Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASWAJA I

“HUKUM AKAL”

Disusun Oleh Kelompok 3:


Andi Nurul Arifah (23021014022)
Syawal (23021014020)
Afriliasti Islamia (23021014021)
Muh Ilham AR (23021014024)

UNIVERSITAS ISLAM MAKASSAR


FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK INDUSTRI
TAHUN AKADEMIK 2023/2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
A. Latar Belakang...............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................3
A. Akal................................................................................................................................3
B. Jiwa................................................................................................................................6
C. Roh.................................................................................................................................8
D. Nafsu............................................................................................................................11
BAB III PENUTUP................................................................................................................17
A. Kesimpulan..................................................................................................................17
B. Kalimat Penutup...........................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT membuat alam semesta adalah sebagai bentuk dari kekuasaan dan juga
keagungan Allah SWT yang tak dapat tertandingi oleh apapun. Allah SWT turut pula
membuat berbagai ciptaan lain misalnya manusia tumbuhan dan hewan yang menjadi
penduduk bumi dan harus terus untuk taat serta berserah diri kehadirat Allah SWT.
Manusia merupakan makhluk yang paling istimewa dibanding makhluk lain yang telah
diciptakan oleh Allah SWT di mana memiliki berbagai perbedaan bentuk serta fungsi-
fungsi lain seperti akal, jiwa, roh dan juga nafsu. Hal-hal tersebut adalah salah satu
keistimewaan yang diberikan oleh Allah kepada manusia.
Melalui kepemilikan akal Maka manusia dapat membedakan kebatilan dan juga
keburukan sehingga manusia terus melakukan pencarian dan penggalian terhadap berbagai
keilmuan baik yang umum maupun yang berhubungan dengan ajaran Islam. Akal, jiwa,
roh dan nafsu yang dimiliki oleh manusia berperan sangat signifikan untuk terciptanya
kesuksesan yang diperoleh manusia tersebut dalam kehidupannya dan juga untuk
mendapatkan Ridho dari Allah SWT. Berhubungan dengan nafsu yang dimiliki oleh
manusia maka jika seseorang tersebut tidak dapat mengendalikan keinginannya dan juga
salah ketika bertindak dan hanya mengandalkan nafsu zed-nya dapat menjadikan
seseorang tersebut masuk ke dalam jurang kesesatan. Sederhananya Setiap orang
mempunyai alat guna meraih sumber-sumber kebaikan serta menghindarkan manusia
tersebut dari jalan yang sesat. Hal itu tidak dimiliki oleh makhluk lain yang Allah SWT
ciptakan yang mana hanya memiliki insting serta nafsu belaka.
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Arifin yang menjelaskan bahwasanya
manusia selain menjadi hamba atau Abdi dari Allah SWT namun ia turut pula menjadi
khalifah fil art atau pemimpin di bumi sehingga ia ditugaskan untuk melakukan
pengelolaan dan juga pemanfaatan setiap sumber daya yang ada secara optimal demi
kesejahteraannya. Manusia dengan dua posisi tersebut juga diberikan Anugerah secara
fisiologis atau fisik dan juga mental psikologis atau secara rohani yang bisa mengalami
pertumbuhan dengan sangat optimal apabila diberdayakan dan diiringi dengan ikhtiar
untuk menjalankan tanggung jawab tanggung jawab utama dalam hidupnya. Berdasarkan
pandangan dari ramayulis terkait diskursus pendidikan Islam yang mengkaji bahwasanya
manusia diikatkan dengan kefitraannya, kemampuan mental dan fisiologis dan juga

1
kebebasan yang dimilikinya dalam bertindak. Allah Swt menciptakan manusia lebih mulia
dari makhluk ciptaannya yang lain, manusia mempunyai kelebihan di antara makhluk
yang lain. Kelebihan manusia adalah manusia mempunyai dua dimensi yaitu dimensi
materi dan dimensi spiritual. Dimensi spiritual manusia di namakan dengan roh. Allah Swt
menciptakan manusia terdiri dari dua bagian, yaitu jasad dan roh. Roh dalam diri manusia
adalah sesuatu yang dapat berpikir dan tubuh dianggap sebagai yang objek tidak bisa
berpikir. Adapun ketika badan dan roh itu berinteraksi maka lahirlah jiwa manusia. Jadi
jiwa adalah kesatuan badan dan roh manusia yang membangkitkan segala aktifitas
manusia.
Keempat hal tersebut merupakan suatu ciri yang unik dan menjadi prinsip mendasar
untuk memahami manusia berdasarkan pendidikan Islam. Agar bisa melakukan dan
menjalankan tugas serta tanggung jawabnya maka manusia juga dianugerahi oleh Allah
berupa potensi baik dalam bentuk akal sehingga menciptakan banyak keilmuan. Dan juga
menjadi sarana pengelolaan dan juga pemanfaatan sumber daya alam yang ada di bumi.
Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang Hukum Akal (Akal, Jiwa, Roh
dan Nafsu).

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan akal ?
2. Apa yang dimaksud dengan jiwa ?
3. Apa yang dimaksud dengan roh ?
4. Apa yang dimaksud dengan nafsu ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Akal
1. Pengertian Akal
Secara bahasa, akal berasal dari Bahasa arab, ‘aqala yang berarti mengikat dan
menahan, dapat juga diartikan kecerdasan praktis. Bahwa orang berakal mempunyai
kecakapan untuk menyelesaikan masalah, dan setiap saat dihadapkan dengan masalah
ia dapat melepaskan diri dari bahaya yang dihadapinya. Dengan demikian makna lain
dari ‘aqala ialah mengerti, memahami, dan berfikir. Secara common sense kata kata
mengerti, memahami, dan berfikir, semua haltersebut berada di dada.
Adapun secara istilah akal memiliki arti daya berfikkir yang ada di dalam diri
manusia. Bagi Al-Ghazali akal mempunyai beberapa pengertian: (1). Sebagai potensi
yang membedakan manusia dengan binatang, dan menjadikan manusia mampu
menerima berbagaipengetahuan teoritis. (2). Pengetahuan yang diperoleh seseorang
sesuai dengan pengalaman dan memperhalus budinya. (3). Akal merupakan kekuatan
instink yang menjadikan seseorang mengetahui danpak dari semua persoalan yang
dihadapinya sehingga mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Akal adalah pembeda antara manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan
tuhan yang lain karena melalui penggunaan akal tersebut, maka manusia bisa mencari
tahu dan juga memahami kebaikan dan juga keburukan. Akal dalam redaksi Alquran
terdapat hingga 49 kali dan kata Al Albab terdapat 16 kali (Handayani dan Suyadi,
2019). Berdasarkan pandangan dari Quraish Shihab yang menjelaskan bahwasanya
akal Jika dilihat dari segi bahasa pada asalnya diartikan sebagai penghalang dan juga
tali pengikat. Alquran mendefinisikan hal tersebut sebagai sesuatu yang sifatnya
mengikat dan juga sebagai penghalang agar manusia tidak terjerumus untuk berbuat
dosa dan kesesatan. Berdasarkan pandangan dari Harun Nasution maka
berdasarkan Alquran akal memiliki kata kerja yaitu akaluhu yang tertulis satu ayat,
yakilun dengan 22 ayat, nakilun dengan satu ayat, takilun dengan 24 ayat dan
yakkiluha dengan satu ayat. Setiap kata-kata tersebut pada intinya mempunyai satu
makna yang sama yaitu pengerti dan juga paham. Sementara berdasarkan pandangan
dari al-aqqat Jalal bahwasanya al-lub merupakan akal yang berfungsi untuk digunakan

3
guna memperoleh pemahaman dan juga pengetahuan (Mansyur, 2019). Berdasarkan
berbagai pandangan dari para ahli tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwasanya
akal merupakan sumber sarana untuk berpikir guna mendapatkan pengetahuan dan
juga pemahaman terkait beragam hal yang ada pada otak seseorang (Huda, 2022).
2. Peran Akal Dalam Islam
Akal pada mulanya merupakan salah satu kekayaan Tuhan yang diberikan
kepada manusia, akal itu bisa berkembang, bisa bertambah maju. Berlainan dengan
binatang. Binatang itu hanya mempunyai instinct saja. Instict itu tidak bisa
berkembang. Oleh karena itu hidup binatangpun tidak pernah maju atau modern. Kalau
kita perhatikan secara seksama akan pencitaan dari makhluk makhluk yang beragam
ini maka pastilah akan timbul berbagaimacam kesan. Kesan yang pertma adalah bahwa
terjadinya segala sesuatu pasti tidak mungkin dengan kebetulan, akan tetapi ada
kekuasaan ghaib yang membuatnya. Dan disinilah peran penting akal yang akan
mencari cari siapa sebenarnya yang mencipta alam semesta dengan aneka ragam
coraknya.
Sejak zaman primitive akal manusia sudah mulai menerka bahwa setiap benda
itu mempunyai roh. Lama lama terkaan itu berubah menjadi keyakinan yang kini
dinamakan dengan kepercayaan animisme. Ada juga yang lain, kalu mereka terkena
dengan batu atau kayu merka merasa sakit maka timbullah dugaan mereka bahwa
benda benda memiliki kekuatan ghaib. Dugaan itu lama lama berubah juga menjadi
kepercayaan mereka yang dimana disebut dengan Dinamisme. Maka dipuja pujalah
pohon pohon dan batu batu yang angker.
Akan tetapi karna perkembangan akallah yang akhirnya bisa menemukan
kebenaraan yang ada pada hakikatnya jika akal sudah mencapai kepada kebenaran
maka akan dapat dipercaya dan diyakini dan segala sesuatu itu masuk akal dan tidak
mungkin tidak masuk akal seperti katanya seorang ilmuan barat yang mengatakan
“Karna Berfikir Aku Ada”.
Selain itu Akal mempunyai peranan yang sangat penting dalam agama islam,
jika dilihat terutama dari segi penggunaan akal kepada hukum-hukum dalam islam,
penggunaan akal dalam ekonomi islam untuk membangun suatuhal yang lebih baik
dari sebelumnya, dan penggunaan akal untuk membangun suatu pengaplikasian
ataupun pengabdian kepada agama dan bangsa serta dengan akal mampu memecahkan
ribuan masalah yang timbul dalam islam, dan bukan hanya masalah dalam islam saja,
namun masalah-masalah kenegaraan atau nation kitapun dapat diselesaikan dengan
4
adanya akal yang menjadi alat manusia untuk berfikir jauh ke masa mendatang.
Mungkin dari hasil analisa kami tentang akal, akal itu mempnyai peranan sangat
penting dalam agama karna tanpa akal agamapun pasti tidak akan ada. Akal juga
merupakan salah satu pemberian Tuhan YME kepada manusia yang kini menjadi
pembeda dengan makhluk-Nya yang lain. Peranan akal dalam islam sesuai dengan
kajian kami ialah untuk:
a. Mencari Kebenaran.
b. Menyelesaikan (memberi solusi) Masalah-Masalah baru yang timbul dalam islam.
c. Menelusuri atau menghasilkan gagasan baru kepada masa depan yang lebih cerah.
d. Memberikan dorongan kepada umat islam untuk kajian klasik dan modern.
e. Menunjukkan hal baik dan benar.
f. Landasan dasar berfikir untuk menemukan prsefektif satu titik hilang.
g. Mendatangkan hasil atau memberi new product terhadap islam tentang
berbagaimacam kajian yang berkaitan dengan agama dan ilmu ilmu alam lainnya.
h. Menjadi sumber pemikiran.
i. Menjadi sumber dari segala sumber gagasan atau ide.
j. Menjadi potensi yang membedakan manusia dengan binatang.
k. Menjadikan manusia mampu menerima berbagai pengetahuan teoritis.
3. Fungsi Akal Dalam Pendidikan Islam
Suatu pembelajaran merupakan kebutuhan yang menjadi strategi untuk
menciptakan manusia yang cerah serta berguna di masa mendatang. Pendidikan Islam
menganggap bahwasanya akal berfungsi untuk berperan agar menciptakan suatu insan
yang kamil. Pembelajaran Islam dilihatkan terhadap posisi ganda manusia sebagai
tadaku dan juga tafakur. tadakur berorientasi terhadap pengarahan, merespon,
mengapresiasi dan juga memberikan karakter terhadap manusia yang didasarkan pada
kesempurnaan dari sisi manusia tersebut. Sementara Tafakur memiliki peranan yakni
menjadi alat pengendali sehingga tand kur yang dimiliki oleh manusia tersebut
dijalankan sesuai dengan fungsi dan perannya secara optimal (saihu, 2019).
Berdasarkan hal tersebut maka tadakur mempunyai peranan yang sangat
signifikan bagi kehidupan manusia dan juga kesehariannya. Untuk itu kepribadian
harus dibentuk guna terciptanya kesempurnaan dalam diri manusia dan berorientasi
terhadap konsep taaluq, tahallul dan juga tahakhuq. Konsep tersebut adalah Sinergi
diantaranya dari kecerdasan akal, hati dan juga emosi manusia. Komponen-komponen
yang terpadu tersebut merupakan strategi agar manusia memiliki derajat paling tinggi
5
dan menjadi hamba sekaligus pemimpin di muka bumi. Berdasarkan hal itu maka akal
memiliki fungsi yang tidak terlepas dari adanya Fitrah atau bawaan manusia untuk
memberikan pengakuan bahwa Tuhan adalah Esa dan mengoptimalkan akal
berhubungan dengan bagaimana manusia tersebut dapat mengabdi kepada Tuhannya
dengan utuh dan memiliki akhlak yang baik serta memiliki komitmen dan juga
keterampilan untuk memuliakan dirinya sebagai manusia yang berorientasi terhadap
terciptanya ketentraman, kebersinambungan, kebersamaan dan juga keadilan (Aisyah,
2019). Berdasarkan hal tersebut maka seseorang yang memiliki probabilitas atau
peluang untuk menegakkan kebenaran dan juga menghilangkan kebatilan sesuai
dengan syariat Islam merupakan manusia dengan ketakwaan yang tinggi dan juga
memiliki pengetahuan serta keimanan yang luas dan diwujudkan dalam tindakan serta
prestasinya (Mustaghfiroh, 2020).

B. Jiwa
1. Pengertian Jiwa (Nafs)
Kata al-Nafs mempunyai dua arti. Pertama, al-Nafs yang berarti totalitas diri
manusia. Sehingga jika disebut “nafska (dirimu)” maka berarti dirimu secara
keseluruhan, bukan tangan, bukan kaki, bukan pikiraan tetapi keselurohan dirimu yang
membedakan dengan orang lain. Jika al-Nads dalam menghadapi syahwat dengan
tenang maka dijuluki al-Nafs al-Muthamainnah, sebagaiamana dalam Surat Al-Fajr
ayat 27-28. “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang
puas lagi diridhai-Nya”.
Jika al-Nafs dalam menghadapi syahwat dengan tidak tenang tapi lebih
cenderung mengikutinya tanpa kendali, maka diberi julukan al-Nafs al-Ammarah
sebagaimana dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 53. “dan aku tidak membebaskan
diriku (dari kesalahan), karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuroh kepada
kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku
Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”.
Islam mengakui bahwa akal merupakan alat atau sarana yang sangat penting
bagi manusia. Tidak hanya sebagai alat untuk mengembangkan ilmu yang dibutuhkan
manusia dalam kehidupan, akal juga merupakan salah satu prasyarat mutlak adanya
taklif atau agama. Jiwa adalah sosok yang bertanggung jawab atas segala perbuatan
kemanusiaanya. Jiwa memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan
dalam hidupnya. Pertanggungjawaban itu akan dipikul oleh jiwa ketika ia
6
dikembalikan ke badannya pada hari kebangkitan kelak. Berbeda dengan jiwa, roh
merupakan Anugrah Allah yang menularkan sebagian sidat-sifat Allah. Dengan
ditiupkannya roh saat itulah manusia dapat bernafas. Intinya Roh berfungsi sebagai
sesuatu yang menjadikan manusia itu hidup dan jiwa merupakan sosok penentu setiap
pilihan dalam kehidupan. Perbedaan makna jiwa dan roh dapat kita lihat dalam
kegiatan sehari-hari. Tatkala seseorang terlelap dalam tidur hembusan nafas dan detak
jantungnya masih terdengar karena yang ditahan oleh Allah adalah jiwanya bukan
rohnya.
2. Keanekaragaman Jiwa (Nafs)
Para ahli tasawuf membagi perkembangan jiwa menjadi tiga tingkatan:
a. Tingkat pertama manusia cenderung untuk hanya memenuhi naluri rendahnya yang
disebut dengan jiwa hayawaniyah/ kebinatangan (nafs ammarah) berdasar pada
Surat Yusuf (12) ayat 53.
b. Tingkat kedua, manusia sudah mulai untuk menyadari kesalahan dan dosanya,
ketika telah berkenalan dengan petunjuk Ilahi, di sini telah terjadi apa yang
disebutnya kebangkitan rohani dalam diri manusia. Pada waktu itu manusia telah
memasuki jiwa kemanusiaan, disebut dengan jiwa kemanusiaan (nafs lawwamah)
berdasarkan pada Surat al-Qayimah (73: 2).
c. Tingkat ketiga adalah jiwa yang telah bertransformasi masuk dalam kepribadian
manusia, disebut jiwa ketenangan (nafs muthmainnah) berdasarkan pada Surat al-
Fajr (89) ayat 27-28. Tingkatan jiwa ini hampir sama dengan konsep
psikoanalisanya Freud yaitu Id, Ego, dan Super ego.
Di dalam buku Psikologi Agama karya (Masganti Sitorus: 113), menjelaskan
bahwa tingakatan keanekaragaman nafs yaitu:
a. an-Nafs al-ammarah Allah berfirman tentang an-nafs al-ammarah dalam Q.S Yusuf
ayat 53 yang berbunyi: “Dan Aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan),
Karena Sesungguhnya nafsu itu selalu menyuroh kepada kejahatan, kecuali nafsu
yang diberi rahmat oleh Rabbku. Sesungguhnya Rabbku Maha Pengampun lagi
Maha penyayang”. Nafs al-ammarah disebut juga nafs hewani. Al-Ghazali
menyebutkan dengan citraan yang lebih kontras yaitu nafs bahimiyyah dan nafs
sabu’iyyah (binatang ternak dan binatang buas). Sifat binatang ternak dan binatang
buas itu melekat dalam diri manusia. Mulai dari jiwa sampai jasmaninya. Wujudnya
dalam bentuk perilaku makan, minum, tidur, bersenggama, dan tempat tinggal yang
serba berlebihan, tidak Islami. Puncaknya yaitu hubb ad-dunya wa karahat al-maut
7
(cinta dunia dan takut mati) (Masganti Sitorus:110). Allah berfirman dalam Q.S Ali-
Imran ayat 14 tentang kecintaan manusia pada unsur-unsur nafs al-ammarah
ssebagai berikut: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada
apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang- binatang ternak dan sawah ladang. Itulah
kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surge)”.
b. An-Nafs al-lawwamah Allah berfirman tentang an-nafs al-lawwamah dalam Q.S al-
Qiyamah ayat 2 berikut: “Dan Aku bersumpah dengan jiwa yang amat menyesali
(dirinya sendiri)” Kata lawwamah ini adalah bentuk mubalaghah (hiperbolis) dari
kata lawum yang maksudnya adalah mencela pemiliknya. Celaan dari jiwa seperti
ini terhadap pemiliknya mengarah kepada dua jalan. Pertama, dengan mendorong
pemiliknya untuk introspeksi atas perbuatan jelek yang pernah ia perbuat, seperti
melakukan suatu perbuatan maksiat, menyakiti orang yang tidak seharusnya, atau
menghukumnya dengan hukuman yang berlebihan. Penyesalan ini bisa
membangkitkan pemiliknya untuk bertaubat dan akan membawanya untuk kembali
dari jalan orang-orang yang tidak beriman. Kedua, mengajak kepada pemiliknya
untuk introspeksi atas kelalaian dalam melakukan perbuatan yang baik (Masganti
Sitorus: 110-11).
c. An-Nafs al-Mutmainnah Allah berfirman tentang nafs al-mutmainnah dalam Q.S al-
Fajr ayat 27-28 sebagai berikut: “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada rabbmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Menurut Hamka dalam tafsir al-Azhar
dengan pengalaman dari tingkatan nafs ammarah dan nafs lawwamah, maka
seseorang dapat mencapai nafs al-mutmainnah, yakni jiwa yang telah mencapai
tenang dan tentram.

C. Roh
1. Pengertian Roh
Adalah sumber kehidupan dan sumber moral yang baik. Roh adalah sesuatu
(unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan tuhan sebagai penyebab adanya hidup.
Roh juga sesuatu yang halus, bersih, dan bebas dari pengaruh hawa nafsu yang
merupakan rahasia Allah SWT yang hanya bisa diketahui oleh manusia tertentu setelah
Allah SWT memberikan kasyf (gambar yang terbayang) kepadanya. Kata Roh
disebutkan dalam Alquran sebanyak 24 kali (Baharuddin: 141) masing-masing terdapat
dalam 19 Surat yang tersebar dalam 21 ayat. Dalam 3 (tiga) ayat kata roh berarti
8
pertolongan atau rahmat Allah, 11 ayat yang berarti Jibril, 1 (satu) ayat bermakna
wahyu atau Alquran, dalam 5 ayat lain roh berhubungan dengan aspek atau dimensi
psikis manusia. Roh juga mempunyai dua arti. Pertama, roh yang berkaitan dengan
tubuh yang erat kaitannya dengan jantung ini, yang beredar bersama peredaran darah.
Kalau darah sudah tidak beredar lagi dan jantung kita sudah berhenti roh itu pun tidak
ada. Dalam pengertian ini roh dalam bentuk jasmani yang terikat dengan jasad. Kedua,
roh didefinisikan sama dengan hati, yaitu lathifah Rubbaniyah Rohaniyah. Roh
merasakan penderitaan atau kebahagiaan.
Roh adalah substansi yang memiliki natur tersendiri. Menurut Ibnu Sina, roh
adalah kesempurnaan awal jisim alami manusia yang tinggi yang memiliki kehidupan
dengan daya. Sedang bagi al-Farabi mengatakan, roh berasal dari alam perintah (amar)
yang mempunyai sifat berbeda dengan jasad. Menurut Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
menyatakan pendapatnya bahwa, roh merupakan jisim nurani yang tinggi, hidup
bergerak menembus seluroh anggota tubuh dan menjalar di dalam diri manusia (Ibnu
Qayyim Az-Jauziyyah, 2015: 289). Menurut Imam al-Ghazaly berpendapat bahwa roh
itu mempunyai dua pengertian: roh jasmaniah dan roh rohaniah. Roh jasmaniah ialah
zat halus yang berpusat diruangan hati (jantung) serta menjalar pada semua urat nadi
(pembuluh darah) tersebut ke seluroh tubuh, karenanya manusia bisa bergerak (hidup)
dan dapat merasakan berbagai perasaan serta bisa berpikir, atau mempunyai kegiatan-
kegiatan hidup kejiwaan.
Sedangkan roh rohaniah adalah bagian dari yang ghaib. Dengan roh ini
manusia dapat mengenal dirinya sendiri, dan mengenal Rab-nya serta menyadari
keberadaan orang lain (kepribadian, ber-ketuhanan dan berperikemanusiaan), serta
bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Syekh Mahmoud Syaltout mengatakan
bahwa roh itu memang sesuatu yang ghaib dan belum dibukakan oleh Allah bagi
manusia, akan tetapi pintu penyelidikan tentang hal-hal yang ghaib masih terbuka
karena tidak ada nash agama yang menutup kemungkinannya. Menurut Ibnu Zakariya
menjelaskan bahwa kata roh dan semua kata yang memiliki kata aslinya terdiri dari ra,
wawu¸ ha; mempunyai arti dasar besar, luas, dan mulia. Makna itu mengisyaratkan
bahwa roh merupakan sesuatu yang agung, besar dan mulia, baik nilai maupun
kedudukannya dalam diri manusia.
2. Karakteristik Roh
Mengenai roh ada beberapa karakteristik, antara lain:
a. Roh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah/bumi
9
b. Roh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia.
c. Roh yang berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat-
Nya.
d. Roh tetap hidup sekalipun seseorang tidur/tidak sadar
e. Roh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan
menjadi suci dengan taubat dan menggantinya dengan taubat dan mneggantinya
dengan amal- amal sholeh.
f. Roh karena sangat lembut dan halusnya mengambil “wujud” serupa “wadah”-nya,
paralel dengan zat cair, gas, dan cahaya yang “bentuk”-nya serupa tempat ia berada.
g. Tasawuf mengikutsertakan roh seseorang beribadah kepada Allah SWT
h. Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai pada taraf
kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah. Kalimat Allah yang
termuat dalam roh itu pada gilirannya dapat membuat roh itu sendiri ke alam
ketuhanan (Sitorus, 2014).
Berdasarkan keterangan-keterangan sufistik tersebut, di samping akal,
perasaan, hasrat, imajinasi, dan kualitas-kualitas psikofisik yang luar biasa itu, terdapat
juga dimensi manusiawi lainnya yang sangat luar biasa, yaitu Roh. Roh yang sejauh ini
banyak dibicarakan di lingkungan tasawuf, kelak mungkin “tersentuh” pula oleh
Psikologi Islami.
3. Peran Roh
Roh mengatur dan bertasaruf (bertindak) pada jasad sebagaimana halnya raja
dengan kerajaannya. Keperluan jiwa terhadap badan dapat diumpamakan dengan
perlunya bekal bagi musafir. Seseorang tidak akan sampai kepada Tuhan kalau roh
tidak mendiami jasadnya selama di dunia. Tingkat yang lebih rendah harus dilalui
untuk sampai pada tingkat yang lebih tinggi. Ibnu Qayyim memandang bahwa roh
merupakan sumber kehidupan manusia, roh memberikan kehidupan bagi jasad dan
jiwa, roh bersifat cahaya dan mulia, merupakan sumber pemberi gerak, kehendak dan
rasa.
Al-Gazali berkesimpulan bahwa hubungan roh dengan jasad merupakan
hubungan yang saling memengarohi. Di sini al-Gazali mengemukakan hubungan dari
segi maknawi karena wujud hubungan itu tidak begitu jelas. Lagi pula ajaran Islam
tidak membagi manusia dalam kenyataan hidupnya pada aspek jasad, akal, atau roh,
tetapi merupakan suatu kerangka yang saling membutuhkan dan mengikat. Itulah yang
dinamakan manusia. Roh itulah yang sebenarnya menjadi kekuatan penggerak
10
terhadap semua potensi dan anggota tubuh manusia. Dengan adanya roh maka, telinga
akan bisa digunakan untuk mendengarkan, mata dapat digunakan untuk melihat, dan
demikian pula otak dapat digunakan untuk berpikir dan seterusnya.
Akan tetapi manakala roh tersebut sedang meninggalkan jasadnya, maka
semua anggota tubuh tidak dapat berfungsi lagi. Semisal, ketika seseorang sedang
tidur, artinya rohnya sementara sedang meninggalkan jasadnya, maka mata yang
dimilikinya tidak bisa digunakan untuk melihat, telinganya tidak dapat digunakan
untuk mendengarkan, otaknya tidak dapat digunakan untuk berpikir bahkan semua
anggota tubuhnya tidak akan bergerak dan juga tidak berfungsi. Lebih jauh lagi, ketika
roh sudah meninggalkan jasadnya untuk selama-lamanya, maka secara fisik
kehidupannya sudah berakhir. Jasadnya yang bersangkutan harus segera dikuburkan.
Apa saja yang ada pada badan orang dimaksud sudah tidak akan berfungsi lagi,
disebabkan rohnya sudah meninggalkannya. Mungkin, dalam dunia teknologi modern
sekarang ini, manusia itu dapat diumpakan sebagai komputer, yaitu selalu terdiri atas
hardware dan software. Ketika sebuah komputer tidak tersedia softwarenya maka tidak
akan memiliki arti apa-apa.

D. Nafsu
1. Pengertian Nafsu
Pengertian Nafsu secara umum adalah sebuah perasaan atau emosional jiwa
pada manusia yang mencondongkan kepada sesuatu yang disukainya. Nafsu
adalah sebuah dorongan, sebuah keinginan untuk memenuhi kesenangan, yang
sebenarnya sifatnya netral. Bagaikan 2 mata pisau, nafsu bisa menjadi suatu hal yang
baik, tetapi bisa juga menjadi suatu hal yang buruk, tergantung siapa yang menyetir
dorongan nafsu ini. Kemudian, jika nafsu itu kita condongkan kepada sesuatu yang
baik dan sesuai syariat, maka ini adalah nafsu terpuji, dan sebaliknya, jika mengarah
pada sesuatu yang buruk atau bertolak belakang dengan syariat, maka ini merupakan
nafsu tercela. Jadi, jika ada seseorang mengatakan nafsu itu jelek atau tercela, itu
karena ia lebih mencondongkan nafsunya ke dalam hal-hal yang buruk atau
bertentangan dengan syariat, maka ini menjadi nafsu yang tercela.
Hawa Nafsu yang ada dalam diri manusia adalah merupakan tempat dimana
syaitan memasukkan pengaruhnya. Pengaruhnya dapat tampil dalam berbagai bentuk,
dan menyentuh semua lapisan masyarakat, baik kaya atau miskin, pejabat atau rakyat,
pedagang atau pegawai, wanita atau pria, pemuda, orang tua dan seterusnya. Hawa
11
Nafsu yang datang kepada orang kaya menyebabkan dirinya diperbudak oleh harta
benda, mengumpulkan harta benda sebanyak-banyaknya dan enggan menolong orang
lain. dengan kekayaannya itu ia menjadi sombong, pamer dan seterusnya.
Selanjutnya hawa nafsu yang datang kepada orang miskin menyebabkan ia
putus asa, tidak beribadah kepada Allah karena ia selalu merenungkan kemiskinannya
itu, dan bahkan dengan kemiskinannya itu menyebabkan ia menjual harga diri dan
aqidahnya. Hawa Nafsu yang menimpa pada pejabat menyebabkan ia bertindak
sewenang–wenang kepada rakyatnya, ia tidak mau melepaskan jabatannya, dan
mempergunakan jabatannya untuk menumpuk kekayaan sebanyak-banyaknya.
2. Hakikat Nafsu
Adapun yang dimaksud nafsu oleh sebagian orang ialah sifat tercela, perilaku
tercela, dan perbuatan tercela yang ada pada manusia, baik pengaruh dari luar maupun
bawaan lahir. Pandangan umum yang disepakati oleh semua kalangan masyarakat,
menyatakan bahwa nafsu merupakan penghalang, antara seorang hamba dengan Allah
Subhanahu Wa ta’ala, dan hamba itu tidak akan sampai kepada-Nya sebelum
menyingkirkan penghalang tersebut. Beberapa hadits menunjukkan bahwa dalam jiwa
manusia pasti ada dorongan kejahatan, maka setiap hamba wajib meminta pertolongan
dari Allah Subhanahu Wa ta’ala dari bahaya nafsu tercela.
Berdasarkan nafsunya, manusia manusia dibagi menjadi dua golongan, yaitu :
a. Pertama, golongan yang dikalahkan, diperbudak, dibinasakan, dan senantiasa
dibawah perintah nafsunya.
b. Kedua, golongan yang dapat mengalahkan dan menundukkan nafsunya, sehingga
nafsunya tunduk dan taat menjalankan perintahnya.
Hawa nafsu juga meliputi dua hal, yaitu syubhat dan syahwat. Ulama
menjelaskan dua nafsu tercela tersebut secara bersamaan, yaitu :
a. Terkait nafsu syubhat, ini dapat menjerumuskan seseorang kepada perilaku bid’ah,
dan perilaku bid’ah seringkali sulit untuk menerima kebenaran.
b. Terkait nafsu syahwat, maka dibagi menjadi dua, yaitu perkara mubah dan perkara
yang diharamkan. Perkara mubah seperti, berpakaian, makan maupun minum, dan
perkara yang diharamkan seperti berjudi, minum minuman keras, berzina, dan
maksiat lainnya, dan pelakunya disebut fajir atau fasiq.
Mengikuti syubhat lebih parah dibandingkan dengan seseorang yang
terjerumus dalam perkara syahwat, sebab, perkara syubhat menjadikan seseorang sulit

12
menerima kebenaran, sehingga sulit pula untuk bertaubat. Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah, rahimahullah mengatakan,
‫واتباع األهواء في الديانات أعظم من اتباع األهواء في الشهوات‬
“Mengikuti hawa nafsu dalam beragama (syubhat) lebih parah dibandingkan
Mengikuti hawa nafsu dalam urusan syahwat” [Al-Istiqomah, Ibnu Taimiyyah].

3. Macam-Macam Nafsu Dalam Al-Qur’an


Memang berbagai macam nafsu ada di dalam diri manusia, baik nafsu baik
maupun tercela, namun dalam Al Qur’an, Allah Subhanahu Wa ta’ala membagi nafsu
menjadi tiga sifat, yaitu:
a. Nafsu Muthmainnah
Nafsu Muthmainnah berkenaan dengan ketaatan jiwa seseorang dengan Rabb-
nya, karena iman dan amal shalehnya. Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman,
‫اَّلِذ يَن َآَم ُنوا َو َتْطَم ِئُّن ُقُلوُبُهْم ِبِذ ْك ِر ِهَّللا َأاَل ِبِذ ْك ِر ِهَّللا َتْطَم ِئُّن اْلُقُلوُب‬
Artinya : (yaitu) Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi
tenteram. [QS. ar-Ra’du: 28]
Allah juga berfirman,
‫ اْر ِج ِع ي ِإَلى َر ِّبِك َر اِض َيًة َم ْر ِضَّيًة‬. ‫َيا َأَّيُتَها الَّنْفُس اْلُم ْطَم ِئَّنُة‬
Artinya : “Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai-Nya.” [QS. al-Fajr: 27-28].
b. Nafsu Lawwamah
Nafsu Lawwamah berkenaan dengan nafsu tercela. Nafsu ini sering disebut
nafsu tercela karena dengan nafsu ini, seseorang melakukan kesalahan, baik dosa
besar maupun dosa kecil, atau tidak menghiraukan perintah yang sifatnya wajib
maupun yang dianjurkan. Allah Subhanahuwa ta’ala menyebut nafsu jenis ini dalam
al-Quran,
‫َو اَل ُأْقِس ُم ِبالَّنْفِس الَّلَّو اَم ِة‬
“Aku bersumpah dengan menyebut nafsu lawwamah.” [QS. al-Qiyamah: 2]
c. Nafsu Ammarah bis su’u
Dan yang ketiga adalah nafsu Ammarah bis su’u, yaitu nafsu yang selalu
mengajak seseorang untuk melakukan perbuatan dosa dan perilaku tercela, serta
melakukan yang haram dan batil. Allah Subhanahuwa ta’ala menyebut nafsu ini
dalam surah Yusuf,
13
‫َو َم ا ُأَبِّرُئ َنْفِس ي ِإَّن الَّنْفَس َأَلَّم اَر ٌة ِبالُّس وِء ِإاَّل َم ا َر ِح َم َر ِّبي ِإَّن َر ِّبي َغُفوٌر َرِح يٌم‬

Artinya : “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena


sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang
diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” [QS. Yusuf: 53].

4. Cara Umum Mengendalikan Hawa Nafsu


a. Mengekang Nafsu Dengan Berpuasa
Seperti yang kita tahu, puasa merupakan perisai, seseorang yang berpuasa,
baik yang wajib maupun yang sunnah, sama halnya seseorang itu telah melatih
hawa nafsunya. Seseorang yang berpuasa, cenderung lebih bisa mengatur hawa
nafsunya, dan menjaga diri dan hatinya dari kerusakan yang disebabkan oleh nafsu.
Allah Subhanahuwa ta’ala berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 183:
“Yaa ayyuhallaziina aamanu kutiba ‘alaikumus-siyaamu kamaa kutiba
alallaziina ming qablikum la’allakum tattaqun”
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
Karena puasa itu adalah perisai, maka seseorang yang berpuasa pasti akan
menjaga ucapannya serta perilakunya.
b. Berlindung dari Bahaya Nafsu
Dengan bahaya nafsu tercela, maka kita harus banyak berdoa dan meminta
perlindungan kepada Allah Subhanahuwa ta’ala, sebab, setan akan selalu menggoda
manusia untuk melampiaskan nafsu kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah
Subhanahuwa ta’ala, seperti perbuatan zina, judi, minum khamr, dan lainnya
sebagainya.
Maka hendaknya kita perbanyak doa dan istighfar agar terlindung dari bahaya
nafsu tercela dengan banyak mengingat Allah Subhanahuwa ta’ala. Dalam surah Al-
Araf ayat 200, Allah ta’ala berfirman :
“Wa immaa yanzagannaka minasy-syaitaani nazgun fasta’iz billaah, innahu
samii’un ‘aliim”
Artinya : “Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah
kepada Allah.”
c. Meninggalkan Sesuatu Yang Meragukan

14
Cara mengendalikan hawa nafsu juga dapat kita lakukan dengan cara menjauhi
segala sesuatu yang meragukan atau syubhat. Sebab, sesuatu yang syubhat atau
samar terkadang menjerumuskan seseorang kedalam jurang dosa, sebab tidak
mengetahui secara pasti hukum yang sesungguhnya, ia hanya menggunakan
prasangka belaka. Syubhat juga dapat menjadikan seseorang sulit menerima
kebenaran, sehingga ia sulit untuk bertaubat, dan dapat pula terjerumus dalam
perkara-perkara bid’ah.

d. Melakukan Shalat Malam


Dengan shalat malam atau qiyamullail, seseorang juga dapat menenangkan
diri serta mengendalikan hawa nafsunya yang bergejolak. Rasulullah shalallahu
alaihi wassalam bersabda :
“Sesungguhnya aku biasa tidur dan shalat, berpuasa dan berbuka, dan aku
menikahi wanita-wanita. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai ‘Utsman, karena
sesungguhnya keluargamu memiliki hak yang menjadi kewajibanmu, tamumu
memiliki hak yang menjadi kewajibanmu, dan jiwamu memiliki hak yang menjadi
kewajibanmu. Maka puasalah, berbukalah, shalatlah (pada sebagian waktu malam)
dan tidurlah (pada sebagian waktu malam].”
e. Tidak Menuruti Semua Keinginan Nafsu
Tentu kita tahu tidak semua nafsu mengarahkan kita kepada kebaikan, maka
kekanglah nafsu kita, dan jangan menuruti semua keinginan nafsu. Jika tidak,
mungkin kita akan terjerumus dalam salah satu perbuatan dosa yang diinginkan
nafsu kita.
f. Menjauhi Sikap Ingin Tahu Rahasia Orang Lain
Menjaga sikap kita yang ingin tahu urusan orang lain juga dapat membantu
kita mengekang hawa nafsu jelek, sebab seseorang seringkali mencampuri urusan
orang lain dan berdampak buruk yang merusak amalan kita, seperti suka ghibah,
dan memfitnah orang.
g. Menundukkan Pandangan
Untuk mengendalikan hawa nafsu, kita juga harus melatih menjaga
pandangan. Yang mana mata kita seringkali melihat hal-hal yang dilarang dan
menimbulkan dosa mata. Allah Subhanahu Wa ta’ala berfirman dalam surah An-
Nur 30,

15
“Qul lil-mu’miniina yaguddu min absaarihim wa yahfazu furujahum, zaalika
azkaa lahum, innallaaha khabiirum bimaa yasna’un”
Artinya : “Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman : “Hendaklah
mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu
adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang
mereka perbuat.”
h. Membaca Alquran
Selanjutnya, mengekang hawa nafsu dengan banyak membaca Alquran. Allah
Subhanahuwa ta’ala berfirman,
“Wa kazaalika anzalnaahu hukman ‘arabiyy, wa la’inittaba’ta ahwaa’aahum
ba’da maa jaa’aka minal-‘ilmi maa laka minallaahi miw waliyyiw wa laa waaq”
Artinya : “Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai
peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab. Dan seandainya kamu mengikuti hawa
nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada
pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.” [QS. Ar- Rad : 37]
i. Berkumpul Dengan Orang-orang Shaleh
Membiasakan diri berkumpul dengan orang-orang shaleh juga membuatmu
dapat mengendalikan hawa nafsu, sebab, teman yang baik akan selalu mengingatkan
kita jika kita melakukan hal-hal yang tidak baik atau perbuatan dosa.
j. Evaluasi Diri
Selalu koreksi diri dan evaluasi diri setiap saat, dan pada saat melakukan
ibadah. Apakah sudah benar atau belum, agar kita selalu diberikan petunjuk serta
dapat menaklukkan hawa nafsu kita.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Secara istilah akal memiliki arti daya berfikkir yang ada di dalam diri manusia. Akal
adalah pembeda antara manusia dibandingkan dengan makhluk ciptaan tuhan yang
lain karena melalui penggunaan akal tersebut, maka manusia bisa mencari tahu dan
juga memahami kebaikan dan juga keburukan. Akal dalam redaksi Al-quran terdapat
hingga 49 kali.
2. Jiwa (Nafs) adalah sosok yang bertanggung jawab atas segala perbuatan kemanusiaan
seseorang. Jiwa memiliki kebebasan untuk memilih kebaikan atau keburukan dalam
hidupnya. Islam mengakui bahwa akal merupakan alat atau sarana yang sangat
penting bagi manusia. Tidak hanya sebagai alat untuk mengembangkan ilmu yang
dibutuhkan manusia dalam kehidupan, akal juga merupakan salah satu prasyarat
mutlak adanya taklif atau agama.
3. Roh adalah sesuatu (unsur) yang ada dalam jasad yang diciptakan tuhan sebagai
penyebab adanya hidup. Roh juga sesuatu yang halus, bersih, dan bebas dari pengaruh
hawa nafsu yang merupakan rahasia Allah SWT yang hanya bisa diketahui oleh
manusia tertentu setelah Allah SWT memberikan kasyf (gambar yang terbayang)
kepadanya. Kata Roh disebutkan dalam Alquran sebanyak 24 kali.
4. Nafsu secara umum adalah sebuah perasaan atau emosional jiwa pada manusia yang
mencondongkan kepada sesuatu yang disukainya. Nafsu adalah sebuah dorongan,
sebuah keinginan untuk memenuhi kesenangan, yang sebenarnya sifatnya netral.

17
Hawa Nafsu yang ada dalam diri manusia adalah merupakan tempat dimana syaitan
memasukkan pengaruhnya.

B. Kalimat Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami samapikan, kami selaku penyusun berharap
makalah ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembacanya,
khususnya para mahasiswa bisa memahami bagaimana pengertian dan berbagai hal
tentang Hukum Akal meliputi Akal, Jiwa, Roh dan Nafsu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan.
Maka dari itu, kami mengharap kritik dan saran yang konstruktif agar nantinya bisa lebih
baik dalam pembuatan makalah berikutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. 2019. Pendidikan Fitrah Dalam Perspektif Hadist. Al-Adzka: Jurnal Ilmiah
Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.

Al-Hillawi, M.A.A. 2001. Roh Itu Misterius. Jakarta: Cendikia Sentra Muslim.

Ansori, S., Sri, K.D., dan Zaedatussubyan. 2015. Studi Hukum Islam “Peran Akal Dalam
Islam. Bagu.

Arifin, Muzayyin .2003. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Azrifah, Z., Utari, D.S. 2016. Roh dan Jiwa. Semarang.

Cantika, Yuvi. 2022. Nafsu Adalah: Pengertian, Hakikat, dan Macam-Macamnya. Gramedia
Blog.

Hakamah, Zaenatul. 2015. Ruh Dalam Persepektif Al-Qur’an Dan Sains Modern. Universum,
Vol. 9, no.2.

Handayani, A. B. dan Suyadi, S. 2019. Relevansi Konsep Akal Bertingkat Ibnu Sina Dalam
Pendidikan Islam Di Era Milenial. Ta’dibuna: Jurnal Pendidikan Islam.

Huda, A. M. 2020. Otak dan Akal dalam Kajian Al-Qur’an dan Neurosains. Jurnal
Pendidikan Islam Indonesia.

Mustaghfiroh, S. 2020. Konsep “Merdeka Belajar” Perspektif Aliran Progresivisme John


Dewey. Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran.

18
Mustofa, Agus. 2015. Menyelam Ke Samudra Jiwa Dan Ruh. Surabaya: Patma Press.

Nassirudin. 2010. Pendidikan Tasawuf. Semarang: RaSAIL.

Qayyim, Ibnu Al Jauziyah.1999. Roh. Jakarta: Pustaka Al Kautsar.

Saihu, S. 2019. Konsep Manusia dan Implementasinya Dalam Perumusan Tujuan


Pendidikan Islam Menurut Murtadha Muthahari. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam
dan Manajemen Pendidikan Islam.

Sasongko, Agung. 2017. Ruh Dalam Filsafat dan Tasawuf Islam. Republika.com.

Sitorus, Masganti. 2014. Psikologi Agama. Medan: Perdana Publishing.

Suprayogo, Imam. 2016. Mengenal “Aku” Pada Diri Seseorang. Malang.

19

Anda mungkin juga menyukai