Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ISLAM DAN KEILMUAN

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Keilmuan

DISUSUN OLEH KELOMPOK 3 :

ADELLA FATIKAH FARSYAH /213510173

HAFIZAH KHAIRIYAH /213510285

JELITA LESTARI /213510559

JURUSAN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM RIAUPEKANBARU

2022/2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah, atas karunia-Nya lah kami akhirnya
bisa menyelesaikan makalah ini. Makalah ini membahas tentang Tujuan manusia diciptakan,
Pengertian akal dan wahyu, Akal dan wahyu dalam Perspektif tujuan penciptaan manusia.

Dalam penyusunan makalah ini, kami banyak mendapat tantangan dan hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Olehnya itu, kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah
SWT.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita sekalian.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ......................................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 4
1.2 Tujuan Penulisan ............................................................................................................. 4
1.3 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 4
BAB II............................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ............................................................................................................................ 5
2.1 Tujuan Manusia Diciptakan ............................................................................................ 5
2.2 Pengertian Akal dan Wahyu ............................................................................................ 6
2.3 Akal dan Wahyu dalam Perpektif Tujuan Penciptaan Manusia ..................................... 8
BAB III ........................................................................................................................................ 13
PENUTUPAN .............................................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................... 13
3.2 Saran .............................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................. 14
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Umat Islam berkeyakinan bahwa Allah SWT. adalah Wujud yang Maha Kaya (artinya
Dia tidak membutuhkan terhadap sesuatu). Jika demikian mengapa manusia diciptakan? Apa
tujuan dari penciptaanNya? Tidak kah hal ini berarti bahwa Allah SWT. Adalah Wujud yang
melalui tujuan penciptaan manusia membutuhkan atas sesuatu? Kalau seandainya tidak
mempunyai tujuan, berarti perbuatan Allah SWT tersebut adalah sia-sia? Untuk mengatasi
persoalan di atas, jawabannya tidak terlepas dari dua pokok proposisi, yaitu; (1) Allah SWT
adalah Wujud yang Maha Sempurna dan tidak membutuhkan apapun dan tidak bergantung
kepada siapapun. (2) Perbuatan Allah SWT tidaklah menuju kesia-siaan. Apa yang
dilakukanNya pastilah memiliki tujuan, namun tujuan tersebut adalah untuk objek (makhluq)
bukan bagi pelaku perbuatan (Khaliq).

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu untuk memberi
pengetahuan dan wawasan agar kita dapat memahami dan mengetahui apa Tujuan manusia
diciptakan, Pengertian akal dan wahyu, Akal dan wahyu dalam Perspektif tujuan penciptaan
manusia.

1.3 Rumusan Masalah


1 Apa tujuan manusia diciptakan?
2 Apa pengertian akal dan wahyu?
3 Bagaimana akal dan wahyu dalam perpektif tujuan manusia
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tujuan Manusia Diciptakan


Tujuan penciptaan manusia yang pertama adalah untuk mengabdi dan menghambakan
diri kepada Allah SWT (ibadah). Tujuan ini mendidik manusia untuk senantiasa
meningkatkan ke- imanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, karena ibadah dapat dikatakan
sempurna apabila dilaksanakan atas dasar landasan iman kepadaNya. Semakin tinggi tingkat
keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula kualitas ibadah yang dilakukan. Allah SWT
dan RasulNya memerintahkan seseorang untuk senantiasa meningkatkan dan memperbaharui
keimanan, karena iman dapat mengalami pasang naik maupun pasang surut.

Tarbiyah Imaniyah (mendidik iman) dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu; pertama,
selalu mentadaburi (mengamati, mempelajari, menghayati) tanda-tanda kekuasaan Allah Dzat
Pencipta serta keluasan rahmat dan hikmah perbuatan-Nya. kedua, selalu mengingat kematian
yang penuh kepastian. ketiga, mendalami fungsi semua jenis ibadah sebagai salah satu cara
mendidik iman. caranya dengan banyak mengerjakan amal shalih yang sendi utamanya adalah
keikhlasan, juga memperbanyak do'a dan harapan kepada Allah SWT semata, menghindari
riya' dalam berbuat dan bertindak, mencintai firman Allah, berkeyakinan bahwa kelak akan
berjumpa langsung dengan Allah SWT, dan terakhir melanggengkan rasa syukur dalam
keadaan apapun.

Tujuan penciptaan manusia yang kedua adalah Allah menempatkan manusia sebagai
khalifah fi al-ardh, yaitu manusia yang diberi derajat tinggi untuk mengatur, mengelola dan
mengolah semua potensi yang ada dimuka bumi. Keadaan ini mendidik manusia untuk selalu
berfikir kearah pengembangan pengelolaan seluruh potensi yang ada sehingga tercipta sumber
daya manusia (SDM) yang professional. Terpilihnya manusia sebagai pemimpin di muka
bumi mendidik mereka untuk memberikan takaran yang seimbang bagi manusia itu sendiri
bahwa di satu sisi ia harus bertanggungjawab terhadap diri-nya, masyarakat dan alam semesta,
dan di sisi lain ia tidak dapat melepaskan dirinya sebagai hamba yang harus patuh terhadap
cosmos Ilahiyyah.
Peran manusia sebagai hamba Allah SWT yang ditugaskan untuk menjaga kemaslahatan
dan kesejahteraan dunia termasuk manusia (khalifah), mendidik mereka untuk bisa hidup
bermasyarakat. Tarbiyah Ijtimaiyah (pendidikan kemasyarakatan) yang baik adalah orang
yang selalu memperhatikan perasaan orang lain. Seorang muslim dalam masyarakat tidak
dibenarkan menyakiti saudaranya walaupun hanya dengan menebar bau yang tidak enak. Ibnu
Qayyim berpendapat, tidak cukup hanya tanpa menyakiti perasaan saja, seorang muslim harus
mampu membahagiakan dan menyenangkan hati saudara-saudara di sekitarnya.

Tujuan penciptaan manusia yang ketiga adalah mengemban amanah, yaitu kesanggupan
manusia memikul beban taklif yang diberikan oleh Allah SWT. Hal ini mendidik orang-orang
beriman supaya selalu memelihara amanah dan mematuhi perintah tersebut. Amanah yang
sudah ditetapkan tersebut agar tidak dikhianati, baik amanah dari Allah SWT dan RasulNya
maupun amanah antara sesama manusia. Di samping itu, manusia juga dididik untuk
bertanggung- jawab atas segala perbuatannya. Karena kelak di akhirat akan dihisab untuk
menerima imbalan pahala atau balasan azab.Tak seorang pun dapat meng- gantikan
kedudukan orang lain untuk mempertanggungjawabkan perbuatan- nya. Dan tak seorang pun
lolos tanpa pembalasan.

2.2 Pengertian Akal dan Wahyu


1. Pengertian Akal

Akal berasal dari bahasa Arab 'aqala-ya'qilu' yang secara lughawi memiliki banyak makna,
sehingga kata al 'aql sering disebut sebagai lafazh musytarak, yakni kata yang memiliki banyak
makna. Dalam kamus bahasa Arab al-munjid fi al-lughah wa al a'lam, dijelaskan bahwa 'aqala
memiliki makna adraka (mencapai, mengetahui), fahima (memahami), tadarabba wa tafakkara
(merenung dan berfikir). Kata al-'aqlu sebagai mashdar (akar kata) juga memiliki arti nurun
nuhaniyyun bihi tudriku al-nafsu ma la tudrikuhu bi al-hawas, yaitu cahaya ruhani yang
dengannya seseorang dapat mencapai, mengetahui sesuatu yang tidak dapat dicapai oleh
indera. Al-‘aql juga diartikan al-qalb, hati nurani atau hati sanubari.
Menurut pemahaman Izutzu, kata 'aql di zaman jahiliah digunakan dalam arti kecerdasan
praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan
memecahkan masalah (problem solving capacity). Dengan demikian, orang berakal adalah
orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah, memecahkan problem yang
dihadapi dan dapat melepaskan diri dari bahaya yang mengancam. Lebih lanjut menurutnya,
kata 'aql mengalami perubahan arti setelah masuk ke dalam filsafat Islam. Hal ini terjadi
disebabkan pengaruh filsafat Yunani yang masuk dalam pemikiran Islam, yang mengartikan
‘aql sama dengan nous yang mengandung arti daya berfikir yang terdapat dalam jiwa manusia.
Pemahaman dan pemikiran tidak lagi melalui al-qalb di dada akan tetapi melalui al-aql di
kepala (Harun Nasution, 1986: 7-8).
Pengaruh filsafat Yunani terhadap filosof-filosof muslim terlihat dalam pendapat mereka
tentang akal yang dipahami sebagai salah satu daya dari jiwa (an-nafs/ ar ruh) yang terdapat
dalam diri manusia. Seperti Al-Kindi (796-873) yang terpengaruh Plato, menjelaskan bahwa
pada jiwa manusia terdapat tiga daya, daya bernafsu (al quwwah asy-syahwatiyah) yang berada
di perut, daya berani (al-quwwah al ghadabiyyah) yang bertempat di dada dan daya berfikir
(al-quwwah an-natiqah) yang pusat di kepala.
Sementara itu, di kalangan teolog muslim, mengartikan akal sebagai daya untuk
memperoleh pengetahuan, seperti pendapat Abu al-Huzail, akal adalah daya untuk
memperoleh pengetahuan, daya yang membuat seseorang dapat membedakan dirinya dengan
benda-benda lain, dan mengabstrakkan benda-benda yang ditangkap oleh panca indera. Di
kalangan Mu'tazilah akal memiliki fungsi dan tugas moral, yakni di samping untuk
memperoleh pengetahuan, akal juga memiliki daya untuk membedakan antara kebaikan dan
kejahatan, bahkan akal merupakan petunjuk jalan bagi manusia dan yang membuat manusia
menjadi pencipta perbuatannya sendiri .
Letak akal dikatakan di dalam Al-Qur'an surat Al-Hajj (22) ayat 46, yang artinya," Maka
apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu bagi mereka memiliki al-qolb, yang dengan
al-qolb itu mereka dapat memahami (dan) dengannya atau ada bagi mereka telinga (yang
dengan telinga itu) mereka mendengarkan dengannya, maka sesungguhnya tidak buta mata
mereka tapi al-qolb (mereka) yang buta adalah hati yang di dalam dada."
Dari ayat ini maka kita tahu bahwa al-'aql itu ada di dalam al-qolb, karena, seperti yang
dikatakan dalam ayat tersebut, memahami dan memikirkan (ya'qilu) itu dengan al-qolb dan
kerja memahami dan memikirkan itu dilakukan oleh al-aql maka tentu al-'aql ada di dalam al-
qolb, dan al-qolb ada di dalam dada. Yang dimaksud dengan al-qolb tentu adalah jantung,
bukan hati dalam arti yang sebenarnya karena ia tidak berada di dalam dada, dan hati dalam
arti yang sebenarnya padanan katanya dalam bahasa Arab adalah al-kabd.
Dengan demikian akal dalam pengertian Islam, bukanlah otak, akan tetapi daya berfikir
yang terdapat dalam jiwa manusia, daya untuk memperoleh pengetahuan dengan
memperhatikan alam sekitarnya. Dalam pengertian inilah akal yang dikontraskan dengan
wahyu yang membawa pengetahuan dari luar diri manusia, yakni dari Allah SWT
2. Pengertian Wahyu

Kata al-wahy yang berarti suara, kecepatan, api, bisikan, isyarat, tulisan dan kitab adalah
kata arab asli, bukan kata pinjaman dari bahasa asing. Selanjutnya al wahy mengandung arti
pemberitahuan secara tersebunyi dan dengan cepat. Namun arti yang paling terkenal adalah
"apa yang disampaikan Tuhan kepada nabinabi”. Yakni sabda Tuhan yang disampaikan
kepada orang pilihanNya agar diteruskan kepada manusia untuk dijadikan pegangan hidup.
Firman Allah itu berisi petunjuk dan pedoman yang memang diperlukan oleh umat manusia
dalam menjani hidup di dunia dan di akhirat kelak. Dalam Islam wahyu Allah disampaikan
kepada nabi Muhammad yang terkumpul semuanya dalam al-Qur'an. Wahyu dalam arrti
firman Allah yang disampaikan kepada nabi dan rasul-Nya, misalnya:
artinya: sesungguhnya kami telah memberikan wahyu dimana kami telah memberikan
wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudian, dan kami telah memberikan wahyu (pula)
ibrahim, ismail, ishaq, ya'qub, dan anak cucuny, isa, ayyub , Yunus, Harun, dan Sulaiman. Dan
kami berikan zabur kepada Dawud"
Adapun cara penyampaian wahyu, atau komunikasi Tuhan dengan nabi-nabi melalui tiga
cara: (1) Melalui jantung hati seseorang dalam bentuk ilham; (2) Dari belakang tabir, seperti
yang terjadi pada Nabi Musa dan (3) melalui utusan yang dikirimkan Tuhan dalam bentuk
malaikat.

2.3 Akal dan Wahyu dalam Perpektif Tujuan Penciptaan Manusia

Dalam kajian filosofis, subjek yang mencipta segala yang ada (maujudat) disebut Tuhan,
sementara segala yang ada sebagai objek penciptaan-Nya disebut alam. Alam merupakan
tanda-tanda Tuhan. Al-Qur’an sebagai firman Allah menyebutkan: Akan kami tunjukkan
tanda-tanda Kami di jagat raya dan di dalam diri mereka sendiri (manusia) [QS Fushshilat
(41):53]. Di ujung ayat, disebutkan secara tidak langsung adanya manusia. Manusia adalah
salah satu makhluk (ciptaan) Tuhan yang ada di alam (semesta) ini. Dengan demikian, manusia
menduduki posisi unik antara alam dan Tuhan, yang memungkinkan dirinya berkomunikasi
dengan keduanya. Dengan posisinya yang unik itu, manusia diciptakan Tuhan bukan tanpa
tujuan. Adapun tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mentaati perintah Allah SWT.
1. Proses Penciptaan Manusia
Dalam surah al-mu’minun ayat 12 - 14 telah di tegaskan tentang proses penciptaan
manusia secara lengkap, Allah berfirman “Dan sesungguhnya, kami telah menciptakan
manusia dari sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami menjadikannya air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kukuh (rahim). Kemudian, air mani itu kami jadikan sesuatu
yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal
daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging,
kemudian, kami menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah, pencipta
yang paling baik” ( QS. Al Mu’minun : 12 – 14). Penjelasan ayat : Allah SWT menciptakan
manusia dari saripati tanah. Artinya Allah SWT menciptakan manusia berasal dari seorang
laki-laki dan perempuan, keduanya mengonsumsi makanan yang berasal dari tumbuhan dan
hewan yang juga memperoleh makanan dari tanah. Sari pati makanan yang dimakan oleh
kedua orang tua kita mejadi sperma dan sel telur. Hasil pembuahan menjadi segumpal darah
dan yang selanjutnya menjadi segumpal daging hingga tulang belulang yang dibungkus
daging. sesudah itu, Allah menciptakan anggota-anggota badan dan menyusun menjadi
makhluk yang berbentuk seorang bayi manusia. Air mani yang berasal dari saripati tanah, juga
mengandung makna bahwa manusia pada akhirnnya akan kembali pada tempatnya semula,
yaitu tanah. Tanah yang dimaksud adalah liang lahat. Artinya manusia berasal dari tanah, dan
akan kembali tinggal meyatu dengan tanah.

2. Manusia sebagai Puncak (Tujuan Akhir) Penciptaan Alam.


Dalam konteks tujuan akhir penciptaan alam, maka seluruh isi alam adalah untuk manusia,
ibarat seluruh akar, batang dan daun pisang dipersiapkan untuk buahnya. Apabila mau
direnungkan, bukankah apa saja yang ditemukan di dunia ini adalah untuk manusia? Tentang
ini, sebuah hadist qudsi menyatakan: “Lau laka wa lan laka, ma khalaqtu al- alama kullaha”
(“Kalau bukan karenamu, tidak akan Kuciptakan alam semesta ini seluruhnya”). Al-Qur’an
sendiri menyebutkan: “Dialah (Tuhan) yang menjadikan segala apa yang ada di bumi
untukmu.” [QS Al-Baqarah (2):29].

Sedangkan dalam konteks puncak penciptaan alam, manusia secara biologis adalah
makhluk yang paling lengkap dan paling canggih. Dalam pengertian mengandung semua unsur
yang ada, mulai dari unsur-unsur mineral, tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga unsur-unsur khas
manusia itu sendiri yang merupakan daya-dayanya yang istimewa. Hal ini kembali ke contoh
Bumi ibarat buah, melalui bijinya, yang terkandung di dalamnya semua unsur pohon yang
melahirkannya, seperti akar, batang, dahan, ranting dan daun. Karena itulah, manusia sering
disebut juga sebagai mikrokosmos (dunia kecil) yang di dalam dirinya terkandung semua unsur
dalam kosmos. Mengandung unsur mineral, dapat diartikan bahwa manusia memiliki daya
atomik. Mengandung unsur tumbuh-tumbuhan berarti bahwa manusia memiliki daya-daya
nabati, yaitu makan (nutrition, al-ghadziyah), tumbuh (growth, al-munmiyah), dan
berkembang biak (reproduction, al-muwallidah). Mengandung unsur-unsur hewan berarti
bahwa manusia memiliki daya-daya hewani, yaitu penginderaan (sense perception, al-
mudrikah) dan gerak (locomotion, al-muharrikah). Khusus tentang penginderaan, Ibnu Sina,
seorang pemikir Islam klasik, memperkenalkan indera-indera batin di samping indera-indera
lahir yang kita kenal; kebetulan ada lima, sehingga dapat disebut panca indera. Kelima indera
batin itu adalah (1) indera bersama (common sense, al-hiss al-musyatarak); (2) daya retentive
(al-khayal), kemampuan untuk merkam bentuk-bentuk lahiriah; (3) daya imajinasi (al-
mutkhayyilah), kemampuan untuk menggabungkan secara mental berbagai bentuk fisik
sehingga menghasilkan bentuk yang unik, yang mungkin tidak ditemui dalam dunia nyata,
seperti kuda terbang; (4) daya estimatif (al-wahmiyah), kemampuan untuk menilai sebuah
objek dari sudut manfaat atau bahayanya; dan (5) daya memori (al-hafizhah), kemampuan
menyimpan data baik yang empiris maupun non-empiris.

Adapun unsur khas manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain adalah akal.
Secara fungsional, akal terbagi dalam dua daya yaitu : kemampuan kognitif atau teoritis, dan
kemampuan manajerial atau praktis. Cara akal mengabstraksikan makna dari data-data
inderawi adalah dengan mengelompokkan data-data inderawi yang masuk dalam kategori-
kategori tertentu, sehingga menghasilkan konsep-konsep yang universal.

Manusia sebagai puncak atau tujuan akhir penciptaan alam dengan daya-daya yang
dimilikinya sebagaimana dijelaskan di atas disempurnakan Allah dengan dikaruniai sesuatu
yang bersifat rohani, yang menjadikan manusia bukan hanya makhluk fisik, melainkan juga
makhluk spiritual. Wahyu merupakan sabda atau firman Allah yang disampaikan kepada
manusia yang menjadi pilihan-Nya (yang telah mencapai tinggkat kesempurnaan, disebut Al-
Insan Al-Kamil, yaitu Nabi atau Rasul) untuk terus disampaikan kepada manusia lainnya
sebagai pegangan dan panduan hidup.
3. Tujuan Penciptaan Manusia
Setiap penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot di program untuk mematuhi setiap perintah
pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi setiap perintah-
Nya dan menjahui semua larangan-Nya. Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz
Dzaariat ayat 56. “Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah kepada-
Ku.” Misi penciptaan manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah SWT.
Pengertian penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka
bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal.

Selain itu manusia juga di berikan tugas oleh Alloh untuk menjadi khalifah di muka bumi,
sebagaimana yang telah ditegaskan oleh Allah dalam firmannya pada al-Qur’an surat al-
Baqaroh ayat 29-30 yang berbunyi : "Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi
untuk kamu (manusia), dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh
langit! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu." – (QS.2:29) "Ingatlah, ketika Rabb-mu
berfirman kepada para Malaikat: 'Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi'. Mereka berkata: 'Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu,
orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih, dengan memuji Engkau, dan mensucikan Engkau'. Rabb berfirman:
'Sesungguhnya, Aku mengetahui, apa yang tidak kamu ketahui'." – (QS.2:30)” Untuk
melaksanakan fungsi khalifahnya ini, manusia telah diberi anugerah oleh tuhan dengan dua
buah hadiah yang sangat istimewa, yaitu ilmu pengetahuan (‘Ilm) dan kebebasan memilih
(Ikhtiyar).

Dan untuk menerima kedua hadiah itu, manusia telah dilengkapi di dalam drinya sarana
atau piranti, berupa akal dan fasilitas lain di luar dirinya, berupa wahyu Tuhan yang diturunkan
kepada manusia yang telah mencapai tingkat kesempunaan (al-insan al-kamil) yang dalam
bentuk kongkretnya diwakili oleh nabi Muhammad s.a.w (Santoso dkk, 2013 : 24 - 25). Maka
jelaslah kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika manusia dapat
menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali akal selain naluri
yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali membuat manusia memiliki
agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak jarang bertentangan dengan misi
penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem hidup yang tidak memisahkan antara kehidupan
dunia dan akhirat. Apa yang kita lakukan di dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT
akan menempatkan kita, surge atau neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para
ulama yang dimotori oleh Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan
kebudayaan, kesenian Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia muslim dalam
mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia.
BAB III

PENUTUPAN

3.1 Kesimpulan
Allah SWT adalah Wujud yang Maha Sempurna dan tidak membutuhkan apapun dan
tidak bergantung kepada siapapun. Perbuatan Allah SWT tidaklah menuju kesia-siaan. Apa
yang dilakukanNya pastilah memiliki tujuan, namun tujuan tersebut adalah untuk objek
(makhluq) bukan bagi pelaku perbuatan (Khaliq).
3.2 Saran
Demikian makalah yang kami buat, semoga dapat memberikan manfaat bagi pembaca
sekalian. Apabila terdapat saran maupun kritik yang sekiranya ingin disampaikan, silahkan
sampaikan kepada kami. Apabila terdapat kesalahan mohon untuk memaafkan, kami manusia
tak ada yang sempurna maupun luput dari kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

EBTA YUNI .A, T. O. (2016). AKAL DAN WAHYU. MAKALAH TAUHID/ILMU KALAM.

EBTA YUNI .A. , & EBTA YUNI .A. . (2020, 12 31). Makalah Akal Dan Wahyu. Retrieved from scribd:
https://id.scribd.com/document/489492493/Makalah-Akal-Dan-Wahyu

Rosita, E. (2015, 11 22). Akal dan Wahyu dalam Perspektif Tujuan Manusia . Retrieved from
http://rositaerni.blogspot.com/2015/11/akal-dan-wahyu-dalam-perspektif-tujuan.html?m=1

TRI OPTARIA , & EBTA YUNI .A. (2016). Akal dan Wahyu. Makalah tauhid/ilmu kalam.

Anda mungkin juga menyukai