Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PEMBELAJARAN DI SEKOLAH INKLUSI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Inklusi

Dosen Pengampu : Noviardani, Kartika Prameswari, S.Pd. M.Pd

Disusun Oleh:

Nurul Azizah

NPM 2086206006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR SEKOLAH


TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
BINA INSAN MANDIRI
SURABAYA
2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk
berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik,
jenis kelamin, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain, pendidikan inklusi adalah
pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.
Setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. Dengan karakteristik dan kebutuhan yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya,
bukan berarti pihak penyelenggara pendidikan boleh melakulan diskriminasi kepada mereka yang
mempunyai kebutuhan khusus. Dengan setiap keistimewaan dan kelebihan yang dimiliki tiap
anak, diharapkan pendidikan di Indonesia mampu mencerdaskan mereka dalam semua bidang,
tidak hanya cerdas dari segi pengetahuan, namun juga dari segi mental dan spiritual.
Berkaitan dengan definisi pendidikan inklusi, maka kegiatan pembelajaran yang
dilakukan di dalamnya tidak hanya terfokus pada satu hal, namun ada beberapa hal yang harus
diperhatikan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik. Dalam mendesain proses
pembelajaran inklusi tentunya guru terus bekerja sama dengan kepala sekolah, orang tua siswa,
maupun psikolog agar mampu memposisikan diri sehingga semua siswa bisa belajar dengan
nyaman.
Dalam pembelajaran kelas inklusi guru dituntut untuk lebih peka, kreatif, dan memiliki
beberapa keahlian khusus untuk mendidik dan mengajar peserta didiknya melalui kegiatan yang
bervariasi dan mampu membangkitkan minat dan semangat belajar siswanya. Oleh sebab itu,
dalam makalah ini akan dibahas mengenai desain pembelajaran pendidikan inklusi, penempatan
peserta didik, pola tata ruang-desain bangku, proses pembelajaran, serta prinsip-prinsip
pembelajar. Penyusun berharap, dengan adanya makalah sederhana ini bisa menambah
pengetahuan kita mengenai konsep pendidikan inklusi di Indonesia khususnya pada kegiatan
pembelajaran yang ada di dalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah desain pembelajaran pendidikan inklusi?
2. Bagaimanakah penempatan peserta didik?
3. Bagaimanakah tata ruang-desain bangku-meja?
4. Bagaimanakah proses pembelajaran dalam pendidikan inklusi?
5. Apa saja prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendidikan inklusi?

C. Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan desain pembelajaran pendidikan inklusi
2. Mendeskripsikan penempatan peserta didik dalam pendidikan inklusi
3. Mendeskripsikan tata ruang desain bangku meja
4. Menjelaskan proses pembelajaran dalam pendidikan inklusi
5. Mendeskripsikan prinsip-prinsip pembelajaran dalam pendidikan inklusi
BAB II
PEMBAHASAN

A. Desain Pembelajaran Pendidikan Inklusi


Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk perwujudan
pendidikan tanpa diskriminasi, dimana anak berkebutuhan khusus dan anak-anak pada
umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan inklusi merupakan
bentuk pelayanan pendidikan khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan
khusus dapat menerima pendidikan yang setara di kelas biasa bersama teman-teman
seusianya.[2]
Pelaksanaan sekolah inklusi pastinya membutuhkan desain pembelajaran, desain
pembelajaran sendiri merupakan pengembangan sistem pembelajaran dan sistem
pelaksanaannya termasuk sarana serta prosedur untuk meningkatkan mutu belajar.
Seorang guru bertugas untuk memilih dan menentukan metode apa yang dapat digunakan
untuk mempermudah penyampaian bahan ajar sehingga siswa mudah menerima apa yang
disampaikan guru.
Jadi, desain pembelajaran inklusi adalah desain pembelajaran yang memiliki sifat
inklusif, yaitu adanya upaya untuk mengakomodasi semua kebutuhan dan hambatan
belajar peserta didik yang sangat beragam. Dalam pendidikan inklusi ada beberapa
konsep yang dikembangkan, yaitu konsep tentang anak, konsep tentang sistem
pendidikan atau sekolah, konsep tentang keberagaman dan diskriminasi, dan konsep
tentang sumber daya.
Dalam kelas yang inklusif, dilakukan asesmen terhadap siswa ABK untuk
menentukan kebutuhan belajar yang diwujudkan dalam bahan pembelajaran yang
disesuaikan dengan kurikulum. Sedangkan untuk siswa non-ABK, materi pelajarannya
dapat langsung diambil dari kurikulum.

Desain pembelajaran yang inklusif dioperasionalkan dalam alur sebagai berikut:

Desain pembelajaran dirancang yang diperlukan secara bersama-sama untuk


siswa ABK dan non-ABK yang disebut desain pembelajaran yang inklusif. Komponen-
komponen utama dari desain yang dirancang terdiri dari metode, materi, media, dan
evaluasi. Terhadap komponen-komponen ini harus dilakukan modifikasi agar dapat
mengakomodasi semua keragaman siswa.
Dalam pelaksanaan desain tersebut harus memperhatikan empat aspek penting
yang disarankan oleh Sternberg & Tylor yaitu:

1. Pengaturan lingkungan fisik


2. Prosedur pengajaran
3. Materi/isi pembelajaran
4. Penggunaan alat yang adaptif

Dapat disimpulkan bahwa dalam proses pembelajaran kelas inklusif perlu


dirancang suatu desain pembelajaran yang terdiri atas metode, materi, media, serta
evaluasi pembelajaran. Desain pembelajaran tersebut disusun berdasarkan kebutuhan
masing-masing siswa yang sangat beragam. Peran guru disini sangatlah penting. Dalam
merancang desain pembelajaran, hendaknya terlebih dahulu guru harus memahami
masing-masing karakteristik peserta didiknya sehingga bisa dipilih desain yang cocok
yang sesuai kebutuhan.

B. Penempatan Peserta Didik


Menurut  Badrudin, penempatan peserta didik yaitu kegiatan pengelompokan
peserta didik  yang dilakukan  menggunakan sistem  kelas. Pengelompokan peserta didik
pada kelas (kelompok belajar) dilakukan sebelum peserta didik mengikuti proses
pembelajaran.  Pengelompokan  tersebut dapat  dilakukan  berdasarkan  kesamaan yang 
ada pada peserta didik, yaitu jenis kelamin dan umur.
Pengelompokan juga dapat didasarkan pada perbedaan individu yang berupa
minat, bakat, dan kemampuan. Pengelompokan lazim dikenal dengan grouping
didasarkan atas pandangan bahwa disamping peserta didik mempunyai kesamaan, juga
mempunyai perbedaan. Pengelompokan bukan dimaksudkan untuk mengotak-kotakkan
peserta didik, melaikan justru bermaksud membantu mereka agar dapat berkembang
seoptimal mungkin.
Mitchun mengemukakan dua jenis pengelompokan peserta didik, yaitu:
ability grouping dan sub-grouping with in the class, Ability grouping adalah
pengelompokan berdasarkan kemampuan didalam setting sekolah, sedangkan sub-
grouping with in the class adalah pengelompokkan berdasarkan kemampuan didalam
setting kelas.
Menurut prihatin, pengelompokan berdasarkan karakteristik peserta didik
dibagi menjadi tujuh, yaitu:
1. Pengelompokan bedasarkan minat (interest grouping)
2. Pengelompokan berdasarkan kebutuhan khusus (special need grouping)
3. Pengelompokan beregu (team grouping)
4. Pengelompokan tutorial (tutorial grouping)
5. Pengelompokan penelitian (research grouping)
6. Pengelompokan kelas utuh (full class grouping)
7. Pengelompokan kombinasi (combined class grouping)

Jadi, dengan adanya pengelompokan peserta didik bukan dimaksudkan untuk


membeda-bedakan peserta didik, melainkan untuk membantu mereka agar dapat
berkembang seoptimal mungkin melalui setiap keistimewaan yang dimiliki. Serta
memudahkan pendidik dalam memilih model pembelajaran yang akan disesuaikan
dengan masing-masing kebutuhan.

C. Tata Ruang-Desain Bangku dan Meja


Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang menarik, efektif,
serta mendukung siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Kelas yang tidak ditata
dengan baik akan menjadi penghambat bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran.
Agar proses pembelajaran berlangsung dengan baik, guru harus menata tempat duduk dan
barang-barang yang ada di ruangan kelas sehingga dapat mendukung dan memperlancar
proses pembelajaran.
Dalam mengatur tempat duduk yang penting adalah memungkinkan
terjadinya tatap muka. Dengan posisi seperti itu, guru sekaligus dapat mengontrol tingkah
laku peserta didik. Pengaturan tempat duduk yang akan mempengaruhi kelancaran
pengaturan proses pembelajaran.
Untuk kelas anak yang berkebutuhan khusus diperlukan tata ruang tersendiri
untuk kelas yang digunakan dalam proses belajar untuk mengembangkan pelajaran yang
dia terima. Dengan tata ruang yang sesuai dengan apa yang anak itu alami, maka anak
tersebut akan merasa nyaman ketika proses belajar berlangsung.
Pada dasarnya penempatan siswa di kelas harus memenuhi prinsip-prinsip,
diantaranya yaitu: siswa tidak terus menerus menempati tempat duduk yang sama
sepanjang tahun, harus ada perubahan. Siswa yang lebih pendek, punya kekurangan
dalam pandangan, kurang pendengarannya diutamakan duduk di depan. Siswa yang
sering membuat kegaduhan, suka mengganggu temannya dijauhkan dengan anak yang
sejenis itu dan jangan ditempatkan terlalu jauh dari guru. Siswa yang merenung,
melamun, kurang memperhatikan penjelasan guru jangan ditempatkan terlalu dibelakang.
Berikut ini beberapa alternatif dalam mendesain tata ruang khususnya desain
bangku dan meja yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik:

1. Formasi Kelas Bentuk Huruf U


Formasi kelas bentuk huruf U sangat menarik dan mampu mengaktifkan
para siswa, sehingga mampu membuat mereka antusias untuk mengikuti
pelajaran. Dalam hal ini guru adalah orang yang paling aktif dengan bergerak
dinamis ke segala arah dan langsung berinteraksi secara langsung, sehingga
siswa akan mendapatkan respon dari pendidik secara langsung.
Dengan demikian, guru bisa memantau semua siswanya (khususnya
penyandang Tuna Netra dan Tuna Rungu) dan lebih cepat mengetahui setiap
gerak gerik peserta didik yang membutuhkan bantuan namun malu untuk
menyampaikannya.

2. Formasi Meja Pertemuan


Formasi meja pertemuan biasanya diselenggarakan di tempat-tempat
pertemuan dan seminar, baik di hotel maupun gedung pertemuan. Formasi ini
dapat digunakan dengan cara membagi siswa ke dalam beberapa kelompok,
dimana setiap kelompok tersebut mempunyai meja pertemuannya sendiri-sendiri.
Dengan formasi meja pertemuan, diharapkan semua siswa bisa menjalin
hubungan baik kepada semua temannya. Guru bisa membagi siswanya secara
rata. Maksudnya, dalam setiap kelompok meja diisi dengan siswa pandai dan
siswa biasa-biasa saja serta mereka yang memiliki kebutuhan khusus harus
dikelompokkan dengan siswa normal agar mereka bisa belajar bersama dan
saling membantu.
Pada penyusunan ini anak dapat berusaha mengerjakan keterampilan
mereka secara bersama-sama. Atau gaya off-set, yaitu dengan sejumlah murid
duduk dibangku tetapi tidak duduk berhadapan langsung. Gaya ini dilakukan
ketika guru ingin menguji muridnya satu persatu dengan ketrampilan yang
mereka miliki.
3. Formasi Pengelompokan Terpisah (Breakout Groupings)
Jika ruangan kelas memungkinkan atau cukup besar, guru dapat
meletakkan meja-meja dan kursi dimana kelompok kecil dapat melakukan
aktifitas belajar yang dipecah menjadi beberapa tim. Guru dapat menempatkan
susunan pecahan, pecahan kelompok tersebut berjauhan, sehingga tidak saling
mengganggu. Tetapi, hendaknya dihindari penempatan ruangan kelompok-
kelompok kecil yang terlalu jauh dari ruang kelas supaya mudah diawasi.
Dalam model formasi ini, hindari untuk menempatkan peserta didik yang
sering membuat kegaduhan berada di tempat yang jauh dari jangkauan guru.
Usahakan tidak menempatkan anak tersebut bersama teman dekatnya yang
memungkinkan mereka berbuat gaduh. Usahakan menempatkan mereka secara
acak dan membaur dengan teman-teman lain.
Begitu juga dengan penempatan anak berkebutuhan khusus. Jangan
menempatkan mereka disamping jendela yang akan memecah konsentrasi
mereka, atau di dekat pintu yang akan membuat mereka untuk terus menatap
keluar.

4. Formasi Lingkaran
Formasi lingkaran adalah formasi yang disusun melingkar tanpa
menggunakan meja dan kursi. Formasi ini digunakan untuk melakukan
pembelajaran dalam satu kelompok, dimana guru memiliki peran untuk
membimbing dan mengarahkan jalannya pembelajaran tersebut.
Dengan formasi lingkaran, guru bisa memposisikan diri sebagai
pembimbing yang baik dengan cara melakukan pendekatan kepada peserta
didiknya. Melalui formasi ini, guru bisa memantau bagaimana gaya belajar
siswanya dan lebih mudah untuk memberikan bimbingan belajar kepada mereka.
Dari beberapa alternatif pilihan posisi penempatan peserta didik, dapat
disimpulkan bahwa dalam setiap formasi yang ada memiliki kelebihan dan
kekurangan masing-masing, dimana penggunaannya disesuaikan dengan situasi,
kondisi, dan kebutuhan peserta didik. Dalam memposisikan anak yang memiliki
kebutuhan khusus, guru hendaknya tidak menempatkan mereka di dekat jendela
atau di samping pintu supaya tidak memecah konsentrasi belajar mereka. Begitu
juga, mereka harus ditempatkan dengan teman-teman yang lainnya agar bisa
membaur dan bersosialisasi dengan baik supaya rasa minder mereka terhadap
kekurangan yang dimiliki bisa dihilangkan.
Selain pengaturan formasi tempat duduk, dalam menciptakan lingkungan
yang nyaman, guru dan siswanya perlu melakukan kerjasama untuk mendesain
kelas mereka. Misalnya dengan menempelkan poster bertemakan pendidikan
karya anak-anak, menempelkan foto pahlawan di dinding kelas, maupun
mengajak mereka untuk menanam tanaman di teras kelas. Dengan adanya
lingkungan belajar yang nyaman, siswa akan merasa nyaman saat sedang belajar.
Selain desain (formasi) bangku, dalam kegiatan pendidikan inklusi juga
terdapat beberapa ruangan khusus diantaranya:[10]
 Ruang Bimbingan Khusus
Ruang ini berada di sekolah biasa yang merupakan ruangan
khusus yang hanya digunakan untuk anak berkebutuhan khusus.
Biasanya untuk ABK tingkat sedang bagian tengah dan bawah juga
tingkat berat bagian atas akan lebih efektif dimasukkan dalam kelas ini.
Mereka belajar sepenuhnya dalam kelas ini untuk semua mata pelajaran.
Mereka berintegrasi dengan teman-temannya yang normal dalam waktu-
waktu tertentu misalnya dalam mengikuti upacara, olahraga, mengikuti
perayaan-perayaan, kesenian pergi ke kantin dan sebagainya.
Dalam beberapa hal (mata pelajaran tertentu) ABK mengikuti
kegiatan di kelas biasa bersama-sama dengan temannya yang normal.
Dalam kegiatan yang sangat menyulitkan, untuk mata pelajaran tertentu
ABK mendapat pendidikan di ruangan khusus dari guru pendidikan luar
biasa, atau tenaga lain di bawah koordinasi guru pendidikan luar biasa.
 Ruang Sumber
ABK dapat pula dididik di kelas biasa dengan bantuan guru
pendidikan luar biasa pada ruang sumber. Yang dimaksud dengan ruang
sumber ialah ruang khusus yang menyediakan berbagai fasilitas untuk
mengatasi kesulitan-kesulitan belajar yang dihadapi ABK di kelas biasa.
Biasanya anak datang ke ruang sumber berdasarkan jadwal yang telah
ditentukan. Dalam ruangan ini anak tuna grahita mendapat bimbingan
dari guru pembimbing khusus untuk pelajaran-pelajaran tertentu. GPK
dari ruang sumber seyogyanya selalu berkonsultasi dengan guru kelas
atau bidang studi untuk mengembangkan program-program yang
diinginkan.
Ruang sumber merupakan ruang yang disediakan oleh sekolah
untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus bagi anak yang
membutuhkan, terutama yang tergolong berkesulitan belajar. Di dalam
ruang tersebut terdapat ruang remedial dan berbagai media belajar.
Aktivitas di dalam ruang sumber umumnya berkonsentrasi pada upaya
memperbaiki keterampilan dasar seperti, membaca, menulis dan
berhitung. Guru sumber atau guru remedial dituntut untuk menguasai
bidang keahlian yang berkenaan dengan pendidikan bagi ABK. Guru
sumber juga dapat diharapkan sebagai pengganti guru kelas dan menjadi
konsultan bagi guru reguler. Anak belajar di ruang sumber sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan. Guru di ruang sumber biasanya menangani
15 sampai 20 anak tiap hari.
 Ruang Konferensi Kasus
Ruang konferensi kasus adalah ruang dimana digunakan sebagai tempat
penanganan terhadap kasus atau masalah-masalah yang dialami anak
berkebutuhan khusus. Di ruang ini kasus-kasus yang dialami anak
berkebutuhan khusus ditangani oleh tenaga profesional agar kasus-kasus
tersebut dapat diatasi dan selanjutnya untuk diberi bimbingan.

Jadi, dengan adanya ketiga ruangan yang telah disebutkan diatas, siswa
berkebutuhan khusus bisa mendapatkan pelayanan lebih mengenai apa
saja yang masih mereka anggap sulit atau belum mereka dapatkan dalam
kelas inklusi. Misalnya pada ruang sumber, yakni ruangan yang
disediakan oleh sekolah untuk memberikan pelayanan pendidikan khusus
bagi anak yang membutuhkan, terutama yang tergolong berkesulitan
belajar. Di dalam ruang tersebut terdapat ruang remedial dan berbagai
media belajar.

D. Proses Pembelajaran

Dalam pasal 8 permendiknas No.7 tahun 2009 dipaparkan bahwa: pembelajaran


pada pendidikan inklusif mempertimbangkan prinsip-prinsip pembelajaran yang
disesuaikan dengan karakteristik belajar peserta didik. Dalam pelaksanaannya, tenaga
pendidik sangat berperan penting untuk mewujudkan cita-cita dari pendidikan inklusif.
Untuk itu, tenaga pendidik yang memahami pendidikan inklusif sangat diperlukan agar
terciptanya kondisi kelas yang ramah terhadap anak berkebutuhan khusus. Namun
masalah yang dihadapi saat ini masih banyak tenaga pendidik yang belum memahami
tentang pendidikan inklusif.

Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses membelajarkan peserta


didik yang telah direncanakan, dilaksanakan, dan dievaluasi agar peserta didik dapat
mencapai tujuan pembelajaran tersebut secara efektif dan efisien. Pembelajaran dapat
dipandang melalui dua sudut pandang, pertama pembelajaran merupakan suatu sistem.
Pembelajaran terdiri dari beberapa komponen yang terstruktur antara lain: tujuan
pembelajaran, media pembelajaran, strategi, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran
dan tindak lanjut pembelajaran berupa remedial dan pengayaan.

Kedua, pembelajaran merupakan suatu proses, maka pembelajaran merupakan


kegiatan guru dalam rangka membuat siswa untuk belajar. Proses tersebut meliputi :[11]

1. Persiapan dari mulai merencanakan program pengajaran tahunan, semester, dan


penyusunan perencanaan mengajar dilengkapi dengan persiapan media belajar dan
evaluasi.
2. Pelaksanaan kegiatan dengan mengacu pada persiapan-persiapan pembelajaran yang
telah dipersiapkan sebelumn
3. Menindaklanjuti pembelajaran yang telah dikelola yang berbentuk pengayaan atau
penambahan jam mata pelajaran, dan remedial bagi siswa yang mendapatkan
kesulitan belajar.

Pelaksanaan pembelajaran disekolah inklusif yakni berdasarkan perencanaan


adalah suatu kegiatan dalam merancang sebuah pengajaran dalam rangka mempersiapkan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan.

Hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan program pengajaran adalah


kurikulum yang merupakan seperangkat rencana dan peraturan pelaksanaan pembelajaran
yang mencangkup pengaturan tentang tujuan, isi, proses dan evaluasi. Kurikulum yang
digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah kurikulum
standar nasional yang berlaku disekolah umum.
Namun, karena keberagaman hambatan yang dialami oleh peserta didik
berkebutuhan khusus, mulai dari yang ringan sampai berat, maka dalam implementasinya
kurikulum yang sesuai dengan standar pendidikan nasional perlu dilakukannya
modifikasi sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

Kegiatan pembelajaran pada sekolah inklusi berlangsung dengan pendekatan,


bahan ajar dan media yang sesuai  kebutuhan setiap peserta didik. Dalam proses
pembelajarannya, guru diminta untuk aktif, inovatif, dan kreatif dalam menyajikan
pelajaran. Di samping itu guru juga harus mampu untuk memanajemen kelas agar tercipta
kondisi yang efektif.

Dalam proses pembelajaran ada hal-hal yang harus diperhatikan, antara lain:

1. Metode pembelajaran, meliputi: metode ceramah, metode demonstrasi,


metode Tanya jawab, dan metode diskusi.
2. Strategi pembelajaran, meliputi:
3. Strategi ekspository

Adalah bentuk dari pembelajaran yang berorientasi pada guru, dikatakan


demikian sebab dalam strategi ini guru memegang peranan penting.

1. Strategi Inkuiri

Merupakan bentuk pendekatan pembelajaran yang menekankan pada proses


berpikir siswa secara kritis dan analitis

2. Strategi pembelajaran Afektif

Berhubungan dengan nilai (value) yang sulit diukur karena menyangkut


kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam siswa dalam batas tertentu,
afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral. Akan tetapi penilaiannya
untuk sampai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan
membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus.

3. Strategi pembelajaran Kooperatif


Adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam
kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan.

4. Strategi pembelajaran Konstektual

Adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi


yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa yang mendorong siswa
membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jadi, dengan adanya keberagaman peserta didik, maka dalam
implementasinya kurikulum yang sesuai dengan standar pendidikan nasional
perlu dilakukannya modifikasi sehingga sesuai dengan kebutuhan peserta
didik. Kegiatan pembelajaran pada sekolah inklusi berlangsung dengan
pendekatan, bahan ajar dan media yang sesuai  kebutuhan setiap peserta
didik. Dalam proses pembelajarannya, guru diminta untuk aktif, inovatif,
dan kreatif dalam menyajikan pelajaran. Di samping itu guru juga harus
mampu untuk memanajemen kelas agar tercipta kondisi yang efektif.

E. Prinsip-prinsip Pembelajaran dalam pembelajaran Inklusi


Dalam tataran praktis pembelajaran, inklusi merupakan suatu
perubahan yang dapat menguntungkan tidak hanya anak berkebutuhan khusus
akan tetapi juga anak pada umumnya dalam kelas. Prinsip paling mendasar dalam
pendidikan inklusif adalah bagaimana agar peserta didik dapat belajar bersama,
belajar untuk dapat hidup bersama.
Johnsen dan Miriam Skojen menjabarkan dalam tiga prinsip, yaitu: (1)
bahwa setiap anak termasuk dalam komunitas setempat dan dalam suatu kelas
atau kelompok, (2) bahwa hari sekolah diatur penuh dengan tugas-tugas
pembelajaran koopertif dengan perbedaan pendidikan dan fleksibilitas dalam
memilih dengan sepuas hati, dan (3) guru bekerja bersama dan mendapat
pengetahuan pendidikan umum, khusus dan teknik belajar individu serta
keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman
dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas.
Sementara itu, Mulyono dalam Sri Wahyu Ambarwati
mengidentifikasikan prinsip pendidikan inklusif ke dalam sembilan elemen  dasar
yang memungkinkan pendidikan inklusif dapat dilaksanakan:
1. Sikap guru yang positif terhadap kebhinekaan
Elemen paling penting dalam pendidikan inklusif adalah sikap guru terhadap
siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus. Sikap guru tidak hanya
berpengaruh terhadap classroom setting tetapi juga dalam pemilihan strategi
pembelajaran. Sikap positif guru terhadap keragaman kebutuhan siswa dapat
ditingkatkan dengan cara memberikan informasi yang akurat tentang siswa
dan cara penanganannya.
2. Interaksi Promotif
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut adanya interaksi
promotif antara siswa. Yang dimaksud interaksi promotif adalah upaya untuk
saling menolong dan saling memberi motivasi dalam belajar. Interaksi
promotif hanya dimungkinkan jika terdapat rasa saling menghargai dan saling
memberikan urunan dalam meraih keberhasilan belajar bersama. Interaksi
promotif pada hakikatnya sama dengan interaksi transpersonal, yaitu interaksi
yang didasarkan atas rasa saling menghormati, tidak hanya terhadap sesama
manusia tetapi juga sesama makluk ciptaan Tuhan. Interaksi promotif hanya
dimungkinkan jika guru menciptakan suasana belajar kooperatif. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dalam suasana belajar kooperatif, siswa
cenderung memperoleh prestasi belajar matematika lebih tinggi dari pada
dalam suasana belajar kompetitif.
Dalam pendidikan inklusif, suasana belajar kooperatif harus
dominan sedangkan suasana belajar kompetitif hanya untuk bersenang-senang
atau untuk selingan atau untuk materi belajar yang membosankan.
3. Pencapaian Kompetensi akademik dan sosial
Pendidikan inklusif tidak hanya menekankan pencapaian tujuan
dalam bentuk kompetensi akademik tetapi juga kompetensi sosial. Oleh sebab
itu, perencanaan pembelajaran harus melibatkan tidak hanya pencapaian
tujuan akademik (academic objectives) tetapi juga tujuan keterampilan
bekerjasama (collaborative skills objectives).
Tujuan keterampilan bekerjasama mencakup keterampilan
memimpin, memahami perasaan orang lain, menghargai pikiran orang lain,
dan tenggang rasa. Dalam upaya mencapai tujuan ini, guru hendaknya mampu
membimbing seluruh peserta didiknya untuk mampu menghargai sesama
tanpa memedulikan perbedaan yang ada.
4. Pembelajaran Adaptif
Ciri khas dari pendidikan inklusif adalah tersedianya program pembelajaran
yang adaftif atau program pembelajaran individual (individualized
instructional programs). Program pembelajaran adaptif tidak hanya ditujukan
kepada peserta didik dengan problema belajar tetapi juga untuk peserta didik
yang dikaruniai keunggulan.
Penyusunan program pembelajaran adaptif menuntut keterlibatan tidak hanya
guru kelas atau guru bidang studi tetapi juga guru PLB, orangtua, guru BK,
dan ahli-ahli lain yang terkait.
5. Konsultasi kolaboratif
Konsultasi kolaboratif (collaborative consultation) adalah saling tukar
informasi antar profesional dari semua disiplin yang terkait untuk memperoleh
keputusan legal dan instruksional yang berhubungan dengan siswa yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Yang dimaksud dengan profesional dalam hal ini adalah guru PLB,
guru kelas atau guru bidang studi, konselor, psikolog, dan atau ahli-ahli lain
yang terkait. Beberapa ahli telah mengembangkan model konsultasi
kolaboratif untuk melakukan tindakan pencegahan dan rahabilitasi siswa yang
membutuhkan layanan pendidikan khusus di kelas reguler.
Berdasarkan model yang mereka buat, guru PLB dan guru reguler
bersama anggota tim lainnya melakukan diskusi untuk menentukan sifat dan
ukuran-ukuran yang dipergunakan untuk menentukan masalah siswa, memilih
dan merekomendasikan tindakan, merencanakan dan mengimplementasikan
program pembelajaran, dan melakukan evaluasi hasil intervensi serta
melakukan perencanaan ulang jika diperlukan.
6. Hidup dan belajar dalam masyarakat
Dalam pendidikan inklusif kelas harus merupakan bentuk mini dari suatu
kehidupan masyarakat yang diidealkan. Di dalam kelas diciptakan suasana
yang silih asah, silih asih, dan silih asuh. Dengan kata lain, suasana belajar
yang kooperatif harus diciptakan sehingga di antara siswa terjalin hubungan
yang saling menghargai. Semua siswa tidak peduli betapapun perbedaannya,
harus dipandang sebagai individu unik yang memiliki potensi kemanusiaan
yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan dalam kehidupan.
7. Hubungan kemitraan antara sekolah
Keluarga merupakan fondasi tempat anak-anak belajar dan
berkembang. Begitu pula dengan sekolah, juga tempat anak belajar dan
berkembang. Keduanya memiliki fungsi yang sama. Perbedaannya,
pendidikan dalam keluarga tidak terprogram dan terukur sedangkan di sekolah
pendidikan lebih banyak dilakukan secara terprogram dan terukur atau yang
biasa disebut dengan pembelajaran.
Karena kedua lembaga tersebut hakikatnya mempunyai fungsi yang
sama, maka keduanya harus menjalin hubungan kemitraan yang erat dalam
upaya memberdayakan semua potensi kemanusiaan siswa agar dapat
berkembang optimal dan terintegrasi. Keluarga memiliki informasi yang lebih
akurat mengenai keunikan, kekuatan, dan minat anak, sedangkan sekolah
memiliki informasi yang lebih akurat mengenai prestasi akademik siswa.
Informasi mengenai anak yang dimiliki oleh keluarga merupakan landasan
penting bagi penyelenggaraan pendidikan inklusif.
8. Belajar dan berfikir independen.
Dalam pendidikan inklusif guru mendorong agar siswa mencapai
perkembangan kognitif taraf tinggi dan kreatif agar mampu berfikir
independen. Berkenaan dengan semakin majunya ilmu dan teknologi,
pendidikan inklusif sangat menekankan agar siswa memiliki keterampilan
belajar dan berpikir.
Guru hendaknya juga mengetahui bahwa hasil-hasil penelitian
mengenai anak-anak kesulitan belajar (students with learning difficulties)
menunjukkan bahwa mereka umumnya pasif dalam belajar, kurang mampu
melakukan kontrol diri, cenderung bergantung (dependent), dan kurang
memiliki strategi untuk belajar.
Sehubungan dengan karakteristik siswa berkesulitan belajar semacam
itu, maka guru perlu memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan atau
motivasi dengan menerapkan berbagai teknik, terutama yang berkenaan
dengan manajemen perilaku atau memodifikasi perilaku
9. Belajar sepanjang hayat

Pendidikan inklusif memandang pendidikan di sekolah sebagai bagian


dari perjalanan panjang hidup seorang manusia dan manusia belajar sepanjang
hidupnya (life¬long learning). Belajar sepanjang hayat memiliki makna yang
melampaui sekedar menguasai berbagai kompetensi yang menjadi tuntutan
kurikulum dan upaya untuk naik kelas. Belajar sepanjang hayat pada
hakikatnya adalah belajar untuk berfikir kritis dan belajar untuk
menyelesaikan berbagai masalah kehidupan.

Oleh karena itu, pendidikan inklusif menekankan pada pengalaman


belajar yang bermanfaat bagi kelangsungan proses belajar peserta didik dalam
kehidupan masyarakat.

Jadi, prinsip penting seorang pendidik dalam pendidikan inklusi adalah


mampu memahami peserta didiknya melalui keberagaman yang dimilikinya.
Sehubungan dengan karakteristik siswa berkesulitan belajar, maka guru perlu
memiliki kemampuan untuk memberikan dorongan atau motivasi dengan
menerapkan berbagai teknik, terutama yang berkenaan dengan manajemen
perilaku atau memodifikasi perilaku.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Desain pembelajaran dirancang yang diperlukan secara
bersama-sama untuk siswa ABK dan non-ABK yang disebut desain
pembelajaran yang inklusif. Dalam pelaksanaan desain tersebut
harus memperhatikan empat aspek penting yang disarankan oleh
Sternberg & Tylor yaitu: (1) Pengaturan lingkungan fisik, (2)
Prosedur pengajaran, (3) Materi/isi pembelajaran, dan (4)
Penggunaan alat yang adaptif.
Menurut  Badrudin, penempatan peserta didik yaitu kegiatan
pengelompokan peserta didik  yang dilakukan  menggunakan
sistem  kelas. Menurut  Prihatin, pengelompokan berdasarkan
karakteristik peserta didik dibagi menjadi tujuh, yaitu:
(1) Pengelompokan berdasarkan  minat,
(2) Pengelompokan  berdasarkan  kebutuhan  khusus,
(3) Pengelompokan beregu,
(4) Pengelompokan tutorial,
(5) Pengelompokan penelitian,
(6)Pengelompokan kelas  utuh, dan
(7) Pengelompokan  kombinasi.
Lingkungan fisik kelas yang baik adalah ruangan kelas yang
menarik, efektif, serta mendukung siswa dan guru dalam proses
pembelajaran. Kelas yang tidak ditata dengan baik akan menjadi
penghambat bagi siswa dan guru dalam proses pembelajaran. Agar
proses pembelajaran berlangsung dengan baik, guru harus menata
tempat duduk dan barang-barang yang ada di ruangan kelas
sehingga dapat mendukung dan memperlancar proses pembelajaran.
Beberapa alternatif dalam mendesain tata ruang khususnya desain
bangku dan meja yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik
antara lain: (1) Formasi Kelas bentuk Huruf U, (2) Formasi Meja
Pertemuan, (3) Formasi Pengelompokan Terpisah, dan (4) Formasi
Lingkaran.
Pelaksanaan pembelajaran di sekolah inklusif yakni
berdasarkan perencanaan adalah suatu kegiatan dalam merancang
sebuah pengajaran dalam rangka mempersiapkan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan. Hal yang harus diperhatikan dalam
perencanaan program pengajaran adalah kurikulum yang
merupakan seperangkat rencana dan peraturan pelaksanaan
pembelajaran yang mencangkup pengaturan tentang tujuan, isi,
proses dan evaluasi. Kurikulum yang digunakan dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif pada dasarnya adalah
kurikulum standar nasional yang berlaku disekolah umum. Namun,
karena keberagaman hambatan yang dialami oleh peserta didik
berkebutuhan khusus, mulai dari yang ringan sampai berat, maka
dalam implementasinya kurikulum yang sesuai dengan standar
pendididkan nasional perlu dilakukannya modifikasi sehingga
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Dalam tataran praktis pembelajaran, inklusi merupakan
suatu perubahan yang dapat menguntungkan tidak hanya anak
berkebutuhan khusus akan tetapi juga anak pada umumnya dalam
kelas. Prinsip paling mendasar dalam pendidikan inklusif adalah
bagaimana agar peserta didik dapat belajar bersama, belajar untuk
dapat hidup bersama.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis menyarankan kepada:
1. Guru Kelas
Mengingat pentingnya peran seorang guru di dalam kelas
inklusif, guru diharapkan mampu memahami karakteristik setiap
peserta didiknya sehingga mampu memberikan pelayanan
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan.
2. Kepala Sekolah
Dengan adanya pendidikan inklusi, setiap anak berhak
mendapatkan pelayan pendidikan tanpa terkecuali. Oleh sebab
itu, setiap kepala sekolah diharapkan untuk bekerja sama
dengan guru dan juga wali murid untuk terus memantau
perkembangan anak didiknya. Sebagai pemegang kebijakan
sekolah diharapkan mampu memenuhi kebutuhan sarana dan
prasarana pendidikan sehingga pelayanan pendidikan yang baik
bisa diberikan.
DAFTAR RUJUKAN

Achmad Hufron, dkk., “Manajemen Kesiswaan Pada Sekolah Inklusi”,


dalam Jurnal Pendidikan Humaniora, Vol. 4, No. 2, Juni 2016.
 
Dwi Yanti Flona Putri, “Proses Pembelajaran Sekolah  Inklusi”,  dalam
jurnal ilmiah pendidikan khusus, vol. 1, No. 3, September 2012.
 
Indah Permata Darma & Binahayati Rusyidi, “Pelaksanaan Sekolah
Inklusi di Indonesia”, dalam Jurnal Penelitian, Vol. 2, No. 2,  Maret
2018.
 
Juang Sunanto dan Hidayat, “Desain Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus dalam Kelas Inklusif”, dalam Jurnal Penelitian, Vol. 17, No. 1,
Juni 2016.
 
Rona Fitria, “Proses Pembelajaran dalam Setting Inklusi di Sekolah
Dasar”, dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus, Vol. 1, No. 1, Januari
2012.
 
Aditya W.P, Sarana Khusus dalam Pendidikan Inklusi,
dalam https://dunia-blajar.blogspot.co.id/2015/10/sarana-khusus-
dalam-pendidikan-inklusi.html
 
Pengaturan Bangku,
dalam https://educatainment.wordpress.com/2012/05/31/b-
pengaturan-bangku/
 
Rinita Rosalia Dewi, Prinsip-prinsip Pembelajaran Inklusif,
dalam http://rinitarosalinda.blogspot.co.id/2015/10/prinsip-prinsip-
pembelajaran-inklusif.html
 

Anda mungkin juga menyukai