Anda di halaman 1dari 14

PENDIDIKAN INKLUSIF

SEJARAH, KONSEP DASAR DAN LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA

Di susun oleh :

1. Donatila Yulita (2011061787)


2. Fadhilah Salsabila (2011061788)
3. Sri Wahyuni (1910061662)
4. Uswatun Hasanah (2011061814)

KELAS : B11 – PGSD

DOSEN PENGAMPU : Bonifasia Asvita Viviyanti, S.Psi., M.Psi.,Psikolog

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PERSADA KHATULISTIWA SINTANG

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Sejarah,
Konsep Dasar, dan Landasan Pendidikan Inklusif di Indonesia” ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
matakuliah dari “Pendidikan Inklusif”. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang sejarah, konsep dasar dan landasan pendidikan inklusif di
Indonesia bagi para pembaca dan juga bagi kami para penulis.

Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Bonifasia Asvita Viviyanti, S.Psi.,


M.Psi., Psikolog. selaku Dosen pengampu dari mata kuliah pendidikan inklusif. Dan kami
juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Sintang, 1 Oktober 2021

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................2
BAB I..........................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................4
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................4
BAB II.........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................5
A. KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA....................................................5
1. Pengertian Pendidikan Inklusif....................................................................................................5
2. Pendidikan Segresi, Pendidikan Terpadu, dan Pendidikan Inklusif.............................................6
3. Implikasi manajerial pendidikan inklusif.....................................................................................7
B. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF..........................................................7
1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia.................................................................7
2. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Indonesia............................................................8
C. LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF.......................................................................................9
1. Landasan Filosofis.......................................................................................................................9
2. Landasan Yuridis.........................................................................................................................9
3. Landasan Empiris......................................................................................................................11
BAB III......................................................................................................................................................13
PENUTUP.................................................................................................................................................13
A. KESIMPULAN.............................................................................................................................13
B. SARAN.............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada peserta didik
yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Juga anak
tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis, keterbelakangan mental, anak
gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya. Pendidikan inklusif adalah sistem
layanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler. hal ini sesuai
dengan kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 20 tahun
2003 pada pasal 32 dan Permendiknas nomor 70 tahun 2009 yaitu dengan
memberikan peluang dan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan disekolah reguler mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas / Kejuruan. Keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan inklusif akan bergantung pada kerjasama baik
pemerintah, guru maupun orang tua secara bersama-sama.

Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang–


Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan
bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus
untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Hal ini menunjukkan bahwa
anak berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan
anak lainnya (reguler) dalam pendidikan. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan
yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan
Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan
jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan hambatan penglihatan
(Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk
anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak dengan
hambatan (fisik dan motorik atau Tunadaksa), SLB untuk anak dengan hambatan
emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk
(Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus.
Sedangkan pendidikan terpadu adalah sekolah reguler yang juga menampung anak
berkebutuhan khusus, dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan kegiatan
belajar mengajar yang sama. Namun selama ini baru menampung anak dengan
hambatan penglihatan (tunanetra), itupun perkembangannya kurang menggembirakan
karena banyak sekolah reguler yang keberatan menerima anak berkebutuhan khusus.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Indonesia selama ini sudah menyeleng-
garakan pendidikan inklusif, dimulai dari tingkat pendidikan dasar (SD) sampai
dengan tingkat atas (SMA). Pendidikan inklusif selayaknya dapat dimulai dari jenjang
pendidikan yang paling awal, yaitu dimulai dari jenjang PAUD. Hal ini disebabkan
karena pada saat usia dini, seorang anak dapat menerima rangsangan dengan sangat
baik dibandingkan setelah anak tersebut menginjak usia yang lebih tinggi (usia SD).

Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional memberikan warna lain dalam penyediaan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus disebutkan
bahwa ‘pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah. Pasal inilah yang memungkinkan terobosan bentuk
pelayanan pendidikan bagi anak berkelaianan berupa penyelenggaraan pendidikan
inklusi terutama pada Pendidikan Anak Usia Dini. Secara lebih operasional, hal ini
diperkuat dengan peraturan pemerintah tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan
Layanan Khusus. Dengan demikian pelayanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK) tidak lagi hanya di SLB tetapi terbuka di setiap satuan dan jenjang
pendidikan baik sekolah luar biasa maupun sekolah reguler/umum.Dengan adanya
kecenderungan kebijakan ini, maka tidak bisa tidak semua calon pendidik di sekolah
umum wajib dibekali kompetensi pendidikan bagi ABK. Pembekalan ini perlu
diwujudkan dalam Mata Kuliah Pendidikan Inklusif atau Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep pendidikan inklusif?
2. Bagaimana sejarah perkembagan pendidikan inklusif?
3. Apa saja landasan pendidikan inklusif?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui konsep pendidikan inklusif
2. Untuk mengetahui sejarah perkembangan pendidikan inklusif
3. Untuk mengetahui landasan pendidikan inklusif

BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP DASAR PENDIDIKAN INKLUSIF DI INDONESIA

1. Pengertian Pendidikan Inklusif

Istilah pendidikan inklusif atau pendidikan inklusi merupakan kata atau istilah
yang dikumandangkan oleh UNESCO berasal dari kata Education for All yang artinya
pendidikan yang ramah untuk semua, dengan pendekatan pendidikan yang berusaha
menjangkau semua orang tanpa terkecuali. Mereka semua memiliki hak dan
kesempatan yang sama untuk memperoleh manfaat yang maksimal dari pendidikan.
Hak dan kesempatan itu tidak dibedakan oleh keragaman karakteristik individu secara
fisik, mental, sosial, emosional, dan bahkan status sosial ekonomi. Pada titik ini
tampak bahwa konsep pendidikan inklusif sejalan dengan filosofi pendidikan nasional
Indonesia yang tidak membatasi akses peserta didik kependidikan hanya karena
perbedaan kondisi awal dan latar belakangnya. Inklusif pun bukan hanya bagi mereka
yang berkelainan atau luar biasa melainkan berlaku untuk semua anak.
Dengan demikian yang dimaksud pendidikan inklusif adalah sistem layanan
pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah
terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya ( Sapon Shevin dalam O’Neil
1994). Sekolah penyelenggara pendidikan inklusif adalah sekolah yang menampung
semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang
layak, menantang, tetapi disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid
maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru, agar anak-anak
berhasil (Stainback, 1980). Berdasarkan batasan tersebut pendidikan inklusif
dimaksudkan sebagai sistem layanan pendidikan yang mengikutsertakan anak
berkebutuhan khusus belajar bersama dengan anak sebayanya di sekolah reguler yang
terdekat dengan tempat tinggalnya. Semangat penyelenggaraan pendidikan inklusif
adalah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu dan sesuai dengan kebutuhan individu peserta
didik tanpa diskriminasi.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah melakukan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana prasarana pendidikan, maupun sistem
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan individu peserta didik. Untuk itu
proses identifikasi dan asesmen yang akurat perlu dilakukan oleh tenaga yang terlatih
dan profesional di bidangnya untuk dapat menyusun program pendidikan yang sesuai
dan objektif.

2. Pendidikan Segregasi, Pendidikan Terpadu, dan Pendidikan Inklusif


Pendidikan inklusif hanya merupakan salah satu model penyelenggaraan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Model yang lain di antaranya adalah
sekolah segresi dan pendidikan terpadu. Perbedaan ketiga model tersebut dapat
diringkas sebagai berikut :
a. Sekolah Segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkerbutuhan khusus
dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini
berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis
kelainan peserta didik. Seperti SLB/ A untuk anak Tuna netra, SLB/B untuk anak
tuna rungu, SLB/E untuk anak tuna laras dan lain-lain. Sistem pendidikan yang
digunakan terpisah sama sekali dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik
kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, sampai pada
sistem pembelajaran dan evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini
antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena
lingkungan pergaulan yang terbatas.
b. Sekolah terpadu adalah sekolah yang memberikan kesempatan kepada peserta
didik berkebutuhan khusus untuk mengikuti pendidikan di sekolah reguler tanpa
adanya perlakuan khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual anak.
Sekolah tetap menggunakan kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, serta sistem pembelajaran reguler untuk semua peserta didik. Jika
ada peserta didik tertentu mengalami kesulitan dalam mengikuti pendidikan,
maka konsekuensinya peserta didik itu sendiri yang harus menyesuaikan dengan
sistem yang dituntut di sekolah reguler. Dengan kata lain pendidikan terpadu
menuntut anak yang harus menyesuaikan dengan sistem yang dipersyaratkan
sekolah reguler. Kelemahan dari pendidikan melalui sekolah terpadu ini antara
lain, anak berkebutuhan khusus tidak mendapatkan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan individu anak. Sedangkan keuntungannya adalah anak berkebutuhan
khusus dapat bergaul di lingkungan sosial yang luas dan wajar.
c. Sekolah inklusif merupakan perkembangan baru dari pendidikan terpadu. Pada
sekolah inklusif setiap anak sesuai dengan kebutuhan khususnya, semua
diusahakan dapat dilayani secara optimal dengan melakukan berbagai modifikasi
dan penyesuaian, mulai dari kurikulum, sarana prasarana, tenaga pendidik dan
kependidikan, sistem pembelajaran sampai pada sistem penilaiannya. Dengan
kata lain pendidikan inklusif mensyaratkan pihak sekolah yang harus
menyesuaikan dengan tuntutan kebutuhan individu peserta didik, bukan peserta
didik yang menyesuaikan dengan sistem persekolahan. Keuntungan dari
pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus maupun anak biasa dapat saling
berinteraksi secara wajar sesuai dengan tuntutan kehidupan sehari-hari di
masyarakat, dan kebutuhan pendidikannya dapat terpenuhi sesuai potensinya
masing-masing. Konsekuensi penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah pihak
sekolah dituntut melakukan berbagai perubahan, mulai cara pandang, sikap,
sampai pada proses pendidikan yang berorientasi pada kebutuhan individual
tanpa diskriminasi.

3. Implikasi manajerial pendidikan inklusif

Sekolah umum/reguler yang menerapkan program pendidikan inklusif akan


berimplikasi secara manajerial di sekolah tersebut. Di antaranya adalah.
a. Sekolah reguler menyediakan kondisi kelas yang hangat, ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
b. Sekolah reguler harus siap mengelola kelas yang heterogen dengan menerapkan
kurikulum dan pembelajaran yang bersifat individual
c. Guru di kelas umum/reguler harus menerapkan pembelajaran yang interaktif.
d. Guru pada sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dituntut melibatkan orang
tua secara bermakna dalam proses pendidikan.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN PENDIDIKAN INKLUSIF

1. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Dunia

Lahirnya pendidikan inklusit berawal dan sebuah pengamatan terhadap


sekolah luar biasa yang memiliki asrama dan institusi berasrama lainnya yang
menunjukkan bahwa anak maupun orang dewasa yang tinggal disana
mengembangkan pola perilaku-perilaku yang biasanya ditunjukan oleh orang-
orang yang berkekurangan.
Perilaku-perilaku ini mencakup kepasifan, stimulasi diri, perilaku repetitif
stereotif, dan kadang perilaku perusakan diri. Anak penyandang cacat yang
meninggalkan sekolah luar biasa berasrama sering kali tidak merasa betah tinggal
dengan keluarganya di komunitas rumahnya. Ini karena setelah bertahun-tahun
disegregasikan/dipisahkan, ia dan keluarga serta komunitasnya akan tumbuh
menjadi orang asing satu sama lainnya.
Banyak orang yang kemudian benar-benar merasa situasi tersebut tidak
benar. Orang tua, guru, dan orang-orang yang mempunyai kesadaran politik pun
mulai memperjuangkan hak-hak semua anak pada umumnya dan hak anak dan
orang dewasa penyandang cacat pada khususnya. Salah satu tujuan utamanya
adalah untuk memperoleh hak untuk berkembang dalam sebuah lingkungan yang
sama dengan orang lain. Mereka menyadari akan pentingnya interaksi dan
komunikasi sebagai dasar bagi semua pembelajaran.
Ini merupakan awal pembaharuan menuju normalisasi yang pada akhirnya
mengarah pada proses inklusif. Legitimasi awal bagi pelaksanaan pendidikan
inklusif dalam dunia internasional sendiri tertuang dalam Deklarasi Universal
Hak Asasi pada tahun 1948 konvensi ini mengemukakan gagasan mengenai
pendidikan untuk semua (Education for all / EFA) dimana dinyatakan bahwa
pendidikan dasar harus wajib dan bebas biaya bagi setiap anak. Konferensi dunia
yang khusus membahas EFA kemudian baru diadakan pada tahun 1990 dan
berlangsung di Jomtien, Thailand. Para peserta menyepakati pencapaian tujuan
pendidikan dasar bagi semua anak dan orang dewasa pada tahun 2000.
Konferensi Jomtien merupakan titik awal dari pergerakan yang kuat bagi semua
Negara untuk memperkuat komitmen terhadap EFA. Dalam pergerakan EFA
anak dan orang dewasa penyandang cacat adalah salah satu kelompok target.
Oleh karena itu, dunia internasional kemudian mengadakan konferensi yang
secara khusus membahas pendidikan kebutuhan khusus. Konferensi ini pertama
kali diadakan di Salamanca pada tahun 1994 dan yang kedua diadakan di Dakar
pada tahun 2000. Keduanya dihadiri oleh Indonesia. Dalam konferensi dunia
Salamanca pendidikan inklusi ditetapkan sebagai prinsip dalam memenuhi
kebutuhan belajar kelompok-kelompok yang kurang beruntung, terpinggirkan,
dan terkucilkan. Upaya-upaya tindak lanjut bagi pendidikan kebutuhan khusus
hingga sekarang diamanatkan kepada UNESCO.

2. Sejarah Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Indonesia

Di Indonesia pendidikan Inklusif sebenarnya telah dirintis sejak tahun 1986


namun, dalam bentuk yang sedikit berbeda. Sistem pendidikan tersebut awalnya
dinamakan pendidikan terpadu dan disahkan dengan surat keputusan menteri
pendidikan dan kebudayaan No. 002/U/1986 Tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Terpadu di Indonesia. Pada pendidikan terpadu anak penyandang
cacat juga ditempatkan di sekolah umum namun, mereka harus menyesuaikan diri
pada sistem sekolah umum. Sehingga, mereka harus dibuat 'Siap' untuk
diintegrasikan kedalam sekolah umum.
Apabila ada kegagalan pada anak maka anak dipandang yang bermasalah.
Sedangkan, yang dilakukan oleh pendidikan Inklusif adalah sebaliknya, sekolah
dibuat siap dan menyesuaikan diri terhadap kebutuhan anak penyandang cacat.
Apabila ada kegagalan pada anak maka sistem dipandang yang bermasalah.
Sehingga pada tahun 2004 Indonesia menyelenggarakan konvensi nasional
dengan menghasilkan Deklarasi Bandung dengan komitmen Indonesia menuju
pendidikan inklusif. Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan
belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di Bukit tinggi
dengan menghasilkan Rekomendasi Bukit tinggi yang isinya lantara lain
menekankan perlunya terus dikembangkan program pendidikan inklusif sebagai
salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan
dan pemeliharaan yang berkualitas dan layak.
Jumlah sekolah pelaksana pendidikan terpadu hingga tahun 2001 adalah
163 untuk tingkat SD/MI dengan jumlah murid 875, 15 untuk tingkat SLTP/MTS
dengan jumlah murid 40 orang, dan 28 untuk tingkat SMU/MA dengan jumlah 59
orang. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan, maka konsep pendidikan
terpadu pun berubah menjadi pendidikan inklusi.

C. LANDASAN PENDIDIKAN INKLUSIF

1. Landasan Filosofis
Secara filosofis, penyelenggaraan pendidikan inklusif dapat dijelaskan sebagai
berikut.
a) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang negara
Burung Garuda yang berarti ‘Bhineka Tunggal Ika.’ Keragaman dalam etnik,
adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan bangsa
yang tetap menjungjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
b) Pandangan agama khususnya Islam antara lain ditegaskan bahwa:
 manusia dilahirkan dalam keadaan suci,
 kemuliaan seseorang di hadapan Tuhan bukan karena fisik tetapi
taqwanya,
 Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri,
 manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling silaturahmi (inklusif)

c) Pandangan universal hak azasi manusia, menyatakan bahwa setiap manusia


mempunyai hak untuk hidup layak, hak pendidikan, hak kesehatan, hak
pekerjaan.

2. Landasan Yuridis
a. UUD 1945 (Amandemen) Ps 31 :
 Ayat (1) Berbunyi setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
 Ayat (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya.
b. UU no 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
 Pasal 48 Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal
9 tahun untuk semua anak.
 Pasal 49 Negara, Pemerintah, Keluarga, dan orang tua wajib
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk
memperoleh pendidikan.
c. UU no 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional.
 Pasal 5 :
 Ayat (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan bermutu.
 Ayat (2) Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
 Ayat (3) Warga negara di daerah terpencil atau terbelakang serta
masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus.
 Ayat (4) Warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
 Pasal 11 Ayat (1) dan (2) Pemerintah dan pemerintah daerah wajib
memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya
pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menjamin tersedianya dana
guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia
tujuh sampai dengan lima belas tahun.
 Pasal 12 Ayat (1) Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dngan bakat, minat
dan kemampuannya (1b) Setiap peserta didik berhak pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara (1e)
 Pasal 32 :
 Ayat (1) Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta
didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
 Ayat (2) Pendidikan layanan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah teerpencil atau terbelakang, masyarakat
adat terpencil, dan mengalami bencana alam, bencana sosial, dan
tidak mampu dari segi ekonomi.
 Dalam penjelasan Pasal 15 alinea terakhir dijelaskan bahwa pendidikan
khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik yang memiliki kecerdasan luar biasa yang
diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus
pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
 Pasal 45 Ayat (1) Setiap satuan pendidikan formal dan non formal
menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.
d. Peraturan Pemerintah no 19 tahun 2005 tentang standar Nasional pendidikan
Pasal 2 Ayat (1) Lingkungan Standar Nasional Pendidikan meliputi standar
isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan
kependidikan, standar sarana prasarana, standar pengelolaan, standar
pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam PP No 19/2005
tersebut juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas SDLB,
SMPLB, SMA LB.
e. Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No 380/C.C6/MNB/2003 tanggal
20 Januari 2003 perihal pendidikan inklusif. Menyelenggarakan dan
mengembangkan di setiap kabupaten/kota sekurang-kurangnya 4 sekolah
yang terdiri dari : SD, SMP, SMA, dan SMK.

3. Landasan Empiris
a) Deklarasi Hak Azasi Manusia, 1948
b) Konvensi Hak Anak, 1989
c) Konferensi dunia tentang Pendidikan untuk semua, 1990
d) Resolusi PBB nomor 48/49 tahun 1993 tentang persamaan kesempatan bagi
orang berkelainan.
e) Pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusi, 1994
f) Komitment Dakar mengenai Pendidikan untuk semua, 2000
g) Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan
inklusif,”
h) Rekomendasi Bukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusif dan ramah
terhadap anak seyogyanya dipandang sebagai :
1) sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara
menyeluruh yang akan menjamin bahwa strategi nasional untuk semua
adalah benar-benar untuk semua.
2) sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan
dan pemeliharaan yang berkualitas di dalam komunitas tempat
tinggalnya sebagai bagian dari program- program untuk
perkembanganusia dini anak, pra sekolah dasar dan menengah, terutama
mereka yang pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk
memperoleh pendidikan di sekolah umum atau masih rentan terhadap
marginalisasi dan eksklusi.
3) sebuah kontribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai
dan menghormati perbedaan individu semua warga negara.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa : Semua warga Negara
berhak mendapatkan pendidikan baik anak normal maupun anak berkebutuhan khusus
seperti yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 dan dipertegas
dalam Permendiknas nomor 70 Tahun 2009 dengan memberi peluang kepada anak
berkebutuhan khusus untuk sekolah di sekolah reguler terutama pendidikan yang di
berikan sejak dini. Pendidikan inklusif adalah pendidikan yang diberikan kepada
peserta didik yang memiliki kelainan, memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Juga anak tidak mampu belajar karena sesuatu hal: cacat, autis,
keterbelakangan mental, anak gelandangan, memiliki bakat serta potensi lainnya.

Tujuan pendidikan inklusif antara lain adalah Untuk meminimalkan


keterbatasan kondisi pertumbuhan dan perkembangan anak dan untuk
memaksimalkan kesempatan anak terlibat dalam aktivitas yang normal serta menJika
memungkinkan untuk mencengah terjadinya kondisi yang lebih parah dalam ketidak
teraturan perkembangan sehingga menjadi anak yang tidak berkemampuan dan untuk
mencengah berkembangnya keterbatasan kemampuan lainnya sebagai hasil yang
diakibatkan oleh ketidakmampuan utamanya. Pendekatan secara personal dilakukan
untuk mengatasi kendala dalam pendidikan inklusif seperti masalah rendahnya
motivasi peserta didik dan ekonomi. Jadi untuk keberhasilan penyelenggaraan
pendidikan inklusif bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara berama-
sama.

B. SARAN
Dalam penyusunan makalah ini, masih terdapat banyak kesalahan-kesalahan.
Oleh karena itu, kami senantiasa menerima saran dan kritik yang sifatnya
membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Ashman, A. & Elkins,J.(1994).Educating Children With Spercial Needs. New York :


Prentice Hall.
Baker,E.T.(1994). Metaanalysis enidence for non- inclusive Educational practices.
Disertasi. Temple University.
Colley, Helen.(2003).Mentoring for Social Inclusion, London : Routledge Falmer.
Fish,J.(1985). Educational opportunities for All. London : Inner London Educational
Authority.
Johnsen,Berit H dan Miriam D.Skjorten.(2003) Pendidikan Kebutuhan khusus;
Sebuah Pengantar, Bandung : Unipub.
O’Neil,J.(1994/1995).Can inclusion work.A Conversation With James Kauffman and
Mara Sapon-Shevin. Educational Leadership. 52(4) 7-11.
Skidmare, David.(2004). Inclusion the Dynamic of School Development. New York :
Open University Press.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
UNESCO.(1994).The Salamanca Statement and Framework For Action on Special
Needs Education. Paris : Auth
Nenden Ineu Herawati adalah dosen pada Universitas Pendidikan Indonesia dpk. UPI
Kampus Cibiru Bandung. Penulis menyelesaikan pendidikan pada jenjang magister
(S-2) Pendidikan Luar Biasa Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

NAMA PENANYA

1. Matilda Samben
2. Marlina Apiana
3. Novi Asriyati
4. Fernando Aldi Prasetya
5. Ummi Azzura
6. Maria Olivia Usun

Anda mungkin juga menyukai