Anda di halaman 1dari 14

Belajar dalam Perspektif Al-Qur’an

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu:
Dr.H.Zamakhsyari,MA
Disusun oleh :
Miratus Sholeha
Fatika Febrilia
Iskandar Luthfi

PROGRAM STRATA 1 FAKULTAS TARBIYAH


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
STIT AL MARHALAH AL ‘ULYA BEKASI
Jl. KH. MAS MANSYUR NO. 91
2021 M / 1442 H
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas
limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya semata, kami dapat menyelesaikan Makalah dengan
judul ”Belajar dalam Perspektif Al-Qur’an”. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, para keluarga, sahabat-sahabat dan pengikut-
pengikutnya sampai hari penghabisan.
Semoga dengan tersusunnya Makalah ini dapat berguna bagi kami semua dalam
memenuhi tugas dari mata kuliah Tafsir Tarbawi dan semoga segala yang tertuang dalam
Makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi para pembaca dalam rangka
membangun khasanah keilmuan. Makalah ini disajikan khusus dengan tujuan untuk memberi
arahan dan tuntunan agar yang membaca bisa menciptakan hal-hal yang lebih bermakna.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan dan belum sempurna. Untuk itu penulis berharap akan kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada para pembaca guna perbaikan langkah-langkah selanjutnya.

Bekasi, 28 Oktober 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI........................................................................................................................................ii
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN................................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1
C. Tujuan Masalah.......................................................................................................................1
BAB II..................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
1. Sumber Belajar....................................................................................................................2
2. Metode Belajar.....................................................................................................................3
3. Prinsip-Prinsip Belajar........................................................................................................6
BAB III...............................................................................................................................................10
PENUTUP..........................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau
menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi / materi pelajaran. Orang yang
berangapan demikian biasanya akan segera merasa bangga ketika anak-anaknya telah mampu
menyebutkan kembali secara lisan (verbal) sebagian besar informasi yang terdapat dalam
buku teks atau yang diajarkan guru. Rasulullah Saw. bersabda yang Artinya “ Menuntut ilmu
itu fardhu atas setiap muslim “.
Amir Syarifuddin dalam Ushul Fiqh mengatakan bahwa “Wajib adalah sesuatu yang
dituntut oleh syara’ (pembuat hukum) untuk melaksanakannya dari setiap pribadi dari pribadi
mukallaf (subjek hukum). Kewajiban itu harus dilaksanakan sendiri dan tidak mungkin
dilakukan oleh orang lain atau karena perbuatan orang lain.
Menurut al-Ghazali, ilmu yang fardhu ‘ain atas setiap umat Islam adalah ilmu-ilmu
agama dengan segala macamnya. Di mulai dari al-Qur’an, kemudian pokok-pokok ibadah
seperti masalah shalat, shiyam, zakat, haid dan lain-lainnya. Al-Ghazali mendefinisikan ilmu
yang fardhu ‘ain sebagai “ Ilmu tentang tata cara melakukan perbuatan yang wajib. Maka
barang siapa mengetahui ilmu yang wajib, dan kapan waktunya, ia telah mengetahui ilmu
yang fardhu ‘ain.”

B. Rumusan Masalah
1. Apa Sumber Belajar dalam Al-Qur’an ?
2. Bagaimana Metode Belajar dalam Al-Qur’an ?
3. Bagaimana Prinsip – Prinsip Belajar dalam Al-Qur’an ?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui Sumber Belajar dalam Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui Metode Belajar dalam Al-Qur’an.
3. Untuk mengetahui Prinsip – Prinsip Belajar dalam Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sumber Belajar
Secara umum, al-Qur’an menggambarkan dua sumber belajar bagi manusia,yaitu
wahyu dan alam. Artinya, Allah menurunkan wahyu dan menciptakan alam sebagai sumber

atau objek yang dipelajari. Manusia didorong manusia agar mempelajari atau melakukan

tadabbur terhadap al-Qur,an. Ia dipelajari guna menangkap atau memahami pesan-pesan

moral yang terkandung di dalamnya kemudiaan mengamalkan pesan-pesan tersebut (Kadar:


2013: 51).
A. Al-Qur’an sebagai sumber belajar
Dalam QS. An-Nisa ayat 82 Allah SWT berfirman:
‫َأَفاَل َيَتَد َّبُر وَن اْلُقْر آَن ۚ َو َلْو َك اَن ِم ْن ِعْنِد َغِرْي الَّلِه َلَو َج ُد وا ِفيِه اْخ ِتاَل ًفا َك ِثًريا‬

Artinya : Maka tidakkah mereka menghayati (mendalami) al-Qur’an? Sekiranya (al-Qur’an)


itu bukan dari Allah, pastilah mereka menemukan banyak hal yang bertentangan di dalamnya.
Ayat ini mendorong manusia agar senantiasa mentadabburi al-Qur’an. Bukan hanya
sekedar membaca atau memahami saja, tapi juga mentadabburi atau 16 menghayatinya agar
jiwa para pembaca mengakui dan menyadari bahwa ia berasal dari Allah.
Penjelasan al-Qur’an, bahwa ia sebagai sumber belajar lebih jelasnya dapat
dilihat dalam Surah Taha ayat 113:
‫َو َك ٰذ ِلَك َاْنَز ْلٰن ُه ُقْر ٰاًنا َعَر ِبًّيا َّو َص َّر ْفَنا ِفْيِه ِم َن اْلَو ِعْيِد َلَعَّلُه ْم َيَّتُقْو َن َاْو ْحُيِد ُث ُهَلْم ِذْك ًر ا‬

“Dan demikianlah Kami menurunkan al-Qur’an dalam bahasa Arab, dan Kami telah
menjelaskan berulang-ulang di dalamnya sebagian dari ancaman, agar mereka bertakwa, atau
agar (al-Qur’an) itu memberi pengajaran bagi mereka.”
Secara implisit, ayat ini mendorong manusia agar mempelajari al-Qur’an,dan
menjadikannya sebagai sumber belajar. Dengan mempelajari al-Qur’an manusia diharapkan
dapat menangkap pesan-pesan Allah yang terkandung didalamnya, sehingga membuat
manusia menjadi insan yang bertakwa.

2
B. Alam sebagai sumber belajar
Manusia dituntut agar melihat, mengkaji, dan melakukan penalaran terhadap
fenomena alam. Banyak ayat al-Qur’an yang menggambarkan hal tersebut. Diantaranya
dalam surah al-Dzuriyat ayat 20-21:
‫َو ِفي اَأْلْر ِض آَياٌت ِلْلُم وِقِنيَن َو ِفي َأْنُفِس ُك ْم َأَفاَل ُتْبِص ُروَن‬
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga)
pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?
Ayat 20 dan 21 Surah al-Dzuriyat di atas menggambarkan, bahwa manusia didorong
agar mempelajari bumi dan manusia itu sendiri. Banyak disiplin ilmu yang berkaitan dengan
bumi dan manusia. Manusia sebagai makhluk pencari ilmu semestinya menjadikan hal-hal
tersebut sebagai sumber belajar. Para peserta didik dituntut agar mempelajari persoalan-
persoalan itu dalam kerangka pencarian ilmu dan memahami kebesaran Allah yang tergambar
dalam objek-objek yang di pelajari itu.

2. Metode Belajar
Belajar dalam Al-Quran adalah sebagai berikut:
A. Metode Bil-Hikmah
Allah swt berfirman :
‫ْؤ َت اِحْلْك َة َقْد ُأو َخ ْي ا َك ِث ا ۗ ا َّذ َّك ِإاَّل ُأوُلو اَأْلْل اِب‬ ‫ِحْل‬
‫َب‬ ‫َم َف َيِت ًر ًري َو َم َي ُر‬ ‫ُيْؤ يِت ا ْك َم َة َمْن َيَش اُء ۚ َو َمْن ُي‬
Artinya “Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benear-benar telah dianugerahi karunia yang
banyak” (Q.S Al-Baqarah : 269)
Sedangkan Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah seorang muslim memberikan hadiah
yang lebih utama kepada saudaranya dibanding kata-kata hikmah yang menambah petunjuk
baginya atau menolak bencana” (H.R al-Baihaqi). Dalam kesempatan yang berbeda
Rasulullah saw bersabda, dari Abdullah bin Mas’ud ra “tidak ada iri kecuali pada dua hal;
seseorang yang diberi harta oleh Allah lalu ia menguasainya dengan cara menghabiskannya
dalam kebenaran, dan seseorang yang diberi hikmah oleh Allah lalu ia memutuskan sesuatu
dengannya dan mengajarkannya” (HR. Bukhari-Muslim). Imam Nawawi mensyarahkan
hadits ini sekaligus memberi pengertian akan kata “hikmah”, yakni “makna hadits (di atas)
ituadalah tidak ada iri yang disukai kecuali dua sifat itu dan segala yang berada dalam makna
keduanya. Dan hikmah adalah segala sesuatu yang mencegah dari kebodohan dan
memperingatkan dari sesuatu yang tercela” dalam uraian yang lain beliau mengungkapkan

3
bahwa “hikmah adalah ibarat tentang ilmu yang memiliki hukum-hukum yang mencakup
pengenalan terhadap Allah Swt, disertai oleh pengaruh akal, perbaikan jiwa, pendalaman
terhadap kebenaran dan mengamalkannya, serta menentang syahwat dan kebatilan.
Sedangkan hakim adalah orang yang memiliki sifat-sifat di atas”
Hikmah disini diartikan sebagai perkataan yang tegas dan benar yang dapat
membedakan antara hak dan yang batil. Sedangkan QS. As-Shaad : 20 yang Artinya: “Dan
Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmahdan kebijaksanaan dalam
menyelesaikan perselisihan”
Pada tafsir ayat ini, hikmah yang dimaksud adalah kenabian, kesempurnaan ilmu dan
ketelitian amal perbuatan. Selain kedua ayat di atas, ada beberapa ayat lagi yang berbeda
penafsiran mengenai kata hikmah, di ayat lain hikmah bisa berarti kefahaman Al-Qur’an dan
sunnah, pendalaman agama, dan pelajaran dari kisah-kisah terdahulu. Namun pada intinya
kesemua penafsiran itu tetap merujuk kepada satu makna; hikmah adalah kepahaman yang
diberikan oleh Allah swt kepada seseorang untuk memustuskan atau mengajarkan sesuatu
dengannya. Contoh beberapa perkataan yang mengandung hikmah dari Rasulullah saw:
“orang yang bahagia adalah yang dapat mengambil pelajaran dari selain dirinya” (HR. Ibnu
Majah)
B. Menggunakan Metode Uswah (teladan)

Allah swt berfirman :

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفْيِه ْم ُاْس َو ٌة َح َس َنٌة ِّلَمْن َك اَن َيْر ُج و الّٰل َه َو اْلَيْو َم اٰاْلِخ َر ۗ َو َمْن َّيَتَو َّل َفِاَّن الّٰل َه ُه َو اْلَغُّيِن اَحْلِم ْيُد‬

Artinya “Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang
baik bagimu; (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan
pada) Hari Kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah Dia-lah
yang Maha kaya lagi Maha Terpuji. (QS. Mumtahanah : 6)”
Meminjam sebuah perkataan, bahwa “agama itu diajarkan melalui tindakan, bukan
Cuma perkataan”. Hal ini dapat kita temui di dalam sunnah Rasulullah Saw, dimana selain
beliau mengajarkan manusia dengan nasihat, beliau Saw juga mendidik ummatnya dengan
tindakan konkrit yang beliau lakukan. Firman Allah Swt:
‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم يِف َرُس وِل الَّلِه ُأْس َو ٌة َح َس َنٌة ِلَمْن َك اَن َيْر ُج و الَّلَه َو اْلَيْو َم اآْل ِخ َر َو َذَك َر الَّلَه َك ِثًريا‬

Artinya “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”. QS Al Ahzab ayat 21

4
C. Menggunakan Perumpamaan-Perumpamaan (al-amtsal)
Allah swt berfirman:
‫ِلّٰلِه‬ ‫ِت‬ ‫ِب ِم‬ ‫ِء‬ ‫ِم‬ ‫ِب‬ ‫ِف‬ ‫ِذ‬
‫اَّل ْي َجَعَل َلُك ُم اَاْلْر َض َر اًش ا َّو الَّس َم ۤاَء َنۤاًء َّۖو َاْنَز َل َن الَّس َم ۤا َم ۤاًء َفَاْخ َرَج هٖ َن الَّثَم ٰر ِر ْز ًقا َّلُك ْم ۚ َفاَل ْجَتَعُلْو ا َاْنَد اًد ا َّو َاْنُتْم‬

‫َتْع َلُمْو َن‬


`Artinya “(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit
sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan
(hujan) itu buah buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan
tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui.QS.Al baqaroh 22
Tafsiran ayat tersebut Allah Telah menurunkan air (hujan) dari langit, Maka
mengalirlah air di lembah-lembah menurut ukurannya, Maka arus itu membawa buih yang
mengambang. dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan
atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan (bagi) yang benar dan yang bathil. adapun buih itu, akan hilang sebagai
sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, Maka ia
tetap di bumi.Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan ”
Allah mengumpamakan yang benar dan yang bathil dengan air dan buih atau dengan
logam yang mencair dan buihnya. yang benar sama dengan air atau logam murni yang bathil
sama dengan buih air atau tahi logam yang akan lenyap dan tidak ada gunanya bagi manusia.
Selain itu: “Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah,
adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus yang di dalamnya ada Pelita besar. Pelita itu di
dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang
dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh
tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) yang minyaknya (saja)
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-
lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah
memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu.”
Dari kedua ayat di atas, kita dapat mengambil pelajaran, bahwasanya: Allah swt
memberikan perumpamaan agar manusia lebih mudah memahami maksud Al-Qur’an secara
sederhana. Dengan menggunakan perumpamaan Proses belajar akan sempurna dan berhasil
manakala prinsip-prinsip tertentu terpenuhi. Kadang-kadang, proses belajar itu mengalami
sandungan. Kadang-kadang mengalami kegagalan bila prinsip-prinsip tersebut tidak
terpenuhi.
5
Kita akan lihat bahwa prinsip-prinsip yang digunakan Al-Qur’an dalam pembinaan
spiritual kaum mukminin itu, mengenai urgensinya dalam pembelajaran, baru diungkap para
psikolog awal abad ke-20.
Allah swt memberikan kesempatan kepada manusia untuk berfikir, dan menggunakan
akalnya. Karena sesungguhnya sesuatu yang diperoleh dari proses pencarian yang panjang itu
cenderung lebih berbekas daripada yang langsung didapatkan dari orang lain. Misalnya,
dengan Allah swt membiarkan manusia berfikir, dan saat manusia menemukan hikmah yang
tersembunyi dari ayat-ayat penciptaan langit dan bumi, lalu hal tersebut ia dapati ternyata
sesuai dengan ilmu pengetahuan modern, maka imannya akan semakin mantap terhadap
Islam.

3. Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip-prinsip pembelajaran menurut Al-Qur’an, sebagai berikut :
A. Motivasi
Motivasi (motivation) adalah keinginan, semangat / yang kuat pada diri seseorang
yang menjadi pendorong kepadanya untuk berusaha atau berbuat sesuatu dengan tujuan
mencapai kejayaan.
Banyak studi eksperimental, yang baru-baru ini dilakukan terhadap hewan dan
manusia, mengungkapkan pentingnya motivasi dalam belajar. Dalam pembinaan spiritual
kaum muslimin, Al-Qur’an menggunakan metode targhib dan tarhib (reward and
punishment) serta menggunakan ceritera-ceritera untuk menggugah ketertarikan. Al-Qur’an
juga memanfaatkan peristiwa-peristiwa penting yang terjadi yang membangkitkan motivasi
dan emosi orang serta menjadikan mereka siap untuk mengambil pelajaran dari peristiwa-
peristiwa tersebut.
B. Pengulangan
Dalam Al-Qur’an, kita menemukan pengulangan mengenai beberapa kebenaran yang
berkaitan dengan akidah dan perkara-perkara gaib yang ingin dikukuhkan Al-Qur’an di
dalam hati, seperti keyakinan tauhid. Allah Swt. adalah sumber agama, keimanan pada
kebangkitan, hari kiamat, hisab, serta pahala dan siksa di hari kiamat. Diantara contoh
pengulangan keyakinan tauhid adalah keterangan yang terdapat pada surat An-Naml (surat
makiyah), yaitu pengulangan ungkapan , “ a ilaahun ma’allaah “ (adalah tuhan lain di
samping Allah) sebanyak lima kali sehingga keyakinan tersebut dapat terpatri di dalam hati.
Allah Swt. berfirman :

6
‫ِإَٰل‬ ‫ٍة‬ ‫ِبِه ِئ‬ ‫ِء‬ ‫ِم‬ ‫ِت‬
‫َأَّم ْن َخ َلَق الَّس َم اَو ا َو اَأْلْر َض َو َأْنَز َل َلُك ْم َن الَّس َم ا َم اًء َفَأْنَبْتَنا َح َد ا َق َذاَت َبْه َج َم ا َك اَن َلُك ْم َأْن ُتْنِبُتوا َش َج َر َه ا ۗ َأ ٌه َمَع‬
‫الَّلِه ۚ َبْل ُه ْم َقْو ٌم َيْع ِد ُلوَن‬

‫َأَّم ْن َجَعَل اَأْلْر َض َقَر اًر ا َو َجَعَل ِخ اَل َهَلا َأْنَه اًر ا َو َجَعَل َهَلا َرَو اِس َي َو َجَعَل َبَنْي اْلَبْح َر ْيِن َح اِج ًز ا ۗ َأِإَٰلٌه َمَع الَّلِه ۚ َبْل َأْك َثُر ُه ْم اَل‬
‫َيْع َلُم وَن‬

‫َأَّم ْن ِجُي يُب اْلُم ْض َطَّر ِإَذا َدَعاُه َو َيْك ِش ُف الُّس وَء َو ْجَيَعُلُك ْم ُخ َلَف اَء اَأْلْر ِض ۗ َأِإَٰلٌه َمَع الَّلِه ۚ َقِلياًل َم ا َتَذ َّك ُر وَن‬

‫َأَّم ْن َيْه ِد يُك ْم يِف ُظُلَم اِت اْلَبِّر َو اْلَبْح ِر َو َمْن ُيْر ِس ُل الِّر َياَح ُبْش ًر ا َبَنْي َيَد ْي َر َمْحِتِه ۗ َأِإَٰلٌه َمَع الَّلِه ۚ َتَعاىَل الَّلُه َعَّم ا ُيْش ِر ُك وَن‬

Arti dari ayat 60. atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang
menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang
berpemandangan indah, yang kamu sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-
pohonnya? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) mereka
adalah orang-orang yang menyimpang (dari kebenaran)
Arti dari ayat 61. atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan
yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung
untuk (mengkokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?. Apakah
disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak
mengetahui.
Arti dari ayat 62. atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan
apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan
kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?
Amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).
Arti dari ayat 63. atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di dataran dan lautan
dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan)
rahmat-NyA .Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap
apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).
Arti dari ayat 64. atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian
mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rezki kepadamu dari langit dan
bumi? Apakah disamping Allah ada Tuhan (yang lain)?. Katakanlah: "Unjukkanlah bukti
kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar". (Q.S An-Naml (27) : 60-64).

7
C. Perhatian
Penggunaan ceritera oleh Al-Qur’an sebagaimana telah kita tunjukkan sebelumnya,
merupakan factor penting dalam membangkitkan perhatian manusia terhadap nasihat-nasihat,
pelajaran-pelajaran, dan seruan kepada tauhid yang terkandung di dalamnya Al-Qur’an telah
menyebutkan pentingnya perhatian dalam menyerap informasi-informasi.
Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

‫ِإَّن يِف َٰذ ِلَك َلِذ ْك َر ٰى ِلَمْن َك اَن َلُه َقْلٌب َأْو َأْلَق ى الَّس ْمَع َو ُه َو َش ِه يٌد‬
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-
orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia
menyaksikannya. (Q.S. Qaaf (50) : 37)
D. Partisipasi Aktif
Dalam Al-Qur’an, kita menemukan penerapan prinsip partisipasi aktif. Hal itu jelas
dari metoda yang dipergunakan Al-Qur’an dalam mengajari kaum muslimin tentang
karakteristik diri yang terpuji serta akhlak dan kebiasaan perilaku yang utama melalui latihan
praktik dengan menugasi mereka melaksanakan bermacam-macam ibadah. Wudhu dan
melaksanakan shalat pada waktu-waktu tertentu setiap hari mengajari orang-orang muslim
kebersihan, ketaatan, keteraturan, kesabaran, dan ketekunan. Shaum juga mengajari orang-
orang muslim ketaatan dan kesabaran dalam menaggung kesulitan.
Allah berfirman :
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa
bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka
diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah
diberikan kepada Kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka
di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di dalamnya (Q.S. Al-Baqarah (2) :
25)
E. Perubahan Perilaku Secara Bertahap
Melepaskan beberapa kebiasaan buruk yang sudah mengakar sekian lama sehingga
kebiasaan kebiasaan buruk itu mendarah daging dalam perilaku kita bukanlah sesuatu yang
enteng. Sebab, hal itu membutuhkan kemauan yang kuat, kesungguhan yang besar dan
latihan yang panjang. Hal ini merupakan persoalan yang tidak akan sanggup dilakukan oleh
kebanyakan orang. Oleh sebab itu, cara paling baik yang dapat diikuti untuk menanggalkan

8
kebiasaan-kebiasaan buruk yang sudah mengakar adalah berupaya untuk melepaskannya
secara bertahap.

Allah Swt. berfirman sebagai berikut :

‫ِز ِك‬ ‫ِه ِإ‬ ‫ِحْل‬ ‫ِك‬ ‫ِه ِت‬ ‫ِم‬ ‫ِف ِه‬
‫َر َّبَنا َو اْبَعْث ي ْم َرُس واًل ْنُه ْم َيْتُلو َعَلْي ْم آَيا َك َو ُيَعِّلُم ُه ُم اْل َتاَب َو ا ْك َم َة َو ُيَز ِّك ي ْم ۚ َّنَك َأْنَت اْلَع يُز اَحْل يُم‬
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: "Pada keduanya
terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih
besar dari manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan.
Katakanlah: "yang lebih dari keperluan." Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya
kepadamu supaya kamu berfikir,(Q.S. Al-Baqarah (2) : 219)”

Namun dalam belajar haruslah dilakukan dengan tata cara/adab yang benar. Mengutip
pendapat Syehk al-Zarnuji (Nur Uhbiyati, 1998), menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki
oleh pelajar yaitu :
1. tawadhu` tidak sombong,
2. Iffah yakni sifat yang menunjukan rasa harga diri yang menyebabkan seorang terhidar dari
perbuatan/tingkah laku yang tidak patut,
3. Tabah dalam menghadapi kesulitan pelajaran dari guru,
4. Sabar terhadap godaan nafsu dan keinginan akan kelezatan,
5. Cinta ilmu dan hormat kepada guru,
6. Sayang kepada kitab,
7. Hormat kepada sesama penuntut ilmu,
8. Bersungguh-sungguh belajar,
9. Teguh pendirian dan ulet dalam menuntut ilmu dan mengulangi pelajaran,
10. Wara` yakni menahan diri dari perbuatan yang dilarang,
11. Punya cita-cita yang tinggi,
12. Tawakal.
Beberapa adab sopan santun tersebut harus ditaati oleh para penuntut ilmu sehingga
ilmu yang diperoleh bermanfaat di dunia dan akherat.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
 Sumber Belajar Secara umum, al-Qur’an menggambarkan dua sumber belajar bagi
manusia,yaitu wahyu dan alam. Artinya, Allah menurunkan wahyu dan menciptakan
alam sebagai sumber atau objek yang dipelajari. Manusia didorong manusia agar
mempelajari atau melakukan tadabbur terhadap al-Qur,an.
 Metode Belajar dalam Al-Quran sebagai berikut :
- Metode Bil-Hikmah
- Menggunakan Metode Uswah (teladan)
- Menggunakan Perumpamaan-Perumpamaan (al-amtsal)
 Prinsip-prinsip pembelajaran menurut Al-Qur’an, sebagai berikut :
- Motivasi
- Pengulangan
- Perhatian
- Partisipasi Aktif
- Perubahan Perilaku Secara Bertahap

10
DAFTAR PUSTAKA
 http://fiekryfahmie.blogspot.com/2014/09/makalah-belajar-perspektif-al-quran.html?
m=1
 http://fiekryfahmie.blogspot.com/2014/09/makalah-belajar-perspektif-al-quran.html?
m=1

11

Anda mungkin juga menyukai