MAKALAH
TEKNOLOGI ISLAM
DISUSUN OLEH :
Alhamdulillah, Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Akal Dan Wahyu Menurut
Pandangan Islam” ini tepat pada waktunya,
Saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Ary Antony Putra, Ma, selaku
Dosen Pembimbing pada mata kuliah Teknologi Islam, yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan saya dan juga bagi para
pembaca. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas dari
itu semua, saya menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
saya menerima segala kritik dan saran yang membangun, agar saya dapat
memperbaikinya menjadi lebih baik lagi.
Mutiara Aulia
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.1 Pengertian Dari Akal.......................................................................................4
2.2 Pengertian Dari Wahyu...................................................................................5
2.3 Fungsi Dan Kedudukan Akal Dan Wahyu....................................................7
2.4 Akal Dan Wahyu Dalam Pemikiran Islam....................................................9
2.5 ........Fungsi Akal Dan Wahyu Kaitannya Dengan Tugas Manusia Sebagai
Hamba Allah Dan Khalifah Di Muka Bumi...............................................11
BAB II PENUTUP...............................................................................................14
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................14
3.2 Saran................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
mempertimbangkan, dan menentukan jalan pikirannya sendiri (Harun Nasution,
1986, dalam Hutasuhut, 2017). Di dalam Al-Qur’an, Islam dinyatakan sebagai
satu-satunya agama yang diridhoi oleh Allah Swt. Wahyu Allah sebagai sumber
pokok ajaran agama Islam dan Islam sangat menjunjung tinggi kedudukan akal.
Dengan akal manusia mampu memahami Al-Qur’an sebagai wahyu yang
diturunkan lewat Nabi Muhammad Saw, dengan akal juga manusia mampu
menelaah kembali sejarah Islam dari masa ke masa sampai dengan kondisi
sekarang ini (Hutasuhut, 2017).
Setelah Nabi Muhammad Saw wafat, permasalahan yang dihadapi umat
Islam semakin kompleks. Masalah-masalah yang muncul seperti masalah
keagamaan yaitu banyaknya ummat muslim kembali menyembah berhala
(murtad), politik, sosial budaya, dan kemunduran umat Islam sampai pada saat itu.
Dari permasalahan-permasalahan di atas dapat dilihat bahwasanya umat Islam
mengalami kemerosotan iman dan moral. Dan untuk menyelasaikan masalah
tersebut, maka digunakanlah cara-cara mengkaji kembali isi Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Dan masalah-masalah yang belum memiliki tuntutan penyelesaiannya
baik dalam Al-Qur‟an maupun As-Sunnah untuk mengatasinya maka muncullah
jalan ketiga yakni dengan ijtihad.
Akal dan wahyu mempunyai peran yang sangat penting dalam kehidupan
kita. Dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat
ketaqwaan kepada sang Kholiq. Akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga
menghasilkan budi pekerti yang sangat mulia, menjadi dasar sumber kehidupan
dan juga tujuan dari baginda Rasulullah SAW. Wahyu yang diturunkan Allah
kepada manusia yang berakal sebagai pedoman dan petunjuk untuk kita menjalani
kehidupan di dunia ini. Wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-
mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani antara wahyu
dan akal harus selalu mengingat bahwa semua itu karna Allah semata. Dan tidak
akan terjadi jika Allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk
mencegah kemusyrikan terhadap Allah karena kesombongannya.
Dalam ajaran agama Islam yang diwahyukan ada dua jalan untuk
memperoleh pengetahuan, yaitu melalui akal dan wahyu. Pertama, jalan akal,
yang dianugerahkan Tuhan kepada manusia, dengan memakai kesan-kesan yang
2
diperoleh panca indera sebagai bahan pemikiran untuk sampai kepada
kesimpulan-kesimpulan. Dan kedua, jalan wahyu dalam arti komunikasi dari
Tuhan kepada manusia. Pengetahuan yang dibawa wahyu diyakini bersifat absolut
dan mutlak benar, sedang pengetahuan yang diperoleh melalui akal bersifat relatif,
mungkin benar dan mungkin salah. Untuk itu, makalah ini akan mencoba
membahas kedua hal tersebut, mulai dari definisi sampai kepada kaitan keduanya
dengan tugas manusia sebagai hamba Allah dan Khalifah di muka bumi.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian dari akal
2. Untuk mengetahui pengertian dari wahyu
3. Untuk mengetahui fungsi dan kedudukan akal dan wahyu
4. Untuk mengetahui akal dan wahyu dalam pemikiran islam
5. Untuk mengetahui fungsi akal dan wahyu yang berkaitan dengan tugas
manusia sebagai hamba Allah dan Khalifah di muka bumi
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
adalah al-Hijr (akal) dan al-Nuhâ (akal) lawan dari al-Humq (kebodohan dan
kepandiran), dan bentuk pluralnya adalah ‘Uqûl. Dalam sebuah atsar (perkataan
selain Nabi Muhammad) dari sahabat ‘Amr ibn al-‘Âsh disebutkan:
5
Wahyu adalah sabda Tuhan yang mengandung ajaran, petunjuk dan
pedoman yang diperlukan umat manusia dalam perjalanan hidupnya baik di dunia
maupun akhirat yaitu yang sudah tertulis di dalam Al-Qur’an. Dalam Islam,
wahyu atau sabda yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, terkumpul
semuanya dalam Al-Qur’an. Penjelasan tentang cara terjadinya komunikasi antara
Tuhan dan nabi-nabi Nya, yang diberikan oleh Al-Qur’an sendiri, digambarkan
dalam konsep wahyu terkandung pengertian adanya komunikasi antara Tuhan,
yang bersifat imateri dan manusia yang bersifat materi. Wahyu yang disampaikan
Tuhan kepada Nabi Muhammad Saw, melalui Jibril mengambil bentuk Al-
Qur’an, yang mana didalamnya mengandung sabda, firman, dan wahyu
(Hutasuhut, 2017).
Wahyu dalam arti Firman Allah yang disampaikan kepada nabi dan rasul-
Nya, seperti terdapat dalam Al-Qur’an Surat Asy Syuara ayat (192-195), yang
mempunyai arti : “Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh
Tuhan semesta alam. Iya dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (Jibril) kedalam
hatimu (Muhammad), agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang
yang memberi peringatan (kepada manusia) dengan bahasa arab yang jelas (Q.S.
Asy. Syuara: 192-195). Adapun cara penyampaian wahyu, atau komunikasi Tuhan
dengan nabi-nabi melalui tiga cara: (1) Melalui jantung hati seseorang dalam
bentuk ilham; (2) Dari belakang tabir, seperti yang terjadi pada Nabi Musa dan (3)
Melalui utusan yang dikirimkan Tuhan dalam bentuk malaikat.
Wahyu turun juga untuk memberi penjelasan tentang perincian hukuman
dan balasan yang akan diterima manusia di akhirat kelak. Al-Qodi ‘Abd Al-Jabbar
menegaskan bahwa akal tidak dapat mengetahui besar kecilnya pahala di surga
dan hukuman di neraka nanti. Menurut Al-Jubba’I wahyulah yang menjelaskan
semua itu. Wahyu akan datang untuk memperkuat apa yang telah diketahui akal.
Rasul-rasul datang untuk memperkuat apa yang telah ditempatkan Tuhan dalam
akal manusia dan untuk menerangkan perincian apa yang telah diketahui akal.
Jelas kiranya bahwa wahyu memberi daya yang kuat kepada akal, tidak
membelakangkan wahyu, tetapi tetap berpegang dan berhajat pada wahyu yang
disampaikan oleh Allah Swt (Hutasuhut, 2017).
6
Menurut bahasa, wahyu artinya pemberian isyarat, pembicaraan rahasia,
dan menggerakan hati. Sedangkan menurut istilah, wahyu merupakan
pemberitahuan dari Allah kepada para nabi-Nya yang mana terdapat penjelasan-
penjelasan dan petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar (Harun Nasution,
1986, dalam Hutasuhut, 2017). Jadi bisa disimpulkan dari beberapa pendapat
bahwa wahyu secara syara’ yaitu pengetahuan yang diberikan oleh Allah kepada
Nabi-Nabi-Nya secara langsung maupun tidak langsung, dengan perantara
malaikat ataupun tidak, dengan suara atau tidak, tetapi dia paham dengan apa
yang telah diterimanya. Wahyu itu adalah suatu kebenaran yang datang dari Allah
kepada manusia tertentu dan terjadi karena adanya komunikasi yang langsung
antara Tuhan dan Manusia.
7
Al-Quran juga memberikan tuntunan tentang penggunaan akal dengan
mengadakan pembagian tugas dan wilayah kerja pikiran dan qalbu. Daya pikir
manusia menjangkau wilayah fisik dari masalah-masalah yang relatif, sedangkan
qalbu memiliki ketajaman untuk menangkap makna-makna yang bersifat
metafisik dan mutlak. Oleh karenanya dalam hubungan dengan upaya memahami
islam, akal memiliki kedudukan dan fungsi yang lain yaitu sebagai berikut:
1. Akal sebagai alat yang strategis untuk mengungkap dan mengetahui
kebenaran yang terkandung dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rosul, dimana
keduanya adalah sumber utama ajaran islam.
2. Akal merupakan potensi dan modal yang melekat pada diri manusia untuk
mengetahui maksud-maksud yang tercakup dalam pengertian Al-Qur’an
dan Sunnah Rosul.
3. Akal juga berfungsi sebagai alat yang dapat menangkap pesan dan
semangat Al-Qur’an dan Sunnah yang dijadikan acuan dalam mengatasi
dan memecahkan persoalan umat manusia dalam bentuk ijtihad.
4. Akal juga berfungsi untuk menjabarkan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah
dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk
mengelola dan memakmurkan bumi seisinya.
Namun demikian, bagaimana pun hasil akhir pencapaian akal tetaplah
relatif dan tentatif. Untuk itu, diperlukan adanya koreksi, perubahan dan
penyempurnaan terus-menerus.
Adapun wahyu dalam hal ini yang dapat dipahami sebagai wahyu
langsung (Al-Qur’an) ataupun wahyu yang tidak langsung (Al-Sunnah), keduanya
memiliki fungsi dan kedudukan yang sama meski tingkat akurasinya berbeda
karena disebabkan oleh proses pembukuan dan pembakuannya. Kalau Al-Qur’an
langsung ditulis semasa wahyu itu diturunkan dan dibukukan di masa awal Islam,
hanya beberapa waktu setelah Rosul Allah wafat (masa Khalifah Abu Bakar),
sedangkan Al-Hadis atau Al-Sunnah baru dibukukan pada abat kedua hijrah (masa
Khalifah Umar bin Abdul Aziz), oleh karena itu fungsi dan kedudukan wahyu
dalam memahami Islam adalah:
1. Wahyu sebagai dasar dan sumber pokok ajaran Islam. Seluruh pemahaman
dan pengamalan ajaran Islam harus dirujukan kepada Al-Qur’an dan
8
Sunnah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pemahaman dan
pengamalan ajaran Islam tanpa merujuk pada Al-Quran dan Al-Sunnah
adalah omong kosong
2. Wahyu sebagai landasan etik. Karena wahyu itu akan difungsikan bila akal
difungsikan untuk memahami, maka akal sebagai alat untuk memahami
Islam (wahyu) harus dibimbing oleh wahyu itu sendiri agar hasil
pemahamannya benar dan pengamalannya pun menjadi benar. Akal tidal
boleh menyimpang dari prinsip etik yang diajarkan oleh wahyu.
Kedudukan wahyu terhadap akal manusia adalah seperti cahaya terhadap
indera penglihatan manusia. Oleh karena itulah, Alloh SWT menurunkan wahyu-
Nya untuk membimbing manusia agar tidak tersesat. Di dalam keterbatasannya-
lah akal manusia menjadi mulia. Sebaliknya, ketika ia melampaui batasnya dan
menolak mengikuti bimbingan wahyu maka ia akan tersesat.
9
Akallah yang membedakan manusia dari hewan dan makhluk Tuhan lainnya.
Dalam ajaran Islam, akal mempunyai kedudukan tinggi dan banyak dipakai,
bukan hanya dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan saja,
tetapi juga dalam perkembangan ajaran-ajaran keagamaan Islam itu sendiri.
Dalam pemikiran Islam, baik dibidang filsafat, ilmu kalam apalagi ilmu fiqih, akal
tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk pada wahyu. Akal dipakai
untuk memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu. Yang
bertentangan adalah pendapat akal ulama tertentu dengan ulama lainnya.
Sementara itu dalam Islam dijelaskan, wahyu merupakan sabda Tuhan
yang disampaikan kepada Nabi Muhammad yang terkumpul semuanya dalam Al-
Qur’an. Maksudnya bahwa itu disebut penjelasan tentang terjadinya komunikasi
antara Tuhan dan nabi-nabi yang diberikan oleh Allah sendiri langsung kepada
yang dikehendak-Nya atau dengan kata lain kepada orang pilihan Allah.
Ditegaskan bahwa pertemuan akal dan wahyu merupakan dasar utama dalam
pembangunan pemikiran Islam. Islam tidak membiarkan akal berjalan tanpa arah,
karena jalan yang merentang di hadapannya bermacam-macam. Islam
menggambarkan suatu metode bagi akal, agar ia terpelihara di atas dasar-dasar
pemikiran yang sehat. Di antara unsur-unsur metode ini ialah seruannya kepada
akal untuk melihat kepada penciptaan langit dan bumi. Sebab, semakin bertambah
pengetahuan akal tentang rahasia keduanya, akan semakin bertambah pula
pengetahuan (ma’rifah) nya tentang sang pencipta dan pengaturnya.
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam
tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini
sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum
Islam, antara wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam
berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segera menerima dan
mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang
terkena hukum tersebut, karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki
kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu
yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah
terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
10
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian
bukan berarti akal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam
memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun,
akal yang sehat akan selalu cocok dengan syariat Islam dalam permasalahan
apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-Qur’an dan Hadits bersumber dari Allah
SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini,
memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu
merupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpa
mengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum
atau khusus. Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan
akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu
kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah, menegakkan hukum menurut
kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya
wahyu yang berupa Al-Qur’an dan As-Sunnah turun secara berangsur-angsur
dalam rentang waktu yang cukup panjang.
2.5 Fungsi Akal Dan Wahyu Kaitannya Dengan Tugas Manusia Sebagai
Hamba Allah Dan Khalifah Di Muka Bumi
Al-Qur’an mendudukkan manusia ke dalam dua fungsi pokok, yaitu
sebagai hamba (‘abd), Pengabdi Allah (Qs. Adzariyat:56), dan khalifatullah (Qs.
Al-baqarah:30) (Tedi Priatma, 2004, dalam Azizah, Mar’atul dan Raini, 2018).
Dengan penyebutan dua fungsi ini Alqur’an ingin menekankan muatan fungsional
yang harus di emban oleh manusia dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya di muka bumi. Hubungan manusia sebagai hamba Allah dan diutus
menjadi Khalifah di muka bumi memiliki posisi saling terkait kuat, karena dalam
tugas manusia sebagai khalifah memiliki wewenang mengelola dan mengatur
bumi beserta isinya. Sedangkan tugas manusia sebagai hamba, manusia
melakukan segala aktivitas sesuai dengan aturan Allah dan bertanggungjawab atas
semua tindakannya (Watsiqotul, Sunardi, dan Leo Agung, 2018)
Meletakkan akal dan wahyu secara fungsional akan lebih tepat
dibandingkan struktural, karena bagaimanapun juga akal memiliki fungsi sebagai
alat untuk memahami wahyu, dan wahyu untuk dapat dijadikan petunjuk dan
pedoman kehidupan manusia harus melibatkan akal untuk memahami dan
11
menjabarkan secara praktis. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan yang
jelas, yakni sebagai hamba Allah dan khalifah Allah, dan untuk mencapai tujuan
tersebut manusia dibekali akal dan wahyu.
Akal pikiran manusia merupakan suatu nikmat dari Allah Swt yang tiada
taranya diberikan kepada manusia. Karena akalnya lah manusia bisa berpikir dan
memikirkan apa yang terjadi di alam sekitar. Akal juga yang dapat membedakan
antara manusia dengan makhluk ciptaan Allah lainnya, yang juga berada di muka
bumi ini. Manusia bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bisa
membedakan yang membahayakan dan yang menyenangkan pada dirinya.
Dengan akalnya manusia bisa berusaha mengatasi setiap kesulitan-
kesulitan yang dihadapinya, membuat perencanaan dalam hidupnya, melakukan
pengkajian dan penelitian yang akhirnya menjadikan manusia sebagai mahluk
yang unggul di muka bumi ini. Karena akalnya manusia dapat diakui sebagai
khalifah dimuka bumi ini dari sinilah bisa dirasakan betapa hebatnya akal yang
telah dianugerahkan kepada manusia meski kita tahu bahwa akal yang
dianugerahkan tersebut mempunyai batasan-batasan tertentu, karena ada hal yang
tidak bisa dijawab dengan akal, misalnya yang berkaitan tentang masalah-masalah
dengan alam gaib seperti kehidupan sesudah mati, hari kiamat, dan lain-lain
(Hutasuhut, 2017).
Salah satu fungsi dari akal adalah untuk menjabarkan pesan-pesan Al-
Quran dan Sunnah dalam kaitannya dengan fungsi manusia sebagai khalifah
Allah, untuk mengelola dan memakmurkan bumi seisinya. Dengan akal, manusia
bisa menjadi ciptaan pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di
muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian
Allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Allah menganugrahi akal kepada manusia, dan dengan akal itulah Allah
menurunkan agama. Agama sebagai petunjuk dan pedoman dalam kehidupan,
merupakan dasar untuk mengatur bagaimana berhubungan dengan sang pencipta
dan hubungan dengan alam semesta. Manusia dalam agama merupakan bagian
dari lingkungan hidupnya, sehingga manusia ditunjuk sebagai khalifah di muka
bumi ini (Watsiqotul, Sunardi, dan Leo Agung. 2018).
12
Khalifah hanya merupakan “pengganti” yang dalam artian yang
menggantikan atau yang datang sesudah siapa yang datang sebelumnya. Yang
berfungsi sebagai pemegang amanah Allah untuk menggantikan Allah dalam
menegakkan kehendaknya dan menerapkan ketetapan-ketetapannya untuk
mengelola bumi dengan segenap potensi yang diberikan oleh Allah SWT. Dengan
peranannya manusia sebagai khalifah itu, manusia menerima amanah dari Allah
Swt. sebagai pemakmur alam semesta. Untuk itu, dalam pelaksanaan peran dan
tugasnya, manusia dituntut untuk aktif, dan dinamis. Sehingga dapat dipahami
bahwa dalam melaksanakan amanah yang diberikan Allah Swt. Manusia harus
menggunakan akalnya bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah
lainnya secara serasi dan seimbang (Azizah, Mar’atul dan Raini, 2018).
Manusia yang berfungsi sebagai khalifah adalah manusia yang mampu
menjalankan tugasnya dalam mengelola bumi, serta beribadah kepada Allah dan
menjaga keharmonisan terhadap sesama makhluk Allah di bumi. Sehingga
kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dan sesamanya dengan
manusia sesuai dengan petunjuk-petunjuk Ilahi yang tertera dalam wahyu-
wahyunya. Semua itu harus ditemukan kandungannya oleh manusia sambil
memperhatikan perkembangan dan situasi lingkungannya (Azizah, Mar’atul dan
Raini, 2018).
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan secara sistematis pada bab-bab di atas, pada bab ini akan
dikemukakan beberapa kesimpulan tentang Akal dan Wahyu Dalam Islam
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Akal adalah daya pikir (untuk memahami sesuatu), kemampuan melihat
cara memahami lingkungan, atau merupakan kata lain dari pikiran dan
ingatan, memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar
serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat luas.
2. Wahyu dapat diartikan sebagai pengkabaran dari alam metafiska turun
kepada manusia dengan keterangan-keterangan Tuhan dan kewajiban-
kewajiban manusia terhadap-Nya, merupakan suatu kebenaran yang
datang dari Allah kepada manusia tertentu dan terjadi karena adanya
komunikasi yang langsung antara Tuhan dan Manusia.
3. Fungsi dan kedudukan akal adalah sebagai alat yang strategis untuk
mengungkap dan mengetahui kebenaran yang terkandung dalam Al-
Qur’an dan Sunnah Rosul, untuk mengetahui maksud-maksud yang
tercakup dalam pengertian Al-Qur’an dan Sunnah Rosul, sebagai alat yang
dapat menangkap pesan dan semangat Al-Qur’an dan Sunnah, dan juga
untuk menjabarkan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah. Sedangan fungsi
dan kedudukan wahyu adalah sebagai dasar, sumber pokok ajaran Islam
dan sebagai landasan etik.
4. Akal dan wahyu merupakan dasar utama dalam pembangunan pemikiran
Islam. Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena
Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan
kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam.
Sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan
Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang
mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahui, dan akal adalah
hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
14
5. Manusia diciptakan oleh Tuhan dengan tujuan yang jelas, yakni sebagai
hamba dan khalifah Allah, dan untuk mencapai tujuan tersebut manusia
dibekali akal dan wahyu. Salah satu fungsi dari akal adalah untuk
menjabarkan pesan-pesan Al-Quran dan Sunnah dalam kaitannya dengan
fungsi manusia sebagai khalifah Allah, untuk mengelola dan
memakmurkan bumi seisinya. Dengan akal, manusia bisa menjadi ciptaan
pilihan yang Allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini,
begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian Allah
yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
3.2 Saran
Islam merupakan agama yang universal dan sangat mutlak benar karena
datangnya dari Allah melalui perantarannya yaitu para nabi dan rasul. Oleh sebab
itu setiap permasalahan yang masih berupa isu belaka, belum jelas dasarnya,
hendaknya dikaji dalam bidang keislaman (Al-Qur’an). Karena didalam Al-
Qur’an terdapat semua ilmu yang dibutuhkan oleh manusia untuk menjawab
segala persoalan. Mudah-mudahan pembahasan yang ada didalam makalah ini
bisa diambil manfaatnya, dan bisa lebih berkembang lagi terutama dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi.
15
DAFTAR PUSTAKA
16