Anda di halaman 1dari 17

TUGAS

MAKALAH

TEKNOLOGI ISLAM

“Overview Takaran IPTEK Yang Islami”

DOSEN PENGAMPU : ARY ANTONY PUTRA, MA

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUTIARA AULIA


NPM : 173410641
KELAS : VII.B

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Overview Takaran IPTEK Yang
Islami” ini tepat pada waktunya.
Saya ucapkan terimakasih kepada Bapak Ary Antony Putra, Ma, selaku
Dosen Pembimbing pada mata kuliah Teknologi Islam, yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan saya dan juga bagi para
pembaca. Terima kasih juga kepada semua pihak yang telah membantu.
Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin. Terlepas dari
itu semua, saya menyadari sepenuhnya masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka
saya menerima segala kritik dan saran yang membangun, agar saya dapat
memperbaikinya menjadi lebih baik lagi.

Pekanbaru, 22 Desember 2020

Mutiara Aulia

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
2.1 Takaran IPTEK Yang Islami.....................................................................2
2.2 Konsep IPTEK Tak Harus Bersumber Dari Al-Qur’an Dan Hadits.........3
2.3 Perbedaan Hadhoroh Dan Madaniyah.......................................................6
2.3.1 Hadhoroh............................................................................................6
2.3.2 Madaniyah........................................................................................11
BAB III PENUTUP..............................................................................................14
3.1 Kesimpulan..............................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kita seringkali merasakan kebingungan sebagai seorang muslim ketika
berhadapan dengan peradaban Barat. Di satu sisi kita dituntut untuk meninggikan
Islam, tetapi di sisi lain kita tidak terlepas dari berbagai realitas (fakta) yang
bersumber dari Barat, yang notabene sangat memusuhi Islam. Peran Islam dalam
perkembangan IPTEK pada dasarnya ada dua. Pertama, menjadikan Aqidah Islam
sebagai paradigma ilmu pengetahuan. Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki
umat Islam, bukan paradigma sekuler seperti yang ada sekarang (Zuhdi, 2015).
Paradigma Islam ini menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan
pemikiran (qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan (Ilmi, 2012). Ini
bukan berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka
ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima dan
diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan tidak boleh
diamalkan. Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam)
sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari (Ainiyah,
2013). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan oleh Syariah
Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan oleh Syariah, maka
tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau menghasilkan manfaat sesaat
memenuhi kebutuhan manusia (Arsyam, M. 2020).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa takaran IPTEK yang Islami?
2. Konsep IPTEK tak harus bersumber dari al-Quran dan Hadits?
3. Bagaimana perbedaan hadhoroh dan madaniyah?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui takaran IPTEK yang Islami
2. Untuk mengetahui konsep IPTEK tak harus bersumber dari al-Quran dan
Hadits

1
3. Untuk mengetahui perbedaan hadhoroh dan madaniyah

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Takaran IPTEK Yang Islami


Manakala kita mengakui bahwa umat Islam di mana-mana tertinggal,
maka yang perlu dipertanyakan adalah, sebenarnya ketertinggalan itu di bidang
apa saja. Dalam hal membuat masjid, menunaikan shalat, ibadah haji, umrah,
menjalankan puasa, dan lainlain, sebenarnya umat Islam sudah sangat hebat.
Bahkan dalam hal membina akhlak sekalipun, mereka luar biasa gigihnya. Umat
Islam merasa dan bahkan disebut tertinggal oleh karena belum mampu
menciptakan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan zamannya.
Akibatnya, ekonominya kedodoran. Demikian juga, pendidikannya belum
berkualitas, persenjataannya masih kalah, dan demikian pula berbagai aspek
lainnya. Lembaga pendidikan yang dikembangkan oleh umat Islam belum mampu
mengantarkan para generasi mudanya untuk menciptakan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang lebih unggul.
Ketertinggalan di bidang ilmu dan teknologi itu menjadikan umat Islam
masih kalah atau belum mampu bersaing. Sekalipun memiliki SDA yang
melimpah, akibat tidak memiliki ilmu dan teknologi, maka tidak mampu
mengeksploitasi sendiri. Demikian pula, sekalipun jumlah SDMnya banyak, tetapi
karena kualitas keilmuannya rendah, maka juga tidak produktif. Akibat dari
semua hal tersebut, maka umat Islam masih menjadi konsumen. Harus diakui,
bahwa kita belum mampu membuat pabrik pesawat terbang yang lebih canggih,
alat komunikasi yang lebih unggul, persenjataan yang lebih dahsyat. Teknologi
pertanian, peternakan, kelautan, pertambangan, dan lain-lain masih kalah. Maka,
sehebat apapun politik yang dikembangkan, manakala ilmu pengetahuan dan
teknologinya masih belum mampu mengungguli yang lain, maka kekalahan itu
masih akan tetap dideritanya.
Kesadaran umat Islam terhadap pentingnya pendidikan, sebenarnya sudah
sejak lama dimiliki. Di mana-mana umat Islam telah membangun lembaga
pendidikan. Hanya saja, lembaga pendidikan yang dimiliki itu, disamping

2
kualitasnya masih perlu ditingkatkan, juga jenis ilmu pengetahuan yang
dikembangkan masih perlu disempurnakan. Umat Islam belum mengembangkan
berbagai jenis ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana tuntutan zamannya.
Ilmu yang dikembangkan masih baru yang terkait dengan kegiatan ritual, seperti
ushuluddin, dakwah, syari'ah, dan sejenisnya.
Umpama saja umat Islam juga mengembangkan sains dan teknologi secara
serius sesuai dengan tuntutan zamannya, maka ketertinggalan itu akan bisa
diakhiri. Maka, yang diperlukan umat Islam saat ini adalah lembaga pendidikan
yang mampu menghasilkan ilmuwan dan ahli-ahli teknologi yang benar-benar
unggul, pusat-pusat riset, dan berbagai kajian ilmiah. Tuntutan itu sebenarnya
relevan dengan al Qur'an maupun hadits nabi yang selalu menjadi bahan bacaan
umat Islam. Al Qur'an mengingatkan bahwa, adalah berbeda antara orang yang
berilmu pengetahuan dan yang tidak berilmu pengetahuan. Selain itu, di dalam al
Qur'an juga dinyatakan bahwa Tuhan akan meninggikan orang-orang yang
beriman dan berilmu pengetahuan beberapa derajad. Demikian pula, nabi
memerintahkan agar umat Islam mencari ilmu, mulai dari ayunan hingga sampai
ke liang lahat. Bahkan, di dalam mencari ilmu, seharusnya tanpa mengenal batas,
hingga ke negeri China sekalipun seharusnya dijalani.
Maka yang diperlukan bagi umat Islam sekarang ini adalah
membangkitkan semangat ilmu pengetahuan dan teknologi. Kesadaran tentang
pentingnya kehidupan spiritual seharusnya disempurnakan dengan kesadaran
terhadap kedua kekuatan dimaksud. Selain itu, umat Islam harus berani
mereformulasi pandangan tentang ilmu pengetahuan dan bahkan juga
pengembangan lembaga pendidikannya. Manakalala hal itu tidak dilakukan, maka
bentuk politik apapun yang dikembangkan, umat Islam akan tetap tertinggal.
Sebab, ketertinggalan itu sebenarnya bersumber dari dua kekuatan tersebut, yaitu
ilmu pengetahuan dan teknologi itu.

2.2 Konsep IPTEK Tak Harus Bersumber Dari Al-Qur’an Dan Hadits
Diakui atau tidak, kini umat Islam telah terjerumus dalam sikap
membebek dan mengekor Barat dalam segala-galanya; dalam pandangan hidup,
gaya hidup, termasuk dalam konsep ilmu pengetahuan. Bercokolnya paradigma
sekuler inilah yang bisa menjelaskan, mengapa di dalam sistem pendidikan yang

3
diikuti orang Islam, diajarkan sistem ekonomi kapitalis yang pragmatis serta tidak
kenal halal haram. Eksistensi paradigma sekuler itu menjelaskan pula mengapa
tetap diajarkan konsep pengetahuan yang bertentangan dengan keyakinan dan
keimanan muslim. Misalnya Teori Darwin yang dusta dan sekaligus bertolak
belakang dengan Aqidah Islam. Kekeliruan paradigmatis ini harus dikoreksi. Ini
tentu perlu perubahan fundamental dan perombakan total. Dengan cara mengganti
paradigma sekuler yang ada saat ini, dengan paradigma Islam yang memandang
bahwa Aqidah Islam (bukan paham sekularisme) yang seharusnya dijadikan basis
bagi bangunan ilmu pengetahuan manusia.
Namun di sini perlu dipahami dengan seksama, bahwa ketika Aqidah
Islam dijadikan landasan IPTEK, bukan berarti konsep-konsep IPTEK harus
bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi maksudnya adalah konsep IPTEK
harus distandardisasi benar salahnya dengan tolok ukur AlQur`an dan Al-Hadits
dan tidak boleh bertentangan dengan keduanya Jika kita menjadikan Aqidah Islam
sebagai landasan IPTEK, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi,
dan seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau pun
ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti keluasan ilmu
Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat QS. An-Nisaa` [4]:126 dan QS
AthThalaq [65]:12), bukan berarti konsep IPTEK harus bersumber pada ayat atau
hadis tertentu.
Misalnya saja dalam astronomi ada ayat yang menjelaskan bahwa matahari
sebagai pancaran cahaya dan panas (QS Nuh [71]: 16), bahwa langit (bahan alam
semesta) berasal dari asap (gas) sedangkan galaksi-galaksi tercipta dari
kondensasi (pemekatan) gas tersebut (QS. Fushshilat [41]: 11-12), dan seterusnya.
Ada sekitar 750 ayat dalam Al-Qur`an yang semacam ini.17 Ayat-ayat ini
menunjukkan betapa luasnya ilmu Allah sehingga meliputi segala sesuatu, dan
menjadi tolok ukur kesimpulan IPTEK, bukan berarti bahwa konsep IPTEK wajib
didasarkan pada ayat-ayat tertentu. Jadi, yang dimaksud menjadikan Aqidah Islam
sebagai landasan iptek bukanlah bahwa konsep iptek wajib bersumber kepada Al-
Qur`an dan Al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa iptek wajib berstandar pada Al-
Qur`an dan Al-Hadits. Ringkasnya, Al-Qur`an dan Al-Hadits adalah standar
(miqyas) iptek, dan bukannya sumber (mashdar) IPTEK

4
Artinya, apa pun konsep iptek yang dikembangkan, harus sesuai dengan
Al-Qur`an dan Al-Hadits, dan tidak boleh bertentangan dengan Al-Qur`an dan
AlHadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Qur`an dan Al-
Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang
menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang
selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang
lebih kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang. Berarti, manusia
sekarang bukan keturunan manusia pertama, Nabi Adam AS, tapi hasil dari
evolusi organisme sederhana. Ini bertentangan dengan firman Allah SWT yang
menegaskan, Adam AS adalah manusia pertama, dan bahwa seluruh manusia
sekarang adalah keturunan Adam AS itu, bukan keturunan makhluk lainnya
sebagaimana fantasi Teori Darwin Firman Allah SWT (artinya): “(Dialah Tuhan)
yang memulai penciptaan manusia dari tanah, kemudian Dia menciptakan
keturunannya dari sari pati air yang hina (mani).” (QS AsSajdah [32]: 7). “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal.” (QS AlHujuraat [49]: 13).
Implikasi lain dari prinsip ini, yaitu Al-Qur`an dan Al-Hadits hanyalah
standar iptek, dan bukan sumber iptek, adalah bahwa umat Islam boleh mengambi
iptek dari sumber kaum non muslim (orang kafir). Dulu Nabi SAW menerapkan
penggalian parit di sekeliling Madinah, padahal strategi militer itu berasal dari
tradisi kaum Persia yang beragama Majusi. Dulu Nabi SAW juga pernah
memerintahkan dua sahabatnya memepelajari teknik persenjataan ke Yaman,
padahal di Yaman dulu penduduknya adalah Ahli Kitab (Kristen). Umar bin
Khatab pernah mengambil sistem administrasi dan pendataan Baitul Mal (Kas
Negara), yang berasal dari Romawi yang beragama Kristen. Jadi, selama tidak
bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, IPTEK dapat diadopsi dari kaum
kafir.

5
2.3 Perbedaan Hadhoroh Dan Madaniyah
Hadharah diberi makna sebagai kumpulan pemahaman tentang kehidupan,
sementara madaniyah merupakan perkakasan fizikal berupa benda-benda hasil
karya manusia yang digunakan dalam kehidupannya (Nizhamul Islam, hal. 59).
Berdasarkan pengertian tadi, ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan
hukum-hukum serta adat istiadat termasuk ke dalam Hadharah. Sedangkan contoh
madaniyah adalah seluruh peralatan fizikal dapat dilihat, dirasa, disentuh, dan
dipergunakan, seperti kilang, bangunan pencakar langi, rumah, kereta, motorsikal,
komputer, lampu, candi, masjid, gereja lukisan, kain batik, kancing baju, dll.
Perbedaan lainnya didapat bahwa Hadharah adalah sekumpulan mafaahim
(pemahaman, pandangan hidup) yang dianut dan mempunyai fakta (realitas,
kenyataan) tentang kehidupan. Sedangkan madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik
dari benda-benda yang terindera (dapat dilihat, didengar, dan diraba) yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam berbagai aspek
kehidupan. Hadharah memiliki sifat khas. Sedangkan madaniyah adalah berkaitan
benda-benda hasil teknologi atau hasil peradaban suatu umat tertentu, bisa
bersifat khas, bisa pula bersifat ‘aam (umum).
2.3.1 Hadhoroh
Hadharah adalah sebuah pandangan hidup, maka seluruh hadharah yang
berasal dari selain Islam, hukumnya haram untuk diambil. Mengapa demikian?
Sebab, ada perbedaan mendasar antara hadharah Islam dan hadharah selain Islam.
Hadharah Islam berpijak dari Alquran dan Assunah. Sedangkan hadharah selain
Islam, berpijak dari selain Alquran dan Assunah. Artinya, hadharah selain Islam
berangkat dari pemikiran manusia, atau dengan kata lain semata-mata karena
berangkat dari akal manusia.
Sebagian orang menyatakan bahwa demokrasi itu adalah hadharah Islam,
sebab juga ‘diambil’ dari Alquran dan Assunah. Mereka menyatakan bahwa Islam
membolehkan musyawarah, maka demokrasi pun boleh untuk diambil. Artinya,
demokrasi itu dianggap sama dengan musyawarah. Pernyataan ini jelas sangat
keliru. Kelihatan sekali, orang tersebut tidak melihat realitas (fakta) demokrasi
dan fakta musyawarah secara menyeluruh dan mendalam. Atau bisa dikatakan,
mereka melihat keduanya (demokrasi dan musyawarah) secara setengah-setengah.

6
Mereka mengokohkan pendapat mereka dengan QS. Asy-Syura: 38.
Dalam ayat tersebut terdapat kalimat: Wa amruhum syuuraa bainahum (sedangkan
urusan mereka diputuskan dengan musyawarah di antara mereka). Mereka
menyamakan kata syura dalam ayat ini dengan demokrasi.
Padahal, jika ditelusur lebih dalam, demokrasi (kadang-kadang) memang
menggunakan musyawarah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Tetapi
harus dilihat, asas demokrasi adalah sekulerisme (ide yang memisahkan agama
dari kehidupan). Karena sekularisme memisahkan aturan agama dengan aturan
kehidupan, maka aturan kehidupan tidak didasarkan pada agama, melainkan
didasarkan pada akal pikiran manusia. Inilah yang menjadi pangkal
permasalahannya.
Jadi, untuk menentukan halal atau haram; dilakukan atau tidak
dilakukannya suatu perbuatan; diputuskan atau tidaknya suatu kebijakan;
semuanya didasarkan pada akal pikiran manusia, bukan Alquran dan Assunah.
Dalam pandangan Islam, jelas ini tidak benar. Sebab, yang menentukan
halal-haram; diputuskan atau tidaknya sebuah kebijakan; tetap harus berdasarkan
Alquran dan Assunah, bukan akal manusia. Ini menunjukkan bahwa demokrasi
adalah sebuah pandangan hidup atau hadharah. Tetapi, bukan hadharah Islam,
melainkan hadharah Barat yang sangat bertentangan dengan Islam. Sebab, asas
musyawarah adalah Alquran dan Assunah, bukan akal manusia.
Satu contoh, yaitu tentang penerapan riba di Indonesia. Untuk menentukan
apakah riba itu halal atau haram, jelas tidak bisa dilakukan dengan musyawarah.
Tetapi dengan dalil-dalil syariah yang berasal dari Alquran dan Assunah. Tetapi di
Indonesia, boleh tidaknya riba ditentukan berdasarkan musyawarah parlemen. Ini
tidak benar. Allah telah menegaskan: wa ahalallaahul bai’a wa harramar
ribaa (dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba). Lihat dalam
QS. Al-Baqarah: 275. Demikian juga sabda Rasulullah: Ar ribaa tsalaatsatun wa
sab’uuna baaban, aisaruhaa mitslu an yankiha rajulu ummahu (Riba itu memiliki
73 pintu. Yang paling ringan dosanya adalah seperti seseorang yang mengawini
ibunya), hadis riwayat al-Hakim dan al-Baihaqi. Jelas sudah, bahwa sesuatu yang
telah diharamkan Allah, tidak perlu dimusyawarahkan lagi. Karena status

7
hukumnya telah jelas haram, maka riba seharusnya dihilangkan. Tidak boleh ada
riba dengan segala bentuknya. Jadi, untuk apa ada musyawarah?
Contoh lain, di Indonesia, untuk menentukan kebijakan apakah Freeport
dan Exxon Mobile boleh mengelola kekayaan alam di Indonesia atau tidak,
selama ini ditentukan oleh kebijakan penguasa (eksekutif) dan disetujui parlemen.
Berdasarkan pandangan Islam, ini tidak benar. Sebab, menurut hukum Islam,
kekayaan alam yang menguasai hajat hidup orang banyak adalah milik umum
(milik rakyat), bukan milik pemerintah (negara). Sehingga negara tidak bisa
dengan seenaknya jual sana-jual sini.
Rasulullah saw. bersabda: Al muslimuuna syurakaa-u fii tsalaatsin, fil
maa-i, wal kala-i, wannaari (kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, air padang
rumput dan api), hadis riwayat Abu Dawud. ‘Illat (sebab ditetapkannya hukum)
kepemilikan umum atau kepemilikan rakyat tersebut adalah sesuatu yang
besar/banyak (dalam hadis lain dikatakan seperti sesuatu yang bersifat bagaikan
air mengalir). Berdasarkan hadis di atas, sumber daya energi termasuk dalam
kepemilikan umum (kepemilikan rakyat) karena dua aspek: yaitu termasuk dalam
kata ‘api’ serta ‘tersedia dalam jumlah yang besar’.
Karena milik rakyat, maka negara tidak memiliki hak apa pun untuk
mengambilnya, apalagi menyerahkannya kepada pihak asing. Justru karena
dikelola pihak asing itulah kemudian kekayaan alam di negeri ini tidak pernah
dirasakan oleh rakyat. Berdasarkan hal tersebut, menyerahkan SDA kepada pihak
swasta (baik asing maupun lokal), hukumnya adalah haram. Karena status
hukumnya telah jelas keharamannya, maka tidak boleh dimusyawarahkan lagi. Ini
adalah pandangan hidup (hadharah) Islam.
Sedangkan pandangan hidup (hadharah) Barat, justru membolehkan
sumber daya energi itu dikuasai oleh individu atau lembaga swasta. Artinya, jika
dalam musyawarah parlemen itu diputuskan untuk menyerahkan sumber daya
alam kepada pihak swasta, maka hasil musyawarah itu mengikat dan harus
dilaksanakan. Hal ini terjadi karena dalam demokrasi tidak ada konsep halal-
haram. Jika parlemen menghendaki, maka dinilai legal; dan jika parlemen tidak
menghendaki maka akan dinilai ilegal, sekalipun sah dalam pandangan Islam. Ini

8
adalah contoh tentang hadharah, dalam hal ini adalah demokrasi yang disamakan
dengan musyawarah.
Hadharah akan berbeda-beda sesuai dengan aqidah dan hukum yang
melahirkannya. Bila aqidah dan hukum yang melahirkan Hadharah tersebut
adalah Islam maka Hadharah tersebut merupakan Hadharah Islam. Sebaliknya bila
Hadharah itu lahir dari selain Islam maka Hadharahnya menjadi Hadharah bukan
Islam, dan tentu saja bertentangan dengan Islam. Dalam aspek keyakinan
misalnya, pemahaman bahawa Allah adalah Zat yang memberi rizki, Maha
Pemurah dan Maha Gagah yang dimanifestasikan dengan senantiasa memohon
rizki kepada-Nya dan berlindung kepada-Nya saja merupakan Hadharah Islam.
Sementara, keyakinan bahawa ada kekuatan lain seperti Penunggu laut sehingga
perlu pesta puja pantai supaya nelayan memperoleh rizki atau pesta menuai untuk
memuja semangat padi, semuanya adalah hadharah kufur yang terkandung dalam
budaya Timur. Begitu juga pemikiran bahawa manusia perlu menutup aurat
merupakan Hadharah Islam. Sebab ianya merupakan perintah Allah SWT dalam
surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31. Sementara, pemikiran bahawa
manusia itu bebas bertingkah laku hingga wanita boleh berpakaian mini dalam
kehidupan umum di tengah-tengah masyarakat, mengikuti trend yang
mengundang berahi, berpakaian ketat dan tipis serta berlenggang-lengok semasa
bernyanyi di hadapan umum adalah bukan Hadharah Islam.
Manakala dalam bidang ekonomi, hukum-hakam dalam perekonomian
tidak boleh mengambil riba merupakan Hadharah Islam kerana Allah SWT telah
mengharamkannya. Nabi pun menjelaskan betapa besar dosa pelaku riba yang
bahkan melebihi dosa seseorang yang berzina dengan ibu kandungnya!
Sebaliknya, amalan riba telah menjadi budaya di tengah kehidupan sekarang
merupakan Hadharah bukan Islam. Contoh lain, dalam bidang pergaulan, Allah
SWT melarang kaum muslimin mendekati zina (lihat QS. Al Isra 32) dan Nabi
melarang seseorang berkhalwat (menyendiri) dengan wanita kecuali disertai
mahramnya. Ini menunjukkan bahawa Hadharah Islam yang berkenaan dengan
interaksi laki-laki dan perempuan ada peraturannya tersendiri. Jadi, hubungan
laki-laki dengan perempuan sebelum menikah, budaya bergaul bebas dan
bersekedudukan tanpa nikah adalah bukan Hadharah Islam. Dalam bidang

9
kenegaraan pun demikian. Gagasan tentang paham kebangsaan (nasionalisme)
bukan Hadharah Islam. Islam tidak mengenal paham seperti ini. Malah Rasulullah
SAW bersabda : "Bukan dari golongan kami orangorang yang menyeru kepada
'ashabiyyah (nasionalisme / sukuisme), orang yang berperang karena 'ashabiyyah
serta orang-orang yang mati karena 'ashabiyyah" (HR. Abu Dawud).
Walhasil, segala perkara yang menyangkut Hadharah hanya ada dua
kemungkinannya, Islam atau bukan. Bila 'budaya' yang merupakan Hadharah
tersebut berdasarkan aqidah Islam dan digali dari hukum-hukumnya maka itulah
yang harus diambil. Sebaliknya, segala hal yang bertentangan dengan Islam dan
atau lahir dari aqidah serta hukum bukan Islam, Allah SWT melarang kaum
muslimin untuk mengambil maupun menerapkannya. Firman Allah SWT : “Dan
sesiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka tidak akan diterima
daripadanya dan dia pada hari akhirat kelak dari orang-orang yang rugi.” [TMQ
Ali-Imran, 3:85] Nabi SAW bersabda : "Barang siapa yang mengada-ada dalam
urusan agama kami ini yang tidak ada dasar daripadanya maka itu tertolak" (HR.
Bukhari dan Muslim).
Perbedaan antara Hadahrah Islam dan Barat
Islam
 Berdiri diatas landasan keimanan kepada Allah semata-mata (akidah
islam)
 Matlamat kehidupan untuk mencapai kerehoaan Allah (melakukan apa
yang disuruh & tinggal - apa yang dilarang).
 Kebahagiaan menurut islam adalah memperolehi keredhoan Allah.
 Perbuatan diukur sejajar dengan perintah Allah (halal & haram)
 Islam mengatur seluruh aspek kehidupan.(hubungan manusia dengan;
Allah, manusia, individu)
Barat
 Dibangunkan diatas dasar pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme)
 Kehidupan semata-mata untuk meraih manfaat atau maslahat.
 Kebahagiaan hakiki adalah memperolehi sebanyak mungkin kenikmatan
dunia.
 Kayu ukur perbuatan adalah manfaat semata-mata

10
 Peranan pencipta/aspek agama hanya terbatas dalam lingkungan masjid
sahaja.
2.3.2 Madaniyah
Berbeda dengan Hadharah, realiti madaniyah itu ada yang lahir dari
Hadharah dan ada pula yang tidak lahir darinya melainkan lahir dari sains dan
teknologi. Contoh madaniyah yang didasarkan pada Hadharah bukan Islam dan
lahir darinya adalah lukisan makhluk bernyawa. Sebab Rasulnya melarangnya. Al
Bukhari meriwayatkan bahawa Nabi saw bersabda : "Siapa saja yang membuat
gambar (manusia atau hewan) maka Allah akan menyiksanya karena gambar
tersebut di hari kiamat hingga ia meniupkan ruh ke dalamnya, padahal ia sama
sekali tidak mampu melakukannya."
Begitu juga dengan kalung salib, pohon natal, simbol zionis, swastika,
patung dan merupakan madaniyah yang lahir dari Hadharah bukan Islam. Bentuk
kebudayaan kebendaan atau madaniyah bila lahir dari Hadharah bukan Islam
bererti tergolong bagian dari Hadharah tersebut. Dengan demikian, seorang
mukmin yang benar-benar takut kepada Allah SWT tidak akan menggunakan
ataupun menyebarkannya sebab Allah SWT melarang menerima-pakai sesuatu
yang ianya bukan dari Hadharah Islam. Berbeda dengan itu, bentuk kebudayaan
kebendaan yang lahir dari sains dan teknologi serta tidak terkait dengan Hadharah
bukan Islam boleh diambil dari siapa saja tanpa lagi membedakan dari Barat
mahupun Timur, penemunya Muslim atau bukan..Rasulullah SAW bersabda:
"Kalian lebih tahu tentang urusan dunia kalian " (HR. Muslim). Hadis ini
memberikan kebebasan bagi manusia untuk mengembangkan ilmu sains, industri,
dan teknologi moden dan apa saja yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan
selama tidak bertentangan dengan syara'. Bahkan, Rasulullah SAW pernah
mengirim dua orang sahabat iaitu 'Urwah Ibnu Mas'ud dan Ghailan Ibnu
Maslamah ke kota Jarasy di Yaman untuk mempelajari pembuatan senjata
Dabbabah (pemecah pintu kota) setelah beliau mengetahui bahawa alat tersebut
mampu digunakan untuk memecahkan benteng lawan (Ath Thabari, Tarikhul
Umam wal Muluk, jilid III, hal. 132).
Berdasarkan penjelasan tadi dibolehkan umat Islam menerima-pakai alat
teknologi seperti produk elektronik VCD, radio, TV, komputer, elektrik, telefon,

11
motorsikal, kain, makanan, minuman halal, dan produk lainnya sekalipun berasal
dari orang bukan Islam tanpa memandang tentang ideologi yang mereka anut.
Yang pastinya tentu saja, penggunaan produk tersebut akan berbeda antara umat
Islam yang berpegang teguh pada Hadharah Islam dengan mereka yang tidak.
Madaniyah ada dua jenis, yaitu yang bersifat ‘aam (umum) dan yang
bersifat khas (khusus).
1. Bersifat ‘aam (umum)
Madaniah ini dilestarikan tidak berpandukan kepada hadharah. Contoh :
peralatan teknologi dan infrastruktur/prasarana. madaniah ini bersifat universal
bukan hak milik umat tertentu. Contoh kesalahan : ”teknologi moden nie hak
barat, jadi apa-apa hal kita tanya barat.” Yang bersifat umum seperti hasil
kemajuan teknologi, hukumnya boleh untuk diambil, sebab tidak mengandung
pandangan hidup tertentu yang berlawanan dengan Alquran dan Assunah.
Contohnya adalah komputer. Komputer memang dihasilkan oleh teknologi orang-
orang Barat. Akan tetapi mengambilnya, diperbolehkan. Sebab, komputer tidak
mengandung pemahaman atau pandangan hidup tertentu. Demikian pula mobil,
kendaraan, dan handphone. Benda-benda tersebut tidak memiliki pandangan
hidup tertentu.
Kebolehan mengambil madaniyah yang bersifat umum ini didasarkan pada
perbuatan yang pernah dilakukan Rasulullah saw, dan para sahabat ketika
mengambil hasil teknologi dan hasil budaya orang-orang kafir. Rasulullah pernah
menggunakan senjata Dababah dan Manjaniq buatan orang kafir. Dababah adalah
sebuah alat tempur yang memiliki moncong berupa kayu besar yang digunakan
untuk menggempur pintu benteng musuh. Rasulullah saw. juga pernah
menggunakan senjata Manjaniq dalam Perang Khaibar ketika menggempur
Benteng An-Nizar milik Yahudi Bani Khaibar. Manjaniq adalah sebuah ketapel
raksasa yang biasa digunakan oleh orang Romawi dalam menggempur benteng
lawan.
Demikian pula, Rasulullah pernah membuat parit di sekitar kota Madinah
dalam Perang Khandaq. Salman Al-Farisi ra., sahabat Rasulullah saw. yang
berasal dari Parsi mengusulkan agar di sekeliling kota Madinah digali parit
sebagaimana dulu dia pernah membuatnya bersama orang-orang Parsi. Umar bin

12
Khathab ra., juga pernah mengadopsi sistem administrasi orang-orang Romawi
dan Parsi untuk mengurus sistem administrasi daulah Islamiyah (negara Islam).
Berbagai fakta di atas menunjukkan bahwa hasil peradaban umat selain umat
Islam halal untuk diambil selama tidak mengandung pemahaman dan pandangan
hidup tertentu.
2. Bersifat khas (khusus).
Madaniyah ini dibangun berasaskan kepada hadharah atau kepercayaan.
Contoh madaniah bukan islam; Patung sembahan, Gereja, kuil, pakaian paderi &
sami, lukisan yang menghairahkan dan seangkatan dengannya. Orang islam tidak
boleh melibatkan diri dalam madaniah yang berkait dengan hadharah bukan islam.
Madaniyah yang bersifat khas, tidak boleh diambil. Artinya, semua benda yang
mengandung pandangan hidup tertentu (pandangan hidup selain Islam), tidak
boleh diambil. Contohnya adalah benda salib. Kaum muslimin tidak boleh
mengambilnya atau memakainya dalam keadaan apa pun, sebab memiliki
pandangan hidup tertentu, yaitu pandangan hidup orang kafir. Contoh lain adalah
candi dan patung dewa-dewa. Kita tidak diperkenankan untuk mengambil patung-
patung dewa Yunani atau Hindu. Sebab hal itu mengandung pandangan hidup
tertentu. Yang diharamkan adalah mengambilnya untuk dipajang di tempat-tempat
yang biasa digunakan kaum muslim untuk beraktivitas. Jadi, keharamannya bukan
karena kebedaraannya, namun karena penggunaan atau fungsinya.

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Setelah diuraikan secara sistematis pada bab-bab di atas, pada bab ini akan
dikemukakan beberapa kesimpulan tentang Overview Takaran IPTEK Yang
Islami diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Ketika Aqidah Islam dijadikan landasan IPTEK, bukan berarti konsep-
konsep IPTEK harus bersumber dari Al-Qur`an dan Al-Hadits, tapi
maksudnya adalah konsep IPTEK harus distandardisasi benar salahnya
dengan tolok ukur AlQur`an dan Al-Hadits dan tidak boleh bertentangan
dengan keduanya Jika kita menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan
IPTEK, bukan berarti bahwa ilmu astronomi, geologi, agronomi, dan
seterusnya, harus didasarkan pada ayat tertentu, atau hadis tertentu. Kalau
pun ada ayat atau hadis yang cocok dengan fakta sains, itu adalah bukti
keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu (lihat QS. An-Nisaa`
[4]:126 dan QS AthThalaq [65]:12), bukan berarti konsep IPTEK harus
bersumber pada ayat atau hadis tertentu.
2) Hadharah adalah sekumpulan mafaahim (pemahaman, pandangan hidup)
yang dianut dan mempunyai fakta (realitas, kenyataan) tentang kehidupan.
Sedangkan madaniyah adalah bentuk-bentuk fisik dari benda-benda yang
terindera (dapat dilihat, didengar, dan diraba) yang digunakan untuk
memenuhi kebutuhan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Hadharah
memiliki sifat khas. Sedangkan madaniyah adalah berkaitan benda-benda
hasil teknologi atau hasil peradaban suatu umat tertentu, bisa bersifat khas,
bisa pula bersifat ‘aam (umum).

14

Anda mungkin juga menyukai