Anda di halaman 1dari 6

AKAL DAN WAHYU

Diposkan oleh NoVaIRi HuSaINi Al-MunDzirI


PENDAHULUAN
Puji syukur kepada Allah Rabb semesta alam yang telah banyak mencurahkan rahmat dan
juga serta kasih sayangnya kepada penduduk bumi sehingga Islam masih menjadi
pondasi yang kokoh dalam diri pribadi manusia. Shalawat serta salam tak lupa kita
hadiahkan kepada nabi Muhammad SAW juga beserta para sahabatnya yang istiqomah
memperjuangkan Islam, semua ini tiada lain adalah hasil dari akal dan wahyu yang selalu
berdampingan dalam memberikan petunjuk kepada manusia itu sendiri, karena
pemahaman yang baik akan melahirkan keistiqomahan, sudut pandang yang baik dan
juga ahlak yang baik. Dan dengan akal jua manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang
allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu
yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing
manusia pada jalan yang lurus.
Semua aliran teologi dalam islam baik asy,ariyah maturidiyah apalagi mutazilah samasama mempergunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-persoalan teologi yang
timbul dikalangan umat Islam perbedaan yang terdapat antara aliran-aliran itu ialah
perbedaan derajat dalam kekuatan yang diberikan kepada akal, kalau mutazilah
berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat, Asariyah sebaliknya akal
mempunyai daya yang lemah.
Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan
perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun
harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang
menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW.
Semua aliran juga berpegang kepada wahyu , dalam hal ini yang terdapat pada aliran
tersebut adalah hanya perbedaan dalam intrpretasi. Mengenai teks ayat-ayat Al-Quran
dan hadits, perbedaan dalam interpretasi inilah, sebenarnya yang menimbulkan aliranaliran yang berlainan itu tentang akal dan wahyu. Hal ini tak ubahnya sebagai hal yang
terdapat dalam bidang hukum Islam atau fiqih.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Wahyu[1]
1. Wahyu baik berupa Al-quran dan Hadits bersumber dari tuhan, Pribadi nabi
Muhammad yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting
dalam turunnya wahyu.
2. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa
mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum atau
[

khusus.
3. Wahyu itu adalah nash-nash yang berupa bahasa arab dengan gaya ungkap dan gaya
bahasa yang berlaku.
4. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia
sejalan dengan prinsip-prinsip akal.
5. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.
6. Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah
maupun larangan.
7. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-quran dan as-sunnah turun secara berangsurangsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
B. Pentingnya Akal.[2]
1. Akal menurut pendapat Muhammad Abduh adalah sutu daya yang hanya dimiliki
manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.
2. Akal adalah tonggak kehidupan manusia yang mendasar terhadap kelanjutan
wujudnya, peningkatan daya akal merupakan salah satu dasar dan sumber kehidupan dan
kebahagiaan bangsa-bangsa.
3. Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak
didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah
yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
C. Kekuatan akal[3]
1. Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
2. Mengetahui adanya hidup akhirat.
3. Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan
berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada
perbuatan jahat.
4. Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
5. Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat
untuk kebahagiannya di akhirat.
6. Membuat hukum-hukum mengnai kwajiban-kwajiban itu.
D. Kekuatan wahyu[4]
1. Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.
2. Membuat suatu keyakinan pada diri manusia
3. Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
4. Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.
E. Akal dan Wahyu Menurut beberapa Aliran[5]
Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam dibicarakan dalam konteks, yang
manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan manusia
tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa
yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan
menghindari yang buruk.
Aliran Mutazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal
mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut. Sementara itu aliran
[
[
[
[

Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan


juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai
kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
Sebaliknya aliran Asyariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga
berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya,
yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban
melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan
wahyu. Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam
pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni
mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal,
sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta
kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat
diketahui dengan wahyu.
Aadapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan
mutazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah,
surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-arof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih
berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bisah atau
nabi diutus, menjelaskan bahwa Mutazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal
manusia sendiri . dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Quran
surat Hud ayat 24.
Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-quran sebagai dalil
dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah ayat
15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
F. Fungsi wahyu[6]
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Bagi alran kalam tradisional, akal
manusia sudah mengetahui empat hal, maka wahyu ini berfungsi memberi konfirmasi
tentang apa yang telah dijelaskan oleh akal manusia sebelumnya. Tetapi baik dari aliran
Mutazilah maupun dari aliran Samarkand tidak berhenti sampai di situ pendapat mereka,
mereka menjelaskan bahwa betul akal sampai pada pengetahuan tentang kewajiban
berterima kasih kepada tuhan serta mengerjakan kewajiban yang baik dan menghindarkan
dari perbuatan yang buruk, namun tidaklah wahyu dalam pandangan mereka tidak perlu.
Menurut Mutazilah dan Maturidiyah Samarkand wahyu tetaplah perlu.
Wahyu diperlukan untuk memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada
tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan
perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat. Sementara itu, bagi
bagi aliran kalam tradisional karena memberikan daya yang lemah pada akal fungsi
wahyu pada aliran ini adalah sangat besar. Tanpa diberi tahu oleh wahyu manusia tidak
mengetahui mana yang baik dan yang buruk, dan tidak mengetahui apa saja yang menjadi
kewajibannya.
Selanjutnya wahyu kaum mutazilah mempunyai fungsi memberi penjelasan tentang
perincian hukuman dan upah yang akan diterima manusia di akhirat. Abu Jabbar berkata
akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada
upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui
bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu
perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu.
[

Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan
diperoleh manusia di akhirat.
Dari uraian di atas dapatlah kiranya disimpulkan bahwa wahyu bagi Mutazilah
mempunyai fungsi untuk informasi dan konfirmasi, memperkuat apa-apa yang telah
diketahui akal dan menerangkan apa-apa yang belum diketahui akal. Dan demikian
menyempurnakan pengtahuan yang telah diperoleh akal.
Bagi kaum Asyariyah akal hanya dapat mengetahui adanya tuhan saja, wahyu
mempunyai kedudukan yang sangat penting. Manusia mengetahui yang baik dan yang
buruk, dan mengetahui kewajiban-kewajibannya hanya turunnya wahyu. Dengan
demikian sekiranya wahyu tidak ada, manusia tidak akan tahu kewajiban-kewajibannya
kepada tuhan, sekiranya syariatnya tidak ada Al-Ghozali berkata manusia tidak aka ada
kewajiban mengenal tuhan dan tidak akan berkewajiban berterima kasih kepadanya atas
nikmat-nikmat yang diturunkannya. Demikian juga masalah baik dan buruk kewajiban
berbuat baik dan mnghindari perbuatan buruk, diketahui dari perintah dan laranganlarangan tuhan. Al-Baghdadi berkata semuanya itu hanya bisa diketahui menurut wahyu,
sekiranya tidak ada wahyu tak ada kewajiban dan larangan terhadap manusia.
Jelas bahwa dalam aliran Asyariyah wahyu mempunyai fungsi yang banyak sekali,
wahyu yang menentukan segala hal, sekiranya wahyu tak ada manusia akan bebas
berbuat apa saja, yang dikehendakinya, dan sebagai akibatnya manusia akan berada
dalam kekacauan. Wahyu perlu untuk mengatur masyarakat, dan demikianlah pendapat
kaum Asyariyah. Al-Dawwani berkata salah satu fungsi wahyu adalah memberi tuntunan
kepada manusia untuk mengatur hidupnya di dunia. Oleh karena itu pengiriman para
rosul-rosul dalam teologi Asyariyah seharusnya suatu keharusan dan bukan hanya hal
yang boleh terjadi sebagaimana hal dijelaskan olh Imam Al-Ghozali di dalam alsyahrastani.
Adapun aliran Maturidiyah bagi cabang Samarkand mempunyai fungsi yang kurang
wahyu tersebut, tetapi pada aliran Maturidiyah Bukhara adalah penting, bagi Maturidiyah
Samarkand perlu hanya untuk mengetahui kewajiban tentang baik dan buruk, sedangkan
bagi Maturidiyah Bukhara wahyu perlu untuk mengetahui kwajiban-kewajiban
manusia.[7] Oleh Karena itu di dalam system teologi yang memberikan daya terbesar
adalah akal dan fungsi terkecil kepada wahyu, manusia dipandang mempunyai kekuasaan
dan kemerdekaan.tetapi di dalam system teologi lain yang memberikan daya terkecil pada
akal dan fungsi terbesar pada wahyu. Manusia dipandang lemah dan tak merdeka.
Tegasnya manusia dalam pandangan aliran Mutazilah adalah berkuasa dan merdeka
sedangkan dalam aliran Asyariyah manusia lemah dan jauh dari merdeka.
Di dalam aliran maturidiyah manusia mempunyai kedudukan menengah di antara
manusia dalam pandangan aliran Mutazilah, juga dalam pandangan Asyariyah. Dan
dalam pandangan cabang Samarkand manusia lebih berkuasa dan merdeka dari pada
manusia dalam pandangan cabang Bukhara. Dalam teologi Maturidiyah Samarkand, yang
juga memberikan kedudukan yang tinggi pada akal, tetapi tidak begitu tinggi
dibandingkan pendapat Mutazilah, wahyu juga mempunyai fungsi relatif banyak tetapi
tidak sebanyak pada teologi Asyariyah dan maturidiyah Bukhara.
[

BAB III
PENUTUP
Demikianlah akal dan wahyu yang kami bahas dalam pandangan aliran Mutazilah,
Asyariyah, Maturidiyah Samarkand ataupun maturidiyah Bukhara, mereka semua aliran
mempunyai pendapat masing-masing dalam memberikan pendapat tentang akal dan
wahyu, dan dari penutup inilah penulis menyarankan agar lebih teliti lagi dalam
mambaca apa yang ada dalam presentasi kami, dan apabila banyak kesalahan dalam
pembahasan sekiranya dapat dimaklumi dikarenakan kapasitas kemampuan kami yang
sangat terbatas pada kajian kami ini.lalu kami dari yang meprentasikan iani dapat mnari
benang merah dari kajian ini yaitu :
1. Wahyu mempunyai kedudukan yang sangat pnting dalam aliran Asyariyah dan
mmpunyai fungsi kecil pada aliran mutazilah.
2. Mutazilah adalah paham yang beraliran rasional artinya lbih mnguatkan pendapat akal
dibandingkan wahyu.
3. Asyariyah menjadikan wahyu mempunyai kedudukan penting dalam alirannya
disbanding akal.
4. Maturidiyah Bukhara bahwa wahyu dan akal saling berdampingan dan saling
menguatkan dengan kata lain kedudukan wahyu dan akal adalah seimbang.
5. Maturidiyah Samarkand bahwa akal lebih tinggi disbanding kedudukan wahyu dengan
kata lain sama dengan pendapat aliran Mutazilah tentang kedudukan wahyu dan akal.
BAB IV
REFERENSI
1. Yunan Yusuf, M, Alam Pemikiran Islam Pemikiran Kalam, Jakarta; Perkasa Jakarta
1990.
2. Rozak, Abdul, Dkk, Ilmu Kalam, Bandung; CV. Pustaka, 2003.
3. Nasution, Harun, Teologi Islam Dan Aliran Analisa Perbandingan, Jakarta; Universitas
Indonesia, (UI-Press) 1986.
4. Al-Majid. Al-Najjar. Pemahaman Islam, PT. Remaja Rodsakarya, Bandung; 1997.
5. Nasution, Harun, Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mutazilah, Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press), Jakata 1987.
[
1] DR. ABD. Al-majid Al- najjar. Pemahan Islam hal 19.
[
2] Harun Nasution teologi rasional mutazilah dan Muhammad abduh hal 44.
[
3] Ibid hal 44.
[
4] Ibid hal 44.
[
5] Yunan Yusuf alam pemikiran islam ilmu kalam. Hal 65.
[
[
[
[
[

6] Ibid hal 65.


7] Harun Nasution Teologi Islam Aliran Aliran Analisa perbandingan hal 101

[
[

Anda mungkin juga menyukai