Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH

PERBEDAAN AL-QUR’AN, HADIS NABAWI,


DAN HADIS QUDSI
Ditujukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah :
“Pengantar Studi Al-Qur’an”

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz,M.Ag,
Asisten :
(1) Ati’ Nursyafa’ah, M.Kom.I,
(2) Baiti Rahmawati, M.Sos,
(3) Moch. Husnan, S.Kom.
Disusun Oleh:
Ilfa Walidatul Alif (04020222032)
PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT,


yang atas rahmat-Nya dan Karunianya saya dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul ‘’Perbedaan Al-
Qur’an, Hadis Nabawi, dan Hadis Qudsi’’ yang
merupakan tugas individu ini tepat pada waktunya.

Makalah ini dirangkai dengan maksud untuk


melengkapi tugas mata kuliah Studi Al-Qur’an.
Disamping itu, makalah ini juga dibuat sebagai bahan
penambah wawasan bagi pembaca dan penulis sendiri .

Tak lupa saya ucapkan terimakasih kepada Bapak


Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz,M.Ag, beserta asistennya
yakni ibu Ati’ Nursyafa’ah M.Kom.I, Ibu Baiti
Rahmawati, M.Sos, dan bapak Moch. Husnan, S.Kom.
selaku dosen mata kuliah studi Al-Qur’an yang sudah
membimbing dan menyampaikan materi, sehingga saya
dan juga teman-teman mendapatkan pengetahuan serta
wawasan mengenai Studi Al-Qur’an.
Saya juga mengucapkan terimakasih kepada
teman-teman, yakni nafisa pradana, silva dwi wardah,
nahdiah islahun nikmah, Syahrul fatah dan anisa aulia
putri, yang telah berbagi sebagian ilmu pengetahuan,
sehingga saya mendapatkan pengetahuan serta wawasan
mengenai studi Al-Qur’an.

Saya berharap makalah ini bisa di mengerti dan


bermanfaat untuk kita semua. Meskipun kami menyadari
dalam pembuatan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak selalu saya harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Demikianlah makalah ini saya buat, bila terdapat


salah kata dari saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Surabaya, 11 September 2022

Penyusun,
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................1

KATA PENGANTAR....................................................i

DAFTAR ISI.................................................................iii

BAB I.............................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................3

1.3 Tujuan Penulisan............................................3

2.1 Perbedaan Wahyu dan Ilham............................4

2.2 Perbedaan dan persamaan Al-Qur’an dan


Hadis Qudsi................................................................10

2.3 Perbedaan dan persamaan Al-Qur’an dan


Hadis Nabawi.............................................................28

BAB III.........................................................................49

3.1 Kesimpulan.....................................................49

DAFTAR PUSTAKA..................................................52
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Al- Qur’an merupakan kalam Allah


SWT. Yang mengandung mu’jizat yang
diturunkan untuk nabi Muhammad SAW.
Melalui malaikat Jibril dan ditulis dalam mushaf,
serta disampaikan dengan mutawatir dan
merupakan ibadah mulai dari awal surat sampai
akhir surat. 1. Al-Qur’an sebagai wahyu illahi
merupakan kitab terakhir2, Terdapat banyak
beberapa penelitian mengkaji pengaruh agama,
melalui al-Qur’an. Jika ditinjau baik dari hal-hal
yang bersifat teoritis ataupun secara praktis,
hadis merupakan penafsir al-Quran. Hal ini
mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan

1 Abd. Basid Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis Vol. 21,
No. 1 (Januari 2020), hlm.175
2 Muhammad Barir, Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis,
Vol. 15, No. 1, Januari 2014 hlm. 3

1
perwujudan dari al-Quran yang ditafsirkan untuk
manusia,

Kata "hadis" atau al-hadis menurut


bahasa, berarti aljadid (sesuatu yang baru), lawan
kata dari al-qadim (sesuatu yang lama). Kata
hadis juga berarti al-khabar (berita), 3 yaitu
sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain. Kata jamaknya
ialah al-ahadis.4 Hadis merupakan sumber hukum
islam yang kedua setelah Al-Qur’an. Dengan
demikian hadis menjadi penjelas dari apa yang
termasuk dalam Al-Qur’an. Jika ditinjau baik
dari hal-hal yang bersifat teoritis ataupun secara
praktis, hadis merupakan penafsir al-Quran. Hal
ini mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan
perwujudan dari al-Quran yang ditafsirkan untuk

3 Zuhdi, Ahmad, dkk. (2021). Studi Al-Qur’an. Surabaya: UIN


Sunan Ampel Press.

4 Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis| al-Nabawi, (Riyad}: al-Maktab


al-Islami, 1972 M/1392 H), 13 dan al-Tirmisi, Manhaj zawi al-
Nazar (Beirut: Dar al-Fikr, 1974), 8

2
manusia5, Selain itu keduanya wajib diikuti baik
perintahnya maupun larangannya6. Karena itu
sangat penting dan mendasar mengetahui
pembagian hadis dan sumbernya yaitu Hadis
Qudsi dan Hadis Nabawi.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa perbedaan wahyu dan ilham ?


2. Apa perbedaan dan persamaan Al-Qur’an dan
Hadis Qudsi ?
3. Apa perbedaan dan persamaan Al-Qur’an dan
Hadis Nabawi?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui perbedaan wahyu dan ilham


2. Mengetahui perbedaan dan persamaan Al-
Qur’an dan Hadis Qudsi
3. Mengetahui perbedaan dan persamaan Al-
Qur’an dan Hadis Nabawi

5 Yusuf Al-Qardhawi, Kaifa Nata’amal Ma’a Al-Sunnah Al-


Nabawiyah..., 17.
6 Pipin Armita Penetapan Hadis Sebagai Hujjah Dalam Menjawab
Isu-Isu Kontemporer Vol. 18, No. 1, Januari 2017 hlm.33

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perbedaan Wahyu dan Ilham

Meskipun secara bahasa tidak ada


perbedaan antara wahyu dan ilham, namun
keduanya adalah dua sisi yang membedakan
kualitas manusia: antara nabi dan bukan nabi.
Ilham diberika kepada setiap manusia,
sedangkan wahyu hanya diberikan kepada para
nabi. Al-Wahyu (wahyu) adalah kata masdar
(infinitif). Dia menunjuk pada dua pengertian
dasar, yaitu, tersembunyi dan cepat. Oleh sebab
itu, dikatakan, “Wahyu ialah informasi secara
tersembunyi dan cepat yang khusus ditujukan
kepada orang tertentu tanpa diketahui orang lain.
Namun, terkadang juga bermaksud al-muha,
yaitu pengertian isim maf’ul, maknanya yang
diwahyukan, dalam Al-Qur’an wahyu diulang
sebanyak 78 kali, yaitu dalam bentuk kata benda
(isim) sebanyak 6 kal, dan dalam bentuk kaya

4
kerja (fi’il) sebanyak 72 kali.7 Wahyu8 secara
bahasa diartikan sebagai isyarat yang cepat, bisa
juga diartikan sesuatu yang diturukan,
disingkapkan atau diumumkan9 Meski keduanya
berasal dari Allah SWT, namun cara
penerimaannya berbeda. Ilham adalah
penyusupan makna, pemikiran, kabar, atau
hakikat dalam hati lewat limpahan karunia bati
dari Allah SWT. jalan untuk mendapatkan ilham
bisa lewat usaha rohani maupun tanpa usaha
(Yusuf Qardhawi, 1997: 16). Ketika menafsirkan
surat al-syams [91]: 8, “maka Allah meng
ilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketakwaannya”, Quraish Shihab (2002: XV: 297)
menulis pemahaman tentang ilham:
“memang ilham atau intuisi datang secara
tiba-tiba tanpa disertai analisis sebelumnya,
kedatangannya bagaikan kilat dalam sinar dan

7 Muhammad Fuad 'Abd al-Baqi, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz


al-Qur'an al-Karim (Beirut: Dar al-Fikr, 1981), hlm. 468-469
8 Ziaul Haque, Wahyu dan Revolusi, terj. E. Setiyawati Al-Khattab
(Yogyakarta: LKiS, 2000), hlm.9.
9 Herni Indriani jurnal KONSEP WAHYU MENURUT AL-QUR’AN
hlm. 2

5
kecepatannya, sehingga manusia tidak bisa
menolaknya, sebagaimana tidak dapat pula
mengundang kehadirannya. Potensi ini ada pada
setiap insan, walaupun peringkat dan
kekuatannya berbeda antara seseorang dengan
yang lain”
Setiap manusia pasti mendapatkan
pengetahuan mengenai hal yang baik dan buruk
berdasarkan akalnya, pengetahuan ini merupakan
ilham dari Allah SWT. kelanjutan pengetahuan
dalam sikap dan perbuatan merupakan kehendak
manusia. Agar manusia cenderung berbuat baik
dan meninggalkan perbuatan buruk, maka Allah
SWT mengutus para nabi yang telah
mendapatkan wahyu dari -nya. Dengan demikian,
Allah SWT maha pemgasih dan maha
penyayang, karena memberikan ilham kebaikan
dan keburukan kepada manusia menuju jalan
yang benar.
Manusia dengan akalnya yang diberi
ilham saja tidak cukup untuk menapaki jalan
kebenaran. Tidak jarang keinginannya

6
menerobos kebenaran yang diyakininya,
sehingga kebenaran menjadi subyektif yang
diukur sesuai dengan keinginannya. Menerobos
kebenaran yang diyakininya. karena itu, wahyu
sangat diperlukan bagi manusia.wahyu tidak
hanya disampaikan, tetapi juga harus
dilaksanakan oleh penerima wahyu. Hanya
manusia pilihan Allah SWT yang diberi wahyu.
Dengan wahyu yang diterimanya para nabi wajib
melaksanakannya sekaligus menjadi contoh
dalam pelaksanaannya. Sesungguhnya, para nabi
hanya manusia biasa, sebagaimana manusia pada
umumnya, sebagaimana ditegaskan dalam surah
al-Kahfi ayat 110:

َ‫َّاح ۚ ٌد فَ َم ْن َكان‬
ِ ‫ي اَنَّ َمٓا اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ و‬َّ َ‫قُلْ اِنَّ َمٓا اَن َ۠ا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُوْ ٰ ٓحى اِل‬
ࣖ ‫صالِحًا َّواَل يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َرب ٖ ِّٓه اَ َحدًا‬ َ ‫يَرْ جُوْ ا ِلقَ ۤا َء َرب ِّٖه فَ ْليَ ْع َملْ َع َماًل‬

“Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya


aku ini hanya seorang manusia seperti kamu,
yang telah menerima wahyu, bahwa
sesungguhnya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang

7
Maha Esa.” Maka barangsiapa mengharap
pertemuan dengan Tuhannya maka hendaklah
dia mengerjakan kebajikan dan janganlah dia
mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam
beribadah kepada Tuhannya.”

Al-Qur’an adalah hasil wahyu, bukan


ilham. Ketika menerima wahyu al-Qur’an , badan
Nabi SAW terasa berat hingga keringatnya
bercucuran. Meski demikian, Nabi SAW senang
menerimanya. Nabi SAW pernah tidak menerima
wahyu dalam jangka waktu yang lama. Nabi
SAW sedih, Masyarakat pun mengolok-olok
Nabi SAW sebagai orang yang telah ditinggal
Tuhannya. Akhirnya, turunlah surat al-Dluha.
Nabi SAW pun kembali bahagia. Terkadang Nabi
SAW berharap datangnya wahyu. Namun,
kedatangannya pun tidak tepat. Padahal, Nabi
SAW diminta mengatasi permasalahannya.
Demikian ini merupakan liku-liku penerimaan
wahyu oleh Nabi SAW. Bukan kehendak Nabi
SAW, melainkan kehendak Allah SWT. Nabi

8
SAW adalah manusia terakhir yang mendapatkan
wahyu , selanjut-nya manusia hanya bisa
mendapatkan ilham. Al-Qur’an adalah kitab suci
terakhir yang berdasarkan wahyu, berikutnya
hanya buku yang ditulis berdasarkan ilham.
Selain wahyu al-Qur’an, Nabi SAW juga
mendapatkan wahyu diluar al-Qur’an yang
disebut hadis. Dengan demikian, hadis berdasar
wahyu dan bukan berdasar ilham sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur’an surat al-Najm {53}
ayat 3-4 dan surat al-Hasyr {59} ayat 7. 10 Di
dalam al-Qur`an terdapat kalimat wahyu dan
kalimat yang diambil daripadanya sebanyak 70
kali yang dipakai dengan beberapa arti. Di
antaranya adalah dalam surat An-nahal ayat 68,
terdapat kalimat “wa auha” dengan arti ilham
yang bersifat tabi’at, dalam surat al-Qashash ayat
7 terdapa “auhaina” berarti ilham yang bersifat
fitrah.11

10 . Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag mengenal tuntas Al-Qur’an, ( surabaya,
imtiyaz, 2018 )
11 Abd. Rahman L HAKIKAT WAHYU MENURUT PERSPEKTIF
PARA ULAMA a Vol.6 No.1/Juni 2016 hlm.72

9
2.2 Perbedaan dan persamaan Al-Qur’an dan Hadis
Qudsi

a. Pengertian Al-Qur’an

Para ulama berbeda pendapat tentang asal


usul kata ‫رأن‬99‫الق‬. Sebagian ulama berpendapat
bahwa kata ‫ القرأن‬merupakan isim ‘alam (nama)
yang berdiri sendiri dan bukan kata sturunan
(non derivatif), sebagian yang lain berpendapat
bahwa kata tersebut merupakan kata mderivatif,
yaitu kata turunan yang terbentk dari akar kata
yang telah ada sebelumnya. Namun demikian,
kelompok kedua ini berselisih pendapat dalam
menentukan akar katanya.
Kelompok pertama yang mengatakn
bahwa kata ‫رأن‬999‫ الق‬merupakan kata yang non-
derivatif karena ia sebuah nama yang khusus
dipakai untuk kitab suci yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW., sebagaimana nama Injil
untuk kitab yang diturunkan kepada Nabi Isa as.,
dan Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa

10
as. Kata tersebut ditulis dan dibaca tanpa hamzah
(bukan mahmuz lam), yakni ‫رأن‬99‫) الق‬Al-Qur’an(.
Demikian itu adalah pendapat Imam Syafi’I
(150-2014 H) yang merupakan salah satu tokoh
Imam Mazhab.
Kelompk kedua yang berselisih pendapat
dalam menetukan akar kata ‫ القرأن‬dapat dijelaskan
sebagai berikut:
1. ‫ القرأن‬berasal dari kata ‫(قرين‬Qara’in) jamak
dari ‫(قرينة‬Qariinah) yang bermakna petunjuk
(indikator), hal itu dikarenakan sebgian ayat-
ayat Al-Qur’an itu satu sama lain saling
menyerupai, sehingga seakan-akan sebagian
ayat menjadi petunjuk atas ayat lain yang
serupa. Pendapat itu merupakan pendapat
seorang ahli Bahasa dan pengarang kitab
Ma’ani al-Qur’an yang bernama al-Farra’ (w.
207 H).
2. Al-Qur’an berasal dari kata kerja ‫وقرأ – قراءة‬
‫– وقرأنا قرأ‬Yang berarti membaca. Kata ‫قرأن‬
merupaka isim mashdar yang berwazan ‫فعالن‬
(fu’lanun) yang bermakna isim maf’ul, yakni

11
‫روء‬9999‫( مق‬maqruun) yang bermakna dibaca.
Demikian itu adalah pendapatnya al-Lihyani,
seorang ahli Bahasa (w. 215 H).
3. ‫رأن‬99‫ الق‬berasal dari kata Qarana yang berarti
menggabungkan, ‫ القرأن‬terdiri dari surat-surat,
ayat-ayat, dan huruf-huruf yang digabungkan
dalam satu msuhaf. Pendapat demikian
merupakan pendapat Al-Asy’ari (w. 324 H)
yang merupakan tokok Ilmu Kalam yang
beraliran sunni.
4. ‫ القرأن‬berasal dari kata ‫( القرأ‬al – Qar’u) yang
bermakna himpunan. Hal itu dikarenakan
secara realitas Al-Qur’an menghimpun sari
pati kitab-kitab suci terdahulu. Pendapat itu
disampaikan oleh al-Zajjaj (1. 311 H).
5. Muhammad ‘Abdul ‘Adhim as-Zarqani
mengamini pendapat bahwa kata Al-Qur’an
merupakan kata benda (mashdar) dari kata
kerja ‫قرأن‹‹‹‹‹‹ا قرأ‬-‫ق‹‹‹‹‹‹رأة‬-‫يق‹‹‹‹‹‹رأ‬Yang berarti
membaca/bacaan.12

12 Manna’ Kholil al-Qotton, Mabaahits Fii Ulum al-Qur’an, (Kairo:


Maktabah Wahbah,2000), Hal. 14.

12
Suhi al-Shalih, penulis kitab Mabahits fi
‘Ulum al-Qur’an menyatakan bahwa pendapat
yang paling kuat adalah pendapat al-Lihyani. Hal
itu didasarkan pada firman Allah Q.S. al-Waqi’ah
(56): 77-78:

(78). ‫ ِإنَّهُ لَقُ ْرآنٌ َك ِري ٌم‬.)77( ‫ب َم ْكنُو ٍن‬


ٍ ‫فِي ِكتَا‬

Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah


bacaan yang sangat mulia, pada kitab
yang terpelihara (Lauhul Mahfuz).

Pada ayat 77 tersenbut kata Qur’an


dipakai tanpa kata sandang ‫ ال‬dan ia
bermakna bacaan.

Para Ulama yang berkompeten dalam bidang


studi Al-Qur’an memberikan definisi Al-Qur’an
beragam kalimatnya, di antaranya:

a. Imam al-Zarqani mendefinisikan Al-Qur’an


adalah:
‫ف‬
ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬ ُ ‫ُه َو ا ْلكَاَل ُم ال ُم ْع ِج ُز ال ُمنَ َّز ُل َعلَى النّب ِّي ال َم ْكت ُْو‬
َ ‫ب فى ال َم‬
‫ال َم ْنقُ ْو ُل ِإلَ ْينَا بِالتَّ َواتِ ِر ال ُمتَ َعبُّ ُد بِتِاَل َوتِ ِه‬

13
Al-Qur’an adalah kalam yang
mengandung mukjizat yang diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW., tertulis di
dalam mushaf, dengan cara mutawatir, dan
membacanya adalah ibadah.
b. Ali al-Sabuni mendefinisikan Al-Qur’an
adalah:
‫اسطَ ِة‬ َ ‫ُه َو َكلَ ُم هّللا ِ ال ُمنَ َّز ُل عَلى َخات َِم اَأل ْنبِيَا ِء َو ا ْل ُم ْر‬
ِ ‫سلِيْنَ بِ َو‬
‫ف ال َم ْنقُ ْو ُل‬
ِ ‫صا ِح‬ َ ‫ب فِى ال َم‬ َّ ٍّ‫اَأل ِم ْي ِن ِج ْب ِر ْي َل َعلَ ْي ِه ال‬
ُ ‫ساَل ُم ال َم ْكت ُْو‬
‫س ْو َر ِة الفَاتِ َح ِة‬
ُ ِ‫ِإلَ ْينَا َ بِالتَّ َواتِ ِر ال ُمتَ َعبُّ ُد بِتِاَل َوتِ ِهال َم ْبد ُْو ُء ب‬
ُ ‫َوال ُم ْختَتَا ُم ِب‬
ِ ‫س ْو َر ِة النَّا‬
‫س‬
Al-Qur’an adalah akalm Allah SWT.,
yang diturunkan kepada Nabi dan Rasul
terkahir melalui Malaikat Jibril as., yang
tertulis dalam mushaf dan samapi kepada kita
dengan jalan tawatur (mutawatir),
membacanya merupakan ibadah yang diawali
dengan surat al-Fatihah da diakhiri dengan
surah an-Nas.

Berdasar pada dua rumusan definisi Al-


Qur’an di atas dapat diketahui bahwa

14
karakteristik pokok Al-Qur’an yang dapat
membedakan dengan wahyu-wahyu Allah yang
lain (baca hadis Nabawi dan hadis Qudsi), yaitu
bahwa Al-Qur’an itu: 1. Kalam Allah SWT.; 2.
Memngandung mukjizat; 3. Diturunkan epada
Nabi Muhammaad SAW; 4. Melalui Malaikat
Jibril; 5. Disampaikan dengan jalan mutawatir; 6.
Membacanya merupakan ibadah.7. sebagai
hidayah bagi manusia13.

Perlu diketahui bahwa ada tiga cara dalam


menurunkan wahyu kepada para nabi,
sebgaimana ditegaskan dalam Q.S. Al – Syura
(42):51

‫هّٰللا‬
‫س ْواًل‬ ٍ ‫ش ٍر اَنْ يُّ َكلِّ َمهُ ُ اِاَّل َو ْحيًا اَ ْو ِمنْ َّو َر ۤاِئ ِح َجا‬
ِ ‫ب اَ ْو يُ ْر‬
ُ ‫س َل َر‬ َ َ‫َو َما َكانَ لِب‬
‫فَيُ ْو ِح َي بِا ِ ْذنِ ٖه َما يَش َۤا ُء ۗاِنَّ ٗه َعلِ ٌّي َح ِك ْي ٌم‬

“Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa


Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan
perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau
dengan mengutus utusan (malaikat) lalu
13 .M.Quraisy Shihab, sejarah dan Ulum Al-Qur’an (Jakarta,
pustaka Firdaus,2008)

15
diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa
yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi,
Mahabijaksana.” (QS. Al – Syura : 51)

Ayat tersebut menjelaskan bahwa cara


turunnya wahyu Allah kepada para Nabi melalui
tiga cara, pertama, wahyu dalam arti ilham atau
inspirasi atau impian yang benar; kedua, dari
balik tabir tanpa melalui perantara, seperti
dialami Nabi Musa; ketiga, melalui perantara
spiritual (Jibri / Ruh al – Qudus). Al – Qur’an
seluruhnya melalui cara yang ketiga ini (melalui
Malaikat Jibril). Hal itu sebagaimana ditegaskan
dalam QS. Al – Syu’ara’ (26) : 192 – 195 berikut
ini:

)193( ‫ُن‬9 ‫ي‬9‫أل ِم‬9‫ ا‬9‫ح‬9ُ ‫و‬9‫ل ُّر‬9‫ه ا‬9ِ 9ِ‫ل ب‬9َ 9‫) نز‬192( ‫َن‬9 ‫ي‬9‫ ِم‬9َ‫ل‬9‫ا‬9‫ َع‬9‫ب ا ْل‬
9ِّ ‫ر‬9َ 9‫زي ُل‬9‫تَن‬9َ‫ُ ل‬9‫َّه‬9‫ِإن‬9‫َو‬
9َ ‫و‬9‫ ُك‬9َ‫َك لِت‬9 9ِ‫ب‬9‫ى قَ ْل‬9َ‫ل‬9‫َع‬
)194( ‫َن‬9 ‫ي‬9‫ ِر‬9‫ ِذ‬9‫ ْن‬9‫ ُم‬9‫َن ا ْل‬9 ‫ن ِم‬9

)195( 9‫ي ٍن‬9ِ‫ي ُمب‬


ٍّ 9ِ‫رب‬9َ 9‫ َع‬9‫ن‬9ٍ ‫ا‬9‫س‬
َ 9ِ‫ل‬9ِ‫ب‬

“Dan sungguh, (Al-Qur'an) ini benar-


benar diturunkan oleh Tuhan seluruh alam,
(192), Yang dibawa turun oleh ar-Ruh al-

16
Amin (Jibril),(193) ke dalam hatimu
(Muhammad) agar engkau termasuk orang
yang memberi peringatan,(194) dengan
bahasa Arab yang jelas.” (195)14

b. Pengertian Hadis Qudsi


Sebelum membahas Hadis Qudsi alangkah
baiknya kalau kita mengetahui definisi hadis
terlebih dahulu, Hadis sebagai rekaman
kehidupan Nabi Muhammad saw. diyakini oleh
umat Islam sebagai sumber ajaran Islam di
samping al-Qur’an. Hadishadis itu, secara
lengkap berada di dalam berbagai kitab/buku
hadis, yang merupakan kumpulan atau “wadah”
penyimpanan hadis. Dewasa ini, kitab-kitab
hadis umumnya dalam bentuk cetak dan
elektronik. Kitab-kitab hadis ini sangat penting.
Secara akademik-teoritik, kitab hadis memiliki
kegunaan yang sangat besar sebagai objek
kajian dan menjadi sumber ajaran agama Islam.

14 . Dr. H. Achmad Zuhdi DH, M.Fil.l. , Dr. Hj. Suqiyah Musafa’ah, M.Ag.
, Dr.H. Abd. Muflikhatul Khoiroh, M.Ag , Dr. Abid Rohman, M.Pd.l. Studi
Al-Qur’an UIN Sunan Ampel Press, 2021

17
Demikian juga secara praksis, kitab hadis dapat
membantu memenuhi kebutuhan untuk
mendapatkan informasi hadis-hadis Nabi.
Hingga saat ini, jumlah kitab hadis sangat
banyak dan beragam. Namun, pengetahuan dan
pengenalan terhadap kitab-kitab itu di kalangan
mayoritas umat Islam, khususnya di Indonesia
masih sangat rendah atau minim, apalagi untuk
bisa mengakses kitab-kitab tersebut.1 Kondisi
ini tentu ada penyebabnya, baik dari aspek
kitabnya itu sendiri, maupun dari orangnya.15
dilihat dari segi bentuknya hadis nabi dapat
diklasifikasi menjadi lima yaitu: hadis yang
berupa ucapan (hadis qauli), hadis yang berupa
perbuatan (hadis fi’li), hadis yang berupa
persetujuan (hadis taqriri), hadis yang berupa
hal ihwal (hadis ahwali), dan hadis yang berupa
cita-cita (hadis hammi).
1) Hadis yang berupa ucapan (qauli)
Segala perkataan nabi baik yang
berkenaan dengan ibadah maupun
15. Dadi Nurhaedi Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis 2017

18
kehidupan sehari-hari disebut dengan
hadis qauli, yaitu segala bentuk
perkataan atau ucapan yang disandarkan
kepada nabi.1 perkataan itu berisi
berbagai tuntutan dan petunjuk syara’,
peristiwa-peristiwa, dan kisah-kisah,
baik yang berkaitan dengan aspek
akidah, syari’ah, maupun akhlak.
Contoh makna hadis tentang bacaan Al-
Fatihah dalam sholat, yang berbunyi :
“Tidak sah shalat seseorang yang tidak
membaca Al-Fatihah Al-Kitab” ,(HR.
Muslim)16
2) Hadis yang berupa perbuatan (fi’li)
Yang dimaksud dengan hadis fi’li
adalah segala perbuatan yang
disandarkan kepada nabi seperti cara
nabi melaksaksanakan sholat, wudhu’,
dan lain-lain yang disampaikan kepada
umat islam malalui sahabat17. hadis

16 . Kitab Al-Shalat dalam Imam Muslim,juz1,op. cit. hlm. 197


17 . Abd al-Wahhab Khalaf, ‘ilm Ushul, hlm.36

19
tersebut berupa perbuatan nabi yang
menjadi anutan perilaku sahabat pada
saat itu, dan menjadi keharusan bagi
semua umat islam untuk mengikutinya.
3) Hadis yang berupa persetujuan (taqriri)
Hadis taqriri yaitu hadis yang
berupa ketetapan nabi terhadap apa yang
datang atau yang dilakukan oleh para
sahabatnya. Menurut ‘Abd al-Wahhab
Khallaf dalam bukunya ‘ilm Ushul al-
fiqh, hadis taqriri adalah penetapan
Rasulullah atas sesuatu yang dilakukan
oleh sahabat baik berupa ucapan
maupun perbuatan dengan cara
Rasulullah (diam tidak menyangkal ),
setuju, dan menganggapnya bagus.18
dalam hal ini, nabi membiarkan atau
mendiamkan suatu perbuatan yang
dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa

18 . . Abd al-Wahhab Khalaf, ‘ilm Ushul, hlm.36

20
memberikan penegasan, apakah beliau
membenarkan atau mempersalahkannya.
4) Hadis yang berupa Hal Ihwal (ahwali)
Yang dimaksud dengan hadis
ahwali adalah hadis yang berupa hal
ihwal nabi yang berkenaan dengan sifat-
sifat dan kepribadian serta keadaan
fisiknya. Dengan kata lain, hadis ahwali
adalah sesuatu yang berasal dari nabi
yang berkenaan dengan kondisi fisik,
akhlak, dan kepribadiannya.
5) Hadis yang berupa Cita-Cita (hammi)
Sebagaimana manusia pada
umumnya nabi juga memiliki cita-cita.
Sebagian cita-cita itu tercapai dan
sebagiannya tidak. Hadis yang berisi
tentang cita-cita nabi disebut dengan
hadis hammi, yaitu hadis yang berupa
keinginan atau hasrat nabi yang belum
terealisasikan. Hadis kategori ini tidak
disebutkan dalam beberapa definisi
hadis baik oleh ulama hadis, ulama

21
ushul, maupun ulama fiqh.secara
realitas, hadis hammi belum terwujud
tetapi masih dalam ide dan keinginan
yang pelaksanaannya akan dilakukan
pada masa sesudahnya. Karena itu, pada
hakikatnya, hadis kategori ini bukan
perbuatan, perkataan, persetujuan, atau
sifat-sifat nabi. Tetapi, perbuatan yang
akan dilakukan oleh nabi pada masa
berikutnya dan belum terwujud ketika
nabi menginginkannya seperti halnya
hasrat berpuasa tanggal 9 Asyuara . 
    
Hadis Qudsi disebut juga Hadis ilahi dan
Hadis rabbani. Dinamakan Qudsi (suci), ilahi
(tuhan), dan rabbani (ketuhanan) karna ia
bersumber dari Allah yang maha suci dan
dinamakan hadis karena nabi yang
memberitakannya yang di dasarkan dari wahyu
Allah SWT. Kata Qudsi sekalipun diartikan suci,
hanya merupakan sifat bagi hadis, sandaran hadis
kepada tuhan tidak menunjukkan kualitas hadis .

22
oleh karena itu tidak semua hadis Qudsi shahih,
tetapi ada yang shahih, hasan, dha’if, tergantung
persyaratan periwayatan yang dipenuhinya baik
dari segi sanad atau matan.

Jumlah hadis Qudsi sendiri tidak terlalu


besar , hanya sekitar 400 buah hadis secara ter
ulang-ulang sanad atau sekitar 100 buah hadis
lebih(ghayr mukarrar), ia tersebar dalam 7 kitab
induk Hadis . mayoritas kandumgan hadis Qudsi
tentang akhlak, aqidah, dan syari’ah. Diantara
kitab-kitab hadis Qudsi, Al-ahadits, Al-Qusdiyah,
yang diterbitkan oleh jumhur Mesir Al-
Arabiyah,Wuzarah Al-awqaf Al-Majlis Al-A’la li
syu’un Al-Islamiyah Lajnat As-Sunnah, Cairo
1988 dan lain-lain.19

c. Perbedaan Al-Qur’an dan Hadis Qudsi


Ath-Thayyibi berkata, “Al-Qur’an
merupakan lafad yang diturunkan oleh jibril
‘alaihissalam kepada nabi shallallahu’alaihi
wasallam .sedangkan hadis Qudsi adalah

19 .Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul hadis , Amzah 2012

23
pemberitahuan Allah melalui ilham atau mimpi,
kemudian nabi shallallahu’alaihi wasallam
yang mengungkapkan pesan Allah tersebut
kepada umatnya melalui redaksi beliau sendiri.
Sedangkan hadis-hadis yang lain merupakan
riwayat yang tidak disandarkan kepada Allah
dan juga tidak diriwayatkan dari-Nya” demikian
pula keterangan yang terdapat dalam Kitabul
Fawa’id karya Al-Hafizh At-Taftazani.

Setelah kita pelajari tentang beberapa hal


tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa tentunya terdapat banyak perbedaan
diantara keduanya, yakni:

1) Dalam Al-Qur’an makna dan lafalnya dari


Allah, sedangkan Hadis Qudsi maknanya
dari Allah sedangkan lafalnya dari nabi
SAW .
2) Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan
secara maknanya saja, Sedangkan hadis
Qudsi boleh diriwayatkan secara
maknanya saja

24
3) Al-Qur’an adalah mu’jizat rasul yang
abadi dan bersifat jaiz bagi yang ingin
membuat hal yang serupa, Sedangkan
Hadis Qudsi bukan mu’jizat.
4) Membaca Al-Qur’an merupakan ibadah
karena itu Al-Qur’an dibaca dalam sholat.
Sedangkan Hadis Qudsi kita tidak di
perintah membacanya sebagai ibadah.
yang diutamakan adalah memahami,
menghayati dan mengamalkannya.
5) Al-Qur’an diturunkan kepada nabi dalam
keadaan sadar dan melalui perantara
Malaikat Jibril . sedangkan Hadis Qudsi
diturunkan kepada nabi dengan berbagai
macam cara.
6) Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir
sehingga kepastiannya sudah Mutlaq,
sedangkan Hadis Qudsi kebanyakan ahad,
7) Al-qur’an hanya dinisbahkan kepada
Allah, sedangkan Hadis Qudsi
diriwayatkan dengan disandarkan kepada
Allah yang dibuatkan.

25
8) Al-Qur’an terpelihara dari berbagai
kekurangan dan pendistorsian tangan
orang-orang jahil, sedangkan hadis Qudsi
tidak terpelihara seperti Al-Qur’an.
Namun, hubungan keduanya secara
integral tidak dapat dipisahkan antasa satu
dengan yang lain. Maka terpeliharanya
Al-Qur’an berarti terpelihara pulanya
Hadis. Realita sejarah membuktikan
adanya pemeliharaan hadis seperti usaha-
usaha para perawi hadis dari masa ke
masa dengan menghafal, mencatat,
meriwayatkan, dan mengodifikasikannya
ke dalam berbagai buku hadis.
9) Kebenaran ayat-ayat Al-Qur’an bersifat
qath’i al-wurud (pasti atau mutlaq
kebenarannya) dan kafir yang
mengingkarinya. Sedangkan kebenaran
hadis Qudsi bersifat zhanni al-wurud
(relatif kebenarannya), kecuali yang
mutawatir.

26
10) Proses penyampaian Al-Qur’an melalui
wahyu yang tegas (jali), sedangkan hadis
Qudsi melalui wahyu, atau ilham, dan
atau mimpi dalam tidur.
11) Al-Qur’an tidak selalu memuat zamir
mutakallim sedangkan Hadis Qudsi selalu
memuat zamir mutakallim

d. Persamaan Al-Qur’an dan Hadis Qudsi.


Selain perbedaan juga terdapat persamaan
antara keduanya yakni:
1) Al-Qur’an diriwayatkan secara mutawatir
sehingga kepastiannya sudah mutlaq,
Hadis Qudsi ada juga yang
diriwayatkannya secara mutawathir.

2.3 Perbedaan Al-Qur’an dan Hadis Nabawi

a. Pengertian Al-Qur’an
Secara etimologi, Al-Qur’an berasal dari
kata yang sama dengan Qira’ah, yaitu masdar
dari qara’a, qira’atan wa qur’anan. Qara’a
memiliki arti mengumpulkan dan menghimpun.

27
Qira’ah berarti merangkai huruf –huruf dan kata-
kata satu dengan yang lainnya dalam satu
ungkapan kalimat yang teratur.
Secara terminologi, definisi Al-Qur’an
adalah kalamullah yg merupakan mukjizat yg
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. Yang
disampaikan kepada kita secara mutawatir dan
membacanya bernilai ibadah. Al-Qur’an
merupakan Kitab Suci berbahasa Arab yang
diturunkan Allah Swt. kepada seorang Nabi
berkebangsaan Arab, Muhammad saw, untuk
memperingatkan kaumnya.20.
Al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Melayu pada pertengahan abad-17 oleh
Abdul Rauf Singkel21.24 Sejak awal abad dua
puluh tidak kurang dari 20 karya terjemahan
dalam bahasa Indonesia dan beberapa bahasa
daerah, seperti Al-Quran dan Terjemahnya karya
Mahmud Yunus, Al-Furqan karya A. Hassan, Al-

20 Muhammad Chirzin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Dinamika


Terjemah al-Qur’an Vol. 17, No. 1, Januari 2016 hlm.2
21 Kemenag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 36

28
Bayan, karya T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, dan Al-
Quran dan Maknanya M. Quraish Shihab.22
b. Pengertian Hadits Nabawi

Hadits Nabawi merupakan hadis yang


lafal dan maknanya berasal dari nabi
Muhammad SAW. Sendiri baik berupa
perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Contoh
hadis Nabawi Yang berupa perkataan seperti
perkataan Nabi SAW.: sesungguhnya sahnya
amal itu disertai dengan niat. Dan setiap
perbuatan tergantung pada niatnya. Sedangkan
yang berupa perbuatan seperti ajaran beliau
kepada sahabat mengenai bagaimana caranya
mengerjakan shalat, kemudian beliau mengatakan
: shalatlah kalian seperti kalian melihat aku
mengerjakan shalat. Juga mengenai bagaimana
beliau melaksanakan ibadah haji

22 Muchlis M. Hanafi, “Problematika Terjemahan Al-Quran: Studi


pada Beberapa Penerbitan Al-Quran dan Kasus Kontemporer”
dalam Suhuf, Jurnal Kajian Al-Quran dan Kebudayaan, Vol 4, No 2,
2013, hlm. 178-179

29
Sedangkan yang berupa persetujuan
seperti beliau menyetujui suatu perkara yang
dilakukan salah seorang sahabat, baik hal
tersebut dalam hal perkataan ataupun perbuatan,
baik dilakukan dihadapan beliau maupun
tidak ,maksudny berita tentang sesuatu yang
dilakukan sahabat sampai kepada beliau.

Hadis nabawi itu terbagi menjadi 2


macam,yaitu:

1. Tauqifi
Bersifat tauqifi artinya kandungannya
diterima oleh Rasulullah SAW dari wahyu,
lalu beliau menjelaskankepada manusia
dengan kata-katanya sendiri, bagian ini
meskipun kandungannya di nisbahkan
kepada Allah, tetapi dari segi pembicaraan
lebih dinisbahkan kepada Rasulullah.
2. Taufiqi
Bersifat taufiqi artinya yang disimpulkan
oleh rasulullah SAW menurut
pemahamannya terhadap Al-Qur’an, karena

30
beliau mempunyai tugas menjelaskan Al-
Qur’an atau menyimpulkannya dengan
pertimbangan dan ijtihad. Bagian kesimpulan
yang bersifat ijtihad ini jika benar maka akan
diperkuat oleh wahyu. Namun jika terdapat
kesalahan maka akan turun wahyu untuk
meluruskannya. Bagian ini bukanlah kalam
Allah secara pasti.
c. Perbedaan Al-Qur’an dan Hadits Nabawi
Setelah kita pelajari tentang beberapa hal
tersebut, secara sederhana dapat disimpulkan
bahwa tentunya terdapat banyak perbedaan
diantara keduanya, yakni:
1) Dalam Al-Qur’an makna dan lafalnya
dari Allah sedangkan Hadis Nabawi
maknanya dari Allah sedangkan
lafalnya dari nabi SAW .
2) Al-Qur’an tidak boleh diriwayatkan
secara maknanya saja, Sedangkan
Hadis Nabawi boleh diriwayatkan
secara maknanya saja.

31
3) Al-Qur’an adalah mu’jizat yang abadi
dan bersifat jaiz bagi yang ingin
membuat hal yang serupa. Sedangkan
Hadis Nabawi bukan mu’jizat.
4) Membaca Al-Qur’an merupakan
ibadah karena itu Al-Qur’an dibaca
dalam sholat. Sedangkan Hadis
Nabawi kita tidak di perintah
membacanya sebagai ibadah . yang
diutamakan adalah memahami,
menghayati dan mengamalkannya.
5) Al-Qur’an diturunkan kepada nabi
dalam keadaan sadar dan melalui
perantara Malaikat Jibril . sedangkan
Hadis Nabawi diturunkan kepada nabi
dengan berbagai macam cara.
6) Al-Qur’an diriwayatkan secara
mutawatir sehingga kepastiannya
sudah Mutlaq, sedangkan Hadis
Nabawi ada yang mutawatir ada yang
ahad,

32
7) Al-qur’an hanya dinisbahkan kepada
Allah, sedangkan Hadis Nabawi
diriwayatkan dengan disandarkan
kepada nabi.
d. Persamaan Al-Qur’an dan Hadis Nabawi.
Selain perbedaan juga terdapat kesamaan
antara keduanya yakni:
1) Al-Qur’an dan hadis Nabawi sama-
sama tidak selalu memuat dhamir
mutakallim

Selain mengetahui perbedaan antara


ketiganya disini saya juga akan menjelaskan
terntang beberapa fungsi Al-Qur’an terhadap
hadis.

Fungsi hadis terhadap Al-Qur’an secara


umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan Al-Qur’an yang sangat dalam dan
global atau li al-bayan (menjelaskan).
Kemudian oleh para ulama diperinci ke
berbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar

33
ada empat makna fungsi bayan(penjelasan)
dalam Al-Qur’an, yaitu sebagai berikut:

1. Bayan Taqrir
Posisi hadis sebagai penguat (taqrir)
atau memperkuat keterangan Al-
Qur’an (ta’kid) . sebagian ulama
menyebut bayan ta’kid atau bayan
taqrir. Artinya hadis menjelasakan apa
yang sudah di jelaskan Al-Qur’an
misalnya hadis tentang
shalat,zakat,puasa, dan haji,
menjelaskan ayat ayat Al-Qur’an
tentang hal itu juga :
Dari Ibnu Umar RA Berkata:
Rasulullah bersabda: islam didirikan
atas lima perkara; menyaksikan bahwa
tidak ada tuhan melainkan Allah dan
bahwa Muhammad utusan Allah,
mendirikan shalat, menunaikan zakat,
haji, dan puasa ramadhan. (HR. Al-
Bukhari)

34
Hadis diatas memperkuat
keterangan perintah shalat, zakat, dan
puasa dalam surah Al-Baqarah (2): 83
dan 183 dan perintah haji padasurah
‘Ali Imran(3):97

‫ق بن ٓي اسر ۤاءيل اَل تَعبدُونَ ااَّل هّٰللا‬


َ ِ ْ ُْ َ ْ ِ َ ْ ِ ْ ِ َ َ ‫َواِ ْذ اَ َخ ْذنَا ِم ْيثَا‬
‫سانًا َّو ِذى ا ْلقُ ْر ٰبى َوا ْليَ ٰتمٰ ى‬
َ ‫َوبِا ْل َوالِ َد ْي ِن اِ ْح‬
َ‫ص ٰلوة‬
َّ ‫سنًا َّواَقِ ْي ُموا ال‬ ْ ‫س ُح‬ِ ‫َوا ْل َم ٰس ِك ْي ِن َوقُ ْولُ ْوا لِلنَّا‬
‫َو ٰاتُوا ال َّز ٰكو ۗةَ ثُ َّم تَ َولَّ ْيتُ ْم اِاَّل قَلِ ْياًل ِّم ْن ُك ْم َواَ ْنتُ ْم‬
َ‫ض ْون‬
ُ ‫ُّم ْع ِر‬

“Dan (ingatlah) ketika Kami


mengambil janji dari Bani Israil,
“Janganlah kamu menyembah selain
Allah, dan berbuat-baiklah kepada
kedua orang tua, kerabat, anak-anak
yatim, dan orang-orang miskin. Dan
bertuturkatalah yang baik kepada
manusia, laksanakanlah salat dan
tunaikanlah zakat.” Tetapi kemudian
kamu berpaling (mengingkari),

35
kecuali sebagian kecil dari kamu,
dan kamu (masih menjadi)
pembangkang”. (Q. S. Al-Baqarah
(2): 83)

ِّ ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ُم ال‬


‫صيَا ُم َك َما ُكتِ َب‬
َ‫َعلَى الَّ ِذيْنَ ِمنْ قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْو ۙن‬

“Wahai orang-orang yang beriman!


Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang
sebelum kamu agar kamu
bertakwa”, (Q. S. Al-Baqarah (2):
183)

ۤ ٰ
‫س ِه ْم قَالُ ْوا‬ ِ ُ‫اِنَّ الَّ ِذيْنَ تَ َوفّى ُه ُم ا ْل َم ٰل ِٕى َكةُ ظَالِ ِم ْٓي اَ ْنف‬
‫ض قَالُ ْٓوا‬ ِ ۗ ‫َض َعفِيْنَ فِى ااْل َ ْر‬ ْ ‫ست‬ ْ ‫فِ ْي َم ُك ْنتُ ْم ۗ قَالُ ْوا ُكنَّا ُم‬
ٰۤ َ ‫اَلَم تَ ُكنْ اَر هّٰللا‬
‫ول ِٕى َك‬ ُ ‫اج ُر ْوا فِ ْي َها ۗ فا‬ِ ‫اس َعةً فَتُ َه‬ِ ‫ض ِ َو‬ ُ ْ ْ
‫ص ْي ًر ۙا‬
ِ ‫س ۤا َءتْ َم‬ َ ‫َمْأ ٰوى ُه ْم َج َهنَّ ُم ۗ َو‬

36
“Sesungguhnya orang-orang yang
dicabut nyawanya oleh malaikat
dalam keadaan menzalimi sendiri,
mereka (para malaikat) bertanya,
“Bagaimana kamu ini?” Mereka
menjawab, “Kami orang-orang yang
tertindas di bumi (Mekah).” Mereka
(para malaikat) bertanya,
“Bukankah bumi Allah itu luas,
sehingga kamu dapat berhijrah
(berpindah-pindah) di bumi itu?”
Maka orang-orang itu tempatnya di
neraka Jahanam, dan (Jahanam) itu
seburuk-buruk tempat kembali”, (Q.
S. ‘Ali Imran(3): 97)

2. Bayan Tafsir
Hadis sebagai penjelas (tafsir)
terhadap Al-Qur’an dan fungsi inilah
yang terbanyak pada umumnya.
Penjelasan yang diberikan ada 3
macam yaitu sebagai berikut.

37
a. Tafshil Al-Mujmal
Hadis memberi penjelasan
secara terperinci pada ayat ayat
Al-Qur’an yang bersifat global
(tafshil Al-Mujmal =memperinci
yang global),baik menyangkut
masalah ibadah maupun
menyangkut masalah hokum,
sebagian ulama menyebutnya
bayan tafshil atau bayan tafsir .
misalnya perintah shalat pada
beberapa ayat dalam Al-Qur’an
hanya diterangkan secara global,
yaitu dirikanlah shalat, tanpa
disertai petubjuk bagaimana
pelaksanaannya; berapa kali sehari
semalam , berapa rakaat, kapan
waktunya, rukun rukunnya, dan
lain sebagainya. Perincian itu
terdapat dalam hadis nabi, missal
sabda nabi:

38
Shalatlah sebagaimana engkau
melihat aku shalat (HR. Al-
Bukhari).

Hadis diatas menjelaskan


bagaimana shalat itu
dilaksanakan dengan benar
sebagaimana firman Allah dalam
Al-Qur’an. Demikian juga dalam
masalah haji dan zakat. Dalam
masalah haji nabi bersabda :

Ambillah (dariku) ibadah hajimu


(HR.Muslim).

a. Takhshish Al-‘amm
Hadis mengkhususkan ayat-ayat
Al-Qur’an yang umum, sebagian
ulama menyebut bayan
takhshish. Misalnya ayat-ayat
tentang waris dalam surah An-

39
nisa’(4). Dimana dalam ayat itu
menjelaskan pembagian harta
pusaka terhadap ahli waris, baik
anak laki-laki, anak perempuan,
satu, dan atau banyak, orangtua
(bapak/ibu) jika ada anak atau
tidak ada anak ,jika ada saudara
atau tidak ada dan seteruanya.
Ayat harta warisan ini bersifat
umum, kemudian dikhususkan
(takhsish) dengan hadis nabi
yang melarang mewarisi harta
peninggalan para nabi, berlainan
agama, dan pembunuh. Misal
salah satu makna sabda nabi
SAW:

Kami kelompok para nabi tidak


meninggalkan harta waris, apa
yang kami tinggalkan sebagai
sedekah.

40
Dan sabda nabi :

Pembunuh tidak dapat mewarisi


(harta pusaka) .(HR.At-tirmidzi)

b. Taqyid Al-Muthlaq
Hadis membatasi kemutlakan
ayat-ayat Al-Qur’an . artinya,
Al-Qur’an keterangannya secara
mutlak, kemudian dibatasi
dengan hadis yang
muqayyad(taqyid/muqayyad0 =
dibatasi, mutlaq = tidak
terbatas) .sebagian ulama
menyebut bayan taqyid.
Misalnya firman Allah dalam
surah Al-Maidah(5): 38:
‫سا ِرقَةُ فَا ْقطَ ُع ْٓوا اَ ْي ِديَ ُه َما َج َز ۤا ۢ ًء‬
َّ ‫ق َوال‬
ُ ‫سا ِر‬
َّ ‫َوال‬
‫سبَا نَ َكااًل ِّمنَ هّٰللا ِ ۗ َوهّٰللا ُ َع ِز ْي ٌز َح ِك ْي ٌم‬
َ ‫بِ َما َك‬

“Adapun orang laki-laki maupun


perempuan yang mencuri,

41
potonglah tangan keduanya
(sebagai) balasan atas
perbuatan yang mereka lakukan
dan sebagai siksaan dari Allah.
Dan Allah Mahaperkasa,
Mahabijaksana”. (Q. S. Al-
Maidah(5): 38)

pemotongan tangan pencuri


dalam ayat tersebut secara
mutlaq nama tangan , tanpa
dijelaskan batas tangan yang
harus dipotong apakah dari
pundak, sikut, dan pergelangan
tangan. Kata tangan mutlak
meliputi hasta dari bahu, pundak,
lengan, dan sampai telapak
tangan . kemudian pembatasan
itu baru dijelaskan dengan hadis,
ketika ada seorang pencuri
datang kehadapan nabi dan
diputuskan hukuman dengan

42
pemotongan tangan , maka di
potong pada pergelangan tangan.

3. Bayan Naskhi
Hadis menghapus (nasakh) hukum
yang diterangkan dalam Al-Qur’an .
menurut ulama hanafiyah dengan
syarat hadis mutawatir atau masyhur23.
Misalnya dalam surah Al-Baqarah (2):
180:
‫ض َر اَ َح َد ُك ُم ا ْل َم ْوتُ اِنْ تَ َر َك َخ ْي ًرا‬ َ ‫ُكتِ َب َعلَ ْي ُك ْم اِ َذا َح‬
‫ف َحقًّا‬ِ ۚ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َوااْل َ ْق َربِيْنَ بِا ْل َم ْع ُر ْو‬
ِ ‫ۖ ۨا ْل َو‬
َ‫ۗ َعلَى ا ْل ُمتَّقِيْن‬

“Diwajibkan atas kamu, apabila


seseorang diantara kamu
kedatangan (tanda-tanda) maut ,
jika ia meninggalkan harta yang
banyak, berwasiat untuk ibu-bapak
dan kerabatnya secara makruf, (ini
adalah) kewajiban atas orang orang

23 . Musthafa As-Siba’i. As-Sunnah . . .,hlm. 359

43
yang bertaqwa.” (Q. S. Al-Baqarah
(2): 180)

Ayat diatas di nasakh dengan hadis


nabi :

Sesungguhnya Allah memberikan


hak kepada setiap yang mempunyai
hak dan tidak ada wasiat itu wajib
bagi waris.(HR.An-nasa’i)

4. Bayan Tasyri’i
Hadis menciptakan hukum
syari’at (tasyri’) yang belum
dijelaskan oleh Al-Qur’an. Para ulama
berbeda pendapat tentang fungsi
sunnah sebagai dalil pada sesuatu hal
yang tidak disebutkan dalam Al-
Qur’an. Mayoritas mereka berpendapat
bahwa sunnah berdiri sendiri sebagai
dalil hukum dan yang lain berpendapat
bahwa sunnah menetapkan dalil yang

44
terkandung atau tersirat secara implisit
dalam teks Al-Qur’an.
Dalam hadis terdapat hukum-
hukum yang tidak di jelaskan Al-
Qur’an, ia bukan penjelas dan bukan
penguat (ta’kid). Akan tetapi, sunnah
sendirilah yang menjelaskan sebagai
dalil atu ia menjelaskan yang tersirat
dalam ayat -ayat Al-Qur’an . misalnya,
keharaman jual beli dengan berbagai
cabangnya menerangkan yang tersirat
dalam surah Al-Baqarah (2) : 275 dan
An-Nisa’(4):29:

ْ‫اَلَّ ِذ ْينَ يَْأ ُكلُوْ نَ الر ِّٰبوا اَل يَقُوْ ُموْ نَ اِاَّل َك َما يَقُوْ ُم الَّ ِذي‬
ۗ ‫يَتَ َخبَّطُهُ ال َّشي ْٰطنُ ِمنَ ْالم‬
َ ِ‫سِّ ٰذل‬
‫ك بِاَنَّهُ ْم قَالُ ْٓوا اِنَّ َما‬ َ
‫وا فَ َم ْن‬ ۗ ‫وا َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم الرِّ ٰب‬ ۘ ‫ْالبَ ْي ُع ِم ْث ُل ال ِّر ٰب‬

‫فَ َواَ ْمر ٗ ُٓه‬ ۗ َ‫َج ۤا َء ٗه َموْ ِعظَةٌ ِّم ْن َّرب ِّٖه فَا ْنتَ ٰهى فَلَهٗ َما َسل‬
ٰۤ ُ
‫ار ۚ هُ ْم فِ ْيهَا‬ ِ َّ‫ك اَصْ ٰحبُ الن‬ َ ‫ول ِٕى‬ ‫اِلَى هّٰللا ِ ۗ َو َم ْن عَا َد فَا‬
َ‫ٰخلِ ُدوْ ن‬

45
“Orang-orang yang memakan riba
tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang
demikian itu karena mereka berkata
bahwa jual beli sama dengan riba.
Padahal Allah telah menghalalkan
jual beli dan mengharamkan riba.
Barangsiapa mendapat peringatan
dari Tuhannya, lalu dia berhenti,
maka apa yang telah diperolehnya
dahulu menjadi miliknya dan
urusannya (terserah) kepada Allah.
Barangsiapa mengulangi, maka
mereka itu penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (QS. Al-
Baqarah (2) : 275)

‫ٰيٓا َ ُّي َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا اَل تَْأ ُكلُ ْٓوا اَ ْم َوالَ ُك ْم َب ْينَ ُك ْم بِا ْلبَا ِط ِل‬
‫ض ِّم ْن ُك ْم ۗ َواَل تَ ْقتُلُ ْٓوا‬
ٍ ‫آِاَّل اَنْ تَ ُك ْونَ تِ َجا َرةً عَنْ تَ َرا‬
‫س ُك ْم ۗ اِنَّ هّٰللا َ َكانَ بِ ُك ْم َر ِح ْي ًما‬َ ُ‫اَ ْنف‬

46
29. Wahai orang-orang yang
beriman! Janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil (tidak benar),
kecuali dalam perdagangan yang
berlaku atas dasar suka sama suka
di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu. Sungguh,
Allah Maha Penyayang kepadamu.
(QS. An-Nisa’(4): 29)

Demikian juga keharaman makan


daging keledai ternak, keharaman
setiap binatang yang berbelalai, dan
keharaman menikahi seorang wanita
bersama bibi dan paman wanitanya.
Hadis tasyri’ diterima oleh para
ulama’karena kapasitas hadis juga
sebagai wahyu dari Allah SWT yang
menyatu dengan Al-Qur’an.

47
48
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Meskipun secara bahasa tidak ada
perbedaan antara wahyu dan ilham, namun
keduanya adalah dua sisi yang membedakan
kualitas manusia: antara nabi dan bukan nabi.
Ilham diberika kepada setiap manusia,
sedangkan wahyu hanya diberikan kepada para
nabi.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang
bersifat mukjizat, yang diturunkan kepada nabi
Muhammad SAW melalui malaikat jibril dan
tertulis dimushaf , Hadis Nabawi adalah hadis
yang disandarkan kepada nabi Muhammad SAW
baik dalam segi perkataan, perbuatan, persetujuan
maupun sifatnya , sedangkan hadis kudsi ialah
hadis yang oleh nabi disandarkan kepada Allah
SWT .Al-Qur’an dan hadis merupakan dua
sumber ajaran islam yang saling berhubungan,

49
dimana dalam mengkaji ilmu Al-Qur’an
dibutuhkan sumber-sumber hadis yang kuat.
Hadis di mata mayoritas orang Islam dipandang
sebagai salah satu sumber pengetahuan
keagamaan yang penting dan dipahami sebagai
sumber normatif kedua setelah al-Qur’an. Dalam
rangka menjelaskan urgensitas ini, terdapat
sebuah adagium terkenal, yaitu “al-Qur’an lebih
membutuhkan hadis daripada hadis yang
membutuhkan al-Qur’an”24..
Kajian tentang metode pemahaman
hadis hingga saat ini sangat beragam.
Keberagaman ini merupakan Fatichatus
Sa’diyahhasil dari pemikiran para ulama hadis
yang berbeda-beda dalam memahami suatu teks
hadis25 Masih banyak orang awam yang tidak
mengetahui perbedaan Al-Qur’an, Hadis Nabawi

24 Benny Afwadzi (2014). HADIS DI MATA PARA PEMIKIR MODERN


(Telaah Buku Rethinking Karya Daniel Brown) Vol. 15, No. 2. Hlm.231

25 Fatichatus Sa’diyah PEMIKIRAN HADIS SHAH WALI ALLAH AL-


DAHLAWI TENTANG METODE PEMAHAMAN HADIS. Vol. 20, No. 2
(Juli 2019) hlm.2

50
dan Hadis Qudsi oleh karna itulah pembahasan
materi ini perlu kita kaji agar kita lebih
memahami dan mengetahui perbedaan dari Al-
Qur’an , Hadis Qudsi, dan Hadis Nabawi. juga
terdapat banyak fungsi hadis terhadap Al-Qur’an
yang mana diantaranya Bayan taqrir, bayan
tafsir, bayan naskhi, bayan tasyri’i .

51
DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. (2002). Ilmu Hadis. Jakarta: PT.


RajaGrafindo Persada.

Team Daar Al Baaz. (2003). Al Ahadits Al Qudsiyah.


Jakarta: Pustaka Azzam.

Idri, dkk. (2014). Studi Hadis. Surabaya: UIN Sunan


Ampel Press.

Zuhdi, Ahmad, dkk. (2021). Studi Al-Qur’an. Surabaya:


UIN Sunan Ampel Press.

Benny Afwadzi (2014). HADIS DI MATA PARA


PEMIKIR MODERN (Telaah Buku Rethinking
Karya Daniel Brown) Vol. 15, No. 2. Hlm.231

Prof. Dr. Moh. Ali Aziz, M.Ag (2018). mengenal tuntas


Al-Qur’an,Surabaya: imtiyaz,

Manna’ Kholil al-Qotton, (2000). Mabaahits Fii Ulum


al-Qur’an, (Kairo: Maktabah Wahbah,), Hal. 14.

52
M.Quraisy Shihab, sejarah dan Ulum Al-Qur’an
(Jakarta, pustaka Firdaus,2008)

Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis| al-Nabawi, (Riyad}:


al-Maktab al-Islami, 1972 M/1392 H), 13 dan al-
Tirmisi, Manhaj zawi al-Nazar (Beirut: Dar al-
Fikr, 1974), 8 Musthafa As-Siba’i. As-
Sunnah . . .,hlm. 359

Fatichatus Sa’diyah PEMIKIRAN HADIS SHAH WALI


ALLAH AL-DAHLAWI TENTANG METODE
PEMAHAMAN HADIS. Vol. 20, No. 2 (Juli
2019) hlm.2

Muhammad Chirzin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta


Dinamika Terjemah al-Qur’an Vol. 17, No. 1,
Januari 2016 hlm.2

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag. Ulumul hadis , Amzah


2012

Abd al-Wahhab Khalaf, ‘ilm Ushul, hlm.36

53
Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis al-Nabawi, (Riyad: al-
Maktab al-Islami, 1972 M/1392 H), 13 dan al-
Tirmisi, Manhaj zawi al-Nazar (Beirut: Dar al-
Fikr, 1974), 8

Imam Muslim Kitab Al-Shalat dalam ,juz1,op. cit. hlm.


197

Basid, Abd. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis


Vol. 21, No. 1 (Januari 2020), hlm.175

Barir, M. Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis,


Vol. 15, No. 1, Januari 2014 hlm. 3

Kemenag RI, Al-Quran dan Terjemahnya, hlm. 36

Muchlis M. Hanafi, “Problematika Terjemahan Al-


Quran: Studi pada Beberapa Penerbitan Al-
Quran dan Kasus Kontemporer” dalam Suhuf,
Jurnal Kajian Al-Quran dan Kebudayaan, Vol 4,
No 2, 2013, hlm. 178-179

Abd. Basid Jurnal Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an dan Hadis


Vol. 21, No. 1 (Januari 2020), hlm.175

54
CURICULUM VITAE

55

Anda mungkin juga menyukai