Anda di halaman 1dari 14

Perbedaan Sekolah Inklusi dan Sekolah Reguler

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Dedi Mulia, M.Pd

Kelompok 12
Disusun oleh :
Susi 2288190005
Sri Haryati 2288190008

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sekolah Inklusi dan Reguler...................................................................... 3
2.2 Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia............................................................... 4
2.3 Perbedaan Sekolah Inklusi dan Reguler.................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Perbedaan Sekolah Inklusi
dan Reguler”. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa kami limpahkan kepada baginda nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang berperan besar dalam proses penyusunan
makalah kami. Terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh mahasiswa pendidikan sejarah
yang turut serta membantu penyusunan makalah kami.
Tak lupa terima kasih kami ucapkan kepada para pembaca yang telah meluangkan
waktunya untuk membaca makalah kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Kami sadar masih terdapat kesalahan baik dari segi bahasa, penulisan, materi dan
masih banyak lagi. Maka tentunya kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
makalah yang akan datang.

Serang, 29 September 2021

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara
memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus untuk memperoleh
layanan pendidikan yang bermutu. Ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus
berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam
pendidikan. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia
disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.
Pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak berkebutuhan
khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan belajar mengajar yang
sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan hambatan penglihatan (tunanetra),
itupun perkembangannya kurang menggembirakan karena banyak sekolah reguler yang
keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.. Untuk mensukseskan wajib belajar
pendidikan dasar, dipandang perlu meningkatkan perhatian terhadap anak berkebutuhan
khusus, baik yang telah memasuki sekolah reguler (SD) tetapi belum mendapatkan pelayanan
pendidikan khusus maupun yang belum mengenyam pendidikan sama sekali karena tidak
diterima di SD terdekat atau karena lokasi SLB jauh dari tempat domisilinya.
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan bahwa ‘pendidikan
khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang berkelainan atau peserta didik yang
memiliki kecerdasan luar biasa yang diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.Pasal inilah yang
memungkinkan terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa
penyelenggaraan pendidikan inklusi. Secara lebih operasional, hal ini diperkuat dengan
peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus.

3
Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak
lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar
biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka
tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi
pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan
Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Definisi Sekolah Inklusi dan Reguler?
2. Bagiamana Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia?
3. Bagiamanakah Perbedaan Sekolah Inklusi dengan Reguler?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui Definisi Sekolah Inklusi dan Reguler
2. Mengetahui Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia
3. Menjelaskan Perbedaan Sekolah Inklusi dengan Reguler

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sekolah Inklusif dan Reguler

a. Sekolah Inklusi

Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara
optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum,
sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem
penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang
menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak
berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan
tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi
sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah
pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada
proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.

b. Sekolah Reguler

Sekolah terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan
khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetap menggunakan
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran
reguler untuk semua peserta didik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam
mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus menyesuaikan
dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu menuntut
anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan
dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhan khusus tidak
mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individu anak. Sedangkan keuntungannya
adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar

5
2.2 Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia

Sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan
oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback,1980). Berdasarkan batasan tersebut
pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan
anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah
memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa
adanya diskriminasi kepada siapapun.

a. Falsafah Inklusif

Secara umum falsafah inklusi adalah mewujudkan suatu kehidupan yang ramah tidak
diskriminatif dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian inklusi tidak hanya
dalam aspek pendidikan tetapi dalam segala aspek kehidupan. Inklusi berarti juga suatu cita-cita
seperti halnya kehidupan adil dan makmur serta sejahtera yang harus dicapai dalam suatu
kehidupan masyarakat. Falsafah pendidikan inklusif adalah upaya mewujudkan sekolah yang
ramah dalam pembelajaran.

 Sekolah ramah adalah pendidikan yang menghargai hak dasar manusia


 Sekolah ramah adalah pendidikan yang memperhatikan kebutuhan individual
 Sekolah ramah berarti menerima keanekaragaman
 Sekolah ramah berarti tidak deskriminatif
 Sekolah ramah menghindari labelisasi

Falsafah pendidikan inklusi juga dapat bermakna :

 Pendidikan untuk semua. Setiap anak berhak untuk mengakses dan mendapatkan fasilitas
pendidikan yang layak.
 Belajar hidup bersama dan bersosialisasi. Setiap anak berhak untuk mendapatkan
perhatian yang sama sebagai peserta didik.

6
 Integrasi pada lingkungan. Setiap anak berhak menyatu dengan lingkungannya dan
menjalin kehidupan sosial yang harmonis.
 Penerimaan terhadap perbedaan. Setiap anak berhak dipandang sama dan tidak
mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi yang unik

Sekolah ramah menuntut perubahan banyak hal, di antaranya :

 Sekolah ramah menuntut perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak semua
komponen sekolah
 Kesiapan siswa menerima anak khusus
 Kesiapan guru menerima anak khusus
 Kesiapan orangtua menerima anak khusus
 Kesiapan anak khusus dan orangtua anak khusus menerima lingkungan yang tidak
ekslusif
 Kesiapan infrastruktur

b. Implikasi manajerial pendidikan inklusif


Sekolah reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif akan berimplikasi secara
manajerial di sekolah tersebut. Diantaranya adalah:
a) Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
b) Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan
kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual.
c) Guru di kelas reguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d) Guru pada sekolah inklusif dituntut melakukan kolaborasi dengan profesi atau
sumberdaya lain dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
e) Guru pada sekolah inklusif dituntut melibatkan orangtua secara bermakna dalam
proses pendidikan.

c. Tujuan Pendidikan Inklusi


a)      Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak
berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

7
b)      Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
c)      Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan
angka tinggal kelas dan putus sekolah.
d)     Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
e)      Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 32 ayat 1 yang
berbunyi “setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang
berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya
Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi “anak yang menyandang cacat fisik dan atau
mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan
biasa dan pendidikan luar biasa”.

d. Kriteria calon sekolah penyelenggara pendidikan Inklusif


1)      Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inlusif (kepala
sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua)
2)      Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah
3)      Tersedia guru khusus/PLB (guru tetap sekolah atau guru yang diperbantukan dari
lembaga lain).
4)      Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar
5)      Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan
6)      Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak
7)      Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusi
8)      Sekolah tersebut telah terakreditasi

2.3 Perbedaan Sekolah Inklusi dengan Reguler

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memiliki beberapa perbedaan dari sekolah
umum pada biasanya. Biasanya, proporsi jumlah siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi

8
adalah 5-10% dari keseluruhan siswa. Seperti halnya jika dalam satu kelas ada 20 anak, maka
akan ada 2 ABK di kelas tersebut. Namun kebijakan tentang berapa jumlah murid berkebutuhan
khusus ini kembali lagi pada kebijakan masing-masing sekolah.  Beberapa perbedaan lain yang
terdapat sekolah inklusi dengan sekolah reguler adalah:

1. Memberi ruang untuk murid berkebutuhan khusus


Salah satu tujuan pendidikan inklusif ialah memberi ruang untuk siswa
berkebutuhan khusus. Ketika sekolah memberikan ruang yang sama untuk belajar baik
bagi murid berkebutuhan khusus maupun yang tidak, maka semua pihak yang terlibat
akan mendapat manfaat. Bukan hanya murid berkebutuhan khusus saja, tapi juga siswa
lain pada umumnya. Lewat sekolah inklusi, mereka bisa belajar tentang perbedaan sejak
sedini mungkin. Mereka bisa memahami bahwa semua anak sama dan memiliki hak
untuk belajar yang setara terlepas dari kondisi fisik atau mental masing-masing.

2. Pengajaran kolaboratif
Keunikan lain dari sekolah inklusi adalah pengajaran kolaboratif atau co-teaching.
Artinya, dalam satu kelas bisa saja ada 2 guru. Satu orang guru fokus mengajar anak-anak
lain, dan satu lagi fokus pada anak berkebutuhan khusus. Salah satu pembelajaran
inklusif ini dapat menguntungkan semua anak berkubutuhan khusus. Mereka tetap belajar
di satu ruang kelas yang sama, bukan di ruangan berbeda. Tentunya, pengajaran
kolaboratif di sekolah inklusi akan lebih intensif dibandingkan dengan sekolah biasa.

3. Memahami tiap anak unik


Salah satu konsep pendidikan inklusif adalah mengakui keunikan setiap anak.
Tidak ada anak yang sama, bahkan jenis kecerdasan yang mereka miliki pun bisa
berbeda. Di sekolah inklusi, hal ini mendapat validasi tertinggi. Guru tidak akan
memaksa setiap anak memiliki perkembangan akademik yang sama baiknya, namun
disesuaikan dengan kondisi masing-masing.

4. Memandang perbedaan sebagai hal yang “normal”


Landasan pendidikan inklusif yang sangat penting ialah memandang perbedaan
sebagai hal yang normal. Ketika anak berkebutuhan khusus harus menimba ilmu di

9
institusi semacam Sekolah Luar Biasa (SLB), maka perbedaan antara mereka yang
berkebutuhan khusus dengan anak-anak lainnya akan terasa begitu signifikan. Namun
dengan adanya sekolah inklusi, semua orang yang terlibat akan melihat perbedaan
sebagai hal yang normal dan bukan masalah besar. Lambat laun, anak akan mengerti
bahwa kondisi teman mereka ada yang berkebutuhan khusus dan itu adalah bagian
normal dari kehidupan.

Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan
pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian. karena di dalam
kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang
mengalami kelainan/penyimpangan (baik phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau
sensoris neurologis) dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar-
mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip
umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan
anak.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan
model penempatan anak luar biasa yang dipilih. Seperti dijelaskan pada Mengenal
Pendidikan Inklusif, penempatan anak luar biasa di sekolah reguler dapat dilakukan
dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas Reguler Penuh yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal)
sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas Reguler dengan Cluster yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas Reguler dengan Pull Out yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out yaitu anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu
tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus.

10
5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian yaitu anak berkelainan belajar di
kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar
bersama anak lain (normal) di kelas regular.
6. Kelas Khusus Penuh di sekolah regular yaitu anak berkelainan belajar di dalam kelas
khusus pada sekolah reguler.

11
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani
secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai
pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai
dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan
inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang,
sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa
diskriminasi.

12
Daftar Pustaka

Abdul Salim Choiri, dkk. 2009. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Secara


Inklusif. Surakarta: FKIP UNS.
Izza Ucon. 2014. Perbedaan Pendidikan Inklusi Segrerasi dan Reguler.
http://izzaucon.blogspot.com/2014/06/perbedaan-pendidikan-inklusi segregasi.html
 J. David Smith. 2012. Sekolah Konsep dan Penerapan Pembelajaran Inklusif. Bandung:
Penerbit Nuansa
Johnse, Berit H dan Miriam D, Skjorten. 2003. Pendidikan Kebutuhan khusus; Sebuah
Pengantar. Bandung: Unipub
Nenden Ineu Herawati. 2016. Pendidikan Inklusi. Eduhumainora. Volume 2 No 01
halaman 1-11.
Anggraini, R.L. 2014. Proses Pembelajaran Inklusi untuk Anak Bekebutuhan Khusus
kelas V SD Negeri Giwangan Yogyakarta. Yogyakarta: Program Studi Pendidikan
Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas
Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai