Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“MANAJEMEN SEKOLAH INKLUSI”

Diajukkan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Pendidikan Inklusi yang diampuh
oleh:
Dr. Asni Ilham, S.Pd, M.Si

Disusun oleh Kelompok 8 :


Rahmatia Talango (151420017)
Delvi Kurniawati Lukman (151420037)
Siti Hadija Ngadi (151420047)
Srisusanty (151420050)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha Esa atas segala limpahan rahmat, inayah,
taufik, dan ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun
dalam rangka menyelesaikan tugas dari dosen kami ibu Dr. Asni Ilham, S.Pd, M.Si selaku
dosen pengampu mata pendidikan inklusi.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan


pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat menjadi lebih baik lagi.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena oengalaman yang kami miliki
sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untu kesempuraan makalah ini.

Gorontalo, Oktober 2022

Penyususn

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Inklusi.....................................................3

B. Kriteria Manager Pendidikan Inklusi ......................................................4

C. Pelaksanaan Manajemen Sekolah ............................................................5

D. Pembagian Tugas Pimpinan .....................................................................9

E. Pengertian Landasan Pendidikan Inklusi ................................................11

BAB III PENUTUP.............................................................................................15

A. Simpulan....................................................................................................15

B. Saran..........................................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi
sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi
setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa
terkait dengan masalah etnik, jenis kelamin, status sosial, kemiskinan dan lain-lain.
Dengan kata lain, pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan
potensi yang dimilikinya.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan “setiap
warga berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat
(2) yang menegaskan “setiap warga ank a wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya”. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”. Undang-
undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan inklusi ditengah
masyarah.
Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu mendapat perhatian
lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus (ABK) belajar bersama anak normal (non-ABK) usia
sebayanya di kelas ank ar/biasa yang terdekat dengan tempat tinggalnya. Menerima
ABK di Sekolah Dasar terdekat merupakan mimpi yang indah yang dirasakan orang
tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dan Ruang Lingkup Inklusi?
2. Apa saja Kriteria Manager Pendidikan Inklusi?
3. Bagaimana Pelaksanaan Manajemen Sekolah Inklusi?
4. Bagaimana Pembagian Tugas Pimpinan?
5. Apa Landasan Pendidikan Inklusi?

1
C. Tujuan Penulisan
Setelah mempelajari materi ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Mengetahui pengertian inklusi dan ruang lingkup inklusi.
2. Mengetahui kriteria manager pendidikan inklusi.
3. Mengetahui pelaksanaan manajemen sekolah inklusi.
4. Mengetahui pembagian tugas pimpinan
5. Untuk mengetahui landasan pendidikan inklusi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Inklusi


1. Pengertian Pendidikan Inklusif
Pendidikan Inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan
atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan
peserta didik pada umumnya. Pendidikan Inklusif memberikan kesempatan yang sama
kepada setiap anak untuk mendapat pendidikan tanpa memandang kondisi anak.
Menurut Hildegun Olsen (Tarmansyah, 2007;82), pendidikan inklusi adalah
sekolah harus mengakomodasi semua anak tanpa memandang kondisi fisik,
intelektual, sosial emosional, linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup
anak-anak penyandang cacat, berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja anak berasal
dari populasi terpencil atau berpindah-pindah. Anak yang berasal dari populasi etnis
minoritas, linguistik, atau budaya dan anakanak dari area atau kelompok yang kurang
beruntung atau termajinalisasi. Pendidikan inklusi adalah sebuah pelayanan
pendidikan bagi peserta didik yang mempunyai kebutuhan pendidikan khusus di
sekolah regular ( SD, SMP, SMU, dan SMK) yang tergolong luar biasa baik dalam
arti kelainan, lamban belajar maupun berkesulitan belajar lainnya. (Lay Kekeh
Marthan, 2007:145).
Menurut Staub dan Peck (Tarmansyah, 2007;83), pendidikan inklusi adalah
penempatan anak berkelainan ringan, sedang dan berat secara penuh di kelas. Hal ini
menunjukan kelas regular merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak-anak
berkelainan, apapun jenis kelainanya. Dari beberapa pendapat, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan untuk peserta
didik yang berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial
emosional, linguistik atau kondisi lainnya untuk bersama-sama mendapatkan
pelayanan pendidikan di sekolah regular ( SD, SMP, SMU, maupun SMK).

2. Ruang Lingkup Inklusi


a. Urusan Kegiatan Belajar Mengajar
 Mengorganisasikan
 Mengarahkan
 Mengawasi
 Mengevaluasi

Kegiatan belajar mengajar dalam kelas-kelas inklusi harus tercipta suasana


belaajr yang kooperatif antara siswa biasa dengan siswa berkebutuhan khusus.
Anak-anak biasa harus dikondisikan untuk memiliki sikap empati terhadap

3
anak yang membutuhkan klhusus akan merasa nyaman belajar bersama-sama
dengan anak-anak sebaya lainnya, yang akhirnya anak berkebutuhan khusus
tidak merasa rendah diri.

b. Urusan Kesiswaan
Ruang lingkupnya mencakup :
 Pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin
dan tata tertib sekolah termasuk menciptakan suasana belajar dan bermain
antar siswa yang kooperatif.
 Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamaban, kebersiahan, ketertiban,
keindahan, dan kekelurgaan.
c. Urusan Kurkulum
Meliputi urusan kegiatan belajar mengajar baik kurikuler,
ekstrakurikuler, maupun KKG. Wakil kepala sekolah berkoordinasi untuk
mengembangkan tugas kurikulum bagi peserta didik yang membutuhkan
pendidikan khusus terutama dalam pengembangan program individual sebagai
ciri khas pelayanan pendidikan pada sekolah inklusif.
d. Urusan Ketenagaan
Ruang lingkupnya mencakup merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi,
mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengevaluasi.
e. Urusan Sarana dan Prasarana
Ruang lingkup meliputi: pengadaan, pemeliharaan dan perbaikan sarana dan
prasarana khusus peserta didik yang membutuhkan pendidikan khusus.
f. Urusan Keuangan
Ruang lingkupnya mencakup merencanakan hal-hal yang berkaitan dengan
pendaan sekolah.
g. Urusan Hubungan dengan Masyarakat
Ruang lingkupnya meliputi :
 Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi dan
perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian kepala sekolah.
 Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan
sekolah.
 Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
berhubungan dengan usaha dan pengabdian masyarakat.
 Melakukan koordinasi dan menjalin kerjasama dengan sekolah mitra dan
atau pusat-pusat sumber

B. Kriteria Manager Inklusi


Dalam pelaksanaan manajemen, termasuk manajemen pendidikan/ sekolah, perlu
seorang manajer/pemimpin/administrator yang berpandangan luas dan
berkemampuan, baik dari segi pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.
Seorang manajer/pemimpin/administrator pendidikan/sekolah diharapkan:

4
1) Memiliki pengetahuan tentang administrasi pendidikan/sekolah yang meliputi
kegiatan mengatur:
a) kesiswaan,
b) kurikulum,
c) ketenagaan,
d) sarana-prasarana,
e) keuangan,
f) hubungan dengan masyarakat,
g) kegiatan belajar-mengajar.
2) Memiliki keterampilan dalam bidang:
a) perencanaan,
b) pengorganisasian,
c) pengarahan,
d) pengkoordinasian,
e) pengawasan,
f) penilaian pelaksanaan kegiatan yang ada di bawah tanggung jawabnya.
3) Memiliki sikap:
a) Memahami dan melaksanakan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan,
b) Menghargai peraturan-peraturan serta melaksanakannya,
c) Menghargai cara berpikir yang rasional, demokratis, dinamis, kreatif, dan
terbuka terhadap pembaharuan pendidikan serta bersedia menerima kritik
yang membangun.
d) Saling mempercayai sebagai dasar dalam pembagian tugas.

C. Pelaksanaan Manajemen Sekolah Inklusi


Manajemen Komponen – Komponen Pendidikan
1. Manajemen Kesiswaan
Penerimaan siswa baru pada sekolah inklusi hendaknya memberi kesempatan
dan peluang kepada anak luar biasa untuk dapat diterima dan mengikuti
pendidikan di sekolah inklusi terdekat. Untuk tahap awal, agar memudahkan
pengelolaan kelas, seyogianya setiap kelas inklusi dibatasi tidak lebih dari 2 (dua)
jenis anak luar biasa, dan jumlah keduanya tidak lebih dari 5 (lima) anak.
Manajemen Kesiswaan bertujuan untuk mengatur berbagai kegiatan kesiswaan
agar kegiatan belajar-mengajar di sekolah dapat berjalan lencar, tertib, dan teratur,
serta mencapai tujuan yang diinginkan. Manajemen Kesiswaan meliputi antara
lain:
1) Penerimaan Siswa Baru;
2) Program Bimbingan dan Penyuluhan;
3) Pengelompokan Belajar Siswa;
4) Kehadiran Siswa;
5) Mutasi Siswa;
6) Papan Statistik Siswa;
7) Buku Induk Siswa.
2. Manajemen Kurikulum

5
Kurikulum mencakup kurikulum nasional dan kurikulum muatan local.
Kurikulum nasional merupakan standar nasional yang dikembangkan oleh
Departemen Pendidikan Nasional. Sedangkan kurikulum muatan local merupakan
kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan lingkungan, yang
disusun oleh Dinas Pendidikan Propinsi dan/atau Kabupaten/Kota.
Kurikulum yang digunakan di kelas inklusi adalah kurikulum anak normal
(reguler) yang disesuaikan (dimodifikasi sesuai) dengan kemampuan awal dan
karakteristik siswa. Modifikasi dapat dilakukan dengan cara:
1) Modifikasi alokasi waktu,
2) Modifikasi isi/materi,
3) Modifikasi proses belajar-mengajar,
4) Modifikasi sarana-prasarana,
5) Modifikasi lingkungan belajar,
6) Modifikasi pengelolaan kelas.

Manajemen Kurikulum (program pengajaran) Sekolah Inklusi antara lain


meliputi:

1) Modifikasi kurikulum nasional sesuai dengan kemampuan awal dan


karakteristik siswa (anak luar biasa).
2) Menjabarkan kalender pendidikan;
3) Menyusun jadwal pelajaran dan pembagian tugas mengajar;
4) Mengatur pelaksanaan penyusunan program pengajaran persemester dan
persiapan pelajaran;
5) Mengatur pelaksanaan penyusunan program kurikuler dan ekstrakurikuler;
6) Mengatur pelaksanaan penilaian;
7) Mengatur pelaksanaan kenaikan kelas;
8) Membuat laporan kemajuan belajar siswa;
9) Mengatur usaha perbaikan dan pengayaan pengajaran.

Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari :


a. Model kurikulum reguler, yaitu kurikulum yang mengikutsertakan peserta
didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti kurikulum reguler sama
seperti kawan-kawan lainnya di dalam kelas yang sama.
b. Model kurikulum reguler dengan modifikasi, yaitu kurikulum yang
dimodifikasi oleh guru pada strategi pembelajaran, jenis penilaian, maupun
pada program tambahan lainnya dengan tetap mengacu pada kebutuhan
peserta didik berkebutuhan khusus. Di dalam model ini bisa terdapat siswa
berkebutuhan khusus yang memiliki PPI.
c. Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI), yaitu kurikulum
yang dipersiapkan guru program PPI yang dikembangkan bersama tim
pengembang yang melibatkan guru kelas, guru pendidikan khusus, kepala
sekolah, orang tua, dan tenaga ahli lain yang terkait

6
3. Manajemen Tenaga Kependidikan
Tenaga kependidikan bertugas menyelenggarakan kegiatan mengajar, melatih,
meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan teknis dalam
bidang pendidikan. Tenaga kependidikan di sekolah meliputi Tenaga Pendidik
(Guru), Pengelola Satuan Pendidikan, Pustakawan, Laboran, dan Teknisi sumber
belajar. Guru yang terlibat di sekolah inklusi yaitu Guru Kelas, Guru Mata Pelajaran
(Pendidikan Agama serta Pendidikan Jasmani dan Kesehatan), dan Guru Pembimbing
Khusus.
Manajemen tenaga kependidikan antara lain meliputi: (1) Inventarisasi pegawai;
(2) Pengusulan formasi pegawai; (3) Pengusulan pengangkatan, kenaikan tingkat,
kenaikan berkala, dan mutasi; (4) Mengatur usaha kesejahteraan; (5) Mengatur
pembagian tugas.

4. Manajemen Sarana-Prasarana
Di samping menggunakan sarana-prasarana seperti halnya anak normal, anak luar
biasa perlu pula menggunakan sarana-prasarana khusus sesuai dengan jenis kelainan
dan kebutuhan anak. Manajemen sarana-prasarana sekolah bertugas merencanakan,
mengorganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan, mengawasi, dan
mengevaluasi kebutuhan dan penggunaan sarana-prasarana agar dapat memberikan
sumbangan secara optimal pada kegiatan belajar-mengajar.
Komponen sarana dan prasarana dalam sistem pendidikan inklusi, menjadi salah
satu komponen yang termasuk penting. Melihat karakteristik anak berkebutuhan
khusus, maka sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan tentunya
menyesuaikan dengan kebutuhan anak. Selain komponen sekolah seperti tanah,
gedung, kantor, gedung sekolah, laboratorium, monumen, tempat tinggal dan
sebagainya, diperlukan pula alat-alat spesifik seperti ruang khusus bagi anak Low
Vision, ruang kedap suara bagi anak tunarungu, berbagai macam alat peraga bagi
anak autis, serta alat-alat bantu pembelajaran yang kesemuanya diharapkan dapat
menunjang untuk anak dapat belajar secara efektif dan maksimal.

5. Manajemen Keuangan/Dana
Komponen keuangan sekolah merupakan komponen produksi yang menentukan
terlaksananya kegiatan belajar-mengajar bersama komponen-komponen lain. Dengan
kata lain, setiap kegiatan yang dilakukan sekolah memerlukan biaya. Dalam rangka
penyelenggaraan pendidikan inklusi, perlu dialokasikan dana khusus, yang antara lain
untuk keperluan: (1) Kegiatan identifikasi input siswa, (2) Modifikasi kurikulum, (3)
Insentif bagi tenaga kependidikan yang terlibat, (4) Pengadaan sarana-prasarana, (5)
Pemberdayaan peranserta masyarakat, dan (6) Pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar.
Pada tahap perintisan sekolah inklusi, diperlukan dana bantuan sebagai stimulasi,
baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Namun untuk
penyelenggaraan program selanjutnya, diusahakan agar sekolah bersama-sama orang
tua siswa dan masyarakat (Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah), serta pemerintah
daerah dapat menanggulanginya.

7
Dalam pelaksanaannya, manajemen keuangan menganut asas pemisahan tugas
antara fungsi : (1) Otorisator; (2) Ordonator; dan (3) Bendaharawan. Otorisator adalah
pejabat yang diberi wewenang untuk mengambil tindakan yang mengakibatkan
penerimaan dan pengeluaran anggaran. Ordonator adalah pejabat yang berwenang
melakukan pengujian dan memerintahkan pembayaran atas segala tindakan yang
dilakukan berdasarkan otorisasi yang telah ditetapkan. Bendaharawan adalah pejabat
yang berwenang melakukan penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran uang serta
diwajibkan membuat perhitungan dan pertanggungjawaban.
Kepala Sekolah, sebagai manajer, berfungsi sebagai Otorisator dan dilimpahi
fungsi Ordonator untuk memerintahkan pembayaran. Namun, tidak dibenarkan
melaksanakan fungsi Bendaharawan karena berkewajiban melakukan pengawasan ke
dalam. Sedangkan Bendaharawan, di samping mempunyai fungsi-fungsi
Bendaharawan, juga dilimpahi fungsi Ordonator untuk menguji hak atas pembayaran.

6. Manajemen Lingkungan (Hubungan Sekolah dengan Masyarakat)


Penyelenggaraan pendidikan inklusif tidak hanya menjadi tanggung jawab
pemerintah. Lembaga pendidikan lain seperti masyarakat hendaknya selalu dilibatkan
dalam rangka memajukan pendidikan. Apalagi dalam semangat otonomi daerah
dimana pendidikan juga merupakan salah satu bidang yang di desentralisasikan, maka
keterlibatan masyarakat merupakan suatu keharusan. Dalam rangka menarik simpati
masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi memajukan sekolah, perlu dilakukan
berbagai hal, antara lain dengan memberitahu masyarakat mengenai program-program
sekolah, baik program yang telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun
yang akan dilaksanakan sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentang
sekolah yang bersangkutan.
Sekolah sebagai suatu system social merupakan bagian integral dari system social
yang lebih besar, yaitu masyarakat. Maju mundurnya sumber daya manusia (SDM)
pada suatu daerah, tidak hanya bergantung pada upaya-upaya yang dilakukan sekolah,
namun sangat bergantung kepada tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan.
Semakin tinggi tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah,
akan semakin maju pula sumber daya manusia pada daerah tersebut. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat partisipasi masyarakat terhadap pendidikan di suatu daerah,
akan semakin mundur pula sumber daya manusia pada daerah tersebut.
Oleh karena itu, masyarakat hendaknya selalu dilibatkan dalam pembangunan
pendidikan di daerah. Masyarakat hendaknya ditumbuhkan “rasa ikut memiliki”
sekolah di daerah sekitarnya. Maju-mundurnya sekolah di lingkungannya juga
merupakan tanggungjawab bersama masyarakat setempat. Sehingga bukan hanya
Kepala Sekolah dan Dewan Guru yang memikirkan maju mundurnya sekolah, tetapi
masyarakat setempat terlibat pula memikirkannya.
Untuk menarik simpati masyarakat agar mereka bersedia berpartisipasi
memajukan sekolah, perlu dilakukan berbagai hal, antara lain dengan cara
memberitahu masyarakat mengenai program-program sekolah, baik program yang
telah dilaksanakan, yang sedang dilaksanakan, maupun yang akan dilaksanakan

8
sehingga masyarakat mendapat gambaran yang jelas tentangsekolah yang
bersangkutan.

7. Manajemen Layanan Khusus


Oleh karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal dan anak-
anak luar biasa, agar anak-anak luar biasa tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan
manajemen layanan khusus.
Manajemen layanan khusus ini mencakup manajemen kesiswaan, kurikulum,
tenaga kependidikan, sarana-prasarana, pendanaan, dan lingkungan.Kepala sekolah
dapat menunjuk stafnya, terutama yang memahami ke-PLB-an, untuk melaksanakan
manajemen layanan khusus ini.

8. Struktur Organisasi Sekolah


Agar semua komponen di atas dapat dilaksanakan sebaik mungkin, struktur
organisasi Sekolah Inklusi dapat dibuat seperti alternatif di bawah ini.
 Alternatif 1: Terutama untuk Sekolah besar, yang memiliki lebih dari 12
rombongan belajar.
 Alternatif 2: Terutama untuk Sekolah cukup besar, yang memiliki lebih dari 6
rombongan belajar.

Catatan:

Kes-Ling :Kesiswaan dan Lingkungan

Akademik :Kurikulum, Sarana-Prasarana, dan Kegiatan belajr Mengajar

Alternatif 3 :Terutama untuk Sekolah kecil, yang memiliki tidak lebih dari 6
rombongan belajar.

D. Pembagian tugas pimpinan


1. Kepala Sekolah
Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator, educator, dan
supervisor.
a) .Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan sekolah,
termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan administrasi
sekolah.
b) Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan,
mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi
aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:
1) Administrasi kesiswaan
2) Administrasi kurikulum
3) Administrasi ketenagaan
4) Administrasi sarana-prasaran
5) Administrasi keuangan

9
6) Administrasi hubungan dengan masyarakat
7) Administrasi kegiatan belajar-mengajar.
c) Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan dapat mencapai sasaran
perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup:
1) Kegiatan harian
2) Kegiatan mingguan
3) Kegiatan bulanan
4) Kegiatan semesteran
5) Kegiatan akhir tahun pelajaran, dan
6) Kegiatan awal tahun pelajaran.
7) Tata Usaha
8) Kepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di
sekolah.
2. Ruang lingkup tugasnya adalah membantu
Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:
a. Administrasi kesiswaan
b. Administrasi kurikulum
c. Administrasi ketenagaan
d. Administrasi sarana-prasarana
e. Administrasi keuangan
f. Administrasi hubungan dengan masyarakat
g. Administrasi kegiatan belajar-mengajar.

3. Wakil Kepala Sekolah


Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam
hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar, bila Kepala
Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan tugas, 7 (tujuh) urusan yang
perlu penanganan terarah di sekolah, yaitu:
a) Urusan Kesiswaan, Ruang lingkupnya mencakup:
1) Pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin
dan tata tertib sekolah;
2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban,
keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan (6K);
3) Pengabdian masyarakat.
b) Urusan Kurikulum, Ruang lingkupnya meliputi pengurusan kegiatan belajar-
mengajar, baik kurikuler, ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan
kemampuan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan
pelatihan (diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah.
c) Urusan Ketenagaan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan ketenagaan.
d) Urusan sarana-prasarana, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan
(planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),

10
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan sarana-prasarana sekolah.
e) Urusan Keuangan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning),
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan
keuangan/pendanaan sekolah.
f) Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya mencakup:
1. Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan
perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian Kepala Sekolah;
2. Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan
sekolah;
3. Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang
berhubungan dengan usaha dan kegiatan pengabdian masyarakat.
g) Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang lingkupnya mencakup
mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing),
mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan
mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar-
mengajar yang dilaksanakan oleh guru.

E. Landasan Pendidikan Inklusi


Ada empat landasan yang harus dijadikan acuan dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusif. Keempat landasan tersebut antara lain landasan filosofis,
landasan pedagogik, landasan religius, dan landasan yuridis.
1. Landasan Filosofis
Setiap bangsa memiliki pandangan hidup atau filosofi sendiri, begitu pula dengan
bangsa Indonesia. Sebagai bangsa yang mempunyai pandangan atau filosofi sendiri,
maka dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif harus diletakkan atas dasar
pandangan hidup atau filosofi bangsa Indonesia sendiri. Landasan filosofis utama
penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima
pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi yang lebih mendasar lagi, yang
disebut Bhineka Tunggal Ika. Filsafat ini sebagai wujud pengakuan kebinekaan
manusia, baik kebinekaan vertikal maupun horisontal, yang mengemban misi tunggal
sebagai umat Tuhan di bumi. Kebinekaan vertikal ditandai dengan perbedaan
kecerdasan, kekuatan fisik, kemampuan finansial, kepangkatan, kemampuan
pengendalian diri, dan sebagainya. Sedangkan kebinekaan horisontal diwarnai dengan
perbedaan suku bangsa, ras, bahasa, budaya, agama, tempat tinggal, daerah, afiliasi
politik, dan sebagainya. Karena berbagai keberagaman namun dengan kesamaan misi
yang diemban di bumi ini, misi, menjadi kewajiban untuk membangun kebersamaan
dan interaksi dilandasi dengan saling membutuhkan.
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika meyakini bahwa di dalam diri manusia
bersemayam potensi yang bila dikembangkan melalui pendidikan yang baik danbenar
dapat berkembang hingga hampir tak terbatas. Bertolak dari perbedaan antar manusia,
filosofi ini meyakini adanya potensi unggul yang tersembunyi dalam diri individu jika

11
dikembangkan secara optimal dan terintegrasi dengan semua potensi kemanusiaan
lainnya dapat menghasilkan suatu kinerja profesional.Tugas pendidikan adalah
menemukan dan mengenali potensi unggul yang tersembunyi yang terdapat dalam diri
setiap individu peserta didik untuk dikembangkan hingga derajat yang optimal
sebagai bekal manusia beribadah kepada Tuhan. Dengan demikian pendidikan dapat
diartikan sebagai usaha sadar untuk memberdayakan semua potensi kemanusiaan
yang mencakup potensi fisik, kognitif, afektif, dan intuitif secara optimal dan
terintegrasi. Keunggulan dan kekurangan adalah suatu bentuk kebhinnekaan seperti
halnya ras, suku, agama, latar budaya, dan sebagainya. Di dalam individu dengan
segala keterbatasan dan kelebihan, di mana yang memiliki keterbatasan sering
bersemayam keunggulan, dan di dalam diri individu yang memiliki keunggulan sering
bersemayam keterbatasan. Dengan demikian, keunggulan dan keterbatasan tidak
dapat dijadikan sebagai alasan untuk memisahkan peserta didik yang memiliki
keterbatasan atau keunggulan dari pergaulannya dengan peserta didik lainnya karena
pergaulan antara mereka akan memungkinkan terjadi saling belajar tentang perilaku
dan pengalaman .

2. Landasan Religius
Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan pendidikan tidak dapat
dilepaskan kaitannya dengan agama. Di dalam al-Qur’an disebutkan bahwa hakikat
manusia adalah makhluk yang satu sama lain berbeda (individual differences). Tuhan
menciptakan manusia berbeda satu sama lain dengan maksud agar dapat saling
berhubungan dalam rangka saling membutuhkan Dalam landasan normatif Islam,
dapat dilihat gagasan tentang pendidikan inklusif termuat dalam salah satu ‘Abasa
ayat 1-10 yang dijelaskan tentang asbabun nuzul ayat tersebut berkenaan dengan
sikap Rasulullah terhadap Ibnu Ummi Mpaktum yang mengalam cacat fisik yaitu
buta. Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Rasulullah pernah berbicara dengan beberapa
pembesar kaum Quraisy dan berharap mereka mau memeluk Islam. ketika beliau
tengah berbicara dan mengajak mereka, tiba-tiba muncul Ibn Ummi Maktum, dimana
Ia merupakan salah seorang yang memeluk Islam lebih awal. Maka Ibn Ummi
Maktum seraya berpaling darinya dan menghadap orang lain.7 Padahal kedatangan
Ummi Maktum pada saat itu meminta diajarkan kepada Rasulullah.
Bertolak dari hal tersebut, Allah SWT memerintahkan Muhammad agar tidak
mengkhususkan pemberian peringatan itu hanya kepada seseorang saja. Tetapi
hendaklah beliau bertindak sama antara orang mulia, orang lemah, orang miskin,
orang kaya, orang terhormat, hamba sahaya, laki-laki, permpuan, anak-anak, dan
orang dewasa. Bunyi dari surat ‘Abasa ayat 1-11 yang berkaitan dengan teguran Allah
kepada Muhammad SAW adalah sebagai berikut: (1) Dia (Muhammad) bermuka
masam dan berpaling, (2) karena telah datang seorang buta kepadanya, (3) tahukah
kamu barang kali Ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa),(4) atau dia (ingin)
mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepdanya? (5)
adapun yang merasa dirinya serba cukup, (6) maka kamu harus melayaninya, (7)
padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman), (8)
dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegara (untuk mendapatkan

12
pengajaran), (9) sedang ia takut kepada (Allah), (10) maka kamu mengabaikannya.
(11) sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah
suatu peringatan. Ayat 1-11 Surat ‘Abasa ini merupakan teguran Allah kepada
Muhammad SAW, yang telah bermuka masam kepada orang buta yang meminta
diajari agama Islam. Adanya siswa yang membutuhkan layanan pendidikan khusus
pada hakikatnya adalah manifestasi dari hakikat manusia sebagai individual
differences tersebut. Interaksi manusia harus dikaitkan dengan upaya pembuatan
kebajikan. Ada dua jenis interaksi antar manusia, yaitu kooperatif dan kompetitif (QS.
al-Maidah, 5: 2 & 48). Begitu pula dengan pendidikan, yang juga harus menggunakan
keduanya dalam rangka mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran.
Bertolak dari ayat-ayat Al-Qur'an yang telah diuraikan, menunjukkan bahwa ada
kesamaan antara pandangan filosofis dengan religi tentang hakikat manusia.
Keduanya merupakan upaya menemukan kebenaran hakiki; filsafat menggunakan
nalar belaka sedangkan agama menggunakan wahyu. Keduanya akan bertemu karena
sumber kebenaran hakiki hanya satu yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Landasan filosofis dan religi akan bertemu untuk selanjutnya dapat menjadi landasan
dalam pemanfaatan hasil-hasil penelitian sebagai produk kegiatan keilmuan, termasuk
di dalamnya untuk penyelenggaran pendidikan.

3. Landasan Pedagogik
Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik. Peserta
didik menjadi warga Negara yang beriman, bertakwa, kreatif, dan bertanggung jawab.
Melaluii pendidikan anak berkebutuhan khusus dibentuk untuk bertanggung jawab
dan dapat mengembangkan segala potensi yang dimilikinya. Konsekuensi dari tujuan
tersebut adalah hak warganegara untuk mendapatkan pendidikan dan bahkan menjadi
kewajiban semua warga untuk mendapatkan pendidikan dasar sembilan tahun (Wajib
Belajar Sembilan Tahun). Hak dan kewajiban warganegara ini harus tetap
diimplementasikan tanpa kecuali dan tanpa diskriminasi. Atas nama kesamaan hak,
derajat, harkat dan martabat sebagai warganegara Indonesia bahkan sebagai warga
dunia, maka pendidikan untuk semua (education for all) sebagaimana dideklarasikan
di Bangkok 1991 harus tetap dilaksanakan kapanpun dan dimanapun tanpa
menjadikan penyandang difabel termarginalisasi dalam keikutsertaannya dalam
program pendidikan. Untuk menampung kebutuhan sebagaimana tersebut, maka
penyelenggaraan sekolah inklusi menjadi sangat relevan.

4. Landasan Yuridis
Landasan yuridis memiliki hirarki dari undang-undang dasar, undang-undang,
peraturan pemerintah, kebijakan direktur jendral, peraturan daerah, kebijakan direktur,
hingga peraturan sekolah. Juga melibatkan kesepakatan-kesepakatan internasional
yang berkenaan dengan pendidikan. Pada kesepakatan UNESCO di Salamanca,
Spanyol pada 1994 telah ditetapkan agar pendidikan di seluruh dunia dilaksanakan
secara inklusif. Dalam kesepakatan tersebut juga dinyatakan bahwa pendidikan adalah
hak untuk semua (educational for all), tidak peduli orang itu memiliki hambatan atau
tidak, kaya atau miskin, pendidikan juga tidak membedakan ras, warna kulit, suku,

13
dan agama. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sedapat mungkin
dintegrasikan dengan pendidikan reguler, pemisahan dalam bentuk segregrasi hanya
untuk keperluan pembelajaran (instruction), bukan untuk keperluan pendidikan
(education). Untuk keperluan pendidikan, anak-anak berkebutuhan khusus harus
disosialisasikan dalam lingkungan yang nyata dengan anak-anak lain pada umumnya.
Adapun landasan yuridis pendidikan inklusif sebagai berikut:

Instrumen Internasional
a. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Tahun 1948
b. Konvensi PBB tentang Hak Anak Tahun 1989
c. Deklarasi Dunia tentang Pendidikan Untuk Semua (Jomtien) Tahun 1990
d. Peraturan Standar tentang Persamaan Kesempatan bagi para Penyandang Cacat
Tahun 1990
e. Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus
Tahun 1994
f. Tinjauan 5 tahun Salamanca Tahun 1999
g. Kerangka Aksi Forum Pendidikan Dunia (Dakar) Tahun 2000
h. Tujuan Pembangunan Millenium yang berfokus pada Penurunan Angka
Kemiskinan dan Pembangunan Tahun 2000
i. Flagship PUS tentang Pendidikan dan Kecacatan Tahun 2001

Instrumen Nasional
a. UUD 1945 (amandemen) pasal 31
b. UU Nomor 20 Tahun 2003 pasal 3, 5, 32, 36 ayat (3), 45 ayat (1), 51, 52, 53.
c. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal 5
d. Deklarasi Bandung (Nasional) ”Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif” 8-14
Agustus 2004
e. Deklarasi Bukit Tinggi (Internasional) Tahun 2005
f. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Nomor 380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari
2003 tentang pendidikan inklusif
g. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan
inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manajemen Sekolah Inklusif merupakan bagian integral dari penyelenggaran
pendidikan inklusif, karena para siswa sekolah inklusi terdiri atas anak-anak normal
dan anak-anak berkebutuhan khusus, sehingga agar anak-anak berkebutuhan khusus
tersebut tidak sampai terabaikan, dapat dilakukan manajemen layanan khusus yang
terdapat dalam salah satu komponen manajemen pendidikan inklusif.
Manajemen pendidikan inklusif dalam pendidikan luar biasa merupakan suatu
proses keseluruhan kegiatan secara bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi
perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan, dan pengawasan dengan
mendayagunakan sumber-sumber yang ada, baik sumber daya manusia maupun
sumberdaya lainnya berupa material demi tercapainya tujuan pendidikan secara
efektif dan efisien.
B. Saran
Demikianlah makalah ini yang dapat kami sampaikan. Kritik dan saran yang
membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini dan semoga makalah ini
bermanfaat.

15
DAFTAR PUSTAKA

An-Nizzah, H. (2018). Mengenal Lebih Dekat Anak Berkebutuhan Khusus dan


Pendidikan Inklusif. Sukohrjo: Magister Pendidikan Luar Biasa.

Ariastuti, R. & Herawati, D, V. (2016). Optimalisasi Peran Sekolah Inklusi. Jurnal


Pengabdian Pada Masyarakat. 1(1), 38-47.

Hidayah, N. (2019). Pendidikan Inklusi dan Anak Berkebutuhan Khusus . Yogyakarta:


Samudra Biru.

Ikramullah & Sirojuddin, A. (2020). Optimalisasi Manajemen Sekolah Dalam Menerapkan


Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar. Munaddhomah : Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam. 1(2), 131-139.

16

Anda mungkin juga menyukai