Anda di halaman 1dari 13

WAHYU, ILHAM DAN FIRASAT

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Studi Qur’An (Metodologi dan Tematik)

Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. H. Abd. Hadi, M.Ag.

Diajukan Oleh :
Hasim As’hari
NIM : 20212550012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan


rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
dengan judul Wahyu, Ilham dan Firasat ini.

Penulis memperoleh banyak bantuan dari semua pihak dalam


penyelesaian makalah ini, karena itu penulis sampaikan terima kasih kepada
semua pihak khususnya kepada Bapak Dosen Pembimbing Mata Kuliah Studi al
Qur’an bapak Prof. Dr. H. Abd. Hadi, M.Ag.

Penulis yakin masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini,


oleh karena itu saran dari semua pihak demi perbaikan makalah ini. Akhir kata,
penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca semua.

Surabaya, 16 Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul …………………………………………………………………. i


Kata Pengantar …………………………………………………………………. ii
Daftar Isi ……………………………………………………………………….. iii

Bab I : PENDAHULUAN …………………………………………… 1


A. Latar Belakang …………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah …………………………………………. 1
C. Maksud dan Tujuan Penulisan …………………………….. 1

Bab II : PEMBAHASAN ……………………………………………... 2


A. Pengertian Wahyu, Ilham dan Firasat ……………………… 2
B. Persamaan dan Perbedaan Wahyu dan Ilham ……………… 3
C. Cara Penurunan Wahyu al Qur’an …………………………. 4

Bab III : PENUTUP ……………………………………………………. 9


A. Kesimpulan ………………………………………………… 9

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bagi sebagian orang, ada beberapa istilah yang dianggap sama. Istilah-
istilah tersebut adalah wahyu, ilham dan firasat. Ketiga istilah tersebut
dianggap sama-sama berasal dari Allah SWT., sehingga ada orang yang
kemudian mengaku sebagai nabi, padahal sebagaimana kita yakini nabi
Muhammad adalah penutup para nabi dan rosul.
Sedangkan sebagian orang yang lain, belum mengetahui cara Allah
SWT menurunkan wahyu kepada nabi Muhammad SAW.
Oleh karena itu, penulis mengangkat tema ini untuk dijadikan makalah
dan sekaligus sebagai salah satu kewajiban mengikuti mata kuliah Studi al
Qur’an.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, penulis membatasi masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian wahyu, ilham dan firasat ?
2. Apakah persamaan dan perbedaan wahyu dan ilham ?
3. Bagaimana cara penurunan wahyu al Qur’an ?

C. Maksud dan Tujuan Penulisan


Maksud dan tujuan penulisan makalah ini antara lain :
1. Untuk memberi pengertian lebih jelas kepada pembaca tentang arti
wahyu, ilham dan firasat;
2. Agar dapat membedakan antara wahyu dan ilham;
3. Agar lebih memahami cara penurunan wahyu al Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wahyu, Ilham dan Firasat


Secara etimologis wahyu terambil dari kata waha-yahi-wahyan yang
berarti suara, api, kecepatan, bisikan, rahasia, isyarat, tulisan, dan kitab.
Secara terminologis ulama berbeda pendapat dalam memberikan
definisi. Menurut Manna‘ al-Qaththan, wahyu ialah petunjuk Allah yang
diberikan kepada seseorang yang dimuliakan secara cepat dan tersembunyi.
Artinya, petunjuk yang diberikan secara cepat yang datang secara langsung ke
dalam jiwa tanpa didahului pikiran dan tidak diketahui oleh seseorang.
Shubhi al-Shalih menyatakan bahwa wahyu ialah pemberitahuan yang
bersifat ghaib, rahasia dan sangat cepat. Menurut al-Hijazi, wahyu ialah
menyampaikan sesuatu ke dalam hati, baik di waktu bangun maupun di waktu
tidur. Al- Zarqani berpendapat, wahyu ialah pemberitahuan Allah kepada
hamba pilihan tentang hidayah dan ilmu yang disampaikan dengan cara
tersembunyi dan tidak terjadi kepada manusia biasa.
Muhammad ‘Abduh berpendapat, wahyu ialah pengetahuan yang
didapat oleh seseorang pada dirinya dengan penuh keyakinan bahwa
pengetahuan itu dari Allah baik dengan perantaraan maupun tidak. Menurut
Rasyid Ridla sebagaimana dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy, wahyu ialah
suatu ilmu yang diberikan secara khusus untuk para nabi tanpa diusahakan
dan tanpa dipelajari. Wahyu ialah suatu pengetahuan yang mereka peroleh
dalam dirinya dengan tanpa proses ijtihad yang ilmu itu timbul dengan
sendirinya dan diyakini bahwa yang memasukkan ilmu tersebut adalah Allah
Di dalam al Qur’an terdapat beberapa ayat yang menggunakan kata
wahyu atau kata-kata yang seakar dengannya, yaitu kira-kira 70 kali.
Penggunaan kata wahyu tersebut mempunyai makna yang variatif, di antara
maknanya ialah :
1. Ilham bersifat fitriyah (naluriah) yang diberikan kepada manusia,
sebagaimana disebutkan pada surat al Qashash ayat 7;
2
2. Ilham yang bersifat tabiat yang diberikan kepada hewan, sebagaimana
disebutkan pada surat an Nahl ayat 68;
3. Pemberitahuan secara rahasia atau bisikan sesuatu seperti rayuan syetan,
sebagaimana disebutkan pada surat al An’am ayat 112;
4. Perintah, sebagaimana disebutkan pada surat al Anfal ayat 12;
Muhammad Abduh dalam bukunya Risalah al Tauhid mengemukakan
bahwa ilham ialah perasaan halus yang dirasakan oleh seseorang dalam
hatinya, yang mendorong jiwanya untuk melaksanakan apa yang dikehendaki
oleh ilham itu, sedang ia sendiri tidak mengetahui dari mana datangnya.
Sedangkan kata firasat menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
mempunyai empat arti, yaitu :
1. Keadaan yang dirasakan (diketahui) akan terjadi sesudah melihat gelagat.
2. Kecakapan mengetahui (meramalkan) sesuatu dengan melihat keadaan
(muka dan sebagainya).
3. Pengetahuan tentang tanda-tanda pada badan (tangan dan sebagainya)
untuk mengetahui tabiat (untung malang dan sebagainya) orang.
4. Keadaan muka (mata, bibir, dan sebagainya) yang dihubung-hubungkan
dengan tabiat orangnya (untuk mengetahui tabiat orang).

B. Persamaan dan Perbedaan Wahyu dan Ilham


Dalam kehidupan sehari-hari, terkadang orang menyamakan pengertian
ilham dengan wahyu, padahal antara wahyu dengan ilham tidak sama. Wahyu
ialah pemberitahuan yang bersifat ghaib, rahasia dan sangat cepat yang
khusus diberikan Allah kepada Nabi dan Rasul-Nya. Sedangkan ilham ialah
pemberitahuan sesuatu pada jiwa seseorang yang mendorongnya untuk
mengerjakan sesuatu itu, bahkan juga oleh hewan dan tumbuh-tumbuhan
sekalipun. Misalnya, dalam keadaan tertentu terkadang kita mendapat
petunjuk tentang sesuatu dan ternyata adalah benar; anak sapi yang baru saja
lahir, sesaat kemudian dapat menemukan makanan pada susu ibunya, tanpa
ada seorang pun yang memberitahukan kepadanya. Demikian juga tumbuh-
tumbuhan, seperti bunga yang ditanam di dalam pot, dan diletakkan di dalam

3
rumah dekat jendela misalnya. Lama kelamaan pucuknya akan mengarah ke
pintu untuk mendapatkan cahaya yang diperlukannya. Semua disebutkan ini,
dapat dipandang sebagai ilham dari Allah kepada semua makhluk-Nya.
Sebagaimana diisyaratakan Allah dalam Al Qur’an, antara lain pada
surat an Nahl ayat 68. Meskipun secara sepintas antara ilham dengan wahyu
terdapat kemiripan, yaitu merupakan pengetahuan yang secara cepat dan
rahasia terdapat dalam jiwa tanpa dipelajari atau penyelidikan terlebih dahulu,
namun sebenarnya di antara keduanya terdapat perbedaan, seperti berikut :
1. Wahyu berisi petunjuk atau pengetahuan, sedangkan ilham meskipun
dapat diketahui berisi pengetahuan, tetapi lebih mirip pada perasaan halus
atau insting.
2. Wahyu hanya disampaikan khusus kepada Nabi atau Rasul-Nya,
sedangkan ilham disampaikan kepada manusia secara umum dan juga
kepada makhluk lain seperti binatang.
3. Orang yang menerima wahyu merasa yakin bahwa yang
menyampaikannya adalah Allah Yang Maha Kuasa, sedangkan orang
yang menerima ilham tidak mengetahui dari mana datangnya dan siapa
yang menyampaikannya.
4. Disyaratkan bahwa wahyu untuk disampaikan kepada umat, sedangkan
ilham tidak disyaratkan demikian, tetapi orang menerimanya itu merasa
terdorong untuk mengerjakannya.

C. Cara Penurunan Wahyu al Qur’an


Al-Qur’an menyebutkan, ada tiga cara penyampaian misi ilahiyah itu
kepada para nabi dan rasul, yaitu melalui wahyu, pembicaraan di balik hijab,
dan atau Allah mengirim seorang utusan-Nya. Allah berfirman dalam surat al-
Syura ayat 51 :

4
Dan tidak ada bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata
dengannya kecuali dengan perantaraan wahyu, atau di belakang
tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu
diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.

Berdasarkan ayat di atas, wahyu Allah yang turun kepada para nabi
bervariasi. Pertama, pemberitahuan Allah dengan cara wahyu diturunkan
tanpa perantaraan. Termasuk dalam kategori ini adalah mimpi yang tepat dan
benar, misalnya Allah SWT menurunkan surat al Kautsar ayat 1-3
berdasarkan mimpi.
Terkait dengan penerimaan wahyu berdasarkan mimpi yang benar
adalah firman Allah surat al Fath ayat 27 :

5
Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya
tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya, yaitu bahwa
sesungguhnya engkau pasti akan memasuki Masjid al Haram, in
sya’ Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut
kepala dan mengguntingnya, sedang engkau tidak merasa takut.
Maka Allah mengetahui apa yang tidak engkau ketahui dan Dia
memberikan sebelum itu kemenangan.

Kedua, Allah menyampaikan wahyu di balik tabir. Pembicaraan di


balik tabir adalah salah satu cara Allah menyampaikan risalah. Nabi tidak
melihat Allah, tetapi ia dapat menerima hidayah atau risalah tersebut,
misalnya wahyu Allah kepada Nabi Musa yang diceritakan dalam surat Thaha
ayat 11-13, al A‘raf ayat 143 dan al Nisa’ ayat 164.
Ketiga, penyampaian wahyu dengan perantaraan Malaikat Jibril. Dalam
hal ini, Malaikat Jibril terkadang menampakkan wajah atau bentuknya yang
asli. Penyampaian wahyu dalam bentuk ini jarang terjadi. Nabi Muhammad
hanya dua kali melihat Jibril dalam bentuknya yang asli, yaitu ketika Nabi
Muhammad diisra’kan di Sidrat al Muntaha dan ketika Nabi Muhammad
menerima wahyu yang pertama. Ketentuan wahyu Allah yang turun dalam
bentuk ini adalah surat al Najm ayat 1-14 :

6
Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak
sesat dan tidak pula keliru dan tiadalah yang diucapkannya itu

7
(al Qur’an) menurut kemauan hawa nafsu. Ucapannya itu tiada
lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya), yang
diajarkan kepadanya oleh (Jibril) yang sangat kuat, yang
mempunyai akal yang cerdas; dan (Jibril itu) menampakkan diri
dengan rupa yang asli, sedang dia berada di ufuk yang tinggi.
Kemudian dia mendekat (pada Muhammad sejarak) dua ujung
busur panah atau lebih dekat (lagi). Lalu dia menyampaikan
kepada hamba-Nya (Muhammad) apa yang telah Allah wahyukan.
Hatinya tidak mendustakan apa yang telah dilihatnya. Maka
apakah kalian (orang-orang musyrik Mekah) hendak
membantunya tentang apa yang telah dilihatnya. Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya
yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidrat al Muntaha.

Selain menampakkan wajah atau bentuknya yang asli, dalam


penyampaian wahyu Malaikat Jibril menjelma sebagai manusia. Dia juga
menjelma sebagai seorang laki-laki yang bernama Dluhyah bin Khalifah,
seorang laki-laki yang sangat tampan. Peristiwa penjelmaan malaikat dalam
bentuk manusia antara lain juga dialami oleh Nabi Luth sebagaimana
diungkap oleh Allah dalam surat Hud ayat 77 dan surat al ‘Ankabut ayat 33.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari paparan di atas, dapat penulis simpulkan sebagai berikut :
1. Wahyu, ilham dan firasat adalah tiga istilah yang berbeda. Ketiganya
mempunyai persamaan dan perbedaan.
2. Ada beberapa macam proses dan cara pewahyuan al Qur’an dan ada
hikmah di balik semua proses dan cara tersebut.

9
DAFTAR PUSTAKA

Sahid HM. 2016. Ulum al Qur’an : Memahami Otentifikasi al Qur’an. Surabaya:


Pustaka Idea.

Tim Penyusun MKD UIN Sunan Ampel Surabaya. 2018. Bahan Ajar Studi Al-
Qur;an. Surabaya: UIN SA Press

Yasir, Muhammad dan Ade Jamaruddin. 2016. Studi Al Qur’an. Pekanbaru: Asa
Riau.

10

Anda mungkin juga menyukai