Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi
Dosen Pengampu : Dedi Mulia, M.Pd
Kelompok 12
Disusun oleh :
Susi 2288190005
Sri Haryati 2288190008
DAFTAR ISI...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Sekolah Inklusi dan Reguler...................................................................... 3
2.2 Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia............................................................... 4
2.3 Perbedaan Sekolah Inklusi dan Reguler.................................................................. 8
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 10
1
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan rahmat dan karunianya kepada kami
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang berjudul “Perbedaan Sekolah Inklusi
dan Reguler”. Shalawat beserta salam tak lupa senantiasa kami limpahkan kepada baginda nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dedi Mulia, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang berperan besar dalam proses penyusunan
makalah kami. Terima kasih juga kami ucapkan kepada seluruh mahasiswa pendidikan sejarah
yang turut serta membantu penyusunan makalah kami.
Tak lupa terima kasih kami ucapkan kepada para pembaca yang telah meluangkan
waktunya untuk membaca makalah kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca. Kami sadar masih terdapat kesalahan baik dari segi bahasa, penulisan, materi dan
masih banyak lagi. Maka tentunya kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
makalah yang akan datang.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) tidak
lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang pendidikan baik sekolah luar
biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya kecenderungan kebijakan ini, maka
tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah umum wajib dibekali kompetensi
pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan
Inklusif atau Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
4
BAB II
PEMBAHASAN
a. Sekolah Inklusi
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani secara
optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari kurikulum,
sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem
penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta didik yang
menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif anak
berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai dengan
tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi
sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah
pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap, sampai pada
proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa diskriminasi.
b. Sekolah Reguler
Sekolah terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta didik
berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa adanya perlakuan
khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak. Sekolah tetap menggunakan
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, serta sistem pembelajaran
reguler untuk semua peserta didik. Jika ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam
mengikuti pendidikan, maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus menyesuaikan
dengan sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu menuntut
anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan sekolah reguler. Kelemahan
dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara lain, anak berkebutuhan khusus tidak
mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan individu anak. Sedangkan keuntungannya
adalah anak berkebutuhan khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar
5
2.2 Implmentasi Sekolah Inklusi di Indonesia
Sekolah inklusif adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan
oleh para guru, agar anak-anak berhasil (Stainback,1980). Berdasarkan batasan tersebut
pendidikan inklusif dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan
anak berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah
memberikan kesempatan atau akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta didik tanpa
adanya diskriminasi kepada siapapun.
a. Falsafah Inklusif
Secara umum falsafah inklusi adalah mewujudkan suatu kehidupan yang ramah tidak
diskriminatif dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Dengan demikian inklusi tidak hanya
dalam aspek pendidikan tetapi dalam segala aspek kehidupan. Inklusi berarti juga suatu cita-cita
seperti halnya kehidupan adil dan makmur serta sejahtera yang harus dicapai dalam suatu
kehidupan masyarakat. Falsafah pendidikan inklusif adalah upaya mewujudkan sekolah yang
ramah dalam pembelajaran.
Pendidikan untuk semua. Setiap anak berhak untuk mengakses dan mendapatkan fasilitas
pendidikan yang layak.
Belajar hidup bersama dan bersosialisasi. Setiap anak berhak untuk mendapatkan
perhatian yang sama sebagai peserta didik.
6
Integrasi pada lingkungan. Setiap anak berhak menyatu dengan lingkungannya dan
menjalin kehidupan sosial yang harmonis.
Penerimaan terhadap perbedaan. Setiap anak berhak dipandang sama dan tidak
mendapatkan diskriminasi dalam pendidikan. Setiap anak merupakan pribadi yang unik
Sekolah ramah menuntut perubahan pola pikir, pola sikap, dan pola tindak semua
komponen sekolah
Kesiapan siswa menerima anak khusus
Kesiapan guru menerima anak khusus
Kesiapan orangtua menerima anak khusus
Kesiapan anak khusus dan orangtua anak khusus menerima lingkungan yang tidak
ekslusif
Kesiapan infrastruktur
7
b) Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar.
c) Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan
angka tinggal kelas dan putus sekolah.
d) Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak
diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.
e) Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 khususnya Pasal 32 ayat 1 yang
berbunyi “setiap warga negara negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang
berbunyi “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib
membiayainya”. UU no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya
Pasal 5 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu”. UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, khususnya Pasal 51 yang berbunyi “anak yang menyandang cacat fisik dan atau
mental diberikana kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan
biasa dan pendidikan luar biasa”.
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang memiliki beberapa perbedaan dari sekolah
umum pada biasanya. Biasanya, proporsi jumlah siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi
8
adalah 5-10% dari keseluruhan siswa. Seperti halnya jika dalam satu kelas ada 20 anak, maka
akan ada 2 ABK di kelas tersebut. Namun kebijakan tentang berapa jumlah murid berkebutuhan
khusus ini kembali lagi pada kebijakan masing-masing sekolah. Beberapa perbedaan lain yang
terdapat sekolah inklusi dengan sekolah reguler adalah:
2. Pengajaran kolaboratif
Keunikan lain dari sekolah inklusi adalah pengajaran kolaboratif atau co-teaching.
Artinya, dalam satu kelas bisa saja ada 2 guru. Satu orang guru fokus mengajar anak-anak
lain, dan satu lagi fokus pada anak berkebutuhan khusus. Salah satu pembelajaran
inklusif ini dapat menguntungkan semua anak berkubutuhan khusus. Mereka tetap belajar
di satu ruang kelas yang sama, bukan di ruangan berbeda. Tentunya, pengajaran
kolaboratif di sekolah inklusi akan lebih intensif dibandingkan dengan sekolah biasa.
9
institusi semacam Sekolah Luar Biasa (SLB), maka perbedaan antara mereka yang
berkebutuhan khusus dengan anak-anak lainnya akan terasa begitu signifikan. Namun
dengan adanya sekolah inklusi, semua orang yang terlibat akan melihat perbedaan
sebagai hal yang normal dan bukan masalah besar. Lambat laun, anak akan mengerti
bahwa kondisi teman mereka ada yang berkebutuhan khusus dan itu adalah bagian
normal dari kehidupan.
Peksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan
pelaksanaan kegiaan belajar-mengajar di kelas reguler. Namun demikian. karena di dalam
kelas inklusif di samping terdapat anak normal juga terdapat anak luar biasa yang
mengalami kelainan/penyimpangan (baik phisik, intelektual, sosial, emosional, dan/atau
sensoris neurologis) dibanding dengan anak normal, maka dalam kegiatan belajar-
mengajar guru yang mengajar di kelas inklusif di samping menerapkan prinsip-prinsip
umum juga harus mengimplementasikan prinsip-prinsip khusus sesuai dengan kelainan
anak.
Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan
model penempatan anak luar biasa yang dipilih. Seperti dijelaskan pada Mengenal
Pendidikan Inklusif, penempatan anak luar biasa di sekolah reguler dapat dilakukan
dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas Reguler Penuh yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal)
sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas Reguler dengan Cluster yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas Reguler dengan Pull Out yaitu anak berkelainan belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler namun dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler
ke ruang sumber untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
4. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out yaitu anak berkelainan belajar bersama
anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok khusus, dan dalam waktu-waktu
tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama dengan guru
pembimbing khusus.
10
5. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian yaitu anak berkelainan belajar di
kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar
bersama anak lain (normal) di kelas regular.
6. Kelas Khusus Penuh di sekolah regular yaitu anak berkelainan belajar di dalam kelas
khusus pada sekolah reguler.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada sekolah
inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua diusahakan dapat dilayani
secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi dan/atau penyesuaian, mulai dari
kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan kependidikan, sistem pembelajaran sampai
pada sistem penilaiannya. Dengan kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah
yang harus menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari pendidikan inklusif
anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling berinteraksi secara wajar sesuai
dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat
terpenuhi sesuai potensinya masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan
inklusif adalah pihak sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang,
sikap, sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual tanpa
diskriminasi.
12
Daftar Pustaka
13