Anda di halaman 1dari 15

Kegiatan pembelajaran

( Penempatan peserta didik, penilaian dan sertifikasi )

Di ajukan untuk memenuhi tugas pendidikan inklusif

Di

Oleh :

Kelompok 5

Anisa Irmayani

Nur Hazizah

Anisa alwani Harahap

Dosen pembimbing : Abdul Hamin M.pd

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

STIT AL HIKMAH TEBING TINGGI

TA. 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Kegiatan Pembelajaran (Penempatan Peserta Didik, Penilaian dan Sertifikasi)” ini dengan baik.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kami Nabi Besar
Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, dan tak lupa kepada kita semua selaku
umatnya.Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua sebagai wujud
penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif
dalam melakukan penelaahan dan perbaikan di kemudian hari.

Tebing tinggi 29 Maret 2023


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2

C. Tujuan .................................................................................................................................... 2

D. Sistematika Penulisan ............................................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusif ............................................................................................... 4

B. Penempatan Peserta Didik di Sekolah Inklusif ...................................................................... 4

C. System Penilaian Peserta Didik di Sekolah Inklusif ............................................................ 11

D. Sertifikasi Peserta Didik di Sekolah Inklusif ........................................................................ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................................................... 16

B. Saran ..................................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga negara
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini menunjukkan bahwa
anak yang berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (anak
normal) dalam pendidikan. Jadi dalam hal ini tidak ada pengecualian bagi warga negara untuk
mendapatkan pendidikan yang layak serta merata diseluruh tanah air.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar di
sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin). Hal ini
merupakan gagasan mulia dimana ABK yang tidak terjamah atau jauh dari layanan pendidikan
dapat mengenyam pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya. Namun dalam
pelaksanaannya di Indonesia masih terdapat beberapa kekurangan sehingga menghambat dalam
proses penyelenggaraan pendidikan inklusif. Salah satunya adalah masih kurangnya guru
pembimbing khusus untuk melayani kebutuhan anak yang memiliki kebutuhan khusus. Untuk
menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, maka
diperlukan komponen-komponen pendukung agar pendidikan inklusif berjalan dengan baik.

Dalam hal ini tentunya sekolah yang mengadakan adanya pendidikan inklusif pasti
mempunyai beberapa perbedaan dengan sekolah yang hanya menerima peserta didik yang normal,
dimulai dari cara mengajar, sarana prasarana, kurikulum, cara penempatan siswa hingga guru yang
tentunya mempunyai keahlian dan memang spesialisasi dalam mengajar siswa yang berkebutuhan
khusus. Di Sekolah inklusif para siswa memilik kemampuan yang heterogen, karena para siswanya
di samping anak-anak normal juga terdapat anak-anak berkelainan yang memiliki beragam
kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis.

Mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen berheda dengan mengajar anak-
anak yang memiliki kemampuan homogen. Para guru SD, pada umumnya merasa kurang mampu
mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen di kelas inklusif karena ketika mereka
sekolah/kuliah di lembaga pendidikan guru baik SPG, PGSD, maupun LPTK lainnya tidak
dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mampu untuk mengajar di kelas
inklusif. Oleh karena itu, disini akan dibahas beberapa cara untuk mendidik siswa yang
mempunyai kebutuhan khusus.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apakah pengertian dari pendidikan inklusif?

2. Bagaimanakah penempatan peserta didik di sekolah inklusif?

3. Bagaimanakah system penilaian untuk peserta didik di sekolah inklusif?

4. Bagaimanakah sertifikasi peserta didik di sekolah inklusif?

C. TUJUAN

1. Mengetahui apakah pengertian dari pendidikan inklusif.

2. Mengetahui bagaimanakah penempatan peserta didik di sekolah inklusif.

3. Mengetahui bagaimanakah system penilaian untuk peserta didik di sekolah inklusif.

4. Mengetahui bagaimana sertifikasi peserta didik di sekolah inklusif.


Bab II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem


pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik,
gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah
pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal)
untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

Pendidikan inklusif juga dapat dipandang sebagai bentuk kepedulian dalam merespon
spekturm kebutuhan belajar peserta didik yang lebih luas, dengan maksud agar baik guru maupun
siswa, keduanya memungkinkan merasa nyaman dalam keberagaman dan melihat keragaman
sebagai tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar, keberagaman bukan sebagai masalah.
Pendidikan inklusif juga akan terus berubah secara pelan-pelan sebagai refleksi dari apa yang
terjadi dalam prakteknya, dalam kenyataan, dan bahkan harus terus berubah jika pendidikan
inklusif ingin tetap memiliki respon yang bernilai nyata dalam mengahapi tantangan pendidikan
dan hak azasi manusia. Meskipun definsi tentang pendidikan inklusif itu bersifat progresif dan
terus berubah, namun tetap diperlukan kejelasan konsep yang terkandung didalamnya, karena
banyak orang menganggap bahwa pendidikan inklusif sebagai versi lain dari pendidikan khusus
atau PLB (special esucation).

B. Penempatan Peserta Didik di Sekolah Inklusif

Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan
pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian. karena di dalam kelas
inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang mengalami
kelainan/penyimpangan (baik phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau sensoris neurologis)
dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar- mengajar guru yang mengajar di
kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip umum juga harus mengimplementasikan
prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan anak.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model
penempatan anak luar biasa yang dipilih. Penempatan anak luar biasa di sekolah inklusif dapat
dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:

1. Kelas reguler (inklusi penuh)

Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) sepanjang hari di kelas regular dengan
menggunakan kurikulum yang sama.

2. Kelas reguler dengan cluster

Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompok khusus.

3. Kelas reguler dengan ull out

Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular namaun dalam waktu-
waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber belajar untuk belajar dengan guru
pembimbing khusus.

4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out

Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular dalam kelompo khusus
dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas regular ke ruang sumber untuk belajar bersama
dengan guru pembimbing khusus.

5. Kelas khusus dengan berhagai pengintegrasian

Anak berkelainan belajar di kelas khusus pada sekolah regular, namu dalam bidang-bidang
tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas regular.

6. Kelas khusus penuh.

Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah regular.

Kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif akan berbeda baik dalam srategi, kegiatan media,
dan metoda. Beberapa kegiatan belajar mungkin dilakukan berdasarkan literatur-literatur tertentu,
sementara yang lainyna belajar yang sama akan lebih efektif apabila melalui observasi dan
eksperimen. Beberapa anak memerlukan alat bantu tulis untuk mengingat sesuatu, mungkin yang
lainnya cukup dengan hanya mendengarkan. Beberapa sisa mungkin memerlukan kertas dari
pensil untuk mengingat suatu hubungan tertentu. sementara beberapa sisa lainnya cukup
mengingat dengan hanya melihat saja. Beberapa sisa mungkin lebih senang belajar secara
individual, sedangkan yang lainnya lebih senang secara berkelompok, Hilda Taba mengemukakan,
bahwa berbedanya kebutuhan individu berbeda pula di dalam teknik belajar dalam upaya
mengemhangkan dirinya. Dewasa ini isitilah strategi belajar banyak dipergunakan di dalam teori
kognitif dan penelitian. Hal itu berhuhungan dengan strategi individu dalam hal pemusatan
perhatian, pemecahan rnasalah. mengingat dan mengawasi proses belajar dan pemecahan masalah.

Hambatan belajar dapat berasal dan kesulitan menentukan strategi belajar dan metoda
belajar lainnya sebagai akibat dan faktor-faktor biologis, psikologis, lingkungan, atau gabungan
dan beberapa faktor tersebut. Sebagai contoh gangguan sensori seperti hilangnya penglihatan atau
pendengaran, merupakan hambatan dalam memperoleh masukkan informasi dan luar berfungsi
minimal otak mungkin akan berakibat yang cukup serius terhadap konsentrasi.

Pelaksanaan kegiatan belajar menjadi model kelas tertentu mungkin berbeda dengan
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar pada model kelas yang lain. Pada model Kelas Reguler
(Inklusi Penuh), bahan belajar antara anak luar biasa dengan anak normal mungkin tidak berbeda
secara signifikan namun pada model Kelas Reguler dengan Cluster, bahan belajar antara anak luar
biasa dengan anak normal biasanya tidak sama, bahkan antara sesama anak luar biasa pun dapat
berbeda. Oleh karena itu, setelah ditetapkan model penempatan anak luar biasa, yang perlu
dilakukan berikutnya dalam pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar pada kelas inklusif antara lain
seperti di bawah ini.

A. Merencanakan Kegiatan Belajar Mengajar

1. Merencanakan Pengelolaan Kelas

Menentukan ruang kelas sesuai dengan tujuan pembelajaran

Menentukan cara pengorganisasian siswa agar setiap siswa dapat terlihat secara aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, misalnya:

–Individual

–Berpasangan

–Kelompok kecil

– Kalsikal

2. Merencanakan Pengorganisasian Bahan

Menetapkan bahan utama (pokok) yang akan diajarkan, menentukan bahan pengadaan
untuk siswa yang pandai, menentukan hahan remidi untuk siswa yang dapat dikatakan kurang
pandai.

3. Merencanakan Pengelolaan Kegitaan Belajar Mengajar

Merumuskan tujuan pembelajaran, menentukan metode mengajar, menentukan


urutan/langkah-langkah mengajar, misalnya:
• Pembukaan/apersepsi

• Kegiatan ini

• Penutup/evaluasi

4. Merencanakan Penggunaan Sumber Belajar

Menentukan sumber bahan pelajaran (misalnya Buku Paket, Buku Pelengkap, dan
sebagainya), menentukan sumber belajar (misalnya globe, foto, benda asli, benda tiruan,
lingkungan alam, dan sebagainya)

5. Merencanakan Penilaian

Menentukan bentuk penilaian (misalnya tes lisan, tes tertulis, tes perbuatan), membuat alat
penilaian (menuliskan soal-soalnya), menentukan tindak lanjut.

B. Melasanakan Kegiatan Belajar Mengajar

1. Berkomunikasi dengan Siswa

Melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan mengajar, menjelaskan isi/materi pelajaran,


mengklarifikasi penjelasan apabila siswa salah mengerti atau belum paham, menanggapi respon
atau pertanyaan siswa, menutup pe1ajaran (misalnya merangkum, meringkas, menyimpulkan, dan
sebagainya)

2. Mengimplementasaikan Metode, Sumber Belajar, dan Bahan Latihan yang sesuai dengan tujuan
Pembelajaran.

Menggunakan metode mengajar yang bervariasi (misalnya ceramah, tanya jawab, diskusi,
pemberian tugas, dan sebagainya). Menggunakan berbagai sumber belajar (misalnya globe, foto,
benda asli, benda tiruan, lingkungan alam, dan sebagainya). Memberikan tugas/lauhan dengan
memperhatikan perhedaan individual. Menggunakan ekspresi lisan dan/atau penjelasan tertulis
yang dapat mempermudah siswa untuk memahami materi yang diajarkan.

3. Mendorong Siswa untuk Terlibat Secara Aktif

a. Memberi kesempatan kepada siswa untuk terlihat secara aktif (misalnya dengan mengajukan
pertanyaan, memberi tugas tertentu, mengadakan percohaan berdiskusi secara berpasangan atau
dalam kelompok kecil, belajar berkooperatif).

b. Memberi penguatan kepada siswa agar terus terhihat secara aktif.

c. Memberikan pengayaan (tugas-tugas tambahan) kepada siswa yang pandai.


d. Memberikan latihan-latihan khusus (remidi) bagi siswa yang dianggap memerlukan.

4. Mendemostrasikan Penguasaan Materi Pelajaran dan Relevansinya dalam Kehidupan.

Mendemostrasikan Penguasaan materi pelajaran secara meyakinkan (tidak ragu-ragu),


menjelaskan relevansinya materi pe1ajaran yang sedang dipelajari dengan kehidupan sehari-hari.

5. Mengelola Waktu, Ruang, Bahan, dan Perlengkapan Pengajaran

Menggunakan waktu pengajaran secara efektif sesuai dengan yang direncanakan., mengelola
ruang kelas sesuai dengan karakteristik siswa dan tujuan pembelajaran, menggunakan bahan
pengajaran (misalnya bahan praktikum) secara etisien, menggunakan pertengkapan pengajaran
(misalnya peralatan percohaan) secara efektif dan efisien.

6. Melakukan Evaluasi

Melakukan penilaian selama kegiataan belajar-mengajar berlangsung (baik secara lisan,


tertulis, maupun pengamatan), mengadakan tindak lanjut hasil penilaan.

C. Pembina Hubungan Antarpribadi

1. Bersikap Terbuka Toleran, dan Simpati terhadap Siswa

Menunjukkan sikap terbuka (misalnya mendengarkan, menerima, dan sebagainya terhadap


pendapat siswa, menunjukkan sikap toleran (mau mengerti) terhadap siswa, menunjukkan sikap
simpati (misalnya menunjukkan hasrat untuk memherikan bantuan) terhadap
permasalahan/kesulitan yang dihadapi siswa

Menunukkan sikap sahar (tidak niudah marah dan kasib sayang terhadp siswa.

2. Menampilkan Kegairahan dan Kesungguhan

Menunjukkan kegairahan dalam mengajar, merangsang minat siswa untuk belajar,


memberikan kesan kepada siswa bahwa ia menguasai bahan yang diajarkan.

3. Mengelola lnteraksi Antarpribadi

Memberikan ganjaran (reward) terhadap siswa yang herhasil, memberikan bimbingan khusus
terhadap siswa yang belum berhasil, memberikan dorongan agar terjadi interaksi antar siswa,
memberikan dorongan agar terjadi interaksi anatara siswa dengan guru.

C. Sistem Penilaian di Sekolah Inklusif

Pendidikan inklusif merupakan sebuah proses dalam upaya merespon kebutuhan semua
peserta didik yang beragam. Berbagai upaya dapat dillakukan melalui perubahan dan
modifikasi dalam isi, pendekatan-pendekatan, struktur dan strategi yang dapat mengakomodasi
kebutuhan semua peserta didik sesuai dengan kelompok usianya. Pendidikan inklusif berawal
dari pendidikan untuk semua tidak diskriminatif terhadap siapapun termasuk di dalamnya
anak-anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang memiliki
kebutuhan khusus bersifat temporer (sementara) maupun permanen sehingga membutuhkan
penyesuaian layanan pendidikan khusus. Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak
sekolah melakukan penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun
sistem pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik termasuk
penilaian hasil belajar serta penentuan kenaikan kelas. Implementasi pendidikan setting
inklusi tidak semata-mata memasukkan anak berkebutuhan khusus ke sekolah reguler, tetapi
mencakup bagaimana mengkondisikan proses pembelajaran di kelas, sehingga semua peserta
didik dapat belajar dengan aman, nyaman, dan menyenangkan.

Keberagaman karakteristik peserta didik pada sekolah inklusif tentu membuka peluang
adanya sistem penilaian hasil belajar yang sangat variatif dalam menentukan kenaikan kelas.
Sistem penilaian hasil belajar bagi anak berkebutuhan khusus selama ini disamakan dengan
peserta didik yang lainnya. Ketidakpahaman guru terhadap sistem penilaian hasil belajar dan
penentuan kenaikan kelas bagi anak berkebutuhan khusus menyebabkan guru memperlakukan
penilaian yang sama dengan peserta didik lainnya. Sistem penilaian yang biasa digunakan
dalam menentukan kenaikan kelas peserta didik di sekolah inklusif didasarkan pada ketercapaian
kecakapan mental.

Sebagian besar anak berkebutuhan khusus tidak dapat naik kelas dikarenakan belum
memenuhi standar ketuntasan belajar dan kenaikan kelas yang sudah ditentukan. Dalam
setting pendidikan inklusif penilaian hasil belajar secara sistematis dan berkelanjutan
bertujuan untuk menilai hasil belajar siswa di sekolah, mempertanggung jawabkan
penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat, dan mengetahui mutu pendidikan pada
sekolah. Penilaian yang berkelanjutan berarti melakukan pengamatan secara terus menerus
tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh peserta didik.

Dalam setting pendidikan inklusif sistem penilaian sekolah diharapkan dengan penilaian
yang fleksibel. Sistem penilaian disesuaikan dengan kemampuan semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus. Penilaian fleksibel yang dapat diterapkan melalui dua model yaitu tes
yang datanya bersifat kuantitatif maupun kualitatif (portofolio). Dalam upaya pelaksanaan
pembelajaran yang ramah bagi semua anak penilaian dapat dilaksanakan dengan
memperhatikan kondisi dan perbedaan-perbedaan individual.

D. Sertifikasi Peserta Didik di Sekolah Inklusif

1. Arti Sertifikasi Secara Umum

Sertifikasi profesional, kadang hanya disebut dengan sertifikasi atau kualifikasi saja, adalah
suatu penetapan yang diberikan oleh suatu organisasi profesional terhadap seseorang untuk
menunjukkan bahwa orang tersebut mampu untuk melakukan suatu pekerjaan atau tugas spesifik.
Sertifikasi biasanya harus diperbaharui secara berkala, atau dapat pula hanya berlaku untuk suatu
periode tertentu. Sebagai bagian dari pembaharuan sertifikasi, umumnya diterapkan bahwa
seorang individu harus menunjukkan bukti pelaksanaanpendidikan berkelanjutan atau
memperoleh nilai CEU (continuing education unit).

2. Definisi dan Tujuan Sertifikasi Guru

Sertifikasi guru adalah salah satu program yang sudah dilaksanakan oleh pemerintah hampir
selama 7 tahun. Sertifikasi menjadi salah satu hal yang diidam-idamkan oleh guru. Semua guru
pasti menginginkan yang namanya sertifikasi. Termasuk juga penulis. Bagi guru yang sudah
bersertifikat pendidik atau sertifikasi nanti akan mendapatkan yang namanya tunjangan profesi
guru atau tunjangan sertifikasi. Besarnya sama dengan gaji pokok. Hal itulah yang menjadikan
sertifikasi begitu diidam-idamkan oleh banyak guru.

Tapi sebenarnya apa sih tujuan dari program sertifikasi yang sudah dilaksanakan oleh
pemerintah? Apa benar tujuan dari program sertifikasi adalah untuk meningkatkan kualitas dan
kompetensi guru? Jawabanya adalah BUKAN. Kalau mau jujur, sebenarnya pemerintah
mengadakan program sertifikasi guru tujuanya bukan itu. Sampai saat ini yang namanya sertifikasi
guru memang belum terbukti ampuh dalam meningkatkan kualitas dan kompetensi guru.
Sertifikasi sebenarnya ditujukan untuk membuat guru lebih semangat lagi dalam menjalankan
tugasnya. Kalau guru sudah semangat dalam menjalankan tugasnya Insya Allah nanti hasil
kerjanya juga baik.

Selain membuat guru lebih semangat, tunjangan sertifikasi juga sudah pasti akan membuat
kehidupan guru menjadi lebih sejahtera. Guru kan juga perlu makan. Dengan adanya tunjangan
sertifikasi ini sangat membantu kondisi ekonomi guru menjadi lebih baik lagi. Yang guru harapkan
dari program sertifikasi guru ya cuma itu. Mereka ingin hidup lebih sejahtera. Tidak perlu munafik.
Itu semua halal kok. Asal kerjanya bener. Dan pemerintah juga pasti bayar. Jadi sertifikasi itu
belum tentu akan meningkatkan kualitas dan kompetensi guru, tapi sudah pasti ia akan
meningkatkan semangat guru. Dan harapan kita semua, jika guru semangat dalam menjalankan
tugasnya maka hasil kerjanya juga baik

Melihat perkembangan jumlah sekolah inklusif yang semakin meningkat, Dinas Pendidikan
(Disdik) Kota Depok bekerjasama dengan PT. Matahari Edukasi Indonesia mengadakan pelatihan
guru inklusif, Rabu (30/10) di SMA Negeri 1, Depok.

Khusus di wilayah Depok sendiri, terdata 80 sekolah inklusif pada semua jenjang, baik itu
TK, SD, SMP, SMA dan SMK. Dengan melihat perkembangan itulah, Disdik merasa perlu untuk
mengadakan pelatihan ini, demi menunjang pelayanan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Selain itu, sebagian besar sekolah yang ada di Depok pun belum memiliki guru yang
mempunyai latar belakang pendidikan luar biasa.

Diikuti oleh 80 guru dari berbagai sekolah, pelatihan ini diisi oleh materi mengenai “Menjadi
Manusia Berkarakter Holistik” yang dipimpin oleh Maghfiroh Yenny. Materi tersebut dimulai
dengan penjelasan tentang bagaimana membentuk diri kita menjadi pribadi yang bersikap dan
berprilaku menyeluruh, sempurna dan utuh dalam kehidupan keluarga dan bermasyarakat, dimulai
dari mengenali siapa diri kita sebenarnya.

“Dengan mengetahui siapa diri kita yang sebenarnya dan fungsi atau peranan kita, maka kita akan
mengetahui siapa orang lain dan bagaimana memperlakukannya,” jelas Maghfiroh.

Materi selanjutnya dijelaskan mengenai hubungan antara karakter holistik dan pendidikan.
Pada materi ini guru diminta untuk memahami bahwa setiap anak adalah cerdas, kepribadian tiap
anak unik, tipe belajar setiap anak sifatnya personal, setiap anak memiliki empat bagian otak, ada
yang dominan dan ada yang equal, lalu sesuaikan cara memperlakukan anak dengan tahap
perkembangan anak.

“Diharapkan, dengan materi yang saya berikan ini, para guru dapat lebih mengerti dan memahami
karakter anak didiknya, terlebih Anak Berkebutuhan Khusus,” tandasnya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sekolah inklusi pada dasarnya merangkul semua siswa dengan berbagai latar belakang dan
kondisi dalam satu sistem sekolah dan mencoba untuk menemukan dan mengembangkan potensi
siswa yang majemuk tersebut. Pengembangan potensi siswa ini tidak hanya diterapkan kepada
siswa ABK saja tetapi juga siswa yang lain yang bukan ABK. Karena pada dasarnya setiap siswa
memiliki potensi, namun terkadang pihak sekolah kurang jeli melihat potensi tiap-tiap siswa dan
tidak ada progam tertentu untuk dapat mengembangkan potensi setiap siswa. Inilah potret
pendidikan kita saat ini yang masih melihat peserta didik dengan satu kaca mata yaitu memandang
bahwa semua anak adalah sama. Padahal, setiap anak terlahir dengan fitrahnya masing-masing.
Artinya, setiap anak harus diberi ruang dan hak untuk berkembang sesuai dengan kapasitas dan
bakat yang dibawanya.

B. Saran

1. Perlunya mengadaan sosialisai pendidikan inklusif secara meluas dari kalangan akademik
hingga masyarakat luas. Sehingga mereka memahami secara jelas tentang pendidikan inklusif. Hal
ini dapat ditempuh dengan cara seminar atau workshop.

2. Perlunya peran masyarakat luas untuk dapat merealisasikan pendidikan inklusif yang ideal.
3. Sekolah dan guru mempunyai kemampuan untuk belajar merespon dari kebutuhan
pembelajaran yang berbeda. Sehingga harus ada komunikasi yang baik untuk menciptakan sekolah
inklusif yang mendukung.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Hufron, dkk., “Manajemen Kesiswaan Pada Sekolah Inklusi”, dalam Jurnal Pendidikan
Humaniora, Vol. 4, No. 2, Juni 2016.

Dwi Yanti Flona Putri, “Proses Pembelajaran Sekolah Inklusi”, dalam jurnal ilmiah pendidikan
khusus, vol. 1, No. 3, September 2012.

Indah Permata Darma & Binahayati Rusyidi, “Pelaksanaan Sekolah Inklusi di Indonesia”, dalam
Jurnal Penelitian, Vol. 2, No. 2, Maret 2018.

Juang Sunanto dan Hidayat, “Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Kelas
Inklusif”, dalam Jurnal Penelitian, Vol. 17, No. 1, Juni 2016.

Rona Fitria, “Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah Dasar”, dalam Jurnal
Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 1, No. 1, Januari 2012.

Anda mungkin juga menyukai