Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

HAKIKAT ANAK USIA DINI DAN SEJARAH PAUD

Dosen pengampuh

Fadhillah Afifah, S.Pd., M.Pd

Oleh Kelompok II

Junifa 2221205008
Wa Nunu 2221205009
Wa Ode Amastasya 2221205010
Lusi Sonia Pratiwi 2221205014

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


STAI YPIQ BAUBAU
2023
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT. serta sholawat serta salam kepada junjungan
kita Nabi besar Muhammad SAW. Atas berkat dan rahmat-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ Hakikat Anak Usia Dini dan
Sejarah Lahirnya PAUD” telah diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun
sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan tugas Mata
Kuliah Program Pendidikan Pra Sekolah Anak Makalah ini ditugaskan secara
kelompok yang tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dukungan moril
ataupun materil selama proses pengerjaan.

Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu Fadhillah
Afifah, S.Pd., M.Pd selaku dosen Mata Kuliah Program Pendidikan Pra Sekolah
Anak yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas ini.

Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu, penyusun mengundang para pembaca untuk
memberikan kritik serta saran yang dapat memotivasi penyusun agar lebih baik
untuk kedepannya. Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat
bagi penyusun khususnya maupun bagi pembaca.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Baubau, 13 April 2023

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. ii

DAFTATR ISI............................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 2


B. Rumusan Masalah ............................................................................. 2
C. Tujuan ............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................. 3

A. Hakikat Anak Usia Dini .................................................................... 3


B. Sejarah Lahirnya Paud ....................................................................... 14
C. Tujuan Paud ...................................................................................... 25

BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 29

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hakikat pendidikan anak usia dini, secara alamiah, perkembangan anak
berbeda-beda, baik intelegensi, bakat, minat, kreativitas, kematang emosi,
kepribadian, kemandirian, jasmani dan sosialnya. Setiap anak unik, berbeda dan
memiliki kemampuan terbatas dalam belajar (limitless caoacity to learn ) yang telah
ada dalam dirinya untuk dapat berpikir kreatif dan produktif, mandiri. Oleh karena
itu, anak memerlukan program pendidikan yang mampu membuka kapasitas
tersembunyi tersebut melalui pembelajaran yang bermakna sedini mungkin. Jika
potensi pada diri anak tidak pernah direalisasikan, berarti anak kehilangan
kesempatan dan momentum penting dalam hidupnya.
Usia 4-6 tahun (TK) merupakan masa peka bagi anak, dimana anak mulai
sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa
peka adalah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap
merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Dimana pada masa ini
merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan
kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, disiplin,
kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama (Depdiknas, 2004). Salah satu aspek
yang dikembangkan pada anak usia dini adalah kemampuan mengelola emosional
anak, karena mengelola emosi berarti \menangani perasaan agar perasaan dapat
diungkapkan dengan tepat yang merupakan kecakapan yang bergantung pada
kesadaran diri. Orang yang mampu mengelola emosi akan memiliki kemampuan
untuk menghibur diri sendiri, lepaskan kecemasan, melepaskan kemurungan, dan
melepaskan ketersinggungan. Karena itu mengelola emosi sebaikya diperhatikan
setiap individu apalagi mengelola emosional anak usia dini, dengan mengelola
emosional anak maka dapat diketahui apakah anak bisa mengungkapkan
emosionalnya dengan baik atau tidaknya.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengelola emosi anak adalah dengan
melatih pengendalian diri, mengajarkan pengenalan emosi pada anak, penerapan

1
disiplin dengan konsep empati, mengungkapkan emosi dengan kata-kata,
melakukan permainan yang dapat melatih emosional anak, menanggapi perasaan
anak, menjadi contoh yang baik, dan melatih ketrampilan emosi. Selain itu terdapat
lima cara guru yang dapat dilakukan untuk membantu proses pengembangan emosi
anak, yaitu kemampuan untuk mengenali emosi diri, kemampuan untuk mengelola
dan mengekspresikan emosi secara tepat, kemampuan untuk memotivasi diri,
kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, dan kemampuan untuk
membina hubungan dengan orang lain.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaiamana hakikat anak usia dini ?
2. Bagaiman sejarah lahirnya PAUD ?
3. Apa saja tujuan dari PAUD ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui hakikat anak usia dini
2. Untuk mengetahui sejarah lahirnya PAUD
3. Untuk mengetahui tujuan dari PAUD

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hakikat Anak Usia Dini


Usia dini merupakan periode awal yang paling penting dan mendasar
sepanjang rentang pertumbuhan serta perkembangan kehidupan manusia. Masa
ini ditandai oleh berbagai periode penting yang fundamental dalam kehidupan anak
selanjutnya sampai periode akhir perkembangannya. Salah satu periode yang
menjadi penciri masa usia dini adalah periode keemasan. Banyak konsep dan fakta
yang ditemukan memberikan penjelasan periode keemasan pada masa usia dini,
yaitu masa semua potensi anak berkembang paling cepat. Beberapa konsep yang
disandingkan untuk masa anak usia dini adalah masa eksplorasi, masa
identifikasi/imitasi, masa peka, masa bermain, dan masa membangkang tahap awal.
Namun, di sisi lain anak usia dini berada pada masa kritis, yaitu masa keemasan
anak tidak akan dapat diulang kembali pada masa-masa berikutnya, jika potensi-
potensinya tidak distimulasi secara optimal dan maksimal pada usia dini tersebut.
Dampak dari tidak terstimulasinya berbagai potensi saat usia emas, akan
menghambat tahap perkembangan anak berikutnya. Jadi, usia emas hanya sekali
dan tidak dapat diulang lagi.
Setiap anak dilahirkan dengan potensi yang merupakan kemampuan (inherent
component of ability) yang berbeda-beda dan terwujud karena interaksi yang
dinamis antara keunikan individu anak dan adanya pengaruh lingkungan. Berbagai
kemampuan yang teraktualisasikan beranjak dari berfungsinya otak kita.
Berfungsinya otak, adalah hasil interaksi dari cetakan biru (blue print) genetis dan
pengaruh lingkungan. Pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi otak
memuat sekitar 100-200 miliar neuron atau sel syaraf yang siap melakukan
sambungan antarsel (Teyler, 1997, dalam Clark, 1986 dalam Semiawan, 2007), siap
untuk dikembangkan serta diaktualisasikan mencapai tingkat perkembangan
potensi tinggi. Jumlah ini mencakup beberapa triliun jenis informasi dalam hidup
manusia. (Sogan, 1977, dalam Clark, 1986 dalam Semiawan, 2007). Sayang sekali
bahwa riset membuktikan hanya tercapai 5% dari kemampuan tersebut (Ferguson,

3
1973 dalam Clark, 1986, dalam Semiawan, 2007). Sel-sel neuron ketika
dihubungkan secara bersama-sama, jumlah koneksinya dapat diestimasi menjadi
sekitar seratus triliun, yaitu kira-kira sebanyak angka sepuluh diikuti dengan jutaan
angka nol di belakangnya (lebih dari estimasi jumlah atom dialam semesta yang
telah dikenal). Angka tersebut memberikan gambaran tentang kapasitas dari otak
manusia. (Eric Jensen: 2008:19). Pembelajaran anak usia dini hendaknya
mengembangkan kecerdasan. Penelitian di bidang neuroscience (ilmu tentang
syaraf) menemukan bahwa kecerdasan sangat dipengaruhi oleh banyaknya sel
syaraf otak, hubungan antarsel syaraf otak, dan keseimbangan karena otak kanan
dan otak kiri. Pada saat lahir sel syaraf otak sudah terbentuk semua yang banyaknya
mencapai 100-200 miliar, di mana setiap sel dapat membuat hubungan dengan
20.000 sel syaraf otak lainnya, atau dengan kata lain membentuk kombinasi 100
miliar × 20.000. Berdasarkan hal tersebut, usia dini (0-8 tahun) merupakan usia
yang sangat kritis bagi pengembangan kecerdasan anak, sehingga masa keemasan
ini harus dioptimalkan dan dimanfaatkan sungguh-sungguh dengan menstimu-
lasinya.
Sayang sekali banyak orang tua, guru, dan pendidik anak usia dini yang justru
“mengunci mati” sel syaraf otak tersebut sehingga tidak dapat menjalankan fungsi
kapasitasnya yang tak terhingga (unliminted capacity to learn) (Semiawan, 2007).
Hasil penelitian Keith Osborn di University of Geordia, Burton L. White di
Harvard Preschool Project, dan Benjamin S. Bloom University of Chicago
menyatakan bahwa sekitar 50% kapasitas kecerdasan manusia telah terjadi ketika
usia lahir sampai 4 tahun, 80% terjadi ketika anak berusia 4 sampai 8 tahun, dan
mencapai titik kulminasi 100% ketika anak berusia 8 sampai 18 tahun.
Pertumbuhan fungsional sel-sel syaraf tersebut membutuhkan berbagai situasi
pendidikan yang mendukung, baik dalam situasi pendidikan keluarga, masyarakat
maupun sekolah. Para ahli pendidikan sepakat bahwa periode keemasan tersebut
hanya berlangsung satu kali sepanjang rentang kehidupan manusia, sehingga anak
usia dini berada pada usia kritis. Usia kritis dalam arti periode keemasan
menentukan perkembangan berikutnya sebagai tahap untuk perkembangan
berbagai potensi yang dimiliki oleh anak dan menentukan tahap perkembangan

4
selanjutnya. Namun apabila tidak maksimal dan tidak optimal dalam stimulasinya,
maka anak akan mendapatkan kesulitan perkembangan dalam kehidupan
berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa betapa meruginya suatu keluarga,
masyarakat dan bangsa jika mengabaikan masa-masa penting pada anak usia dini.
Sebagai komitmen dan keseriusan antar bangsa terhadap anak usia dini, telah
dicapai berbagai momentum dan kesepakatan penting yang telah digalang secara
internasional. Salah satunya adalah Deklarasi Dakkar yang diantaranya
menyepakati perlunya upaya memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan
dan pendidikan anak usia dini, terutama anak-anak yang sangat rawan secara
ekonomi dan sosial atau kurang beruntung. Komitmen antara bangsa secara
internasional lainnya adalah kesepakatan antar negara yang tergabung dalam
Perserikatan Bangsa-Bangsa yang menyepakati ”Dunia yang layak bagi anak 2002”
atau dikenal dengan ”world fit for children 2002”. Beberapa kesepakatan yang
diperoleh adalah (1) mencanangkan kehidupan yang sehat, (2) memberikan
pendidikan yang berkualitas, (3) memberikan perlindungan terhadap penganiayaan,
eksploitasi dan kekerasan.
Apabila ditelaah lebih mendalam pendidikan dan perawatan anak usia dini
harus diberikan jauh-jauh saat mereka masih dalam kandungan yaitu selama lebih
kurang sembilan bulan sepuluh hari. Perhatian dari kedua orang tua (ayah dan ibu)
terhadap janin yang ada di dalam kandungan akan memberikan stimulasi dini
terhadap perkembangan pendengaran dan emosi. Asupan gizi yang berimbang
melalui makanan-makanan yang dikonsumsi oleh ibu hamil akan mampu
mengembangkan intelektual, fisik motorik janin, baik ketika janin masih dalam
kandungan maupun setelah lahir.
1. Pengertian Anak Usia Dini

National Association for the Education of Young Children (NAEYC) yaitu


asosiasi para pendidik anak yang berpusat di Amerika, mendefinisikan rentang usia
anak usia dini berdasarkan perkembangan hasil penelitian di bidang psikologi
perkembangan anak yang mengindikasikan bahwa terdapat pola umum yang dapat
diprediksi menyangkut perkembangan yang terjadi selama 8 tahun pertama
kehidupan anak. NAEYC membagi anak usia dini menjadi 0-3 tahun, 3-5 tahun,

5
dan 6-8 tahun. Menurut definisi ini anak usia dini merupakan kelompok manusia
yang berada pada proses pertumbuhan dan perkembangan. Hal ini mengisyaratkan
bahwa anak usia dini adalah individu yang unik yang memiliki pola pertumbuhan
dan perkembangan fisik, kognitif, sosio-emosional, kreativitas, bahasa dan
komunikasi yang khusus sesuai dengan tahapan yang sedang dilalui oleh anak
tersebut.

Beberapa ahli pendidikan anak usia dini mengategorikan anak usia dini sebagai
berikut:

a. kelompok bayi (infancy) berada pada usia 0-1 tahun,


b. kelompok awal berjalan (toddler) berada pada rentang usia 1-3 tahun,
c. kelompok pra-sekolah (preschool) berada pada rentang usia 3-4 tahun,
d. kelompok usia sekolah (kelas awal SD) berada pada rentang usia 5-6 tahun.
e. kelompok usia sekolah (kelas lanjut SD) berada pada rentang usia 7-8
tahun. Namun, ada juga yang membagi rentang masa anak usia dini
berdasarkan penelitian perkembangan motorik halus, motorik kasar, sosial,
dan kognitif serta perkembangan perilaku bermain dan minat permainan.
Sementara itu terdapat enam tahap perkembangan anak usia dini menurut
Bronson, yaitu (1) young infants (lahir hingga usia 6 bulan); (2) older
infants (7 hingga 12 bulan); (3) young toddlers (usia satu tahun); (4) older
toddlers (usia 2 tahun); (5) prasekolah dan kindergarten (usia 3 hingga 5
tahun); serta
f. anak sekolah dasar kelas rendah atau primary school (usia 6 hingga 8
tahun).

Anak usia dini, dilihat dari rentang usia menurut Undang-undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ialah anak sejak lahir sampai usia
enam tahun. Anak usia dini menurut undang-undang ini berada pada rentang usia
lahir sampai usia taman kanak-kanak.

Perlu diketahui bahwa batasan usia yang dikemukakan oleh undang- undang
tersebut memiliki kelemahan yang cukup mendasar, dan hal itu berdampak terhadap

6
pelayanan program perawatan, pengasuhan, pendidikan dan pembelajaran yang
tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak. Menurut undang-undang, anak usia
tujuh dan delapan tahun tidak termasuk dalam kategori usia dini karena mereka
dianggap sudah masuk pada usia sekolah dasar. Oleh karena itu program perawatan,
pengasuhan, pendidikan, dan pembelajaran untuknya diberikan seperti layaknya
untuk orang dewasa. Hal itu berdampak juga pada proses pembelajaran anak usia
dini. Kenyataan di lapangan menunjukkan anak usia dini dilatih supaya mampu
membaca, menulis, dan berhitung tanpa menggunakan metode yang tepat serta
tidak memperhatikan tahap perkembangan dan tahap kemampuan anak usia dini,
dengan alasan untuk menghadapi seleksi masuk Sekolah Dasar (SD).

Jika dilakukan melalui pembelajaran yang tepat, maka anak akan mampu
membaca, menulis dan berhitung tanpa ada kesan dipaksa. Untuk mencapai target
anak mampu membaca, seringkali orang tua memasukkan anak ke lembaga
bimbingan belajar untuk diberikan pelajaran tambahan khusus (les) membaca,
menulis, dan berhitung. Anak yang di drill (dilatih) untuk membaca, menulis dan
berhitung dengan tanpa memperhatikan tahap kemampuan anak, dikhawatirkan
akan merasa, bahwa belajar itu melelahkan, membosankan dan tidak
mengasyikkan. Anak akan dengan mudah mencapai kemampuan membaca,
menulis, dan berhitung jika kita menggunakan metode yang tepat dan cara-caranya
sesuai dengan tahap perkembangan anak, seperti melalui permainan, belajar
langsung dari alam dan sekitarnya, bernyanyi, demonstrasi (praktek langsung).
Proses-proses pembelajaran yang demikian akan menjadikan anak menyenangi
belajar dan berdampak pada hasil belajarnya. Tidak salah anak diajari membaca,
menulis, dan berhitung sejak dini, namun harus dengan metode yang sesuai dengan
tahap perkembangan dan kemampuan anak usia dini. Pada usia kelas 1 sampai kelas
3 SD pembelajaran anak harus dilakukan sesuai dengan tahap perkembangan anak
usia dini.

Dengan demikian rentang usia anak usia dini menurut undang-undang tersebut
perlu dikaji ulang berdasar pada hasil studi dan penelitian yang valid sehingga akan

7
bermanfaat bagi anak-anak Indonesia dan tidak sebaliknya, mematikan potensi
yang dimiliki anak.

2. Karasteriktik Anak Usia Dini

Anak usia dini memiliki karakteristik yang unik karena mereka berada pada
proses tumbuh kembang yang sangat pesat dan fundamental bagi kehidupan
berikutnya. Secara psikologis anak usia dini memiliki karakteristik yang khas dan
berbeda dengan anak yang usianya di atas delapan tahun. Anak usia dini yang unik
memiliki karakteristik sebagai berikut.

a. Anak Bersifat Egosentris

Pada umumnya anak masih bersifat egosentris, ia melihat dunia dari sudut
pandang dan kepentingannya sendiri. Hal itu bisa diamati ketika anak saling berebut
mainan, atau menangis ketika menginginkan sesuatu namun tidak dipenuhi oleh
orang tuanya. Karakteristik ini terkait dengan perkembangan kognitif anak.
Menurut Piaget, anak usia dini berada pada tahapan-tahapan sebagai berikut: (1)
tahap Sensorimotorik yaitu usia 0-2 tahun, (2) tahap Praoperasional yaitu usia 2-6
tahun, (3) tahap Operasi Konkret yaitu usia 6-11 tahun. Pada fase Praoperasional
pola berpikir anak bersifat egosentris dan simbolis, karena anak melakukan operasi-
operasi mental atas pengetahuan yang mereka miliki, belum dapat bersikap sosial
yang melibatkan orang yang ada di sekitarnya, asyik dengan kegiatan sendiri dan
memuaskan diri sendiri. Mereka dapat menambah dan mengurangi serta mengubah
sesuatu sesuai dengan pengetahuan yang mereka miliki. Operasi ini
memungkinkannya untuk dapat memecahkan masalah secara logis sesuai dengan
sudut pandang anak. (Vasta Ross, et all:1999).

b. Anak Memiliki Rasa Ingin Tahu (Curiosity)

Anak berpandangan bahwa dunia ini dipenuhi hal-hal yang menarik dan
menakjubkan. Hal ini mendorong rasa ingin tahu (curiosity)yang tinggi. Rasa ingin
tahu anak sangat bervariasi, tergantung apa yang menarik perhatiannya. Sebagai
contoh, anak akan tertarik dengan warna, perubahan yang terjadi dalam benda itu
sendiri. Bola yang berbentuk bulat dapat digelindingkan dengan warna-warni serta

8
kontur bola yang baru dikenal oleh anak sehingga anak suka dengan bola. Rasa
ingin tahu ini sangat baik dikembangkan untuk memberikan pengetahuan yang baru
bagi anak dalam rangka mengembangkan kognitifnya. Semakin banyak
pengetahuan yang didapat berdasar kepada rasa ingin tahu anak yang tinggi,
semakin kaya daya pikir anak.

c. Anak Bersifat Unik


Menurut Bredekamp (1987), anak memiliki keunikan sendiri seperti dalam
gaya belajar, minat, dan latar belakang keluarga. Keunikan dimiliki oleh masing-
masing anak sesuai dengan bawaan, minat, kemampuan dan latar belakang budaya
serta kehidupan yang berbeda satu sama lain. Meskipun terdapat pola urutan umum
dalam perkembangan anak yang dapat diprediksi, namun pola perkembangan dan
belajarnya tetap memiliki perbedaan satu sama lain.
d. Anak Memiliki Imajinasi dan Fantasi
Anak memiliki dunia sendiri, berbeda dengan orang di atas usianya. Mereka
tertarik dengan hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga mereka kaya dengan
fantasi. Terkadang mereka bertanya tentang sesuatu yang tidak dapat ditebak oleh
orang dewasa, hal itu disebabkan mereka memiliki fantasi yang luar biasa dan
berkembang melebihi dari apa yang dilihatnya. Untuk memperkaya imajinasi dan
fantasi anak, perlu diberikan pengalaman- pengalaman yang merangsang
kemampuannya untuk berkembang.
e. Anak Memiliki Daya Konsentrasi Pendek
Pada umumnya anak sulit untuk berkonsentrasi pada suatu kegiatan dalam
jangka waktu yang lama. Ia selalu cepat mengalihkan perhatian pada kegiatan lain,
kecuali memang kegiatan tersebut, selain menyenangkan juga bervariasi dan tidak
membosankan. Rentang konsentrasi anak usia lima tahun umumnya adalah sepuluh
menit untuk dapat duduk dan memperhatikan sesuatu secara nyaman. Daya
perhatian yang pendek membuat ia masih sangat sulit untuk duduk dan
memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu yang lama, kecuali terhadap hal-hal
yang menarik dan menyenangkan bagi mereka. Pembelajaran dapat dilakukan
dengan menggunakan pendekatan yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga
tidak membuat anak terpaku di tempat dan menyimak dalam jangka waktu lama.

9
3. Prinsip-prinsip Perkembangan Anak

Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, maka pada pelaksanaannya harus


memperhatikan beberapa prinsip-prinsip perkembangan seperti yang dikemukakan
Bredekamp (1987), yaitu sebagai berikut:

a. Aspek-aspek perkembangan anak seperti fisik, sosial emosional, dan


kognitif satu sama lain saling terkait erat. Perkembangan dalam satu ranah
berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan dalam ranah- ranah yang
lain. Perkembangan dalam satu ranah dapat membatasi atau mendukung
perkembangan yang lain. Sebagai contoh, keterampilan intelektual akan
mempengaruhi keterampilan bahasa anak, begitu juga keterampilan bahasa
dapat mempengaruhi perkembangan intelektual anak. Implikasi dari
fenomena ini adalah bahwa para pendidik sebaiknya menggunakan jalinan
keterkaitan ini dalam cara-cara yang dapat membantu anak berkembang
secara optimal.
b. Perkembangan terjadi dalam suatu urutan. Kemampuan keterampilan, dan
pengetahuan dibangun berdasarkan pada apa yang telah diperoleh
terdahulu. Urutan pertumbuhan dan perkembangan yang relatif stabil
terjadi pada anak selama masa usia dini. Meskipun perubahan yang terjadi
cukup bervariasi dalam konteks kultur yang berbeda, namun pada saat usia
dini, perubahan terjadi pada seluruh aspek perkembangan, yaitu fisik,
emosi, sosial, bahasa, dan kognitif. Perkembangan anak memberikan
landasan bagi para pendidik untuk menyiapkan lingkungan belajar,
merencanakan tujuan dan sasaran kurikulum yang realistis, serta
pengalaman belajar yang tepat.
c. .Perkembangan berlangsung dengan rentang yang bervariasi antaranak dan
juga antar bidang perkembangan dari masing-masing fungsi. Variasi
individual sekurang-kurangnya memiliki dua dimensi, yakni (1) variasi
dari rata-rata perkembangan dan (2) keunikan masing-masing anak sebagai
individu. Masing-masing anak merupakan pribadi yang unik dengan pola
dan waktu pertumbuhan individualnya. Selain itu, anak bersifat individual

10
dalam hal kepribadian, temperamen, gaya belajar, latar belakang
pengalaman dan keluarga. Dengan adanya sejumlah variasi di antara anak
yang berusia sama, usia anak harus diakui terbatas sebagai indeks kasar
tentang kematangan perkembangan. Lebih lanjut, pengakuan akan variasi
individual menuntut bahwa keputusan tentang kurikulum dan interaksi
guru-anak sejauh mungkin diindividualisasikan. Hal ini berimplikasi pada
prinsip bahwa anak perlu dipertimbangkan sebagai anggota dari kelompok
seusianya yang diharapkan berperilaku sesuai dengan norma kelompok,
melalui adaptasi variasi secara individual.
d. Pengalaman awal memiliki pengaruh kumulatif dan tertunda terhadap
perkembangan anak. Pengalaman awal anak bersifat kumulatif dalam arti
bahwa jika suatu pengalaman pembelajaran sering terjadi, maka
pengaruhnya bisa kuat, kekal dan bahkan semakin bertambah. Pengalaman
awal juga dapat memiliki pengaruh yang tertunda terhadap perkembangan
berikutnya. Misalnya, suatu upaya pembentukan perilaku yang bersandar
pada ganjaran ekstrinsik (seperti permen atau uang), merupakan strategi
yang bisa sangat efektif untuk jangka pendek, namun dalam kondisi
tertentu dapat mengurangi motivasi intrinsik anak dalam jangka waktu
yang lama. Usia dini merupakan masa optimum bagiperkembangan gerak
motorik yang fundamental bagi anak. Pada sisi lain, anak yang pengalaman
motor awalnya sangat terbatas memerlukan upaya keras untuk memperoleh
kompetensi fisik sehingga bisa mengalami pengaruh tertunda ketika
mencoba berpartisipasi dalam olah raga atau aktivitas kebugaran dalam
hidup selanjutnya.
e. Perkembangan berlangsung ke arah kompleksitas, organisasi, dan
internalisasi yang lebih meningkat. Belajar selama usia dini berlangsung
dari pengetahuan nyata ke pengetahuan simbolis. Misalnya, anak sudah
belajar mengelilingi rumah dan setting keluarga lainnya jauh sebelum
mereka memahami konsep kata kiri dan kanan atau membaca peta rumah.
Ini mengimplikasikan perlunya memberikan kesempatan kepada anak
untuk memperluas dan memperdalam pengetahuan behavioral mereka

11
dengan menyediakan sejumlah pengalaman langsung dan dengan
membantu anak memperoleh pengetahuan simbolik melalui representasi
pengalaman mereka dalam sejumlah media seperti gambar, konstruksi
model, bermain dramatik, deskripsi verbal, dan tertulis.
f. Perkembangan dan belajar terjadi dalam dan dipengaruhi oleh konteks
sosial dan kultur yang majemuk. Menurut model ekologis, perkembangan
anak sangat baik dipahami dalam konteks sosiokultural keluarga, setting
pendidikan, dan masyarakat yang lebih luas. Konteks yang bervariasi
tersebut saling berinterelasi dan semuanya memiliki pengaruh terhadap
perkembangan anak. Pemahaman ini menuntut guru untuk belajar tentang
kultur mayoritas anak yang mereka layani jika kultur mereka berbeda
dengan kulturnya. Namun, mengakui bahwa perkembangan dan belajar
dipengaruhi oleh konteks-konteks sosial dan kultur tidak menuntut guru
untuk memahami semua nuansa-nuansa (perbedaan-perbedaan yang sangat
kecil) dari setiap kelompok yang ia hadapi dalam kerjanya, ini merupakan
tugas yang tidak mungkin.
g. Anak adalah pebelajar aktif, mengambil pengalaman fisik dan sosial serta
juga pengetahuan yang ditransmisikan secara kultur untuk membangun
pemahaman mereka sendiri tentang lingkungan sekitar mereka. Anak
berkontribusi terhadap perkembangan dan belajar sendiri di saat mereka
berupaya memakai pengalaman sehari-harinya di rumah, sekolah, dan di
masyarakat. Sejak lahir, anak secara aktif terlibat dalam membangun
pemahaman mereka sendiri yang berasal dari pengalaman mereka, dan
pemahaman ini diperantarai dan secara jelas terkait dengan konteks
sosiokultural
h. Perkembangan dan belajar merupakan hasil dari interaksi kematangan
biologis dan lingkungan, yang mencakup baik lingkungan fisik maupun
sosial tempat anak tinggal. Manusia merupakan produk dari bakat dan
lingkungan, dan kekuatan-kekuatan ini saling berinteraksi. Kaum
behavioris berfokus pada pengaruh lingkungan sebagai penentu belajar,
sementara kaum naturalis menekankan hamparan yang sudah ditentukan

12
sebelumnya, yakni karakteristik hereditas (bawaan). Masing-masing
perspektif memadai untuk menjelaskan belajar atau perkembangan.
Dewasa ini, perkembangan lebih sering dipandang sebagai hasil proses
interaktif dan pengalamannya dalam dunia sosial dan fisik.
i. Bermain merupakan suatu sarana penting bagi perkembangan sosial,
emosional, dan kognitif anak, dan juga merefleksikan perkembangan anak.
Aktivitas bermain anak merupakan konteks yang sangat mendukung proses
perkembangan. Bermain memberi kesempatan kepada anak untuk
memahami lingkungan, berinteraksi, dan mengontrol emosi, serta
mengembangkan kemampuan simbolis bahkan dalam rangka pembentukan
pribadi mereka. Aktivitas bermain anak memberikan wawasan pada orang
dewasa tentang perkembangan anak dan kesempatan untuk mendukung
perkembangan dengan strategi-strategi baru. Vygotsky meyakini bahwa
bermain mengarahkan perkembangan. Bermain memberikan suatu konteks
bagi anak untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru
diperoleh dan juga untuk dapat berfungsi pada puncak kemampuan mereka
yang berkembang dalam mengambil peran-peran sosial baru, mencoba
tugas-tugas baru dan menantang, dan memecahkan masalah-masalah yang
kompleks. Selain itu, untuk mendukung perkembangan kognitif, bermain
memainkan fungsi-fungsi penting dalam perkembangan fisik, emosi, dan
sosial anak. Anak mengekspresikan dan mengemukakan ide-ide, pikiran,
dan perasaan mereka ketika terlibat dalam bermain simbolik. Selama
bermain anak dapat belajar mengendalikan emosi, berinteraksi dengan
yang lain, memecahkan konflik, dan memperoleh rasa berkemampuan.
Melalui bermain, anak juga dapat mengembangkan imajinasi dan
kreativitas anak. Karena itu, bermain yang dilakukan oleh anak dan
didukung oleh guru merupakan komponen yang esensial dari pembelajaran
yang berorientasi pada perkembangan.
j. Perkembangan mengalami percepatan bila anak memiliki kesempatan
untuk mempraktekkan keterampilan-keterampilan yang baru diperoleh dan
juga ketika mereka mengalami tantangan di atas level/tingkat

13
penguasaannya saat ini. Anak akan cenderung malas dan tidak termotivasi
bila dihadapkan pada kegiatan yang terlalu sulit dan membuat anak selalu
gagal. Hal ini akan mendorongnya mengalami frustrasi. Pemahaman ini
didasarkan pada pemikiran bahwa perkembangan dan belajar adalah proses
dinamis yang mempersyaratkan orang dewasa memahami kontinuitas
perkembangan itu. Guru atau pendidik lainnya perlu mengamati anak
dengan cermat untuk menyesuaikan kurikulum dan pembelajaran dengan
kompetensi, kebutuhan, dan minat anak yang muncul, dan kemudian
membantu anak beralih dari target pengalaman-pengalaman yang dapat
menantang mereka, tetapi membuat mereka frustrasi.
k. Anak mendemonstrasikan mode untuk mengetahui dan belajar yang
berbeda serta cara yang berbeda pula dalam merepresentasikan apa yang
mereka tahu. Para ahli teori belajar dan para ahli psikologi perkembangan
telah mengakui bahwa manusia memahami lingkungan dengan banyak cara
dan bahwa individu cenderung memiliki cara belajar yang lebih disukai
atau lebih kuat. Prinsip perbedaan modalitas ini menunjukkan agar guru
menyediakan tidak hanya kesempatan bagi individu anak untuk
menggunakan cara-cara belajar yang disukai serta dipergunakan kekuatan-
kekuatannya, tetapi juga kesempatan untuk membantu anak
mengembangkan kemampuannya yang kurang kuat.
l. Anak berkembang dan belajar terbaik dalam suatu koteks komunitas yang
aman dan menghargai, memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisiknya, dan
aman secara psikologis. Kondisi seperti ini akan mendorong anak untuk
berekspresi dan beraktualisasi secara optimal. Anak memiliki kebebasan
untuk bergerak, berperilaku, dan menyatakan pendapat tanpa terbebani
tekanan psikologis. Begitu pun keamanan fisiknya harus terjamin sehingga
ia dapat terhindar dari hal-hal yang membahayakan. Karena itu, praktek
pendidikan yang berorientasi perkembangan memperhatikan kebutuhan-
kebutuhan fisik, sosial emosional dan perkembangan intelektualnya.
B. Sejarah Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pelopor Paud Dunia

14
Pada mulanya penddikan semacam PAUD ini muncul di Kota Blankerburg,
Jerman pada tahun 1840 yang diperkenalkan oleh Friedrich Wilhelm August Frobel
dengan mendirikan lembaga yang bernama Kindergarten.
Istilah Kindergarten berasal dari kata Kinder berarti Anak dan Garten berarti
Taman. Istilah Kindergarten ini mempunyai makna ‘Taman Anak’. selanjutnya
istilah Kindergarten juga terkenal dengan sebutan Frobel School yang identik
dengan nama pendiri lembaga tersebut.
Menurut Frobel, Anak-anak usia dini di ilustrasikan sebagai tunas tumbuh-
tumbuhan yang memerlukan pemeliharan dan perhatian dari ‘Juru Tanam’. dari
silabus.web.id ilustrasi yang diberikan oleh Frobel, dapat kita simpulkan bahwa
sang juru tanam mempunyai peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan tunas tumbuh-tumbuhan. begitu juga pertumbuhan dan
perkembangan anak-akan usia dini yang sangat membutuhkan peran sang
pendidiknya. Berdirinya Kindergarten yang terkenal juga dengan istilah Frobel
School merupakan tunas bagi pertumbuhan pendidikan anak di seluruh Dunia.
Konsep yang di gunakan Frobel School sangat cepat menyebar ke seluruh Dunia.
Pada tahun 1907 PAUD versi lainpun muncul di pemukiman kumuh San
Lorenzo, Italia. Maria Montessori merupakan seorang berlatar belakang Dokter
mendirikan Casa Dei Bambini yang ditunjukan bagi perawatan anak-anak yang
berlatar belakang keluarga miskin dan buruh. Casa Dei Bambini sendiri berarti
rumah untuk perawatan anak yang selanjutnya lebih di kenal dengan sebutan rumah
anak.
2. Sejarah Paud Di Indonesia

sejarah berdirinya Paud di Indonesia dapat ditelusuri melalui dua periode, yaitu
pada masa pergerakan Nasional ketika penjajahan Belanda (1908 – 1941) dan pada
masa penjajahan Jepang (1942 – 1945).

a. Periode Pertama; Masa Pergerakan nasional ketika penjajahan Belanda


(1908-1941)

Lembaga Kindergarten atau populer dengan nama Frobel School yang


didirikan oleh Friedrich Wilhelm August Frobel merupakan cikal bakal lahirnya

15
lembaga PAUD di Indonesia. Konsep lembaga ini di bawa masuk ke Indonesia oleh
Pemerintahan Belanda Hindia untuk pendidikan anak-anak mereka, anak-anak
Eropa dan para bangsawan lainnya. Pada saat itu pemuda pribumi belum dapat
merasakan pendidikan semacam ini. apalagi masyarakat miskin yang belum
memahami dan menyadari betapa pentingnya pendidikan bagi anak usia dini.

Pada saat kebangkitan Nasional yang di awali dengan berdirinya Pergerakan


Pemuda Budi Utomo pada 28 Mei 1908, barulah pemuda pribumi menyadari akan
pentingnya pendidikan anak usia dini. Kesadaran akan pentingnya pendidikan anak
ini di realisasikan dengan mendirikan Bustanul Athfal pada tahun 1919 oleh
persatuan wanita Aisyiyah di Yogyakarta. pada tahun 1922 Ki Hajar Dewantoro,
sepulang dari pengasingannya di Belanda selama dua tahun mendirikan Taman
Lare atau taman anak Kindertuin yang berkembang dengan Taman Indria.

b. Periode Kedua; Masa Penjajahan Jepang (1942-1945)


Pada masa penjajahan jepang, pendidikan PAUD terus berlanjut namun
semakin berkurang dari segi kuantitasnya. pada saat itu pemerintahan Jepang tidak
mengawasi secara formal penyelenggaraan pendidikan setingkat PAUD. namun
pemerintahan Jepang hanya melengkapi kegiatan kelas dengan nyanyian-nyanyian
Jepang.
Sejarah PAUD di Indonesia dan Perkembangannya. Memahami sejarah PAUD
di Indonesia sama halnya dengan memaharni perjalan panjang dinamika dan
pasang-surut pendidikan di Indonesia.
Kehadiran PAUD di Indonesia sesungguhnya dimulai sejak sebelum
kemerdekaan. Pada masa ini setidaknya dapat ditelusuri melalui dua periode, yaitu
pada masa pergerakan nasional pada penjajahan Belanda (1908-1941) dan masa
penjajahan Jepang (1942-1945). Namun demikian, keberadaan PAUD di Indonesia
tidak terlepas dari perkembangan PAUD di dunia internasional.
Pada tahun 1840 Friedrich Wilhelm August Frobel mendirikan Kindergarten
di kota Blankerburg, Jerman, yang merupakan pelopor pendidikan anak usia dini di
dunia. Kinder berarti anak dan garten berarti taman. Menurut Frobel, anak usia dini
diibaratkan seperti tunas tumbuh-tumbuhan, masih memerlukan pemeliharaan dan

16
perhatian sepenuhnya dari si “juru tanam”. Berdirinya Kindergarten yang juga
dikenal sebagai Frobel School berpengaruh terhadap perkembangan PAUD di
seluruh dunia. Konsep Kindergarten dengan cepat menyebar keseluruh penjuru
dunia. PAUD versi lain pun muncul. Pada tahun 1907 di pemukiman kumuh San
Lorenzo, Italia, Maria Montessori, seorang yang berlatar belakang dokter,
mendirikan Casa dei Bambini yang ditujukan bagi perawatan anak-anak dari
keluarga miskin dan kaum buruh. Casa dei Bambini artinya rumah untuk perawatan
anak yang selanjutnya dikenal sebagai Rumah Anak. Di Indonesia, pemerintah
Hindia Belanda membawa konsep ini dan mendirikan Frobel School bagi anak--
anaknya.
Seiring dengan kebangkitan nasional yang diawali berdirinya pergerakan
pemuda Budi Utomo, kesadaran akan pentingaya pendidikan bagi kaum bumi
putera semakin dirasakan. Frobel School yang awalnya hanya diperuntukkan bagi
anak-anak keturunan Belanda, Eropa, dan Bangsawan, mulai dikenal oleh
cendekiawan muda pribumi.
Pada tahun 1919 Persatuan Wanita Aisyiyah mendirikan Bustanul Athfal
yang pertama di Yogyakarta. Kurikulum dan materi pendidikannya menanamkan
sikap nasionalisme dan nilai-nilai ajaran agama. Bustanul Athfal ditujukan untuk
merespon popularitas lembaga PAUD yang berorientasi Eropa. Pada tahun 1922,
Ki Hajar Dewantoro, sepulang diasingkan dari Belanda selama dua tahun (1913 –
1915), mendirikan Taman Lare atau Taman Anak atau Kindertuin yang akhirnya
berkembang menjadi Taman Indria.
Pada masa penjajahan Jepang, lembaga pendidikan sejenis PAUD, terus
berlanjut namun semakin berkurang. Pemerintah Jepang tidak mengawasi secara
formal penyelenggaraan pendidikan setingkat PAUD, namun melengkapi kegiatan
kelasnya dengan nyanyian-nyanyian Jepang.
Periode berikutnya adalah periode setelah kemerdekaan. Periode ini setidaknya
terbagi menjadi 6 periode, yaitu periode 1945-1965; 1965-1998; 1998-2003; 2003-
2009; dan periode 2010-sekarang.
Periode 1945-1965 ditandai dengan berdirinya Yayasan Pendidikan Lanjutan
Wanita. Yayasan tersebut mendirikan Sekolah Pendidikan Guru TK Nasional di

17
Jakarta dan merupakan gerakan nasionalis dalam melawan kembalinya Belanda. Di
era ini pemerintah dan swasta mulai nnembangun banyak TK.
Pada tahun 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 tentang Dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah keberadaan TK resmi diakui sebagai hagian
dari sistem pendidikan nasional. Pada tahun itu pula, tepatnya tanggal 22 Mei 1950
berdiri IGTKI. Pada tahun 1951 berdiri Yayasan Bersekolah Pada Ibu yang
menyumbang pendirian TK hingga menyebar ke luar pulau Jawa.
Tahun 1951-1955, pemerintah berupaya mengembangkan kurikulum,
menyediakan fasilitas, dan mengedakan supervisi ke TK-TK. Pada perode itu pula
didirikan SPG-TK Nasional di Jakarta dengan pemberian subsidi, dan
pengembangannya yang terus berlanjut hingga ke luar pulau Jawa.
Pada tahun 1957 berdiri GOPTKI (Gabungan Organisasi Penyelenggara TK
Indonesia) yang melaksanakan kongres pertamanya pada tahun 1959. Pada awal
tahun 1960-an, mulai didirikan TK yang berstatus negeri.
Tahun 1960-1963, pemerintah mulai melakukan pengiriman SDM untuk
belajar ke mar negeri, diantaranya ke Australia, USA, dan New Zealand. Dampak
dari pengiriman SDM tersebut, terjadi modernisasi pendidikan di tingkat PAUD
berskala besar dan merupakan jawaban atas ketidakpuasan sebelumnya. Sebagai
penghujung, di periode tersebut, yaitu tahun 1963-1964 lahirlah Proyek
(Kurikulum) Gaya Baru. Inti kurikulum tersebut berorientasi pada fasilitasi anak
mendekati kecakapan, kebutuhan dan minat individual. Ciri khasnya tersedia pusat
minat (sudut), seperti: sudut rumah tangga, sudut seni, pusat musik, dan sebagainya.
Periode 1965-1998 ditandai dengan diperkenalkannya silabus kurikulum baru
tahun 1968 yang menggantikan kurikulum versi 1964 (Kurikulum Gaya Baru).
Pada bulan November 1968, pemerintah Indonesia bekerjasama dengan UNICEF
dalam bentuk penyediaan konsultan dan pendanaan untuk penataran guru dan
administrator pendidikan di tingkat TK.
Pada tahun 1970, mulai dijalin kerjasama nyata antara Pemerintah dengan
GOPTKI, IGTKI, dan PGRI. Kerjasama tersebut melahirkan kegiatan workshop
bersama, dengan tema “Konsolidasi Gerakan Prasekolah”. Kegiatan yang sama

18
dilakukan tahun 1973, dengan tema: “Membakukan Organisasi dan Manajemen
Program-Program Prasekolah”.
Pada tahun 1974, diberlakukan kurikulum baru yang merupakan
pembaharuan dari kurikulum 1968. Isi kurikulum meliputi: PMP, kegiatan bermain
bebas, pendidikan bahasa, PLH, ungkapan kreatif, pendidikan olah raga,
pendidikan dan pemeliharaan kesehatan, serta pendidikan skolastik.
Pada tahun 1984, diberlakukan kurikulum baru dengan isi kurikulum meliputi
bidang pengembangan agama, PMP, daya cipta, jasmani dan kesehatan, daya
fikir/pengetahuan, serta perasaan kemasyarakatan dan lingkungan. Berlakunya UU
Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang diikuti terbitnya
PP No. 27 Tahun 1990 tentang Pendidikan Prasekolah, semakin mempertegas
cksistensl clan kedudukan pendidikan prasekolah di Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 1993, diberlakukan kurikulum TK 1993. Dalam
kurikulum 1993 tersebut terdapat dua kegiatan utama, yaitu: 1) Program
pembentukan perilaku, dan 2) Program pengembangan kemampuan dasar: daya
cipta, bahasa, daya pikir, keterampilan dan jasmani.
Terkait dengan penyiapan pendidik oleh perguruan tinggi, mulai tahun 1979 di
IKIP Jakarta didirikan jurusan Pendidikan Prasekolah dan Dasar jenjang S-1, yang
terselengara hingga tahun 1998 (yang setelah tahun 1998 berubah menjadi Program
S-1 Pendidikan anak usia dini hingga sekarang).Upaya lebih luas dalam pengadaan
pendidik PAUD oleh perguruan tinggi ‘terjadi pada tahun 1993/1994-1996/1997
peningkatan kualifikasi guru prasekolah dari SPG ke D-2 PGTK yang
penyelenggaraanya dimulai dari IKIP Jakarta, IKIP Medan, IKIP Yogyakarta, dan
kemudian IKIP Bandung.
Pada tahun 1998 menguatkan berbagai upaya di bidang pendidikan anak usia
dini, maka diadakan Semiloka Tingkat Nasional tentang Pendidikan Anak Usia
Dini di IKIP Jakarta. Peserta terdiri dari 10 LPTK dan unsur dinas pendidikan dari
seluruh Indonesia.
Periode 1998-2003 ditandai dengan otonomi pendidikan, yang beipengaruh
terhadap tata kelola penanganan PAUD di pusat maupun di daerah-daerah. Pada
periode ini pemerintah mulai mendukung berkembangnya PAUD jalur pendidikan

19
nonformal dalam bentuk Kelompok Bermain (KB), Taman Penitipan Anak (TPA)
dan Satuan PAUD Sejenis dalam bentuk pengintegrasian layanan PAUD dengan
Posyandu.
Melalui dukungan Bank Dunia pada 1998-2004 pemerintah merintis program
Pengembangan Anak Dini Usia di 4 propinsi, yaitu Jawa Barat, Banten, Bali, dan
Sulawesi Selatan. Program dilanjutkan pada tahun 2008-2013 dengan nama
program Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia Dini (PPAUD) dengan
dukungan pembiayaan pinjaman dari Bank Dunia dan hibah dari pernerintah
Belanda.
Pada tahun 2001 dibentuk Direktorat Pendidikan Anak Dini Usia (PADU)
yang mengemban mandat melakukan pembinaan satuan PAUD nonformal. Pada
tahun 2002 terbentuk konsorsium PAUD yang membantu pemerintah dalam
merumuskan kebijakan.
Pada bulan Februari 2002, terbentuk forum PADU/PAUD tingkat Nasional
yang turut berkontribusi dalam pengembangan dan pembangunan PAUD di
Indonesia. Di periode ini pula terjadi pendirian PGTK/PG-PAUD jenjang S-1 di
beberapa perguruan tinggi (PGTK S-I di UPI, PGTK S-1 IKIP Yogyakarta, dll).
Periode 2003-2009, ditandai dengan keluarnya Undang--undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan jawaban atas tuntutan
reformasi dalarn semua aspek kehidupan. Melalui UU ini untuk pertama kali PAUD
diatur secara khusus dalam sebuah undang-undang, yaitu pada pasal 1 butir 14
tentang pengertian PAUD; pasal 28 yang secara khusus mengatur tentang PAUD;
dan pasal-pasal terkait lainnya.
Pada tahun 2003 diselenggarakan Seminar dan Lokakarya Nasional
(Semiloknas) di IKIP Bandung yang menghadirkan para akademisi dari perguruan
tinggi, forum PAUD, dan praktisi PAUD dari berbagai daerah. Semiloknas ini
menghasilkan `blue print’ tentang kerangka akadernik dan rujukan pengembangan
PAUD di Indonesia yang mengawali konseptualisasi pembangunan PAUD
Indonesia.
Selanjutnya pada tahun 2005 berdiri organisasi profesi, himpunan pendidik
dan tenaga kependidikan PAUD Indonesia (HIMPAUDI) yang menggerakkan

20
seluruh potensi pendidik dan tenaga kependidikan PAUD yang tersebar di seluruh
Indonesia. Pembentukan HIMPAUDI di tingkat pusat ini dengan cepat diikuti
dengan pembentukan HIMPAUDI tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota.
Pada tahun 2004-2009 program PAUD menjadi salah satu dari 10 prioritas
program Depdiknas sehingga PAUD menjadi salah satu program pokok dalam
pembangunan pendidikan di Indonesia (tertuang dalam RPJM Tahun 2004--2009
dan Renstra Depdiknas Tahun 2004-2009). Pada penghujung tahun 2009,
diterbitkan Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar PAUD (formal dan
nonformal).
Periode 2010-sekarang, ditandai dengan kebijakan penggabungan pembinaan
PAUD formal dan PAUD nonformal di bawah Direktorat Jenderal Pendidikan
Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI) melalui Peraturan Presiden
No. 24 tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Kementrian
Negara Republik Indonesia sebagaimana diubah dengan Peraturan Presiden No. 67
Tahun 2010.
Pada perjalanan sejarah pembinaan PAUD di Indonesia, akhirnya terjadi
kristalisasi bentuk-bentuk satuan PAUD dengan berbagai karakteristiknya yang
meliputi TK (termasuk Taman Kanak-kanak Bustanul Athfal/TK-BA), RA, KB,
TPA, Satuan PAUD Sejenis, serta PAUD berbasis keluarga dan/atau lingkungan.
3. Sejarah Lahirnya PAUD
a. Abad 18 (Suyadi, dan Ulfah (2015:73))

Istilah "Kindegarten” atau taman kanak-kanak baru dipakai Froebel tahun 1837
pemikiran untuk mendirikan sekolah khusus bagi anak-anak telah ada jauh sebelum
itu. Beberapa tokoh penting seperti Martin Luther, Comenius, Pestalozzi, Darwin
dan Saguin memberi sumbangan yang tak ternilai untuk menyarankan agar anak
laki-laki sebaiknya di beri pendidikan formal. Hal ini didasarkan atas penyataan
bahwa anak laki-laki pada saat itu merupakan tulang punggung keluarga yang harus
mampu menghidupi keluarganya, mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-
anaknya. Untuk itu anak laki-laki sebaiknya bisa membaca, menulis, dan berhitung.
Ia juga menyarankan agar musik dan olahraga di masukkan dalam kurikulum (Frost
dan Kissinger 1976).

21
Tokoh lain adalah John Comenius (1592-1670) ia menginginkan agar semua
anak mendapat kesempatan belajar di sekolah. Idenya yang cemerlang dan masih
dipakai sampai sekarang adalah kurikulum yang terintegrasi (integrated
curriculum) dan kurikulum yang memberi kesempatan anak untuk belajar
pengalaman langsung. Kurikulum yang terintegrasi tidak memisahkan bidang studi
seperti matematika, sains, ilmu sosial, seni dan bahasa.

Charles Darwin (1959) menulis buku tentang The Origin of Species dimana ia
menyatakan bahwa setiap individu yang adaftif akan survive atau tetap hidup dan
melanjutkan keturunannya. Oleh karena itu agar anak bisa tetap hidup maka ia harus
berlatih beradaptasi dengan lingkungannya. Disamping itu, para pendidik perlu
menyadari adanya perbedaan antar individu yang berdampak pada perbedaan cara
belajarnya.

Jean Jacques Rousseau (1712-1778) ia menuangkan pikirannya tentang paud


dalam novelnya Emile. Ia menuangkan pendapat bahwa anak adalah miniatur
oarang dewasa dan menyarankan agar anak di didik sebagaimana kodratnya. Ia
berpendapat bahwa pendidikan sebaiknya di sesuaikan dengan usia anak.
Menurutnya anak usia lahir sampai lima tahun belajar terbanyak melalui aktivitas
fisiknya. Sementara anak usia lima tahun sampai dua belas tahun belajar melalui
pengalaman langsung dan melalui eksplorasi terhadap lingkungannya.

Johann Heinrick Pestalozzi (1747-1827) ia menyarankan agar belajar dari


benda- benda riil dan rekreasi serta bermain dimasukkan sebagai bagian dari
pendidikan TK. Pendidikan TK pada saat itu lebih bersifat keagamaan. Beberapa
TK yang tercatat seperti Ammon Schooldi Amerika Serikat dan OrbelinKnitting
Schools di Perancis masih menekankan pada pembelajaran membaca, terutama
membaca kitab suci seperti injil. Oleh karena itu taman kanak-kanak di amerika
dibawah pengawasan gereja dan tes pemahaman anak didasarkan atas tingkat
pemahaman anak terhadap ayat-ayat dalam injil (spondek, 1986).

b. Abad 19 ( Suyadi dan Ulfah (2015 : 85 ))

22
Salah satu tokoh pendiri taman kanak-kanak yang tenar pada abad ini adalah
Friedrich Wilheim Froebel (1782-1852). Froebel pernah belajar pada Pertalozzi. Ia
mendirikan kindergarten ( kinder = anak dan garten = taman) di Jerman pada tahun
1837). Yang menarik dari sekolah Froebel ini adalah adanya gift dan occupation.
Gift adalah adanya benda-benda riil untuk sarana belajar anak. Benda tersebut
memiliki bangun geometris yang beragam seperti kubus, prima, bola dan kerucut
sedangkan occupation adalah serentetan aktivitas yang urut. Contoh lain adalah
menata balok menjadi suatu bentuk bangunan. Froebel dilahirkan dari keluarga
yang religius meskipun tidak sependapat dengan ayahnya yang mengajarkan
agaman secara dogmatik, konsep pendidikan anak yang ia tawarkan masih diwarnai
oleh pemikiran yang religius. Ia berpendapat bahwa manusia merupakan
pengejawantahan ide dari tuhan. Oleh karena itu tujuan pendidikan bagi dirinya
adalah agar anak dapat memahami kesatuan antara dirinya dengan orang lain,
dengan alam semesta dan dengan Tuhannya. TK model Froebel ini terus memiliki
pengaruh yang besar dan berkembang sampai awal seribu sembilan ratusan. Oleh
karena itu, Froebel disebut sebagai Bapak Taman Kanak-Kanak.

Robert Owen (1771-1850) merupakan salah satu tokoh PAUD di Amerika


serikat. Ia termasuk orang yang pindah ke new world. Tahun 1816 ia mendirikan
sekolah The Institution for The Formation of Character di New Lanark, Scotlandia.
Sekolah owen inidalam beberapa segi memiliki kesamaan dengan sekolah Froebel
dan pemikiran Pestalozzi yaitu menekankan agar anak belajar dari benda-benda
konkrit. Owen lebih menekankan pada kegiatan empiris. Menurutnya ilmu
pengetahuan di peroleh dari hasil interaksi anak dengan objek ia juga percaya
bahwa sesuatu dikatakan benar bila sesuai dengan kenyataan yang ada. Oleh karena
itu, ia menyediakan berbagai binatang, tumbuhan serta kunjungan kekebun
binatang sebagai bagian dari kegiatan belajar mengajar di TK nya.

c. Abad 20 ( Suyadi dan Ulfah ( 2015 : 90 ))


Revolusi industri pada pertengahan abad 18 memiliki dampak yang sangat
besar terhadap perkembangan TK baik di eropa maupun di amerika. Dengan
ditemukannya mesin uap ini menyebabkan pemikiran masyarakan berubah. Aliran

23
empirisme menekankan pentingnya pengalaman dan fakta untuk memperoleh
pengetahuan. Aliran ini menggunakan observasi dan eksperimen sebagai dasar
memperoleh pengetahuan. Cara berfikir ini kemudian mewarnai kurikulum
pendidikan anak. Salah satu tokoh yang terkenal pada saat ini adalah Maria
Montessori ia dilahirkan di Chiaravalle, Ancona, Italia pada tahun 1870. Ia
membuka sekolah di Roma, Italia tahun 1907 yang di beri nama Casa Dei Bambini
(rumah anak). Casa Dei Bambini atau children house kemudian hari sangat di kenal
dengan nama Montessori School (brewer 1995). Pengalamannya mendidik anak di
tulis dalam sebuah buku yang berjudul Scientific Paedagogy as Applied to Child
Education in The Childrens House. Montessori menggambarkan kodrat anak
sebagai makhluk yang memiliki daya serap informasi tinggi yang dikenal dengan
teori The Absorbent of Mind (montessori 1984). Menurut teori ini, anak memiliki
daya serap yang tinggi terhadap informasi dari lingkungannya yang dapat di
alogikan sebagai daya serap kertas tisu terhadap air. Menurut pada tahap awal anak
terus menerus menyerap informasi dari lingkungannya secara sadar dan tidak sadar.
Di sekolah monetssori anak-anak dilatih untuk menguasai keterampilan yang
akan di capai seumur hidup (long-life skills). Keterampilan tersebut antara lain
meliputi mengancing baju, menali sepatu, memakai kaos kaki, menali sepatu dan
lain lain. Selain itu anak anak juga di latih membaca, menulis, dan aritmatik. Benda-
benda yang akan di gunakan untuk proses belajar mengajar diseleksi dengan sebaik-
baiknya. Di sekolah montessori, anak lebih banyak belajar secara individual atau
dalam kelompok kecil di banding belajar secara klasikal (chattin, 1992). Kelompok
ini biasanya anak dalam berbagai usia. Kurikulum disusun berdasarkan kemampuan
anak untuk memberi pengalaman belajar yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Jhon Dewey (1989-1952) Dewey memandang bahwa pendidikan merupakan
proses kehidupan itu sendiri dan bukan semata-mata mempersiapkan anak untuk di
masa yang akan datang. Pendidikan merupakan proses berkonstruksi pengalaman
yang tak pernah berakhir. Oleh karena itu, sekolah sebaiknya memanifestasikan
kehidupan itu sendiri, sebagaimana kehidupan yang di alami anak di dalam
keluarga dan masyarakat.

24
Menurut Dewey proses mendidik anak mencakup dua hal, psikologi dan
sosiologi. Pendidikan harus di mulai dari psikologi anak yang meliputi kapasitas,
minat dan prilaku anak. Salah satu yang demokratis yang mampu mengembangkan
potensi psikis dan sosiologi anak secara optimal. Setiap individu didalam kelas
merupakan bagian dari yang lain. Oleh karena itu, mempertimbangkan hak dan
kepentingan orang lain harus di perhatikan seimbang dengan hak dan kepentingan
dirinya sendiri.
Pada abad ini muncul pula tokoh pendidikan yang pemikirannya sangat
berpengaruh terhadap perkembangan TK. Erikson, B.F Skinner dan Jean Piaget,
Bloom mengembangkan tujuan pembelajaran yang meliputi aspek kognitif, afektif,
dan psikomotorik yang bertahap. Skinner seorang behaviorist yang menelorkan
behavioral adjective atau perilaku yang dapat diamati untuk mengukur peroleh hasil
belajar. Piaget mengembangakn teori perkembangan anak baik aspek intelektual
maupun aspek moral.
C. Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk mengembangkan seluruh potensi
anak (the whole child) agar kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh sesuai
suatu falsafah bangsa. Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah
mengembangkan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup
dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Secara khusus tujuan pendidikan anak usia dini adalah :
1. Agar anak percaya akan adanya Tuhan dan mampu beribadah serta
mencintai sesamanya.
2. Agar anak mampu mengelola ketrampilan tubuhnya termasuk gerakan
motorik kasar dan motoric halus, serta mampu menerima rangsangan
sensorik.
3. Anak mampu menggunakan Bahasa untuk pemahaman bahasa pasif dan
dapat berkomunikasi secara efektif sehingga dapat bermanfaat untuk
berpikir dan belajar.
4. Anak mampu berpikir logis, kritis, memberikan alasan, memecahkan
masalah dan menemukan hubungan sebab akibat.

25
5. Anak mampu mengenal lingkungan alam, lingkungan sosial, peranan
masyarakat dan menghargai keragaman sosial dan budaya serta mampu
mengembangkan konsep diri yang positif dan control diri.
6. Anak memiliki kepekaan terhadap irama, nada, berbagai bunyi, serta
menghargai kreatif.(Yuliani Nurani, 2011:42-43)
Anak dapat dipandang sebagai individu yang baru mengenal dunia. Ia belum
mengetahui tat krama, sopan santun, aturan, norma, etika dan berbagai hal tentang
dunia. Ia juga sedang belajar berkomunikasi dengan orang lain dan belajar
memahami orang lain. Anak perlu di bimbing agar mampu memahami berbagai hal
tentang dunia dan isinya. Ia juga perlu dibimbing agar memahami berbagai
fenomena alam dan dapat melakukan keterampilan-keterampilan yang dibutuhkan
untuk hidup dimasyarakat. Interaksi anak dengan benda dan engan orang lain
diperlukan untuk anak belajar agar anak mampu mengembangkan kepribadian,
watak dan akhlak yang mulia. Usia dini merupakan saat yang amat berharga untuk
menanamkan nilai nasionalisme, kebangsaan, agama, etika, moral, norma sosial
yang berguna untuk kehidupannya dan strategi bagi pengembangan suatu bangsa.

26
BAB III
KESIMPULAN
Anak berkembang mulai dari masa bayi, masa kanak-kanak, masa sekolah,
masa remaja, masa prapubertas, masa pubertas, sampai pada masa dewasa.
 Perkembangan anak menurut Myers:
a. bersifat multidimensional
b. bersifat integral
c. berlangsung secara berkesinambungan
d. muncul sebagai akibat dari interaksi
e. terpola.

Werner (1957) mengemukakan konsep perkembangan sebagai berikut.


Perkembangan sejalan dengan ortogenetis. Artinya, bahwa perkembangan
berlangsung dari keadaan global dan kurang berdiferensiasi menuju keadaan
diferensiasi. Artikulasi, dan integrasi meningkat secara bertahap. Proses
diferensiasi diartikan sebagai prinsip totalitas pada diri anak. Anak berkembang
menuju ke arah terbentuknya pribadi utuh yang ditentukan oleh dua faktor, yaitu
faktor bakat dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut mempunyai peranan yang
sama. Oleh karena itu, tidak boleh ada pengabaian terhadap salah satu faktor. Kalau
bakatnya baik, tetapi lingkungannya jelek maka bakat yang baik itu akan berkurang
kebaikannya. Begitu juga sebaliknya, jika bakatnya jelek lalu mendapat lingkungan
yang baik maka kejelekannya akan berkurang, tetapi kejelekan tersebut tidak dapat
hilang sama sekali.

Abad 18 (Suyadi, dan Ulfah (2015:73)) Istilah ``Kindegarten” atau taman


kanak-kanak baru dipakai Froebel tahun 1837 pemikiran untuk mendirikan sekolah
khusus bagi anak-anak telah ada jauh sebelum itu.Beberapa tokoh penting seperti
Martin Luther, Comenius, Pestalozzi, Darwin dan Saguin memberi sumbangan
yang tak ternilai untuk menyarankan agar anak laki-laki sebaiknya di beri
pendidikan formal.Hal ini didasarkan atas penyataan bahwa anak laki-laki pada saat
itu merupakan tulang punggung keluarga yang harus mampu menghidupi
keluarganya, mendidik, membimbing dan mengarahkan anak-anaknya.Idenya yang

27
cemerlang dan masih dipakai sampai sekarang adalah kurikulum yang terintegrasi
(integrated curriculum) dan kurikulum yang memberi kesempatan anak untuk
belajar pengalaman langsung.Oleh karena itu agar anak bisa tetap hidup maka ia
harus berlatih beradaptasi dengan lingkungannya.Sementara anak usia lima tahun
sampai dua belas tahun belajar melalui pengalaman langsung dan melalui
eksplorasi terhadap lingkungannya.Johann Heinrick Pestalozzi (1747-1827) ia
menyarankan agar belajar dari benda- benda riil dan rekreasi serta bermain
dimasukkan sebagai bagian dari pendidikan TK.Oleh karena itu taman kanak-kanak
di amerika dibawah pengawasan gereja dan tes pemahaman anak didasarkan atas
tingkat pemahaman anak terhadap ayat-ayat dalam injil (spondek, 1986).b. Abad
19 ( Suyadi dan Ulfah (2015 : 85 )) Salah satu tokoh pendiri taman kanak-kanak
yang tenar pada abad ini adalah Friedrich Wilheim Froebel (1782-1852).Yang
menarik dari sekolah Froebel ini adalah adanya gift dan occupation.Froebel
dilahirkan dari keluarga yang religius meskipun tidak sependapat dengan ayahnya
yang mengajarkan agaman secara dogmatik, konsep pendidikan anak yang ia
tawarkan masih diwarnai oleh pemikiran yang religius.Oleh karena itu tujuan
pendidikan bagi dirinya adalah agar anak dapat memahami kesatuan antara dirinya
dengan orang lain, dengan alam semesta dan dengan Tuhannya.Oleh karena itu,
Froebel disebut sebagai Bapak Taman Kanak-Kanak.Sekolah owen inidalam
beberapa segi memiliki kesamaan dengan sekolah Froebel dan pemikiran Pestalozzi
yaitu menekankan agar anak belajar dari benda-benda konkrit.Menurut pada tahap
awal anak terus menerus menyerap informasi dari lingkungannya secara sadar dan
tidak sadar.Jhon Dewey (1989-1952) Dewey memandang bahwa pendidikan
merupakan proses kehidupan itu sendiri dan bukan semata-mata mempersiapkan
anak untuk di masa yang akan datang.

28
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, T. (2000). Sekolah Para Juara. Diterjemahkan dari Multiple Intelligence


in the Class Room. Jakarta: Gramedia.

Bredekamp. (1987). Developmentally Appropriate Practice in Early Childhood


Programs Serving Children from Birth Through Age 8. USA: AAEYC.

Conny, Semiawan. (2007). Landasan Pembelajaran dalam Perkembangan Manusia,


Pusat Pengembangan Kemampuan Manusia (CHCD). Jakarta. Direktorat
PAUD. (2008). Menu Generik. Jakarta: Depdiknas.

Elizabeth, Hurlock B. (1978). Child Development. Sixt Edition. New York:


McGraw-Hill Inc.

Hainstock, Elisabeth G. (2002). Montessori untuk Anak Prasekolah, Diterjemahkan


dari Teaching Montessori In the Home oleh Hermes, Jakarta: Pustaka
Delapratasa.

Jensen, E. (2008). Brain Based Learning (Pembelajaran Berbasis Kemampuan


Otak). Terjemahan. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Kornhaber, A. (1987). Between Parents and Green Parents. New York: Berkley.

Munandar, Utami. (1995). Dasar-dasar Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat.


Jakarta.

Santoso, Soegeng. (2000). Problematika Pendidikan dan Cara Pemecahannya.


Jakarta: Kreasi Pena Gading. (2002). Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta:
Citra Pendidikan.

Santrock, J.W. & Yussen, S.R. (1992). Child Development. 5th Ed. Dubuqe. IA,
Wm, C. Brown.

Suyanto, Slamet. (2005). Pembelajaran untuk Anak TK. Jakarta: Depdiknas, Dikti.

Tirtaraharja, Umar dan La Sulo. (1994). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.


Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

29
Nasional. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun
2003 UNICEF. (2003). Dunia yang Layak Bagi Anak-anak.

Vasta, Ross, Haith, Marshall M., Miller, Scott A. (1999). Child Psychology (the
Modern Science) Third Edition. New York: John Wiley & Sons Inc.

Yusuf, Syamsu. (2002). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.


Bandung: Rosda Karya. http://www.unicef.org/specialsession/wffc/

30

Anda mungkin juga menyukai