Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AL ISLAM DAN KEMUHAMMADIYAHAN


tentang
TANGGUNG JAWAB ILMUWAN
TERHADAP BANGSA DAN NEGARA

Oleh:
Irman
NIM : 20010085
Yusron Hasbi
NIM : 20010135

Dosen Pembimbing

Dr. RIKI SAPUTRA, S.Fil.I, M.A

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


PROGRAM MAGISTER PASCASARJANA
UNIVERSTAS MUHAMMADIYAH SUMATERA BARAT
TA. 1442 H/ 2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, dan tidak lupa kita mengirim salam dan salawat kepada
baginda Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawakan kita suatu ajaran
yang benar yaitu agama Islam.
Dalam mata kuliah “Al-Islam Kemuhammadiyahan” ini, kami
mendapatkan tugas untuk membuat makalah yang berjudul “Tanggung Jawab
Ilmuwan Muslim dalam Berbangsa dan Bernegara”.
Kami harap dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi
kita semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai tanggung
jawab ilmuwan dalam berbangsa dan bernegara, khususnya bagi penulis. Makalah
ini memang masih jauh dari sempurna, maka penulis mengharapkan kritik dan
saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
          Wassalamu’alaikum Wr.Wb

                                                                                       Padang,  Januari
2021

Penulis

I
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ......................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A.   Latar Belakang ................................................................................................1
B.  Rumusan Masalah .............................................................................................1
C.  Tujuan Penulisan ...............................................................................................2
D.  Manfaat Penulisan .............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................3
A.  Pengertian Ilmuwan ...........................................................................................3
B. Kedudukan  Ilmu dalam Islam ..........................................................................5
B.  Tanggung Jawab Ilmuwan .................................................................................6
C.  Tokoh Ilmuwan Muslim ..................................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................11

A    Kesimpulan .....................................................................................................11
B.   Saran ...............................................................................................................11
Daftar Pustaka .....................................................................................................12

II
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT berfirman dalam QS. Al- Mudattsir ayat 38
ٍ ‫ُكلُّ ن َۡف‬
ٌ‫س ۢ بِ َما َك َسبَ ۡت َر ِه ۡينَة‬
artinya : “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah
dilakukannya”.
Dari kontek ayat ini, kita mengetahui bahwa Allah SWT menciptakan
manusia dengan segala potensinya memiliki “tugas” untuk tunduk dan patuh
terhadap hukum-hukum Allah SWT dan suatu saat nanti pada saat yang
ditentukan oleh Allah semua manusia akan diminta pertanggung jawabannya
sebagai bukti bahwa manusia sebagai pengemban amanah Allah SWT.
Dalam melakukan misinya, manusia diberi petunjuk bahwa dalam hidup
ada dua jalan yaitu, jalan baik dan jalan yang buruk. Allah SWT berfirman dalam
QS. Al-Balad ayat 10
‫َوهَد َۡي ٰنهُ النَّ ۡجد َۡي ِن‬
artinya : “ Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan ( kebaikan dan
keburukan)”
Proses menerima petunjuk ini adalah bagaimana manusia mengembangkan
kemampuan potensi akal ( rasio ) nya dalam memahami “alam” yang telah
diciptakan dan disediakan oleh Allah SWT sebagai saran dan sumber belajar,
kemudian ketika “ilmu” sudah dimiliki diharapkan manusia dapat berkarya
(beramal) dengan ilmunya untuk terus membina hubungan vertical dan horizontal.
Manusia yang mau mengembangkan potensi akalnya dapat memanfaatkan
pengetahuannya tersebut untuk pencerahan dirinya dan memiliki tanggung jawab
moral dan menyebarkan kepada sesama, mereka biasa disebut ilmuwan,
cendikiawan atau intelektual.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian ilmu dan ilmuwan ?
2. Apa keutamaan ilmu dalam islam ?
3. Bagaimana tanggung jawab ilmuwan terhadap bangsa dan negara ?

1
C. Tujuan Penulisan
            Tujuan penulisan makalah ini yaitu sebagai tugas mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyahan untuk mendeskripsikan tanggung jawab berupa kedudukan
dan kewajiban ilmuwan muslim dalam berbangsa dan bernegara.
D. Manfaat Penulisan
            Makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai
tanggung jawab berupa kedudukan dan kewajiban ilmuwan muslim dalam
berbangsa dan  bernegara.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Ilmu Secara Etimologi dan Terminologi
Secara etimologis, kata ‘ilmu berasal dari bahasa Arab al-‘ilm yang
berarti mengetahui hakekat sesuatu dengan sebenar-benarnya. Badr al-Din
al-‘Aini mendefinisikan, bahwa ilmu secara bahasa merupakan bentuk masdar
dari pecahan kata kerja ‘alima yang berarti tahu; meski- pun demikian,
tambahnya, kata ilmu berbeda dengan kata ma’rifah. Kata ma’rifah memiliki
makna yang lebih sempit dan spesifik, sementa- ra ilmu mempunyai makna
yang lebih umum.

Kata ilmu dengan berbagai bentuk terulang 854 kali dalam Alquran.
Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan ob- jek
pengetahuan. Dalam pandangan Alquran, ilmu adalah keistimewaan yang
menjadikan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain guna menjalankan
fungsi kekhalifahan (Q.S. al-Baqarah [2]: 31-32). Manusia menurut Alquran
memiliki potensi untuk meraih dan mengembangkan ilmu dengan seizin Allah.
Ada banyak ayat yang memerintahkan manu- sia menempuh berbagai cara
untuk mewujudkan hal tersebut. Alquran juga menunjukkan betapa tinggi
kedudukan orang-orang yang berpen- getahuan

Secara terminologis, ada banyak pandangan tentang definisi atau


pengertian ilmu yang dikemukakan para pemikir muslim, baik klasik maupun
kontemporer. Beragam pandangan mengenai definisi ilmu ini sekaligus menjadi
indikasi kuat betapa sebenarnya umat Islam memi- liki perhatian serius
terhadap ilmu. Al-Baqillani mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan tentang
objek yang diketahui sebagaimana apa adanya

Pemikir klasik lain, Abu Bakr bin Furak memberikan definisi ilmu ke-
pada hal yang bersifat lebih praktis, dengan mengatakan bahwa ilmu adalah
sesuatu agar sang pemilik mampu bertindak dengan benar dan baik

Adapun al-Amidi mendefinisikan ilmu sebagai sifat agar jiwa sang


pemilik dapat membedakan beberapa realitas yang tidak tercerap oleh indra
jiwa, sehingga menjaganya dari derita. Ketika itu ia sampai pada suatu keadaan

3
yang tidak memungkinkan sesuatu yang dibedakan itu berbeda dengan cara-
cara perbedaan itu diperoleh. Pada definisi ini, ilmu dimaknai sebagai sesuatu
yang berkaitan dengan pemahaman atau kesadaran terhadap realitas, sehingga
dapat menenangkan jiwa.

Profesor Syed Muhammad Naquib al-Attas dalam monografnya yang


berjudul The Concept of Education in Islam. Menurut al-Attas, definisi terbaik
atas ilmu adalah ‘sampainya makna dalam jiwa serta sampainya jiwa pada
makna

Satu hal yang jelas dalam definisi ini; ilmu adalah tentang makna. Objek apapun,
fakta maupun suatu peristiwa dikatakan diketahui seseorang jika bermakna
baginya. Dengan demikian, dalam proses kognisi, pikiran tidak sekedar penerima
pasif, tetapi ia aktif dalam arti mem- persiapkan diri untuk menerima apa yang
ia ingin terima (mengolah dan menyeleksi makna yang diterima secara sadar).

Adapun pengertian yang umum dikemukakan oleh sarjana muslim, ilmu


didefinisikan sebagai pengetahuan sesuatu secara objektif. Pengertian ini
menghendaki bahwa pengetahuan itu harus benar-be- nar dapat mewakili dari
realitas atau objek yang dikaji, bukan sekadar asumsi, perkiraan, opini terhadap
sesuatu yang terkadang sering kali tidak sama atau tidak sesuai dengan
kenyataan yang sebenarnya ada.

Berangkat dari pemahaman dan definisi tentang ilmu oleh para pemikir
muslim, jelas terlihat bahwa kawasan yang dapat diketahui menurut Islam tidak
saja pada objek yang diamati secara fisikal, tetapi juga yang metafisika. Tidak
saja melingkupi apa yang menjadi pemba- hasan dalam sains modern, yaitu hal-
hal yang dapat diobservasi, me- lainkan juga bidang-bidang lain yang
keberadaannya ditolak oleh sains modern sebagai kerja ilmiah seperti filsafat
dan teologi.
Ilmuwan merupakan profesi, gelar atau capaian professional yang
diberikan masyarakat kepada seorang yang mengabdikan dirinya. Pada kegiatan
penelitian ilmiah dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang alam semesta, termasuk fenomena fisika, matematis dan
kehidupan social.

4
Istilah ilmuwan dipakai untuk menyebut aktifitas seseorang untuk
menggali permasalahan ilmuwan secara menyeluruh dan mengeluarkan gagasan
dalam bentuk ilmiah sebagai bukti hasil kerja mereka kepada dunia dan juga
untuk berbagi hasil penyelidikan tersebut kepada masyarakat awam, karena
mereka merasa bahwa tanggung jawab itu ada dipundaknya.
Ilmuwan memiliki beberapa ciri yang ditunjukkan oleh cara berfikir yang
dianut serta dalam perilaku seorang ilmuwan. Mereka memilih bidang keilmuan
sebagai profesi.
Untuk itu yang bersangkutan harus tunduk dibawah wibawa ilmu. Karena
ilmu merupakan alat yang paling mampu dalam mencari dan mengetahui
kebenaran. Seorang ilmuwan tampaknya tidak cukup hanya memiliki daya kritis
tinggi atau pun pragmatis, kejujuran, jiwa terbuka dan tekad besar dalam mencari
atau menunjukkan kebenaran pada akhirnya, netral, tetapi lebih dari semua itu
ialah penghayatan terhadap etika serta moral ilmu dimana manusia dan kehidupan
itu harus menjadi pilihan juga sekaligus junjungan utama.
Banyak yang mengartikan ilmuwan sama dengan intelektual, namun pada
dasarnya berbeda. Intelektual adalah pemikir-pemikir yang memiliki kemampuan
penganalisaan terhadap masalah tertentu.
B. Kedudukan ilmu dalam islam
Islam sebagaimana dijelaskan dalam puluhan ayat al-Qur’an
mendudukkan ilmu dan para ilmuwan di tempat yang terhormat. Ini tidak
terlepas dengan fungsi dan peran ilmu. Ilmu jelas merupakan modal dasar bagi
seseorang dalam memahami berbagai hal baik terkait uru- san duniawi maupun
ukhrawi. Salah satu bukti nyata kemuliaan ilmu dalam Islam adalah ayat yang
pertama diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad berhubungan dengan
ilmu. Allah swt. berfirman, “Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah
Yang mengajarkan (ma- nusia) dengan perantara qalam (pena). Dia
mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (QS. Al ‘Alaq ayat
1-5)

Allah juga bersumpah atas nama salah satu sarana ilmu, qalam alias pena.
Allah swt. berfirman, “Nûn. Demi qalam dan apa yang mereka tu- lis. Berkat
nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.

5
Sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tiada putusnya.
Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.(QS. Al-Qolam :
1-4)

Al-Qur’an juga banyak menyebutkan kedudukan dan keutamaan para


ilmuwan. Salah satunya firman Allah swt. berikut: “Katakanlah, Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?
Sesungguhnya orang yang berakalah yang dapat menerima pelajaran.”(QS. Az
Zumar ayat 9) Juga dalam firman Al- lah swt. yang lain, “Allah akan
meninggikan beberapa derajat orang- orang yang beriman di antara kalian dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan. Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.”(QS. Al Mujadalah ayat 11 )
C. Tanggung Jawab Ilmuwan
Tanggung jawab ilmuwan dalam pengembangan ilmu sekurang-kurangnya
berdimensi religious atau etis dan social. Pada intinya, dimensi religious atau etis
seorang ilmuwan hendaknya tidak melanggar kepatutan yang dituntut darinya
berdasarkan etika umum dan etika keilmuan yang ditekuninya. Sedangkan
dimensi sosial pengembangan ilmu mewajibkan ilmuwan berlaku jujur, mengakui
keterbatasannya bahkan kegagalannya, mengakui temuan orang lain, menjalani
prosedur ilmiah tertentu yang sudah disepakati dalam dunia keilmuan atau
mengkomunikasikan hal baru dengan para sejawatnya atau kajian pustaka yang
sudah ada untuk mendapatkan konfirmasi, menjelaskan hasil-hasil temuannya
secara terbuka dan sebenar-benarnya sehingga dapat dimengerti orang lain
sebagaimana ia juga memperoleh bahan-bahan dari orang lain guna mendukung
teori-teori yang dikembangkannya. Karena tanggung jawab ilmuwan merupakan
ikhtiar mulia sehingga seorang ilmuwan tidak mudah tergoda, apalagi tergelincir
untuk menyalahgunakan ilmu.
“ Ilmu Pengetahuan tanpa Agama lumpuh
Agama tanpa Ilmu Pengetahuan Buta “
DR. Yususf Al-Qaradawi menjelaskan ada tujuh sisi tanggung jawab seorang
ilmuwan muslim, yaitu:
1. Bertanggung jawab dalam hal memelihara dan menjaga ilmu, agar ilmu
tetap ada (tidak hilang),

6
2. Bertanggung jawab dalam hal memperdalam dan meraih hakekatnya, agar
ilmu itu menjadi meningkat,
3. Bertanggung jawab dalam mengamalkannya, agar ilmu itu berbuah,
4. Bertanggung jawab dalam mengajarkannya kepada orang yang
mencarinya, agar ilmu itu menjadi bersih (terbayar zakatnya),
5. Bertanggung jawab dalam menyebarluaskan dan mempublikasikannya
agar manfaat ilmu itu semakin luas,
6. Bertanggung jawab dalam menyiapkan generasi yang akan mewarisi dan
memikulkan agar mata rantai ilmu tidak terputus, lalu, terutama, bahkan
pertama sekali
7. Bertanggung jawab dalam mengikhlaskan ilmunya untuk Allah SWT
semata, agar ilmu itu diterima oleh Allah SWT.

a. Kewajiban ilmuwan terhadap masyarakat

Ilmu merupakan hasil karya seseorang yang dikomunikasikan dan dikaji


secara luas oleh masyarakat. Jika hasil karyanya itu memenuhi syarat-syarat
keilmuan, maka karya ilmiah itu, akan menjadi ilmu pengetahuan dan digunakan
oleh masyarakat luas. Maka jelaslah jika ilmuwan memiliki tanggung jawab yang
besar, bukan saja karena ia adalah warga masyarakat, tetapi karena ia juga
memiliki fungsi tertentu dalam masyarakat. Fungsinya selaku ilmuwan, tidak
hanya sebatas penelitian bidang keilmuan, tetapi juga bertanggung jawab atas
hasil penelitiannya agar dapat digunakan oleh masyarakat, serta bertanggung
jawab dalam mengawal hasil penelitiannya agar tidak disalah gunakan.
Selain itu pula, dalam masyarakat seringkali terdapat berbagai masalah
yang belum diketahui pemecahannya. Maka ilmuwan sebagai seorang yang
terpandang, dengan daya analisisnya diharapkan mampu mendapatkan pemecahan
dari masalah tersebut. Seorang ilmuwan dengan kemampuan berpikirnya mampu
mempengaruhi opini masyarakat terhadap suatu masalah. Ilmuwan mempunyai
kewajiban sosial untuk menyampaikan kepada masyarakat dalam bahasa yang
mudah dicerna. Tanggung jawab sosial seorang ilmuwan adalah memberikan
perspektif yang benar: untung dan rugi, baik dan buruknya, sehingga penyelesaian
yang objektif dapat dimungkinkan.

7
Tanggung jawab sosial lainnya dari seorang ilmuwan adalah dalam bidang
etika. Dalam bidang etika ilmuwan harus memposisikan dirinya sebagai pemberi
contoh. Seorang ilmuwan haruslah bersifat obyektif, terbuka, menerima kritik dan
pendapat orang lain, kukuh dalam pendiriannya, dan berani mengakui
kesalahannya. Semua sifat ini beserta sifat-sifat lainnya, merupakan implikasi etis
dari berbagai proses penemuan ilmiah. Seorang ilmuwan pada hakikatnya adalah
manusia yang biasa berpikir dengan teratur dan teliti. Seorang ilmuwan tidak
menolak atau menerima sesuatu secara begitu saja tanpa pemikiran yang cermat.
Disinilah kelebihan seorang ilmuwan dibandingkan dengan cara berpikir orang
awam. Kelebihan seorang ilmuwan dalam berpikir secara teratur dan cermat inilah
yang menyebabkan dia mempunyai tanggung jawab sosial. Dia mesti berbicara
kepada masyarakat sekiranya ia mengetahui bahwa berpikir mereka keliru, dan
apa yang membikin mereka keliru, dan yang lebih penting lagi harga apa yang
harus dibayar untuk kekeliruan itu.Sudah seharusnya pula terdapat dalam diri
seorang ilmuwan sebagai suri tauladan dalam masyarakat.
Dengan kemampuan pengetahuannya seorang ilmuwan harus dapat
mempengaruhi opini masyarakat terhadap masalah-masalah yang seyogyanya
mereka sadari. Dalam hal ini, berbeda dengan menghadapi masyarakat, ilmuwan
yang elitis dan esoteric, dia harus berbicara dengan bahasa yang dapat dicerna
oleh orang awam. Untuk itu ilmuwan bukan saja mengandalkan pengetahuannya
dan daya analisisnya namun juga integritas kepribadiannya.
Dibidang etika tanggungjawab sosial seseorang ilmuwan bukan lagi
memberi informasi namun memberi contoh. Dia harus tampil didepan bagaimana
caranya bersifat obyektif, terbuka, menerima kritikan, menerima pendapat orang
lain, kukuh dalam pendirian yang dianggap benar dan berani mengakui kesalahan.
Tugas seorang ilmuwan harus menjelaskan hasil penelitiannya sejernih mungkin
atas dasar rasionalitas dan metodologis yang tepat.
b. Kewajiban ilmuwan terhadap umat
Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan dengan
tekun dan sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab sebagai
penyeru ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar ma’ruf nahi
mungkar).

8
Allah berfiraman dalam QS. Al-Ahzab : 46 yang artinya:
“Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk menjadi
cahaya yang menerangi”
c. Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa
Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di
bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.
Rasulullah SAW menjelaskan bahwa seorang ilmuwan muslim mempunyai
tanggung jawab, dan ia akan dimintai pertanggung jawaban atas ilmu yang
dimilikinya. Rasulullah SAW bersabda:

‫أ َ َل‬o ‫ ِة َحتَّى ي ُْس‬o‫ «اَل تَ ُزو ُل قَ َد َما َع ْب ٍد يَوْ َم القِيَا َم‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬
َ ِ ‫ قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬:‫ قَا َل‬،‫ع َْن أَبِي بَرْ َزةَ األَ ْسلَ ِم ِّي‬
‫ ِم ِه فِي َم أَ ْباَل هُ» (رواه‬oo‫ َوع َْن ِج ْس‬،ُ‫ َوع َْن َمالِ ِه ِم ْن أَ ْينَ ا ْكتَ َسبَهُ َوفِي َم أَ ْنفَقَه‬،‫ َوع َْن ِع ْل ِم ِه فِي َم فَ َع َل‬،ُ‫ع َْن ُع ُم ِر ِه فِي َما أَ ْفنَاه‬
ٌ ‫ هَ َذا َح ِد‬: ‫ وقال‬،‫الترمذي‬
َ ‫يث َح َس ٌن‬
)]2417[ ‫ص ِحي ٌح‬

Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Tidak


bergeser kedua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga ia ditanya
tentang umurnya; dalam hal apa ia menghabiskannya,  tentang ilmunya; dalam
hal apa ia berbuat, tentang hartanya; dari mana ia mendapatkannya dan dalam
hal apa ia membelanjakannya, dan tentang pisiknya; dalam hal apa ia
mempergunakannya”. (HR At-Tirmidzi, dan ia berkata: “Ini hadits hasan shahih”,
hadits no. 2417).

d. Kontribusi bagi kemajuan bangsa


Aspek-aspek yang membawa kemajuan bangsa sangatlah banyak diantaranya :
 Aspek Idiologi
1. Memelihara keyakinan dan kebudayaan bangsa.
2. Berupaya membangun jaringan-jaringan yang kuat untuk memfilter
budaya yang masuk akibat globalisasi
3. Memberikan pemahaman
 Aspek politik
Kompleksitas masyarakat dan kepentingan-kepentingannya menuntut adanya
pemikiran-pemikiran untuk membina dan membangun masyarakat agar tidak

9
terjadi instabilitasi politik sehingga dalam bernegara para ilmuwan dapat
memberikan solusi terhadap problem-problem yang terjadi.
 Aspek ekonomi
Idealnya bagi bangsa yang maju adalah adanya pembelajaran di sektor ekonomi
yang adil dan merata karena keberhasilan ekonomi akan meningkatkan taraf hidup
bangsa. Maka para ilmuwan merencanakan pertumbuhan ekonomi dengan cermat
dan dapat memberikan solusi agar pertumbuhan tersebut berkesinambungan serta
tercipta kesetiakawanan agar terhindar dari kecemburuan.
D.           Tokoh Ilmuwan Muslim
N NAMA NAMA LATIN KARYANYA DAN
O TERJEMAHAN
1 Abu Abas Alfarghani Alfraganus Pengantar Kepada
Ilmu Bintang
2 Abu Ali Al Haitsam Alchazen Kamus Optika
3 Jabir Ibn Hayyan Geber Ilmu Kimia
4 Ali ibn Isa Jeru Haly Catatan Bagi Dokter
Mata
5 Al Uqlidisi Ahli Matematika
6 Abbas Az-zahrawi Abulcasis Ilmu Bedah
7 Dst.

10
BAB III
PENUTUP
A.            Kesimpulan
Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang dilakukan, begitupun
seorang ilmuwan. Seorang ilmuwan memiliki komitmen yang tinggi untuk
membina dan membangun masyarakat. Sebagian tanggung jawab moralnya
terhadap keilmuan yang dimiliki serta tanggung jawab perannya sebagai bagian
dari masyarakat. Sebagai seorang yang bekerja dan mendalami ilmu pengetahuan
dengan tekun dan sungguh-sunggu, seorang ilmuwan memiliki tanggung jawab
sebagai penyeru ke jalan Allah SWT dan petunjuk ke jalan yang benar (amar
ma’ruf nahi mungkar).
 Kewajiban ilmuwan terhadap bangsa yaitu sebagai khalifah Allah SWT di
bumi. Karena sebagai hamba yang dipercayai oleh Allah SWT, maka seorang
ilmuwan harus bertanggung jawab atas amanat yang dipikulnya.
B.            Saran
Penulis berharap pembaca lebih mendalami lagi mengenai tanggung jawab
ilmuwan dalam berbangsa dan bernegara karena ilmuwan mempunyai peran yang
penting dalam membentuk opini dan moral masyarakat, umat, serta proses
pembangunan bangsa supaya maju dan bermartabat.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amal, Taufk Adnan, (2004). Ahmad Khan Bapak Tafsir Modern, Jakarta: Teraju.
Attas, (al), S.M. Naquib (1980). The Concept of Education in Islam,
Petaling Jaya: ABIM.
Daud Wan Mohd Nor Wan, (2003), Filsafat dan Praktik Pendidikan
Islam Syed M. Naquib Al Attas, Mizan, Bandung, hlm. 22
Edukasi: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan. 16
(2), 166-178.
Franz Rosenthal, (1970), Knowledge Triumphant: the Concept of Knowledge in
Medieval Islam, (Leiden: E.J. Brill, hlm. 222. Hisbah (2018),
Jurnal Bimbingan Konseling dan Dakwah Islam Vol. 15, No. 2, Desember
Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah (2017), Universita Muhammadiyah
Surakarta Infrensi (2013), Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol. 7, No. 2,
321-342
Julius Candra. (1994), Kreativitas Bagaimana Menanam, Membangun Dan
Mengembangkannya,Yogyakarta Kasinisius hlm. 49
Majma‘ al-Lughah al-Arabiyah, Mu‘jam al-Wasith, (1990), Istanbul:
Dar al-Da‘wah, hlm. 624.
Hadayatullah Moch Syarif (2008), Al-Qur’an Bicara tentang Ilmu dan
Prestasi
Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Bāqy, (1997), al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāzh al-
Qur‟ān al-Karīm, Beirut: Dār al-Fikr, hlm. 608-609).
Nurla Isna Aaunillah. (2011). Cara Menjadi Suami Yang Pintar
Memuliyakan Istri, Cet. Ke-1, Jakarta: Sabil.
Shihab Quraish. (1996). Wawasan Al-Quran; Tafsir Maudhu’i Atas
Berbagai Persoaalan Umat, Cet. Ke-13, Bandung: Mizan.
S.M.N. al-Attas, (1995), Prolegomena to the Metaphysics of Islam
(Kuala Lumpur: ISTAC, 14.
Imam Munawir, (1984) Kebangkitan Islam dan Tantangan-tantangan
yang Dihadapi dari Masa ke Masa Surabaya: PT. Bina Ilmu

12
Sayyid Quthb ( (al) (2010). Ma’alim Fi Ath Thariq..Yogyakarta: Uswah

13

Anda mungkin juga menyukai