Anda di halaman 1dari 13

BAB I

KONSEP WAHYU

A. Latar Belakang
Agama islam merupakan agama samawi atau agama yang diciptakan
langsung oleh Allah SWT, bukan berdasarkan logika manusia, oleh karena itu
Allah SWT menjadikan para nabi dan rasul-Nya sebagai perantara untuk
memberikan suatu perintah dan hukum dengan cara memberikan wahyu. Wahyu
berasal dari bahasa Arab, yaitu wahy yang berarti suara, cepat, dan tersembunyi.1
Secara estimologi wahyu adalah memberitahukan secara samar, tulisan, utusan,
ilham, perintah dan isyarat. Adapun secara terminologi adalah memberitahukan
hukum-hukum syariat, berita-berita, cerita-cerita atau kalam Allah Swt yang
diturunkan kepada nabi Muhammad Saw.
Didalam Al-Qur’an terdapat berbagai kata wahyu yang memiliki makna
yang berbeda-beda. Pertama, Ilham yang merupakan bawaan dasar manusia.
Kedua, Ilham yang berupa insting pada binatang. Ketiga,isyarat yang cepat berupa
rumus atau kode. Keempat, tipudaya dan bisikan setan kepada manusia untuk
berbuat buruk. Kelima, perintah Allah kepada para malaikatNya.
Adapun wahyu yang Allah berikan kepada para nabi adalah pemberitahuan
Tuhan kepada nabi-Nya tentang hukum-hukum Tuhan, dengan cara samar tapi
meyakinkan nabi bahwa apa yang adalah benar-benar dari Allah. Sama halnya
dengan Muhammad Abduh, ketika ia mendefinisikan wahyu dengan pengetahuan
yang didapat seseorang dari dalam dirinya dengan disertai keyakinan pengetahuan
itu berasal dari Allah baik melalui perantara ataupun tidak. Jadi, Allah tidak serta
merta menurunkan wahyu lalu membiarkan nabi dan rasulNya kebingungan,
melainkan Allah berikan keyakinan pada hati dan diri mereka bahwasanya wahyu
itu benar dan datang dari Allah.2
Allah memberikan wahyu kepada para nabi dan rasul-Nya melalui
malaikat Jibril, malaikat Jibril adalah malaikat yang bertugas untuk memberikan
wahyu kepada para nabi dan rasul. Adapun cara Allah memberikan wahyu kepada

1
M. kholid mushlih, Worldview Islam, (Siman: Direktorat Islamisasi Ilmu UNIDA Gontor, 2019),
Hal.90
2
https://wislah.com/wahyu-pengertian-cara-turun/
malaikat yaitu dengan cara menurunkan wahyu kepadanya dengan berbicara
menggunakan lafal khusus kepada malaikat dimana prosesnya tidak dapat
dijangkau oleh akal kita.
Sebagaimana firman Allah dalam QS.Al Buruj ayat 21-22 bahwa Alquran
berada di lawh al-mahfudz, “Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Alquran
yang mulia yang tersimpan dalam Lawh Al Mahfudz”. Dari keterangan Ayat
tersebut dapat kita pahami bahwa Jibril membawa Wahyu dari lawh al-
mahfudz ke bayt al-‘izzah.3
dan dalam penyampaiannya Jibril memiliki berbagai cara, terkadang
menampakan wujud aslinya dan terkadang berwujud seperti manusia yang
berbangsa arab, terkadang membisikkan wahyu itu ke dalam hati para nabi dan
rasul sehingga mereka tiba-tiba mengetahui suatu permasalahan dan banyak cara
lain.
Jenis Wahyu
Secara ijtihadiy para ulama membagi wahyu menjadi dua. Pertama, wahyu
jaliy atau wahyu mastur yaitu wahyu yang tertulis di lawh al-mahfuz. Kedua,
wahyu khafiy atau sunnah nabawiyah, yaitu wahyu Allah secara makna namun
lafadznya dari Rasulullah SAW. Sebagaimana firman Allah dalam Qur’an surat
An-Nahl ayat 44 “dan telah kami turunkan kepadamu wahai Muhammad (Adz-
Dzikr) agar kamu menjelaskan apa yang diturunkan atas mereka”. Jika kita teliti
lebih jauh lagi terdapat beberapa kesamaan antara wahyu jalyi dan khafiy.
Pertama, kedua-duanya berasal dari Allah. Kedua, keduanya diturunkan khusus
kepada nabi Muhammad SAW. Ketiga, masing-masing mengandung perintah
syariat dan hukum-hukum dari Allah SWT.4
Perbedaan wahyu dan kasyf
Pertama, wahyu diturunkan kepada para nabi, sedangkan kasyf dimiliki
oleh orang yang sudah mencapai tingkatan ma’rifah billah. Kedua, derajat kasyf
lebih rendah daripada wahyu, kasyf hanya sampai tingkatan temuan belum
mencapai tingkatan yakin, maka dapat disimpulkan bahwa wahyu hanya diberikan
kepada para nabi dan rasul Allah, sedangkan kasyf sesuatu yang diberikan kepada

3
Muhammad Arif, jurnal konsep wahyu dalam Al-qur’an,(Yogyakarta,2016). Hal.89
4
https://Kumpulanmakalah100.Blogspot.Com.
manusia yang telah mencapai derajat ma’rifah, berupa lintasan pikiran atau ilham
yang waktunya hanya sebentar.5

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari wahyu?
2. Bagaimana cara turun dan penyampaian wahyu?
3. Apakah perbedaan antara wahyu dan ilham?

C. Tujuan Pembahasan
1. Dapat memahami pengertian dari wahyu
2. Mengetahui cara turun dan penyampaian wahyu
3. Dapat membedakan antara wahyu dan ilham

BAB II
5
M. kholid mushlih, Worldview Islam, (Siman: Direktorat Islamisasi Ilmu UNIDA Gontor, 2019),
Hal.92.
PEMBAHASAN

1. Pengertian Wahyu
Wahyu berasal dari kata waha yuha wahyun, yang memiliki arti suara,
cepat, tersembunyi. Sedangkan secara terminologi wahyu adalah memberikan
hukum-hukum syariat, cerita-cerita, atau kalam Allah yang diturunkan pada nabi
Muhammad SAW.6
Namun para ulama memiliki beberapa pendapat mengenai makna dari
wahyu berikut pengertian Wahyu Menurut Para Ulama ,Syekh Muhammad Abduh
dalam kitab tauhidnya menjelaskan bahwa “Wahyu adalah pengetahuan yang
didapat seseorang pada dirinya sendiri dengan keyakinan yang penuh, bahwa
pengetahuan itu datang dari Allah baik melalui perantara ataupun tidak dan yang
pertama berupa suara yang didengar atau tanpa suara.”
Pendapat yang lain mengatakan bahwa “Wahyu adalah kalam Allah Swt.
yang diturunkan kepada salah seorang dari nabi-nabiNya.’’

Proses turunnya Wahyu


Para ulama secara umum membedakan proses pewahyuan menjadi dua.
Pertama, berupa firman Allah kepada malaikat, lalu setelah itu memerintahkan
malaikat untuk turun ke bumi dan menyampaikan secara identik kata per kata
huruf per huruf. Wahyu yang dimasukkan dalam kategori ini adalah Alquran.
Kedua, Allah memberikan pernyataan kepada malaikat, lalu memberikan perintah
kepada malaikat untuk menyampaikan makna pernyataan itu melalui kalimat yang
dikehendaki Allah sang utusan secara otonom. Wahyu yang dimasukkan dalam
kategori ini adalah hadist.7
Cara malaikat menyampaikan firman Allah kepada Nabi dengan berbagai
cara. Terkadang dengan cara menemui sang nabi baik dalam wujud aslinya atau
dalam wujud seorang manusia, mendiktekan pernyataan-pernyataan yang akan
disampaikannya. Terkadang malaikat membisikan pernyataan itu ke dalam hati
Sang nabi sehingga seakan-akan nabi mengetahui begitu saja suatu permasalahan.

6
M. kholid mushlih, Worldview Islam, (Siman: Direktorat Islamisasi Ilmu UNIDA Gontor, 2019),
Hal.90
7
Https://muslim.okezone.com/cara-Allah-sampaikan-wahyu-pada-rasulullah-SAW.
Terkadang, dalam kondisi sang nabi mendengar seperti suara gemerincing
lonceng walaupun orang sekitarnya tidak mendengar. Selain itu semua Terkadang
Allah menyampaikan wahyu dengan berbicara langsung kepada nabi dari balik
tabir.
Dalam majalah Gema Islam No.11 yang terbit pada 1 Juli 1962, Prof
DR Hamka atau yang biasa kita kenaln dengan Buya Hamka mendapat pertanyaan
dari seorang pembaca karyanya. Seseorang yang bernama T Bahry Muchsin dari
Bogor itu menanyakan, bagaimana kedudukan sabda Nabi: "Agama adalah akal,
tidak ada agama bagi orang yang tidak berakal.". Kemudian, T Bahry Muchsin
mempertanyakan, jika hadits itu dihubungkan dengan peristiwa Isra Mi'raj Nabi
Muhammad SAW, mungkinkah wahyu Illahi itu ada yang tidak ma'qul atau tidak
masuk akal? Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka menegaskan bahwa peristiwa
Isra Mi'raj bukanlah tidak masuk akal.
Hanya saja, memang pada saat itu mustahil menurut adat kebiasaan dan
kemampuan. Di dalam ini banyak hal-hal yang belum diterima oleh akal kita.
Karena, belum sampai pada masanya dan belum diketahui rahasianya. "Misalnya,
pada 150 tahun yang lalu, kalau dikatakan manusia bisa terbang cepat dari Jakarta ke
Makkah dalam waktu satu malam saja, maka orang akan berkata itu tidak masuk
akal, meskipun bisa dibayangkan dalam pikirannya. Dan, sekarang hal itu bukanlah
sesuatu yang aneh lagi," kata Buya Hamka.
Di dalam pengajian ilmu, akal dibagilah 'Ujud' (yang ada) itu kepada
beberapa bagian:
1. Ujud Khariji:
Ada yang dapat disaksikan oleh pancaindra seperti penglihatan,
pendengaran, dan perasaan karena dia ada di diri kita.
2. Ujud Zihni:
Ada yang bisa dikhayalkan oleh pikiran kita, meskipun dia belum terjadi
pada kenyataan. Misalnya orang terbang ke langit atau Gunung menjadi emas,
atau runtuh jadi danau. Hal ini bukanlah mustahil pada akal, meskipun mustahil
pada adat.
3. Ujud Ilmi:
Ada dalam pengetahuan, meskipun belum ada dalam kenyataan. Misalnya
seorang arsitek menggambarkan terlebih dahulu dalam ingatannya berapa besar
rumah yang akan didirikan, berapa semen terpakai, berapa paku, besi, kayu, dan
sebagainya. Padahal rumahnya sendiri belum ada. Sebab itu maka alam sebelum
terjadi, sudah ada dalam ilmu Allah ta'ala.

Adapun yang mustahil yang kurang masuk akal misalnya mengatakan bahwa
alam terjadi sendirinya, Tuhan yang menciptakan alam tidak ada. Atau sebagai
kepercayaan bahwa Tuhan Allah beranak atau Tuhan itu tidaklah satu tetapi tiga dan
bukan Dia semata-mata tiga, tetapi dia satu.

Maka kepercayaan orang Islam tentang adanya Isra dan Mi'raj bukanlah
mereka menganut suatu kepercayaan yang tidak masuk di akal, melainkan suatu
kepercayaan yang tidak mungkin pada pada adat dan kebiasaan, karena belum
pernah terjadi sebelumnya. Tetapi, dia dapat diterima oleh akal. sebab dapat
dikhayalkan dan dibayangkan dalam ingatan. Termasuk dalam lingkungan 'Ujud
Zihni'. Menurut Buya Hamka, dalam rangka ini maka selain dari memegang teguh
kepercayaan seperti yang telah diterangkan dalam Al quran muslim percaya penuh
bahwa Nabi Isa Al masih lahir ke dunia dari Maryam, dengan tidak disentuh oleh
laki-laki manapun. Karena kelahiran demikian dapat dibayangkan oleh ingatan
(ujud zihni).8 Hanya saja mustahil pada adat, karena belum pernah terjadi
sebelumnya menurut yangbeberapa pendapat orang . Tetapi , orang Islam tidak dapat
percaya bahwa Isa itu anak Allah, karena mustahil Tuhan Allah Yang Maha Kuasa
mutlak, memerlukan seorang anak buat teman sejawatnya dan membagi kebesaranya
dengan Dia, dan lebih tidak perlu lagi menurut akal dia akan beranak, yaitu anak
yang menganggur tidak ada kekuasaannya yang mutlak, sebab kuasa mutlak ada
pada Allah.

Membahas tentang Isra dan Mi'raj terdapat beberapa perbedaan pendapat di


antara ulama ulama islam . Jumhur ulama yang terbanyak berpendapat Nabi
Muhammad itu Isra dan Mi'raj dengan tubuh dan nyawanya, dan ada pula yang
percaya bahwa perjalanan Isra dan Mi'raj itu adalah seperti mimpi, yaitu nyawa
8
Majalah Gema Islam No.11 terbit pada 1 Juli 1962.
beliau saja , dan tidak ada dalam kalangan Islam yang menuduh kafir golongan yang
percaya Nabi Isra dan Mi'raj dengan nyawa saja itu.

Jika golongan itu akan dituduh kafir, tidak semata-mata karena kepercayan
itu. Dan ada pula yang memiliki kepercayaan bahwa Nabi Muhammad Isra ke Baitul
Maqdis dengan nyawa dan badannya, sedang Mi'raj-nya ke langit adalah hanya
dengan nyawanya saja . Dan, setengah ulama salaf tidak mau membahas antara jiwa
atau raganya yang ikut . Oleh karena itu, Buya Hamka memiliki pendapat ,
mengenai pertanyaan T Bahry Muchsin dari Bogor, "Adakah wahyu Ilahi itu yang
tidak ma'qul?" Maka, dengan tegas Buya Hamka menjawab, "Tidak ada wahyu Ilahi
yang tidak ma'qul."

B. Turunnya Wahyu dan Penyampaiannya


Asbabun Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang mengiringi turunnya
wahyu (al-Qur’an), di mana peristiwa atau kejadian ini dapat berupa pertanyaan
ataupun memang murni peristiwa atau kejadian yang terjadi bersamaan dengan
turunnya wahyu (baik sebelum maupun sesudah) maupun terjadi selama bentang
waktu turunnya al-Qur’an yakni selama 23 tahun, dan wahyu atau ayat al-Qur’an
tersebut secara kandungan berkaitan dengan peristiwa atau kejadian tertentu itu.
Catatan yang harus digarisbawahi adalah bahwa Asbab Nuzul haruslah berupa
riwayat yang shahih. Adapun jika menggunakan pendapat kesejarahan yang
memuat informasi keadaan sosial dan antropologis di masyarakat Arab saat
wahyu turun, maka harus berdasar pada data yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan.9
Harus benar-benar memahami definisi dan makna dari Asbabun Nuzul. Jadi
pemahaman atas Asbabun Nuzul tidak boleh didasari oleh makna secara bahasa,
“sebab turun”. Melainkan harus berdasarkan pada makna istilah atau
terminologinya. Maka Asbab Nuzul bukan “sebab” turunnya wahyu, tetapi
peristiwa atau kejadian yang mengiringi turunnya wahyu dan wahyu tersebut
secara kandungannya memang memiliki hubungan dengan peristiwa atau kejadian
tersebut. Tanpa adanya “sebab” sekalipun, wahyu akan tetap turun dan menjadi
petunjuk kepada umat Islam melalui Nabi Muhammad. Asbabun Nuzul

9
Hamka, Pelajaran Agama Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), Hal.41
merupakan alat bantu dalam memahami isi kandungan al-Qur’an. Mufassir
bahkan menetapkan bahwa Asbabun Nuzul merupakan kunci memahami maksud
al-Qur’an.
Salah satu pendapat yang populer adalah pendapat al-Wahidi yang
menyatakan:

‫ال ميكن معرفة تفسري األية دون الوقوف على قصتها وبيان نزوهلا‬
“La yumkinu ma’rifatu tafsiril ayah duna al-wuquf ‘ala qishshatiha wa bayani
nuzuliha”
“Tidak mungkin mengetahui penafsiran ayat tanpa bergantung atau mengetahui
kisah-kisah (yang ada di baliknya) dan penjelasan turunnya (mengenai keadaan
atau peristiwa yang terjadi saat wahyu turun)”.10
Menurut Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri dalam bukunya Sirah
Nabawiyah (2012, Pustaka Al-Kautsar). Mengutip Ibnu Qayyim, dijelaskan
bahwa ada tujuh cara Allah SWT menyampaikan wahyu kepada Nabi Muhammad
SAW yaitu sebagai berikut:

Pertama, mimpi yang hakiki atau benar. Mimpi ini termasuk salah satu
permulaan media penyampaian wahyu yang turun kepada Nabi Muhammad SAW.
Kedua, melalui bisikan dalam jiwa dan hati Nabi tanpa diihatnya. Nabi
Muhammad SAW berkata:
‫ِع‬ ‫ِم‬ ‫ِع‬
‫ وتستو َب‬، ‫ أَّن نفًس ا َلن متوَت حىَّت تستك َل أجَلها‬، ‫إَّن ُر وَح الُقُد ِس نفَث يف ُر و ي‬
‫ وال حَي ِم َلَّن أحَد كم استبطاُء الِّر زِق أن يطُلَبه‬، ‫ وأِمج ُلوا يف الَّطَلِب‬، ‫ فاَّتقوا اَهلل‬، ‫رزَقها‬
‫ فإَّن ا تعاىل ال ناُل ما عنَد ه إاَّل ِبطا ِتِه‬، ‫َمبعصيِة اِهلل‬
‫َع‬ ‫ُي‬ ‫َهلل‬
“Sesungguhnya Ruhul-Qudus menghembuskan ke dalam diriku, bahwa
suatu jiwa sama sekali tidak akan mati hingga disempurkan Rezekinya. Maka
bertakwalah kepada Allah, baguskan dalam meminta, dan janganlah kalian
menganggap lamban datangnya rezeki, sehingga kalian mencarinya dengan cara

10
Ghanim Bin Khaduri, Muhadarat fi ulum Al-Qur’an, (Oman: Dar Amar, 2003), Hal.25-27
mendurhakai Allah, karena apa yang di sisi Allah tidak akan bisa diperoleh
kecuali dengan menaati-Nya.’’

Ketiga, malaikat muncul di hadapan Nabi Muhammad SAW dengan


menyerupai manusia. Malaikat menyerupai seoarng laki-laki menemui secara
langsung kepada Nabi. Lalu, ia berbicara dengan Nabi hingga bisa menangkap
secara langsung apa yang dibicarakan. Bahkan, dalam hal ini terkadang para
sahabat juga bisa melihat penjelmaaan malaikat.
Keempat, wahyu datang menyerupai gemerincing lonceng. Wahyu ini
dianggap wahyu paling berat dan malaikat tidak dapat dilihat oleh pandangan
Nabi. Dahi Nabi sampai berkerut dan mengeluarkan keringat sekalipun pada
waktu yang sangat dingin. Bahkan, hewan yang ditunggangi Nabi menderum ke
tanah. Wahyu seperti ini pernah terjadi ketika paha beliau berada di atas Zaid bin
Tsabit, sehingga Zaid merasa keberatan dan hampir saja tidak kuat menahannya.
Kelima, malaikat melihatkan rupa aslinya. Melasir laman MUI disebutkan,
peristiwa seperti ini pernah terjadi dua kali kepada Nabi. Malaikat mendatangi
Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah kepada beliau.
Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam surat An-Najm. Dan
sebagaimana pada peristiwa pemberian wahyu di gua hira, nabi melihat langsung
wujud malaikat sampai menggigil dan sakit.
Keenam, Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi. Kejadian ini
terjadi di lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj. Wahyu ini berisi kewajiban
untuk melaksanakan sholat dan lain-lain.
Ketujuh, Allah berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara. Dalam
hal ini, sebagaimana Allah telah berfirman dengan Musa bin Imran. Wahyu
semacam ini berlaku bagi Musa berdasarkan ayat Al Quran. Sedangkan Nabi
Muhammad terjadi dalam hadist tentang Isra.11
C. Perbedaan Wahyu dan Ilham
Ustadz Muhammad Abduh membedakan antara wahyu dengan ilham.
Ilham itu perasaan yang diyakini jiwa sehingga terdorong untuk mengikuti apa
yang diminta, tanpa mengetahui darimana datangnya. Hal seperti itu serupa
dengan rasa lapar, haus sedih dan senang.

11
Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (2012, Pustaka Al-Kautsar).
Wahyu adalah perintah Allah yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul
melalui perantara malaikat jibril dalam keadaan cepat dan rahasia. Tetapi Allah
juga menurunkan wahyu secara
langsung tanpa perantara malaikat jibril.
Ilham adalah suatu perasaan emosional yang dipercaya oleh jiwa yang
karnanya jiwa itu terdorong untuk melakukan hal yang dikehendaknya oleh
dorongan Ilham itu,tanpa disertai
kesadaran jiwa sendiri dari mana datangnya, contohnya seperti lapar, dahaga,
sedih, senang dan sebagainya.12

12
https://studocu.com/id/document/universitas-islam-negri-sunan-kalijaga-yogyakarta/perbedaan-
alqur’an-dan-wahyu/.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Wahyu adalah suara,cepat dan tersembunyi sedangkan dalam etimologi
wahyu adalah memberikan hukum-hukum syariat, cerita-cerita, atau kalam Allah
yang diturunkan pada nabi Muhammad SAW. Dan terdapat perbedaan antara
makna wahyu dan ilham.
Wahyu adalah perintah Allah yang diturunkan kepada Nabi atau Rasul
melalui perantara malaikat jibril dalam keadaan cepat dan rahasia.
Sedangkan ilham adalah perasaan yang mendorong kita untuk melakukan
sesuatu yang dikehendaki oleh keinginan tersebut tanpa tau dari mana datangnya.
Dalam penyampaiannya wahyu dibagi menjadi tujuh. Diantaranya :
Pertama, melalui mimpi yang disertai rasa kepercayaan terhadap mimpi
tersebut bahwasanya mimpi itu datangnya dari Allah dan tidak diragukan lagi
kebenarannya.
Kedua, penyampaian wahyu dengan cara malakat membisikkannya ke
dalam hati para nabi dan rasul tanpa dilihat oleh mereka.
Ketiga, dengan cara muncul dihadapan nabi dengan menjelma sebagai
seorang manusia biasanya seorang yang berwajah bangsa arab, biasanya dengan
cara ini para sahabat pun dapat melihat manusia ini.
Keempat, dengan suara gemerincing lonceng, wahyu yang satu ini
merupakan wahyu yang paling berat yang pernah dialami nabi, dahi beliau sampai
berkerut dan berkeringat walaupun dalam cuaca dingin sekalipun.
Kelima, malaikat melihatkan rupa asli sang malaikat. Melasir laman MUI
disebutkan, peristiwa seperti ini pernah terjadi dua kali kepada Nabi. Malaikat
mendatangi Nabi untuk menyampaikan wahyu seperti yang dikehendaki Allah
kepada beliau. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Allah di dalam surat An-
Najm. Dan sebagaimana pada peristiwa pemberian wahyu di gua hira, nabi
melihat langsung wujud malaikat sampai menggigil hingga kerumahnya dan sakit.
Keenam, Wahyu yang disampaikan Allah kepada Nabi melalui balik tabir.
Kejadian ini terjadi di lapisan-lapisan langit pada malam Mi’raj. Wahyu ini berisi
kewajiban untuk melaksanakan sholat dan lain-lain.
Ketujuh, Allah berfirman langsung kepada Nabi tanpa perantara. Dalam
hal ini, sebagaimana Allah telah berfirman dengan Musa bin Imran. Wahyu
seperti ini berlaku bagi Musa berdasarkan ayat Al Quran. Sedangkan Nabi
Muhammad terjadi dalam hadist tentang Isra.
Tidak semua orang bisa mendapatkan wahyu, melainkan hanya nabi dan
rasul saja yang mendapatkannya dari Allah, sedangkan ilham orang orang beriman
atau orang orang yang shaleh bisa mendapatkannya, karena ilham memiliki makna
petunjuk.
Daftar Pustaka

Arif, Muhammad. 2016. jurnal konsep wahyu dalam Al-qur’an. Yogyakarta.


Hamka. 1987. Pelajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
https://wislah.com/wahyu-pengertian-cara-turun/
https://studocu.com/id/document/universitas-islam-negri-sunan-kalijaga-
yogyakarta/perbedaan-alqur’an-dan-wahyu/.
https://muslim.okezone.com/cara-Allah-sampaikan-wahyu-pada-rasulullah-SAW
https://Kumpulanmakalah100.blogspot.com.
https://wislah.com/wahyu-pengertian-cara-turun/
Khaduri, Ghanim Bin. 2003. Muhadarat fi ulum Al-Qur’an. Oman: Dar Amar.
Majalah Gema Islam No.11 terbit pada 1 Juli 1962.
Mushlih, muhammad kholid. 2019. Worldview Islam. Siman: Direktorat
Islamisasi
Ilmu UNIDA Gontor.
Syekh Shafiyarrahman Al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah (2012, Pustaka Al-
Kautsar).

Anda mungkin juga menyukai