“MASYARAKAT”
HALAMAN SAMPUL
TEKNOLOGI INDUSTRI
2019/2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala rahmatNya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun,
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ............................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DOA ....................................................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1
1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3
2.1 Pedoman umat Hindu dalam bermasyarakat. ........................................... 3
2.2 Peran umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera. .............................................................................................................. 3
2.3 Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan demokrasi. 3
2.4 Implementasi peran umat Hindu dalam mewujudkan masyarakat
Indonesia yang sejahtera. .................................................................................... 4
2.5 Implementasi tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM
dan demokrasi. ..................................................................................................... 8
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 12
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 12
3.2 Saran ....................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 13
iii
DOA
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Dalam makalah ini memiliki tujuan agar pembaca memahami dan mengetahui
konsepsi masyarakat menurut perspektif Hindu.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.3 Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan demokrasi.
Untuk memahami tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan
demokrassi bagi kehidupan masyarakat, pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari
filosofi dharma-agama, dharma-negara termasuk juga filosofi Tat Twam Asi.
Filosofi Tat Twam Asi, dharma-agama dan dharma-negara merupakan dasar etika
dan moral bagi umat Hindu dalam menjalankan kewajibannya, baik sebagai
manusia pribadi maupun sebagai warga negara.
Berpedoman pada filosofi Tat Twam Asi maka umat Hindu sebagai bagian
dari warga Indonesia wajib mengamalkan ajaran agamanya menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab. Umat Hindu tidak boleh melepaskan
keterikatannya, baik secara pribadi maupun kelompok sebagai warga Negara
Indonesia, karena agama Hindu mengajarkan kewajiban moral pengabdian
terhadap negara yang disebut dharma-negara dan kewajiban moral mengamalkan
ajaran agamanya disebuat dharma-agama. Pengamalan dharma-agama tidak
boleh menyimpang dari petunjuk pustaka suci Weda, oleh karena itu perlunya
dilakukan sosialisasi dan inkulturisasi nilai-nilai luhur agama diarahkan agar
setiap umat Hindu mengamalkan ajaran agamanya secara benar dan utuh.
Begitu pula pandangan Weda mengenai tanggung jawab dalam mewujudkan
HAM dan demokrasi bagi sebuah kehidupan masyarakat, pada dasarnya tidak bisa
dipisahkan antara dharma dan karma. Dalam pemahaman tentang dharma-karma
baika dalam konteks dharma-agama, dharma-negara, maupun dharma
kemasyarakatan, maka HAM dapat dipahami sebagai salah satu kesatuan dengan
HAM.
Dalam kaitan ini, Mahatma Gandhi mengatakan “Sumber dari seluruh hak
yang sejati ialah kewajiban:. Asal saja kita semua melaksanakan swadharma
3
(kewajiban sendiri), tidak selalu susah mengejar hak. Pandangan Mahatma
Gandhi ini pada dasarnya bersumber dari Bhagavad Gita, sebagai berikut.
“Tasmad asaktah satatam, karyam karma samacara
asako hy acaran karma, param apnoti purusah.”
(Bhagavad Gita III. 19)
Artinya : “Oleh karena itu laksanakanlah segala kerja sebagai kewajibanmu tanpa
terikat pada hasil (sebagai hak), sebab kerjayang bebas dari keterikatan bila
melakukannya, maka orang itu akan mencapai (tujuan) yang tertinggi.”
Ajaran Tat Twam Asi, dharma-agama dan dharma-negara hendaknya dapat
mewujudkan konsepsi ajaran Tri Hita Karana kedalam kehidupan nyata sehari-
hari sehingga konsep pemikiran Hindu tentang kerukunan dan perdamaian dalam
kehidupan bernegara yang berdasarkan Pancasila dapat mewujudkan kebahagiaan
dan kedamaian.
Ajaran HAM menurut Hindu terdapat dalam Bhagavad Gita, yang berbunyi
“Ahimsa Paramo Dharma” yang artinya Ahimsa adalah dharma yang tertinggi.
Ahimsa sendiri memiliki arti tidak membunuh atau tidak menyakiti.
4
manifestasinya. Pada penerapan konsep Tri Hita Karana, masyarakat Hindu di Bai
memang sangat menonjol dengan pelaksanaan Yadnya, khususnya dalam bentuk
upacara-upacara keagamaan. Dalam konteks pribadi, pelaksanaan yadnya sebagai
upaya untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa adalah :
1. Sembahyang Tri Sandya 3 kali sehari.
2. Bertirta yatra.
3. Menyanyikan kidung suci.
4. Membaca, memahami, dan menjalankan isi kitab suci Veda.
5. Mebanten setiap hari raya nityakarma maupun naimitika karma.
6. Beryajna secara tulus ikhlas (nitya yajna maupun naimitika yajna).
7. Melakukan tapa atau semadhi.
8. Membersihkan tempat suci.
Kedua adalah pawongan yaitu dalam konteks hubungannya dengan sesama
umat manusia. Hal ini dikaitkan dengan filosofi Tat Twam Asi, yang dapat
digunakan sebagai pedoman menuju masyarakat sejahtera (lokasamgraha).
Bersumber dari filosofi ini akan dihasilkan kesadaran bersama yang membuat rasa
empati terhadap penderitaan orang lain. Karena sesungguhnya semua manusia
adalah sama, kamu adalah aku dan aku adalah kamu. Oleh karena itu umat
manusia seharusnya tidak segan untuk menolong sesamanya.
Salah satu upaya untuk mewujudkan masyarakat sejahtera sesuai dengan
filosofi Tat Twam Asi pada zaman ini adalah dapat dilakukan dengan
meningkatkan dana punia. Dana punia dikumpulkan dari umat yang lebih mampu
kemudian disalurkan kepada masyarakat atau umat yang kurang mampu melalui
pemerintah. Lewat kegiatan pengumpulan dana punia ini dapat memupuk rasa
saling tolong menolong sehingga akan terwujud kesejahteraan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Selain itu ada kegiatan matetulung, kegiatan ini berlangsung saat adanya suatu
kegiatan di salah satu rumah warga, warga lain yang menjadi saudara, tetangga,
teman secara suka rela yang dilandasi rasa menyama beraya akan menolongnya.
Untuk melakukan hal-hal tersebut diperlukan sikap-sikap yang patut di
5
kedepankan sehingga akan terwujud kesejahteraan antar umat manusia, khususnya
umat Hindu, yaitu :
1. Ramah tamah.
2. Gotong royong (saling membantu) .
3. Kasih sayang yang tulus.
4. Berani berkorban demi teman.
5. Tidak iri hati dengan orang lain.
6. Tidak dengki dengan orang lain.
Ketiga, palemahan dalam konteks palemahan ini menekankan kepedulian
umat manusia dengan lingkungan. Seperti yang kita amati selama ini yaitu
perubahan iklim yang diakibatkan oleh terjadinya pemanasan global,
inidikarenakan prilaku manusia yang tidak bersahabat lagi dengan alam atau
lingkungannya begitu pula sebaliknya. Sebelum terjadinya kerusakan alam yang
lebih parah, sebagai umat Hindu harusnya dapat mawas diri untuk meningkatkan
kepedulian terhadap keadaan lingkungan agar terwujud masyarakat sejahtera
(lokasamgraha). Dalam konsepsi Hindu, terhadap hari suci Tumpek wariga yaitu
hari yang dikhususkan oleh umat Hindu untuk melaksanakan penghormatan
kepada tumbuh-tumbuhan.
2. Catur Widia
Ajaran Hindu lainnya yang mengajarkan bagaimana membangun
kesejahteraan masyarakat yaitu Catur Widia. Yang pertama Anwiksasi yaitu suatu
tahapan untuk merumuskan cita-cita atau pembangunan ideologi. Setiap individu
hendaknya harus memiliki suatu cita-cita yang harus dicapai sebagai suatu tujuan
hidup. Dalam merumuskan cita-cita harus berpegangan pada tiga tahapan yaitu,
Samkya yaitu mengetahui apa saja kesuliatan atau tantangan yang akan
kita hadapi.
Rwa Bhineda yaitu adanya baik buruk dan benar salah. Bahwa
kenyataan itu tidaklah sempurna.
Yoga, yaitu tujuan tertinggi kembali kepada Tuhan.
6
Cita-cita hidup harus dikembangkan dari ketiga tahapan tersebut, Weda
mengarahkan agar manusia memiliki persepsi dan konsepsi yang searah dalam
merumuskan cita-cita hidup bersama dengan tiga tahapan tadi.
Kedua, Weda Trayi yaitu Weda yang biasanya dikidungkan atau dinyanyikan
dalam melodi yang indah dan menawan, atau biasanya dipakai dalam
mengantarkan upacara yadnya termasuk diantaranya yaitu Reg Weda, Sama
Weda, Yajur Weda. Melalu pengamalan Weda Trayi, masyarakat akan mendapat
spritualitas yang kuat untuk mewujudkan masyarakat sejahtera. Spritualitas yang
tinggi akan menjadi sumber kekuatan untuk membangun moral yang tinggi dan
mental yang tanggung. Hal ini sangat dibutuhkan untuk membangun masyarakat
sejahtera.
Ketiga, Warrta yaitu kemakmuran, dasar kemakmuran menurut Bhagavadgita
ada tiga hal yaitu keseimbangan kemajuan pertanian (krsi), peternakan (Goraksya)
dan perdagangan (vanijyam). Kemajuan ini mengandung arti yang seluas-luasnya
termasuk industri dan perdagangan jasa. Jika tiga dasar dari pembangunan
kemakmuran ini tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari masyarakat
dan negara, maka pembangunan kesejahteraan tidak akan mungkin tercapai.
Pertanian dan peternakan harus diproduksi memadai agar dapat memenuhi
kebutuhan manusia. Sedangkan perdagangan harus menjamin meratanya distribusi
produksi pertanian dan peternakan secara adil dan kontinu.
Keempat, Danda Niti merupakan penataan kehidupan bersama agar kita sama-
sama hidup secara layak, wajar, dan adil sesuai dengan swadharma kita masing-
masing, dengan kata lain Danda Niti adalah sistem manajemen kehidupan
bersama agar berbagai kegiatan membangun kesejahteraan bersama dapat di
proporsikan dengan baik, sehingga tiap kegiatan dapat berfungsi maksimal untuk
kemajuan bersama. Bentuk-bentuk peran serta umat Hindu sesungguhnya perlu
menekankan pada peran serta dalam pemikiran, penggalangan dana, penyediaan
tenaga, dan peran serta dalam penggalian sumber-sumber kekayaan.
3. Catur Drsta
Catur Drsta memiliki arti empat pandangan atau dikembangkan lagi dapat
memiliki arti empat pandangan dalam bermasyarakat. Bagiannya meliputi :
7
Kuna/Purwa Drsta, yakni kebiasaan-kebiasaan yang sudah melekat pada
kehidupan masyarakat secara turun menurun, misalnya kegiatan
matetulung setiap ada upacara agama di rumah salah satu orang warga.
Loka Drsta dan Desa Drsta dapat dijadikan satu kesatuan karena sama-
sama berupa peraturan yang mengikat masyarakat suatu daerah. Misalnya
awig-awig yang dibuat, disepakati, dan dilaksanakan oleh masyarakat itu
sendiri.
Satra Drsta yang merupakan ajaran bermasyarakat yang bersumber dari
sastra atau pedoman-pedoman yang tertulis. Suatu daerah mungkin masih
memiliki sastra-sastra yang berkenaan dengan asal-usul daerah tersebut,
cerita-cerita rakyat, dan sebagainya.
2.5 Implementasi tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan HAM dan
demokrasi.
Agama Hindu mengajarkan bahwa kesejahteraan adalah yang menyangkut
kehidupan material dan spritual berdasarkan atas dharma artha dan kama yang
disebut Tri Warga, untuk mewujudkan kesejahteraan harus dilaksanakan
pembangunan masyarakat. Hak Asasi Manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak
pokok yang dibawa sejak lahir sebagai anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Hak-
hak asasi manusia diperjuangkan dalam kurun waktu panjang, dan telah masuk
dalam pasal-pasal Undang-undang Dasar Republik Indonesia.
Tanggung jawab umat Hindu dalam mewujudkan hak asasi manusia dan
demokrasi dilaksanakan dengan memenuhi kewajiban untuk mengamalkan
Undang-undang Dasar 1945 karena dalam pasal-pasalnya sudah masuk hak-hak
asasi manusia dan sendi-sendi demokrasi. Seperti dalam menjelaskan Weda Smrti
adhyaya VII sloka 14: Tuhan telah menciptakan Dharma, pelindung semua
mahkluk, penjelmaanya dalam wujud undang-undang, merupakan bentuk
kejayaan Brahman Yang Esa. Hal ini berarti jika kita akan melaksanakan Dharma
Negara maka kita juga telah melaksanakan Dharma Agama.
8
masyarakat yang adil dan demokrasi tiada jalan lain selain berkarma dan terus
berkarma sesuai ajaran dharma, serta berpandangan dari filosofi Tat Twam Asi.
karma dapat dikatakan sebagai kewajiban mutlak yang harus dijalankan
sebagaimana yang tercantum dalam Bhagawad Gita (III. 8), bahwa tiada hari
tanpa kerja, seperti yang telah ditentukan. Maksudnya, karma dipandang sebagai
kewajiban asasi bagi umat Hindu. Contohnya kewajiban seorang mahasiswa
adalah belajar dan membelajarkan diri untuk mencapai suatu tujuan yang dicita-
citakan.
Maka dengan ketiga konsep tersebut yaitu Tat Twam Asi, dharma-agama,
dharma-negara, HAM akan di dapat sebagai suatu kesatuan dengan KAM seperti
perumpamaan di atas, pemenuhan kewajiban dengan sendirinya akan diimbangi
dengan hak sebagai seorang siswa. Contoh yang paling sederhana, yaitu kita
sebagai seorang anak harus berbakti kepada orang tua karena hal tersebut sudah
merupakan kewajiban sebagai seorang anak untuk membahagiakan orang tuanya
yang telah mendidik dan menuntunnya sampai menjadi orang yang sukses.
kebahagiaan yang diberikan tidak mutlak berupa materi saja tetapi masih banyak
cara lain yang dapat dilakukan untuk membahagiakan orang tua sehingga hak
sebagai seorang anak dapat dicapai.
9
lainnya. Selain itu untuk penegakan HAM dan KAM, HAR dan KAR. Dilakukan
dengan jalan Ahimsa. Dalam penunaian tugas itu Ahimsa adalah kompasnya,
dalam segala tindak tanduknya. Makin jauh dan tinggi perkembangan rohani
seorang makin halus serta dalamlah persepsinya tentang Ahimsa. Bagi orang
awam Ahimsa cukup diartikan tidak membunuh atau memakai kekerasan
berdaniah lainnya, sedangkan bagi orang yang sudah tinggi perkembangan
jiwanya, kekerasan dalam pikiran atau berbohongpun serta mengharapkan
kecelakaan orang lain sudah melanggar Ahimsa, sudah kita melakukan himsa.
10
Parisudha dan Tattwam Asi. Selain itu, penegakan HAM, KAM, HAR, dan KAR
dilakukan dengan jalan Ahimsa. Dalam penunaian tugas itu Ahimsa adalah
kompasnya, dalam segala tindak tanduknya. Makin jauh dan tinggi perkembangan
rohani seseorang makin halus serta dalamlah persepsinya tentang Ahimsa. Bagi
orang awam Ahimsa cukup diartikan tidak membunuh atau memakai kekerasan
berdaniah lainnya, sedangkan bagi orang yang sudah tinggi perkembangan
jiwanya, kekerasan dalam pikiran, berbohong dan mengharapkan kecelakaan
orang lain sudah melanggar Ahimsa dan sudah melakukan himsa (kekerasan).
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehidupan bermasyarakat Hindu di Bali dikenal dengan desa pakraman.
Dalam bermasyarakat umat Hindu harus memegang erat konsep Tiga Kerangka
Dasar Agama Hindu yang terdiri dari Tattwa, Susila, dan Upacara. Dalam
mewujudkan masyarakat yang sejahtera berdasarkan persfektif Hindu, berawal
dari umat itu sendiri (secara individu). Terdapat beberapa konsep dari ajaran
agama Hindu yang menjadi pedoman dalam mewujudkan kesejahteraan tersebut,
diantaranya adalah konsep Tri Hita Karana, Tat Twan Asi, dan sebagainya.
3.2 Saran
Kami sebagai tim penyusun makalah ini menyadari bahwa dalam
penyampaian isi materi yang terdapat pada makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan saran maupun kritik yang
membangun dari para pembaca guna memperbaiki kesalahan yang ada
dikemudian hari atau masa yang akan datang.
12
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si, Pendidikan Agama Hidu
13