaprodi S1 Keperawatan
Universitas Imelda Medan
3. Ibu Arta Marisi Dame, S.Kep., Ns., M.Kep, Selaku Wali Kelas S1 Keperawatan
Universitas Imelda Medan
4. Ibu Aureliya Hutagaol, S.Kep., Ns., MPH, Selaku dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan anak sehat dan sakit akut Universitas Imelda Medan
5. Serta teman-teman kelompok yang telah membantu dalam penyusunan tugas
terstruktur ini.

Harapan kelompok semoga tugas terstruktur ini dapat diterima dan bermanfaat bagi
semua pembaca.

Medan, 27 Februari 2024

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................... ii
BAB I ............................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................................... 1
BAB II .............................................................................................................................. 3
TINJAUAN TEORI........................................................................................................ 3
2.1. Hakikat Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak 0 – 6 Tahun ......................... 3
2.2. Pengertian Stimulasi Perkembangan Kreativitas Anak Usia 0-6 Tahun ............... 4
2.3. Hakikat Bermain .................................................................................................... 5
2.4. Hakikat Perkembangan Anak .............................................................................. 10
2.5. Cara Orang Tua Dalam Menstimulasi Perkembangan Kreativitas Anak Bermain
Usia 0 – 6 Tahun. .................................................................................................. 15
2.6. Milstone Perkembangan Kognitif Anak 0 – 6 Tahun .......................................... 16
BAB III .......................................................................................................................... 19
PENUTUP ..................................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ............................................................................................................ 19
B. Saran ....................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang secara
berkesinambungan atau terus-menerus. Pada usia 0-6 tahun anak-anak selalu
melakukan aktivitas bermain. Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu
menunjukkan kegiatan bermain. Hasil penelitian membuktikan 50% kemampuan
belajar seseorang ditentukan pada empat tahun pertaman dan membentuk 30% yang
lainnya sebelum mencapai usia 8 tahun. Bermain merupakan cara yang paling baik
untuk mengembangkan kemampuan anak. Selain itu, bermain manjadi cara yang baik
bagi anak dalam memahami diri, orang lain, dan lingkungan. Pada saat bermain,
anak-anak mengarahkan energi mereka untuk melakukan aktivitas yang mereka pilih
sehingga aktivitas ini merangsang perkembangannya. Bagi anak, bermain membawa
harapan tentang dunia yang memberikan kegembiraan, memungkinkan anak
berkhayal tentang sesuatu atau seseorang. Bermain juga merupakan tuntutan dan
kebutuhan yang esensial bagi anak karena melalui bermain anak dapat memuaskan
tuntutan dan kebutuhan perkembangan dimensi motorik, kognitif, kreativitas, bahasa,
emosi, sosial, nilai dan sikap hidup (Moeslichatoen, 1998: 32).
Sebagai orang tua atau pendidik perlu mengembangkan serta memberikan
berbagai stimulasi positif agar anak dapat menjadi kreatif. Kreativitas anak dapat
dilihat dari cara bermain. Melalui bermain anak belajar mengenal diri dan
lingkungannya, karena dengan bermain anak belajar. Ada berbagai macam jenis
permainan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kreativitas anak, mulai dari
yang bermain sederhana sampai yang kompleks baik dengan alat maupun tanpa alat.
Tentunya semua berlandaskan perkembangan anak (Syamsu Yusuf, 2004: 15).
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu menunjukkan kegiatan
bermain. Bermain dan anak sangat erat kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip
pembelajaran di pendidikan anak usia dini adalah bermain dan belajar. Bermain
merupakan kegiatan yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial,

1
emosi, intelektual, dan spiritual anak. Dengan bermain anak dapat mengenal
lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan imajinasi dengan baik.
Pada dasarnya anak-anak gemar bermain, bergerak, bemyanyi dan menari, baik
dilakukan sendiri maupun berkelompok. Bermain adalah kegiatan untuk bersenang-
senang yang terjadi secara alamiah. Anak tidak merasa terpaksa untuk bermain, tetapi
mereka akan memperoleh kesenangan, kanikmatan, informasi, pengetahuan,
imajinasi, dan motivasi bersosialisasi Bermain memiliki fungsi yang sangat luas,
seperti untuk anak, untuk guru, orang tua dan fungsi lainnya.bagi anak. Dengan
bermain dapat mengembangkan fisik, motorik, sosial, emosi, kognitif, daya cipta
(kreativitas), bahasa, perilaku, ketajaman, pengindraan, melepaskan ketegangan, dan
terapi bagi fisik, mental ataupun gangguan perkembangan lainnya. (Suyadi, 2014:3).
Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Perkembangan permainan tergeser dengan permainan modern yaitu games
aplikasi pada handphone atau gadget. Penggunaan gadget yang berlebihan pada anak
akan berdampak negatif karena dapat menurunkan daya konsentrasi dan
meningkatkan ketergantungan anak untuk dapat mengerjakan berbagai hal yang
semestinya dapat dilakukan sendiri. Dampak lainnya adalah semakin terbukanya
akses internet dalam gadget yang menampilkan segala hal yang semestinya belum
waktunya dilihat oleh anak-anak. Menurut sudut pandang ilmu kesehatan jiwa,
pengunaan gadget usia dini tidak disarankan, akibat hal ini anak tidak dapat belajar
dengan cara alami bagaimana berkomunikasi dan sosialisasi. Anak juga tidak mampu
mengenali dan berbagi aneka emosi, misal simpati, sedih, atau senang, alhasil anak
tidak dapat meresponi hal yang ada di sekelilingnya baik secara emosi maupun verbal.
Terbatasnya respon anak akan mengganggu perkembangan kemampuannya untuk
bergaul dan beradaptasi. Permasalahan yang terjadi pada generasi saat ini adalah
pemberian gadget yang terlalu dini di era globalisasi ini menyebabkan dampak
negatif terhadap perkembangan anak di usia dini. Banyak anak yang mulai
kecanduan gadget dan lupa bersosialisasi dengan lingkungan sekitamya yang
berdampak psikologis terutama krisis percaya diri, juga padal perkembangan fisik
anak. (dalam Martuti, 2009:2)

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Hakikat Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak 0 – 6 Tahun


Dalam berbagai literatur tentang anak terbatas pada usia atau umur. Ada
beberapa pendapat mengenai siapa yang disebut sebagai anak, yaitu Huck dkk (dalam
Martuti, 2009:2) menyatakan bahwa yang dikategorikan sebagai anak adalah anak-
anak usia 1 hingga kurang. lebih 12 tahun. Tahapan usia anak itu sendiri dibedakan
ke dalam tahap-tahap sebagai berikut :
1. Sebelum sekolah/masa pertumbuhan (usia 1-2 tahun),
2. Prasekolah dan taman kanak-kanak (usia 3-5 tahun),
3. Masa awal sekolah (usia 6-7 tahun),
4. Elementer tengah (usia 8-9 tahun),
5. Elementer akhir (usia 10-12 tahun).
Sedangkan menurut Piaget (dalam Robert V. Kail, 2010:171) membagi
perkembangan intelektual anak ke dalam empat tahapan dan tiap tahapan memiliki
karekteristik berbeda. Keempat perkembangan intelektual itu adalah :
1. Tahap sensori-motor (usia 0-2 tahun).
2. Tahap praoperasional (usia 2-6 tahun)
3. Tahap operasional konkret (usia 7-11 tahun)
4. Tahap operasional formal (usia 11-12 tahun ke atas)
Dalam batasan yang diberikan oleh The National Assosiation for The
Education of Young Children (NAEYC) dikatakan bahwa anak usia dini (early
childhood) adalah anak yang sejak dilahirkan sampai berusia delapan tahun
(Bredekamp 1992:1) Dengan pengertian ini NAEYC mengembangkan berbagai
program yang sesuai dengan tahap perkembangan anak sejak seorang anak itu
dilahirkan sampai berusia delapan tahun. Sebelum program tersebut dirancang,
NAEYC terlebih dahulu menerangkan berbagai praktek kegiatan yang tidak sesuai
dengan tahap perkembangan anak meskipun kegiatan tersebut sudah lama dilakukan
di berbagai negara yang ada di dunia. Dalam psikologi perkembangan dan
berdasarkan riset neurology, anak usia dini dikatakan sebagai anak yang berumur 0-
8 tahun (Dedi Supriadi 2003:1).

3
Pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Pendidikan usia dini yaitu pendidikan yang ditujukan bagi anak sejak usia lahir
hingga usia 6 tahun. Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
pendidikan anak usia dini yaitu suatu jenjang pendidikan guna. merangsang
pertumbuhan dan perkembangan anak pada usia 0-6 tahun.
Kemampuan terhebat dari manusia dalam menyerap berbagai pelajaran
berlangsung ketika manusia masih berusia di bawah lima tahun. Di Indonesia, pada
umumnya seorang anak memulai mengikuti program pendidikan sejak menginjak
usia 2 tahun bahkan 4 tahun. Hal ini didukung oleh Gordon dan Jeanette (dalam
Martuti, 2009:17), bahwa penelitian membuktikan 50% kemampuan belajar
seseorang ditentukan pada empat tahun pertaman dan membentuk 30% yang lainnya
sebelum mencapai usia 8 tahun. Hasil studi di bidang neurologi mengungkapkan
bahwa ukuran otak anak pada usia 2 tahun telah mencapai 75% dari ukuran otak
ketika anak tersebut dewasa dan pada usia 5 tahun mencapai 90% dari ukuran otak
setelah la dewasa, sehingga para psikologi menyebutkan masa ini sebagai masa The
golden age (Suyadi, 2014:3).
Pada usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitive
untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa peka
adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siapa
merespons stumulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa
untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif,
bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni, moral, dan nilai-
nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan
kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat optimal.

2.2. Pengertian Stimulasi Perkembangan Kreativitas Anak Usia 0-6 Tahun


Stimulasi merupakan salah satu bentuk pemenuhan kebutuhan ASAH anak
yang berbentuk permainan menantang pikiran yang berguna untuk merangsang
semua sistem indera. Stimulasi harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan
dan kegembiraan antara orang tua, keluarga, maupun guru disekolah nya. Pada saat

4
ini di Indonesia telah dikembangkan program untuk anak- anak prasekolah yang
bertujuan untuk menstimulasi perkembangan anak sedini mungkin, dengan
menggunakan APE (Alat Permainan Edukatif). APE sendiri adalah alat permainan
yang dapat mengoptimalkan perkembangan anak disesuaikan dengan usianya, dan
tingkat perkembangannya, serta berguna untuk pengembangan aspek fisik anak,
aspek bahasa, aspek kecerdasan, aspek social (khusunya hubungan interaksi nya
dengan orang tua, keluarga, teman), (Ramadhani, A.S.,Azizah, 2022)

2.3. Hakikat Bermain


1. Pengertian Bermain
Setiap anak di dunia ini memiliki hak untuk bermain. Bermain juga adalah
kegiatan pokok anak. Dengan bermain anak mendapatkan pengetahuan dan
pengalaman yang membantu perkembangannya untuk menyiapkan diri dalam
kehidupan selanjutnya. Para ahli pendidikan menganggap bahwa bermain sebagai
kegiatan yang memiliki nilai praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan dan kemampuan tertentu pada anak. Bermain
merupakan jembatan bagi anak dari belajar informal menjadi formal. Dengan
bermain, anak dapat melakukan kegiatan sehingga semua aspek perkembangan dapat
berkembang secara maksimal. Bermain bukan hanya menjadi kesenangan saja, tetapi
juga suatu kebutuhan yang mau tidak mau harus terpenuhi. Menurut Cony Semiawan
(dalam Ismatul Khasanah dkk, 2011:94) dalam kegiatan. bermain, seluruh tahapan
perkembangan anak dapat berfungsi dan berkembang dengan baik dan hasil dari
perkembangan yang baik itu akan muncul dan terlihat pada saat si anak menginjak
masa remaja. (Soegeng Santoso dalam Rani Yulianti, 2012: 7).
Bermain, atau permainan sebagai aktivitas terkait dengan keseluruhan diri anak,
bukan hanya sebagian, namun melalui permainan (pada saat anak bermain) anak akan
terdorong mempraktekkan keterampilannya yang mengarahkan perkembangan
kognitif anak, perkembangan bahasa anak, perkembangan psikomotorik, dan
perkembangan fisik.. Pengalaman bermain akan mendorong anak untuk lebih kreatif.
Mulai dari perkembangan emosi, kemudian mengarah ke kreativitas bersosialisasi.
Menurut Moeslichatoen (dalam Simatupang. 2005), bermain merupakan suatu
aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang. Bermain akan memuaskan tuntutan

5
perkembangan motorik, kognitif, bahasa, sosial, nilai-nilai dan sikap hidup. Bermain
diartikan sebagai suatu kegiatan atau tingkah laku yang dilakukan anak secara
sendirian atau berkelompok dengan menggunakan alat atau untuk mencapai tujuan
tertentu.
Dengan bermain secara bebas anak dapat berekspresi dan bereksplorasi untuk
memperkuat hal-hal yang sudah diketahui dan menemukan hal-hal baru. Bermain
juga dikatakan suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan
alat yang menghasilkan pengertian atau memberikan informasi, memberikan
kesenangan maupun mengembangkan imajinasi yang lebih mendominan pada
belahan otak kiri anak usia dini (Anggani Sudono, 2000:5).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bermain adalah
kegiatan yang menyenangkan bagi anak tanpa paksaan guna mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, afektif, sosial emosional, moral, dan motorik.
2. Fungsi Dan Manfaat Bermain
Bermain memiliki fungsi yang sangat luas bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak, baik secara fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, maupun
psikomotorik. Perkembangan secara fisik, seperti keterampilan motorik kasar,
menjadi lebih fleksibel dalam berlari, melompat, memanjat, berguling, berputar, dan
lain sebagainya. Keterampilan motorik halusnya meningkat, pada saat anak
menyentuh, meraba, memegang suatu benda (alat permainan), secara spontan hal ini
akan mengantarkan anak dalam kesiapan menggambar, mewarnai, memegang pensil
atau krayon, menyuap. makanan sendiri, mengikat tali sepatu dan lain-lain.
Perkembangan. kognitif, yaitu keterampilan anak dalam berfikir (Agung Prasetyo &
Ellya Rakhmawati, 2011:94-95).
Pada saat bermain dengan teman sebaya, anak akan belajar membangun.
pengetahuannya sendiri dari interaksi. Mereka dapat menyelesaikan masalah yang
ditemukan pada saat bermain, sehingga anak dapat terlatih untuk berfikir logik.
Bermain penting untuk Perkembangan. bahasa anak. Pada saat anak bermain, ketika
kemampuan kognitifnya tumbuh dan berkembang, anak mulai berfikir secara
simbolik melalui pemerolehan dan penggunaan bahasa. Perkembangan psikologis
yaitu pemahaman diri, ketika anak tumbuh secara kognitif dan fisik, ia akan mulai
menyadari keberadaan dirinya. Dalam sosial emosional, yaitu kemampuan anak

6
berbagi rasa, secara psikologis anak telah melewati masa-masa sulit (bereaksi dengan
menangis) dan dapat menyampaikan pesan dan perasaannya, keinginannya,
kemauannya. dengan tepat. Dengan bermain anak dapat bersosialisasi dengan
lingkungan sekitar, baik teman sebaya, ataupun orang dewasa. Keterampilan sosial
ini akan terus bertambah ketika ia mulai berhubungan dengan lebih banyak orang
lagi di lingkungan yang lebih luas. (zulvia Trinova, 2012:211).
Ada 5 (lima) manfaat nyata dari bermain, yaitu manfaat motorik, afektif,
kognitif, spiritual, dan keseimbangan. Manfaat motorik adalah manfaat yang
berhubungan dengan nilainilai positif mainan yang terjadi pada fisik/jasmaniah anak.
Biasanya hal ini berhubungan dengan unsur- unsur kesehatan, keterampilan,
ketangkasan, maupun kemampuan fisik tertentu. Manfaat afeksi yaitu manfaat
mainan yang berhubungan dengan perkembangan psikologis anak. Unsur-unsur yang
mencakup dalam kelompok ini, antara lain naluri/insting, perasaan, emosi,
sifat/karakter/ watak, maupun kepribadian seseorang. Manfaat kognitif adalah
mannfaat mainan untuk perkembangan kecerdasan anak. Biasanya, ini berhubungan
dengan kemampuan. imajinasi, pembentukan nalar, logika, maupun pengetahuan-
pengetahuan sistematis (zulvia Trinova, 2012:211).
3. Ciri – Ciri Bermain Dan Karakteristik Bermain
Bermain memiliki ciri-ciri yang khas yang membedakannya dari kegiatan lain.
Kegiatan bermain pada anak-anak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Bermain selalu menyenangkan (pleasurable), menikmatkan atau menggembirakan
(enjoyable).
b. Bermain tidak bertujuan ekstrinsik, motivasi bermain adalah intrinsik dari diri
anak.
c. Bermain bersifat spontan dan sukarela, bukan karena terpaksa.
d. Bermain melibatkan peran aktif semua peserta sesuai peran dan gilirannya masing
masing.
e. Bermain bersifat fleksibel, anak dapat dengan bebas memilih. dan beralih ke
kegiatan bermain apa saja yang mereka inginkan. Adakalanya anak berpindah-
pindah dari satu kegiatan bermain ke kegiatan bermain lainnya yang tidak terlalu
lama (Tadkiroatun Musfiroh, 2005:6-8).

7
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Susanna Miliar et al; Garvey;
Rubin; Fein; dan Vendenberg (dalam Rahardjo, 2007), mengungkapkan adanya
beberapa ciri kegiatan permainan, yaitu :
a. Dilakukan berdasarkan motivasi instrinstik, maksudnya muncul atas. keinginan
pribadi serta untuk kepentingan sendiri.
b. Perasaan dari orang terlibat dalam kegiatan bermain diwarnai oleh emosi-emosi
positif.
c. Fleksibilitas yang ditandai mudahnya kegiatan beralih dari satu aktifitas ke
aktivitas lain
d. Lebih menekankan pada proses yang berlangsung dibandingkan hasil akhirnya.
e. Bebas memilih, ciri ini merupakan elemen yang sangat penting bagi konsep
bermain pada anak.
Bermain pada masa anak-anak mempunyai karakteristik tertentu yang
membedakannya dari permainan orang dewasa. Menurut Hurlock (1995: 322-326)
karakteristik permainan pada masa anak- anak adalah sebagai berikut :
a. Bermain dipenguhi tradisi. Anak kecil menirukan permainan anak yang lebih besar,
yang menirukan dari generasi anak sebelumnya. Jadi dalam setiap kebudayaan,
satu generasi menurunkan bentuk permainan yang paling memuaskan kegenerasi
selanjutnya.
b. Bermain mengikuti pola yang dapat diramalkan. Sejak masa bayi hingga masa
pematangan, beberapa permainan tertentu populer pada suatu tingkat usia dan
tidak pada usia lain, tanpa mempersoalkan lingkungan, bangsa, status sosial
ekonomi dan jenis kelamin. Kegiatan bermain ini sangat populer secara universal
dan dapat dirmalkan sehingga merupakan hal yang lazim untuk membagi masa
tahun kanak-kanak kedalam tahapan yang lebih spesifik. Berbagai macam
permainan juga mengikuti pola yang dapat diramalkan. Misal, permainan balok
kayu dilaporkan melalui empat tahapan. Pertama, anak lebih banyak memegang,
menjelajah, membawa balok dan menumpuknya dalam bentuk tidak teratur;
kedua, membangun deretan dan menara; ketiga, mengambangakan teknik untuk
membangun rancanganyang lebih rumit: keempat, mendramatisir dan
menghasilkan bentuk yang sebenarnya.

8
c. Ragam kegiatan permainan menurun dengan bertambahnya usia. Ragam kegiatan
permainan yang dilakukan anak-anak secara bertahap berkurang dengan
bertambahnya usia. Penurunan ini disebabkan oleh sejumlah alasan. Anak yang
lebih besar kurang memiliki waktu untuk bermain dan mereka ingin
menghabiskan waktunya dengan cara menimbulkan kesenangan. terbesar. Dengan
meningkatnya lingkungan perhatian, mereka dapat memusatkan perhatiannya
pada kegiatan bermain yang lebih panjang ketimbang melompat dari satu
permainan kepermainan lain seperti yang dilakukan seperti usia yang lebih muda.
Anak-anak meninggalkannya dengan alasan karena telah bosan atau
menganggapnya kekanak-kanakan.
d. Bermain menjadi semakin sosial dengan meningkatnya usia. Dengan
bertambahnya jumlah hubungan sosial, kualitas permalanan anak-anak menjadi
lebih sosial. Pada saat anak- anak mencapai usia sekolah, kebanyakan mainan
mereka adalah sosial, seperti yang ada dalam kegiatan bermain kerja sama, tetapi
hal ini dilakukan apabila mereka telah memiliki kelompok dan bersamaan dengan
itu, timbul kesempatan untuk belajar berteman dengan cara sosial.
e. Jumlah teman bermain menurun dengan bertambahnya usia. Pada fase prasekolah,
anak menganggap semua anggota kelompok sebagai teman bermain, setelah
menjadi anggota gang, semua beruabah. Mereka ingin bermain dengan kelompok
kecilnya itu dimana anggotanya memiliki perhatian yang sama dan permianannya
menimbulkan kepuasan tertentu bagi mereka.
f. Bermain semakin lebih sesuai dengan jenis kelamin. Anak laki- laki tidak saja
menghindari teman bermain perempuan pada saat mereka masuk sekolah, tetapi
juga menjauhkan diri dari semua kegiatan bermain yang tidak sesuai dengan jenis
kelaminnya.
g. Permainan masa kanak-kanak berubah dari tidak formal menjadi formal.
Permainan anak kecil bersifat spontan dan informal. Mereka bermain kapan saja
dan dengan mainan apa saja yang mereka sukai, tanpa memperhattikan tempat dan
waktu. Mereka tidak membutuhkan peralatan atau pakaian khusus untuk bermain.
Secara bertahap menjadi semakin formal.
h. Bermain secara fisik kurang aktif dengan bertambahnya usia. Perhatian anak
dalam permainan aktif mencapai titik rendahnya selama masa puber awal. Anak-

9
anak tidak saja menarik diri untuk bermain aktif, tetapi juga menghabiskan sedikit
waktunya untuk membaca, bermain dirumah atau menonton televisi. Kebanyakan
waktunya dihabiskan dengan melamun. suatu bentuk bermain yang tidak
membutuhkan tenaga banyak. i) Bermain dapat diramalkan dari penyesuaian anak.
Jenis. permainan, variasi kegiatan bermain, dan jumlah waktu yang dihabiskan
untuk bermain secara keseluruhan merupakan petunjuk penyesuaian pribadi dan
sosial anak.

2.4. Hakikat Perkembangan Anak


Anak adalah individu yang unik, yang mengalami tumbuh kembang serta
mempunyai kebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual yang harus dipenuhi
(Adang Suherman, 2000). Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan yang
progresif dari kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir
sampai mati atau perubahan- perubahan yang dialami individu atau organisme
menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara sistematis,
progresif, dan berkesinambungan, baik menyangkut fisik maupun psikis (Syamsu
Yusuf, 2004: 15).
Perkembangan adalah proses perubahan kapasitas fungsional atau kemampuan
kerja organ-organ tubuh ke arah keadaan yang makin terorganisasi dan terspesialisasi.
Makin terorganisasi artinya organ-organ tubuh makin bisa dikendalikan sesuai
dengan kemauan, dan makin terspesialisasi artinya organ-organ tubuh semakin bisa
berfungsi sesuai dengan fungsinya masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa,
perkembangan anak adalah suatu individu unik yang mengalami perubahan
berkesinambungan dimulai dari lahir hingga usia dewasa dengan perubahan pada
fisik dan psikis serta berkebutuhan biologis, psikologis, dan spiritual, (Endang Rini
Sukamti 2007: 2).
Menurut Syamsu Yusuf (2004: 17-20), prinsip-prinsip perkembangan antara
lain sebagai berikut :
1. Perkembangan merupakan proses yang tidak pemah berhenti, manusia secara terus
menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi oleh pengalaman atau
belajar sepanjang hidupnya yakni sejak masa konsepsi sampai mencapai
kematangan atau masa tua.

10
2. Semua aspek perkembangan saling berpengaruh; setiap aspek perkembangan
individu, baik fisik, emosi, intelegensi, maupun sosial saling berpengaruh.
Sebagai contoh, jika seorang anak mengalami gangguan dalam pertumbuhan
fisiknya (sakit-sakitan), maka anak akan mengalami kemandegan dalam
perkembangan apek lainnya, seperti kurang berkembangnya kecerdasan dan
kelabilan emosional.
3. Perkembangan mengikuti pola atau arah tertentu; setiap tahap perkembangan
merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat
bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak
harus dapat berdiri terlebih dahulu. dan berjalan merupakan prasyarat bagi
perkembangan selanjutnya, yakni berlari dan meloncat.
4. Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan; perkembangan fisik dan mental
mencapai kematangan pada waktu yang berbeda (ada cepat dan lambat), misalnya
otak mencapai bentuk ukuran yang sempuma pada usia 6-8 tahun.
5. Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas ; contohnya, (1) anak memusatkan
untuk mengenal lingkungan, menguasai gerak-gerik, dan belajar bicara sampai
usia 2 tahun, (2) pada usia 3-6 tahun perkembangan dipusatkan untuk menjadi
manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
6. Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan; artinya
dalam menjalani hidup yang normal dan berusia panjang, individu akan
mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanak-kanak, anak, remaja, dewasa,
dan tua.
Alasan memahami perkembangan anak adalah hal yang penting yaitu:
1. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya
perubahan dalam banyak aspek perkembangan.
2. Pengalaman masa kecil mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perkembanga
berikutnya.
3. Pengetahuan tentang perkembangan anak dapat membantu anak mengembangkan
diri,dan memecahkan masalah yang dihadapi anak.
4. Melalui pemahaman tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan
anak, dapat diantisipasi.

11
Aspek-aspek perkembangan anak dapat dilihat dari perkembangan fisik,
perkembangan motorik, perkembangan bicara, dan perkembangan emosi yaitu:
1. Perkembangan fisik Perkembangan fisik penting untuk dipelajari karena baik
secara langsung ataupun tidak langsung akan mempengaruhi prilaku anak sehari-
hari. Secara langsung, perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan
anak dalam bergerak, misalnya anak. usia 6 tahun yang mengalami hambatan atau
cacat tertentu maka jelas tidak mungkin mengikuti permainan yang dilakukan
teman sebayanya. Secara tidak langsung, pertumbuhan dan perkembanga fisik
anak akan mempengaruhi bagaimana anak memandang dirinya sendiri dan
bagaimana dia memandang orang lain. Misalnya, anak yang gemuk akan
menyadari bahwa dia tidak bisa mengikuti permainan yang dilakukan oleh teman
sebayanya, dan dilain pihak teman-temannya akan menganggap anak gemuk
terlalu lamban dan tidak pernah diajak bermain lagi. Perasaan tidak mampu dan
merasa tertimpa nasib buruk ini akan memberikan warna tersendiri bagi
perkembangan kepribadian anak.
2. Perkembangan motorik Perkembangan keterampilan motorik merupakan faktor
yang sangat penting bagi perkembangan pribadi secara keseluruhan. (Syamsu
Yusuf, 2004:104). Perkembangan motorik adalah perkembangan pengendalian
gerak jasmaniah melalui kegiatan pusat syaraf, urat syaraf, dan otot yang
terkoordinasi.
3. Perkembangan bicara Kemampuan berbicara memenuhi kebutuhan penting
lainnya dalam kehidupan anak, yakni kebutuhan untuk menjadi bagian dari
kelompok sosial. Landasan untuk perkembangan bicara anak diletakkan pada
masa anak-anak. Bicara merupakan keterampilan mental-motorik. Berbicara tidak
hanya melibatkan koordinasi kumpulan otot mekanisme suara yang berbeda,
tetapi juga mempunyai aspek mental yakni kemampuan mengaitkan arti dengan
bunyi yang dihasilkan. Selama tahun awal masa kanak-kanak, tidak semua bicara
digunakan untuk berkomunikasi. Pada waktu sedang bermain, anak sering kali
berbicara dengan dirinya sendiri atau dengan mainannya. Tetapi, pada saat minat
untuk menjadi bagian dari kelompok sosial berkembang, anak sebagaian besar
bicara untuk berkomunikasi dengan temannya dan hanya sewaktu-waktu
berbicara sendiri.

12
4. Perkembangan emosi Mempelajari emosi anak-anak tergolong sulit karena
informasi tentang aspek emosi yang subjektif hanya dapat diperoleh dengan cara
introspeksi, sedangkan anak-anak tidak dapat menggunakan cara tersebut dengan
baik karena anak- anak masih berusia sangat muda. Emosi mempengaruhi
penyesuaian pribadi dan sosial anak karena :
a. Emosi menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari- hari
b. Emosi menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan
c. Ketegangan emosi mengganggu keterampilan motorik
d. Emosi merupakan suatu bentuk komunikasi.
e. Emosi mengganggu aktivitas mental.
f. Emosi merupakan sumber penilaian diri dan sosial
g. Emosi mewarnai pandangan anak terhadap kehidupan
h. Emosi mempengaruhi interaksi sosial
i. Emosi memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah
j. Emosi mempengaruhi suasana psikologis
k. Reaksi emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan.
Aristoteles, ia mengatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara
kegiatan bermain anak dengan kegiatan yang akan dilakukan anak dimasa yang akan
datang. Menurut Aristoteles, anak perlu dimotivasi untuk bermain dengan permainan
yang akan ditekuni. di masa yang akan datang. Sebagai contoh anak yang bermain
balok- balokan, dimasa dewasanya akan menjadi arsitek. Anak yang suka
menggambar maka akan menjadi pelukis, dan lain sebagainya. (Kartono, 1995)
Rousseau dan Pestalozzi mulai menyadari bahwa pendidikan akan lebih efektif
jika disesuaikan dengan minat anak. Pernyataan ini mendukung teori Frobel yang
mengatakan bahwa bermain sangat penting dalam belajar. Belajar berkaitan dengan
proses konsentrasi. Orang yang mampu belajar adalah orang yang mampu
memusatkan perhatian. Bermain adalah salah satu cara untuk melatih anak
konsentrasi karena anak mencapai kemampuan maksimal ketika terfokus pada
kegiatan bermain dan bereksplorasi dengan mainan. Bermain juga dapat membentuk
belajar yang efektif karena dapat memberikan rasa senang sehingga dapat
menimbulkan motivasi Instrinsik anak untuk belajar. Motivasi instrinsik tersebut

13
terlihat dari emosi positif anak yang ditunjukkan melalui rasa ingin tahu yang besar
terhadap kegiatan pembelajaran (Rousseau dan Pestalozzi : abad 19)
Jean Piaget, juga mengungkapkan bahwa bermain mampu mengaktifkan otak
anak, mengintegrasikan fungsi belahan otak kanan dan kiri secara seimbang dan
membentuk struktur syaraf, serta mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman
yang berguna untuk masa datang. Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah
kondisi yang sangat baik untuk menerima pelajaran (Martuti, 2009:23-25).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat di simpulkan beberapa pengaruh bermain
terhadap perkembangan anak yaitu :
1. Perkembangan Aspek Fisik Motorik Anak Melalui Bermain.
Pada saat anak bermain, terjadi perkembangan fisik motorik anak. Pada saat
anak bermain, dapat merangsang perkembangan motorik halus dan motorik kasar.
Anak juga mendapatkan sistem keseimbangan, misalnya pada saat anak melompat,
atau berayun. Anak juga berkesempatan untuk melihat dari jarak jauh yang
melibatkan koordinasi tangan dan mata. Bermain juga membuat anak merasa
percaya diri, aman, yakin secara fisik.
2. Perkembangan Aspek Kognitif Anak Melalui Bermain.
Bermain adalah media penting dalam proses berfikir dalam memberikan
pengalaman berinteraksi dengan lingkungan. Anak akan terlatih menghadapi dan
menciptakan situasi yang nyata melalui percobaan dan perencanaan. Pada saat
anak membuat aturan bersama dengan temannya, maka pada saat itulah anak
membangun pikiran abstraknya, sehingga anak akan mendapatkan ide-ide yang
lebih kreatif. Dengan pengalaman pada saat bermain, anak juga akan membangun
daya ingat mereka secara tajam. Hal ini pula akan mendorong terhadap
perkembangan bahasa untuk selanjutnya.
3. Perkembangan Aspek Bahasa Anak Melalui Bermain.
Anak memperoleh bahasa dengan berbagai cara yaitu dengan meniru,
menyimak, mengekspresikan, dan juga melalui bermain. Pada saat bermain, anak
menggunakan bahasanya dan mengkomunikasikan bahasanya secara efektif
dengan orang lain. Anak akan menggunakan bahasanya untuk berkomunikasi
dengan temannya ataupun sekedar menyatakan pikirannya, dan secara langsung
pada saat itulah anak akan belajar bahasa. Interaksi anak dengan lingkungan

14
sekitar pada saat bermain, membantu anak memperluas kosa kata dan memperoleh
tata bahasa dalam penggunaannya secara tepat.
4. Perkembangan Aspek Sosial Anak Melalui Bermain.
Kegiatan sosialisasi anak ketika bermain, anak akan berinterksi dengan orang
lain, baik teman sebaya, orang dewasa, atau lingkungan. Pada saat itulah anak
berkesempatan mengenal aturan sosial dan mempraktekkannya dalam
interaksinya. Hal ini akan mendorong anak belajar menghadapi perasaan-perasaan
dan perilaku teman mainnya. Mereka akan belajar berunding.. menyelesaikan
konflik, dan bahkan berkompetisi. Intinya, pada saat mereka bermain, mereka
akan belajar hidup berdampingan dengan orang lain, dan mendorong munculnya
persahabatan dengan teman sebaya.
5. Perkembangan Aspek Emosional Anak Melalui Bermain.
Bermain merupakan media ekspresi persaan dan ide-ide anak. Anak akan
belajar menghadapi kehidupan nyata, dan mengatur emosi perasaanya pada saat
bermain. Hal ini akan mendorong anak untuk memahami diri sendiri (self
awareness).

2.5. Cara Orang Tua Dalam Menstimulasi Perkembangan Kreativitas Anak


Bermain Usia 0 – 6 Tahun.
Kreativitas anak akan berkembang jika orang tua selalu bersikap demokratis,
yaitu : menghargai pendapat anak dan mendorong anak untuk berani
mengungkapkannya. Jangan memotong pembicaraan anak ketika ia ingin
mengungkapkan pikirannya. Jangan mengancam atau menghukum anak kalau
pendapat atau perbuatannya dianggap salah oleh orang tua. Kemudian, berikanlah
contoh-contoh, ajaklah berfikir, dengan demikian tidak mematikan keberanian
mereka untuk mengemukakan pikiran, gagasan, atau melakukan sesuatu terutama
dalam hal bermain. Keluarga juga harus merangsang anak untuk tertarik mengamati
dan mempertanyakan berbagai benda atau kejadian di sekeliling kita, yang mereka
dengar, mereka lihat, dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, bermain dengan
dengan memberikan gambar-gambar, atau buku-buku berwarna, dengan begitu dapat
merangsang stimulasi anak dalam perkembangannya untuk bermain. Cara – cara ini

15
merupakan salah satu unsur penting yang bisa dilakukan oleh orang tua dalam
membantu pengembangan krativitas anak. (Endang Rini Sukanti, 2007 : 2)

2.6. Milstone Perkembangan Kognitif Anak 0 – 6 Tahun


Deskripsi Tahap
Usia Contoh Perilaku
Perkembangan
0-3 Berpusat pada eksplorasi • Melihat suatu benda lebih jelas dengan jarak
Bulan dasar-dasar indera dan sekitar 13 inci
pembelajaran mengenai • Fokus kepada objek yang bergerak, termasuk
tubuh dan lingkungan wajah dari pengasuh utama
• Merasakan perbedaan nada dan volume
• Melihat semua warna dalam spektrum visual
• Merespon lingkungannya dengan ekspresi
wajah
• Mulai memahami bahwa tubuhnya bisa
digerakkan
3-6 Indera pengelihatan bayi • Mengenali wajah yang familiar
Bulan berkembang dengan kuat • Merespon ekspresi wajah kepada orang lain
• Mengenali dan bereaksi terhadap suara yang
familiar dengannya
• Mulai menirukan ekspresi wajah
6-9 Memahami perbedaan • Manatap lebih lama pada hal-hal yang mereka
Bulan benda hidup dan mati anggap tidak mungkin, seperti benda yang
tergantung diudara
• Mulai mengenali sesuatu melalui sentuhan
panas, dingin, keras, lembut
• Menunjukkan keteguhan dengan berusaha
meraih benda yang diinginkannya
9-12 Pemahaman terhadap • Mencari benda yang disembunyikan yang
Bulan object permanen ditutupi oleh selimut, pakaian, atau ketika
tangan menyembunyikan benda tersebut
didalam pakaian

16
• Menirukan gerakan dan beberapa perilaku
dasar, seperti bertepuk tangan, melambaikan
tangan
• Merespon dengan gerakan tubuh dan suara,
mulai mengerti kata “Ya”, atau “Tidak”
• Mampu memanipulasi suatu objek seperti
membalikannya, meletakkan objek yang satu
dengan objek yang lain
12-1 Memahami dan mampu • Mampu meniru secara rasional, memahami
Tahun merespon kata, Mampu maksud yang dilakukan modelnya. Contoh :
mengidentifikasi objek seorang anak melihat ibunya sedang menuang
yang terlihat sama. kismis kedalam sebuah mangkok, namun malah
Belajar melalui eksplorasi tercecer di meja. Kemudian hari seorang anak
berusia 18 bulan memanjat dan mengambil kismis
lalu menuangkannya kedalam mangkok. Hal ini
mengindikasikan bahwa anak sudah mampu
menyimpulkan maksud yang dilakukan ibunya
dan menggunakannya untuk mengarahkan
perilaku yang ditirunya.
2-3 Meniru suara, mengenali • Mereka dapat membuat permintaan melalui
Tahun benda berdasarkan gerakan tubuh, menunjuk, dan juga kata
namanya, dan memahami • Mereka dapat mendengar suatu penjelasan
serta mengikuti dua-tiga mengenai suatu objek yang menariknya atau
langkah petunjuk mendengarkan cerita pendek
• Mulai memahami “aku” dan “kamu”
3-4 Menggunakan kata ganti • Mampu menggunakan kata ganti seperti “aku”,
Tahun dan mengikuti intruksi “kamu”,”dia”,dan “kita”
• Mengikuti intruksi bertahap, bisa 2 atau 3 tahap
sekaligus. Misalnya pakai sepatu, ambil tas,
baris didepan pintu
• Mulai memahami konsep jumlah dan berhitung

17
5-6 Ditunjukkan dengan rasa • Mengenal benda berdasarkan fungsi (pisau
Tahun ingin tahu anak yang luar untuk memotong, pensil untuk menulis)
biasa terhadap • Menggunakan benda-benda sebagai permainan
lingkungan sekitar simbolik (kursi sebagai mobil)
• Mengenal gejala sebab-akibat yang terkait
dengan dirinya
• Mengenal konsep sederhana dalam kehidupan
sehari hari ( gerimis, hujan, gelap, terang,dll)

18
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah aktivitas bermain sangat mempengaruhi
perkembangan anak, baik secara fisik, motorik, bahasa, sosial, kognitif dan
emosional. Namun, aktivitas bermain hendaknya disesuaikan dengan perkembangan
anak, tujuannya adalah agar anak berkembang secara berkesinambungan. Aktivitas
bermain anak juga perlu mendapatkan pengawasan dari orang tua. Masa anak-anak
adalah masa penting dalam pertumbuhan dan perkembangannya, karena apa yang
didapat pada usia anak-anak akan terbawa saat mereka dewasa.

B. Saran
1. Stimulasi perlu diberikan oleh setiap individu yang berperan dalam perkembangan
anak usia prasekolah untuk meningkatkan aspek perkembangan motorik anak
termasuk perkembangan motorik halus.
2. Kepada orang tua diharapkan untuk ikut berperan secara aktif dalam perkemangan
motorik halus anak usia prasekolah dengan pemberian stimulasi yang sesuai dengan
usia perkembangan anak saat berada dirumah.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anggani Sudono. (2000). Sumber belajar dan alat permainan untuk PAUD. Jakarta:
Grasindo.

E. B. Hurlock. (1995). Psikologi perkembangan edisi ke-5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ending Rini Sukanti. (2007). Perkembangan motorik. Diktat. Yogyakarta: FIK UNY

Ismatul Khasanah, Agung Prasetyo, & Ellya Rakhawati. (2011). Permainan tradisional
sebagai media stimulasi perkembangan aspek anak usia dini. Jurnal penelitian
PAUDIA, volume 1 nomor 1.

Rani Yulianti. (2012). Permainan yang meningkatkan kecerdasan anak. Jakarta: Laskar
Aksara

Simatupang, Nurhayati. (2005). Bermain sebagai upaya dini menanamkam aspek sosial
bagi siswa sekolah dasar. Jumal Pendidikan Jasmani Indonesia, Volume 3, Nomor
1.

Tadkiroatun Musfiroh. 2005. Bermain sambil belajar dan mengasah kecerdasan. Jakarta:
Depdiknas.

20

Anda mungkin juga menyukai