KELOMPOK III
KELAS F/2017
DOSEN PENGAMPU
2019
KATA PENGANTAR
Akhir kata, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada dosen pengampu
mata kuliah Pembelajaran Anak Autis, dan kepada tim yang telah konsisten dalam
menyelesikan makalah ini, juga semua pihak yang ikut membantu yang mana tidak
bisa kami sebutkan satu persatu.
Kelompok III
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Balakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Formal Bagi Anak Autis ............................. 3
B. Kurikulum Pendidikan Formal Bagi Anak Autis ............................ 4
C. Persiapan Pendidikan Formal Untuk Anak Autis ............................ 8
D. Program Pendidikan Formal Untuk Anak Autis ............................ 11
E. Penilaian/Evaluasi Pendidikan Formal Bagi Anak Autis ............. 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud pendidikan formal bagi anak autis ?
2. Bagaimana kurikulum pendidikan fomal bagi anak autis ?
3. Apa saja persiapan pendidikan formal untuk anak autis ?
4. Bagaimana program pendidikan formal untuk anak autis ?
5. Apa saja penilaian/evaluasi pendidikan formal bagi anak autis ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui maksud pendidikan formal bagi anak autis ?
2. Untuk mengetahui bagaimana kurikulum pendidikan fomal bagi anak
autis ?
3. Untuk mengetahui apa saja persiapan pendidikan formal untuk anak
autis ?
4. Untuk mengetahui bagaimana program pendidikan formal untuk anak
autis ?
5. Untuk mengetahui apa saja penilaian/evaluasi pendidikan formal bagi
anak autis ?
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
Bagi anak penyandang autis tidak sama dengan anak biasa, kurikulum
pendidikan yang disiapkan umumnya sangat individual. Semua hal yang terkait
dengan pembelajaran untuk anak-anak autis berpedoman pada Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Namun Diknas memberikan kebebasan kepada
masing-masing sekolah untuk menentukan kurikulum bagi penyandang autis.
Ini disebabkan setiap sekolah memiliki kebutuhan yang berbeda dalam
mendidik penyandang autis.
Bagi anak autis tentu saja kurikulum ini sudah ada juga di atur oleh
pemerintah yang kemudian disesuaikan oleh pengajar sesuai dengan kebutuhan
atau kemampuan dari peserta didiknya. Bagi ABK tentu saja mereka tidak bisa
mengikuti semua kurikulum yang telah diatur oleh pemerintah karena
sebenarnya yang lebih tahu peserta didik ialah guru yang berhadapan langsung
dengan peserta didik, dan setiap peserta didik memiliki kemampuan yang
berbeda.
6
4. Kurikulum untuk anak autis pada umumnya meliputi 5 bidang, yaitu bidang
akademik, sensori motor, komunikasi, perilaku adaptif dan kurikulum
vokasional.
1. Persiapan Individu
Kesiapan individu dalam pendidikan anak autis sangat dibutuhkan,
karena banyak hal yang perlu diperhatikan. Adapun individu tersebut
adalah:
a. Tenaga kependidikan.
b. Tenaga non kependidikan para akademisi/ professional terkait.
c. Tenaga penyelenggara (pengurus yayasan).
d. Tenaga pengelola (pemimpin sekolah).
2. Persiapan Orangtua
a. Penghargaan keluarga.
b. Kebutuhan dari anggota keluarga yang lain.
c. Adanya dukungan lingkungan.
1. Persiapan Anak
Dua hal penting yang harus dipertimbangkan adalah apakah anak
siap untuk belajar dalam kelompok dan kesiapan anak mengikuti rutinitas
disekolah. Semua pihak perlu mempertimbangkan faktor berikut:
a. Fungsi kognitif, dimana tingkatan fungsi kognisi, verbal atau non
verbal.
b. Bahasa dan komunikasi, dimana tingkatan konsep bahasa, pemahaman
bahasa, tingkatan kemampuan berkomunikasi.
c. Kemampuan akademis, dimana pemahaman konsep bahasa,
matematika, kebutuhan akan bantuan dari orang lain.
d. Prilaku di kelas, dimana kesanggupan mengikuti proses belajar
mengajar di kelas.
e. Kesanggupan mengerjakan tugas secara mandiri.
f. Kesanggupan untuk menyesuaikan diri dengan transisi atau perubahan
dalam kelas.
2. Persiapan Sekolah
Saat ini sudah ada beberapa sekolah menerima keberadaan anak
autis di dalam kelas umum. Sikap menerima tadi harus diikuti dengan
beberapa penyesuaian, antara lain:
a. Modifikasi lingkungan, yaitu bangunan sekolah, tata letak didalam
kelas, lingkungan sekitar.
b. Pelatihan staf, yaitu menerima perbedaan anak dan mau belajar lagi.
Keterbukaan akan kerjasama dengan pihak lain terkait pengetahuan dan
keterampilan untuk membantu tata laksana anak autis.
c. Penyuluhan kepada orang tua atau anak lain, yaitu hal ini tidak mudah,
karena banyak orang tua lain beranggapan bahwa sekolah umum
seharusnya tidak menerima anak dengan masalah. Mereka khawatir sifat
autis anak akan menular pada anak-anak mereka.
10
5. Guru Pendamping
Pada umumnya anak autis memerlukan guru pendamping pada masa
awal penyesuaian di lingkungan kelas yang jelas berbeda dengan
lingkungan terapi individual. Tidak semua sekolah menyediakan guru
pendamping dengan kualifikasi yang jelas, atau tidak semua orang tua
bersedia menggunakan guru pendamping yang disediakan pihak sekolah
oleh karena berbagai alasan.
6. Terapis
Meskipun sudah bersekolah di sekolah umum, sebagian dari anak
autis masih memerlukan bimbingan khusus dirumah. Tugas ini biasanya
dibebenkan pada terapis rumah, yaitu terapis atau guru yang bertugas untuk
mengulang materi yang dipelajari disekolah lengkap dengan
generalisasinya, mempersiakan anak akan meteri yang akan datang, dan
membantu anak menkompensasi kelemahannya melalui berbagai teknik dan
kiat praktis.
(seorang bertugas menjadi guru dan yang lain bertugas memberikan dorongan
kepada anak).
1. Tahap Diagnosa
Dimana pada tahap ini sebelum menentukan jenis terapi yang akan
diberikan terlebih dahulu guru terapi benar-benar melihat bahwa anak
memang menyandang autis. Diaknosa dilakukan dengan melihat hasil
pemeriksaan dari Konsultan Psikologi atau rujukan dan hasil perkembangan
anak dari sekolah autis asal anak sekolah sebelum pindah ke SLB.
2. Tahap Observasi
Pada tahap ini observasi dilakukan pada anak selama kurang lebih
satu sampai dua bulan disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak.
Observasi ini meliputi kontak mata dan kepatuhan, kemampuan bantu diri,
kemampuan sensomotorik, kemampuan kognitif, kemampuan bahasa
reseptif dan expresif, kemampuan bersosialisasi. Dalam kegiatan ini guru-
guru terapi melakukan “trial and error“ dengan mulai mengarahkan perilaku
dan meningkatkan kemampuan yang sudah dimiliki, serta memperbaiki
13
dilaksanakan di ruang terapi. Tiap anak mendapatkan waktu belajar selama dua
jam penuh dengan ditangani oleh satu orang guru terapi. Penanganan anak pada
tahap ini berbeda-beda sesuai kondisi masing-masing anak. Masing-masing
anak autis dikategorikan masuk dalam kemampuan yang berbeda, yakni
kemampuan tingkat dasar, kemampuan tingkat menengah dan kemampuan
tingkat lanjut, sehingga kurikulum yang diikuti juga berbeda untuk masing-
masing tingkat kemampuan.
Reinforcers yang sering diberikan oleh guru terapi adalah pujian, elusan,
pelukan dan memberi makanan atau minuman kesukaan anak. Guru terapi akan
selalu mengatakan “TIDAK” untuk menyatakan bahwa instrusi yang dilakukan
oleh anak adalah salah dan perkataan “TIDAK” ini juga untuk menegaskan pada
anak tentang segala sesuatu yang tidak boleh dikerjakan oleh anak.
1. Terapi Okupasi
Bertujuan untuk melatih otot-otot halus anak karena hampir semua
anak autis mengalami keterlambatan dalam perkembangan motorik halus.
Pada terapi okupasi ini guru terapi akan mengajarkan kepada anak
bagaimana cara yang benar memegang benda. Alat terapi yang digunakan
diantarannya bola refleksi, pasang kancing, bola susun, memakai sepatu,
yang berguna untuk melatih motorik halus, merangsang taktil, menstimulasi
peredaran darah.
3. Terapi Fisik
Bertujuan untuk menguatkan otot-otot dan melatih keseimbangan
tubuh anak. Alat yang digunakan diantaranya titian untuk berjalan, bola-
bola besar, bola keseimbangan. Dengan bantuan alat-alat ini guru terapi di
bidang fisioterapi akan melakukan terapi yang bertujuan melatih otot-otot
anak autis yang lemah dan melatih keseimbangan tubuh.
Anak autis yang dinyatakan “sembuh” dari hasil terapi intervensi dini
maupun terapi penunjang dapat juga melanjutkan sekolah di sekolah reguler
yang melaksanakan program sekolah inklusi dan tidak harus sekolah di SDLB,
dan anak autis ini pada saat sekolah didampingi oleh guru terapi pendamping
yang berfungsi sebagai shadowl atau guru pembimbing khusus yang bertugas
khusus mendampingi dan membimbing perilaku anak autis.
Setiap orang tua anak autis di SLB harus terlebih dahulu mengenali
kelebihan dan kekurangan anak, lengkap dengan ciri-ciri autisnya untuk
mengetahui kebutuhan anak, mengenali kemungkinan penanganan yang dapat
diberikan pada anak, menetapkan beberapa jenis penanganan sesuai kebutuhan,
melakukan pemantauan secara terus menerus terhadap perkembangan anak, dan
secara berkala kembali lagi pada langkah pertama, yaitu mengetahui kelebihan
dan kekurangan pada diri anak autis. Untuk mendapatkan pengetahuan tentang
bagaimana ciri-ciri dan penanganan anak autis, para orang tua di SLB diberikan
informasi mengenai ciri-ciri dan penanganan anak autis di rumah oleh orang
tua. Informasi ini diberikan oleh guru terapi pada saat pertemuan orang tua
dengan pihak sekolah sekaligus membahas kesepakatan belajar dan kerjasama
antara sekolah dengan orang tua.
E. Penilaian/Evaluasi
Hasil yang dicapai setiap hari oleh anakerlu dicatat dengan teliti agar
tidak terjadi kekhilafan dalam urutan materi yang diajarkan (Handojo, 2002).
Menurut Annisa (2016) terdapat 2 jenis evaluasi yang dapat dilakukan kepada
anak autis antara lain:
Jika hambatan disebabkan oleh anak, pada kasus semacam ini guru
terapi akan memanggil orang tua anak untuk berdiskusi apa yang sudah
dilakukan orang tua di rumah berkaitan dengan hambatan dan kemajuan yang
dirasakan orang tua tentang anaknya di rumah, kemudian bersama-sama
berdiskusi mencari jalan keluar dan membuat langkah baru yang akan dilakukan
orang tua di rumah pada bulan depannya.
A. Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Fred Vrugteveen. (2006). Spectrum Autisma. Makalah Pada ACS Tingkat Dasar
di SKA Fajar Nugraha.
Handojo, Y. (2002). Autisma. Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajarkan
Anak Normal, Autis dan Prilaku Lain. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Maulana, Mirza. (2007). Anak autis: Mendidik Anak Autis Dan Gangguan Mental
Lain Menuju Anak Cerdas Dan Sehat. Yogyakarta: AR. Russ Media
Group.
Mega Iswari. (2018). Pendidikan Anak Autisme. Jawa Barat: Goresan Pena.
Prayitno. (2009). Dasar Teori dan Praksis Pendidikan. Jakarta: Penerbit Grasindo.
22