TAFSIR TARBAWI
“Posisi Akal dan Kedudukan Nafsu dalam Islam serta Kedudukannya
dalam Pendidikan Islam”
Dosen Pengampu : Marwan, S.Ag., M.Pd.I
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................
A. Latar Belakang.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................
A. Akal..........................................................................................................2
B. Hawa Nafsu..............................................................................................5
A. Kesimpulan..............................................................................................9
B. Saran........................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................11
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam siklus sebuah penciptaan, Allah SWT telah meninggikan
derajat mahluk yang bernama manusia. Beragam ilmu dan pengetahuan telah
Dia benamkan dalam akal manusia. Akal, inilah perantara Tuhan untuk
membenamkan ilmu dan pengetahuan, yang nantinya akan dipergunakan
sebagai alat bertahan hidup dimuka bumi, yang memang manusia dipersiapkan
untuk menjadi khalifahnya, pemimpinnya. Dengan akal, dan ilmu
pengetahuan yang terbenam didalamnya manusia mampu melakukan
improvisasi dalam rangka menjalankan perannya sebagai pemimpin dimuka
bumi. Terlebih, ada banyak kejadian dialam semesta, atau ayat-ayat Kauniyah,
yang Alloh berikan sehingga manusia dapat belajar dengan akalnya.
Nafsu sebagai salah satu sifat yang Alloh berikan kepada manusia,
selalu digunakan oleh Iblis, Setan dan kawan-kawannya, untuk memperdaya
manusia. Yang seringkali membuat keputusan-keputusan yang diambil oleh
manusia didominasi oleh nafsu yg dikuasai setan. Keputusan yang di
provokatori oleh setan itu cenderung melalaikan hakikat khalifah dimuka
bumi, melalaikan sebuah siklus “kehidupan” dikampung akhirat, melalaikan
dari pengharapan ridho Illahi dalam setiap penjalanan aktifitas. Kemudian
Alloh mengutus Nabi dan Rasul, yang bersamanya dititipkan Firman-firman
Tuhan, ayat-ayat Illahiah, aturan main bagi manusia, pedoman dasar bagi
manusia dalam menjalani perannya sebagai khalifah. Sebuah aturan main yang
menjelaskan hal-hal yg harus dilakukan, dan juga hal-hal yang harus dihindari,
tidak boleh disentuh sama sekali. Disini juga dijelaskan bagimana Iblis, setan
dkk menjadi musuh manusia yang paling utama. Serta diajarkan juga
bagaimana caranya mengekang hawa nafsu, dan mengoptimalkan kerja akal.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana posisi akal dalam islam?
2. Bagaimana posisi nafsu dalam islam
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Akal
Kata akal yang sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata arab
al-‘aql ( )العقلyang dalam bentuk kata benda, berlainan dengan kata al-wahy (
)الوحى, tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an, sebagaimana dikatakan
Harun Nasution hanya membawa bentuk kata kerjanya aqaluh ( )عقلوهdalam
1 ayat, ta’qilun ( )تعقلون24 ayat, na’qil ( ) نعقل1 ayat, ya’qiluha ( ) يعقلهاdan
ya’qilun (ونQQ ) يعقل22 ayat. Kata-kata ini datang dalam arti paham dan
mengerti.1
Selain itu di dalam Al-Qur’an terkadang kata akal diidentifikasikan
dengan kata lub jamaknya al-albab. Sehingga kata Ulu al-bab dapat diartikan
orang-orang yang berakal. Hal ini misalnya dijumpai padaa ayat yang
berbunyi:
ت ُأِلولِي
ٍ ار آَل يَاِ َف اللَّ ْي ِل َوالنَّه ْ ض َو
ِ اختِاَل ِ ْت َواَأْلر ِ اوا َ ق ال َّس َم ْ ِإ َّن فِي
ِ خَل
ق ْ الَّ ِذينَ يَ ْذ ُكرُونَ هَّللا َ قِيَا ًما َوقُعُودًا َو َعلَ ٰى ُجنُوبِ ِه ْم َويَتَفَ َّكرُونَ فِي. ب
ِ خَل ِ اَأْل ْلبَا
ِ َّاب الن
ار ِ َض َربَّنَا َما َخلَ ْقتَ ٰهَ َذا ب
َ اطاًل ُسب َْحانَكَ فَقِنَا َع َذ ِ ْت َواَأْلر َ ال َّس َم
ِ اوا
Artinya ; Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang
berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk
atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau
menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksa neraka. ( Q.S.Ali-Imran, 3:190-191)
Pada ayat tersebut terlihat bahwa orang yang berakal ( ulu al-bab) adalah
orang yang melakukan dua hal yaitu tazakkur yakni mengingat (Allah), dan
tafakkur, memikirkan (ciptaan Allah). Sementara Imam abi al-Fida Isma’il
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan Ulu al-bab adalah orang-orang
yang akalanya sempurna dan bersih yang dengannya dapat ditemukan
berbagai keistimewaan dan keagungan mengenai sesuatu, tidak seperti orang
yang buta dan gagu yang tidak dapat berfikir. Dengan melakukan dua hal
1
Harun Nasution, akal dan wahyu dalam islam, (Jakarta: UI Press, 1986), cet. II, hal.5
3
Dalam lisan al-Arab dijelaskan bahwa al-a-‘aql berarti al-hijr yang berarti
menahan dan mengekang hawa nafsu. Seternusnya diterangkan pula bahwa
al-‘aql mengandung arti kebijaksanaan (al-nuha), lawan dari lemah pikiran (al-
humq). Selanjutnya disebutkan pula al-‘aql juga mengandung arti kalbu (al-
qalb). Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa kata aqala mengandung arti
memahami. Demikian pula dalam kamus-kamus arab, dapat dijumpai kata
aqala yang berarti mengikat dan menahan.
Dengan kata lain ketika akal melakukan fungsinya sebagai alat untuk
memahami apa yang tersirat dibalik yang tersurat, dan dari padanya ia
menemukan rahasia kekuasaan Tuhan, lalu ia tunduk dan patuh kepada Allah,
maka pada saat itulah akal dinamai pula al-qalb. Akal dalam pengertian yang
demikian itu dapat dijumpai pada pemakaiannya di dalam surat al-Kahfi ayat
18 yang artinya: dan kamu mengira mereka itu bangun padahal mereka tidur,
dan kami alik-balikan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka
menukurkan kedua lengannya ke muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan
mereka tentulah kami akan berpaling dari mereka dengan melarikan (diri)
dan tentulah hati kamu akan dipenuhi dengan ketakutan terhadap mereka.
(Q.S. al-Kahfi,18:18).
Akal dalam pengertian yang demikian itulah yang kini disebut dengan
istilah kecerdasan emosional, yaitu suatu kemampuan mengelola diri agar
dapat diterima oleh lingkungan sosialnya. Hali ini didasarkan pada
pertimbangan, bahwa keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata tidak
semata-mata ditentukan oleh prestasi akademisnya di sekolah, melainkan juga
oleh kemampuannya mengelola diri.2
B. Hawa Nafsu
Salah satu hal penting yang berkenaan dengan hawa nafsu adalah bahwa
hawa nafsu cenderung membawa manusia berbuat menyimpang dari
kebenaran (al-haqq). Untuk ini perhatikan firman Allah SWT sebagai berikut:
ق َواَل تَتَّبِ ِع ْٱلهَ َو ٰىِّ اس بِ ْٱل َح ِ ْك خَ لِيفَةً فِى ٱَأْلر
ِ َّض فَٱحْ ُكم بَ ْينَ ٱلن َ َٰيَدَا ُوۥ ُد ِإنَّا َج َع ْل ٰن
يل ٱهَّلل ِ لَهُ ْم َع َذابٌ َش ِدي ۢ ٌد بِ َما
ِ ِضلُّونَ عَن َسب ِ َضلَّكَ عَن َسبِي ِل ٱهَّلل ِ ۚ ِإ َّن ٱلَّ ِذينَ ي ِ ُفَي
ِ ُوا يَوْ َم ْٱل ِح َسا
ب ۟ نَس
4
Ahmad Mushthafa al-Maraghy, Jilid VIII, (Beirut: Daral-Fikr, tp.th.), hal. 111.
7
azab dari Tuhan. Dengan demikian, mengikuti hawa nafsu menjadi penyebab
manusia mendapatkan azab dari Allah.
Hawa nafsu yang ada dalam diri manusia adalah merupakan tempat
dimana Syaitan memasukkan pengaruhnya. Pengaruh Syaitan tersebut dapat
tampil delam berbagai bentuknya, dan menyentuh semua lapisan masyarakat,
baik kaya atau miskin, pejabat atau rakyat, pedagang atau pegawai, wanita
atau pria, pemuda maupun orang tua, dan seterusnya.
Jika keadaan manusia sudah diperbudak oleh hawa nafsunya maka akan
hancurlah tatanan kehidupan, baik di bidang ekonomi, politik, sosial,
kebudayaan, ilmu pengetahuan, kesenian, dan sebagainya. Adanya krisis multi
dimensi yang dialami bangsa Indonesia saat ini, penyebab utamanya adalah
karena manusia telah mengikuti hawa nafsunya daripada mengikuti oetunjuk
Allah. Dalam hubungan ini Allah SWT mengingatkan.
ت َوااْل َرْ ضُ َو َمنْ فِي ِْه ۗنَّ َب ْل اَ َتي ْٰن ُه ْم ِ ََو َل ِو ا َّت َب َع ْال َح ُّق اَهْ َو ۤا َء ُه ْم َل َف َسد
ُ ت الس َّٰم ٰو
ۗ بذ ِْك ِر ِه ْم َف ُه ْم َعنْ ذ ِْك ِر ِه ْم مُّعْ ِرض ُْو َن ِ
Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah
langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya. Bahkan Kami telah
memberikan peringatan kepada mereka, tetapi mereka berpaling dari
peringatan itu. (Q.S al-Mu’minun, 23:71)
dorongan hawa nafsu, seperti berpakaian mini yang membuka aurat, berjudi,
minum-minuman keras, narkoba, pergaulan bebas, dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Orang yang berakal adalah orang yang selalu mengingat Allah dan
selalu memikirkan ciptaan Allah. Akal adalah menunjukkan bahwa adanya
potensi yang dimiliki oleh akal itu sendiri, yaitu selain berfungsi sebagai alat
untuk mengingat, memahami, mengerti, juga menahan, mengikat dan
mengendalikan hawa nafsu. Melalui proses memahami dan mengerti secara
mendalam terhadap segala ciptaan Allah, manusia selain akan menemukan
berbagai temuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, juga akan
membawa dirinya dekat dengan Allah. Dan melalui proses menahan, mengikat
dan mengendalikan hawa nafsunya membawa manusia selalu berada di jalan
yang benar, jauh dari kesesatan dan kebinasaan.
Nafsu juga termasuk salah satu potensi rohaniah yang berupa rayuan atau
godaan yang terdapat dalam diri manusia yang cenderung kepada hal-hal yang
bersifat merusak, menyesatkan, menyengsarakan, dan menghinakan bagi
orang yang mengikutinya. Untuk itu, manusia lebih berhati-hati terhadap
godaan dunia dan rayuan nafsu.
Implikasi tentang posisi akal dan nafsu terhadap bidang pendidikan adalah
bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang harus
mempertimbangkan potensi akal. Pendidikan harus membina, mengarahkan
dan mengembangkan potensi akal pikirannya sehingga ia terampil dalam
memecahkan berbagai masalah, diisi dengan berbagai konsep-konsep dalam
bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki pemahaman tentang yang
baik dan benar. Berbagai materi pendidikan yang terdapat dalam kurikulum
harus memuat mata pelajaran yang bertujuan membina akal tersebut.
Demikian pula metode dan pendekatan yang merangsang akal pikiran harus
dipergunakan.
9
10
B. Saran
Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi kita semua umumnya kami pribadi.Yang baik datangnya dari Allah SWT,
dan yang buruk datangnya dari kami sebagai hamba-Nya. Dan kami sadar
bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan
dari berbagai sisi. jadi kami harapkan saran dan juga kritiknya yang bersifat
membangun, untuk perbaikan makalah kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution Harun, akal dan wahyu dalam islam, (Jakarta: UI Press, 1986)
11