Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PEMBELAJARAN BAGI ANAK DENGAN HAMBATAN SENSORIK

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengelolaan Pembelajaran
PAUD Inklusif
Dosen Pengampu: Nisa Nurhidayah, M.Pd.

Disusun oleh:

Firdiani Rosmalina Farhatany 22.03.030

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


ANAK USIA DINI SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM AL HIDAYAH
2023
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat sehat
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah, sebagai tugas dalam matakuliah
pembelajaran inklusi.

Dalam makalah ini, penulis membahas mengenai konsep dari pendidikan


inklusif, dengan fokus khusus pada implementasinya untuk anak-anak yang
menghadapi hambatan sensorik. Penelusuran ini mencakup pemahaman tentang
definisi pendidikan inklusif dan strategi yang efektif dalam memberikan
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan anak-anak tersebut.

Melalui upaya ini, diharapkan pembaca akan dibimbing untuk memahami


pentingnya pendidikan inklusif dalam menciptakan lingkungan belajar yang
mendukung perkembangan optimal anak-anak dengan hambatan sensorik. Selain itu,
diskusi ini juga bertujuan untuk memberikan wawasan tentang langkah-langkah
strategis yang dapat diambil oleh pendidik, orang tua, dan pemangku kepentingan
lainnya untuk meningkatkan efektivitas sistem pendidikan inklusif di Indonesia.

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................................2
C. Tujuan ......................................................................................................................................3
BAB II....................................................................................................................................................4
PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK DENGAN HAMBATAN SENSORIK........................4
A. Landasan Teori............................................................................................................................4
B. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)........................................................................4
C. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu).....................................................................5
BAB III...................................................................................................................................................8
KESIMPULAN......................................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................9

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan UUD 1945, disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki
hak untuk memperoleh pendidikan. Poin ini kemudian diperkuat oleh UU Nomor
20 tahun 2003 mengenai sistem pendidikan nasional, yang menegaskan bahwa
hak atas pendidikan bersifat universal dan mencakup semua lapisan masyarakat,
termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) tahun 2017, jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia
mencapai 1,6 juta anak. Sebagaimana tercatat di situs resmi Kemdikbud, dari
jumlah tersebut, hanya 18% yang mendapatkan layanan pendidikan inklusi.
Pemerintah Indonesia telah mengambil inisiatif dengan merumuskan
kebijakan penyelenggaraan pendidikan khusus untuk anak-anak berkebutuhan
khusus, yang dikenal sebagai pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi
didefinisikan sebagai suatu sistem pendidikan yang bertujuan mewujudkan
konsep "Pendidikan Untuk Semua." Sesuai dengan Permendiknas Nomor 70
tahun 2009, Pendidikan Inklusi diartikan sebagai sistem penyelenggaraan
pendidikan bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan potensi kecerdasan
dan/atau bakat istimewa. Meskipun ada upaya pemerintah untuk melibatkan
anak-anak berkebutuhan khusus dalam sistem pendidikan inklusi, tantangan tetap
ada dalam mencapai tingkat layanan yang optimal sesuai dengan prinsip inklusi
tersebut (Kurniawati, 2017).
Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi menunjukkan komitmen pemerintah
untuk memberikan kesempatan belajar yang setara bagi semua warga negara,
termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Meskipun demikian, tantangan nyata
muncul dalam implementasi kebijakan ini. Berdasarkan data BPS dan informasi

1
yang terdapat di laman resmi Kemdikbud, hanya 18% dari total populasi anak
berkebutuhan khusus yang menerima layanan pendidikan inklusi.
Permasalahan ini menyoroti ketidakmerataan akses terhadap pendidikan
inklusi di Indonesia. Penyelenggaraan yang belum merata dapat mengakibatkan
kesenjangan dalam pengembangan potensi anak-anak berkebutuhan khusus.
Selain itu, perlu adanya evaluasi terus-menerus terhadap implementasi kebijakan
ini agar dapat mengidentifikasi hambatan dan menyesuaikan strategi guna
meningkatkan efektivitas sistem pendidikan inklusi.
Selain kebijakan, dukungan masyarakat juga menjadi faktor krusial.
Pendidikan inklusi tidak hanya tanggung jawab pemerintah dan lembaga
pendidikan, melainkan juga melibatkan peran serta aktif orang tua, masyarakat,
dan pemangku kepentingan lainnya. Adanya pemahaman dan kesadaran di
tingkat masyarakat akan mendorong terciptanya lingkungan pendidikan yang
inklusif.
Dalam rangka mewujudkan pendidikan inklusi yang lebih efektif, perlu
adanya langkah-langkah strategis, termasuk peningkatan pelatihan bagi guru dan
staf pendidikan, peningkatan aksesibilitas fasilitas pendidikan, serta kampanye
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya inklusi dalam
pendidikan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat tercipta lingkungan
pendidikan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan optimal bagi
semua peserta didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah
Dengan merinci latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apa definisi dan makna sebenarnya dari konsep pendidikan Inklusi?
2. Bagaimana strategi yang dapat diimplementasikan dalam memberikan
pembelajaran kepada anak-anak yang menghadapi hambatan sensorik
(hambatan pendengaran dan hambatan penglihatan)?

2
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dan makna sebenarnya dari konsep pendidikan
Inklusi.
2. Untuk mengetahui strategi yang dapat diimplementasikan dalam memberikan
pembelajaran kepada anak-anak yang menghadapi hambatan sensorik
(hambatan pendengaran dan hambatan penglihatan).

3
BAB II

PEMBELAJARAN INKLUSI UNTUK ANAK DENGAN HAMBATAN


SENSORIK

A. Landasan Teori

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk


perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak berkebutuhan khusus
dan anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama.
Pendidikan inklusi merupakan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang
mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dapat menerima pendidikan
yang setara di kelas biasa bersama teman-teman usianya.

Selama ini anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel)


disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis
difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari
sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak –
anak yang berkebutuhan khusus (Darma & Rusyidi, 2015).

B. Anak dengan Hambatan Penglihatan (Tunanetra)


Layanan khusus dalam pendidikan bagi anak dengan gangguan
penglihatan yaitu dalam membaca menulis dan berhitung diperlukan huruf
Braille bagi yang hambatan penglihatan total. Bagi yang masih memiliki sisa
penglihatan diperlukan kaca pembesar atau huruf cetak yang besar, media yang
dapat diraba dan didengar atau diperbesar. Di samping itu, diperlukan latihan
Orientasi dan Mobilitas (OM) yang penerapan nya bukan hanya di sekolah,
melainkan dapat diterapkan di lingkungan tempat tinggalnya. Seseorang
dikatakan hambatan penglihatan total atau buta total (totally blind) jika

4
mengalami hambatan visual yang sangat berat sampai tidak dapat melihat sama
sekali. Penyandang buta total mempergunakan kemampuan perabaan dan
pendengaran sebagai saluran utama dalam belajar. Orang seperti ini biasanya
mempergunakan huruf Braille sebagai media membaca dan memerlukan latihan
orientasi dan mobilitas. Hambatan penglihatanan akan berdampak dalam
kemampuan kognitif, kemampuan akademis, sosial emosional, perilaku,
perkembangan bahasa, perkembangan motorik, orientasi dan mobilitas.

C. Anak dengan Hambatan Pendengaran (Tunarungu)

Seperti sudah dikemukakan sebelumnya, peserta didik yang mengalami


hambatan pendengaran perlu Alat Bantu Dengar (ABD), tetapi walaupun telah
diberikan pertolongan dengan ABD, mereka masih tetap memerlukan layanan
pendidikan khusus karena gangguan pendengaran berdampak pada aspek-aspek
di bawah ini.

1. Aspek Motorik

Anak tunarungu yang tidak mengalami hambatan lain ternyata


mampu mencapai tonggak-tonggak perkembangan motorik awal, seperti
kemampuan duduk, merangkak, berdiri tanpa bantuan, dan berjalan,
sebagaimana yang dialami oleh anak-anak yang memiliki pendengaran
normal (Alimin, 2022). Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa anak
dengan hambatan pendengaran cenderung menghadapi tantangan khusus
terutama dalam hal keseimbangan dan koordinasi gerakan umum. Kesulitan
juga muncul ketika mereka dihadapkan pada tugas-tugas yang memerlukan
kecepatan serta gerakan yang kompleks (Alimin, 2022).

2. Aspek bicara dan bahasa

Kemampuan berbicara dan bahasa merupakan aspek perkembangan


yang paling terpengaruh pada peserta didik yang mengalami hambatan

5
pendengaran, terutama pada anak-anak yang telah mengalami kondisi
tersebut sejak lahir. Individu yang lahir dengan hambatan pendengaran,
terutama yang bersifat kongenital atau berat, seringkali tidak dapat
mendengar suara keras meskipun menggunakan alat bantu dengar
(Fakhiratunnisa, dkk., 2022). Mereka cenderung tidak dapat menerima
informasi melalui suara dan lebih baik belajar menggunakan bahasa isyarat.

Individu dengan hambatan pendengaran sering mengalami kesulitan


dalam membedakan artikulasi, kualitas suara, dan tekanan suara, sehingga
seringkali suara yang dihasilkan sulit dimengerti. kebutuhan pembelajaran
peserta didik dengan hambatan pendengaran pada dasarnya tidak berbeda
secara umum dengan anak-anak pada umumnya (Rahmah, 2018). Namun,
perlu diberikan perhatian khusus dalam kegiatan pembelajaran, seperti:

a. Menghindari mengajak anak berbicara dengan membelakanginya.


b. Menempatkan anak di barisan depan untuk memungkinkan mereka lebih
mudah membaca gerakan bibir guru.
c. Memperhatikan postur anak yang cenderung memiringkan kepala untuk
mendengarkan.
d. Mendorong anak untuk selalu memperhatikan wajah guru, berbicara
dengan mereka secara berhadapan, dan jika memungkinkan,
memastikan bahwa kepala guru sejajar dengan kepala anak.
e. Guru disarankan untuk berbicara dengan volume normal tetapi
memastikan gerakan bibirnya jelas.

Pentingnya melibatkan keluarga dan spesialis dalam proses pendidikan juga


tidak boleh diabaikan. Kolaborasi dengan orang tua membantu mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang kebutuhan anak di luar lingkungan sekolah,
sementara dukungan dari spesialis seperti terapis okupasi atau terapis bicara dapat
memberikan intervensi yang lebih terfokus.

6
Evaluasi kemajuan secara berkala menjadi kunci dalam menyesuaikan strategi
pembelajaran seiring dengan perkembangan anak. Dengan memahami perubahan
kebutuhan mereka, pendidik dapat terus menyempurnakan pendekatan pembelajaran
agar tetap relevan dan efektif. Keseluruhan, pendekatan holistik dan inklusif yang
memperhitungkan aspek fisik, emosional, dan sosial menjadi fondasi yang kuat untuk
menciptakan lingkungan pembelajaran yang merangsang perkembangan optimal
anak-anak dengan hambatan sensorik. Dengan pendekatan ini, kita dapat memastikan
bahwa setiap anak memiliki kesempatan yang setara untuk meraih potensinya dalam
proses pembelajaran

7
BAB III
KESIMPULAN

Adaptasi pendekatan pembelajaran yang memperhitungkan hambatan sensorik


merupakan langkah kunci dalam memberikan dukungan efektif kepada anak-anak
tersebut. Misalnya, melibatkan metode pengajaran berbasis suara atau visual yang
sesuai dengan kebutuhan spesifik anak, menyediakan bahan pembelajaran dalam
format yang mudah diakses, dan menggunakan alat bantu teknologi seperti alat bantu
dengar atau perangkat pembaca layar. Selain itu, penting untuk menciptakan
lingkungan fisik yang ramah dan dapat diakses, termasuk fasilitas yang mendukung
mobilitas anak.

8
DAFTAR PUSTAKA

Alimin, A. 2022. Analisis Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 dalam


Mengembangkan Pendidikan. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 20(1), 38-48.
Darma, Indah Permata & Binahayati Rusyidi. 2015. Pelaksanaan Sekolah Inklusi di
Indonesia. Prosiding KS: Riset & Pkm Volume: 2 Nomor: 2 Hal: 147 – 300.
Fakhiratunnisa, S. A., Pitaloka, A. A. P., & Ningrum, T. K. (2022). Konsep Dasar
Anak Berkebutuhan Khusus. Masaliq, 2(1), 26-42.
https://gurubelajar.s3.ap-southeast-1.amazonaws.com/inklusi/wp-content/uploads/
2020/11/26164014/Materi-Tiga-Kebutuhan-Pembelajaran-Peserta-Didik-
Berkebutuhan-Khusus.pdf
Kurniawati, Lia. 2017. Pembelajaran Pendidikan Inklusi Pada Sekolah Dasar.
Edutech, Tahun 16, Vol.16, No.2, Juni.
Rahmah, F.N. 2018. Problematika Anak Tunarungu dan Cara Mengatasinya. Quality,
6 (1), 1-15.

Anda mungkin juga menyukai