Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN INKLUSIF SEBAGAI SOLUSI PENYETARAAN

PENDIDIKAN BAGI KAUM DIFABEL

Aldrian Syafril Lubis

1709621040

Tugas ini Disusun Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memenuhi


Tugas Mata Kuliah Wawasan Pendidikan dengan Dosen Pengampu Dr.
Corry Yohana, M,M.

PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN


FAKULTAS EKONOMI
2022

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT. karena rahmat dan berkat- Nya yang
telah diberikan untuk dapat menyelesaikan tugas Makalah yang berjudul “PENDIDIKAN
INKLUSIF SEBAGAI SOLUSI PENYETARAAN PENDIDIKAN BAGI KAUM
DIFABEL” ini dengan tidak telat atau tepat pada waktunya dengan lancar.

Terdapat pula tujuan dari pembuatan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari Dr. Corry Yohana,M,M. pada Mata Kuliah Wawasan Pendidikan. Selain itu, Makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Pentingnya Kesetaraan Pendidikan bagi
kaum difabel

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Corry Yohana,M,M., selaku Dosen
Pengampu dari mata kuliah Wawasan Pendidikan yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini. Saya menyadari, Makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 12 April 2022

Penulis

(Aldrian Syafril Lubis)

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................ii

BAB 1.............................................................................................................................3

PENDAHULUAN..........................................................................................................3

A. Latar Belakang.......................................................................................................3

B. Rumusan Masalah..................................................................................................3

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................3

BAB 2.............................................................................................................................4

PEMBAHASAN............................................................................................................4

A. Pengertian Pendidikan Inklusi...............................................................................4

B. Pentingnya Implementasi Pendidikan Inklusi........................................................5

C. Pelaksanaan Pendidikan Inklusi diIndonesia.........................................................7

BAB 3...........................................................................................................................11

PENUTUP....................................................................................................................11

A. Kesimpulan..........................................................................................................11

B. Saran....................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak dasar bagi setiap warga negara Indonesia yang berada
dalam usia wajib belajar, termasuk juga difabel (people with different ability). Negara
idealnya mampu menyediakan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan difabel.
Tidak hanya kebutuhan difabel yang harus diperhatikan tetapi juga bagaimana layanan
pendidikan tersebut mampu menjamin hak-hak dari difabel dan yang terpenting adalah
difabel mampu mengakses layanan pendidikan yang tersedia. Namun tidak jarang
difabel mengalami kesulitan mengakses layanan pendidikan yang disediakan oleh negara
dikarenakan kebutuhan mereka yang berbeda dengan non difabel. Akibatnya difabel
banyak mengalami penolakan ketika ingin bersekolah di sekolah yang mereka inginkan,
termasuk di sekolah reguler.

Pemahaman yang berkembang adalah sekolah yang pantas bagi difabel hanyalah di
sekolah luar biasa. Hal ini yang membuat difabel tak ]jarang di diskriminasi dalam dunia
pendidikan. Kebijakan pendidikan inklusif yang awalnya didesain agar anak difabel dan non
difabel mampu belajar bersama pun baik regulasi dan implementasinya masih jauh dari
sempurna. Kebijakan pendidikan inklusif seharusnya dapat digunakan sebagai dasar
kesetaraan pendidikan kenyataannya masih menerapkan syarat–syarat khusus agar difabel
mampu diterima di sekolah reguler tersebut. Saat difabel tidak mampu lolos kualifikasi yang
ditentukan maka dia tidak dapat diterima di sekolah inklusif tersebut dan dikembalikan ke
sekolah luar biasa. Jika hal ini terjadi maka negara gagal menjamin pemenuhan hak
pendidikan bagi difabel itu sendiri.

B. Rumusan Masalah
 Apa itu pengertian Pendidikan Inklusif ?
 Mengapa Implementasi Pendidikan Inklusi sangat Penting ?
 Bagaimana Pelaksanaan Pendidikan Inklusi diIndonesia ?

C. Tujuan Penulisan
 Menjelaskan Pengertian Pendidikan Inklusi.
 Menjabarkan seberapa pentingnya Pendidikan Inklusi.

3
 Menjelaskan bagaimana pelaksanaan Pendidikan Inklusi di Indonesia.

4
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusi


Pendidikan inklusi adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan anak-
anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya untuk belajar. Secara
umum pendidikan adalah usaha sadar dan teren cana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara ( UU
No 20 tahun 2003, Pasal 1 ayat 1). Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak
azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah semua anak
mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak mendiskriminasikan dengan
kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis
yang ingin dicapai dalam pendidikan ini meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh
orang tua dan oleh masyarakat

1. Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pengertian pendidikan


inklusi adalah sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi
fisik, intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup
anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal
dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis
minoritas, linguistik, atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok yang kurang
beruntung atau termajinalisasi.

2. Menurut (Lay Kekeh Marthan, 2007:145) Pengertian pendidikan inklusi adalah


sebuah pelayanan pendidik an bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan
pendidikan khusus di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong
luar biasa baik dalam arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar
lainnya.

3. Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pengertian pendidikan inklusi


adalah penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas.

5
Hal ini menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-
anak berkelainan, apapun jenis kelainanya.

4. Pendidikan inklusi menurut (Sapon-Shevin dalam O’Neil, 1994) adalah sistem


layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-
sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.

5. Sekolah inklusi  menurut (Stainback,1980) adalah sekolah yang menampung semua


murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak,
menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak
berhasil.

Dari beberapa pendapat, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pelayanan pendidikan untuk
peserta didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial
emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan pelayanan
pendidikan di sekolah regular (SD, SMP, SMU, maupun SMK).

B. Pentingnya Implementasi Pendidikan Inklusi


Pada Tahun 1994 bertempat di Salamanca (Spanyol), negara-negara yang tergabung
dalam UNESCO melakukan pembicaraan dan membuat sebuah kesepakatan yang diberi
nama “Menuju Pendidikan Inklusif” (toward Inclusive Education).Dimana, negara-negara di
seluruh dunia membahas pentingnya pendidikan inklusif karena melalui pendidikan inklusif
diharapkan dapat tercipta dunia yang lebih manusiawi, lebih adil, dan lebih beradab.
Sehingga dituntut suatu kesadaran betapa sulitnya melaksanakan pendidikan inklusif.

Kata sulit bukan berarti tidakbisa atau tidak mungkin untuk dilakukan tetapi dituntut
keharusanakan kesadaranmaupun kerja keras serta komitmen yang luar biasa tinggi dari
seluruh stageholder dalam melaksanakan pendidikan inklusif. Oleh karena itu, guna
menyongsong Hari Pendidikan Nasional Tahun 2018 ini, ada baiknya orientasi kita tujukan
pada betapa pentingnya pendidikan inklusif dalam menciptakan iklim pendidikan yang lebih
manusiawi, lebih adil dan lebih beradab.

(Indriyany, 2015) Pada dasarnya, tidak setiap anak yang dilahirkan di dunia ini
mengalami perkembangan normal, banyak diantara mereka yang dalam perkembangannya
mengalami hambatan, gangguan, kelambanan atau memiliki faktor resiko sehingga untuk

6
mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi khusus. Oleh karena
itulah, dibutuhkan pendidikan inklusif yang mampu menciptakan iklim pendidikan yang lebih
manusiawi, lebih adil dan lebih beradab bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus seperti itu.

Hambatan yang utama bagi anak berkebutuhan khusus dalam mengembangkan


potensi yang ada dalam dirinya serta meraih impian, termasuk di dalamnya mengakses
pendidikan setinggi mungkin bukan terletak pada kecacatannya, tetapi pada penerimaan
sosial di masyarakat. Hambatan sosial inilah yang paling sulit dihadapi oleh anak-anak yang
berkebutuhan khusus. Bahkan, hambatan dari dalam diri anak itupun umumnya juga
disebabkan pandangan sosial yang negatif terhadap dirinya. Padahal, selama tersedia alat dan
penanganan khusus, mereka akan dapat mengatasi hambatan kelainan itu. Oleh sebab itu,
penyelenggaraan pendidikan hendaknya memberikan jaminan (guarantee) bahwa setiap anak
akan mendapat pelayanan untuk mengembangkan segenap potensi yang ada dalam dirinya
secara individual. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, di mana sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin
pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi
manajemen pendidikan untukmenghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan
secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Di samping itu, Pasal 4 UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
menyatakan bahwa dalam menyelenggarakan pendidikan hendaknya mengandung prinsip
sebagai berikut:

1. Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak


diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, dan kemajemukan bangsa.

2. Pendidikan diselenggarakan sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan sistem


terbuka dan multi makna.

3. Pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan


peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.

4. Pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan


mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran.

7
5. Pendidikan diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis, dan
berhitung bagi segenap warga masyarakat.

6. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat


melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
pendidikan.

Pendidikan inklusif dalam beberapa tahun terakhir ini telah menjadi isu yang sangat
menarik dalam Sisdiknas karena pendidikan inklusif memberikan perhatian pada pengaturan
para siswa yang memiliki kelainan untuk bisa mendapatkan pendidikan pada sekolah-sekolah
umum/reguler sekolah luar biasa (segregasi). Hal ini sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945
bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama memperoleh pendidikan. Ini
menunjukkan bahwa anak yang berkebutuhan khusus pun berhak untuk memperoleh
kesempatan yang sama dengan anak-anak lainnya di bumi Indonesia ini dalam mengakses
Pendidikan.

C. Pelaksanaan Pendidikan Inklusi diIndonesia


Pendidikan inklusi adalah suatu kebijakan pemerintah dalam mengupayakan
pendidikan yang bisa dinikmati oleh setiap warga Negara agar memperoleh pemerataan
pendidikan tanpa memandang anak berkebutuhan khusus maupun anak-anak pada umumnya
agar bisa bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk masa
depan kehidupannya.

Strategi, metode, atau cara mengimplementasikan pendidikan inklusif di masing-


masing negara sangat bervariasi (UNESCO, 200; Stubbs, 2002). Keberagaman implementasi
ini disebabkan karena tiap-tiap negara memiliki budaya dan tradisi yang berbeda. Di samping
itu, perbedaan implementasi ini juga terjadi di tingkat provinsi, kota, bahkan sekolah.

Upaya memperkenalkan dan mengimplementasikan pendidikan inklusi di Indonesia


telah dimulai sejak tahun 1980-an. Kesuksesan pelaksanaan pendidikan inklusi dipengaruhi
oleh banyak faktor di antaranya faktor budaya, politik, sumber daya manusia (Kwon, 2005).
Keterlaksanaan pendidikan inklusi dapat dievaluasi dengan suatu indeks yang disebut index
for inclusion (Ainscow, 2000). Indeks inklusi ini dibangun dari tiga dimensi, yaitu (1)dimensi
Budaya (creating inclusive cultures), (2) dimensi Kebijakan (producing inclusive policies),
dan (3) dimensi Praktik (evolving inclusive practices). Setiap dimensi dibagi dalam dua seksi,

8
yaitu: Dimensi budaya terdiri atas seksi membangun komunitas (building community) dan
seksi membangun nilai-nilai inklusi (establishing inclusive values). Dimensi kebijakan terdiri
atas seksi pengembangan tempat untuk semua (developing setting for all) dan seksi
melaksanakan dukungan untuk keberagaman (organizing support for diversity). Sedangkan
dimensi praktik terdiri atas seksi belajar dan bermain bersama (orchestrating play and
learning) dan seksi mobilisasi sumber-sumber (mobilizing resources).

Pasal 11 ayat 1 dan 2 tentang hak dan kewajiban pemerintah dan pemerintah daerah
sebagai berikut:

“Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa
diskriminasi”

“Pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana guna
terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia 7-15 tahun”.

Undang-Undang di atas menunjukkan bahwa semua anak usia sekolah harus


memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu, serta pendidikan untuk semua (education
for all). Kemajuan suatu bangsa dapat dilihat dari bagaimana proses pendidikan yang ada di
dalamnya kemudian tertuang dalam kebijakan-kebijakan pemerintah yang diambil dalam
penyelenggaraan pendidikan. Salah satunya adalah anak berkebutuhan khusus yang harus
mendapat perlakuan sama dalam memperoleh pendidikan yang layak dan bermutu.

Dalam perkembangannya pendidikan anak berkebutuhan khusus telah banyak


mengalami perubahan yaitu pada awalnya pendidikan anak berkebutuhan khusus bersifat
segregasi atau terpisah dari masyarakat pada umumnya. Dalam pelaksanaan pendidikannya
seperti sekolah SLB yang di dalamnya terdapat spesialisasi-spesialisasi terhadap anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan hambatanya seperti: SLB-A untuk sekolah anak tuna
netra, SLB-B untuk sekolah anak tunarungu, SLB-C untuk sekolah anak tunagrahita, SLB-D
untuk sekolah anak tunadaksa. Selanjutnya menuju pada pendidikan integratif, atau dikenal
dengan pendekatan terpadu yang mengintegrasikan anak luar biasa masuk ke sekolah reguler,
namun masih terbatas pada anak-anak yang mampu mengikuti kurikulum di sekolah tersebut
dan kemudian inklusi yaitu konsep pendidikan yang tidak membedakan keragaman
karakteristik individu.

9
Selama ini anak berkebutuhan khusus disediakan fasilitas pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan derajat dan jenis kebutuhannya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa
(SLB). Secara tidak disadari sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme
bagi anak – anak yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak
disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak berkebutuhan khusus dengan
anak – anak pada umumnya. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat kelompok
berkebutuhan khusus menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di masyarakat.
Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok berkebutuhan khusus.
Sementara kelompok berkebutuhan khusus sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi
bagian yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya.

Meski sampai saat ini sekolah inklusi masih terus melakukan perbaikan dalam
berbagai aspek, namun dilihat dari sisi idealnya sekolah inklusi merupakan sekolah yang
ideal baik bagi anak dengan dan tanpa berkebutuhan khusus. Lingkungan yang tercipta sangat
mendukung terhadap anak dengan berkebutuhan khusus, mereka dapat belajar dari interaksi
spontan teman-teman sebayanya terutama dari aspek sosial dan emosional. Sedangkan bagi
anak yang tidak berkebutuhan khusus memberi peluang kepada mereka untuk belajar
berempati, bersikap membantu dan memiliki kepedulian. Disamping itu bukti lain yang ada
mereka yang tanpa berkebutuhan khusus memiliki prestasi yang baik tanpa merasa terganggu
sedikitpun.

(Darma & Rusyidi, 2015) Penyelenggaraan sekolah inklusi bagi anak berkebutuhan
khusus seharusnya menciptakan lingkungan yang ramah terhadap pembelajaran, yang
memungkinkan semua siswa dapat belajar dengan nyaman dan menyenangkan.
Penyelenggaraan sekolah inklusi memang tidak sesederhana menyelenggarakan sekolah
umum. Kenyataan dilapangan dalah hal karakteristik anak berkebutuhan khusus yang
diterima belum sesuai dengan kebijakan, seperti dalam hal penerimaan jenis kekhususan,
tingkat kecerdasan yang masih dibawah rata, belum ada penentuan batas jumlah siswa yang
diterima, serta belum memiliki sarana prasaranan khusus. Dukungan dari orangtua anak
berkebutuhan khusus, orangtua siswa regular, maupun masyarakat baru berupa dukungan
moral. Padahal seharusnya dukungan yang dibutuhkan berupa dukungan material maupun
keterlibatan langsung dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi. Dukungan pemerintah baik
pusat maupun daerah belum merata di semua daerah dan masih sangat terbatas, baik dalam
bantuan teknis (keterlibatan dalam pelaksanaan : monitoring, pembimbingan maupun

10
evaluasi pelaksanaan pendidikan inklusi) maupun bantuan non-teknis (dana maupun
peralatan).

Adapun model sekolah inklusi yang dapat dilakukan di Indonesia adalah sebagai
berikut (Ashman, 1994 dalam Emawati, 2008) :

1. Kelas Reguler (Inklusi Penuh) Anak berkebutuhan khusus belajar bersama


anak normal sepanjang hari di kelas regular dengan menggunakan kurikulum
yang sama.
2. Kelas regular dengan Cluster Anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
normal di kelas regular dalam kelompok khusus.
3. Kelas Reguler dengan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar bersama
anak normal di kelas regular namun dalam waktuwaktu tertentu ditarik dari
kelas regular ke ruang lain untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out Anak berkebutuhan khusus belajar
bersama anak norma di kelas regular dalam kelompok khusus, dan dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke kelas lain untuk belajar
dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian Anak berkebutuhan khusus
belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular, namun dalam bidang-
bidang tertentu dapat belajar bersama anak normal di kelas regular.
6. Kelas Khusus Penuh Anak berkebutuhan khusus belajar di dalam kelas khusus
pada sekolah regular.

11
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyelenggaraan pendidikan inklusi merupakan bentuk upaya pemerintah yang
diharapkan mampu mencetak generasi penerus yang dapat memahami dan menerima segala
bentuk perbedaan dan tidak menciptakan diskriminasi dalam kehidupan masyarakat ke
depannya. Di beberapa kota di Indonesiapun sudah muncul sekolah inklusi yang
pelaksanaannya atas kerjasama sekolah dan pemerintah kota. Akan tetapi pada kenyataannya
masih sulit mewujudkan sekolah inklusi yang dapat memenuhi kebutuhan anak berkebutuhan
khusus tersebut. Salah satu bentuk kesulitan tersebut adalah masih adanya masyarakat yang
belum menerima adanya siswa berkebutuhan khusus di sekolah reguler, selain itu juga
ketidakharmonisan antar berbagai pihak dalam pelaksanaan sekolah inklusi, seperti
diperlukannya guru yang berkualitas dan pihak sekolah yang baiknya mendukung penuh
pelaksanaan sekolah inklusi.

B. Saran
Seharusnya setiap pihak hendak bekerja sama dalam mewujudkan pendidikan inklusi
di Indonesia dalam usaha bersama mewujudkan gagasan pendidikan tanpa diskriminasi.
Pendidikan inklusi masih perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pelaksanaannya agar
supaya di masa mendatang anak berkebutuhan khususbetul-betul mendapatkan pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kondisinya dan dapat menghormati realitas keberagaman
dalam kehidupan di masyarakat secara maksimal.

12
DAFTAR PUSTAKA

Darma, I. P., & Rusyidi, B. (2015). Pelaksanaan Sekolah Inklusi Di Indonesia. Prosiding Penelitian Dan
Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(2), 223–227. https://doi.org/10.24198/jppm.v2i2.13530

Indriyany, I. A. (2015). Pelayanan Publik dan Pemenuhan Hak Difabe: Studi tentang Layanan
Pendidikan Inklusif Melalui Kasus Pemindahan Difabel dari Sekolah Reguler ke Sekolah Luar
Biasa di Yogyakarta. Inklusi, 2(1), 1. https://doi.org/10.14421/ijds.020109

13

Anda mungkin juga menyukai