Anda di halaman 1dari 39

PERAN KELUARGA DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA TODDLER

Makalah dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak yang
diampu oleh Lucia Endang Hartati, YK, SKp, MN.

Disusun oleh :

1. Sintari Yulanda P1337420616001


2. Nur Ulisetiani P1337420616002
3. Rosy Noor Azizah P1337420616014
4. Cicha Setyaningtias P1337420616017
5. Prima Alfianita P1337420616019
6. Fadila Syahidita Suffah P1337420616026
7. Mayra Marlyn P1337420616031
8. Yasmina Izzat P1337420616042
9. Muhammad Sulkhan H P1337420616048
10. Divasepti Uki Karisidiana P1337420616049

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN SEMARANG

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat
pada waktunya.
Makalah yang berjudul Peran Keluarga dalam Memenuhi Kebutuhan
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Toddler ini dibuat untuk memenuhi
tugas terstruktur matakuliah Keperawatan Anak pada Program Studi S-1 Terapan
Keperawatan Semarang Poltekkes Kemenkes Semarang.
Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu, kami mengucapkan terimakasih kepada:
1. Lucia Endang Hartati, YK, SKp, MN. selaku dosen pembimbing makalah
sekaligus sebagai dosen Keperawatan Anak.
2. Orang tua dan saudara tercinta yang telah memberikan dukungan secara
moral maupun material.
3. Teman-teman kelas 2A3 yang selalu memberi dukungan dan doanya.
4. Serta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Semarang, Januari 2018

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i

KATA PENGANTAR............................................................................................. ii

DAFTAR ISI........................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 3

A. Konsep Pertumbuhan Termasuk Antropometri.......................................... 3


B. Konsep perkembangan menurut freud , erikson , sullivan , kohlberg and
plaget.......................................................................................................... 3
C. Perkembangana seksual.............................................................................. 5
D. Komunikasi pada anak usia Toddler........................................................... 5
E. Bermain pada anak usia Toddler................................................................. 6
F. Perawatan anak dengan Hospitalisasi...........................………………….. 9

BAB III PENUTUP .................................................................................... 11

A. Kesimpulan ..................................................................................... 11
B. Saran ..................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... iv


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Upaya kesehatan yang dilakukan sejak anak masih di dalam
kandungan sampai lima tahun pertama kehidupannya, ditujukan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya sekaligus meningkatkan
kualitas hidup anak agar mencapai tumbuh kembang optimal baik fisik,
mental, emosional maupun sosial serta memiliki intelegensi majemuk
sesuai dengan potensi genetiknya (Depkes RI, 2007). Stimulasi
merupakan kegiatan merangsang kemampuan dasar anak umur 0-6 tahun
agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal (Depkes RI, 2007).
Anak usia toddler merupakan anak usia 12-36 bulan (1-3 tahun),
pada periode ini anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu bekerja
dan bagaimana mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan dan
tindakan keras kepala. Ini merupakan periode yang sangat penting untuk
mencapai pertumbuhan dan perkembangan intelektual secara optimal
(Perry, 2005).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi stimulasi perkembangan
anak usia 0-3 tahun diantaranya: pengetahuan, kebudayaan, sosial
ekonomi, lingkungan dan peran keluarga. Pengetahuan dan peran ibu
sangat bermanfaat bagi proses perkembangan anak secara keseluruhan
karena orang tua dapat segera mengenali kelebihan proses perkembangan
anaknya dan sedini mungkin memberikan stimulasi pada tumbuh
kembang anak yang menyeluruh dalam aspek fisik, mental, dan sosial
(Nasrul Efendy, 2007).
Keluarga berperan dalam kesehatan sebagai unit pelayanan karena
masalah kesehatan keluarga saling berkaitan dan saling mempengaruhi
antara sesama anggota keluarga dan akan mempengaruhi pula keluarga-
keluarga di sekitarnya. Faktor sosial ekonomi lebih cenderung pada
keluarga yang memiliki sosial ekonomi yang lebih tinggi maka akan
sering membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan untuk lebih
mengetahui perkembangan anaknya. Faktor pengaruh kebudayaan yang
positif kemungkinan akan mendorong kemampuan ibu dalam merawat
anaknya dan sebaliknya. Faktor lingkungan dapat memberikan
pengertian kepada keluarga baik pengertian yang salah maupun yang
benar tentang perkembangan anak (Nasrul Efendy,2007).
Orang tua harus selalu memberikan rangsang atau stimulasi kepada
anak dalam semua aspek perkembangan baik motorik kasar maupun
halus, bahasa dan personal sosial. Stimulasi ini harus diberikan secara
rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan
lain-lain. Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal.
Kurangnya stimulasi dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan
perkembangan anak, karena itu para orang tua atau pengasuh harus diberi
penjelasan cara-cara melakukan stimulasi kepada anak-anak (Dinkes,
2009). Stimulasi sebaiknya dilakukan setiap kali ada kesempatan
berinteraksi dengan bayi atau balita, misalnya ketika memandikan,
mengganti popok, menyusui, menyuapi makanan, menggendong,
mengajak berjalan-jalan, bermain, menonton TV, di dalam kendaraan,
menjelang tidur (Soedjatmiko, 2012).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
makalah ini antara lain :
1.2.1 Bagaimana konsep pertumbuhan termasuk antropometri anak usia
toddler?
1.2.2 Bagaimana konsep perkembangan menurut Freud, Erikson,
Sullivan, Kohlberg and Piaget anak usia toddler?
1.2.3 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi perkembangan
seksual anak usia toddler?
1.2.4 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
komunikasi pada anak usia toddler?
1.2.5 Apa peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan bermain anak usia
toddler?
1.2.6 Bagaimana peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan perawatan
anak dengan hospitalisasi?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.3.1 Untuk mengetahui konsep pertumbuhan termasuk antropometri
anak usia toddler.
1.3.2 Untuk mengetahui konsep perkembangan menurut Freud, Erikson,
Sullivan, Kohlberg and Piaget anak usia toddler.
1.3.3 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi perkembangan
seksual anak usia toddler.
1.3.4 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
komunikasi pada anak usia toddler.
1.3.5 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
bermain anak usia toddler
1.3.6 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
perawatan anak dengan hospitalisasi.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat dari penyusunan makalah ini antara lain :
1.4.1 Mengetahui konsep pertumbuhan termasuk antropometri anak usia
toddler .
1.4.2 Mengetahui konsep perkembangan menurut Freud, Erikson,
Sullivan, Kohlberg and Piaget anak usia toddler.
1.4.3 Mengetahui peran keluarga dalam memenuhi perkembangan
seksual anak usia toddler .
1.4.4 Mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
komunikasi pada anak usia toddler.
1.4.5 Mengetahui mengetahui peran keluarga dalam memenuhi
kebutuhan bermain anak usia toddler
1.4.6 Untuk mengetahui peran keluarga dalam memenuhi kebutuhan
perawatan anak dengan hospitalisasi.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Pertumbuhan Termasuk Antroposme

Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia 12-36


bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang intensif
karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan
bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum,
negativisme, dan keras kepala. Masa ini merupakan periode yang sangat
penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual
(Wong, 2004 ).

2.1.1. Pengertian Secara Etimologis


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pertumbuhan berasal dari
katatumbuh yang berarti tambah besar atau sempurna.
Menurut para ahli :
1. Karl E. Garrison: Pertumbuhan adalah perubahan individu dalam bentuk
ukuran badan, perubahan otot, tulang, kulit, rambut dan kelenjar.
2. Atan Long: Pertumbuhan adalah perubahan yang dapat diukur dari satu
peringkat ke satu peringkat yang lain dari masa ke masa.
3. D.S Wright & Ann Taylor: Pertumbuhan adalah pertambahan dalam
berbagai sifat luaran seseorang (sifat jasmani , seperti: ukuran tubuh,
tinggi, berat badan dan lain-lain).
Menurut Sudarwan (2010), pertumbuhan didefinisikan sebagai
peningkatan dalam ukuran. Pertumbuhan (growth) sendiri sebanarnya
merupakan sebuah istilah yang lazim digunakan biologi, sehingga
pengertiannya lebih bersifat biologis. C.P. Chaplin (2002), mengartikan
pertumbuhan sebagai: suatu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari
bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.

Menurut Feptika (2013), pertumbuhan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Dalam pertumbuhan akan terjadi perubahan ukuran dalam hal


bertambahnya ukuran fisik, seperti berat badan, tinggi badan,
lingkar kepala, lingkar lengan, lingkar dada, dan lain-lain.
2. Dalam pertumbuhan dapat terjadi perubahan proporsi yang dapat
terlihat pada proporsi fisik atau organ manusia yang muncul mulai
dari masa konsepsi hingga dewasa.
3. Pada pertumbuhan dan perkembangan terjadi hilangnya ciri-ciri
lama yang ada selama masa pertumbuhan, seperti hilangnya
kelenjar timus, lepasnya gigi susu.
4. Dalam pertumbuhan terdapat ciri baru yang secara perlahan
mengikuti proses kematangan, seperti adanya rambut pada daerah
aksila, pubis, atau dada.

Istilah “pertumbuhan” lebih cenderung menunjuk pada kemajuan


fisik atau pertumbuhan tubuh yang melaju sampai pada suatu titii optimum
dan kemudian menurun menuju pada keruntuhannya.

Pada usia toddler peningkatan ukuran tubuh terjadi secara bertahap


bukan secara linier yang menunjukan karakteristik percepatan atau
perlambatan pertumbuhan pada masa todddler
a. Tinggi Badan
1) Rata-rata toddler bertambah tinggi sekitar 7,5 per tahun
2) Rata-rata tinggi toddler usia 2 tahun sekitar 86,6 cm. tinggi
badan pada usia 2 tahun adalah setengah dari tinggi dewasa
yang diharapkan
b. Berat Badan
1) Rata-rata pertambahan berat badan toddler adalah 1,8-2,7
kg per tahun.
2) Rata-rata berat badan toddler usia 2 tahun adalah 12,3 kg
3) Pada usia 2,5 tahun berat badan toddler mencapai empat
kali berat lahir
c. Linngkar Kepala (LK)
1) Pada usia 1 sampai 2 tahun, ukuran LK sama dengan
lingkar dada
2) Total laju peningkatan LK pada tahun kedua adalah 2,5 cm,
kemudian berkurang menjadi 1,25 cm per tahun sampai
usia 5 tahun.
d. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pada umur 1 tahum lingkar lengan atas rata-rata berukuran 16
cm, selanjutnya pada usia 1-3 tahun tidak banyak berubah
e. Lingkar Dada
Pada umur 1-2 tahun ukuran lingkar dada sama dengan lingkar
kepala

2.2. Konsep Perkembangan Anak usia Toddler

2.2. Teori perkembangan menurut Sigmund Freud


1. 2.2.1. Fase Oral
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi
melalui mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap
sangat penting. Mulut penting untuk makan, dan bayi
mendapatkan kesenangan dari rangsangan oral melalui
kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan
melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan,
anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh.
Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu
akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi.
fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum,
merokok makan, atau menggigit kuku.
Pada tahap oral, sumber utama bayi interaksi terjadi melalui
mulut, sehingga perakaran dan refleks mengisap adalah
sangat penting. Mulut sangat penting untuk makan, dan
bayi berasal kesenangan dari rangsangan oral melalui
kegiatan memuaskan seperti mencicipi dan mengisap.
Karena bayi sepenuhnya tergantung pada pengasuh (yang
bertanggung jawab untuk memberi makan anak), bayi juga
mengembangkan rasa kepercayaan dan kenyamanan
melalui stimulasi oral.
Konflik utama pada tahap ini adalah proses penyapihan,
anak harus menjadi kurang bergantung pada para pengasuh.
Jika fiksasi terjadi pada tahap ini, Freud percaya individu
akan memiliki masalah dengan ketergantungan atau agresi.
fiksasi oral dapat mengakibatkan masalah dengan minum,
merokok makan, atau menggigit kuku.
2. 2.2.2 Fase Anal
Pada tahap anal, Freud percaya bahwa fokus utama dari
libido adalah pada pengendalian kandung kemih dan buang
air besar. Konflik utama pada tahap ini adalah pelatihan
toilet – anak harus belajar untuk mengendalikan kebutuhan
tubuhnya. Mengembangkan kontrol ini menyebabkan rasa
prestasi dan kemandirian.
Menurut Sigmund Freud, keberhasilan pada tahap ini
tergantung pada cara di mana orang tua pendekatan
pelatihan toilet. Orang tua yang memanfaatkan pujian dan
penghargaan untuk menggunakan toilet pada saat yang
tepat mendorong hasil positif dan membantu anak-anak
merasa mampu dan produktif. Freud percaya bahwa
pengalaman positif selama tahap ini menjabat sebagai dasar
orang untuk menjadi orang dewasa yang kompeten,
produktif dan kreatif.
Kegagalan pada fase ini dapat memunculkan kepribadian
negatif seperti boros, merusak dan berantakan. Sedangkan
jika berhasil melalui fase ini dengan baik maka individu
akan tumbuh menjadi pribadi yang tertib.
3. 2.2.3. Fase Phalic
Pada tahap phallic , fokus utama dari libido adalah pada
alat kelamin. Anak-anak juga menemukan perbedaan antara
pria dan wanita. Freud juga percaya bahwa anak laki-laki
mulai melihat ayah mereka sebagai saingan untuk
mendapatkan kasih sayang ibu
4.
5. 2.2.4. Fase Latent
Periode laten adalah saat eksplorasi di mana energi seksual
tetap ada, tetapi diarahkan ke daerah lain seperti pengejaran
intelektual dan interaksi sosial. Tahap ini sangat penting
dalam pengembangan keterampilan sosial dan komunikasi
dan kepercayaan diri.
Freud menggambarkan fase latens sebagai salah satu yang
relatif stabil. Tidak ada organisasi baru seksualitas
berkembang, dan dia tidak membayar banyak perhatian
untuk itu. Untuk alasan ini, fase ini tidak selalu disebutkan
dalam deskripsi teori sebagai salah satu tahap, tetapi
sebagai suatu periode terpisah.

6. 2.2.5 Fase Genital


Pada tahap akhir perkembangan psikoseksual, individu
mengembangkan minat seksual yang kuat pada lawan jenis.
Dimana dalam tahap-tahap awal fokus hanya pada
kebutuhan individu, kepentingan kesejahteraan orang lain
tumbuh selama tahap ini. Jika tahap lainnya telah selesai
dengan sukses, individu sekarang harus seimbang, hangat
dan peduli. Tujuan dari tahap ini adalah untuk menetapkan
keseimbangan antara berbagai bidang kehidupan.

7.
2.3.Teori perkembangan menurut Erikson
Erikson (1950, 1968 mengatakan bahwa manusia
lebih berkembang dalam tahap psikososial daripada tahap
psikoseksual. Erikson menekan kan perubahan
perkembangan sepanjang kehidupan manusia, bukan hanya
dalamlima tahun pertama kehidupan.
Tiap tahap terdiri dari tugas perkembangan yang unik yang
menghadapkan seseorang sebuah krisis yang harus
dihadapi.
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep
polaritas yang bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan)
tingkatan perkembangan yang akan dilalui oleh manusia.
Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah
gradualitas. Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau
ia tidak tuntas pada tingkat sebelumnya. Setiap tingkatan
dalam teori Erikson berhubungan dengan kemampuan
dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani
dengan baik, orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan
itu tidak tertangani dengan baik, orang itu akan tampil
dengan perasaan tidak selaras.
Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan
mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam
perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini
berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau
kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama
masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu
juga dengan potensi kegagalan.
1. Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
 Terjadi pada usia 0 sampai 18 bulan
 Tingkat pertama teori perkembangan psikososial
Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun
dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
 Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan
kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan
kualitas dari pengasuh kepada anak.
 Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan
merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang
tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau
menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri
pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam
mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan
ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten
dan tidak dapat di tebak.
2. Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu
(shame and doubt)
Terjadi pada usia 18 bulan sampai 3 tahun
 Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial
Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan
berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian
diri.
 Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan
penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali
dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda
dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk
mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa
kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
 Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan
pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan,
mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
 Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa
aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil
akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri
sendiri.
3. Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
Terjadi pada usia 3 sampai 5 tahun.
Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan
kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan
langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih
tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas,
maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan
kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya
peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan
perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif.
Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul
apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa
sangat cemas.
4. Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah
diri)
Terjadi pada usia 6 sampai pubertas.
 Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan
perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan
mereka.
 Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan
guru membangun peasaan kompeten dan percaya
dengan ketrampilan yang dimilikinya.
 Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali
dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan
merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
 Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka
untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
 Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-
kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju
penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
 Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah
dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan
tidak berkompeten dan tidak produktif.
 Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab
khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
5. Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs
kebingungan identitas)
Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 sampai 20 tahun
 Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan
membangun kepakaan dirinya.
 Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka,
bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka
menuju dalam kehidupannya (menuju tahap
kedewasaan).
 Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan
status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan
romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan
remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang
berbeda dalam suatu peran khusus.
 Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan
cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam
kehidupan, identitas positif akan dicapai.
 Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika
remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran,
jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka
kebingungan identitas merajalela.
 Namun bagi mereka yang menerima dukungan
memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri,
perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul
dalam tahap ini.
 Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan
diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan
bingung terhadap diri dan masa depannya.
6. Tahap 6 Intimacy vs isolation (keintiman vs
keterkucilan)
Terjadi selama masa dewasa awal (20an sampai 30an
tahun)
 Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap
seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap
berkomitmen dengan orang lain.
 Mereka yang berhasil di tahap ini, akan
mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
 Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat
penting untuk mengembangkan hubungan yang intim.
Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang
memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki
kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan
dan lebih sering terisolasi secara emosional,
kesendirian dan depresi.
 Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa
keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
7. 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an sampai
50an tahun).
 Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun
hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
 Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan
merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia
dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
 Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak
produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
8. Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
Terjadi selama masa akhir dewasa (60 tahun)
 Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri
terhadap masa lalu.
 Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa
bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak
penyesalan.
 Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
 Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia
dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang
pernah dialami.
 Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat
menghadapi kematian.

2.3 Teori perkembangan menurut Piaget dan Kohlberg


Menurut Piaget dan Kohlberg perkembangan moral
berkorelasi dengan perkembangan kecerdasan individu,
sehingga seharusnya bila perkembangan kecerdasan telah
mencapai kematangan, maka perkembangan moral juga
harus mencapai tingkat kematangan.
Menurut Piaget, Perkembangan moral berlangsung dalam 2
(dua) tahap, yaitu:
1. Tahap Realisme Moral
Moralitas oleh pembatasan (<12 tahun):
 Usia 0 –5 tahun: pada tahap ini perilaku anak ditentukan
oleh ketaatan otomatis terhadap peraturan tanpa penalaran /
penilaian. Anak menilai tindakan berdasar konsekuensinya.
 Usia 7/8 –12 tahun: pada tahap ini anak menilai perilaku
atas dasar tujuan. Konsep tentang benar/salah mulai
dimodifikasi (lebih luwes / fleksibel). Konsep tentang
keadilan mulai berubah.
2. Tahap Operasional Formal
 Moralitas dengan analisis (> 12tahun):
 Anak mampu mempertimbangkan segala cara untuk
memecahkan masalah.
 Anak bernalar atas dasar hipotesis dan dalil melihat
masalah dari berbagai sudut pandang.

2.4 Teori Perkembangan Menurut Kohlberg


Sedangkan Kohlberg mengemukakan teori
perkembangan moral berdasar teori Piaget, yaitu dengan
pendekatan organismik (melalui tahap-tahap perkem-
bangan yang memiliki urutan pasti dan berlaku secara
universal). Selain itu Kohlberg juga menyelidiki struktur
proses berpikir yang mendasari perilaku moral (moral
behavior)
Tahap-tahap perkembangan moral menurut Kohlberg
Tahap-tahap perkembangan moral terdiri dari 3 tingkat,
yang masing-masing tingkat terdapat 2 tahap, yaitu:
1. Tingkat Pra Konvensional (Moralitas Pra-
Konvensional)
Perilaku anak tunduk pada kendali eksternal:
 Tahap 1: Orientasi pada kepatuhan dan hukuman anak
melakukan sesuatu agar memperoleh hadiah (reward)
dan tidak mendapat hukuman (punishment)
 Tahap 2: Relativistik Hedonism anak tidak lagi secara
mutlak tergantung aturan yang ada. Mereka mulai
menyadari bahwa setiap kejadian bersifat relative, dan
anak lebih berorientasi pada prinsip kesenangan.
2. Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional)
Tingkat Konvensional (Moralitas Konvensional)
fokusnya terletak pada kebutuhan social (konformitas).
 Tahap 3: Orientasi mengenai anak yang baik anak
memperlihatkan perbuatan yang dapat dinilai oleh
orang lain.
 Tahap 4: Mempertahankan norma-norma sosial dan
otoritas menyadari kewajiban untuk melaksanakan
norma-norma yang ada dan mempertahankan
pentingnya keberadaan norma, artinya untuk dapat
hidup secara harmonis, kelompok sosial harus
menerima peraturan yang telah disepakati bersama dan
melaksanakannya.

3. Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-


konvensional)
Tingkat Post-Konvensional (Moralitas Post-
konvensional) individu mendasarkan penilaian moral
pada prinsip yang benar secara inheren.
 Tahap 5: Orientasi pada perjanjian antara individu
dengan lingkungan sosialnya pada tahap ini ada
hubungan timbal balik antara individu dengan lingk
sosialnya, artinya bila seseorang melaksanakan
kewajiban yang sesuai dengan tuntutan norma social,
maka ia berharap akan mendapatkan perlindungan dari
masyarakat.
 Tahap 6: Prinsip Universal pada tahap ini ada norma
etik dan norma pribadi yang bersifat subjektif. Artinya:
dalam hubungan antara seseorang dengan masyarakat
ada unsur2 subjektif yang menilai apakah suatu
perbuatan/perilaku itu baik/tidak baik; bermoral/tidak
bermoral. Disini dibutuhkan unsur etik/norma etik yang
sifatnya universal sbg sumber utk menentukan suatu
perilaku yang berhubungan dengan moralitas.
2.5.Teori perkembangan menurut Sullivan
Menurut Sullivan, kepribadian berkembang dalam tahap-
tahap perkembangan yaitu:

1. Infancy (masa kelahiran sampai usia 18 tahun)


Bayi merupakan manusia yang baru lahir sampai umur 1
tahun. Pada masa ini manusia sangat lucu dan
menggemaskan tetapi juga rentan terhadap kematian.
Kematian bayi dibagi menjadi 2 yaitu kematian neonatal
(kematian di 27 hari pertama hidup) dan post neonatal
(setelah 27 hari).
Daerah oral merupakan daerah utama dalam interaksi antara
bayi dan lingkungannya. Segi lingkungan yang menonjol
pada masa bayi adalah benda yang menyediakan makanan
kepada bayi yang lapar, putting susu ibu atau dot dari botol.
2. Childhood (usia 18 bulan sampai 5 tahun)
Periode ini disebut juga usia prasekolah. Ciri khas
perkembangan balita :
a. pertambahan berat badan menurun, sebab
balitaPerkembangan fisik menggunakan banyak energi
untuk bergerak.
b. Perkembangan psikologis terjadi pembedaan diri dengan
orang lain.
c. Perkembangan psikomotor semakin baiknya penguasaan
terhadap tangan dan kakinya.
d. Cara belajar pada usia ini melalui bermain dan rangsangan
dari lingkungannya terutama lingkungan rumah. Ada pula
pendidikan di luar rumah yang terprogram dan terstruktur.
Contoh permainan yang bisa dilakukan ::
3. Juvenile (usia 5-11 tahun)
Pada masa ini anak-anak mulai membandingkan segala
sesuatu yang diterima di rumahnya dengan yang ia temui di
luar. Norma-norma moral yang tadinya absolut di rumah
kini menjadi relatif.
4. Preadolescence (antara 11-13 tahun)
Ditandai dengan masaknya organ-organ produksi sehingga
secara fisik-biologis remaja siap untuk beranak pinak. Daya
tarik heteroseksual menjadi lebih kuat.
5. Early Adolescence (Masa dewasa awal, antara 14-17
tahun)
Masa remaja adalah masa peralihan manusia dari anak-anak
menuju dewasa. Remaja adalah idealis, ia memandang
dunia seperti apa yang dia inginkan bukan sebagaimana
adanya. Pada masa ini disebut juga periode pemantapan
identitas diri, namun hal tersebut tidak selalu berjalan
mulus, tetapi sering mengalami proses yang panjang dan
bergejolak. Ciri-ciri perilaku yang menonjol terutama pada
perilaku sosialnya.
6. Late Adolescence (Masa dewasa akhir antara 18-20 tahun)
Secara umum dapat disebut sebagai umur pemantapan diri
terhadap pola hidup baru. Mulai serius belajar demi karir di
masa yang akan datang, mulai memilih-milih pasangan
yang lebih serius dan cita-citanya menjadi lebih realistis.
7. Adulthood (Masa dewasa)
Menggambarkan segala organisme yang telah matang.
Seseorang dapat saja dewasa secara biologis, dan memiliki
karakteristik perilaku dewasa, tetapi tetap diperlakukan
sebagai anak kecil jika berada di bawah umur dewasa
secara hukum. Sebaliknya, seseorang dapat secara legal
dianggap dewasa, tetapi tidak memiliki kematangan dan
tanggung jawab yang mencerminkan karakter dewasa.
Dengan demikian kedewasaan dapat diartikan dari aspek
biologi, hukum, karakter pribadi atau status sosial.

2.3 Perkembangan seksual pada anak usia Toddler

Menurut Sigmund Freud, pada fase ini tergolong dalam fase Anal
dimana pusat kesenangan anak pada perilaku menahan faeses bahkan
kadangkala anak bermain-main dengan faesesnya. Anak belajar mengidentifikasi
tentang perbedaan antara dirinya dengan orang lain disekitarnya. Konflik yang
sering terjadi adalah adanya Oedipus complex atau katarsis yaitu dimana
seorang anak laki-laki menyadari bahwa ayahnya lebih kuat dan lebih besar
dibandingkan dirinya.sedangkan pada wanita disebut dengan Elektra complex.

Sedangkan Erickson menggolongkan tahap ini dalam fase Otonomi vs Guilt, (


inisiatif vs rasa malu dan bersalah ) Perkembangan ini berpusat pada
kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dan lingkungannya.

Adapun Piaget bahwa saat ini merupakan Fase Preoperasional dimana sifat
egosentris sangat menonjol. Pada fase ini.sering ditemukan ketidakmampuan
untuk menempatkan diri sendiri ditempat orang lain.

Kohlberg menggolongkan masa ini dalam Fase Konvensional ,Anak mulai belajar
baik dan buruk,benar atau salah melaui budaya sebagai dasar peletakan nilai
moral. Kohlberg menggolongkan fase ini dalam 3 tahap,yaitu Egosentris
,kebaikan seperti apa yang saya mau, tahap berikutnya adalah Oreintasi
hukuman dan ketaatan,baik dan buruk sebagai konsekuensi tindakan, dan
tahapan yang terakhir adalah Inisiatif,Anak menjalankan aturan sebagai sesuatu
yang menyenangkan dirinya..

Perkembangan Seksualitas

a. Senang mengekspresikan bagian tubuhnya

b. Belajar kata-kata yang berhubungan dengan anatomi, eleminasi dan reproduksi


Pengertian Teori perkembangan psikoseksual yang dikemukakan oleh
Freudmengatakan bahwa setiap makhluk hidup pasti mengalami pertumbuhan
dan perkembangan, begitu pula manusia juga mengalaminya. Freud
mengatakan bahwaseksualitas adalah faktor pendorong terkuat untuk
melakukan sesuatu dan bahwa padamasa anak-anak pun mengalami
ketertarikkan dan kebutuhan seksual. Apabila tahap-tahap psikoseksual selesai
dengan sukses, hasilnya adalah kepribadian yang sehat.Jika masalah tertentu
tidak diselesaikan pada tahap yang tepat, fiksasi dapat terjadi.fiksasi adalah
fokus yang gigih pada tahap awal psikoseksual. Sampai konflik ini

diselesaikan, individu akan tetap “terjebak” dalam tahap ini. Misalnya,


seseorang

yang terpaku pada tahap oral mungkin terlalu bergantung pada orang lain dan
dapatmencari rangsangan oral melalui merokok, minum, atau makan.

Sifat-sifat umum Perkembangan Psikoseksual Anak Pada Usia 1-3 Tahun


Dibagidua fase : 1) Fase Anal Pada fase ini fungsi tubuh yang memberi kepuasan
berkisar pada sekitar anus. Tugas perkembangan yang harus dilalui anak adalah
melakukankontrol terhadap BAB dan BAK, dan bila tercapai anak akan senang
melakuka sendiri. Sedangkan bila tugas perkembangan tidak tercapai akan
muncul beberapamasalah seperti anak akan menahan dan melakukannya
denganmempermainkan.Peran lingkungan adalah membantu anak untuk belajar
mengontrol pengeluaran (melakukan Toilet Training), yaitu suatu konsep bersih
dimana anak belajar mengontrol pengeluaran tepat waktu dan tempat serta
dapat melakukan denganmandiri. Adapun kreteria yang umumnya ditemukan
antara lain : a. Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap
dirinya sendiri, sangat egoistik, mulaimempelajari struktur tubuhnya. b. Pada
fase ini tugas yang dapat dilaksanakan anak adalah latihan kebersihan. c. Anak
senang menahan feses, bahkan bermain-maindengan fesesnya sesuai dengan
keinginanya. d. Untuk itu toilet training adalah waktuyg tepat dilakukan dalam
periode ini. e. Masalah yang yang dapat diperoleh padatahap ini adalah bersifat
obsesif (ganggan pikiran) dan bersifat impulsif yaitudorongan membuka diri,
tidak rapi, kurang pengendalian diri.D. Fase PerkembanganMoral Menurut
Kohelberg, tingkatan pertama dari perkembangan moral adalah

prekonvensional ketika anak merespon pada label “baik” atau “buruk”.


Selama tahun kedua kehidupan, anak mulai belajar mengetahui beberapa
aktifitas yangmendatangkan pengaruh dan persetujuan. Mereka juga mengenal
ritual-ritual tertentu,seperti mengulang bagian dari doa-doa. Saat usia dua
tahun, toddler belajar pada perilaku orang tua mereka yang berkaitan dengan
urusan moral. Pola disiplinmempengaruhi perkembangan moral toddler : a.
Hukuman fisik dan pengambilanhak-hak khusus cenderung membentuk moral
yang negatif

2.5 Peran Keluarga dalam Memenuhi Kebutuhan Komunikasi Pada Anak Usia
Toddler

Perkembangan komunikasi pada anak toddler hampir sama dengan anak


prasekolah, dimana komunikasi dapat ditunjukan dengan perkembangan bahasa
anak dengan kemampuan anak sudah mampu memahami kurang lebih sepuluh
kata, pada tahun ke dua sudah mampu 200-300 kata dan masih terdengar kata-kata
ulangan (Hidayat, 2009).
Menurut Behrman (1996) dalam Hidayat (2009) mengatakan bahwa pada
anak usia ini khususnya usia 3 tahun anak sudah mampu menguasai 900 kata dan
banyak kata-kata yang digunakan seperti mengapa, apa, kapan, dan sebagainya.
Komunikasi pada usia tersebut sifatnya sangat egosentris, rasa ingin tahunya
sangat tinggi, inisiatifnya tinggi, kemampuan bahasa mulai meningkat, mudah
merasa kecewa dan bersalah karena tuntutan tinggi, setiap komunikasi harus
berpusat pada dirinya, takut terhadap ketidaktahuan dan perlu diingat bahwa pada
usia ini masih belum fasih dalam berbicara. (Hidayat, 2009).
Penerapan komunikasi pada kelompok toddler (1—3 tahun). Pada
kelompok usia ini, anak sudah mampu berkomunikasi secara verbal ataupun
nonverbal. Anak sudah mampu menyatakan keinginan dengan menggunakan kata-
kata yang sudah dikuasainya. Ciri khas anak kelompok ini adalah egosentris, yaitu
mereka melihat segala sesuatu hanya berhubungan dengan dirinya sendiri dan
melihat sesuatu hanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Anak tidak mampu
membedakan antara kenyataan dan fantasi sehingga tampak jika mereka bicara
akan banyak ditambahi dengan fantasi diri tentang obyek yang diceritakan.
Pada usia ini cara berkomunikasi yang dapat dilakukan adalah dengan cara
: (Hidayat, 2009)

a. Memberi tahu apa yang terjadi pada diri anak


b. Memberi kesempatan pada anak untuk menyentuh alat pemeriksaan yang
akan digunakan
c. Menggunakan nada suara rendah, bicara lambat, jika anak tidak menjawab
harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana
d. Hindarkan sikap mendesak untuk dijawab seperti kata “jawab dong”
e. Mengalihkan aktivitas saat komunikasi misalnya dengan memberikan
mainan saat komunikasi
f. Mengatur jarak interaksi dimana orang tua didalam berkomunikasi dengan
anak sebaiknya mengatur jarak
g. Adanya kesadaran diri dimana orang tua harus menghindari konfrontasi
langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan.
h. Secara non verbal orang tua selalu memberi dorongan penerimaan dan
persetujuan jika diperlukan, jangan sentuh anak tanpa disetujui anak
i. Bersalaman dengan anak saat memulai interaksi karena bersalaman
dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan perasaan cemas.
j. Mengajak anak menggambar, menulis atau bercerita untuk menggali
perasaan dan fikiran anak disaat melakukan komunikasi.
Gambar 1. Implementasi Komunikasi pada Toddler

Pola asuh ibu mempunyai hubungan sangat signifikan dengan


perkembangan bahasa anak usia toddler (1-3 tahun). Interaksi yang dilakukan
orang tua terhadap anak sangat memegang peranan penting dalam perkembangan
anak, apabila interaksi dan stimulasi yang diberikan orang tua baik maka
perkembangan anak pun akan optimal (Aisyah, 2010). Keluarga terutama ayah
dan ibu merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi anak sehingga
memberi pengaruh besar bagi perkembangan anak. Pengalaman interaksi dalam
keluarga akan menentukan pola dan tingkah anak di lingkungannya
(Soetjiningsih, 2012).

Usia prenatal (toddler) hingga usia 3 tahun merupakan usia perkembangan


otak tercepat dan otak paling sensitif terhadap pengaruh lingkungan luar.
Kemiskinan, status kesehatan yang buruk, nutrisi kurang dan kurang stimulasi
pada anak pada usia tersebut akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan
otak. Pertumbuhan otak yang cepat ini akan mempengaruhi perkembangan
kognitif dan sosioemosional anak. Usia 2-3 tahun merupakan periode kritis
perkembangan bahasa anak. Maka upaya pemberian nutrisi yang baik dan
parenting behaviour dalam hal ini pola asuh dioptimalkan mulai dari prenatal
hingga usia anak 3 tahun (Engle and Huffman, 2010).

Bermain adalah hal penting bagi seorang anak, permainan dapat


memberikan kesempatan untuk melatih keterampilannya secara berulang-ulang
dan dapat mengembangkan ide-ide sesuai dengan cara dan kemampuannya
sendiri. Kesempatan bermain sangat berguna dalam memahami tahap
perkembangan anak yang kompleks. Menurut Moeslichatoen (Simatupang, 2005),
bermain merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan bagi semua orang.
Bermain akan memuaskan tuntutan perkembangan motorik, kognitif, bahasa,
sosial, nilai- nilai dan sikap hidup

Akhir abad 19, Herbart Spencer, mengemukakan bahwa anak bermain


karena anak memiliki energi yang berlebihan. Teori ini sering dikenal dengan
teori Surplus Energi yang mengatakan bahwa anak bermain (melompat,
memanjat, berlari dan lain sebagainya) merupakan manifestasi dari energi yang
ada dari dalam diri anak. Bermain menurut Spencer bertujuan untuk mengisi
kembali energi seseorang anak yang telah melemah.

Seorang tokoh Filsafat, Karl Gross mengatakan bahwa anak bermain untuk
mempertahankan kehidupannya. Menurut Gross, awalnya kegiatan bermain tidak
memiliki tujuan namun kemudian memiliki tujuan dan sangat berguna untuk
memperoleh dan melatih keterampilan tertentu dan sangat penting fungsinya bagi
mereka pada saat dewasa kelak, contoh, bayi yang menggerak-gerakkan tangan,
jari, kaki dan berceloteh merupakan kegiatan bermain yang bertujuan untuk
mengembangkan fungsi motorik dan bahasa agar dapat digunakan dimasa datang.

Sigmund Freud berdasarkan Teori Psychoanalytic mengatakan bahwa


bermain berfungsi untuk mengekspresikan dorongan implusif sebagai cara untuk
mengurangi kecemasan yang berlebihan pada anak. Bentuk kegiatan bermain
yang ditunjukan berupa bermain fantasi dan imajinasi dalam sosiodrama atau pada
saat bermain sendiri. Menurut Freud, melalui bermain dan berfantasi anak dapat
mengemukakan harapan-harapan dan konflik serta pengalaman yang tidak dapat
diwujudkan dalam kehidupan nyata, contoh, anak main perang-perangan untuk
mengekspresikan dirinya, anak yang meninju boneka dan pura-pura bertarung
untuk menunjukkan kekesalannya.
Teori Cognitive-Developmental dari Jean Piaget, juga mengungkapkan
bahwa bermain mampu mengaktifkan otak anak, mengintegrasikan fungsi belahan
otak kanan dan kiri secara seimbang dan membentuk struktur syaraf, serta
mengembangkan pilar-pilar syaraf pemahaman yang berguna untuk masa datang.
Berkaitan dengan itu pula otak yang aktif adalah kondisi yang sangat baik untuk
menerima pelajaran.

Sedangkan menurut Elizaberth B. Hurlock (1990: 122), secara umum pola


bermain awal masa kanak-kanak adalah sebagai berikut

a) Bermain dengan mainan. Pada permulaan masa awak kanak-kanak,


bermain dengan mainan merupakan bentuk yang dominan. Minat bermain
dengan mainan mulai agak berkurang, pada akhir awal masa kanak-kanak
pada saat anak tidak lagi dapat membayangkan bahwa mainannya
mempunyai sifat-sifat hidup seperti yang di khayalkan sebelumnya.
Lagipula, dengan meningkatnya minat terhadap bermain dalam kelompok,
anak menganggap bermain dengan mainan yang umumnya bersifat
bermain sendiri, tidak lagi menyenangkan.
b) Dramatisasi. Sekitar usia tiga tahun dramatisasi terdiri dari permainan
dengan meniru pengalaman-pengalaman hidup, kemudian anak-anak
bermain permainan pura-pura dengan teman-temannya seperti polisi dan
perampok, Indian-indianan atau pejaga toko, berdasarkan ceritacerita yang
dibacakan kepada mereka atau berdasarkan acara-acara film dan televisi
yang mereka lihat.
c) Konstruksi. Anak-anak membuat bentuk-bentuk dengan balok-balok,
pasir, lumpur, tanah liat, manik-manik, cat, pasta, gunting, dan krayon.
Sebagian besar konstruksi yang dibuat merupakan tiruan dari apa yang di
lihatnya dari kehidupan sehari-hari atau dari layar dioskop dan televisi.
Menjelang berakhirnya awal masa kanak-kanak, anak-anak sering
menambahkan kreativitasnya ke dalam konstruksi-konstruksi yang dibuat
berdasarkan pengamatannya dalam kehidupan sehari-hari.
d) Permainan bersama. Dalam tahun keempat anak mulai lebih menyukai
permainan yang dimainkan bersama teman-teman sebaya daripada dengan
orang-orang dewasa. Permainan ini dapat terdiri dari beberapa pemain dan
melibatkan beberapa peraturan. Permainan yang menguji keterampilan
seperti menangkap dan melempar bola juga populer.
e) Membaca. Anak-anak senang dibacakan dan melihat gambar-gambar dari
buku. Yang sangat menarik adalah dongengdongeng, nyanyian anak-anak,
cerita-cerita tentang hewan dan kejadian sehari-hari.
f) Film, radio, dan televisi. Anak-anak jarang melihat bioskop, tetapi ia
senang film kartun, film tentang binatang dan film rumah tentang anggota-
anggota keluarga. Anak-anak juga senang mendengarkan radio, tetapi
lebih sering melihat televisi. Ia senang melihat acara untuk anak-anak
yang lebih besar dan juga acara untuk anak-anak prasekolah. Ia mengalami
situasi rumah yang aman sehingga biasanya tidak merasa takut kalau ada
unsur-unsur yang menakutkan dalam acara televisi tersebut

Berdasarkan kajian tersebut maka bermain sangat penting bagi anak usia
dini karena melalui bermain mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak.
Aspek tersebut ialah aspek fisik, sosial emosional dan kognitif. Bermain
mengembangkan aspek fisik/motorik yaitu melalui permainan motorik kasar dan
halus, kemampuan mengontrol anggota tubuh, belajar keseimbangan, kelincahan,
koordinasi mata dan tangan, dan lain sebagainya. Adapun dampak jika anak
tumbuh dan berkembang dengan fisik/motorik yang baik maka anak akan lebih
percaya diri, memiliki rasa nyaman, dan memiliki konsep diri yang positif.
Pengembangan aspek fisik motorik menjadi salah satu pembentuk aspek sosial
emosional anak.

Bermain mengembangkan aspek sosial emosional anak yaitu melalui


bermain anak mempunyai rasa memiliki, merasa menjadi bagian/diterima dalam
kelompok, belajar untuk hidup dan bekerja sama dalam kelompok dengan segala
perbedaan yang ada. Dengan bermain dalam kelompok anak juga akan belajar
untuk menyesuaikan tingkah lakunya dengan anak yang lain, belajar untuk
menguasai diri dan egonya, belajar menahan diri, mampu mengatur emosi, dan
belajar untuk berbagi dengan sesama. Dari sisi emosi, keinginan yang tak
terucapkan juga semakin terbentuk ketika anak bermain imajinasi dan sosiodrama.

Aspek kognitif berkembang pada saat anak bermain yaitu anak mampu
meningkatkan perhatian dan konsentrasinya, mampu memunculkan kreativitas,
mampu berfikir divergen, melatih ingatan, mengembangkan prespektif, dan
mengembangkan kemampuan berbahasa. Konsep abstrak yang membutuhkan
kemampuan kognitif juga terbentuk melalui bermain, dan menyerap dalam hidup
anak sehingga anak mampu memahami dunia disekitarnya dengan baik.

Bermain harus sesuai dengan tahapan usia anak pendidik seharusnya


memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang bermain agar dapat mendukung
dan menetapkan kegiatan bermain yang cocok untuk anak. Anak dengan tingkat
usia yang berbeda memiliki minat bermain yang berbeda. Tahapan tersebut dapat
diprediksi karena telah dilakukan penelitian yang panjang pada setiap tahapan usia
anak.

Tahapan pada Bayi – Toddler yaitu Bermain lebih fokus pada


keterampilan motorik, pemaksimalan panca indera, kegiatan eksplorasi objek,
banyak melakukan gerakan sederhana, gerakan dilakukan tidak bertujuan dan
dilakukan berulang-ulang, tidak/belum ada komunikasi, melakukan aktivitas yang
sama namun tidak berhubungan dgn anak lain, konsentrasi bermain hanya dengan
mainannya sendiri, dan belum mengenal konsep peraturan.

2.6 Perawatan Anak Dengan Hospitalisasi

Hospitalisasi adalah masuknya seorang penderita ke dalam Rumah Sakit atau masa
selama di Rumah Sakit itu (Dorland, 1996).
Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap orang.Khususnya
hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu sendiri maupun
terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak mengerti mengapa
mereka dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang asing, kebiasaan-
kebiasaan yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan pengalaman yang
dapat mempengaruhi perkembangan anak. Stres akibat Hospitalisasi akan menimbulkan
perasaan tidak nyaman baik pada anak maupun pada keluarga, hal ini akan memacu
anak untuk menggunakan mekanisme koping dalam menangani stress. Jika anak tidak
mampu menangani stress dapat berkembang menjadi krisis.

Hospitalisasi merupakan pengalaman yang mengancam bagi setiap


orang.Khususnya hospitalisasi pada anak merupakan stressor baik terhadap anak itu
sendiri maupun terhadap keluarga.Stres pada anak disebabkan karena mereka tidak
mengerti mengapa mereka dirawat atau mengapa mereka terluka.Lingkungan yang
asing, kebiasaan-kebiasaan yang berbeda, perpisahan dengan keluarga merupakan
pengalaman yang dapat mempengaruhi perkembangan anak.Oleh karena itu anak dan
keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek negatif
dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah meminimalkan stressor
perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak serta
memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan dalam
keluarga dan memberikan informasi sehingga masalah /dampak akibat hospitalisasi bias
diminmalkan.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB STRES HOSPITALISASI PADA ANAK

Beberapa faktor yang menyebabkan stres akibat hospitalisasi pada anak adalah :
4. Lingkungan
Saat dirawat di Rumah Sakit klien akan mengalami lingkungan yang baru bagi dirinya
dan hal ini akan mengakibatkan stress pada anak.
5. Berpisah dengan Keluarga
Klien yang dirawat di Rumah Sakit akan merasa sendiri dan kesepian, jauh dari keluarga
dan suasana rumah yang akrab dan harmonis.
6. Kurang Informasi
Anak akan merasa takut karena dia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh perawat
atau dokter. Anak tidak tahu tentang penyakitnya dan kuatir akan akibat yang mungkin
timbul karena penyakitnya.
7. Masalah Pengobatan
Anak takut akan prosedur pengobatan yang akan dilakukan, karena anak merasa bahwa
pengobatan yang akan diberikan itu akan menyakitkan.
Dengan mengerti kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangannya dan mampu
memenuhi kebutuhan tersebut, perawat dapat mengurangi stress akibat hospitalisasi
dan dapat meningkatkan perkembangan anak kearah yang normal.(Whaley & Wong’s,
1999).

FAKTOR RESIKO YANG MENINGKATKAN ANAK LEKAS TERSINGGUNG PADA STRES


HOSPITALISASI
1. Temperamen yang sulit
2. Ketidakcocokan antara anak dengan orang tua
3. Usia antara 6 bulan – 5 tahun
4. Anak dengan jenis kelamin laki-laki
5. Intelegensi dibawah rata-rata
6. Stres yang berkali-kali dan terus-manerus.
(Whaley & Wong’s, 1999)

REAKSI-REAKSI SAAT HOSPITALISASI ( SAAT DI R.S ) SESUAI DENGAN PERKEMBANGAN


ANAK

8. Bayi (0-1 tahun)


Bila bayi berpisah dengan orang tua, maka pembentukan rasa percaya dan pembinaan
kasih sayangnya terganggu.
Pada bayi usia 6 bulan sulit untuk memahami secara maksimal bagaimana reaksi bayi
bila dirawat, Karena bayi belum dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya.
Sedangkan pada bayi dengan usia yang lebih dari 6 bulan, akan banyak menunjukkan
perubahan.
Pada bayi usia 8 bulan atau lebih telah mengenal ibunya sebagai orang yang berbeda-
beda dengan dirinya, sehingga akan terjadi “Stranger Anxiety” (cemas pada orang yang
tidak dikenal), sehingga bayi akan menolak orang baru yang belum dikenal. Kecemasan
ini dimanifestasikan dengan meanagis, marah dan pergerakan yang
berlebihan.Disamping itu bayi juga telah merasa memiliki ibunya ibunya, sehingga jika
berpisah dengan ibunya akan menimbulkan “Separation Anxiety” (cemas akan
berpisah). Hal ini akan kelihatan jika bayi ditinggalkan oleh ibunya, maka akan
menangis sejadi-jadinya, melekat dan sangat tergantung dengan kuat.

9. Toddler (1-3 tahun)


Toddler belum mampu berkomunikasi dengan menggunkan bahasa yang memadai dan
pengertian terhadap realita terbatas. Hubungan anak dengan ibu sangat dekat sehingga
perpisahan dengan ibu akan menimbulkan rasa kehilangan orang yang terdekat bagi diri
anak dan lingkungan yang dikenal serta akan mengakibatkan perasaan tidak aman dan
rasa cemas. Disebutkan bahwa sumber stress utama pada anak yaitu akibat perpisahan
(usia 15-30 bulan). Anxietas perpisahan disebut juga “Analitic Depression”
Respon perilaku anak akibat perpisahn dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
 Tahap Protes (Protest)
Pada tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat, menjerit dan memanggil ibunya
atau menggunakan tingkah laku agresif agar orang lain tahu bahwa ia tidak ingin
ditinggalkan orang tuanya serta menolak perhatian orang lain.
 Tahap Putus Asa (Despair)
Pada tahap ini anak tampak tenang, menangis berkurang, tidak aktif, kurang minat
untuk bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, sedih dan apatis.
 Tahap menolak (Denial/Detachment)
Pada tahap ini secara samar-samar anak menerima perpisahan, membina hubungan
dangkal dengan orang lain serta kelihatan mulai menyukai lingkungan.
Toddler telah mampu menunjukkan kestabilan dalam mengontrol dirinya dengan
mempertahankan kegiatan rutin seperti makan, tidur, mandi, toileting dan bermain.
Akibat sakit dan dirawat di Rumah Sakit, anak akan kehilangan kebebasan dan
pandangan egosentrisnya dalam mengembangkan otonominya. Hal ini akan
menimbulkan regresi. Ketergantungan merupakan karakteristik dari peran sakit. Anak
akan bereaksi terhadap ketergantungan dengan negatifistik dan agresif. Jika terjadi
ketergantungan dalam jangka waktu lama (karena penyakit kronik) maka anak akan
berespon dengan menarik diri dari hubungan interpersonal.

10. Pra Sekolah (3-6 tahun)


Anak usia Pra Sekolah telah dapat menerima perpisahan dengan orang tuannya dan
anak juga dapat membentuk rasa percaya dengan orang lain. Walaupun demikian anak
tetap membutuhkan perlindungan dari keluarganya. Akibat perpisahan akan
menimbulkan reaksi seperti : menolak makan, menangis pelan-pelan, sering bertanya
misalnya : kapan orang tuanya berkunjung, tidak kooperatif terhadap aktifitas sehari-
hari.
Kehilangan kontrol terjadi karena adanya pembatasan aktifitas sehari-hari dan karena
kehilangan kekuatan diri.Anak pra sekolah membayangkan bahwa dirawat di rumah
sakit merupakan suatu hukuman, dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya
dihambat. Anak akan berespon dengan perasaan malu, bersalah dan takut.
Anak usia pra sekolah sangat memperhatikan penampilan dan fungsi tubuh. Mereka
menjadi ingin tahu dan bingung melihat seseorang dengan gangguan penglihatan atau
keadaan tidak normal.
Pada usia ini anak merasa takut bila mengalami perlukaan, anak memgangap bahwa
tindakan dan prosedur mengancam integritas tubuhnya. Anak akan bereaksi dengan
agresif, ekspresif verbal dan depandensi.
Disamping itu anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar darah dari
tubuhnya. Maka sulit bagi anak untuk percaya bahwa infeksi, mengukur tekanan darah,
mengukur suhu perrektal dan prosedur tindakan lainnya tidak akan menimbulkan
perlukaan.

11. Sekolah (6-12 tahun)


Anak usia sekolah yang dirawat di rumah sakit akan merasa khawatir akan perpisahan
dengan sekolah dan teman sebayanya, takut kehilangan ketrampilan, merasa kesepian
dan sendiri. Anak membutuhkan rasa aman dan perlindungan dari orang tua namun
tidak memerlukan selalu ditemani oleh orang tuanya.
Pada usia ini anak berusaha independen dan produktif. Akibat dirawat di rumah sakit
menyebabkan perasaan kehilangan kontrol dan kekuatan. Hal ini terjadi karena
adanya perubahan dalam peran, kelemahan fisik, takut mati dan kehilangan kegiatan
dalam kelompok serta akibat kegiatan rutin rumah sakit seperti bedrest, penggunaan
pispot, kurangnya privacy, pemakaian kursi roda, dll.
Anak telah dapat mengekpresikan perasaannya dan mampu bertoleransi terhadap rasa
nyeri. Anak akaqn berusaha mengontrol tingkah laku pada waktu merasa nyeri atau
sakit denga cara menggigit bibir atau menggengam sesuatu dengan erat.
Anak ingin tahu alas an tindakan yang dilakukan pada diri9nya, sehingga ia selalu
mengamati apa yang dikatakan perawat. Anak akan merasa takut terhadap mati pada
waktu tidur.

12. Remaja (12-18 tahun)


Kecemasan yang timbul pada anak remaja yang dirawat di rumah sakit adalah akibat
perpisahan dengan teman-teman sebaya dan kelompok. Anak tidak merasa takut
berpisah dengan orang tua akan tetapi takut kehilangan status dan hubungan dengan
teman sekelompok. Kecemasan lain disebabkan oleh akibat yang ditimbulkan oleh
akibat penyakit fisik, kecacatan serta kurangnya “privacy”.
Sakit dandirawat merupakan ancaman terhadap identitas diri, perkembangan dan
kemampuan anak. Reaksi yang timbul bila anak remaja dirawat, ia akan merasa
kebebasannya terancam sehingga anak tidak kooperatif, menarik diri, marah atau
frustasi.
Remaja sangat cepat mengalami perubahan body image selama perkembangannya.
Adanya perubahan dalam body image akibat penyakit atau pembedahan dapat
menimbulkan stress atau perasaan tidak aman. Remaja akan berespon dengan banyak
bertanya, menarik diri dan menolak orang lain.

REAKSI KELUARGA TERHADAP ANAK YANG SAKIT DAN DIRAWAT DIRUMAH SAKIT

Seriusnya penyakit baik akut atau kronis mempengaruhi tiap anggota dalam keluarga :
13. Reaksi orang tua
Orang tua akan mengalami stress jika anaknya sakit dan dirawat dirumah sakit.
Kecemasan akan meningkat jika mereka kurang informasi tentang prosedur dan
pengobatan anak serta dampaknya terhadap masa depan anak. Orang tua
bereaksi dengan tidak percaya terutama jika penyakit ananknya secara tiba-tiba dan
serius.
Setelah menyadari tentang keadaan anak, maka mereka akan bereaksi dengan marah
dan merasa bersalah, sering menyalahkan diri karena tidak mampu merawat anak
sehingga anak menjadi sakit

14. Reaksi Sibling


Reaksi sibling terhadap anak yang sakit dan dirawat dirumah sakit adalah marah,
cemburu, benci dan bersalah.Orang tua seringkali mencurahkan perhatiannya lebih
besar terhadap anak yang sakit dibandingkan dengan anak yang sehat. Hal ini akan
menimbulkan perasaan cemburu pada anak yang sehat dan anak merasa ditolak.

PERAN PERAWAT DALAM MENGURANGI STRES AKIBAT HOSPITALISASI


Anak dan keluarga membutuhkan perawatan yang kompeten untuk meminimalkan efek
negatif dari hospitalisasi. Fokus dari intervensi keperawatan adalah meminimalkan
stressor perpisahan, kehilangan kontrol dan perlukaan tubuh atau rasa nyeri pada anak
serta memberi support kepada keluarga seperti membantu perkembangan hubungan
dalam keluarga dan memberikan informasi :
15. Mencegah atau meminimalkan dampak dari perpisahan,
terutama pada anak usia kurang dari 5 tahun.
 Rooming In
Yaitu orang tua dan anak tinggal bersama.Jika tidak bisa, sebaiknya orang tua dapat
melihat anak setiap saat untuk mempertahankan kontak tau komunikasi antar orang tua
dan anak.
 Partisipasi Orang tua
Orang tua diharapkan dapat berpartisipasi dalam merawat anak yang sakit terutama
dalam perawatan yang bisa dilakukan misal : memberikan kesempatan pada orang tua
untuk menyiapkan makanan pada anak atau memandikan. Perawat berperan sebagai
Health Educator terhadap keluarga.
 Membuat ruang perawatan seperti situasi di rumah dengan mendekorasi dinding
memakai poster atau kartu bergambar sehingga anak merasa aman jika berada diruang
tersebut.
 Membantu anak mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah dengan
mendatangkan tutor khusus atau melalui kunjungan teman-teman sekolah, surat
menyurat atau melalui telpon.
16. Mencegah perasaan kehilangan kontrol
 Physical Restriction (Pembatasan Fisik)
Pembatasan fisik atau imobilisasi pada ekstremitas untuk mempertahankan aliran infus
dapat dicegah jika anak kooperatif. Untuk bayi dan toddler, kontak orang tua – anak
mempunyai arti penting untuk mengurangi stress akibat restrain. Pada tindakan atau
prosedur yang menimbulkan nyeri, orang tua dipersiapkan untuk membantu,
mengobsevasi atau menunggu diluar ruangan. Pada beberapa kasus pasien yang
diisolasi, misal luka bakar berat, dengan menempatkan tempat tidur didekat pintu atau
jendela, memberi musik, dll.
 Gangguan dalam memenuhi kegiatan sehari-hari
Respon anak terhadap kehilangan, kegiatan rutinitas dapat dilihat dengan adanya
masalah dalam makan, tidur, berpakaian, mandi, toileting dan interaksi social.
Teknik untuk meminimalkan gangguan dalam melakukan kegiatan sehari-hari yaitu
dengan “Time Structuring”.
Pendekatan ini sesuai untuk anak usia sekolah dan remaja yang telah mempunyai
konsep waktu. Hal ini meliputi pembuatan jadual kegiatan penting bagi perawat dan
anak, misal : prosedur pengobatan, latihan, nonton TV, waktu bermain, dll. Jadual
tersebut dibuat dengan kesepakatan antara perawat, orang tua dan anak.
17. Meminimalkan rasa takut terhadap perlakuan tubuh dan
rasa nyeri
Persiapan anak terhadap prosedur yang menimbulkan rasa nyeri adalah penting untuk
mengurangi ketakutan. Perawat menjelaskan apa yang akan dilakukan, siapa yang
dapat ditemui oleh anak jika dia merasa takut, dll. Memanipulasi prosedur juga dapat
mengurangi ketakutan akibat perlukaan tubuh, misal : jika anak takut diukur
temperaturnya melalui anus, maka dapat dilakukan melalui ketiak atau axilla.
18. Memaksimalkan manfaat dari hospitalisasi
Walaupun hospitalisasi merupakan stressfull bagi anak dan keluarga, tapi juga
membantu memfasilitasi perubahan kearah positif antara anak dan anggota keluarga :
 Membantu perkembangan hubungan orang tua – anak
Hospitalisasi memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang pertumbuhan
dan perkembangan anak. Jika orang tua tahu reaksi anak terhadap stress seperti regresi
dan agresif, maka mereka dapat memberi support dan juga akan memperluas
pandangan orang tua dalam merawat anak yang sakit.
 Memberi kesempatan untuk pendidikan
Hospitalisasi memberi kesempatan pada anak dan anggota keluarga belajar tentang
tubuh, profesi kesehatan, dll.
 Meningkatkan Self – Mastery
Pengalaman menghadapi krisis seperti penyakit atau hospitalisasi akan memberi
kesempatan untuk self – mastery. Anak pada usianya lebih mudah punya kesempatan
untuk mengetest fantasi atau realita.Anak yang usianya lebih besar, punya kesempatan
untuk membuat keputusan, tidak tergantung dan percaya diri perawat dan
memfasilitasi perasaan self-mastery dengan menekan kemampuan personal anak.
 Memberi kesempatan untuk sosialisasi
Jika anak yang dirawat dalam satu ruangan usianya sebaya maka akan membantu anak
untuk belajar tentang diri mereka. Sosialisasi juga dapat dilakukan dengan team
kesehatan se3lain itu orang tua juga memperoleh kelompok social baru dengan orang
tua anak yang punya masalah yang sama.
19. Memberi support pada anggota keluarga
Perawat dapat mendiskusikan dengan keluarga tentang kebutuhan anak, membantu
orang tua. Mengidentifikasi alas an spesifik dari perasaan dan responnya terhadap
stress memberi kesempatan kepada orang tua untuk mengurangi beban emosinya.
 Memberi Informasi
Salah satu intervensi keperawatan yang penting adalah memberikan informasi
sehubungan dengan penyakit, pengobatan, serta prognosa, reaksi emosional anak
terhadap sakit dan dirawat, serta reaksi emosional anggota keluarga terhadap anak
yang sakit dan dirawat.
 Melibatkan Sibling
Keterlibatan sibling sangat penting untuk mengurangi stress pada anak. Misalnya
keterlibatan dalam program rumah sakit (kelompok bermain), mengunjungi saudara
yang sakit secara teratur, dll.
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Toddler adalah periode dimana anak memiliki rentang usia


12-36 bulan. Masa ini merupakan masa eksplorasi lingkungan yang
intensif karena anak berusaha mencari tahu bagaimana semua terjadi dan
bagaimana mengontrol orang lain melalui perilaku tempertantrum,
negativisme, dan keras kepala. Masa ini merupakan periode yang sangat
penting untuk pencapaian perkembangan dan pertumbuhan intelektual .

3.2 Saran

Untuk mahasiswa Keperawatan agar lebih memahami dan belajar lebuh


mendalam mengenai keperawatan Anak Terutama keperawatan anak pada usia
toddler sehingga kita dapat lebih mengetahui bagaimana caranya untuk bersikap
pada anak usia tersebut , apabila nanti ada kelainan pada tumbuh kembangnya kita
dapat mengetahui lebih dini dan dapat mengantisipasi serta menanganinya .
DAFTAR PUSTAKA

Donna L.Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi : 4, EGC :


Jakarta

Dian, Adriyana.2011.Tumbuh Kembang Dan Terapi Bermain Pada Anak.


Salemba Medika.

Jakarta

Sudarwan, Danim. 2010. Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

Sarlito W Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-aliran dan Tokoh Psikologi, Bulan


Bintang, Jakarta, 2002

Aisyah, S. 2010. Pengaruh Pola Asuh Orang Tua terhadap Tingkat


Agresivitas Anak. Jurnal MEDTEK. 2 (1)
Anjaswarni, Tri. 2016. Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Engle, P. and Huffman, S. L. 2010. Growing Children’s Bodies and
Minds: Maximizing Child Nutrition and Development. Food and Nutrition
Bulletin. 31 (2): 186-197.
Hidayat, Aziz Alimun. 2009. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Salemba
Medika.
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai