Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH I’JAZ AL-QUR’AN

AL-I’JAZ AL-TASYRI’IY
Dosen Pembimbing : Dr. H. AM. Hidayatullah M.A

DISUSUN OLEH :

Uun Ushwatun Khasana Opier (11170210000001)

Amalia Khairina Siknun (11170210000112)

Abdullah Syahir (11170210000127)

Jurusan Bahasa dan Sastra Arab

Fakultas Adab dan Humaniora

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2018/2019
KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrohiim,

Puji syukur Kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas petunjuk, rahmat, dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan tugas ini tanpa ada halangan apapun sesuai
dengan waktu yang telah di tentukan.

Makalah ini di susun dalam rangka memenuhi tugas terstruktur pada mata kuliah I’jaz
Al-Qur’an. Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penyusun dan umumnya
bagi para pembaca. Aamiin.

Jakarta, 29 November 2018

Penyusun,
DAFTRA ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

1.1. Latar
Belakang ................................................................................................................
1.2. Rumusan
Masalah............................................................................................................
1.3. Tujuan Pembahasan..........................................................................................................

BAB II : PEMBAHASAN

2.1. Pengertian I’jaz Tasyri’iy...................................................................................................

2.1.1. Pengertian Aqidah..................................................................................................

2.1.2. Pengertian Syariah..................................................................................................

2.1.3. Pengertian Akhlaq..................................................................................................

BAB III : PENUTUP

3.1. Kesimpulan......................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Al-Qur’an menjadi salah satu mukjizat besar Nabi Muhammad SAW, sebab turunnya
Al Qur’an melalui perantara beliau, AL Qur’an mempunyai peranan yang sangat penting
untuk keberlangsungan umat manusia di Dunia. Betapa tidak, semua persoalan manusia
di dunia sebagian besar dapat ditemukan jawabannya pada Al Qur’an. Oleh karenannya
kemudian Al Qur’an di yakini sebagai firman Allah yang menjadi sumber hukum Islam
pertama sebelum Hadist.
Al-Qur’an Al-Karim adalah sumber Tasyri’ pertama bagi umat Nabi Muhammad
SAW, kemampuan seseorang dalam memahami lafadz dan ungkapan Al-Qur’an tidaklah
sama, padahal ayat-ayatnya sedemikian gamblang dan rinci. Perbedaan daya nalar
diantara mereka ini adalah suatu hal yang tidak di  pertentangkan lagi. Kalangan awam
hanya dapat memahami makna-maknanya yang dzahir dan pengertian ayat-ayatnya secara
global. Sedangkan kalangan cerdik, cendikia dan terpelajar akan dapat menyimpulkan
pula daripadanya makna-makna yang menarik. Maka tidaklah heran jika Al-Qur’an
mendapatkan perhatian besar dari umatnya melalui pengkajian intensif terutama dalam
rangka menafsirkan kata-kata garib (aneh) atau menta’wilkan takrib (susunan kalimat).
Oleh karena itu dalam makalah ini akan dijelaskan tentang I’jaz Tasyri’i dan bagian-
bagiannya.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang yang telah di jelaskan maka dapat dibuat  perumusan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan I’jaz Tasyri’iy?
2. Apa yang dimaksud dengan Aqidah?
3. Apa yang dimaksud dengan Syari’ah?
4. Apa yang dimaksud dengan Akhlaq?

1.3. Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan ini adalah untuk:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan I’jaz Tasyri’iy?
2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Aqidah?
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Syari’ah?
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Akhlaq?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian I’jaz at-Tasyri’iy

Bicara tentang kemukjizatan Al-Qur’an dari segi hukum, yaitu berbicara tentang sistem
kekekalan alam beserta seluruh isinya. Maka Allah yang menciptakan alam dari tidak ada dan
menciptakan makhluk yang tak terhitung banyaknya di dalamya,dan menjadikan makhluk ini
mulia dan memuliakan bani adam. Allah telah memilih untuk makhluk yang telah
disempurnakan ini sebuah hukum/konstutusi dalam kehidupan yang mengatur hidupnya di
dunia dan hubungannya antara dirinya dan tuhannya, dan mengatur hasil perjalanan duniawi
dan ukhrowi sesuai dengan konstitusi Tuhan yang Maha mulia,dimana manusia mendapatkan
kepastian, martabat, dan kesejahteraan di dunia dan merasakan kemanusiaan yang sejati, dan
mendapatkan hikmah ilahiyyah daripada ciptaanNya dan KeutamaanNya atas seluruh
makhluk. sebagaimana Allah SWT telah menyiratkan bahwasanya kebahagiaan akhirat
adalah lanjutan dari kebahagiaan dunia.1 Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an.
‫قل للذين امنوا في الحياة الدنيا خالصة يوم القيامة‬,‫قل من حرم زينة هللا التي اخرج لعباده والطيبات من الرزق‬
Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkan-Nya
untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezeki yang baik?"
Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan
dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat". (Al-A’raf ayat 32)
Dan dalam Al-Qur’an telah terkandung peraturan-peraturan yang dibutuhkan manusia
dalam kehidupannya, dan Allah tidak menyerukan aspek kehidupan apapun, tetapi Allah
memiliki pandangannya sendiri dan legitimasi masa depan sehingga ia akan menghasilkan
dari seluruh sistem legislasi terpadu untuk semua aspek kehidupan.
Dan hasil penerapannya bagi manusia adalah sebagai umat yang berintegrasi dengan ber
karakteristik dan perilaku pribadi yang berbeda dari umat yang lain.
Dan aspek hukum/legislatif dan moral di dalam Al-Qur’an adalah sebagai tanda
bahwasanya Al-Qur’an berasal dari Tuhan bukan dari manusia.
Dalam mukjizat attasyriiy kita akan menemukan beberapa aspek dari petunjuk-petunjuk
al-qur’an antara lain dalam perkara:
1.Aqidah
2.Syariah
3.Akhlak

2.1.1.Dalam Aqidah

1
Mustofa Muslim, Mabahitsul fii I’jazi Al-Qur’an, (Ar-Riyyad : Daarul Muslim 1996) hlm 249
Al-qur’an telah datang dengan aqidah yang mudah dan tidak rumit tentang keyakinan
yang sesuai untuk fitrah manusia yang mengisi jiwa dengan kedamaian dan kepuasan,dan
hati yang bercahaya serta kelapangan dan akal yang sehat.2
Sungguh allah telah menjaga alqur’an yang menjelaskan akidah islam dengan cara yang
sesuai dan menarik yang tidak dapat diikuti atau didengar kecuali untuk menanggapi
panggilan naluri dan perkataan yang benar karena alquran turun dari dzat yang Maha
Bijaksana lagi Maha Teliti:
a. Di dalam menjelaskan masalah ke-Esaan Allah SWt dan membuktikannya melalui
makhluk-makhluknya dan proses penciptaan pada ciptaannya ,yaitu cara yang alami
untuk meyakini dan mengikuti.
Sebagaimana firman Allah SWT :
۞ َ‫ت ِمنَ ْال َح ِّي ۚ ٰ َذلِ ُك ُم هَّللا ُ ۖ فَأَنَّ ٰى تُ ْؤفَ ُكون‬
ِ ِّ‫ت َو ُم ْخ ِر ُج ْال َمي‬
ِ ِّ‫ي ِمنَ ْال َمي‬
َّ ‫ق ْال َحبِّ َوالنَّ َو ٰى ۖ ي ُْخ ِر ُج ْال َح‬
ُ ِ‫إِ َّن هَّللا َ فَال‬
Artinya: Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.
Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup.
(Yang memiliki sifat-sifat) demikian ialah Allah, maka mengapa kamu masih berpaling?(al-
an’am ayat 95)
Al-Quran menolak paham yang sesat dan menyebarkan paham tauhid dengan bukti –
bukti yang rasional dan jelas,sebagaimana firman Allah SWT:
َ‫صفُون‬ ِ ْ‫لَوْ َكانَ فِي ِه َما آلِهَةٌ ِإاَّل هَّللا ُ لَفَ َس َدتَا ۚ فَ ُس ْب َحانَ هَّللا ِ َربِّ ْال َعر‬
ِ َ‫ش َع َّما ي‬
Artinya:Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu
telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy dari pada apa yang mereka
sifatkan(al anbiya ayat 22)
b. Dan Al-Qur’an memberikan pesan-pesan dalam tujuan, tempat, dan sarana ,walau
berbeda dalam hal hukumnya,sebagaimana firman Allah SWT:
‫اختَلَفُوا فِي ِه ۚ َو َما‬ ْ ‫اس فِي َما‬ ِّ ‫َاب بِ ْال َح‬
ِ َّ‫ق لِيَحْ ُك َم بَ ْينَ الن‬ َ ‫ِّين ُمبَ ِّش ِرينَ َو ُم ْن ِذ ِرينَ َوأَ ْن َز َل َم َعهُ ُم ْال ِكت‬ َ ‫َكانَ النَّاسُ أُ َّمةً َوا ِح َدةً فَبَ َع‬
•َ ‫ث هَّللا ُ النَّبِي‬
ُ ‫ق بِإ ِ ْذنِ ِه ۗ َوهَّللا‬
ِّ ‫اختَلَفُوا فِي ِه ِمنَ ْال َح‬ ُ ‫اختَلَفَ فِي ِه إِاَّل الَّ ِذينَ أُوتُوهُ ِم ْن بَ ْع ِد َما َجا َء ْتهُ ُم ْالبَيِّن‬
ْ ‫َات بَ ْغيًا بَ ْينَهُ ْم ۖ فَهَدَى هَّللا ُ الَّ ِذينَ آ َمنُوا لِ َما‬ ْ
‫ص َرا ٍط ُم ْستَقِ ٍيم‬ ِ ‫يَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء إِلَ ٰى‬
Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka Allah mengutus
para nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka Kitab yang
benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka
perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang Kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan
kepada mereka Kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,
karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang
beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann itu dengan kehendak-Nya.
Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus(Al-
Q Baqoroh ayat 213)
Dan Al-Qur’an menjelaskan pemilihan rasul-rasul dari pada kalangan manusia dan dari
ras,serta lisan-lisan kaumnya yang telah menjadi ketentuan allah dalam pesan-pesan jika
terealisasikan tujuan mengirim mereka dalam bentuk yang ideal hanya dalam spesifikasi
2
Mustofa Muslim, Mabahitsul fii I’jazi Al-Qur’an, (Ar-riyyad: Daarul Muslim 1996) hlm 251
tersebut.sebagaimana dukungan mereka kepada mukjizat-mukjizat itu perlu sesuatu sebagai
argumen kepada manusia,sebagaimana firman allah:
‫ُضلُّ هَّللا ُ َم ْن يَ َشا ُء َويَ ْه ِدي َم ْن يَ َشا ُء ۚ َوهُ َو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬
ِ ‫َو َما أَرْ َس ْلنَا ِم ْن َرسُو ٍل إِاَّل بِلِ َسا ِن قَوْ ِم ِه لِيُبَيِّنَ لَهُ ْم ۖ فَي‬
Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia
dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa
yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan Dialah
Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.(Ibrahim ayat 4)
Dan telah dijelaskan di dalam alqur’an bahwasanya misi para rasul adalah untuk
menginformasikan pesan-pesan Tuhannya kepada kaumnya setelah mengaplikasikannya
dalam kehidupan mereka sendiri,dan bukan tugas mereka membawa manusia masuk kepada
agama mereka dan memberikan sanksi kepada mereka.
Dan Al-Qur’an menyatakan bahwasanya perjanjian yang telah diambil oleh para nabi
dan kaumnya agar beriman kepada penutup para nabi dan besungguh-sungguh bersamanya
untuk menolong dakwahnya apabila mereka mendapati waktu dia diutus sebagai
penyempurna daripada benteng nubuwah, Allah berfirman dalam surah Ali-Imran ayat 81:

‫ال أَأَ ْق َررْ تُ ْم‬ ُ ‫ق لِ َما َم َع ُك ْم لَتُ ْؤ ِمنُ َّن بِ ِه َولَتَ ْن‬
َ َ‫ص ُرنَّهُ ۚ ق‬ َ ‫ب َو ِح ْك َم ٍة ثُ َّم َجا َء ُك ْم َرسُو ٌل ُم‬
ٌ ‫ص ِّد‬ َ ‫َوإِ ْذ أَ َخ َذ هَّللا ُ ِميثَا‬
ٍ ‫ق النَّبِيِّينَ لَ َما آتَ ْيتُ ُك ْم ِم ْن ِكتَا‬
َ‫َوأَخ َْذتُ ْم َعلَ ٰى ٰ َذلِ ُك ْم إِصْ ِري ۖ قَالُوا أَ ْق َررْ نَا ۚ قَا َل فَا ْشهَدُوا َوأَنَا َم َع ُك ْم ِمنَ ال َّشا ِه ِدين‬
Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: "Sungguh, apa saja
yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah kemudian datang kepadamu seorang
rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh
beriman kepadanya dan menolongnya". Allah berfirman: "Apakah kamu mengakui dan
menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu?" Mereka menjawab: "Kami mengakui".
Allah berfirman: "Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula)
bersama kamu".
Dan Al-Qur’an juga menyatakan bahwasanya beriman kepada para rasul dan juga
dengan sesuatu yang telah datang kepada rasul dari Allah SWT dari pada rukun-rukun iman
dan landasan-landasannya,sebagaimana firman allah SWT dalam surah albaqarah ayat 136:

‫وب َواأْل َ ْسبَا ِط َو َما أُوتِ َي ُمو َس ٰى َو ِعي َس ٰى َو َما‬ َ ‫قُولُوا آ َمنَّا بِاهَّلل ِ َو َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْينَا َو َما أُ ْن ِز َل إِلَ ٰى إِ ْب َرا ِهي َم َوإِ ْس َما ِعي َل َوإِ ْس َحا‬
َ ُ‫ق َويَ ْعق‬
َ‫ق بَ ْينَ أَ َح ٍد ِم ْنهُ ْم َونَحْ نُ لَهُ ُم ْسلِ ُمون‬ ُ ‫أُوتِ َي النَّبِيُّونَ ِم ْن َربِّ ِه ْم اَل نُفَ ِّر‬
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): "Kami beriman kepada Allah dan apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma'il, Ishaq, Ya'qub dan
anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada
nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun diantara mereka dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya".
c. Dan alquran juga menyatakan tentang keyakinan bahwasanya adanya hari
kebangkitan setelah mati dan hisab,hari pembalasan pada hari kiamat yang
menjelaskan keputusan dan penyelesaian, Maka hari itu adalah hari terakhir daripada
kebutuhan mutlak akan keadilan ilahi,maka harus ada perbedaan antara yang orang
baik dan buruk,serta orang sholeh dan jahat.dan ketika dibangkitkan setelah mati
tentang perkara-perkara yang ghaib yang tidak ditemukan pengaruhnya justru terdapat
banyak di dalam alquran daripada contoh-contoh dan argumen yang rasional serta
qiyas atas perkara-perkara yang konkrit.
Sesungguhnya percaya kepada hari kebangkitan setelah mati,hisab,dan pembalasan
adalah unsur penting dalam penilaian perilaku manusia dalam kehidupan dunia dan dorongan
menuju kualitas mental dan kebajikan serta menjauh dari sifat buruk,sebagaimana ini juga
menjadi hiburan bagi orang-orang baik dan soleh bahwa mereka telah kehilangan kebaikan
ataupun mendapat keburukan dalam kehidupan dunia ini.
Dan Al-Qur’an juga mensifati bahwasanya orang yang tidak percaya kepada hari
kebangkitan adalah orang yang merugi,sebagaimana meruginya orang-orang kafir yang
menganggap dengan akal serta pemahamannya bahwa hari kebangkitan itu tidak ada dan
tidak ada hikmah atas penciptaannya,mereka kehilangan kenyamanan jika celaka di
kehidupan dunia,dan mereka kehilangan apa yang telah dipersiapkan bagi orang-orang yang
beriman pada hari kebangkitan.

2.1.2. Dalam Syari’ah


Alquran telah meletakkan dasar-dasar kepada masyarakat islam atas dasar yang kuat
yang telah membimbing kita dari legislasi yang diturukan dari-Nya agar menjadi manusia
yang sempurna, dan menggabungkan hukum ini dengan akidah yaitu penggabungan ruh
dengan jasad. Dan tentunya kedua hal ini akan berhasil jika dilakukan dengan sengguh-
sunguh dan ikhlas, serta dengan membaca peristiwa-peristiwa sejarah yang telah diisi oleh
orang-orang terdahulu yang baik sebagai saksi terbaik atas keberhasilan hukum ini adalah
untuk meberikan kebahagiaan, ketenangan dan kesejahteraan.3
Dan dibawah ini adalah beberapa isyarat syariah tentang sebagai dasar hukum yang
terkandung di dalam Al-Qur’an:
a. Hubungan antara individu dan masyarakat islam, hubungan ketaatan kepada Allah,
Rasulnya, dan orang mukmin.
Sesungguhnya landasan yang dibangun atas struktur masyarakat islam yaitu bahwasanya
hubungan akidah adalah yang membentuk ikatan antara individu dan masyarakat,dan bukan
ikatan tanah air atau, kaum, kabilah, ras, rupa akan tetapi kontribusi pada masyarakat Islam.
Dan hubungan kaum muslim dengan tanah air dan bangsa sama seperti hubungan bangsa
ini dan rakyatnya dengan islam namun kepercayaan kepada akidah adalah hal yang paling
utama, kita menemukan bahwasanya Al-Qur’an mengutuk mereka yang lebih memilih
rumah, keluarga, serta kerabat dan memuji mereka yang mengorbankan segalanya dengan
iman mereka. Sebagaimana firman allah dala surah almujadalah ayat 22:

‫ال ت َِج ُد قَوْ ًما ي ُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخ ِر يُ َوا ُّدونَ َم ْن َحا َّد هَّللا َ َو َرسُولَهُ َولَوْ َكانُوا آبَا َءهُ ْم أَوْ أَ ْبنَا َءهُ ْم أَوْ إِ ْخ َوانَهُْ•م‬
‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا اأْل َ ْنهَا ُر‬ َ ‫يرتَهُ ْم ۚ أُو ٰلَئِكَ َكت‬
ٍ ‫َب فِي قُلُوبِ ِه ُ•م اإْل ِ ي َمانَ َوأَيَّ َدهُ ْم بِر‬
ٍ ‫ُوح ِم ْنهُ ۖ َويُ ْد ِخلُهُْ•م َجنَّا‬ َ ‫أَوْ ع َِش‬
َ‫ب هَّللا ِ هُ ُم ْال ُم ْفلِحُون‬
َ ‫ك ِح ْزبُ هَّللا ِ ۚ أَاَل إِ َّن ِح ْز‬ ٰ
َ ِ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ ْم َو َرضُوا• َع ْنهُ ۚ أُولَئ‬ ِ ‫خَالِ ِدينَ فِيهَا ۚ َر‬
3
Mustofa Muslim, Mabahitsul fii I’jazi Al-Qur’an, (Ar-riyyad: Daarul Muslim 1996) hlm 256
“Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu
bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka
dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap
mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung”.
Dan Al-Qur’an juga memuat hukum-hukum tetang ibadah, muamalah, hudud, dan qisos
yang menguatkan akan unsur –unsur kebersamaan dan memantapkan ruh yang saling tolong
menolong anatara satu sama lain.
b. Alquran juga menyatakan hukum-hukum secara terperinci bagi individu maupun
masyarakat yang memotong perpecahan dan perbedan anatar muslim, dan itu dampak
dari sesuatu yang mempersempit antara lawan untuk mencegah penyebaran dan
kesinambungan.
c. Kedudukan Keluarga Dalam Al-Qur’an
Al-Qur’an memperhatikan keluarga dengan perhatian yang besar, dengan
menganggapnya sebagai pondasi utama suatu umat. Kekuatan suatu umat dilihat dari pondasi
utama yaitu keluarga, apabila sosial keluarganya kuat maka umatnya akan menjadi kuat, dan
apabila sosial keluarganya lemah maka akan terlihat dengan jelas hasilnya.
d. Negara dan Pemerintahan di Dalam Al-Qur’an
Salah satu topik yang di pertimbangkan Al-Qur’an adalah tentang hukum-hukum yang
berkaitan dengan urusan kekuasaan, politik yang masuk dan keluar dalam negara islam pada
masa damai maupun perang. Islam telah membangun sebuah negara di mana sejarah belum
pernah menyaksikan apapun kecuali kebahagiaan, keamanan, keadilan, dan semua
manifestasi kekuatan, kebesaran, dan kemualiaan, dan itu merupakan penerapan daripada
hukum-hukum Al-Qur’an. Suatu negara mengambil kekuasaan, dan kemuliaannya dari
prinsip yang dibawanya terhadap kemanusian dan penerapannya tetap terjaga dengan damai
dan adil, dan menyebarkan kepada beberapa prinsip pokok yang membangun suatu negara
islam yaitu:
 Musyawarah
Al-Qur’an telah merangkaikan anatara musyawarah dan unsur-unsur pribadi yang beriman
seperti sholat dan zakat, yaitu komponen dasar dalam pembentukan kepribadian,sebagaimana
firman allah:

‫•ربِّ ِه ْم َوأَقَ••ا ُموا‬


َ •ِ‫اس•ت ََجابُوا ل‬ ْ َ‫َض•بُوا هُ ْم يَ ْغفِ•رُونَ () َوالَّ ِذين‬ِ ‫ش َوإِ َذا َم••ا غ‬ َ ‫اإلث ِم َو ْالفَ• َوا ِح‬
ْ ‫َوالَّ ِذينَ يَجْ تَنِبُ••ونَ َكبَ••ائِ َر‬
‫َصرُون‬ ِ ‫ي هُ ْم يَ ْنت‬ ُ ‫صابَهُ ُم ْالبَ ْغ‬
َ َ‫) َوالَّ ِذينَ إِ َذا أ‬38( َ‫} )الصَّالةَ َوأَ ْم ُرهُ ْم ُشو َرى• بَ ْينَهُ ْم َو ِم َّما َر َز ْقنَاهُْ•م يُ ْنفِقُون‬
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan
keji; dan apabila mereka marah, mereka memberi maaf. Dan (bagi) orang-orang yang
menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedangkan urusan mereka
(diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari
rezeki yang Kami berikan kepada mereka. Dan (bagi) orang-orang yang apabila mereka
diperlakukan dengan zalim, mereka membela diri”.
Alquran tidak menentukan cara bermusyawarah perangkatnya karena perangkatnya dapat
bervariasi dari masa ke masa kecuali undang-undang terdahulu pada masa rasulullah SAW
dan khulafaur rasyidin, Rasulullah terbuka dengan berbagai pandangan yang berbeda. Beliau
tidak merasa mentang-mentang sebagai Nabi lantas bersikap otoriter, keras dan tidak mau
mendengar saran orang lain. Para sahabat Nabi juga bersikap santun saat mengajukan
pendapat. Mereka bertanya dulu apakah sikap dan pandangan Rasul itu berasal dari wahyu
yang tidak bisa diganggu-gugat atau hanyalah pendapat pribadi beliau.

 Keadilan yang mutlak diantara warga negara


tidak ada dalam negara Islam pemimpin yang tidak memperhatikan hak-hak orang yang
lemah, akan tetapi setiap manusia setara, hakim dan terdakwa, kuat dan lemah, kecil dan
besar semuanya setara dihadapan hukum, dan dari sinilah kita membangun keadilan diantara
manusia daripada mengutamakan seruan ketuhanan. begitu juga Al-Qur’an menjelaskan adil
dalam semua keadaaan, situasi dan terhadap semua manusia, baik itu dekat maupun jauh,
baik itu teman maupun musuh, dan baik orang yang dicintai maupun yang dibenci.
Sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa’ ayat 135:

ْ‫•ربِينَ ۚ إِ ْن يَ ُك ْن َغنِيًّ••ا أَو‬


َ •‫ْط ُشهَدَا َء هَّلِل ِ َولَوْ َعلَ ٰى أَ ْنفُ ِس ُك ْم أَ ِو ْال َوالِ َدي ِْن َواأْل َ ْق‬
ِ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكونُوا• قَ َّوا ِمينَ بِ ْالقِس‬
‫ْرضُوا• فَإِ َّن هَّللا َ َكانَ بِ َما تَ ْع َملُونَ َخبِيرًا‬ ِ ‫فَقِيرًا فَاهَّلل ُ أَوْ لَ ٰى بِ ِه َما ۖ فَاَل تَتَّبِعُوا ْالهَ َو ٰى أَ ْن تَ ْع ِدلُوا ۚ َوإِ ْن ت َْل ُووا أَوْ تُع‬
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan”. (QS. An-Nisa ayat 135)
 Hubungan sosial
Alquran menjelaskan pentingnya hubungan sosial dalam membangun sebuah negara islam,
Jika masing-masing individu atau masyarakat merasa bertanggung jawab dengan tanggung
jawab mereka atas tindakannya sendiri,dan apabila setiap orang dari mereka harus
menanggung konsekuensi atas kelakuan-kelakuan saudaranya sendiri.
Hukum ini merupakan hukum tertinggi, salah satu komponennya adalah dengan menyediakan
kehidupan yang bahagia dan bermartabat bagi suatu bangsa yaitu dengan menyediakan
lingkungan yang baik dan harmonis untuk melaksanakan perannya dalam kehidupan
sebagaimana yang diisyaratkan Al-Qur’an terkait dengan hubungan sosial yang pertama
adalah dengan pergaulan yang baik serta saling tolong menolong sesama muslim dalam
mewujudkan kebaikan serta dengan mengajak kepada kebaikan dan mencegah kepada
keburukan, dan bagian yang kedua adalah pada masalah materi yaitu dengan tidak melihat
kepada tingkat/kedudukan, akan tetapi melihat kepada kedudukannya dalam Islam dengan
memanjangkan tangannya kepada orang yang membutuhkan,dan melapangkan kesusahan
seseorang, memberi keamanan kepada orang yang takut, dan memberi makan orang yang
sakit. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
 Landasan yang membangun ikatan negara Islam dengan yang lainnya.
Alqur’an menyebutkan prinsip-prinsip yang membatasi orang Islam dengan ikatan kepada
selainnya. Pandangan Al-Qur’an kepada ikatan-ikatan ini relevan dengan prinsip-prinsip yang
mulia di dalam pandangannya terhadap alam dan manusia pada umumnya, dan diantara
ketetapan Allah kepada perkumpulan kemanusiaan adalah saling melindungi /membela ,maka
kebenaran harus menjadi kekuatan untuk mendukung perjalanannya / kariernya dengan cara
yang batil,sebagaimana Al-Qur’an menyatakan dalam surah Al-Baqarah ayat 251:

َ‫ت اأْل َرْ ضُ َو ٰلَ ِك َّن هَّللا َ ُذو فَضْ ٍل َعلَى ْال َعالَ ِمين‬
ِ ‫ْض لَفَ َس َد‬ َ َّ‫َولَوْ اَل َد ْف ُع هَّللا ِ الن‬
َ ‫اس بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم بِبَع‬
“Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain,
pasti rusaklah bumi ini. Tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta
alam”.

2.1.3. Dalam Akhlak


Sungguh Al-Qur’an sangat memperhatikan masalah akhlak dengan perhatian yang besar,
dan menganjurkan agar berpegang teguh dengan keutamaan-keutamaannya dengan gaya
bahasa yang berbeda-beda, dan memperingatkan bahwa mereka akan dianiyaya dengan
berbagai cara apabila tidak berakhlak,dan pandangan Al-Qur’an terhadap akhlak berasal dari
pandangannya kepada alam semesta, kehidupan dan aqidah, syariah dan akhlak pada
dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran Islam. Ketiga unsur tersebut dapat dibedakan
tetapi tidak bisa dipisahkan.Aqidah sebagai sistem kepercayaan yg bermuatan elemen-elemen
dasar keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara syariah
sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama. Sedangkan akhlak
sebagai sistematika menggambarkan arah dan tujuan yg hendak dicapai agama. Muslim yg
baik adalah orang yg memiliki aqidah yg lurus dan kuat yg mendorongnya untuk
melaksanakan syariah yang hanya ditujukan pada Allah sehingga tergambar akhlak yg terpuji
pada dirinya.4
Alqur’an juga menjelaskan dalam surah Ibrahim ayat 25-26 kalimatan thoyyibah adalah
persaksian tiada tuhan selain Allah, dan syajarotun toyyibah adalah seorang mukmin,
ashluha tsabitun artinya laa ilaha illallah yang tertanam di dalam hati seorang mukmin, wa
far’uha fis-samaai yakni amal perbuatannya akan diangkat ke langit.
Indikator pohon yang baik atau berkualitas ada tiga hal: Pertama, ashluha tsabitun
(akarnya menghujam ke perut bumi). Artinya akar yang kuat menjadi dasar dan tumpuan
tumbuhnya pohon yang besar.
Di sinilah pentingnya peran sang penanam yang ikhlas dan sungguh-sungguh, berkorban
tenaga, pikiran dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Semakin dalam akarnya, maka
semakin kuat pula pohon itu. Tidak mudah tumbang walau dihantam badai. Akar ibarat
akidah tauhid (iman) yang tertanam di dalam lubuk hati sanubari seorang mukmin.
Jika akidahnya kuat, maka ia mampu menghadapi cobaan dan godaan hidup seberat
apapun. Akidah tauhid harus ditanamkan oleh orang tua dan guru kepada anak sejak dini.

4
Mustofa Muslim, Mabahitsul fii I’jazi Al-Qur’an, (Ar-riyyad: Daarul Muslim 1996) hlm 279
Peran keduanya sebagai pendidik sangat penting agar akar akidah anak menghujam ke lubuk
hati sanubari.
Kedua, far’uha fis-samai (dahannya menjulang ke langit). Artinya pohon yang sudah
berurat berakar, akan menumbuhkan batang yang besar, dahan dan ranting yang banyak serta
berdaun lebat. Ia akan membagikan oksigen yang bersih dan kesejukan bagi manusia. Hijau
dan menyejukkan.
Inilah ibarat seorang mukmin yang taat dalam menjalankan syariat Islam, baik dalam
ibadah ritual maupun sosial (muamalah). Akidah (iman) yang kuat harus tampak pada
kepatuhan dalam menjalankan ibadah ketika menjalankan aktivitas sehari-hari.
Ketiga, tu’tii ukulaha kulla hiin (berbuah setiap waktu). Artinya pohon yang baik tidak
hanya berakar kuat dan berdahan besar, tapi juga berbuah banyak dan enak. Bukan hanya
pada musimnya, tapi di setiap musim tiada henti. Pohon berbuah menguntungkan pemiliknya
dan orang lain. Semakin bagus kualitasnya, semakin tinggi pula harganya.
Alquran juga menyeru manusia agar menghiasi dirinya dengan akhlak yang luhur dari
kewajiban dengan akidah Islam dan dari perintah-perintah, karena Allah swt yang
menciptakan manusia dan memberikan fitrah, emosi, perasaan, dan naluri yang lurus, dan
menjelaskan metode mempertahankan kelurusan fitrah, serta membatasi seseorang dari pada
hawa nafsu dan syahwat dan menghiasinya dengan perasaan yang baik agar menjadi manusia
yang sempurna, Al-Qur’an juga banyak meberikan perumpamaan terhadap akhlak dengan
mensifatkan seseorang seperti dalam surah Al-Munafiqun ayat 8, yang mensifati para rasul
dan orang-orang beriman dengan sifatNya:

َ‫َوهَّلِل ِ ْال ِع َّزةُ َولِ َرسُولِ ِه َولِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ َو ٰلَ ِك َّن ْال ُمنَافِقِينَ اَل يَ ْعلَ ُمون‬
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin,
tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui”.

Dalam ayat ini jelas bahwasanya lafadz ‫ العزة‬pada ayat ini telah mensifatkan dzat Allah
yang Maha suci dengan sifat ‫ ألعزيز‬yang diulang hampir 90 kali.
Dan juga mensifati hamba Allah yang mencitaiNya dan dicintaiNya:

َ‫أَ ِذلَّ ٍة َعلَى ْال ُم ْؤ ِمنِينَ أَ ِع َّز ٍة َعلَى ْال َكافِ ِرين‬
“yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap
orang-orang kafir”.
Dan berikut ini adalah kumpulan metode-metode ini melalui ayat-ayat alqur’an:
a) Terdapat banyak ayat-ayat didalam alquran yang menjelaskan induk-induk akhlak
yang luhur dan menyerukan agar berpegang teguh dengannya karena itu merupakan
perintah tuhan,dan dengan berpegang teguh dengannya nicscaya manusia akan
memperoleh keberhasilan,kebahagiaan, keuntungan dengan ridho Allah SWT.

b) Dan kadang-kadang menjelaskan kumpulan tentang induk-induk akhlak dalam


bentuk wasiat dan perjanjian yang diberikan kepada orang-orang beriman yang wajib
mereka taati dan tepati.
c) Dan kadang berupa wasiat seorang soleh yang terpilih yang meberikan nasehat
kepada yang menginginkan kesuksesan dan takut akan penyimpangan dan
kesesatan,sebagaimana yang kita baca dalam Al-Qur’an tentang kisah lukman dan
anaknya dalam surah lukman dari ayat 13-19:

‫ى اَل تُ ْش ِر ْك بِاهّٰلل ِ ۗ اِ َّن ال ِّشرْ كَ لَـظُ ْل ٌم َع ِظ ْي ٌم‬ َ َ‫َواِ ْذ ق‬


َّ َ‫ال لُ ْقمٰ نُ اِل ْبنِ ٖه َوه َُو يَ ِعظُهٗ ٰيبُن‬
Ayat 13. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika dia memberi
pelajaran kepadanya, "Wahai anakku! Janganlah kamu mempersekutukan Allah,
sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".

ِ ‫ي ْال َم‬
‫ص ْي ُر‬ َ •ۗ ‫ـوالِ َد ْي‬
َّ َ‫ك اِل‬ ٰ ِ‫ص ْينَا ااْل ِ ْن ٰسنَ بِ َوالِ َد ْي ِۚ‌ه َح َملَ ْتهُ اُ ُّمهٗ َو ْهنًا ع َٰلى َو ْه ٍن َّوف‬
َ ِ‫صلُهٗ فِ ْي عَا َمي ِْن اَ ِن ا ْش ُكرْ لِ ْي َول‬ َّ ‫َو َو‬
Ayat 14. “Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua
orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah,
dan menyapihnya dalam usia dua tahun.-*1 Bersyukurlah kepadaKu dan kepada kedua orang
tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu”.

‫صا ِح ْبهُ َما• فِى ال ُّد ْنيَا َم ْعرُوْ فً ۖا‌ َّواتَّبِ ْع َسبِ ْي َل َم ْن‬
َ ‫ْس لَكَ بِ ٖه ِع ْل ٌم فَاَل تُ ِط ْعهُ َما‌ َو‬ َ ‫ك بِ ْي َما لَي‬ َ ‫ك ع َٰلى اَ ْن تُ ْش ِر‬ َ ‫َواِ ْن َجاه َٰد‬
َ‫ي َمرْ ِج ُع ُك ْ•م فَاُنَبِّئُ ُك ْم بِ َما ُك ْنتُ ْم تَ ْع َملُوْ ن‬
َّ َ‫ي ۚ‌ ثُ َّم اِل‬
َّ َ‫َاب اِل‬
َ ‫اَن‬
Ayat 15. “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu
yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau menaati keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali
kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan
kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬ ُ َ‫ي اِنَّهَ ۤا اِ ْن ت‬
ِ ْ‫ض يَ••أ‬
َ ‫ت بِهَ••ا ُ‌ۗ اِ َّن‬ ِ ْ‫ت اَوْ فِى ااْل َر‬ َ ‫ك ِم ْثقَا َل َحبَّ ٍة ِّم ْن خَرْ َد ٍل فَتَ ُك ْن فِ ْي‬
ِ ‫ص ْخ َر ٍة اَوْ فِى السَّمٰ ٰو‬ َّ َ‫ٰيبُن‬
ٌ ‫لَ ِطي‬
‫ْف َخبِ ْي ٌر‬
Ayat 16. (Luqman berkata): "Wahai anakku! Sungguh, jika ada (sesuatu perbuatan)
seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya Allah akan
memberinya (balasan). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Mahateliti”.

َ َ‫ف َوا ْنهَ َع ِن ْال ُم ْن َك ِر َواصْ بِ ْ•ر ع َٰلى َم ۤا ا‬


‫صابَ ۗكَ‌ اِ َّن ٰذلِكَ ِم ْن ع َْز ِم ااْل ُ ُموْ ر‬ ِ ْ‫ي اَقِ ِم الص َّٰلوةَ َو ْأ ُمرْ بِ ْال َم ْعرُو‬
َّ َ‫ٰيبُن‬
“Wahai anakku! Laksanakanlah shalat dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan
cegahlah (mereka) dari yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu,
sesungguhnya yang demikian itu termasuk perkara yang penting”.
‫هّٰللا‬
‫َال فَ ُخوْ ۚ ٍر‬ ِ ْ‫ش فِى ااْل َر‬
ٍ ‫ض َم َرحًا ۗ اِ َّن َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْخت‬ ِ َّ‫ك لِلن‬
ِ ‫اس َواَل تَ ْم‬ َ ُ‫َواَل ت‬
َ ‫صعِّرْ خَ َّد‬
“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah
berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri”.

‫ت ْال َح ِمي ِْر‬ ‌َۗ ِ‫صوْ ت‬


ِ ‫ك اِ َّن اَ ْن َك َر ااْل َصْ َوا‬
َ َ‫ت ل‬
ُ ْ‫صو‬ ِ ‫ؑ َوا ْق‬
َ ‫ص ْد فِ ْي َم ْشيِكَ َوا ْغضُضْ ِم ْن‬
“Dan sederhanalah dalam berjalan-jalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-
buruk suara ialah suara keledai”.
d).Dan kadang Al-Qur’an menhimbau tentang induk-induk akhlak pujian kepada
golongan yang istimewa yang dipilih dari pada hamba-hamba Allah yang mengikuti
hukum Allah dalam kehidupan mereka di dunia ini dan kerena itu mereka berhak atas
pujian ini di dunia dan ridho Allah di akhirat, dan setiap itu terdapat pendidikan yang
besar melalui jalan yang diridhoi Allah swt.
e). Ini adalah dorongan untuk berbuat akhlak tertentu ketika adanya faktor-faktor karena
penyebutannya yang terpisah atau berkaitan dengan larangan dari kebalikannya atau
menghindar dari akhlak tercela.

BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pemakalah merasa berkewajiban untuk menggaris bawahi bahwa apa yang terdapat di
dalam makalah ini hanyalah sekelumit dari mukjizat Al-Qur'an serta keistimewaannya itu
pun dari tiga aspek yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak. Memang tidak mudah memaparkan
segala aspek kemukjizatan dan keistimewaan kitab suci itu lebih-lebih apabila
dimaksudkan untuk mengungkap secara utuh dan tuntas segala aspeknya.
Mukjizat yang dimiliki oleh Al-Qur’an bersifat abadi dan sifat-sifat ini memiliki sifat
yang berbeda dengan mukjizat Rasul sebelum-sebelumnya. Al-Qur’an adalah mukjizat
ilmiah yang mengajak untuk membahas dan meneliti ayat-ayat dalam rangka menetapkan
hakikat ilmiah yang ditetapkan oleh ilmu kontemporer. (akal tidaklah mengherankan
apabila Al-Qur’an menegaskan pembenaran dan kecocokan terhadap apa yang dihasilkan
oleh penemuan-penemuan ilmu pengetahuan kontemporer setelah ratusan tahun para
pakar baru menemukannya dengan kajian, pembahasan dan penalaran. Mereka dapat
menemukan fenomena-fenomena sosial, politik, hukum, fisika dan lainnnya. Al-Qur’an
telah membawanya terlebih dahulu sebelum segala sesuatu terlintas dalam pengetahuan
manusia waktu diturunkannya. Kemudian muncul secara jelas sinyal-sinyalnya pada era
modern ini.
Dari sinilah, kita harus mengakui bahwa kemukjizatan dan keistimewaan Al-Qur'an
yang dipaparkan oleh siapa pun dan kapan pun belum mencerminkan keseluruhan
mukjizat dan keistimewaannya.

DAFTAR PUSTAKA
Muslim, Mustofa. 1996. Mabahitsul fii I’jazi Al-Qur’an. Ar-riyyad: Daarul Muslim

Anda mungkin juga menyukai