Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“DINAMIKA PENDIDIKAN INKLUSIF III”

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu : M. Dani Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd

Disusun Oleh:
Kelas 5 C PGSD
Kelompok 9

4. Norhidayah (1810125120028)
6. Riska Norfahma (1810125120030)
7. Siti Aulia Rahmi (1810125120032)
33. Syaurian Akbar (1810125310001)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
BANJARMASIN
2020

2
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin. Segala puji dan syukur kami panjatkan keha


dirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat serta hidayah-Nya penulis dapat men
yelesaikan tugas pembuatan makalah “Dinamika Pendidikan Inklusif III”.
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Pendidikan Inklusi Bimbingan M.Dani Wahyudi, S.Pd.I., M.Pd. Dala
m pembuatan makalah ini penulis sangat berterima kasih kepada kawan-kawan ya
ng sudah berusaha keras menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya, d
an kepada kedua Orang Tua yang selalu mendoakan.
Dengan dibuatnya makalah ini penulis berharap dapat memberikan
manfaaat serta ilmu yang berguna.. Oleh karena itu, sangatlah penulis harapkan
saran dan kritik yang positif dan membangun dari semua pihak agar makalah ini
menjadi lebih baik dan berdaya guna di masa yang akan datang.

Banjarmasin, 7 Oktober 2020

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................2

C. Tujuan...........................................................................................................3

BAB II......................................................................................................................4

ISI.............................................................................................................................4

A. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum Atau Regular


Sesuai Jalurnya.....................................................................................................4

B. Inklusi Sebagai Sebuah Paradigma Layanan Pendidikan, Bukan Sebuah


Label.....................................................................................................................6

C. Pendidikan Inklusif Sebagai Bagian Dari Inclusive Society........................8

BAB III..................................................................................................................12

PENUTUP..............................................................................................................12

A. Kesimpulan.................................................................................................12

B. Saran...........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk
mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Pada Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 32 ayat (1) yang menegaskan
“setiap warga  berhak mendapatkan pendidikan”; Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 32 ayat (2) yang menegaskan “setiap warga ank a wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, Pasal 5 ayat (1) yang menegaskan “setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”.
Undang-undang inilah yang menjadi bukti kuat hadirnya pendidikan
inklusi ditengah masyarah.
Pada pendidikan dasar, kehadiran pendidikan inklusi perlu
mendapat perhatian lebih. Pendidikan inklusif sebagai layanan pendidikan
yang mengikutsertakan anak berkebutuhan khusus (ABK) belajar  bersama
anak normal (non-ABK) usia sebayanya di kelas anak luar/biasa yang
terdekat dengan tempat tinggalnya.  Menerima ABK di Sekolah terdekat
merupakan mimpi yang indah yang dirasakan orang tua yang memiliki
anak dengan kebutuhan khusus.
Sayangnya, Sekolah Inklusi yang sudah “terlanjur” menerima tidak
langsung dengan mudahnya menangani anak-anak yang sekolah dengan
kebutuhan khusus itu. Kurikulum harus dapat disesuaikan dengan kelas

1
yang heterogen dengan karakteristik ABK dan regular. Guru belum siap
untuk menangani anak-anak dikelasnya dengan karakteristik yang berbeda.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan yang diperuntukan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena memiliki kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Oleh karena itu,
untuk mendorong kemampuan pembelajaran mereka dibutuhkan
lingkungan belajar yang kondusif, baik tempat belajar, metoda, sistem
penilaian, sarana dan prasarana serta yang tidak kalah pentingnya adalah
tersedianya media pendidikan yang memadai sesuai dengan kebutuhan
peserta didik.
Pemerintah sebagai faktor utama dalam membuat kebijaksanaan
pendidikan mengupayakan program pemerataan pendidikan dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah suatu
kebijaksanaan pemerintah dalam mengupayakan pendidikan yang bisa
dinikmati oleh setiap warga negara agar memperoleh pendidikan   tanpa
memandang anak berkebutuhan khusus dan anak normal agar bisa
bersekolah dan memperoleh pendidikan yang layak dan berkualitas untuk
masa depan hidupnya.
Pendidikan inklusif yang kini berjalan belum terealisasi secara
maksimal. Masyarakat pun belum memahami mengenai paradigma
pendidikan inklusif sehingga tidak dapat berpartisipasi didalamnya.
Partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting bagi
keberhasilan pendidikan inklusif.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:  
1. Bagaimana Pendidikan Inklusi sebagai upaya untuk mengembalikan
sekolah umum/regular sesuai jalurnya ?
2. Bagaimana Pendidikan Inklusi sebagai sebuah paradigma layanan
pendidikan, bukan sebuah label ?
3. Bagaimana Pendidikan inklusif sebagai bagian dari inclusive society ?

2
C. Tujuan
Tujuan makalah ini adalah sebagai berikut
1. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Inklusi sebagai upaya untuk
mengembalikan sekolah umum/regular sesuai jalurnya
2. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan Inklusi sebagai sebuah
paradigma layanan pendidikan, bukan sebuah label
3. Untuk mengetahui bagaimana Pendidikan inklusif sebagai bagian dari
inclusive society

3
BAB II

ISI

A. Inklusi Sebagai Upaya Mengembalikan Sekolah Umum Atau Regular


Sesuai Jalurnya

Kebanyakan orang berpandangan bahwa sekolah umum/reguler


diperuntukkan bagi anak anak normal yaitu anak yang tidak memiliki
kelainan atau kebutuhan khusus. Sepertinya sekolah umum/reguler hanyar
miliknya mereka yang normal. Padahal jika dikaji dari makna Bahasa
Indonesia, "sekolah umum/reguler" seharusnya miliknya semua orang.
Umum/reguler berarti untuk umum. Berpijak kesalahan memaknai
"umum/reguler" tersebut maka segala upaya/kegiatam hanya mengarah
kepada kepentingan untuk anak-anak yang norrmal saja. Segala hal seperti
kurikulum, sarana dan prasarana, peyediaam maupun peningkatan SDM
tenaga pendidik, proses pembelajaran, evaluasi, dan sebagainya tidak
mengarah untuk pembelaan kepada masyarakat secara umum (tanpa
kecuali). Mereka yang kebetulan tidak termasuk dalam kategori normal
tersebut merasa tersisihkan untuk mendapatkan layanan pendidikan di
sekolah umum/reguler.

4
Lembaga pendidikan dan perangkat lembaga menaunginya jarang
memikirkan mencukupi SDM yang bertujuan untuk bisa melayani sekua
masyarakat tanpa kecuali, Sekolah umum/reguler biasanya berorientasi
pemenuhan guru umum. Jarang terpikirkan memenuhi gurunatau tenaga
lainnya yang bisa melayani siswa-siswa yang mempunyai kebutuhan
khusus dan sejenisnya (tidak dalam kategori normal). Seharusnya
pemenuhan SDM selain guru umum, perlu dipenuhi. Saat ini biasanya
hanya guru bimbingan konseling (BK) yang sudah menjadi program
pemerintah, itupun mulai sekolah menengah pertama. Jenjang sekolah
dasar masih dirangkap oleh guru kelas. Pemenuhan sarana dan prasarana
yang akses untuk semua orang tentu merupakan keharusan yang segera
dipenuhi. Sebenarnya peraturan perundang-undangan mengenai fasilitas
umum (termasuk lembaga pendidikan yang akses sudah ada, baik beruba
Undang-Undang atau Peraturan Menteri Pekerjaan Umum. Simak
misalnya UU No. 27 tahun 2002 pasal 27 ayat 2 tentang ketentuan
aksebilitas pembangunan gedung.

Memaknai sekolah umum/reguler bisa dianalogkan dengan


fenomena fasilitas umum lainnya, seperti Puskesmas, jalan umum, kantor
pos dan sebagainya. Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya bisa diakses oleh
semua orang tanpa kecuali, termasuk mereka yang secara kebetulan
memiliki kebutuhan khusus. Analogi lainnya tentang pendidikan inklusif
bisa belajar dari profesi bidang kesehatan. Salah satu lembaga yang
menangani kesehatan masyarakat yaitu rumah sakit umum. Walaupun
dimaknai sebagai rumah sakit umum, namun tidak hanya dokter umum
saja yang bekerja disana. Dokter-dokter spesialis dan tenaga-tenaga lain
yang diperlukan tetap direkrut untuk menangani mereka yang mempunyai
penyakit apesifik, Analogi ini memang tidak sama persis, namun
setidaknya semangat untuk memenuhi segala fasilitas dan SDM di sekolah
umum tetao menjadi hal penting untuk mewujudkan SEKOLAH UNTUM
SEMUA atau dalam istilah di PBB merujuk EDUCATIONAL FOR ALL.

5
Inklusi merupakan sebuah proses dua arah untuk meningkatkan
partisipasi dalam belajar dan mengidentifikasi serta mengurangi atau
menghilangkan hambatan untuk belajar dan berpartisipasi. Strategi inklusi
harus berfokus pada interaksi antara anak dan lingkungannya. Pada
prinsipnya dalam inklusi, setiap orang berbagi visi yang sama tentang
bagaimana anak harus belajar, bekerja dan bermain bersama. Setiap orang
harus yakin, bahwa pendidikan hendaknya inklusif, adil dan tidak
diskriminatif.

Pendidikan inklusi berarti sekolah harus mengakomodasi semua


anak tanpa memandang kondisi fisik, intelektual. Sosial-emosional,
linguistik atau kondisi lainnya. Ini harus mencakup anak-anak penyandang
cacat dan berbakat. Anak-anak jalanan dan pekerja, anak berasal dari
populasi terpencil atau yang berpindah-pindah. Anak dari kelompok etnis
minoritas, linguistik atau budaya dan anak-anak dari area atau kelompok
yang kurang beruntung atau termarjinalisasi. Melalui pendidikan inklusi,
anak berkelainan dididik bersama-sama anak-anak lainnya yang normal,
untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki (Freiberg, 1995). Hal ini
dilandasi oleh kenyataan bahwa dalam masyarakat terdapat anak-anak
normal dan anak-anak berkelainan, termasuk anak cacat yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan sebagai suatu komunitas manusia dan sebagai
makhluk sosial.

B. Inklusi Sebagai Sebuah Paradigma Layanan Pendidikan, Bukan


Sebuah Label

Pada awal 90-an, lahirlah paradigma inklusi yang bermuatan


humanistik dan penegakkan hak-hak asasi manusi (HAM). Inti dari
paradigma inklusi adalah pelayanan pendidikan dalam keragaman.
Menurut Meijer, dkk (1997) menyatakan bahwa pendidikan inklusif itu
mampu menampung masyarakat yang beragam dan memberikan layanan
pendidikan yang berbeda. Pada tataran sistem operasional layanan
kependidikan menggeser pola segregasi menuju pola inklusi atau sekolah

6
untuk anak normal dan sekolah untuk anak berkebutuhan khusus. Hal ini
ditegaskan oleh Susan Stainback (1994) dengan sebutan pendidikan bagi
semua siswa dalam sebuah regular (Education ALL Students in Regular
Education) atau dikenal dengan pendidikan inklusif (Budiyanti, 2017: 2).
Pendidikan insklusi menjadi paradigama baru di Indonesia sebagai
bentuk ketidakpuasan penyelenggaraan pendidikan bagi anak-anak yang
memilkii kelainan dengan menggunakan sistem segregasi yaitu sebuah
sitem yang memisahkan anak berkelaianan dengan anak normal. Hak
belajar bersama dan diperlakukan adil dalam proses pendidikan tanpa
memandangan kondisi anak adalah hak semua anak. Sebab pendidikan
diperlukan untuk dapat membantu mengoptimalkan potensi yang dimiliki
anak sebagai bekal hidup untuk hidup dalam masyarakat normal.
Hadirnya pendidikan inklusif menjadi salah satu solusi bagi anak
berkelainan, baik kondisi fisik, intelektual, sosial, emosi, bahasa atau
kondisi lainnya untuk dapat memperoleh pendidikan yang seperti anak
normal. Sekolah harus menciptakan suasana penerimaan yang kondusif
bagi semua anak untuk belajar bersama terlepas dari kecacatan yang
dimiliki. Dengan sistem pendidikan inklusif menunjukkan bahwa
keberagaman itu berasal dari masyarakat sehingga semua orang harus
dihargai dah dihormati serta berhak mengenyam pendidikan di sekolah
yang sama tanpa heterogen. Melalui pendidikan inklusif, anak yang
memiliki kelaianan bersama anak normal diedukasi dalamm keberagaman
kondisi untuk belajar bersama-sama guna mengoptimalkan potensi-potensi
yang dimiliki sehingga dapat membantu anak tersebut dalam menjalankan
hidup secara lebih mandiri.
Pada dasarnya paradigma pendidikan inklusif memberikan
kesempatan memperoleh pendidikan yang berkualitas, adil dan tidak ada
diskriminatif bagi masyarakat sehingga anak tidak lagi dibedakan
berdasarkan label atau karakterisitik tertentu atau dengan kata lain semua
anak berada dalam satu pendidikan yang sama. Artinya pendidikan inklusi
ini bukan sebuah merk sekolah tapi sebuah layanan maksudnya disini
sekolah yang menerapkan pendidikan inklusi tidak di cap sebagai sekolah

7
anak berkebutuhan khusus dan anak normal namun dijadikan sebagai
sebuah layanan pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan bahwa
semua anak berhak mendapatkan pendidikan dan perlakuan yang sama
tanpa dibeda-bedakan yang mana pada dasarnya pendidikan adalah milik
semua orang, tanpa melihat kaya atau miskin, tua atau muda, bahkan orang
yang normal dengan orang berkebutuhan khusus. Sehingga pendidikan
dapat dinikmati oleh semua orang tanpa terkecuali. Jika ada sebuah label,
maka dikhawatirkan bisa menjadi layanan pendidikan eksklusif yang bisa
membuat beberapa anak tidak bisa mengenyam pendidikan juga akan
membuat anak merasa di diskriminasi.(Yuwono, imam dan Utomo, 2015:
1-2).

C. Pendidikan Inklusif Sebagai Bagian Dari Inclusive Society


Pendidikan inklusif yang kini berjalan belum terealisasi secara
maksimal. Masyarakat pun belum memahami mengenai paradigma
pendidikan inklusif sehingga tidak dapat berpartisipasi didalamnya.
Partisipasi masyarakat merupakan komponen yang sangat penting bagi
keberhasilan pendidikan inklusif. Karena dalam sekolah inklusif ini
dibutuhkan kerjasama antara masyarakat dengan pengajar di kelas untuk
menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima
keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.Peran serta masyarakat yang
berupa kerjasama kemitraan antara sekolah dengan pemerintah, orang tua,
dan kelompok masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lainnya
dilindungi oleh undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang
mendasari kerjasama kemitraan. Peran serta masyarakat sangat penting
diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan khusus, karena
masyarakat memiliki berbagai sumberdaya yang dibutuhkan sekolah dan
sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik sekolah di samping
pemerintah.Saat partisipasi masyarakat dapat dilakukan secara maksimal
dalam mendukung pendidikan inklusif maka tujuan dari pendidikan untuk
kesejahteraan akan tercapai.
Masyarakat inklusif adalah masyarakat yang terbuka terhadap
perbedaan-perbedaan yang ada dalam kehidupannya, serta dapat

8
menerimanya sebagai keniscayaan. Sikap inklusif dalam masyarakat
didasarkan pada sikap yang mau saling menghargai segala perbedaan dan
menjadikanya sebagai pengikat dalam membangun harmonisasi hidup
bukan justru menonjolkan nilai particular masing masing.
Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang tidak diskriminatif,
dan dalam setting pendidikan inklusi, anak mempunyai hak yang sama
untuk mendapatkan pendidikan, termasuk Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Dalam rangka mewujudkan pendidikan inklusi tersebut,
ditetapkan sekolah penyelenggara pendidikan inklusi.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusi adalah,  sekolah-sekolah
umum yang menerima dan memberikan layanan khusus kepada Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) tanpa diskriminasi. Di sekolah ini, Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK)  diberikan kesempatan yang sama untuk
mengembangkan potensinya, mendapatkan kesempatan  belajar dan
bersosialisasi.
Semua anak memiliki hak sama dalam mendapatkan hak
pendidikan, tidak terkecuali bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).
Semua pihak bertanggung jawab dan memastikan bahwa hak anak tersebut
dapat dipenuhi sebagaimana mestinya. Pihak sekolah, baik kepala sekolah,
guru, dan tenaga kependidikan, berperan penting dalam mewujudkan
terpenuhinya hak pendidikan bagi semua anak tanpa ada diskriminasi.
Melalui pendidikan inklusif tersebut, dapat mensukseskan
pendidikan untuk semua atau dikenal dengan EFA ( Education For All),
yaitu pendidikan yang merata untuk semua lapisan masyarakat tanpa
membedakan SARA, yaitu suku, ras agama maupun antar golongan.
Pendidikan adalah hak warga negara tanpa kecuali,  baik berupa
pendidikan formal maupun non formal. Dengan demikian, pendidikan
menjadi hak mendasar yang sudah semestinya menjadi hak semua anak,
tanpa kecuali.
Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif sebenarnya bagian dari
masyarakat yang inklusif (inclusive society). Savon sevin (2008)
menggambarkan masyarakat yang inklusif dengan pola sebagai berikut :

9
Gambaran masyarakat yang inklusif merupakan masyarakat yang
berbineka, yaitu masyarakat yang heterogen dan saling melengkapi.
Sekolah sebagai tempat untuk menyiapkan agar para siswa nantinya akan
mempunyai kesiapan untuk menempuh kehidupan di masyarakat yang
heterogen. Sebenarnya makna ini sudah tidak asing lagi untuk membentuk
masyarakat gotong royong. Bukan masyarakat yang menuju egoisme
Sementara itu,  persepsi atau pandangan masyarakat terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK) perlu diluruskan. Masyarakat perlu
diberikan pemahaman,  bahwa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK pun
dapat diterima pada sekolah umum.
Masalah tidak tersedianya Sekolah Luar Biasa atau SLB pada
semua daerah,  jangan dijadikan alasan untuk menghalangi Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK)  tidak dapat mengenyam pendidikan yang
layak atau berhenti sekolah. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tetap
dapat melanjutkan di sekolah umum. 

10
Oleh sebab itu, sekolah umum harus dapat menerima Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK), sesuai dengan kondisi dan kemampuan
yang ada,  dan kepada seluruh pihak di sekolah tersebut diberikan
wawasan yang cukup tentang apa pendidikan inklusi dan  itu Anak
Berkebutuhan Khusus (ABK).
Keberagaman di kalangan siswa merupakan aset yang patut
disyukuri, karena dapat memperkaya pembelajaran, bukan sebagai faktor
penghambat proses pembelajaran. Menurut paradigman baru pendidikan
sekarang ini, bahwa inklusivitas dalam pembelajaran berhasil
meningkatkan  mutu sekolah. 
 Tujuan yang diharapkan dapat dicapai oleh masyarakat dalam
pelaksanaan pendidikan inklusif antara lain adalah:
1. masyarakat akan merasakan suatu kebanggaan karena lebih banyak
anak mengikuti pendidikan di sekolah yang ada di lingkungannya.
2. semua anak yang ada di masyarakat akan terangkat dan menjadi
sumber daya yang potensial, yang akan lebih penting adalah bahwa
masyarakat akan lebih terlibat di sekolah dalam rangka menciptakan
hubungan yang lebih baik antara sekolah dan masyarakat
( Tarmansyah, 2007:112-113).

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paradigma pendidikan inklusif memberikan kesempatan


memperoleh pendidikan yang berkualitas, adil dan tidak ada diskriminatif
bagi masyarakat sehingga anak tidak lagi dibedakan berdasarkan label atau
karakterisitik tertentu atau dengan kata lain semua anak berada dalam satu
pendidikan yang sama. Artinya pendidikan inklusi ini bukan sebuah merk
sekolah tapi sebuah layanan.

Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif merupakan bagian dari


masyarakat yang inklusif (inclusive society). Melalui pendidikan inklusif
tersebut, dapat mensukseskan pendidikan untuk semua atau dikenal
dengan EFA ( Education For All), yaitu pendidikan yang merata untuk
semua lapisan masyarakat tanpa membedakan SARA, yaitu suku, ras
agama maupun antar golongan. Pendidikan adalah hak warga negara tanpa
kecuali,  baik berupa pendidikan formal maupun non formal. Dengan
demikian, pendidikan menjadi hak mendasar yang sudah semestinya
menjadi hak semua anak, tanpa kecuali.

B. Saran

Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan sekolah inklusif


sehingga anak yang berkebutuhan khusus yang berbakat dapat
menyakurkan bakat mereka. Pemerintah juga harus mensosialisasikan
adanya sekolah inklusif agar sekolah inklusif diketahui keberadaanya, dan
masyarakat tidak lagi meremehkan sekolah inklusif bahwa anak-anak
inklusif juga bisa berprestasi layaknya anak normal.

12
Dengan adanya makalah ini diharapkan kepada teman-teman
mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman tentang perencanaan
pembelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dan tujuan
pembelajaran.
Dengan keterbatasan pemikiran dan sumber materi yang menjadi
acuan dalam pembutan makalah ini maka kami harapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun dalam penyusunan makalah selanjutnya.

13
14
DAFTAR PUSTAKA

Budiyanto. 2017. Pengantar Pendidikan Inklusif Bebrbasis Budaya Lokal Edisi


Pertama. Jakarta: Prenadamedia Group.

Dwi Kristanto Yosep, 2018, Belajar Menuju Masyarakat Inklusif,


http://people.usd.ac.id/~ydkristanto/index.php/2018/01/belajar-menuju-
masyarakat-inklusif.

Ita, Efrida. 2019. Konsep Sistem Layanan Penyelenggaraan Pendidikan


Melalului Pendidikan Inklusif Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Citra Bakti. 6 (2): 188-190.

Yuwono, Imam. 2015. Pendidikan Inklusif (Paradigma Pendidikan Ramah


Anak). Banjarmasin: Pustaka Banua.

Zaki Muhammad, 2019, INCLUSIVE SOCIETY: MERAJUT TOLERANSI


BERBANGSA BERBASIS AGAMA, SOSIAL-EKONOMI, DAN POLITIK
LOKAL file:///C:/Users/User/Downloads/InclusiveSocietyPublished.pdf.

15

Anda mungkin juga menyukai