Anda di halaman 1dari 12

TENAGA PENDIDIK PADA PENDIDIKAN INKLUSIF

Di ajukan untuk memenuhi tugas pendidikan inklusif


D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok 6 : Widya Eka Putri Pohan
Ok. Fahrul Amri
Dosen pembimbing : Abdul Hamin M.pd

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

STIT AL HIKMAH TEBING TINGGI

TA. 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“TENAGA PENDIDIK PADA PENDIDIKAN INKLUSIF” ini dengan baik.

Shalawat serta salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kami Nabi
Besar Muhammad SAW kepada keluarganya, sahabatnya, dan tak lupa kepada kita semua
selaku umatnya.Kami mengharapkan tugas makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua
sebagai wujud penambahan wawasan di bidang ilmu pendidikan.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam melakukan penelaahan
dan perbaikan di kemudian hari.

Tebing tinggi, April 2023


I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..............................................................................................................


i

DAFTAR ISI ............................................................................................................................


ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..........................................................................................................


1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................................


2

C. Tujuan ...................................................................................................................... 2

D. Sistematika Penulisan ................................................................................................


3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Inklusif ..................................................................................


4

B. Pengertian pendidik......................................... .........................................................


4

C. Sikap guru terhadap pendidikan inklusif...................................................................


5

D. Faktor yang mempengaruhi sikap guru terhadap inklusif...........................................


6

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ............................................................................................................. 10

B. Saran .......................................................................................................................
11

DAFTAR PUSTAKA

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dalam Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 2 tahun
1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab III ayat 5 dinyatakan bahwa setiap warga
negara mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa anak yang berkelainan berhak pula memperoleh kesempatan yang sama
dengan anak lainnya (anak normal) dalam pendidikan. Jadi dalam hal ini tidak ada
pengecualian bagi warga negara untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta merata
diseluruh tanah air.

Pendidikan inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan ABK belajar
di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya (Sapon-Shevin).
Hal ini merupakan gagasan mulia dimana ABK yang tidak terjamah atau jauh dari layanan
pendidikan dapat mengenyam pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya. Namun
dalam pelaksanaannya di Indonesia masih terdapat beberapa kekurangan sehingga
menghambat dalam proses penyelenggaraan pendidikan inklusif. Salah satunya adalah masih
kurangnya guru pembimbing khusus untuk melayani kebutuhan anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Untuk menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, maka diperlukan komponen-komponen pendukung
agar pendidikan inklusif berjalan dengan baik.

Dalam hal ini tentunya sekolah yang mengadakan adanya pendidikan inklusif pasti
mempunyai beberapa perbedaan dengan sekolah yang hanya menerima peserta didik yang
normal, dimulai dari cara mengajar, sarana prasarana, kurikulum, cara penempatan siswa
hingga guru yang tentunya mempunyai keahlian dan memang spesialisasi dalam mengajar
siswa yang berkebutuhan khusus. Di Sekolah inklusif para siswa memilik kemampuan yang
heterogen, karena para siswanya di samping anak-anak normal juga terdapat anak-anak
berkelainan yang memiliki beragam kelainan/penyimpangan, baik fisik, intelektual, sosial,
emosional, dan/atau sensoris neurologis.

Mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen berheda dengan mengajar


anak-anak yang memiliki kemampuan homogen. Para guru SD, pada umumnya merasa
kurang mampu mengajar anak-anak yang memiliki kemampuan heterogen di kelas inklusif
karena ketika mereka sekolah/kuliah di lembaga pendidikan guru baik SPG, PGSD, maupun
LPTK lainnya tidak dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan agar mampu
untuk mengajar di kelas inklusif. Oleh karena itu, disini akan dibahas beberapa cara untuk
mendidik siswa yang mempunyai kebutuhan khusus.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusif?
2. Apa pengertian pendidik?
3. Apa saja sikap guru terhadap pendidik inklusif?
4. Faktor apa saja yang mempengaruhi sikap guru terhadap inklusif?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari pendidikan inklusif.
2. Untuk mengetahui pengertian pendidik.
3. Untuk mengetahui sikap guru terhadap pendidik inklusif.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi sikap guru terhadap
inklusif.
BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pendidikan Inklusif
Inklusi adalah praktek yang mendidik semua siswa, termasuk yang mengalami
hambatan yang parah ataupun majemuk, di sekolah-sekolah reguler yang biasanya dimasuki
anak-anak non berkebutuhan khusus (Ormrod, 2008). Pendidikan inklusi merupakan praktek
yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi manusia atas pendidikan, tanpa adanya
diskriminasi, dengan memberikan kesempatan pendidikan yang berkualitas kepada semua
anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk secara
aktif mengembangkan potensi pribadinya dalam lingkungan yang sama (Cartwright, 1985
dalam Astuti, Sonhadji, Bafadal, dan Soetopo, 2011). Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk
membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar serta membantu
meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah dengan menekan angka tinggal kelas
dan putus sekolah pada seluruh warga negara (Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan
Inklusi, 2007).

B.            Pengertian Pendidik
Dari segi bahasa, seperti yang dikutip Abudin Nata dari WJS, Poerwadarminta
pengertian pendidik adalah orang yang mendidik. Pengertian ini memberikan kesan, bahwa
pendidik adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mendidik. Pendidik dalam
bahasa Inggris disebut Teacher, dalam bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim dan
Mu’adib. Dalam literatur lainya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor, lecturer, educator,
trainer dan lain sebagainya. Beberapa kata di atas secara keseluruhan terhimpun dalam kata
pendidik, karena keseluruhan kata tersebut mengacu kepada seorang yang memberikan
pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada orang lain. Kata-kata yang bervariasi
tersebut menunjukan adanya perbedaan ruang gerak dan lingkungan di mana pengetahuan
dan keterampilan yang diberikan. Dari istilah-istilah sinonim di atas, kata pendidik secara
fungsional menunjukan kepada seseorang yang melakukan kegiatan dalam memberikan
pengetahuan, keterampilan, pendidikan, pengalaman, dan sebagainya, bisa siapa saja dan
dimana saja. Secara luas dalam keluarga adalah orang tua, guru jika itu disekolah, di kampus
disebut dosen, di pesantren disebut murabbi atau kyai dan yang lain sebagainya.

C.       Sikap Guru terhadap Pendidikan Inklusi


Sikap guru terhadap pendidikan inklusi adalah gambaran yang positif dan negatif dari
komitmen guru dalam mengembangkan anak berkebutuhan khusus yang menjadi tanggung
jawab guru dan juga menggambarkan sejauh mana anak berkebutuhan khusus diterima di
sebuah sekolah. Melalui sikap positif dari guru, anak berkebutuhan khusus akan lebih
mendapatkan keuntungan pendidikan semaksimal mungkin (Olson, 2003). Sikap guru yang
negatif menggambarkan harapan yang rendah terhadap anak berkebutuhan khusus di kelas
inklusi (Elliot, 2008).

D.           Faktor yang Mempengaruhi Sikap Guru terhadap Inklusi


Avramidis dan Norwich (2002) merangkum berbagai penelitian mengenai faktor yang
mempengaruhi sikap guru, sebagai berikut :
1.        Siswa
Konsep guru terhadap siswa berkebutuhan khusus biasanya bergantung pada jenis
hambatan siswa, tingkat keparahan hambatan siswa, dan kebutuhan siswa akan pendidikan
(Clough and Lindsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Persepsi guru mengenai
jenis hambatan siswa dapat dibedakan berdasarkan tiga dimensi, yaitu hambatan fisik dan
sensori, kognitif dan perilaku emosional yang dimiliki siswa.
2.        Guru
Faktor guru terbagi dalam beberapa variabel, yaitu :
a.         Gender
Faktor gender ini berkaitan dengan isu gender terhadapa inklusi. Beberapa peneliti
menemukan bahwa guru perempuan memilikitoleransi yang lebih tinggi dibandingkan guru
laki-laki terhadap integrasi untuk siswa berkebutuhan khusus (Aksamit, Morris, and
Leunberger, 1987; Thomas,1985; Eichinger, Rizzo, and Strotnik, 1991dalam Avramidis and
Norwich, 2002) melihat bahwa bahwa terdapat kecenderungan pada guru perempuan dalam
menunjukkan sikap positif terhadap ide mengenai integrasi terhadap anak yang memiliki
masalah perilaku dibandingkan guru laki-laki.
b.         Usia dan Pengalaman Mengajar
Guru yang lebih muda dan dengan pengalaman mengajar yang masih sedikit memiliki sikap
yang mendukung terhadap integrasi (Centerand Ward, 1987; Berryman, 1989; Clough and
Lindsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Harvey (1985 dalam Avramidis dan
Norwich, 2002) menemukan bahwa terdapat keengganan pada guru yang telah
berpengalaman dibandingkan dengan guru pelatihan yang bersedia menerapkan program
integrasi kepada siswa berkebutuhan khusus. Hal ini dapat menjadi sebuah alasan bahwa guru
baru yang memenuhi syarat memiliki sikap yang positif terhadap program integrasi.
c.         Tingkat Kelas yang Diajar
Salvia dan Munson (1986 dalam Avramidis dan Norwich, 2002) menjelaskan bahwa seiring
dengan bertambahnya usia siswa, maka sikap positif yang dimiliki guru akan berkunjung, dan
menunjukkan fakta bahwa guru yang mengajda materi pelajaran dan krang memperhatikan
perbedaaan individu siswa.dan krang memperhatikan perbedaaan individu siswa. Penjelasan
tersebut diperkuat ole Clough and Lindsay (1991 dalam Avramidis dan Narwich, 2002) yang
menjelaskan bahwa bagi guru yang lebih memperhatikan materi pelajaran, kehadiran siswa
berkebutuhan khusus di dalam kelas mereka menjadi masalah tersendiri dalam praktek
pengurusan aktivitas kelas.

Pengalaman Kontak dengan Siswa Berkebutuhan Khusus


Sebuah hipotesis mengenai kontak dengan siswa berkebutuhan khusus menyebutkan bahwa
sejalan dengan pelaksanaan guru dalam program inklusi, sehingga kontak dengan siswa
berkebutuhan khusus semakin dekat, maka sikap yang dimiliki guru semakin positif (Yukuer,
1988 dalam Avramidis dan Norwich, 2002).
e.         Pelatihan
Faktor lain yang mempengaruhi sikap guru yang menarik adalah pengetahuan yang dimiliki
mengenai siswa berkebutuhan khusus yang dikembangkan melalui pelatihan yang didapat.
Faktor ini dipertimbangkan menjadi faktor penting dalam mempengaruhi sikap guru terhadap
pelaksanaan kebijakan inklusi. Tanpa rencana untuk memberikan pelatihan kepada guru
mengenai pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus, maka akan sulit untuk
mengikutsertakan siswa tersebut ke dalam kelas mainstream (Avramidis and Norwich, 2002).
f.    Keyakinan Guru
Jordan, Lindsay, dan Stanovich (1997 dalam Avramidis and Norwich, 2002) menjelaskan
bahwa guru yang beranggapan bahwa kebutuhan khusus merupakan sesuatu yang melekat
dengan siswa, memiliki cara mengajar yang kurang efektif dibandingkan dengan guru yang
beranggapan bahwa lingkungan di sekitar siswa dapat menjadi pelengkap bagi masalah atau
hambatan yang dimiliki siswa.
g.         Pandangan Sosio-Politik
Faktor ini menjelaskan mengenai sikap guru terkait dengan keyakinan personal (pandangan
terhadap politik dan sosial-politik) dan sikap personal (Avramidis and Norwich, 2002). Lebih
lanjut, faktor ini juga menjelaskan mengenai keyakinan guru terhadap etnis dan budaya dari
anak berkebutuhan khusus dan keyakinan tentang dukungan pemerintah terhadap pendidikan
inklusi.
3.        Lingkungan Pendidikan
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi sikap positif guru adalah ketersediaan
dukunan fasilitas di dalam kelas dan level sekolah (Centerand and Ward, 1987; Myles and
Simpson, 1989; Clough and Linsay, 1991 dalam Avramidis and Norwich, 2002). Dukungan
yang dimaksud dalam hal ini adalah, sumber daya fisik seperti, perlengkapan mengajar,
perlengkapan IT, lingkungan fisik yang mendukung, dan lain-lain. Serta sumber daya
manusia seperti guru khusus, terapis, kepala sekolah, orangtua, dan lain-lain. Selain faktor
yang disebutkan oleh Avramidis dan Norwich, terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi
sikap guru terhadap inklusi. Jobe Rust dan Bussie (1996) melihat sikap guru terhadap inklusi
melalui faktor jenis guru dan latar belakang pendidikan guru. Jenis guru yang dimaksud
adalah guru khusus atau guru reguler, sedangkan latar belakang pendidikan guru terkait
dengan pendidikan terakhir yang dimiliki guru.

E.            Pihak yang Diperlukan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi


Tenaga kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam  pendidikan inklusif.
Tenaga kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat  porsi tanggung jawab yang jelas
berbeda dengan tenaga kependidikan pada  pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat
pada individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan
lainnya. Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan
kegiatan mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan
pelayanan teknis dalam bidang pendidikan.
Membicarakan siapa yang diperlukan dalam sebuah penyelenggaraan pendidikan
pastinya adalah membicarakan sumber daya manusia. Hal ini sangat memegang peranan
penting sekali atas berjalannya suatu sistem atau organisasi, tanpa sumber daya manusia yang
memiliki kapabilitas baik tentunya segala suatu tidak berjalan dengan baik pula.
Yang dimaksud dengan sumber daya manusia (SDM) dalam penyelenggraan
pendidikan inklusi adalah seluruh pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung
dalam pengelolaan dan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan dalam sebuah satuan
pendidikan (sekolah). Dalam hal ini tenaga pendidik (guru) adalah salah satu komponen yang
utama bersama kepala sekolah dan pihak-pihak pengambil keputusan (stakeholder). Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia
dini, jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (Dir. Pembinaan
SLB, 2007).

Profesionalisme Guru dalam Setting Inklusif.

Sebagai guru kita harus selalu siap menghadapi berbagai tantangan. Namun dunia
pendidikan akan terus mengalami inovasi, termasuk inovasi yang disesuaikan kebutuhan
masa kini. Kita tahu perkembangan teknologi dan ekonomi berubah sangat cepat. Perubahan
yang cepat ini harus selalu ditanggapi oleh guru sebagai orang yang telah berjanji pada diri
sendiri untuk turut mengbah sikap dan perilaku anak bangsa. Guru sebagai salah satu
komponen yang bertanggung jawab dalam dalam mencerdaskan kehidupan bangsa haruslah
profesional. Profesional dalam arti yang luas dan proporsional.Wong, Kauffman dan Lloyd
(1991) member ciri-ciri atau sifat mengenai guru yang efektif bagi siswa penyandang
hambatan di kelas regular. Ciri-ciri tersebut meliputi:

1. Punya harapan bahwa siswa akan berhasil.

2. Member pengawasan yang sering pada tugas-tugas siswa serta memberi umpan balik.

3. Memberi standar-standar, arahan dan harapan pembelajaran.

4. Fleksibel dalam menangani siswa.

5. Mempunyai komitmen dalam memperlakukan tiap siswa secara terbuka.

6. Bersikap responsif terhadap pernyataan dan komentar siswa.

7. Melakukan pendekatan tersusun dengan baik dalam pembelajaran.

8. Bersikap hangat, sabar, humoris kepada siswa.

9. Bersifat teguh dan konsisten dalam pengharapan-pengharapan.

Secara umum apa yang harus dan bisa dilakukan guru dalam kerangka pendidikan inklusif
yaitu :

a. Melakukan aktifitas berdasarkan latar belakang pengetahuan dan pendidikan yang


sesuai (appropriate)

b. Bekerja dengan landasan konsep yang sesuai (suitably of basic concept).

c. Berperilaku positif, kreatif dan inovatif.

d. Memiliki sikap sebagai agen pembaharu

e. Berfikir positif proaktif terhadap gagasan perubahan paradigma pembaharuan.

f. Selalu berada pada barisan terdepan dalam implementasi inovasi bidang pendidikan.

g. Selalu memperlihatkan perilaku progresif mengarah pada perkembangan yang cukup


signifikan.

h. Selalu mengedepankan semangat membangun jejaring kerja (komunikasi dan kemitraan


yang kokoh dan fungsional.

i. Menghargai adanya perbedaan dan keberagaman.


j. Melakukan sinergi dan koordinasi dengan berbagai keberagaman dan perbedaan yang
ada.

BAB III

KESIMPULAN

kependidikan merupakan salah satu unsur penting dalam pendidikan inklusif. Tenaga
kependidikan dalam pendidikan inklusif mendapat porsi tanggung jawab yang jelas berbeda
dengan tenaga kependidikan pada pendidikan noninklusif. Perbedaan yang terdapat pada
individu meniscayakan adanya kompetensi yang berbeda dari tenaga kependidikan lainnya.
Tenaga kependidikan secara umum memiliki tugas seperti menyelenggarakan kegiatan
mengajar, melatih, meneliti, mengembangkan, mengelola, dan/atau memberikan pelayanan
teknis dalam bidang pendidikan.

Pendidikan inklusi merupakan praktek yang bertujuan untuk pemenuhan hak azasi
manusia atas pendidikan, tanpa adanya diskriminasi, dengan memberikan kesempatan
pendidikan yang berkualitas kepada semua anak tanpa perkecualian, sehingga semua anak
memiliki kesempatan yang sama untuk secara aktif mengembangkan potensi pribadinya
dalam lingkungan yang sama (Cartwright, 1985 dalam Astuti, Sonhadji, Bafadal, dan
Soetopo, 2011). Pendidikan inklusi juga bertujuan untuk membantu mempercepat program
wajib belajar pendidikan dasar serta membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan
menengah dengan menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah pada seluruh warga negara
(Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus dalam Setting Pendidikan
Inklusi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif tentang


Pengadaan dan Pembinaan Tenaga Pendidik. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar
Biasa.

Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB). 2007. Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Sekolah Luar Biasa (PSLB) Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Kementrian
Pendidikan Nasional (Kemendiknas).

Engkoswara. 2001. Paradigma Manajemen Pendidikan Menyongsong Otonomi Daerah.


Bandung: Yayasan Amal Keluarga.

Friend, Marilyn & William D. Bursuck. 2015. Menuju Pendidikan Inklusi: Panduan prkatis
untuk mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hallahan, Daniel P., James M. Kauffman, and Paige C. Pullen. 2009. Exceptional Learners:
An Introduction to Special Education. Boston: Pearson Education Inc. Hildegum Olsen.
2003. Pendidikan Inklusi Suatu Strategi Manuju Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai