Anda di halaman 1dari 90

Tugas Makalah AIK

AL-QUR’AN SEBAGAI SUMBER ILMU

OLEH :

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Desember, 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan kesehatan kepada penulis karena berkat usaha, kerja keras dan
ketekunan serta keridhaan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu” dengan baik. Penulisan
makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan
Penyusun sadar bahwa apa yang telah penulis peroleh tidak semata-mata
hasil dari jerih payah penyusun sendiri tetapi hasil dari keterlibatan semua pihak.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini.
Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
terselesaikannya makalah ini.
           Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan segi positif bagi para
pembaca.

Makassar, 16 Desember 2020

Sri
Wahyulda

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Al-Qur’an Sebagai Sumber Ilmu Pengetahuan.........................................3
B. Kebenaran Al-Qur’an Dari Segi Ilmu Pengetahuan..................................5
BAB III..................................................................................................................11
PENUTUP.............................................................................................................11
A. Kesimpulan.................................................................................................11
B. Saran...........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kajian Alquran sebagai sumber dari segala sumber ilmu telah dilakukan semenjak
zaman sahabat. Namun, secara embrioritas pada zaman Nabi pun telah dilakukan bentuk
suatu kajian Alquran secara mendalam. Hal itu dibuktikan cukup banyak adanya hadis-
hadis yang menjelaskan tentang makna suatu ayat. Melirik pada zaman kontemporer ini,
Alquran tidak hanya sebagai sumber ilmu Islam saja yang mana pada zaman klasik
pembahasan Alquran hanya dinisbatkan kepada kajian agama seperti fikih, akidah,
tasawuf dan disiplin ilmu agama lainya. Semenjak begesernya era, Alquran mulai
dihidupkan dengan kajian-kajian yang bersifat sosialis, humanis dan saintis. Jika
ditelusuri lebih dalam, yang dinamakan dengan saintis tidak hanya bergelut dengan apa
yang dinamakan biologi, fisika, dan kimia. Hal tersebut hanya segelintir ilmu yang ada di
dalam Alquran.
Dengan hadirnya Alquran sebagai sumber ilmu, manusia bisa menjadi suatu
makhluk yang terlepas dari ketidaktahuan akan berkembangnya suatu zaman. Hal itu
tergantung bagaimana manusia memposisikan Alquran sebagai sumber ilmu. Cukup
banyak manusia yang seenaknya saja mengartikan makna Alquran tanpa tahu apa maksud
ayat Alquran tersebut. Apakah ayat tersebut relevan dengan masalah yang hadir. Atau
hanya mengambil dalil dalam Alquran sebagai legitimasi atas ideologi yang dianutnya.
Hal itu yang sangat disayangkan dimana Alquran dapat digunakan untuk
menambah kecerdasan dan pengetahuan manusia tetapi disalahgunakan hingga menuju
pengdistorsian makna. Akibatnya, bukan kecerdasan dan pengetahuan manusia yang
bertambah akan tetapi pertumpahan darah, korban, dan kematian yang terus bertambah.
Hal ini sungguh jauh dari apa yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW yang
memposisikan Alquran sebagai sumber ajaran ilmu yang tinggi dibandingkan dengan
sumber ilmu lainnya. Al Qur’an merupakan kitab suci umat muslim yang menjadi salah
satu mukjizat Nabi Muhammad SAW. Para ulama sependapat, di antara sekian banyak
mukjizat yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang terbesar adalah Al
Qur’an. Al Qur’an adalah kitab suci penyempurna kitab-kitab suci para nabi sebelumnya.

1
Al Qur’an bukan hanya petunjuk untuk mencapai kebahagiaan hidup bagi umat muslim,
tapi juga seluruh umat manusia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Al-qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan ?
2. Bagaimana kebenaran Al-qur’an dari segi ilmu pengetahuan ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Al-qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan
2. Untuk mengetahui kebenaran Al-quran dari segi ilmu pengetahuan

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-qur’an sebagai sumber ilmu pengetahuan
Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad. Al-Qur’an juga satu-
satunya mukjizat yang bertahan hingga sekarang. Selain sebagai sumber kebahagiaan di
dunia dan akhirat, al-Qur’an juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak pernah
mati. Jika dicermati, kebanyakan ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang, sejatinya telah
Allah tuliskan dalam al-Qur’an. Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun menunjukkan dasar
ilmu pengetahuan adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5,
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah,
yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1]. Dia mengajar kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.” (Qs. al-‘Alaq: 1-5)
Dalam ayat ini, kita dianjurkan untuk belajar melalui baca-tulis, mengkaji ilmu yang
ada dalam al-Qur’an, meneliti lebih jauh tentang ilmu pengetahuan yang sudah Allah ajarkan
dalam al-Qur’an. Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-
orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima
pelajaran.” (Qs. Az-Zumar: 9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.” (Qs. al-Mujadalah: 11) Kedua ayat di atas menunjukkan pentingnya seseorang
untuk memiliki ilmu pengetahuan. Jika kita cermati, dengan membaca al-Qur’an, maka akan
kita menemukan banyak ilmu pengetahuan tentang alam semesta yang tak terkira. Sebuah
contoh, dalam surat Yunus ayat 5 yang menjelaskan tentang ilmu falak atau perbintangan.
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan oleh-
Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu supaya kamu mengetahui
bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak[2]. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang
yang mengetahui.” (Qs. Yunus: 5) Lalu di dalam surat Yasin, “Dan matahari berjalan di
tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke

3
manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua[3]. Tidaklah
mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang.
Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Qs. Yasin: 38-40)
Bukti lain tentang al-Qur’an sebagai dasar ilmu pengetahuan adalah surat an-Nahl
ayat 66 tentang ilmu hewan:
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi
kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu
yang bersih antara tahi dan darah yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.”
(Qs. an-Nahl: 66) Atau dalam surat ar-Ra’d ayat 4 yang menjelaskan ilmu tumbuhan:
“Dan di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, dan kebun-kebun
anggur, tanaman-tanaman dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang,
disirami dengan air yang sama. Kami melebihkan sebagian tanaman-tanaman itu atas
sebagian yang lain tentang rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-
tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir.” (Qs. ar-Ra’d: 4) Lalu tentang ilmu bumi
dan ilmu alam,
“Dan Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang
kokoh dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat
Allah).” (Qs Qaf: 7-8) Dan surat Saba’ ayat 18,
“Dan Kami jadikan antara mereka dan antara negeri-negeri yang Kami limpahkan
berkah kepadanya, beberapa negeri yang berdekatan dan Kami tetapkan antara negeri-negeri
itu (jarak-jarak) perjalanan. Berjalanlah kamu di kota-kota itu pada malam hari dan siang hari
dengan dengan aman[4].” (Qs. Saba’: 18) Jelas bukan, bahwa sejatinya al-Qur’an sebagai
sumber ilmu pengatahuan yang pertama kali. Pada masa berkembangnya Islam dulu, banyak
para pakar muslim yang menjadi orang hebat karena selalu berpegang teguh pada al-Qur’an.
Misalnya pada masa Islam masuk di Andaluisia (Spanyol) kita mengatahui:
1. Abbas bin Farmas sebagai ahli ilmu kimia dan astronomi. Dia adalah penemu pertama
pembuatan kaca dari batu.
2. Ibrahim bin Yahya al-Naqqas terkenal dalam ilmu astronomi. Ilmu yang dapat
mengetahui terjadinya gerhana matahari atau bulan dan dapat pula mengetahui lama

4
waktu terjadinya gerhana tersebut. Ibrahim bin Yahya menemukan teropong modern
yang dapat mengetahui jarak anatara tata surya dan bintang-bintang lain.
3. Ahmad bin Ibas dari Cardova ahli dalam bidang obat-obatan.
4. Umm al-Hasan binti Abu Ja’far dan al-Hafidz dua orang wanita ahli kedokteran.
5. Ibun Batuthah dari Tangier, Maroko ahli geografi
6. Dan banyak lagi para ilmuan Islam yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Kita mengatahui saat itu kaum Muslimin masih sangat memegang teguh al-Qur’an
sebagai sumber pengetahuan. Kejaayaan Islam dan para pemikir Islam ini tentu mengundang
pertanyaan dari para cendiakawan Eropa. Mereka penasaran dan mulai mempelajari bahasa
Arab agar bisa menerjemahkan buku-buku karangan umat Islam. Bahkan para pemuda-
pemuda kristen Eropa juga mulai belajar di universitas-uversitas Islam di Spanyol, seperti
universitas Cordova, Sevile, Malaga, Granada dan Salamance. Selama belajar di Spanyol,
mereka aktif menerjemahkan buku-buku ilmiah karya para sarjana Muslim. Pusat pemerintah
berada di Toledo. Setelah pulang ke negaranya masing-masing, mereka mengajarkan ilmu
yang didapat kepada pelajar di Eropa. Mahabesar Allah dengan segala Kebesaran-Nya.
Semua penjelasan tentang pengetahuan bisa kita dapat dalam al-Qur’an, andai kita mau
memerhatikan dan mencerna lebih dalam atas ayat-ayat yang diturunkan. Bahkan bangsa
Eropa sebelum semaju sekarang mengakui kebesaran umat Islam dan al-Qur’an.

B. Kebenaran Al-qur’an dari segi ilmu pengetahuan


Berikut beberapa fakta ilmiah Alquran yang dihimpun dari berbagai sumber, di mana
berbagai penemuan ilmiah saat ini ternyata sesuai dengan ayat-ayatnya:
1. Kelahiran Manusia
“Kami telah menciptakan kamu; maka mengapa kamu tidak membenarkan?
Adakah kamu perhatikan nutfah (benih manusia) yang kamu pancarkan? Kamukah yang
menciptakannya? Ataukah Kami yang menciptakannya?” (QS. Al Waqi’ah:57-59).
Penciptaan manusia dan aspek-aspeknya yang luar biasa itu ditegaskan dalam banyak
ayat. Beberapa informasi di dalam ayat-ayat ini sedemikian rinci sehingga mustahil bagi
orang yang hidup di abad ke-7 untuk mengetahuinya.
Beberapa di antaranya sebagai berikut:
 Manusia tidak diciptakan dari mani yang lengkap, tetapi dari sebagian kecilnya.

5
 Sel kelamin laki-lakilah yang menentukan jenis kelamin bayi.
 Janin manusia melekat pada rahim sang ibu bagaikan lintah.
 Manusia berkembang di tiga kawasan yang gelap di dalam rahim.
Orang-orang yang hidup pada zaman kala Al Qur’an diturunkan, pasti mengetahui
bahwa bahan dasar kelahiran berhubungan dengan mani laki-laki yang terpancar selama
persetubuhan seksual. Fakta bahwa bayi lahir sesudah jangka waktu sembilan bulan tentu
saja merupakan peristiwa yang gamblang dan tidak memerlukan penyelidikan lebih
lanjut. Akan tetapi, sedikit informasi yang dikutip di atas itu berada jauh di luar
pengertian orang-orang yang hidup pada masa itu. Ini baru disahihkan oleh ilmu
pengetahuan abad ke-20.
2. Fungsi gunung
Gunung ada atau muncul karena tumbukan lempengan-lempengan raksasa yang
membentuk kerak bumi. lempengan yang lebih kuat menyelip ke bawah sedangkan
lempengan yang lemah melipat ke atas membentuk dataran tinggi dan gunung Banyak
sekali fungsi gunung , Antara lain penahan guncangan, penyalur pembuangan tenaga
panas bumi,penyubur tanah dan lain lainnya.

Al Qur’an menjelaskan fungsi gunung dalam beberapa ayat dalam Al Qur’an, antara lain :
“Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu
(tidak) goncang bersama mereka, dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan
yang luas, agar mereka mendapat petunjuk.” (QS Al Anbiya:31). “Bukankah Kami telah
menjadikan bumi itu sebagai hamparan?, dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS An
Naba’: 6-7).
3. Api di dasar laut
Fenomena Api di dasar lautan ini ditemukan oleh seorang ahli geologi asal
Rusia,Anatol Sbagovich dan Yuri Bagdanov dan ilmuan asal Amerika Serikat, Rona Clint
ketika mereka sedang meneliti tantang kerak bumi dan patahannya di dasar lautan di
lepas pantai Miami. Mirip seperti lava cair yang mengalir dan disertai dengan abu
vulkanik seperti gunung berapi di daratan yang memiliki suhu mencapai 231 derajat
celcius. Meskipun sangat panas, tetapi tidak cukup untuk memanaskan seluruh air yang
ada di atasnya begitupun seluruh air yang ada diatas nya tersebut tidak mampu

6
memadamkan api panas tersebut, sungguh keajaiban yang luar biasa. Lempengan-
lempengan ini terletak di lembah atau dasar samudra. Ia menahan lelehan bebatuan panas
yang dapat membuat laut meluap-luap. Akan tetapi banyaknya air di lautan dapat
meredam panasnya bara yang memiliki suhu panas tinggi ini lebih dari 10000 C mampu
menguapkan air laut. Ini adalah salah satu di antara banyak fakta-fakta bumi lainnya yang
mengejutkan para ilmuan. Sebenarnya Al Qur’an sudah menyebutkan tentang api di dasar
lautan ini.
“Demi bukit. Dan kitab yang tertulis. Pada lembaran yang terbuka. Dan demi Baitul
Makmur (Ka’bah). Dan demi surga langit yang ditinggikan. Dan demi laut, yang di dalam
tanah ada api.”(QS At-Thur: 1-6).
4. Bagian Otak yang Mengendalikan Gerak Kita
“Ketahuilah, sungguh jika dia tidak berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-
ubunnya, (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.” (QS. Al Alaq:15-
16).
Ungkapan “ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” dalam ayat di atas
sungguh menarik. Penelitian yang dilakukan di tahun-tahun belakangan mengungkapkan
bahwa bagian prefrontal, yang bertugas mengatur fungsi-fungsi khusus otak, terletak pada
bagian depan tulang tengkorak. Para ilmuwan hanya mampu menemukan fungsi bagian
ini selama kurun waktu 60 tahun terakhir, sedangkan Al Qur’an telah menyebutkannya
1400 tahun lalu. Jika kita lihat bagian dalam tulang tengkorak, di bagian depan kepala,
akan kita temukan daerah frontal cerebrum (otak besar).

Jelas bahwa ungkapan “ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka” benar-benar
merujuk pada penjelasan di atas. Fakta yang hanya dapat diketahui para ilmuwan selama
60 tahun terakhir ini, telah dinyatakan Allah dalam Al Qur’an sejak dulu.
5. Besi
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, ilmuwan menemukan fakta bahwa
besi adalah berasal dari langit. Ilmu sains memberi informasi kepada kita bahwa besi
adalah logam berat yang tidak dapat dihasilkan oleh bumi kita sendiri. lebih tepatnya besi
berasal dari Asteroid (kaya akan unsur besi) yang menabrak bumi ( Awal pembentukan

7
Bumi ). Fakta tentang manfaat besi dan Asal Besi juga sudah tertulis dalam Al Qur’an
surah Al Hadiid ayat 25, yang artinya :
“Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti
yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Alkitab dan neraca (keadilan)
supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami turunkan (anzalnaa) besi yang
padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya
mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong
(agama)-Nya dan rasul-rasul-Nya, padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah
Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (Q.S Al Hadiid ayat 25). Kata “anzalnaa” memiliki arti
“kami turunkan” digunakan untuk menunjuk besi. Apabila diartikan secara kiasan kata
“anzalnaa” menjelaskan bahwa besi diciptakan untuk memberi manfaat bagi manusia.
Apabila mengartikan kata itu secara harfiah, yakni “secara bendawi diturunkan dari
langit”, maka diperoleh arti bahwa besi diturunkan dari langit. Subhanallah, fakta yang
ilmuwan baru saja temukan ternyata 14 abad lalu sudah tertulis dalam Al Qur’an.
6. Garis Edar tata surya
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur’an ini telah ditemukan melalui
pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari
bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah
bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari
bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari,
semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak
ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang
terencana. Mengenai Fenomena tata surya dan garis edar sudah tertulis di dalam Al
Qur’an, antara lain dalam surah Al Anbiya ayat 33 dan surah yasin ayat 38-40;

“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-
masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (QS Al Anbiya:33).
“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha
Perkasa lagi Maha Mengetahui.telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah,
sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk
tandan yang tua. Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun

8
tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.”(QS Yaa
Siin: 38-40).
7. Dasar Lautan Yang Gelap
Manusia tidak mampu menyelam di laut dengan kedalaman di bawah 40 meter tanpa
peralatan khusus. Dalam sebuah buku berjudul Oceans juga dijelaskan, pada kedalaman
200 meter hamper tidak dijumpai cahaya, sedangkan pada kedalaman 1000 meter tidak
terdapat cahaya sama sekali. Kondisi dasar laut yang gelap baru bisa diketahui setelah
penemuan teknologi canggih. Namun Alquran telah menjelaskan keadaan dasar lautan
semenjak ribuan tahun lalu sebelum teknologi itu ditemukan. Alquran surat An Nur ayat
40 menjelaskan mengenai fakta ilmiah ini.
“Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di
atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila
dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barang siapa yang tiada
diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun.” (QS An
Nuur: 40).
8. Relativitas waktu
Albert Einstein pada awal abad 20 berhasil menemukan teori relativitas waktu.
Teori ini menjelaskan bahwa waktu ditentukan oleh massa dan kecepatan. Waktu dapat
paperwriter berubah sesuai dengan keadaannya. Beberapa ayat dalam Al Qur’an juga
telah megisyaratkan adanya relativitas waktu ini, di antaranya dalam Al Qur’an surat Al
Hajj ayat 47, surat As Sajdah ayat 5 dan Alquran surat Al Ma’aarij ayat 4.
“Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali
tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS Al Hajj: 47). “Dia mengatur urusan dari
langit ke bumi, kemudian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya
(lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS As Sajdah:5).
“Malaikat-malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari yang
kadarnya lima puluh ribu tahun.” (QS Al Ma’arij:4).
Beberapa ayat Alquran lainnya menjelaskan, manusia terkadang merasakan waktu secara
berbeda, waktu yang singkat dapat terasa lama dan begitu juga sebaliknya.
9. Sungai di dasar laut

9
Fenomena sungai di dasar laut ditemukan oleh Ilmuan asal Prancis bernama Jaques
Yves Cousteau dia berhasil menemukan air tawar yang mengalir di antara air laut yang
asin di dasar lautan. Para ahli menyebut fenomena ini sebagai lapisan Hidrogen Sulfida,
karena air yang mengalir di sungai dasar laut ini memiliki rasa air tawar. Selain itu sungai
dasar laut ini ditumbuhi daun-daunan dan pohon. Subhanallah. Fenomena ini juga sudah
disebutkan dalam Al Qur’an surah Al Furqaan ayat 53:
“Dan Dialah (Allah) yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang satu
tawar dan segar dan yang lainnya asin. Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas
yang tidak tembus.” (QS Al Furqan: 53).
10. Sidik jari
Setiap manusia memiliki ciri sidik jari yang unik dan berbeda antara satu orang
dengan lainnya. Keunikan sidik jari baru ditemukan pada abad 19. Sebelum penemuan
itu, sidik jari hanya dianggap sebagai lengkungan biasa yang tidak memiliki arti.
Al Qur’an surat Al Qiyaamah ayat 3-4 menjelaskan tentang kekuasaan Allah untuk
menyatukan kembali tulang belulang orang yang telah meninggal, bahkan Allah juga
mampu menyusun kembali ujung-ujung jarinya dengan sempurna. QS Al Qiyamah ayat
3-4: “Apakah manusia mengira, bahwa Kami tidak akan mengumpulkan (kembali) tulang
belulangnya?”
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya
dengan sempurna.”

10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an adalah mukjizat terbesar bagi Nabi Muhammad. Al-Qur’an juga satu-
satunya mukjizat yang bertahan hingga sekarang. Selain sebagai sumber kebahagiaan di
dunia dan akhirat, al-Qur’an juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang tidak pernah
mati. Jika dicermati, kebanyakan ilmu pengetahuan yang saat ini berkembang, sejatinya telah
Allah tuliskan dalam al-Qur’an. Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun menunjukkan dasar
ilmu pengetahuan adalah surat al-‘Alaq ayat 1-5,
Alquran sebagai sumber dari segala sumber ilmu telah dilakukan semenjak zaman
sahabat. Namun, secara embrioritas pada zaman Nabi pun telah dilakukan bentuk suatu
kajian Alquran secara mendalam. Hal itu dibuktikan cukup banyak adanya hadis-hadis yang
menjelaskan tentang makna suatu ayat. Melirik pada zaman kontemporer ini, Alquran tidak
hanya sebagai sumber ilmu Islam saja yang mana pada zaman klasik pembahasan Alquran
hanya dinisbatkan kepada kajian agama seperti fikih, akidah, tasawuf dan disiplin ilmu
agama lainya.

B. Saran
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan, maka dari
itu kami mohon kritik dan saran yang dapat membangun kami ke depannya agar lebih baik
lagi serta marilah kita berpegang teguh dengan ajaran Al-quran.

11
DAFTAR PUSTAKA

M. Nasir Arsyad. 1996. Seri Buku Pintar Islam I. Bandung : Seputar Al-qur’an dan ilmu cet
IV, Al-Bayan.

Silfaaz. 2011. Al-Quran Sumber Ilmu Pengetahuan. Diakses pada 2 Oktober 2014.
Alamat: http://silfaaz.wordpress.com/2011/08/02/al-quran-sumber-ilmu-
pengetahuan/.

Monitor.co.id/2017/12/30/bukti-keajaiban-al-qur’an-pada-ilmu-pengetahuan

12
Tugas Makalah AIK

RASULULLAH SEBAGAI TELADAN

OLEH:

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Desember, 2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., yang


mana telah melimpahkan nikmat kepada kita terutama nikmat yang paling besar
yaitu nikmat Iman dan Islam. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada
junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW., juga tak lupa kepada keluarga-Nya,
sahabat-sahabat-Nya, tabi’in itbauttabi’in dan seluruh umat yang setia mengikuti
ajaran-Nya semoga mendapatkan syafaat di yaumul jaza wal hisab amiin.
Penulis bersyukur kepada Allah swt. karena berkat limpahan Taufik dan
Hidayah serta Inayah-Nya penulis dapat menyusun makalah dengan judul
“Rasulullah SAW Sebagai Teladan”, penulis juga berterima kasih pada berbagai
pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih dalam batas
minimal sehingga terdapat banyak sekali kekurangan atau jauh dari
kesempurnaan, berhubungan dengan wawasan atau ilmu yang penulis miliki. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang konstruktif atau yang dapat membangun sangat
penulis harapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
pembaca.

Makassar, 16 Desember 2020

Sri Wahyulda

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................3
1. Pengertian tentang keteladanan Rasulullah Saw.......................................3
2. Pengertian dan contoh-contoh keteladanan Rasulullah Saw dalam
kehidupan sehari-hari................................................................................5
BAB III..................................................................................................................7
PENUTUP.............................................................................................................7
A. Kesimpulan.................................................................................................7
B. Saran...........................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................8

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rasulullah SAW. adalah suri tauladan bagi seluruh manusia. Rasul menyatakan
bahwa pusat eksistensi manusia yang menentukan kualitas kediriannya adalah qalb.
Manusia memiliki potensi qalb untuk merenung, menyadari, menghayati, memilih mana
yang baik dan buruk. Kata qalb yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi
“kalbu” ini mengandung pengertian sumber kesadaran batiniah atau dapat disepadankan
dengan hati nurani. Inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW. dalam sabdanya
“Ketahuilah, sesungguhnya dalam tubuh ada segumpal darah, jika Ia baik, baiklah seluruh
tubuh, tetapi jika Ia rusak, rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah, itulah hati nurani”.Kecerdasan
intelektual atau yang sering disebut dengan istilah IQ (Intelligence Quotient), sempat
dimitoskan sebagai satu-satunya kriteria kecerdasan manusia. IQ pada umumnya mengukur
kemampuan yang berkaitan dengan pengetahuan praktis, daya ingat, daya nalar dan
pemecahan masalah. Namun mitos ini kemudian dipatahkan dengan memperkenalkan
kecerdasan emosional atau disingkat EQ (Emotional Quotient). Mitos ini dibuktikan dengan
adanya penelitian bahwa orang-orang yang memiliki IQ tinggi, tidak menjamin hidup sukses.
Sebaliknya, orang yang memiliki EQ, banyak yang menempati posisi kunci di dunia
eksekusi. Asumsi tersebut diperkuat oleh Dannah Zohar.
Nabi Muhammad Saw merupakan Nabi dan Rasul terakhir yang mencerminkan sosok
manusia berkarakter. Beliau membawa misi risalahnya untuk seluruh umat manusia.
Nabi Muhammad SAW merupakan nabi dan rasul terakhir yang mencerminkan sosok
manusia berkarakter. Beliau membawa misi risalahnya untuk seluruh umat manusia dan
seluruh alam semesta seperti yang di firmankan dalam Qur’an surat al-Anbiya ayat 107,
“Tidaklah Kami mengutus engkau (wahai Muhammad) melainkan menjadi Rahmat
bagi sekalian Alam”. Keseharian Beliau dalam menjalani kehidupan, Nabi Muhammad SAW
selalu bersikap sopan dalam bertutur kata, jujur, tidak pernah berdusta serta luhur berbudi
pekerti. Beliau memiliki ahklak yang mulia terhadap siapa saja. Tidak mengherankan jika di
dalam Al Qur’an beliau disebut sebagai manusia paling berakhlak. Seperti dalam firman
Allah Qur’an surat al-Ahzab ayat 21, “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan

1
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Akhlak dan sifat Nabi Muhammad yang
mendasar dapat diteladani yaitu sidiq (benar), amanah (dapat dipercaya), fathonah (cerdas)
dan tabligh (menyampaikan).
Sifat yang pertama sidiq, memiliki arti bahwa Rasulullah SAW selalu benar (jujur)
dalam ucapannya. Sifat yang kedua yaitu amanah, memiliki arti bahwa Rasulullah SAW
selalu menjaga amanah yang diberikan kepadanya. Sifat yang ketiga yaitu Fathonah, artinya
bahwa Rasulullah SAW tidak hanya memiliki intelektual semata tetapi juga cerdas dalam
emosional dan spiritualnya. Sifat yang keempat yaitu tabligh, artinya bahwa Rasulullah SAW
selalu menyampaikan segala wahyu yang diturunkan Allah SWT kepada umatnya. 1 Seluruh
perilaku Nabi Muhammad SAW adalah pencerminan dari nilai-nilai luhur di dalam Al
Qur’an. Apa saja yang disampaikan beliau baik yang tercantum dalam Al Qur’an dan As
Sunnah tidak hanya berupa aturan-aturan abstrak, tetapi merupakn ajaran yang konkret yang
harus dimplementasikan ke dalam perilaku sehari-sehari.
Karakter perilaku yang sesuai dengan yang diteladankan oleh Rasulullah SAW inilah
yang disebut dengan karakter profetik. Perilaku sehari-hari Rasulullah SAW yang kasab mata
atau dapat disebut perilaku non verbal (perilaku yang bukan lisan tetapi dapat dilihat secara
langsung oleh mata) dalam hal sifatnya seperti cara makan, minum, berpakaian, berbicara,
berkomunikasi sosial dan lain-lain. Semua perilaku Rasulullah SAW ini tercantum dalam Al-
Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, seperti jawaban Aisyah r.a. ketika ditanya seorang
sahabat tentang bagaimana karakter Rasulullah SAW, yang kemudian Aisyah r.a. menjawab
bahwa karakter Rasulullah SAW adalah AlQuran.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan keteladanan Rasulullah SAW ?
2. Bagaimana mencontoh keteladanan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari-hari ?

C. Tujuan
1. Dapat mengetahui menjelaskan keteladanan Rasulullah SAW
2. Dapat mengetahui mencontoh keteladanan Rasulullah SAW dalam kehidupan sehari
hari

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian tentang keteladanan Rasulullah Saw
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah." (QS al-Ahzab [33]: 21). Rasulullah SAW memang suri
teladan yang baik. Indikator keteladanan beliau itu berbuat sebelum berucap
(bersabda). Sebagai contoh, beliau bersabda:
Wanita itu dinikahi karena empat hal, yaitu karena hartanya, keturunannya
(nasab), kecantikannya, dan agamanya. Maka, pilihlah yang karena agamanya
niscaya akan beruntunglah kamu di dunia akhirat." (HR Bukhari, dari Abu Hurairah).
Jauh sebelum mengatakan hadis tunkahu al-Mar'ah tersebut, lalu menekankan
pada agama, beliau sudah mengamalkan hadis itu terlebih dahulu. Misalnya,
pernikahan beliau dengan Khadijah yang didasari hanya pada akhlak. Khadijah
tertarik pada sosok Rasulullah yang mulia itu.
Khadijah mendengar perangai pemuda Muhammad yang al-Amin itu dari
Maisaroh, pembantunya yang diutus berdagang ke Syam bersama Muhammad.
Kejujuran dan akhlak Muhammad yang akhirnya memantapkan hati Khadijah.
Muhammad pun menerima Khadijah bukan karena hartanya (limaaliha), melainkan
semata-mata karena pertimbangan akhlak. Ketinggian akhlak Khadijah ini terbukti
selama dia menjadi istri Rasulullah. Meskipun dari sisi finansial Khadijah lebih tinggi
kedudukannya dari Rasulullah, keponakan Waraqah bin Naufal itu tetap menjadi istri
secara utuh, yakni menghormati dan memuliakan Muhammad sebagai suaminya.
Maka itu, dikatakan oleh sirah nabawiyah, pernikahan Rasulullah dan Khadijah
adalah pernikahan yang paling indah dalam sejarah umat manusia. Sebab, pernikahan
keduanya didasari pada akhlak (agama), bukan kekayaan, kecantikan, maupun
keturunan. Pantaslah apabila beliau bersabda sebagaimana hadis di atas. Rasul SAW
mengatakan hal itu, yaitu menekankan agama atau akhlak sebagai dasar cinta dan
pernikahan, karena beliau sudah melakukan atau berbuat seperti yang beliau katakan.
Beliau sudah membuktikan kata-katanya itu terlebih dahulu. Inilah kunci utama dari
keteladanan (uswah) Rasulullah SAW, yaitu memberi contoh (berbuat) sebelum

3
menyuruh (mengatakan). Ini pulalah 'hakikat keteladanan' yang harus melekat pada
diri setiap umatnya.
Muhammad Naquib Al-Attas, dalam bukunya Islam dan Sekularisme menjelaskan
bahwa keteladanan menduduki posisi strategis dalam pendidikan. Faktor keteladanan
mempunyai pengaruh besar pada perilaku dan mental anak, sebab biasanya anak akan
meniru kedua orang tuanya, bahkan kedua orang tuanya akan mencetak perilaku
paling kuat bagi perkembangan perilaku dan mental anak. Sebagai contoh, jika
seorang ayah memerintahkan anak salat, sementara dia sendiri belum
melaksanakannyabahkan sedang asyik dengan aktivitas lain, dapat dipastikan ia tidak
akan melaksanakan perintah kita. Jika seorang ibu menyuruh kepada anaknya untuk
pergi mengaji, tetapi ibunya sendiri tidak pernah pergi ke pengajian, jangan harap
perintah itu akan dilaksanakan. Bahkan, si anak cenderung akan berkata, "Ayah
sendiri belum salat." Atau, "Ibu sendiri gak pernah ngaji."
Suri teladan yang ada pada Rasulullah SAW merupakan panutan dari segala
teladan ummat manusia. Kehebatannya selain diakui oleh Allah SWT juga diakui
oleh manusia, baik kawan maupun lawan. Kesempurnaan suri teladan Rasulullah
SAW ini dilukiskan oleh Hamka sebagai berikut:
Kehidupan Rasulullah SAW adalah contoh kehidupan yang paling sempurna yang
dirumuskan oleh salah seorang pujangga Islam dengan sebutan “The ideal prophet”
atau Al-Mutsalul Kamil, artinya teladan kehidupan yang paling sempurna. Maka
sejak itu kita menerima dari Ilahi, kita akan berusaha meneladani kehidupan itu
sedaya upaya kita. Tujuan akhir kehidupan kita adalah hidup mencontoh kehidupan
Rasulullah SAW menurut tenaga yang ada pada kita”.[2]
Sehubungan dengan itu, Rasulullah SAW sendiri pernah mengungkapkan dalam
haditsnya sebagai berikut:
‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو َسلّم إنمابعثت أل تمم احسناألخالق (رواه ملك‬ َ َ‫ع َْن اَبِى هُ َريْرة َرضى هللا َع ْنهُ ق‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ ‫ال َرسُول هللا‬
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Telah bersabda Rasulullah SAW,
bahwasanya aku diutus ke atas permukaan bumi ini untuk memperbaiki akhlak
(manusia). (H.R. Malik).
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT ke dunia ini untuk memperbaiki akhlak
manusia, merubah sikap dari kekufuran menjadi tauhid. Usaha-usaha untuk

4
mengadakan revolusi dunia. Orang menyebutnya tokoh revolusi karena mampu
membuat perubahan manusia bukan hanya aqidah saja, tetapi sekaligus merubah
sikap di bidang-bidang lain seperti politik, sosial, adat istiadat, budaya, agama,
ekonomi, dan lain-lai Keberhasilan Rasulullah SAW, mengadakan revolusi akhlak
dalam waktu singkat ini dilatarbelakangi oleh diri pribadinya yang berbudi pekerti
luhur. Sejak kecil dia sudah memiliki akhlak yang mulia bahkan disenangi oleh
kawan dan disegani oleh lawannya. Dengan keluhuran budi pekerti tersebut
menyebabkan beliau diangkat menjadi utusan-Nya, sehingga timbullah pertentangan
dari sebahagian masyarakat terutama ahli-ahli agama lama dan tokoh-tokoh politik,
semua ini terjadi karena kekhawatiran mereka terhadap pangkat dan kedudukannya
dalam masyarakat nanti. Namun demikian, sikap Rasulullah SAW tidak berubah,
tetap menegakkan agama Allah SWT kendatipun terpaksa melawan arus yaitu tokoh-
tokoh arab dan ahli politik. Sikap tegas demikian merupakan kriteria pribadinya.
1. Pengertian dan contoh-contoh keteladanan Rasulullah Saw dalam kehidupan
sehari-hari
Nabi Muhammad Saw adalah suri teladan atau panutan yang harus kita
yakini dengan sepenuh hati .
Nabi Muhammad Saw memiliki sifat atau teladan yang baik
- kejujuran
Nabi Muhammad Saw, sebelum masa kenabiaan sudah di juluki Al- Amin sebab ia
di kenal jujur dalam niat, hati dan perbuatannya.
- Amanah
Sifat jujur yang dan benar dari Nabi kemudian menjadikan ia pribadi yang amanah
atau bias di percaya sehungga banyak sekali orang yang menyenangi dan menaruh
hormat padanya.
- Fathanah
Kecerdasan yanag ada pada diri Nabi Muhammad juga wajib menjadi teladanan
kita. Kecerdasan ini bisa di raih dengan ikhtiar dengan sungguh-sungguh.
- Kesebaran
Nabi Muhammad Saw di ekanal sebagai rasul ulul azmi sebab kesabarannya yang
melebihi manusia biasa. Kesabaran ini juga wajib kita jadikan teladan hidup.

5
Keteladanan Nabi Muhammad Saw dalam kehidupan sehari-hari yang patut di
contoh yaitu:
a. Baik hati
Rasulullah terkenalnya dengan kebaikannya kepada siapapun tanpa pandang bulu.
Nahkan terhadap musuh-musuhnya sekalipun. Dan inilah yang membuatbeliau patut
menjadi teladadn bagi umatnya.
b. Jujur
Adalah salah satu kebiasaan beliau. Kebiasaan yang selalu belaiu utarakan. Sekalipun
kejujuran itu menyakitkan, namun beliau akan selalu mengatakannya.
c. Pemalu
Meskipun beliau terkenal garang di medan perang, perang mengharapkan musuh-
musuh Allah, namun terdapat sifat pemalu dalam diri beliau. Pemalu di sini di artikan
bahwa beliau selalu maludalam berbuat dosa, berbuat maksiat, berbuat kedzoliman,
dan kejahatan lainnya
d. Lemah lembut
e. Rendah hati
Rasulullah Saw tdk pernah menyombongkan dirinya apalagi di depan oaring-orang
yang kurang mampu
f. Tidak pernah membertkan orang lain
Ketika beliau merasa mampu melalukan sesuatu, be;iau tidak pernah memintah
tolong kepda orang lain.
g. Sangat sederhana
Inilaih gaya hidup yang harus di contoh. Beliau terkenal sangatlah sederhana dari
dulu sampai ketika beliau menjadi khalifah. Beliau tidak mau terlihat mewah di depan
para rakyatnya.
h. Tidak pernah membalas kejahatan dengan kejahatan
i. Suka memaafkan dan merelakan
j. Penuh kasih saying
k. Selalu memberi petunjuk
l. Selalu tersenyum

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT ke dunia ini untuk memperbaiki akhlak
manusia, merubah sikap dari kekufuran menjadi tauhid. Usaha-usaha untuk mengadakan
revolusi dunia. Orang menyebutnya tokoh revolusi karena mampu membuat perubahan
manusia bukan hanya aqidah saja, tetapi sekaligus merubah sikap di bidang-bidang lain
seperti politik, sosial, adat istiadat, budaya, agama, ekonomi, dan lain-lai Keberhasilan
Rasulullah SAW, mengadakan revolusi akhlak dalam waktu singkat ini dilatarbelakangi
oleh diri pribadinya yang berbudi pekerti luhur.
2. Rasulullah Saw mempunyai perilaku2 yang baik dia memiliki sifat-sifat yang mulia.
B. Saran
Inilah yang dapat saya paparkan dalam makalah ini yang tentunya pembahasan
tentang Rasulullah SAW Sebagai teladan, disini masih perlu diperdalam dan perluas lagi.
penulis menyadari masih banyak kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu
penulis harapkan kritik dan sarannya mengenai pembahasan pada makalah ini dari pembaca
dan teman-teman semua dan marilah kita meneladani sifat Rasulullah Saw, karena beliaulah
yang patut kita contoh.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hamdani Bakran Adz-Dzakiey. 2006. Kecerdasan kenabiaan prophetic intelligence.


Yogyakarta : pustaka al-furqon.

https://www.google.com/amp/s/m.republika.co.id/amp/q6xvaw440

8
Tugas Makalah AIK

GURU SEBAGAI AGEN PERUBAHAN

OLEH:

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Desember, 2020
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk
menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan
nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran,
sehingga kami mampu untuk menyelesaikan makalah ini sebagai tugas
dari mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan dengan judul “Guru
Sebagai Agen Perubahan”.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di
dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca
untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
khususnya kepada dosen mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan kami
yang telah membimbing dalam membuat bahan ajar ini.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Makassar, 19 Desember 2020

Sri
Wahyulda
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................4
BAB II...................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................5
A. Menjelaskan kedudukan guru sebagai pendidik........................................5
B. Pengertian dan tujuan guru sebagai agen perubahan.................................11
BAB III..................................................................................................................15
PENUTUP.............................................................................................................15
A. Kesimpulan.................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru sebagai pendidik dan pengajar anak, Guru sebagai fasilitator anak,
mengembangkan potensi dasar dan kemampuan anak secara optimal, Untuk
mempersiapkan peserta didik Pembentukan dan pengembangan pribadi (sikap mental)
siswa. Guru mempunyai peranan penting di tengahtengah kehidupan masyarakat. Setiap
nafas kehidupan masyarakat tidak bisa melepaskan diri dari peranan seorang guru.
Sehingga eksistensi guru dalam kehidupan masyarakat sangat di butuhkan untuk
memberikan pencerahan dan kemajuan pola hidup manusia.
Peserta didik merupakan generasi yang akan menentukan nasib bangsa kita di
kemudian hari. Karakter peserta yang terbentuk sejak sekarang akan sangat menentukan
karakter bangsa ini dikemudian hari. Karakter peserta didik akan terbentuk dengan baik
manakala dalam proses tumbuh kembang mereka mendapatkan cukup ruang untuk
mengekspresikan diri secara leluasa. Peserta didik adalah pribadi yang mempunyai hak
untuk tumbuh dan berkembang secara optimal sesuai dengan iramanya masing –masing.
Menurut Ametembun, guru adalah semua yang berwenang dan bertanggung
jawab terhadap pendidikan murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di
sekolah maupun di luar sekolah.1 Dalam kamus besar bahasa Indonesia, definisi guru
adalah “orang yang pekerjaan, mata pencaharian atauprofesinya mengajar”. Guru
merupakan sosok yang mengemban tugas mengajar, mendidikdan membimbing.
Karakter merupakan suatu kualitas yang mantap dan khusus (pembeda) yang
terbentuk dalam kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi
terhadap rangsangan dengan tanpa memedulikan ( situasi dan kondisi). 3 Berdasarkan
fungsi dan tujuan pendidikan nasional jelas bahwa di setiap jenjang harus
diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik sehingga mampu bersaing, beretika,
bermoral, sopan santun, dan berinteraksi dengan masyarakat. Pendidikan karakter

1
merupakan suatu sistem penanaman nila – nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk
melaksanakan nilai – nilai tersebut, baik terhadap Tuhan yang maha esa, diri sendiri,
sesama, lingkungan maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.4
Pendidikan karakter dalam kehidupan bangsa memiliki kepentingan yang mendesak
karena banyak persoalan yang sebenarnya dapat dikembalikan akar masalahnya pada
persoalan karakter.5 Karakter bangsa merupakan aspek penting dari kualitas SDM karena
kualitas karakter bangsa menentukan kemajuan suatu bangsa. Karakter yang berkualitas
perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini.
Sekolah juga mempunyai peran penting untuk mengajarkan nilai nilai untuk
menjadikan siswa yang mempunyai pribadi yang berkarakter. Sikap hormat dan tanggung
jawab adalah dua nilai moral dasar yang harus diajarkan disekolah. Ada nilai nilai lainnya
contohnya kejujuran, keadilan, toleransi, bijaksana, disiplin diri, suka menolong, berbelas
kasih, kerja sama, berani, dan memiliki nilai nilai demokratis. Nilai nilai ini terbentuk
dari sikap hormat dan tanggung jawab atau pelengkap tindakan yang dilakukan dengan
sikap hormat dan bertanggung jawab.
Merespons kelemahan pelaksanaan pendidikan akhlak dan budi pekerti
(pendidikan karakter), terutama melalui dua mata pelajaran pendidikan agama dan
pendidikan kwarganegaraan, telah diupayakan inovasi integrasi pendidikan karakter
dalam pembelajaran. Pendidikan karakter dilakukan secara terintegrasi ke dalam semua
mata pelajaran. Integrasi yang dimaksud meliputii pemuatan nilai – nilai ke dalam
substansi pada semua mata pelajaran dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang
memfasilitasi dipraktiknya nilai – nilai dalam setiap aktivitas di dalam dan di luar kelas
untuk semua mata pelajaran. Pendidikan karakter juga diintegrasikan ke dalam
pelaksanaan pembinaan peserta didik. Pendidikan karakter dilaksanakan melalui kegiatan
pengelolaan semua urusan di sekolah yang melibatkan semua warga sekolah. Integrasi
pendidikan karakter didalam pembelajaran disekolah dilaksanakan dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi pembelajaran pada semua mata pelajaran.
Bangsa Indonesia saat ini mengalami berbagai persoalan nasional yang tidak mudah
untuk diatasi. Persoalan itu, kalau tidak diatasi, akan menganggu perkembangan dan
bahkan kehidupan bangsa ini ke depan.

2
Pendidikan karakter merupakan suatu kinerja dari sebuah sistem pembinaan dan
pembentukan untuk menciptakan sosok pribadi pemimpin yang akan membawa
masyarakat pada suatu kebaikan dan keadilan, yang didalamnya ditanamkan nilai – nilai
karakter guna membentuk insan kamil. Perlu adanya pendampingan dan pengarahan dari
pendidik baik dalam lembaga pendidikan formal maupun di keluarga agar anak tersebut
dapat menjadi orang – orang yang bermoral (berakhlak yang baik) selalu bertakwa
kepada Tuhannya dalam seperti dalam QS. At- Tahrim 6
Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. (Q.S.atTahrim/66:9).
Dari ayat diatas jelas ditegaskan bahwasanya pendampingan sangatlah penting. Melihat
dari beberapa kejadian saat ini yang berakibat pada merosotnya moral, rasa solidaritas
dan lainnya menjadikan nilai – nilai karakter sangat penting untuk ditanamkan.
Pendidikan merupakan hal penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan
banyak hal yang dapat dirubah menjadi lebih baik. Mengutip kata-kata Tan Malaka
tentang pendidikan “Tujuan pendidikan itu untuk mempertajam kecerdasan,
memperkukuh kemauan, dan serta memperhalus perasaan.
Seiring berjalannya waktu pendidikan juga mengalami perubahan. Dalam proses
perubahan pendidikan sangat tergantung pada figur seorang guru. Guru merupakan
pemeran utama dalam proses belajar mengajar di sekolah, peran guru di sekolah memiliki
peran ganda, di pundak merekalah terletak mutu pendidikan. Guru adalah seorang
manajer yang mengelola proses pembelajaran, merencanakan, mendesain pembelajaran,
melaksanakan aktivitas pembelajaran bersama siswa, dan melakukan pengontrolan atas
kecakapan dan prestasi siswa . Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan
pendidikan merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di
sekolah. Kepiawaian dan kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses
belajar mengajar di kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru adalah sebagai fasilitator
(guide in the side) yang harus pandai membawa peserta didiknya kepada tujuan yang
hendak dicapai, dengan cara yang lebih baik.

3
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kedudukan guru sebagai pendidik ?
2. Bagaimana maksud dan tujuan guru sebagai agen perubahan ?
C. Tujuan
1. Dapat mengetahui menjelaskan kedudukan guru sebagai pendidik
2. Dapat mengetahui dan menjelaskan maksud dan tujuan guru sebagai agen perubahan

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Menjelaskan Kedudukan Guru Sebagai Pendidik


Guru sebagai pendidik profesional bertugas untuk mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Guru sebagai
pendidik profesional bertugas untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Dalam pelaksanaan tugasnya, guru
bertanggung jawab terhadap peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara,
dan agama. Dalam menjalankan tugas-nya, guru mempunyai hak berupa
penghasilan, promosi, kesempatan meningkatkan kompetensi serta berkewajiban
untuk merencanakan pembelajaran secara baik, mengembangkan kualifikasi dan
kompetensinya secara berkesinam-bungan dan sebagainya. Guru yang
menjalankan tugasnya dengan baik disebut guru yang profesional, yakni guru
yang memiliki beberapa keahlian atau kompetensi meliputi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional yang terjalin satu dengan lainnya.
Guru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti orang yang
pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar (Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2005: 509). Pengertian ini memberi kesan
bahwa guru adalah orang yang melakukan kegiatan dalam bidang mengajar.
Istilah guru sinonim dengan kata pengajar dan sering dibedakan dengan istilah
pendidik. Perbedaan ini dalam pandangan Muh. Said dalam Rusn (2009: 62- 63)
dipengaruhi oleh kebiasaan berpikir orang Barat, khususnya orang Belanda yang
membedakan kata onderwijs (pengajaran) dengan kata opveoding (pendidikan).
Pandangan ini diikuti oleh tokoh-tokoh pendidikan di dunia Timur, termasuk
tokoh-tokoh pendidikan di kalangan muslim. Nata (1997: 61) mengemukakan
istilah-istilah yang berkaitan dengan penamaan atas aktivitas mendidik dan

5
mengajar. Ia lalu menyimpulkan bahwa keseluruhan istilah-istilah tersebut
terhimpun dalam kata pendidik. Hal ini disebabkan karena keseluruh istilah itu
mengacu kepada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau
penga-laman kepada orang lain. Selanjutnya, guru menurut Zahara Idris dan
Lisma Jamal dalam Idris (2008: 49) adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam hal perkembangan jasmani
dan ruhaniah untuk mencapai tingkat kedewasaan, memenuhi tugasnya sebagai
makhluk Tuhan, makhluk individu yang mandiri, dan makhluk sosial.
Al-Gazali tidak membedakan kata pengajaran dan pendidikan sehingga
guru dan pendidik juga tidak dibedakan (Rusn: 63). Hal ini senada dengan
pandangan Abi Salih (1410: 10). Ia memandang bahwa sesungguhnya istilah
tarbiyyah dan ta‘lȋm dalam pendidikan Islam sama saja. Pendapatnya demikian
karena melihat kenyataan bahwa di dalam al-Qur'an kedua kata itu digunakan
untuk mengungkapkan kegiatan pengajaran dan pendidikan yang meliputi semua
segi perkembangan manusia. Dengan demikian, guru dan pendidik sama saja.
Seseorang yang aktif dalam dunia pendidikan harus memiliki kepribadian
sebagai seorang pendidik. Tuntutan akan kepribadian sebagai pendidik kadang-
kadang dirasakan lebih berat dibandingkan dengan profesi yang lain. Karena, guru
merupakan seorang yang harus bisa digugu dan ditiru. Digugu artinya segala
sesuatu yang disampaikan senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai kebenaran
oleh semua muridnya. Segala ilmu pengetahuan yang datangnya dari sang guru
dijadikan sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu dibuktikan atau diteliti lagi.
Ditiru artinya ia menjadi uswatun hasanah, menjadi suri teladan dan panutan bagi
muridnya, baik cara berpikir dan cara berbicaranya maupun berprilaku sehari-hari
(Mulyasa, 2008:48). Dengan demikian, guru memiliki peran yang sangat besar
dalam pelaksanaan pembelajaran atau pendidikan.
1. Tugas dan tanggung jawab guru
Seseorang dapat disebut sebagai manusia yang bertanggung jawab apabila
ia mampu membuat pilihan dan membuat keputusan atas dasar nilainilai dan
norma-norma tertentu, baik yang bersumber dari dalam dirinya maupun yang
bersumber dari lingkungan sosialnya (Hamalik, 2008: 39). Dengan demikian,

6
dapat dikatakan bahwa manusia bertanggung jawab apabila ia mampu bertindak
atas dasar keputusan moral.
Setiap guru profesional harus memenuhi persyaratan sebagai manusia
yang bertanggung jawab dalam bidang pendidikan dan dalam waktu yang sama
dia juga mengembang sejumlah tanggung jawab dalam bidang pendidikan. Guru
sebagai pendidik bertanggung jawab mewariskan nilai-nilai dan norma-norma
kepada generasi muda sehingga terjadi proses pelestarian dan penerusan nilai.
Bahkan melalui proses pendidikan, diusahakan terciptanya nilai-nilai baru.
Kehadiran guru dalam proses pembelajaran sebagai sarana mewariskan
nilai-nilai dan norma-norma masih memegang peranan yang sangat penting.
Peranan guru dalam pembelajaran tidak bisa digantikan oleh hasil teknologi
modern seperti kompoter dan lainnya. Masih terlalu banyak unsur manusiawi,
sikap, sistem nilai, perasaan, motivasi, kebiasaan dan lain-lain yang harus dimiliki
dan dilakukan oleh guru. Seorang guru akan sukses melaksanakan tugas apabila ia
profesional dalam bidang keguruannya. Selain itu, tugas seorang guru mulia dan
mendapat derajat yang tinggi yang diberikan oleh Allah swt. disebabkan mereka
mengajarkan ilmu kepada orang lain. Salah satu faktor yang paling menentukan
dalam proses pembelajaran di kelas adalah guru. Tugas guru yang paling utama
adalah mengajar dan mendidik. Sebagai pengajar, guru berperanan aktif (medium)
antara peserta didik dengan ilmu pengetahuan. (Muhaimin dkk., 1996: 54). Secara
umum dapat dikatakan bahwa tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan
oleh guru adalah mengajak orang lain berbuat baik. Tugas tersebut identik
dengan dakwah islamiyah yang bertujuan mengajak umat Islam untuk berbuat
baik. Allah swt. berfirman di dalam Q.S. Ali Imran/3: 104:
Terjemahnya: Dan hendaklah di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari
yang munkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung. (Departemen Agama
R.I: 50).
Profesi seorang guru juga dapat dikatakan sebagai penolong orang lain,
karena dia menyampaikan hal-hal yang baik sesuai dengan ajaran Islam agar
orang lain dapat melakasanakan ajaran Islam. Dengan demikian, akan

7
tertolonglah orang lain dalam memahamin ajaran Islam. Sayyid Quthub
mengatakan bahwa ayat mengharuskan sekelompok orang untuk menyuruh
berbuat baik dan melarang berbuat mungkar. (Quthub: 410). Dalam Tafsir
AlAzhar, diterangkan bahwa suatu umat yang menyediakan dirinya untuk
mengajak atau menyeru manusia berbuat kebaikan, menyuruh berbuat yang
makruf yaitu, yang patut, pantas, sopan, dan mencegah dari yang mungkar
(Hamka, 1983: 31).
Berdasarkan ayat dan tafsir di atas dapat dipahami bahwa dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, guru berkewajiban membantu
perkembangan anak menuju kedewasaan yang sesuai dengan ajaran Islam. Dalam
tujuan pendidikan, terkandung unsur tujuan yang bersifat agamis, yaitu agar
terbentuk manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Agama datang menuntun manusia dan memperkenalkan mana yang
makruf dan mana yang mungkar. Oleh karena itu, hendaklah guru menggerakkan
peserta didik kepada yang makruf dan menjauhi yang mungkar, supaya mereka
bertambah tinggi nilainya, baik di sisi manusia maupun di hadapan Allah.
Bila diperhatikan lebih jauh, tugas dan tanggung jawab yang mestinya
dilaksanakan oleh guru yang telah dijelaskan pada firman Allah di atas intinya
adalah mengajak manusia melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-
Nya. Ja’far menegaskan, “Tugas dan tanggung jawab guru menu-rut agama Islam
dapat diidentifikasikan sebagai tugas yang harus dilakukan oleh ulama, yaitu
menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar (Ja’far, 1992). Hal ini
menunjukkan adanya kesamaan tugas yang dilaksanaan guru dengan
muballigh/da’i, melaksanakan tugasnya melalui jalur pendidikan non formal.
Rasulullah saw. bersabda:
Artinya: Dari Abdullah bin Amr, dia berkata, ‘Nabi saw. bersabda,
“Sampaikanlah dari ajaranku walaupun satu ayat”. (HR. al-Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tugas dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh orang yang mengetahui, termasuk
pendidik/guru, adalah menyampaikan apa yang diketahuinya (ilmu) kepada orang
yang tidak mengetahui. Guru merupakan pemimpin pendidikan dalam

8
melaksanakan proses pembelajaran. Guru harus dapat bertanggung jawab
terhadap Allah atas kepemimpinannya sebagaimana terdapat dalam hadis.
Artinya: Abdullah bin Umar berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda,
“setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan dimintai pertanggung
jawaban atas kepemimpinannya. (H.R. al-Bukhari)
Berdasarkan hadis di atas dapat dipahami bahwa tanggung jawab dalam
Islam bersifat pribadi dan sosial. Dalam pendidikan formal, guru adalah pemimpin
di dalam kelas yang bertanggung jawab tidak hanya terhadap perbuatannya, tetapi
juga terhadap perbuatan orang-orang yang berada di bawah perintah dan
pengawasannya yaitu peserta didik. Apabila dilihat dari rincian tugas dan tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh guru, al-Abrasyi (1979: 150-151) yang
mengutip pendapat al-Ghazali bahwa:
a. Guru harus menaruh rasa kasih sayang terhadap murid dan memberlakukan
mereka seperti perlakuan anak sendiri.
b. Tidak mengharapkan balas jasa ataupun ucapan terima kasih, tetapi bermaksud
dengan mengajar itu mencari keridaan Allah dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
c. Memberikan nasehat kepada murid pada tiap kesempatan, bahkan menggunakan
setiap kesempatan itu untuk menasehati dan menunjukinya.
d. Mencegah murid dari akhlak yang tidak baik dengan jalan sindiran jika mungkin
dan dengan jalan terus terang, dengan jalan halus, dan tidak mencela.
e. Seorang guru harus menjalankan ilmunya dan jangan berlainan kata dengan
perbuatannya.
Menurut Ahmad Tafsir, 1994: 79) membagi tugas-tugas yang dilaksanakan
oleh guru yaitu:
a. Wajib mengemukakan pembawaan yang ada pada anak dengan berbagai cara
seperti observasi, wawancara, melalui pergaulan, angket dan sebagainya.
b. Berusaha menolong peserta didik mengembangkan pembawaan yang baik dan
menekankan pembawaan yang buruk agar tidak berkembang;

9
c. Memperlihatkan kepada peserta didik tugas orang dewasa dengan cara
memperkenalkan berbagai keahlian, keterampilan agar mereka memilikinya
dengan cepat.
d. Mengadakan evaluasi setiap waktu untuk mengetahui apakah perkembangan
peserta didik berjalan dengan baik;
e. Memberikan bimbingan dan penyuluhan tatkala peserta didik melalui kesulitan
dalam mengembangkan potensinya.
Berdasarkan pendapat yang dikemukakan di atas dapat diketahui bahwa
tugas dan tanggung jawab guru bukan hanya mengajar atau menyampaikan
kewajiban kepada peserta didik, akan tetapi juga membimbing mereka secara
keseluruhan sehingga terbentuk kepribadian muslim. Sehubungan dengan hal itu,
Zainal Abidin (1989: 29) menegaskan bahwa tugas dan tanggung jawab utama
yang harus dilaksanakan oleh guru, terutama guru pendidikan agama Islam
adalah membimbing dan mengajarkan seluruh perkembangan kepribadian
peserta didik pada ajaran Islam.
2. Hak dan kewajiban guru
Guru sebagai jabatan profesional yang dituntut memiliki keahlian khusus,
diharapkan betul-betul mengarahkan seluruh perhatiannya agar selalu dapat
melaksanakan tugas profesionalnya dengan penuh tanggung jawab. Untuk itu,
guru harus diberikan hak-hak tertentu sehingga mereka dapat memenuhi tugas
dan tanggung jawabnya. Di dalam UU R.I. No. 14 Tahun 2005 Tentang Guru
dan Dosen Bab IV Pasal 14 ayat 1 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berhak:
a. Memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimun dan jaminan
kesejahteraan social.
b. Mendapatkan promosi dan penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja
c. Memperoleh perlindungan dalam melaksanakan tugas dan hak atas kekayaan
intelektual.
d. Memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensi.
e. Memperoleh dan memanfaatkan sarana dan prasarana pembelajaran untuk
menjaga kelancaran tugas keprofesionalan.

10
f. Memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan
kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan
kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundangundangan.
g. Memperoleh rasa aman dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas
h. Memiliki kebebasan untuk berserikat dalam organisasi profesi
i. Memiliki kesempatan untuk berperan dalam penentuan kebijakan pendidikan.
j. Memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan
kualifikasi akademik dan kompetensi.
k. Memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya.

B. Tujuan dan Maksud Guru Sebagai Agen Perubahan


Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan merupakan
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Kepiawaian dan
kewibawaan guru sangat menentukan kelangsungan proses belajar mengajar di
kelas maupun efeknya di luar kelas. Guru harus pandai membawa siswanya
kepada tujuan yang hendak dicapai. Ada beberapa hal yang dapat membentuk
kewibawaan guru antara lain adalah penguasaan materi yang diajarkan, metode
mengajar yang sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, hubungan antara individu,
baik dengan siswa maupun antara sesama guru dan unsur lain yang terlibat dalam
proses pendidikan seperti administrator, misalnya kepala sekolah dan tata usaha
serta masyarakat sekitarnya, pengalaman dan keterampilan guru itu sendiri.

Peranan guru sebagai agen perubahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:


(a) menumbuhkan kebutuhan dalam diri klien, (b) membangun hubungan
pertukaran informasi, (c) mendiagnosa masalah klien, (d) menumbuhkan niat
berubah pada klien, (e) menerjemahkan niat klien ke dalam tindakan, (f)
menstabilkan adopsi dan mencegah diskontinu adopsi dan (g) mencapai hubungan
terminal dengan klien (yaitu ketika klien berubah menjadi agen perubahan).
Dengan demikian, keterlibatan guru mulai dari perencanaan inovasi pendidikan
sampai dengan pelaksanaan dan evaluasinya memainkan peran yang sangat besar
bagi keberhasilan suatu inovasi pendidikan. Tanpa keterlibatan guru, maka sangat
mungkin inovasi yang dilakukan tidak akan berjalan bahkan akan memunculkan

11
resistensi karena guru menganggap inovasi tersebut bukan miliknya yang harus
dilaksanakan, tetapi sebaliknya dianggap mengganggu ketenangan dan kelancaran
tugas mereka.

Berikut ini adalah hal yang mesti dimiliki oleh seorang guru yang boleh
dikatakan sebagai agen perubahan.

1. Memasukkan aspek harga diri siswa saat melakukan upaya mendisiplinkan


siswa. Harga diri mesti jadi pertimbangan saat mengubah perilaku siswa,
anak yang merasa diperhatikan harga dirinya akan mudah untuk diberi
pengertian. Saat yang sama guru akan menjelma jadi orang yang sabar.
2. Punya mind set atau pola pikir untuk selalu ingin berkembang (Learn. Apply.
Fail fast.Relearn. Reapply. and Keep moving forward) cepat bangkit saat
gagal itu kuncinya
3. Memandang positif semua perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Menyayangkan hal dan ini dan itu mengapa berubah, hanya akan membuat
guru anti perubahan. Semisal guru yang anti video game yang dimainkan
oleh siswa, saat yang sama ia senang bermain game di hp nya. Menurut saya
hal yang mesti dilakukan guru hanya menggunakan falsafah yang ada dalam
game untuk sistem pembelajaran di kelas yaitu ada tantangan, ada feed back
yang instant dan pengakuan di depan kelas bagi siswa yang mampu
menguasai materi.
4. Berpikiran ‘muda’. Saya tidak berbicara soal usia saat membahas ini. Hal
yang saya soroti adalah mental guru yang senang mengistirahatkan
semangatnya saat bertemu hal yang baru dengan alasan menambah beban
kerja dan lain sebagainya. Sebuah pola pikir yang akan menghalangi guru
dari kemajuan.
Empat hal diatas adalah hal yang sangat baik jika ada pada diri seorang
guru. Jika ada di sekitar anda guru dengan mental atau pola pikir diatas maka
dialah agen perubahan dikarenakan tindakan tindakannya sangat menginspirasi
orang lain.

12
Dalam melakukan proses difusi inovasi masalah yang dihadapi agen
perubahan adalah: sebagai penengah antara agensi perubahan dan klien
dankemungkinan kesulitan mengolah informasi yang cenderung melimpah;
sementara itu, masalah aide lebih parah lagi karena kredibiltas kompetensi atau
profesionalismenya diragukan. Menurut Roger ada tujuh langkah kegiatan agen
pembaharu dalam pelaksanaan tugasnya inovasi pada system klien,sebagaiberikut.
a. Membangkitkan kebutuhan untuk berubah. Biasanya agen pembaharu pada awal
tugasnya diminta untuk membantuk agar mereka sadar akan perlunya perubahan.
Agen pembaharun mulai dengan mengemukakan berbagai masalah yang ada,
membantu menemukan masalah yang penting dan mendesak, serta meyakinkan
klien bahwa mereka mampu memecahkan masalah tersebut. Pada tahap ini agen
pembaharuan menentukan kebutuhan klien dan juga membantu caranya
menemukan masalah atau kebutuhan dengan carakonsultatif.
b. Memantapkan hubungan pertukaran informasi. Sesudah ditentukannya kebutuhan
untuk berubah, agen pembaharu harus segera membina hubungan yang lebih
akrab dengan klien. Agen pembaharu dapat meningkatkan hubunganyang lebih
baik kepada klien dengan cara menumbuhkan kepercayaan klien pada
kemampuannya, saling mempercayai dan juga agen pembaharu harus menunjukan
empati pada masalah dan kebutuhan klien.
c. Mendiagnosa masalah yang dihadapi. Agen pembaharu bertanggung jawab untuk
menganalisa situasi masalah yang dihadapi klien, agar dapat menentukan berbagai
alternative jika tidak sesuai kebutuhan klien. Untuk sampai pada kesimpulan
diagnose agen pembaharu harus meninjau situasi dengan penuh emphati. Agen
pembaharu melihat masalah dengan kacamata klien, artinya kesimpulan diagnose
harus berdasarkan analisa situasi dan psikologi klien, bukan berdasarkan
pandangan pribadi agen pembaharu.
d. Membangkitkan kemauan klien untuk berubah. Setelah agen pembaharu menggali
berbagaimana cara yang mungkin dapat dicapai oleh klien untuk mencapai tujuan,
maka agen pembaharu bertugas untuk mencari cara memotivasi dan menarik
perhatian agar klien timbul kemauannya untuk berubah atau membuka dirinya
untuk menerima inovasi. Namun demikian cara yang digunakan harus tetap

13
berorientasi pada klien, artinya berpusat pada kebutuhan klien jangan terlalu
menoinjolkan inovasi.
e. Mewujudkan kemauan dalam perbuatan. Agen pembaharu berusaha untuk
mempengaruhi tingkah laku klien dengan persetujuan dan berdasarkan kebutuhan
klien jadi jangan memaksa. Dimana komunikasi interpersonal akan lebih efektif
kalau dilakukan antar teman yang dekat dan sangat bermanfaat kalau
dimanfaatkan pada tahap persuasi dan tahap keputusan inovasi. Oleh kerena itu
dalam hal tindakan agen pembaharu yang paling tepat menggunakan pengaruh
secara tidak langsung, yaitu dapat menggunakan pemuka masyarakat agar
mengaktifkan kegiatan kelompok lain.
f. Menjaga kestabilan penerimaan inovasi dan mencegah tidak berkelanjutannya
inovasi. Agen pembaharu harus menjaga kestabilan penerimaan inovasi dengan
cara penguatan kepada klien yang telah menerapkan inovasi. Perubahan tingkah
laku yang sudah sesuai dengan inovasi dijaga jangan sampai berubah kembali
pada keadaan sebelum adanya inovasi.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Guru sebagai pendidik profesional bertugas untuk mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Guru sebagai
pendidik profesional bertugas untuk mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan
anak usia dini pada jalur pendidikan formal. Dalam pelaksanaan tugasnya, guru
bertanggung jawab terhadap peserta didik, orang tua, masyarakat, bangsa, negara,
dan agama.
Guru merupakan pemeran utama dalam proses belajar mengajar di
sekolah, peran guru di sekolah memiliki peran ganda, di pundak merekalah
terletak mutu pendidikan. Guru adalah seorang manajer yang mengelola proses
pembelajaran, merencanakan, mendesain pembelajaran, melaksanakan aktivitas
pembelajaran bersama siswa, dan melakukan pengontrolan atas kecakapan dan
prestasi siswa . Guru sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pendidikan
merupakan sosok yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar di
sekolah.
B. Saran

Dengan adanya tugas dan peranan guru dalam dunia pendidikan


khususnya dalam proses belajar mengajar di harapkan guru dapat mengetahui
serta menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik dan di harapkan
terjalin hubungan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Akmal Hawi. 2008. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Rajawali
Pers

Hamalik, Oemar. 2008. Pendidikan Guru Berstandar Pendekatan Kompetensi.


Cet. II V. Jakarta : Bumi Aksara

Mulyasa. E. 2008. Menjadi Guru Frofesional. Cet. I. Yogyakarta : Ar-Ruzz


Media

16
Tugas Makalah AIK

PARADIGMA PENDIDIKAN AL-QUR’AN (NABI


MUHAMMAD, LUQMAN AL-HAKIM, NABI KHIDIR, DAN
NABI IBRAHI)

OLEH :

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

Desember, 2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah


memberikan rahmat dan kesehatan kepada penulis karena berkat usaha,
kerja keras dan ketekunan serta keridohan Allah SWT, penulis dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Paradigma
Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Nabi Muhammad Saw., Luqman Al-
Hakim.Nabi Khidir, Nabi Ibrahim” dengan baik. Penulisan makalah ini
bertujuan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah AIK VII.

Penyusun sadar bahwa apa yang telah penulis peroleh tidak


semata-mata hasil dari jerih payah penyusun sendiri tetapi hasil dari
keterlibatan semua pihak. Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada
pengajar mata kuliah Pembelajaran bahasa indonesia kelas lanjut atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-
rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat terselesaikannya
makalah ini.

           Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata


sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan segi positif bagi para
pembaca.

Makassar, 19 Desember 2020

Sri Wahyulda

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................2
C. Tujuan.........................................................................................................2
BAB II...................................................................................................................3
PEMBAHASAN...................................................................................................3
A. Paradigma pendidikan yang terdapat dalam Al-Qur’an............................3
B. Contoh pendidikan yang diajarkan oleh para nabi dan rasul serta orang-
orang pilihan dalam Al-Qur’an.................................................................7
BAB III..................................................................................................................10
PENUTUP.............................................................................................................10
A. Kesimpulan.................................................................................................10
B. Saran...........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Islam yang memiliki sifat universal dan kosmopolit dapat merambah
ke ranah kehidupan apa pun, termasuk dalam ranah pendidikan. Ketika
Islam dijadikan sebagai paradigma ilmu pendidikan paling tidak berpijak
pada tiga alasan. Pertama, ilmu pendidikan sebagai ilmu humaniora
tergolong ilmu normatif, karena ia terkait oleh norma-norma tertentu.
Pada taraf ini, nilai- nilai Islam sangat berkompeten untuk dijadikan
norma dalam ilmu pendidikan. Kedua, dalam menganalisis masalah
pendidikan, para ahli selama ini cenderung mengambil teori-teori dan
falsafah pendidikan Barat.
Falsafah pendidikan Barat lebih bercorak sekuler yang memisahkan
berbagai dimensi kehidupan, sedangkan masyarakat Indonesia lebih
bersifat religius. Atas dasar itu, nilai-nilai ideal Islam sangat
memungkinkan untuk dijadikan acuan dalam mengkaji fenomena ke-
pendidikan. Ketiga, dengan menjadikan Islam sebagai paradigma, maka
keberadaan ilmu pendidikan memilih ruh yang dapat menggerakkan
kehidupan spiritual dan kehidupan yang hakiki. Tanpa ruh ini berarti
pendidikan telah kehilangan ideologinya.
Makna Islam sebagai paradigma ilmu pendidikan adalah suatu
konstruksi pengetahuan yang memungkinkan kita memahami realitas ilmu
pendidikan sebagaimana Islam memahaminya. Konstruksi pengetahuan
itu dibangun oleh nilai-nilai Islam dengan tujuan agar kita memiliki
hikmah (wisdom) yang atas dasar itu dibentuk praktik pendidikan yang
sejalan dengan nilai-nilai normatif Islam. Pada taraf ini, paradigma Islam
menuntut adanya desain besar tentang ontologi, epistemologi dan
aksiologi pendidikan.

1
Fungsi paradigma ini pada dasarnya untuk membangun perspektif
Islam dalam rangka memahami realitas ilmu pendidikan. Tentunya hal ini
harus ditopang oleh konstruks pengetahuan yang menempatkan wahyu
sebagai sumber utamanya, yang pada gilirannya terbentuk struktur
transendental sebagai referensi untuk menafsirkan realitas pendidikan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan paradigma pendidikan yang terdapat dalam
Al-qur’an ?
2. Bagaimana mencontoh pendidikan yang diajarkan oleh para nabi dan rasul
serta orang-orang pilihan dalam Al-qur’an ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui paradigma pendidikan yang terdapat dalam al-qur’an.
2. Untuk mengetahui contoh pendidikan yang diajarkan oleh para nabi dan
rasul serta orang-orang pilihan dalam al-qur’an.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Paradigma Pendidikan Yang Terdapat Dalam Al-qur’an


Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah
tarbiyah, ta’lim, tadib, riyadhah, irsyad, dan tadris. Masing-masing
istilah tersebut memiliki keunikan makna tersendiri ketika sebagian atau
semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki
makna yang sama jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu
sebenarnya mewakili istilah yang lain. Atas dasar itu, dalam beberapa
buku pendidikan Islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian
dalam mewakili peristilahan pendidikan Islam.

Dalam leksikologi Al-Qur’an dan As-Sunnah tidak ditemukan istilah


al- tarbiyah, namun terdapat beberapa istilah kunci yang seakar
dengannya, yaitu al-rabh, rabbayani, nurabbi, yurbi, dan rabbani. Dalam
mu jam bahasa Arab, kata al-tarbiyah memiliki tiga akar kebahasaan,
yaitu:

1. Rabba, yarbu, tarbiyah: yang memiliki makna ‘tambah’ (zad) dan


'berkembang’ (nama). Pengertian ini juga didasarkan QS. ar-Rum
ayat 39: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia
bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah
pada sisi Allah.” Artinya, pendidikan (itarbiyah) merupakan proses
menumbuhkan dan mengembangkan apa yang ada pada diri
peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun spiritual.
2. Rabba, yurbi, tarbiyah: yang memiliki makna tumbuh (nasyaa) dan
menjadi besar atau dewasa (tara’ra’a). Artinya, pendidikan
(tarbiyah) merupakan usaha untuk menumbuhkan dan
mendewasakan peserta didik, baik secara fisik, psikis, sosial,
maupun spiritual.
3. Rabba, yarubbu, tarbiyah: yang memiliki makna memperbaiki

3
(ashlaha), menguasai urusan, memelihara dan merawat,
memperindah, memberi makan, mengasuh, tuan, memiliki,
mengatur dan menjaga kelestarian maupun eksistensinya. Artinya,
pendidikan (tarbiyah) merupakan usaha untuk memelihara,
mengasuh, merawat, memperbaiki dan mengatur kehidupan
peserta didik, agar ia dapat survive lebih baik dalam ke-
hidupannya.

Jika istilah tarbiyah diambil dari fiil madhi-nya (rabbayani) maka ia


memiliki arti memproduksi, mengasuh, menanggung, memberi
makan, menumbuhkan, mengembangkan memelihara,
membesarkan, dan menjinakkan. Pemahaman tersebut diambil dari
tiga ayat dalam Al-Qur’an. Dalam QS. al-Isra ayat 24 disebutkan:
“kama rabbayanishaghira, sebagaimana mendidikku sewaktu kecil.”
Ayat ini menunjukkan pengasuhan dan pendidikan orang tua kepada
anak-anaknya, yang tidak saja mendidik pada domain jasmani, tetapi
juga domain rohani. Sedang dalam QS. asy-Syu araayat 18
disebutkan: “alam nurabbikafina walida, bukankah kami telah
mengasuhmu di antara (keluarga) kami.” Ayat ini menunjukkan
pengasuhan Fir’aun terhadap Nabi Musa sewaktu kecil, yang mana
pengasuhan itu hanya sebatas pada domain jasmani, tanpa melibatkan
domain rohani. Sementara dalam QS. al-Baqarah: 276 disebutkan:
“Yamhu Allah al-riba wa yurbi shadaqah, Allah menghapus sistem riba
dan mengembangkan sistem sedekah.” Ayat ini berkenaan dengan makna
‘menumbuhkembangkan dalam pengertian tarbiyah, seperti Allah
menumbuhkembangkan sedekah dan menghapus riba.
Menurut Fahr al-Razi, istilah rabbayani tidak hanya mencakup
ranah kognitif, tapi juga afektif. 7 Sementara Syed Quthub menafsirkan
istilah tersebut sebagai pemeliharaan jasmani anak dan
menumbuhkan kematangan mentalnya. 8 Dua pendapat ini

4
memberikan gambaran bahwa istilah tarbiyah mencakup tiga domain
pendidikan, yaitu kognitif (cipta), afektif (rasa) dan psikomotorik
(karsa) dan dua aspek pendidikan, yaitu jasmani dan rohani.
Merujuk pada kesamaan akar kata, konsep tarbiyah selalu saja
dikaitkan dengan konsep tauhid rububiyah. Tauhid rububiyah adalah
mengesakan Allah SWT. dalam segala perbuatan-Nya, dengan
meyakini bahwa Dia sendiri yang menciptakan segenap makhluk (QS.
al-Zumar: 62), memberi rezeki (QS. Hud: 6), menguasai dan mengatur
alam semesta (QS. ali Imran: 26 -27), dan memelihara alam dan isinya
(QS. al -Fatihah: 2). Tidak mungkin alam yang tercipta dan tersusun
dengan rapi ini dikendalikan oleh dua kekuatan besar, sebab jika
dikendalikan oleh dua kekuatan atau lebih, maka akan terjadi
perebutan kehendak yang mengakibatkan kehancuran (QS. al-
Anbiya: 22), atau jika masing-masing Tuhan itu berkompromi untuk
menciptakan sesuatu berarti kekuasaan masing-masing Tuhan tidak
mutlak, karena dibatasi oleh kekuasaan Tuhan yang lain. Hal itu
mengandung arti bahwa esensi pendidikan Islam harus
mengandung pengembangan jiwa tauhid rububiyah, tanpa itu maka
pendidikan Islam akan kehilangan makna.
Tarbiyah dapat juga diartikan dengan “proses transformasi ilmu
pengetahuan dari pendidik (rabbanif kepada peserta didik, agar ia
memiliki sikap dan semangat yang tinggi dalam memahami dan
menyadari kehidupannya, sehingga terbentuk ketakwaan, budi
pekerti, dan kepribadian yang luhur.” Sebagai proses, tarbiyah
menuntut adanya penjenjangan dalam transformasi ilmu
pengetahuan, mulai dari pengetahuan yang dasar menuju pada
pengetahuan yang sulit. Pengertian tersebut diambil dari QS. ali
Imran ayat 79 “kunu rabbaniyyin bima kuntum tuallimun al-kitab wa
bima kuntum tadrusun, Hendaklah kamu menjadi orang-orang

5
rabbani, karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan
kamu tetap mempelajarinya,” dan Hadis Nabi SAW.:

"Jadilah rabbani yang penyantun, memiliki pemahaman dan


berpengetahuan. Disebut rabbani karena mendidik manusia dari
pengetahuan tingkat rendah l serta menuju pada tingkat tinggi
(HR. Al-Bukhari dari Ibn Abb.as)

Ta’lim

Ta’lim merupakan kata benda buatan (mashdar) yang berasal dari


akar kata ’allama. Sebagian para ahli menerjemahkan istilah tarbiyah
dengan pendidikan, sedangkan ta’lin diterjemahkan dengan
pengajaran. Kalimat allamahu al-’ilm memiliki arti mengajarkan ilmu
kepadanya. Pendidikan (tarbiyah) tidak saja tertumpu pada domain
kognitif, tetapi juga afektif dan psikomotorik, sementara pengajaran
(ta’lim) lebih mengarah pada aspek kognitif, seperti pengajaran mata
pelajaran Matematika. Pemadanan kata ini agaknya kurang relevan,
sebab menurut pendapat yang lain, dalam proses ta’lim masih
menggunakan domain afektif.

Tadib

Tadib lazimnya diterjemahkan dengan pendidikan sopan santun,


tata krama, adab, 16 budi pekerti, akhlak, moral, dan etika. Tadib yang
seakar dengan adab memiliki arti pendidikan peradaban atau
kebudayaan. Artinya, orang yang berpendidikan adalah orang yang
berperadaban, sebaliknya, peradaban yang berkualitas dapat diraih
melalui pendidikan. Menurut al- Naquib al-Attas, 17 tadib berarti

6
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
di dalam tatanan penciptaan, sehingga membimbing ke arah
pengenalan dan pengakuan kekuatan dan keagungan Tuhan.
Pengertian ini didasarkan Hadis Nabi SAW.:

“Tuhanku telah mendidikku, sehingga menjadikan baik


pendidikanku.”

Riyadhah
Riyadhah secara bahasa diartikan dengan pengajaran dan pelatihan.
Menurut al-Bastani, riyadhah dalam konteks pendidikan berarti
mendidik jiwa anak dengan akhlak yang muliai Pengertian ini akan
berbeda jika riyadhah dinisbatkan kepada disiplin tasawuf atau
olahraga. Riyadhah dalam tasawuf berarti Jatihan rohani dengan cara
menyendiri pada hari-hari tertentu untuk melakukan ibadah dan tafakur
mengenai hak dan kewajibannya. Sementara riyadhah dalam disiplin
olahraga berarti latihan fisik untuk menyehatkan tubuh

B. Contoh Pendidikan Yang Diajarkan Oleh Para Nabi dan Rasul Serta
Orang-Orang Pilihan Dalam Al-qur’an
Kisah Nabi Muhammadi SAW yang kehadirannya membawa berkah
dan rahmah bagi semua alam; kehidupannya sederhana, jujur dalam
berdagang dan bisa dipercaya; perilakunya qur’anv, sikapnya yang tabah
dalam menghadapi berbagai ejekan, cemooh, dan siksaan; tidak
memiliki dendam kesumat pada orang yang menyakiti; mampu
mengendalikan diri dalam berperang, seperti tidak membunuh orang tua,
wanita, anak-anak yang telah menyerah; mampu memperbanyak
makanan atau minuman; melalui ujung jarinya, keluar mata air kasih

7
sayang; bapak pemula bagi penjelajahan ruang angkasa dalam peristiwa
isra dan mi’raj; menjangkau masa lalu dan masa depan; melakukan
imigrasi untuk menyebaran agama; tidak pernah memiliki imaginasi
yang buruk, sehingga tidak pernah mimpi mengeluarkan mani
(iikhtilam); biar pun matanya terpejam tapi hatinya tetap terjaga untuk
bexzikir kepada Allah.
Luqman al-Hakim yang selalu menganjurkan dasar-dasar filosofi pen
didikan kepada anak-anaknya: tidak menyekutukan Allah SWT. namun tetap
bersyukur kepada-Nya, diserukan mengerjakan shalat, berbuat sopan santun
pada ibu bapak, mengajak yang baik dan meninggalkan yang mungkar, selalu
bersabar, hidup bersahaja, dan tidak menyombongkan diri. Perhatikan QS.
Luqman ayat 12-19.
Dari kisah Nabi Musa As dan Nabi Khidir As yang diceritakan dalam al-
Qur’an pada Surat al-Kahfi ayat 60-82, penulis menyimpulkan beberapa kode
etik yang dapat digunakan ketika berinteraksi dengan guru, yakni:

1) Murid harus mempunyai semangat yang tinggi dan tidak putus asa
dalam mencari ilmu, meski jarak yang ditempuh jauh dan
membutuhkan waktu yang lama. Ini adalah nilai yang terkandung
dalam surat al-Kahfi ayat 60-64 yang menceritakan perjuangan Nabi
Musa As untuk mencari Nabi Khidir As. Dalam tafsir al-Thabary
dikisahkan bahwa Nabi Musa As meminta Yusya’ bin Nun yang
menjadi rekan perjalanan untuk membawakan makanan untuknya,
karena benar-benar lelah usai menjalani perjalanan jauh dalam
mencari Nabi Khidir As (al-Thabary: 127).
2) Seorang murid harus bersikap sopan kepada gurunya, dalam cerita
tersebut tergambarkan ketika Nabi Musa meminta izin untuk
mengikuti (baca: belajar) kepada Nabi Khidir As. Menurut al-Thabary
kata ‘abdan min ‘ibadina pada ayat 65 merujuk kepada Nabi Khidir
As. Ayat selanjutnya menceritakan bagaimana Musa As kemudian
mendatangi khidir seraya mengatakan keinginannya untuk berguru

8
kepada Nabi Khidir (Al-Thabary: 1163). “Musa berkata kepada
Khidir, ‘Bolehkah aku mengikutimu?’‟
3) Berbaik-sangka dan meyakini bahwa guru lebih pandai dari murid.
Dengan melakukan hal ini akan muncul sifat ketawadu’an kepada
guru serta dengan sendirinya akan menghilangkan sifat sombong.
Nilai tersebut diisyaratkan dalam frasa mimma ullimta rusydan (di
antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu). Ini selaras dengan
filosofi gelas kosong. Kesombongan pelajar ibarat gelas yang merasa
penuh sehingga tidak akan dapat diisi lagi tambahan ilmu dari
gurunya.

4) Murid tidak selayaknya mudah merasa tersinggung, tatkala guru


melemahkan/ merendahkan murid dengan perkataannya.

Kisah Nabi Ibrahim as. yang memiliki kepribadian ketuhanan


yang tangguh meskipun hidup pada keluarga dan lingkungan yang
korup; mampu bertahan hidup meskipun dibuang ke hutan belantara;
perintis metode induktif dalam mencari kebenaran, sebagaimana
ketika ia mencari Tuhan; mempunyai kekuatan diplomatik yang baik
ketika menghadapi penguasa yang zalim (Naimrudz); menghancurkan
sistem pemberhalaan kehidupan dalairn segala hal; mampu
mendinginkan kobaran api yang panas, melarai panasnya amarah;
menjadi pemula dalam mengembangkan teknologi AC (air
conditioning); mau menyembelih jiwa kebinatangan anaknya; mampu
menyembuhkan (menghidupkan) yang sakit (mati); dan menjadi bapak
agama (millah Ibrahim) yang hanif bagi seluruh umat manusia,
sehingga dibangunkan tem Lpat kiblat yang disebut dengan Kabah.
Perhatikan QS. al-Aji’am: 76-79, al-Anbiya’: 51-69, Maryam: 41-49,
as-Shaffat: 100-111, al- Baqarah: 260,126,128, ali Imran. 96-97.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah
tarbiyah, ta’lim, tadib, riyadhah, irsyad, dan tadris.
2. Kisah Nabi Muhammadi SAW yang kehadirannya membawa berkah
dan rahmah bagi semua alam; kehidupannya sederhana, Luqman al-
Hakim yang selalu menganjurkan dasar-dasar filosofi pen didikan kepada
anak-anaknya: tidak menyekutukan Allah SWT, Dari kisah Nabi Musa As
dan Nabi Khidir As yang diceritakan dalam al-Qur’an pada Surat al-Kahfi
ayat 60-82, penulis menyimpulkan beberapa kode etik yang dapat
digunakan ketika berinteraksi dengan guru, Kisah Nabi Ibrahim as. yang
memiliki kepribadian ketuhanan yang tangguh meskipun hidup pada
keluarga dan lingkungan yang korup; mampu bertahan hidup
meskipun dibuang ke hutan belantara; perintis metode induktif dalam
mencari kebenaran.
B. Saran
inilah yang dapat saya paparkan dalam makalah ini yang tentunya
pembahasan tentang Paradigma Pendidikan Dalam Al-Qur’an, (Nabi
Muhammad Saw., Luqman Al-Hakim.Nabi Khidir, Nabi Ibrahim), disini
masih perlu diperdalam dan perluas lagi. penulis menyadari masih banyak
kesalahan dan jauh dari kata kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis harapkan
kritik dan sarannya mengenai pembahasan pada makalah ini dari pembaca dan
teman-teman.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Sa’ad Mursi dan Sa’id Ismail Ali, Tarikh Tarbiyah wa Ta’lim, Kairo:
Alim Kutub, 1974.
Al-Aziz, Abd al-Rasyid ibn Abd, al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Thuruq Tadrisiha,
Kuwait: Darul Buhuts al-llmiyah, 1975.
Fakhry, Majid. 1996. Etika dalam Islam. Yogyakart: Pustaka Pelajar.

11
Tugas Makalah AIK

ADAB BELAJAR MENGAJAR DALAM AL-QURAN DAN


HADITS

OLEH:

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

DESEMBER, 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat dan karunia
yang diberikan, karena berkat rahmat-Nyalah sehingga kami sebagai penulis dapat
menyelesaikan tugas makalah AIK berjudul “Adab Belajar Mengajar dalam Al-
Quran dan Hadits”. Ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kami peruntukkan kepada yang terhormat dosen AIK atas segala perhatian dan
bimbingannya yang diberikan kepada penulis.
Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan masukan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Anda.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang membacanya dan
bisa menjadi referensi bacaan dalam proses pembelajaran.
Mohon maaf atas segala kekurangan yang ada dalam makalah ini. Semoga
Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya untuk memudahkan
segala urusan-urusan kita dan semoga apa yang kita kerjakan dapat bernilai ibadah
di sisi-Nya.

Makassar, 05 Desember 2020

Sri Wahyulda

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I....................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan.........................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................4
PEMBAHASAN...................................................................................................4
A. Adab belajar mengajar sesuai dengan Al-Qur’an dan Hadits...................4
B. Mengamalkan adab belajar dalam Islam...................................................9
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP.............................................................................................................12
A. Kesimpulan.................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembahasan konsep adab merupakan hal yang sangat penting. Alasannya
topik yang satu ini telah hilang dalam diri kaum muslimin. Akhirnya umat
Islam mudah dijajah pemikirannya oleh pendidikan dan pandangan hidup
(worldview). Barat yang berfaham sekular, yang tanpa disadari umat Islam
telah mengkerdilkan pemikiranya serta menyediakan dasar pendidikan
utilitarian. Secara historis, para sarjana dan cendikiawan muslim di Indonesia
tidak jauh berbeda. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abuddin Nata.

Menurut Abuddin Nata, kondisi ini disebabkan keadaan sisitem


pendidikan Islam yang mengandung berbagai komponen tidak lagi sejalan
dalam pengertian Islam dan seringkali berjalan apa adanya, serta sering
dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Akibatnya kondisi pendidikan
Islam di Indonesia berada dalam keadaan yang kurang membahagiakan.
Komponen pendidikan tersebut meliputi landasan, tujuan, kurikulum,
propesionalisme guru, hubungan antara guru dan murid, metodelogi
pembelajaran, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penting bagi setiap
sarjana dan cendikiawan untuk meneliti kembali konsep adab dan
relevansinya dengan pendidikan sebagai langkah dalam memulihkan dan
mengembalikan semula konsep pendidikan dalam pengertian Islam.

Berbicara landasan pendidikan, diketahui bahwa Islam


sangatmemperhatikan dan menempati pembahasan ini pada tingkat yang
sangat penting. Alasannya, lansasan yang benar maka akan dapat
menghantarkan manusia pada pengenalan dan pemahaman yang benar
terhadap segala hal, termasuk masalah pendidikan. Dalam pendidikan Islam,
landasan pendidikan adalah bersumber kepada al-Qur’an dan Hadis. Namun
kenyataannya, Umat Islam belum banyak mengetahui tentang isi kandungan
al-Qur’an dan Hadis yang berhubungan dengan pendidikan secara baik. Umat
Islam hari ini lebih bangga mengenal dan belajar dari sumber yang datang

1
dari dunia Barat. Akibatnya pelaksanaan pendidikan Islam belum berjalan di
atas landasan ajaran Islam itu sendiri. Pendapat ini sebagaimana digambarkan
oleh Sayyid Qutb sebagai berikut:

Para penjajah dewasa ini tidak lagi mengalahkan kita dengan senjata dan
kekuatan, tetapi melalui orang-orang kita yang telah terjajah jiwa dan
pemikirannya. Kita dikalahkan oleh dampak yang ditinggalkan oleh para
imperialis pada depertemen pendidikan dan pengajaran, juga di pers dan
buku-buku. Kita kalah dengan pena- pena yang tengelam dalam tinta
kehinaan dan jiwa yang kerdil, sehingga pena-pena itu hanya bangga jika
menulis tentang para pembesar Perancis, Inggris dan Amerika.

Pendidikan dalam Islam tidak dapat dipisahkan dari adab, malahan ianya
merupakan landasan dan buah atau hasil dari tujuan sistem pendidikan itu
sendiri. Sudah seharusnya umat Islam sadar dan kembali menjadikan
pendidikan adab Rasulullah saw sebagai landasan dan tujuan dalam
pendidikan Islam. Karena hal ini secara jelas telah dikatakan dalam al-
Qur’an:

‫ُول ٱللَّ ِو ُأسْ َوةٌ َح َس َن ٌة لِّ َمن‬


ِ ‫ان َل ُك ْم ِفِ َرس‬
َ ‫َق ْد َك‬

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan


(pendidikan) yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Menyadari pentingnya adab sebagai landasan dalam membangun kembali


pendidikan Islam dewasa ini, diketahui berdasarkan catatan sejarah, bahwa
adab sebagai landasan dasar pendidikan tidak pernah diperdebatkan dalam
tradisi keilmuan Islam sebelum kebudayaan dan faham keilmuan sekular
Barat memperkenalkan sistem pendidikan modernnya.29 Para ulama dan
cendikiawan terdahulu seperti Imam al-Shafi’i, Imam Hamid al-Ghazali, Jalal
al-Din al-Rumi, Abu Nashr as-Sarraj ath-Thusi, Ibn Khaldun, Ibn Qayyim,

2
bahkan ibnu Sina semuanya sepakat menjadikan adab sebagai landasan dasar
untuk membentuk kesempurnaan pendidikan muslim.

B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian adab-adab belajar dan mengajar yang sesuai dengan al-
Qur’an ?
2. Bagaimana cara memahami dan mengamalkan adab belajar mengajar dalam
dunia pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai al-Qur’an ?
C. Tujuan
1. Mampu menjelaskan adab-adab belajar dan mengajar yang sesuai dengan al-
Qur’an.
2. Mampu memahami dan mengamalkan adab belajara mengajar dalam dunia
pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai al-Qur’an.

3
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Adab Belajar Mengajar sesuai dengan Al-Quran dan Hadits


Belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu
berkat adanya interaksi antara individu dengan idividu dan individu dengan
lingkungannya, sehingga mereka lebih mampu berinteraksi dengan
lingkungannya. Dalam bahasa asingnya: “Leaning is a change in the
individual due to intruction of that individual and his environment, which
fells a need and makes him more capable of dealing adequately with his
environment” (W.H Burton, The Guidance of Learning Activities, 1984).
Dalam pengertian ini terdapat kata change atau “perubahan” yang berarti
bahwa seseorang yang telah mengalami proses belajar akan mengalami
perubahan tingkah laku, baik dalam aspek pengetahuannya, keterampilannya,
maupun dalam sikapnya. Perubahan tingkah laku dalam aspek
pengetahuannya ialah, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh
menjadi pintar. Dalam aspek keterampilan ialah, dia tidak bias menjadi bias,
dari tidak terampil menjadi terampil. Dalam aspek sikap ialah, dari ragu-ragu
menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan, dari kurang ajar menjadi
terpelajar. Hal ini merupakan salah satu criteria keberhasilan belajar yang
diantaranya ditandai oleh terjadinya perubahan tingkah laku pada diri
individu yang belajar. Tanpa adanya perubahan tingkah laku, belajar dapat
dikatakan tidak berhasil atau gagal.

Seanjutnya kita beralih dari pengertian belajar pada pengertian mengajar


yang dikemukakan oleh para pakar pendidikan, antara lain yang akan
dikemukakan berikut ini. Jerome S. Bruner dalam bukunya Toward a Theory
of Intruction mengemukakan bahwa “Mengajar adalah menyajikan ide,
problem, atau pengetahuan dalam bentuk yang sederhana sehingga dapat
dipahami ole setiap siswa.”

4
Mengajar ini juga sama pentingnya dengan belajar, karena tanpa ada yang
mengajar belajarpun tidak akan maksimal, walau ada sebahagian kecil orang
yang dapat belajar otodidak Itanpa adanya seorang pengajar). Tuntutan
mengajar ini telah di contohkan dalam Al-Qur’an langsung oleh Alloh SWT
kepada nabi Isa AS. yaitu dalam QS Al-Ma’idah ayat 110

Ilmu merupakan bagian yang teramat penting dalam kehidupan manusia.


Menuntut ilmu menjadi sebuah kewajiban setiap umat. Terutama ilmu agama
yang akan menentukan kehidupan dan keyakinannya selama di dunia ini.

Berikut diantara adab-adab yang selayaknya diperhatikan ketika


seseorang menuntut ilmu syar’i,

1. Mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu


Dalam menuntut ilmu kita harus ikhlas karena Allah Ta’ala dan
seseorang tidak akan mendapat ilmu yang bermanfaat jika ia tidak
ikhlas karena Allah. “Padahal mereka tidak disuruh kecuali agar
beribadah hanya kepada Allah dengan memurnikan ketaatan hanya
kepadaNya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan memurnikan zakat; dan yang demikian
itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Orang yang menuntut ilmu bukan karena mengharap wajah Allah
termasuk orang yang pertama kali dipanaskan api neraka untuknya.
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang
menuntut ilmu syar’i yang semestinya ia lakukan untuk mencari wajah
Allah dengan ikhlas, namun ia tidak melakukannya melainkan untuk
mencari keuntungan duniawi, maka ia tidak akan mendapat harumnya
aroma surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad)

2. Rajin berdoa kepada Allah Ta’ala, memohon ilmu yang bermanfaat


Hendaknya setiap penuntut ilmu senantiasa memohon ilmu yang
bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan memohon pertolongan kepadaNya
dalam mencari ilmu serta selalu merasa butuh kepadaNya.

5
Rasulallah shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan kita untuk
selalu memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah Ta’ala dan
berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat, karena banyak
kaum Muslimin yang justru mempelajari ilmu yang tidak bermanfaat,
seperti mempelajari ilmu filsafat, ilmu kalam ilmu hukum sekuler, dan
lainnya.

3. Bersungguh-sungguh dalam belajar dan selalu merasa haus ilmu


Dalam menuntut ilmu syar’i diperlukan kesungguhan. Tidak layak
para penuntut ilmu bermalas-malasan dalam mencarinya. Kita akan
mendapatkan ilmu yang bermanfaat dengan izin Allah apabila kita
bersungguh-sungguh dalam menuntutnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam barsabda, “Dua orang


yang rakus yang tidak pernah kenyang: yaitu (1) orang yang rakus
terhdap ilmu dan tidak pernah kenyang dengannya dan (2) orang yang
rakus terhadap dunia dan tidak pernah kenyang dengannya.” (HR. Al-
Baihaqi)

4. Menjauhkan diri dari dosa dan maksiat dengan bertaqwa kepada


Allah Ta’ala
Seseorang terhalang dari ilmu yang bermanfaat disebabkan banyak
melakukan dosa dan maksiat. Sesungguhnya dosa dan maksiat dapat
menghalangi ilmu yang bermanfaat, bahkan dapat mematikan hati,
merusak kehidupan dan mendatangkan siksa Allah Ta’ala.

5. Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu dalam menuntut ilmu
Sombong dan malu menyebabkan pelakunya tidak akan
mendapatkan ilmu selama kedua sifat itu masih ada dalam dirinya.
Imam Mujahid mengatakan,

‫ستَ ْكبِ ٌر‬ ْ ‫م ُم‬Oَ ‫م ا ْل ِع ْل‬Oُ َّ ‫الَ يَتَ َعل‬


ْ ‫ست َْح ٍى َوالَ ُم‬

“Dua orang yang tidak belajar ilmu: orang pemalu dan orang yang
sombong” (HR. Bukhari secara muallaq)

6
6. Mendengarkan baik-baik pelajaran yang disampaikan ustadz, syaikh atau
guru
Allah Ta’ala berfirman,

“(Yaitu) mureka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa


yang paling baik diantaranya. Mereka itulah orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan merekalah orang-orang yang mempunyai akal
sehat.” (QS. Az-Zumar: 18).

7. Diam ketika pelajaran disampaikan


Ketika belajar dan mengkaji ilmu syar’i tidak boleh berbicara yang
tidak bermanfaat, tanpa ada keperluan, dan tidak ada hubungannya
dengan ilmu syar’i yang disampaikan, tidak boleh ngobrol.

Allah Ta’ala berfirman,

“dan apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah dan


diamlah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-A’raaf: 204)

8. Mengikat ilmu atau pelajaran dengan tulisan


Ketika belajar, seorang penuntut ilmu harus mencatat pelajaran,
poin-poin penting, fawaa-id (faedah dan manfaat) dari ayat,
hadits dan perkataan para sahabat serta ulama, atau berbagai dalil bagi
suatu permasalahan yang dibawa kan oleh syaikh atau gurunya. Agar
ilmu yang disampaikannya tidak hilang dan terus tertancap dalam
ingatannya setiap kali ia mengulangi pelajarannya.

7
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ikatlah ilmu
dengan tulisan” (HR. Ibnu ‘Abdil Barr)

9. Mengamalkan ilmu syar’i yang telah dipelajari


Menuntut ilmu syar’i bukanlah tujuan akhir, tetapi sebagai
pengantar kepada tujuan yang agung, yaitu adanya rasa takut kepada
Allah, merasa diawasi oleh-Nya, taqwa kepada-Nya, dan mengamalkan
tuntutan dari ilmu tersebut. Dengan demikian, barang siapa saja yang
menuntut ilmu bukan untuk diamalkan, niscaya ia diharamkan dari
keberkahan ilmu, kemuliaan, dan ganjaran pahalanya yang besar.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perumpamaan


seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia,
kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya)
adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun
membakar dirinya sendiri.” (HR Ath-Thabrani)

10. Berusaha mendakwahkan ilmu


Objek dakwah yang paling utama adalah keluarga dan kerabat kita,
Allah Ta’ala berfirman,
ۤ
‫ارةُ َعلَ ْيهَا َم ٰل ِٕى َكةٌ ِغاَل ظٌ ِشدَا ٌد‬
َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا قُ ْٓوا اَ ْنفُ َس ُك ْم َواَ ْهلِ ْي ُك ْم نَارًا َّوقُوْ ُدهَا النَّاسُ َو ْال ِح َج‬
‫اَّل يَ ْعصُوْ نَ هّٰللا َ َمٓا اَ َم َرهُ ْم َويَ ْف َعلُوْ نَ َما يُْؤ َمرُوْ ن‬ َ

“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan


keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak
durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-
Tahriim: 6).

Hal yang harus diperhatikan oleh penuntut ilmu, apabila dakwah


mengajak manusia ke jalan Allah merupakan kedudukan yang mulia dan
utama bagi seorang hamba, maka hal itu tidak akan terlaksana kecuali
dengan ilmu. Dengan ilmu, seorang dapat berdakwah dan kepada ilmu ia

8
berdakwah. Bahkan demi sempurnannya dakwah, ilmu itu harus dicapai
sampai batas usaha yang maksimal. Syarat dakwah:

1. Aqidah yang benar, seorang yang berdakwah harus meyakini kebenaran


‘aqidah Salaf tentang Tauhid Rububiyyah, Uluhiyyah, Asma’ dan
Shifat, serta semua yang berkaitan dengan masalah ‘aqidah dan iman.
2. Manhajnya benar, memahami Al-quran dan As-sunnah sesuai dengan
pemahaman Salafush Shalih.
3. Beramal dengan benar, semata-mata ikhlas karena Allah dan ittiba’
(mengikuti) contoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak
mengadakan bid’ah, baik dalam i’tiqad (keyakinan), perbuatan, atau
perkataan.
B. Mengamalkan Adab Belajar Mengajar dalam Islam
Hakikat hidup adalah belajar. Hakikat belajar adalah proses
transformasi diri menuju peningkatan kapasitas intelektual, keluhuran moral,
kedalaman spiritual, kecerdasan sosial, keberkahan profesional, dan
perubahan sosial menuju khaira ummah (umat terbaik). Dengan belajar,
manusia bisa hidup bermartabat dan membangun peradaban yang
bersendikan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan.

Perintah Allah SWT yang pertama kepada Nabi Muhammad SAW adalah
membaca. (QS al-Alaq [96]:1-6). Perintah ini sangat penting karena inti
belajar adalah membaca. Tidak ada proses pembelajaran yang tidak
melibatkan aktivitas pembacaan. Dalam Islam, belajar adalah ibadah.
"Menuntut ilmu itu (belajar) wajib bagi Muslim dan Muslimah." (HR
Muslim).

Perintah membaca tersebut sarat dengan adab (etika) mulia. Tidak semua
membaca itu disebut belajar atau mencari ilmu. Alquran mula-mula
mengaitkan perintah membaca dengan bismi rabbik (atas nama Tuhanmu).
Artinya, adab belajar mengharuskan pelajar untuk meneguhkan niat yang
ikhlas karena semata-mata mengharap ridha Allah SWT, agar ilmu yang
diperoleh membuahkan keberkahan dan memberi manfaat bagi orang lain.

9
Imam Syafi’i (150- 204 H) pernah “curhat” kepada gurunya, Waqi’
mengenai hafalannya yang buruk. Sang guru menasihatinya agar
meninggalkan maksiat. Kata sang guru, ilmu itu cahaya, dan cahaya Allah itu
tidak akan diberikan kepada orang yang berbuat maksiat. Dengan demikian,
belajar harus jauh dari perbuatan maksiat agar apa yang dipelajari menjadi
“cahaya” yang dapat menerangi jalan hidup si pembelajar.

Selain bismi rabbik dan menjauhi maksiat, pelajar juga harus senantiasa
berperilaku yang baik (husnul adab), rajin, tekun, rendah hati, dan selalu
mengamalkan ilmunya. “Ilmu yang tidak diamalkan itu bagaikan pohon yang
tidak berbuah.”

Imam Syafi’i juga menegaskan bahwa ilmu itu bukan yang dihafal dalam
pikiran, tetapi yang bermanfaat dalam perbuatan. Sabda Nabi SAW, “Siapa
yang bertambah ilmunya, tetapi tidak bertambah petunjuknya (amalnya tidak
semakin baik), maka ia hanya akan semakin jauh dari Allah.” (HR ad-
Darimi).

Belajar menuntut optimalisasi kecerdasan, kesungguhan, ketekunan, dan


kesabaran karena belajar itu bukan merupakan proses yang instan, (langsung
berilmu) tetapi memerlukan kerja ikhlas, keras, dan cerdas.

Imam Syafi’i, pernah bersyair, “Engkau tidak akan memperoleh ilmu


kecuali terpenuhinya enam hal, yaitu: kecerdasan, antusiasme (kesungguhan),
kesabaran, bekal yang cukup, bimbingan guru, dan waktu yang lama.”

Jadi, belajar itu bukan sekadar datang ke sekolah atau kampus untuk
mendengar dan mencatat apa yang disampaikan guru, melainkan juga
berusaha mengembangkan pemikiran, pengetahuan, kepribadian, moralitas,
dan profesionalitas.

Karena belajar itu ibadah, maka menurut Imam Ja’far as-Shadiq, belajar
itu harus dimulai dengan thaharah (pembersihan diri) dan berwudhu agar
terhindar dari godaan setan. Adab lainnya adalah menghormati guru dan

10
ulama. Seorang pelajar juga dianjurkan untuk berlapang dada (toleran) dalam
menghadapi perbedaan pendapat dan pemikiran. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menerangkan tentang


Islam, termasuk di dalamnya masalah adab. Seorang penuntut ilmu harus
menghiasi dirinya dengan adab dan akhlak mulia. Dia harus mengamalkan
ilmunya dengan menerapkan akhlak yang mulia, baik terhadap dirinya
maupun kepada orang lain.

Segala kegiatan manusia di dunia pada hakikatnya adalah untuk


menciptakan kehidupan yang indah. Bila diungkapkan dengan bahasa
ungkapan maka dapat dikatakan bahwa ilmu merupakan bunga-bunga ibadah.

Ilmu merupakan penghias ibadah manusia kepada Allah, kepada sesame


manusia dan kepada diri sendiri. Ketika ilmu dipelajari dengan sungguh-
sungguh dan diamalkan sebaik-baiknya untuk kepentingan yang benar maka
akan sangat indah manfaat yang diraih.

Namun bila ilmu dipelajari dengan setengah-setengah dan dimanfaatkan


semaunya tanpa tahu tujuannya benar atau tidak, maka ilmu itu akan merusak
citra keindahan. Inilah yang sangat penting kita pahami agar tidak
sembarangan mempergunakan ilmu dalam kehidupan kita.

Sebaik-baiknya ilmu adalah ilmu yang dipelajari dengan niatan baik dan
tulus untuk diamalkan di jalan Allah SWT melalui kehidupan umat manusia
sebagai perantaranya.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Ilmu merupakan bagian yang teramat penting dalam kehidupan manusia. Menuntut
ilmu menjadi sebuah kewajiban setiap umat. Terutama ilmu agama yang akan
menentukan kehidupan dan keyakinannya selama di dunia ini.
2. Segala kegiatan manusia di dunia pada hakikatnya adalah untuk menciptakan
kehidupan yang indah. Bila diungkapkan dengan bahasa ungkapan maka dapat
dikatakan bahwa ilmu merupakan bunga-bunga ibadah. Ilmu merupakan penghias
ibadah manusia kepada Allah, kepada sesame manusia dan kepada diri sendiri. Ketika
ilmu dipelajari dengan sungguh-sungguh dan diamalkan sebaik-baiknya untuk
kepentingan yang benar maka akan sangat indah manfaat yang diraih.
B. Saran
Dari beberapa Uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk memperbaiki
segala keterbatasan yang kami punya, sebab manusia adalah tempatnya salah dan lupa.

12
DAFTAR PUSTAKA

Jakiyah Darajat, Prof DR. 1995. Ilmu Pendidikan Islam. Bumi Aksara:
Jakarta.
Sumber berasal dari situs internet :
www.muslimah.or.id/7216-adab-menuntut-ilmu-html

13
MASALAH LIMA (AGAMA, DUNIA, IBADAH,
SABILILLAH DAN QIYAS)

OLEH :

SRI WAHYULDA

105401110217

PGSD 7C

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
DESEMBER, 2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan kesehatan kepada penulis karena berkat usaha, kerja keras dan
ketekunan serta keridohan Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah dan,
Qiyas)” dengan baik. Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan

Penyusun sadar bahwa apa yang telah penulis peroleh tidak semata-mata
hasil dari jerih payah penyusun sendiri tetapi hasil dari keterlibatan semua pihak.
Tak lupa penyusun ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah
Pembelajaran bahasa indonesia kelas lanjut atas bimbingan dan arahan dalam
penulisan makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah
mendukung sehingga dapat terselesaikannya makalah ini.

           Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata


sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini
mampu memberikan manfaat dan mampu memberikan segi positif bagi para
pembaca.

Makassar, 16 November 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I...................................................................................................................1
PENDAHULUAN...............................................................................................1
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................3
KAJIAN PUSTAKA............................................................................................3
A. Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibada, Sabilillah, Qiyas)........................3
B. Dasar Hukum Masalah Lima...................................................................5
C. Pentingnya Masalah Lima........................................................................7
D. Sejarah Perumusan Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah,
Qiyas) Menurut Manhaj Muhammadiyah................................................9
BAB III................................................................................................................11
PENUTUP............................................................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Muhammadiyah, sebagai gerakan keagamaan yang berwatak sosio-kultural, dalam
dinamika kesejarahannya selalu berusaha merespon berbagai perkembangan kehidupan
dengan senantiasa merujuk pada ajaran Islam (al-ruj'u ila al-Qur’an wa as-Sunnah,
menjadikan al-Quran dan as-Sunnah sebagi sumber rujukan). Di satu sisi sejarah selalu
melahirkan berbagai persoalan, dan pada sisi yang lain Islam menyediakan referensi normatif
atas berbagai persoalan tersebut. Orientasi pada dimensi illahiah inilah yang membedakan
Muhammadiyah dari gerakan sosio-kultural lainnya, baik dalam merumuskan masalah,
menjelaskannya maupun dalam menyusun kerangka operasional penyelesaiannya. Orientasi
inilah yang mengharuskan Muhammadiyah memproduksi pemikiran, meninjau ulang dan
merekonstruksi pemikiran keislamannnya.
Pemikiran keislaman meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan tuntunan kehidupan
keagamaan secara praktis, wacana moralitas publik dan discourse (wacana) keislaman dalam
merespon dan mengantisipasi perkembangan kehidupan manusia. Masalah yang selalu hadir
dari kandungan sejarah tersebut mengharuskan adanya penyelesaian. Muhammadiyah
berusaha menyelesaikannya melalui proses penafsiran dinamik antara normativitas ad-din
(agama), berupa al-ruj'u ila al-Qur’an wa as-Sunnah (keharusan merujuk kepada al-Qurân dan
as-Sunnah), historisitas (kenyataan sejarah tentang adanya) penafsiran atas ad-din, realitas
kekinian dan prediksi masa depan. Mengingat proses penafsiran dinamik ini sangat
dipengaruhi oleh asumsi (pandangan dasar) tentang agama dan kehidupan, di samping
pendekatan dan teknik pemahaman terhadap ketiga aspek tersebut, maka Muhammadiyah
perlu merumuskannya secara spesifik. Dengan demikian diharapkan ruhul ijtihad (semangat
untuk menggali ajaran agama dari sumber-sumbernya) dan tajdid (upaya pemurnian dan
pembaharuan pemikiran keislaman) terus tumbuh dan berkembang.
Dari wacana yang terus bergulir, orang pun selalu mempertanyakan: Bagaimana
Muhammadiyah memahami Islam sebagai sebuah kebenaran mutlak untuk mendapatkan
jawaban yang yang mendekati kebenaran Islam yang sejati? Apa rumusan kongkret
pandangan Muhammadiyah tentang Islam? Dan, yang tidak kalah pentingnya, bagaimana

1
melaksanakannya di dalam tindakan nyata? Dalam hal ini Muhammadiyah telah memiliki tiga
rumusan penting, yang diasumsikan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Pertama
rumusan tentang Masailul Khamsah (Masalah Lima), kedua rumusan Matan Keyakinan dan
Cita-cita Hidup Muhammadiyah (yang dikenal di kalangan warga Muhammadiyah dengan
singkatan MKCH), dan ketiga rumusan tentang Pedoman Kehidupan Islami Warga
Muhammadiyah. Dan yang akan dibahas pada pembahasan ini adalah mengenai Masailil
Khamsah (Masalah Lima).

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibada, Sabilillah, dan Qiyas)
menurut Manhaj Muhammadiyah?
2. Jelaskan dasar hukum Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, Qiyas)!
3. Jelaskan pentingnya Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, Qiyas)!
4. Bagaimana sejarah perumusan Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, dan
Qiyas) menurut Manhaj Muhammadiyah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Maksud dari Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibada, Sabilillah, dan
Qiyas) menurut Manhaj Muhammadiyah
2. Untuk mengetahui dasar hukum Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah,
Qiyas).
3. Untuk mengetahui pentingnya Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, dan
Qiyas).
4. Untuk memahami sejarah perumusan Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah,
dan Qiyas) menurut Manhaj Muhammadiyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, dan Qiyas)
Rumusan awal mengenai Islam dalam pandangan Muhammadiyah tertuang dalam
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah mengenai Masailul Khamsah” (Masalah Lima)
tanpa ada rujukan nashnya (baik berupa nash al-Quran maupun as-Sunnah). Sejak tahun 1935
upaya perumusan Manhaj Tarjih Muhammadiyah telah dimulai, dengan surat edaran yang
dikeluarkan oleh Hoofdbestuur (Pimpinan Pusat) Muhammadiyah. Langkah pertama kali
yang ditempuh adalah dengan mengkaji “Masailul Khamsah“ ( Masalah Lima ) yang
merupakan sikap dasar Muhammadiyah dalam persoalan agama secara umum. Karena adanya
penjajahan Jepang dan perang kemerdekaan , perumusan Masalah Lima tersebut baru bisa
diselengarakan pada akhir tahun 1954 atau awal 1955 dalam Muktamar Khusus Majlis Tarjih
di Yogyakarta.
Dari rumusan “Masailul Khamsah” terkandung rumusan fundamental (pandangan dasar)
tentang Islam dalam pandangan Muhammadiyah, yang tertuang dalam penjelasan mengenai:
agama, dunia, ibadah, sabilillah dan qiyas.
1. Ad Din (agama)
ْ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم هُ َو َما اَ ْن َزلَهُ هللاِ فِى ْالقُرْ آ ِن َو َما َج‬
ُ‫اَئت بِ ِه ال ُّسنَّة‬ َ ‫ى ال ِّديْنُ ااْل ِ ْساَل ِم ُّى) الَّ ِذيْ َجا َء ُم َح َّم ٌد‬
ِ َ‫ال ِّديْنُ (ا‬
‫ح ْال ِعبَا ِد ُد ْنيَاهُ ْم َواُ ْخ َراهُ ْم‬
ِ ِ‫صال‬ ِ ‫َّح ْي َحةُ ِمنَ ااْل َ َوا ِم ِر َوالنَّ َوا ِه ْى َوااْل ِ رْ َشادَا‬
َ ِ‫ت ل‬ ِ ‫ الص‬.
“Agama yakni agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam al-Quran dan yang terdapat dalam as-Sunnah yang shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat.
‫ح ْال ِعبَا ِد ُد ْنيَاهُ ْم َواُ ْخ َراهُ ْم‬
ِ ِ‫صال‬ ِ ‫ال ّديْنُ هُ َو َما َش َر َعهُ هللاُ َعلَى لِ َسا ِن اَ ْنبِيَاِئ ِه ِمنَ ااْل َ َوا ِم ِر َوالنَّ َوا ِه ْى َوااْل ِ رْ َشادَا‬
َ ‫ت ِل‬
“Agama adalah apa yang disyari'atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akhirat.
2. Ad Dunyaa (dunia)
ْ ‫ اَ ْنتُ ْم اَ ْعلَ ُم بِا َ ْم ِر ُد ْنيَا ُك ْم ه َُوااْل ُ ُموْ ُر الَّتِى لَ ْم يُ ْب َع‬: ‫ْال ُم َرا ُد بِا َ ْم ِر ال ُّد ْنيَا فِى قَوْ لِ ِه صلعم‬
‫ث اِل َجْ لِهَا ااْل َ ْنبِيَا ُء‬
Yang dimaksud "urusan dunia" dalam sabda Rasulullah s.a.w.: "kamu lebih
mengerti urusan duniamu" ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para

3
Nabi (yaitu perkara-perkara/ pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
3. Al ‘Ibadah (ibadah)
ُ‫صةٌ فَا ْال َعا َّمة‬
َّ ‫ع َو ِه َي عَا َّمةٌ َو َخا‬ ِ ‫ب نَ َواهَ ْي ِه َو ْال َع َم ِل بِ َما اَ ِذنَ بِ ِه ال َّش‬
ُ ‫ار‬ ِ ‫ْال ِعبَا َدةُ ِه َي التَّقَرُّ بُ اِلَى هللاِ بِا ْمتَثَا ِل اَ َوا ِم ِر ِه َواجْ تِنَا‬
َ ْ‫ت َم ْخصُو‬
‫ص ٍة‬ ٍ ‫ت َو َك ْيفِيَّا‬
ٍ ‫ت َوهَيَْئا‬ٍ ‫ع فِ ْيهَا بِج ُْزِئيَّا‬ ُ ‫ار‬ َ ‫صةُ َم‬
ِ ‫اح َّد َدهُ ال َّش‬ َّ ‫ع َو ْال َخا‬ ِ ‫َع َم ٍل اَ ِذنَ بِ ِه ال َّش‬
ُ ‫ار‬ ُّ‫ُكل‬
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan mentaati
segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:
a. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah.
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
4. Sabilillah
‫ضاهُ هللاُ ِم ْن ُك ِّل َع َم ٍل اَ ِذنَ هللاُ بِ ِه اِل ِ عْاَل ِء َكلِ َمتِ ِه َوتَ ْنفِ ْي ِذ اَحْ َكا ِم ِه‬ ِ ْ‫ق ْال ُمو‬
َ ْ‫ص ُل اِلَى َما يَر‬ ُ ‫َسبِ ُل هللاِ هُ َو الطَّ ِر ْي‬
Sabilullah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, berupa segala
amalan yang diizinkan oleh Allah untuk memuliakan kalimat (agama)-Nya dan
melaksanakan hukum-hukum-Nya.

5. Al Qiyaas (qiyas)
‫ت َو ُم َحا َو َر ٍة‬ ِ ‫ث ْال ُمْؤ تَ ِم ِر ْينَ فِى ثَاَل‬
ٍ ‫ث دَوْ َرا‬ ِ ْ‫ت يَ ْستَ ِم ُع فِ ْيهَا ْال ُمْؤ تَ َم ُر لِبُحُو‬
ٍ ‫ث َجلَ َسا‬
ِ ‫اس فِى ثَاَل‬ ِ َ‫ث َحوْ َل َم ْسَألَ ِة ْالقِي‬ ِ ْ‫بَ ْع ُد البَح‬
‫ْالفَ ِر ْيقَي ِْن فِى دَوْ َر ٍة َوا ِح َد ٍة‬ َ‫بَ ْين‬
Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan
mengadakan tiga kali pemandangan umum dan satu kali Tanya jawab antara kedua belak
pihak.
‫اآلرا ِء‬
َ َ‫ار يُتَّ َخ ُذ اِنَّ َما هُ َو تَرْ ِج ْي ٌع بَ ْين‬ َ َ‫ان َو َم َع ْال ِع ْل ِم اَ َّن ا‬
ٍ ‫ى قَ َر‬ ِ َ‫صا ِء ااْل َ ِدلَّ ِة الَّتِى َساقِهَا ْالفَ ِر ْيق‬ ِ ‫َوبَ ْع َد تَتَبِّ ُع َس ْي َر ْال ُمنَاقَ َسا‬
َ ‫ت َوا ْستِ ْق‬
‫ف‬
ٍ ِ‫ي ُمخَال‬ ‫ال اَ ِّ ْأ‬ َ ْ‫ ْال َم ْعرُو‬.
ٍ َ‫ض ِة ُدوْ نَ اِ ْبط‬
ٍ ‫ى َر‬
Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pembicaraan dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak dan dengan menginsyafi bahwa tiap-tiap keputusan
yang diambil olehnya itu hanya sekadar mentarjihkan di antara pendapat-pendapat yang
ada, tidak berati menyalahkan pendapat yang lain.

4
Karena Masalah Lima tersebut, masih bersifat umum, maka Majlis Tarjih terus
berusaha merumuskan Manhaj untuk dijadikan pegangan di dalam menentukan hukum.
Dan pada tahun 1985-1990, yaitu tepatnya pada tahun 1986, setelah Muktamar
Muhammadiyah ke-41 di Solo, Majlis Tarjih baru berhasil memutuskan:
a. Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah al-Quran dan al-
Hadits.
b. Bahwa dimana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat
dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tidak bersangkutan dengan
ibadah mahdlah pada hal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dan tegas) di
dalam al-Quran atau as-Sunnah shahihah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan
ijtihad dan istinbath dari pada nash-nash yang melalui persamaan 'illat, sebagaimana
telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf.
B. Dasar Hukum Masalah Lima
Muhammadiyah merupakan organisasi keislaman yang sudah mapan di Indonesia.
Saat ini ia memiliki sekitar puluhan juta anggota dan simpatisan di seluruh Indonesia, dan
bahkan menyebar ke negara-negara tetangga bahkan sampai ke negara yang jauh di Rusia
sekalipun.
KH Ahmad Dahlan mendirikan organisasi ini pada tahun 1912. Jauh sebelum
kemerdekaan Indonesia, dan baru pada tahun 1926 didirikan organisasi keislaman lainnya
yaitu Nahdhatul Ulama (kebangkitan ulama) pada tahun 1926 sebagai kawan bahu membahu
mensyiarkan Islam di bumi nusantara dengan cara masing-masing.
Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah merupakan dokumen awal
yang perlu diketahui dan dipelajari oleh kader Muhammadiyah. MKCH (demikian ia
disingkat) merupakan pedoman dasar memahami gerak langkah organisasi Muhammadiyah
di masa lalu dan ke depannya. Dalam bahasan MKCH dikenal istilah Masalah Lima yang
menjadi bahasan secara historiografis perkembangan Muhammadiyah sampai saat ini.
Masalah Lima (Masailul khomsah) merupakan rumusan awal tentang Islam menurut
pandangan Muhammadiyah tanpa ada rujukannya dari nashnya (baik Al Qur'an maupun As
Sunnah). Dari rumusan tersebut tercantum pandangan dasar tentang Islam menurut
pandangan Muhammadiyah yang tertuang dalam penjelasan mengenai AGAMA, DUNIA,
IBADAH, SABILILLAH, dan QIYAS.

5
1. Agama
AGAMA dalam pandangan Muhammadiyah adalah:
Agama yakni Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w. ialah apa yang
diturunkan Allah di dalam al-Quran dan yang terdapat dalam as-Sunnah yang shahih,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di
dunia dan akhirat.
Agama adalah apa yang disyari’atkan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya,
berupa perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk-petunjuk untuk kebaikan
manusia di dunia dan akhirat.
Agama yang dianut oleh para nabi sejak Nabi Adam AS sampai Nabi Muhammad
SAW adalah Islam.
2. DUNIA dalam pandangan Muhammadiyah adalah:
Yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah s.a.w.: “kamu lebih
mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para
Nabi (yaitu perkara-perkara/ pekerjaan-pekerjaan/urusan-urusan yang diserahkan
sepenuhnya kepada kebijaksanaan manusia).
3. IBADAH dirumuskan sebagai:
Ibadah ialah bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan menaati
segala perintah-perintah-Nya, menjauhi larangan-larangan-Nya dan mengamalkan segala
yang diizinkan Allah.
Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus:
a. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan Allah
b. Yang khusus ialah apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu.
4. SABILULLAH dirumuskan sebagai :
Sabilullah ialah jalan yang menyampaikan kepada keridhaan Allah, berupa segala
amalan yang diizinkan oleh Allah untuk memuliakan kalimat (agama)-Nya dan
melaksanakan hukum-hukum-Nya.
5. QIYAS

6
Setelah persoalan qiyas dibicarakan dalam waktu tiga kali sidang, dengan
mengadakan tiga kali pemandangan umum dan satu kali Tanya-jawab antara kedua belak
pihak
Setelah mengikuti dengan teliti akan jalannya pembicaraan dan alasan-alasan yang
dikemukakan oleh kedua belah pihak dan dengan menginsyafi bahwa tiap-tiap keputusan
yang diambil olehnya itu hanya sekadar mentarjihkan di antara pendapat yang ada, tidak
berati menyalahkan pendapat yang lain.
Memutuskan:
a. Bahwa dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah al-Quran dan al-
Hadits
b. Bahwa di mana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat
dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tidak bersangkutan dengan
ibadah mahdhah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dan tegas) di
dalam al-Quran atau as-Sunnah shahihah maka dipergunakanlah alasan dengan jalan
ijtihad dan istinbath dari pada nash-nash yang ada melalui persamaan ‘illat ;
sebagaimana telah dilakukan oleh ulama-ulama salaf dan khalaf.
C. Pentingnya Masalah Lima
Muhammadiyah merupakan gerakan keislaman yang sudah lama eksis di Indonesia,
didirikan tahun 1912 tetapi pergulatan pemikiran kemuhammadiyahan sudah muncul
sebelum tahun tersebut dalam diskusi dan aksi KH Ahmad Dahlan bersama dengan santri-
santrinya. Gerakan ini memiliki tujuan untuk mengantarkan jamaahnya ke pintu surga serta
juga sukses dalam kehidupan duniawiyah. Faham keagamaan menurut Muhammadiyah digali
dari sejarah berdirinya organisasi dan juga diskusi yang berlangsung antara sang pendiri
dengan para murid-murid generasi pertama serta dokumen-dokumen resmi keorganisasian.
Diantara dokumen-dokumen tersebut adalah Surat Al Ma’un, 17 kelompok ayat Al Qur’an
yang dipelajari oleh murid-murid KH Ahmad Dahlan, 7 kelompok falsafah
kemuhammadiyahan.
Faham Islam dalam Muhammadiyah adalah kembali kepada Al Qur’an dan As
Sunnah. Ialah faham Islam yang murni yang merujuk kepada sumber ajaran yang utama yaitu
Al Qur’an dan As Sunnah yang Shohihah dan Maqbulah serta berorientasi kepada kemajuan.
Kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah yang otentik dan dinamis.

7
Muhammadiyah mengusung gerakan kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah
karena keduanya merupakan sumber asli dari ajaran-ajaran Islam dengan ‘kebenaran mutlak’
yang bersifat terbuka, demikian merujuk kepada pernyataan KH Azhar Basyir. Selain itu
Muhammadiyah merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah dengan menggunakan akal pikiran
yang sesuai dengan jiwa ajaran Islam. Dengan demikian Muhammadiyah berdiri sebagai
gerakan yang berusaha benar-benar ‘membumikan’ ajaran Islam dalam kehidupan nyata.
Menjadikan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW sebagai pokok ajaran agama dengan
akal pikiran (ro’yun) sebagai pengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam
keduanya, juga mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al Qur’an dan
As Sunnah.
Akal pikiran yang dinamis dan progresif mempunyai peranan yang penting dan
lapangan yang luas dalam gerakan Muhammadiyah. Dengan demikian pintu ijtihad bagi
Muhammadiyah selalu terbuka agar ajaran Islam selalu sesuai dengan perkembangan jaman.
Untuk mengetahui lebih jelas mengenai pemikiran formal tentang faham keagamaan dalam
Muhammadiyah dapat dilihat pada Hasil Muktamar dan Musyawarah Nasional Tarjih
Muhammadiyah; 12 Langkah Muhammadiyah; Masalah Lima; Tafsir Muqaddimah
Anggaran Dasar Muhammadiyah; Matan Keyakinan Cita-Cita Hidup Muhamadiyah;
Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. 
Muhammadiyah mempraktekkan faham keagamaannya dalam kehidupan nyata.
Menerapkan dalil aqli dan naqli dalam praktik kehidupan bermasyarakat sehingga sampai
sekarang berkembang dan memiliki aset yang lumayan besar dengan gerakan di bidang
pendidikan, kesehatan, dakwah, kemasyarakatan dan sebagainya. Muhammadiyah bukan
gerakan kemarin sore yang hanya peduli pada isu-isu tertentu tanpa berbuat nyata.

D. Sejarah Perumusan Masalah Lima (Agama, Dunia, Ibadah, Sabilillah, Qiyas) menurut
Manhaj Muhammadiyah
Metode istimbath hukum Majelis Tarjih pada mulanya mengacu pada rumusan al-
masail al-khamsah atau mubtadi’ al-khamsah yang lahir tahun 1935. Pembahasan lebih
menyeluruh diselenggarakan pada 29 Desember 1954-3 Januari 1955 dalam Muktamar

8
Khusus Majelis Tarjih, dan ditanfidzkan pada 1964. Lima pokok masalah itu meliputi konsep
tentang (1) al-din, (2) al-dunya, (3) al-ibadah, (4) sabilillah, dan (5) al-qiyas (ijtihad).
Lima masalah ini terilhami dari realitas bahwa umat dalam kondisi belum mampu
menjadikan Islam sebagai agama yang konstekstual dan berkemajuan, sebagaimana
ungkapan Islam itu ya’lu wala yu’la ‘alaih. Kata Muhammad Abduh: al-islamu mahjubun bi
al-muslimin. Muhammadiyah ingin menjadikan pesan al-Qur’an dan Hadis membumi,
sehingga Islam bersinar cerah. Terilhami juga dari Qs Al-Hajj: 78, “Dia (Allah) sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu dalam agama ini suatu kesempitan.” Hadis, “Permudahkanlah
dan jangan mempersulit. Gembirakanlah dan janganlah membuat orang lari” dan “Kamu
lebih tahu urusan duniamu.” (Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, 2012)
Pertama, agama, (a) agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw ialah apa yang
diturunkan Allah dalam al-Qur’an dan yang tersebut dalam al-Sunnah maqbulah, berupa
perintah-perintah dan larangan-larangan serta petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan
akhirat, (b) agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya,
berupa perintah dan larangan serta untuk kebaikan-kebaikan manusia di dunia dan akhirat.
Kedua, yang dimaksud “urusan dunia” dalam sabda Rasulullah “Kamu lebih
mengerti urusan duniamu” ialah segala perkara yang tidak menjadi tugas diutusnya para
Nabi, (yaitu perkara/pekerjaan/urusan yang diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan
manusia).
Ketiga, ibadah adalah ber-taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalan
menaati segala perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, dan mengamalkan segala yang
diinginkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus (madhah dan gairu
mahdhah).
Keempat, sabilillah ialah jalan yang menyampaikan perbuatan seseorang kepada
keridhaan Allah, berupa segala amalan yang diizinkan Allah untuk memuliakan kalimat
(agama)-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya.
Kelima, ijtihad. Poin ini belum ada penjelasan secara rinci. Disebutkan, (a) bahwa
dasar mutlak untuk berhukum dalam agama Islam adalah al-Qur’an dan al-Hadis, (b) bahwa
dalam menghadapi persoalan yang telah terjadi dan sangat dibutuhkan untuk diamalkan,
mengenai hal-hal yang tidak bersangkutan dengan ibadah mahdlah, padahal untuk alasan
atasnya tidak terdapat nash sharih dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, maka dipergunakanlah

9
alasan dengan jalan ijtihad dan istimbath dari nash yang ada, melalui persamaan illat,
sebagaimana dilakukan oleh ulama salaf dan khalaf.

10
BAB III
PENUTUP

C. Kesimpulan
Perjalan Majlis Tarjih selama 77 tahun, memang penuh dengan tantangan dan
cobaan. Tugas yang diembannya untuk membimbing masyarakat Islam Indonesia, pada
umumnya dan warga Persyarikatan Muhammadiyah pada khususnya dalam masalah
keagamaan dan pengembangan pemikiran Islam, nampak begitu berat dan menuntut
adanya kesabaran dan perjuangan, serta pencarian yang tiada kenal putus asa. Sehingga
perbaikan,penyempurnaan serta pengembangan Majlis tarjih ini sangat mutlak
diperlukan,guna memberikan konstribusi-konstribusi yang bermanfaat bagi umat Islam
Indonesia.
D. Saran
Saya sadar bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak terdapat kekurangan karena
keterbatasan saya, untuk itu kritik dan saran amat kami harapkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas. Syeh Muhammad al- Naquib Aims and Objektive of Islamic education .
Tafsir Ayat-Ayat Pendidikan (Tafsir al-Ayatal-Tarbawiy). Jakarta: PT Raja Grafindo.
Kamus Al-MunawwirArab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progressif. M Yusuf,
Kadar. 2013.

12

Anda mungkin juga menyukai