Anda di halaman 1dari 12

BAB V

PERANAN PERS MEDIA LOKAL SEBAGAI KONTROL SOSIAL

DITINJAU PASAL 3 UU NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS

(Studi Di Kabupaten Bengkalis)

A. Peranan Pers Media Lokal Sebagai Kontrol Sosial Ditinjau Pasal 3

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (Studi Di

Kabupaten Bengkalis )

Pers merupakan institusi sosial yang memiliki fungsi signifikan yang sering

didefinisikan sebagai lembaga kontrol sosial. Fungsi pers dapat diwujudkan secara

maksimal apabila kebebasan pers dijamin. Pers yang terjamin kebebasannya

sebagai prasyarat untuk dapat berfungsi maksimal, bertanggung jawab atas semua

informasi yang dipublikasikan tidak kepada negara. Tanggung jawab pers, bersifat

langsung kepada masyarakat (publik), karena tujuan utama Jurnalistik (pers)

adalah untuk melayani masyarakat. Regulasi yang mengatur pers di Indonesia

adalah UndangUndang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Dalam undang-undang ini disebutkan bahwa: “Pers adalah lembaga sosial dan

wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi

mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan

informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data

dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak,

media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia”. (UndangUndang Nomor

40 tahun 1999 tentang Pers ).

Secara umum, pers adalah seluruh industri media yang ada, baik cetak

maupun elektronik. Namun secara khusus, pengertian pers adalah media cetak
(printed media). Dengan demikian, Undang-Undang Pers berlaku secara general

untuk seluruh industri media, dan secara khusus untuk media cetak. Prinsip-

prinsip pengelolaan pers di Indonesia menurut undang-undang ini adalah:

1) Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang

berasaskan prinsip- prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

2) Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan,

hiburan, dan kontrol sosial. Selain itu, pers juga berfungsi sebagai lembaga

ekonomi.

3) Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.

Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau

pelarangan penyiaran. Dengan kebebasan pers, media massa dimungkinkan untuk

menyampaikan beragam informasi, Pemberian kesempatan pada media untuk

menyampaikan beragam informasi sehingga memperkuat dan mendukung

masyarakat dalam berperan dalam demokrasi yang disebut civic empowerment.

(Ida,2012:45)

Kebebasan pers dan kredibilitas media terkait erat dengan kepercayaan

masyarakat kepada media. Kepercayaan masyarakat ditentukan oleh kandungan

isi penerbitan. Kegagalan media dalam mempertahankan kredibilitas akan

mempengaruhi kemampuan media dalam menjalankan fungsi normatifnya. Tugas

utama wartawan adalah memberikan informasi kepada publik. Tujuan lain diluar

itu, misalkan uang, jabatan, asosiasi, berpotensi menimbulkan konflik Untuk

menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari,

memperoleh, dan Menyebarluaskan gagasan dan informasi. Wartawan bebas

memilih organisasi wartawan. Wartawan memiliki dan menaati Kode Etik


Jurnalistik. (Wawancara Bapak Raffi Erizal S.Akun Jurnalis Pers

Berkabarnews.com Di Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal 14 Desember 2022)

Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum.

Setiap warga negara Indonesia dan negara berhak mendirikan perusahaan pers.

Setiap perusahaan pers harus berbentuk badan hukum Indonesia. Perusahaan pers

memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk

kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan

lainnya. Penambahan modal asing pada perusahaan pers dilakukan melalui pasar

modal. Perusahaan pers wajib mengumumkan nama, alamat dan penanggung

jawab secara terbuka melalui media yang bersangkutan; khusus untuk penerbitan

pers ditambah nama dan alamat percetakan. (Wawancara Bapak Raffi Erizal

S.Akun Jurnalis Pers Berkabarnews.com Di Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal

14 Desember 2022)

Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan

kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. Sehingga

membuat media yang tidak dipengaruhi oleh berbagai kekuatan sosial, ekonomi

maupun politik dan lebih mengedepankan transparansi informasi ke pada

khalayak.(Susanto, 2013:478).

Setidaknya ada empat fungsi pers sebagai kontrol sosial ,yang terkandung

makna demokratis, didalamnya terdapat unsur - unsur sebagai berikut:

(Wawancara Bapak Andrias Jurnalis Pers PT.Anugerah Bestarai Bengkalis

(Bengkalisone.com) Di Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal 5 Desember 2022)

1. Partisipasi sosial (Social participation), keikutsertaan rakyat dalam

pemerintah
2. Tanggung jawab sosial (Social responsibility), Pertanggungjawaban

pemerintah terhadap rakyat

3. Dukungan sosial (Social support), Dukungan rakyat terhadap pemerintah

4. Kontrol sosial (Social control), kontrol masyarakat terhadap

tindakantindakan pemerintah.

Sebagai salah satu institusi yang ada di masyarakat, maka keberadaan pers tak

lepas dari perkembangan masyarakat itu sendiri. Artinya untuk memahami

bagaimana sebuah media berkembang akan terkait dengan keterikatannya pada

situasi dan kondisi masyarakatnya Orang-orang yang hidup dalam suatu

masyarakat dimana pers telah berperan sebagai bagian dari kehidupan mereka,

sering melupakan bahwa banyak pelajaran yang mereka peroleh lewat pers.

Tatkala surat kabar mulai dikenal, pers ini berperan sebagai sumber berita utama

bagi peristiwaperistiwa dunia. Seluruh generasi manusia membentuk pendapat

mereka tentang masalah-masalah dunia sebagai hasil dari apa yang mereka

pelajari salah satunya melalui surat kabar juga melalui televisi, dan majalah.

B. Hambatan Peranan Pers Media Lokal Sebagai Kontrol Sosial Ditinjau

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers (Studi Di

Kabupaten Bengkalis)

Pers merupakan sebuah medium di mana dapat digunakan untuk pengawasan

terhadap aktivitas masyarakat pada umumnya. Fungsi pengawasan ini bisa berupa

informasi pemberitahuan, peringatan akan suatu persitiwa dll. (Irfan,2013:61)

Pada tataran ini seorang jurnalis Pers (wartawan) dituntut agar dapat

memberikan informasi yang cepat, akurat, sesuai dengan fakta yang sebenarnya.
Sehingga seorang wartawan mampu bersikap obyektif dalam menjalankan

tugasnya.

Idealisme seorang jurnalis menjadi taruhan ketika ia harus „berperang‟

melawan nuraninya sendiri antara tuntutan profesi dan kepentingan bisnis,

sehingga layak jual dan berpengaruh terhadap reputasi institusi media. Jurnalis

Pers (wartawan) yang profesional merupakan komponen penting bagi kestabilan

negara demokrasi, karena merupakan ”kekuatan keempat” (fourth estate),

”pelindung demokrasi, pembela kepentingan umum, menyingkapkan

penyelewengan wewenang pemerintah dan membela hak-hak demokratis warga

negara”. (https://trulyoktopurba.wordpress.com/)

Berdasarkan pengamatan dari berbagai peristiwa konflik yang terjadi di

Indonesia, peran jurnalis Pers (wartawan) banyak dikaburkan oleh institusi media

itu sendiri dalam meliput dan menyampaikan beritanya. Sebut saja konflik politik

yang terjadi di Kabupaten Bengkalis, berita mengenai konflik agama tersebut

cukup banyak dimuat di media massa. Tiap media mempunyai frame (angel) yang

berbeda mengenai peristiwa ini. Contoh jelas nampak pada media

Bengkalisone.com dan Berkabarnews.com yang dengan ideologi masing-masing

menjadi tidak netral lagi dalam meliput peristiwa tersebut dan secara implisit

malahan berpihak pada salah satu kubu yang terlibat konflik. (Wawancara Bapak

Andrias Jurnalis Pers PT.Anugerah Bestarai Bengkalis (Bengkalisone.com) Di

Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal 5 Desember 2022).

Jurnalis Pers (wartawan) memiliki dua pilihan ketika memuat berita, yaitu

memenuhi tujuan politik keredaksian media itu sendiri atau memenui kebutuhan

khalayak pembacanya. jurnalis Pers (wartawan) yang mementingkan tercapainya


tujuan ekonomis akan memilih berita yang bernilai jual tinggi. Namun media

massa yang ingin informasinya bermanfaat bagi pembaca atau pemirsa akan

memuat berita-berita yang berguna bagi khalayak. Ada pula media massa yang

menganggap informasi hanya sebagai alat untuk mencapai tujuan ideologis.

Informasi disampaikan untuk mempengaruhi dan membujuk khalayak agar

berbuat dan bersikap sesuai dengan tujuan ideologis media masa tersebut.

(Siregar,2006:19).

Jika dilihat dari perspektif positivistik, jurnalis Pers (wartawan)

memberitakan berbagai peristiwa konflik sebagai kegiatan yang bersifat bebas

nilai. Media hanya bekerja sebagai pelapor bahwa dalam kenyataan riil di dalam

masyarakat marak terjadinya peristiwa konflik. Dalam sebuah negara yang tingkat

kedewasaan politiknya masih rendah, perbedaan kepentingan dan artikulasi politik

menjadi rawan konflik. Masyarakat belum terbiasa menghargai perbedaan dan

keberagaman pandangan politik dan sebaliknya tingkat toleransi masih sangat

rendah yang sesekali memicu berbagai konflik di masyarakat. Namun kebanyakan

peristiwa konflik menjadi suatu hal yang layak berita, seperti konflik fisik

memiliki nilai berita karena biasanya ada kerugian dan korban. (Ishwara,

2007:128).

Selain konflik fisik, debat-debat yang berkaitan dengan kepentingan

masyarakat pun mendapatkan tempat yang penting dalam pemberitaan. Intervensi

masih menjadi gangguan besar terhadap kinerja kaum pers. Yang kemudian

memunculkan pendapat bahwa Pers di Kabupaten Bengkalis masih terlalu

terkekang oleh kepentingan para penguasa ataupun pemimpin, yang secara tidak

langsung menghambat kinerja para jurnalis dalam memberitakan hal-hal


sentimental, terutama yang terkait dengan pelaksanaan demokrasi lokal.

(Wawancara Bapak Andrias Jurnalis Pers PT.Anugerah Bestarai Bengkalis

(Bengkalisone.com) Di Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal 5 Desember 2022)

Hak-hak pers seperti yang tertuang dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 40

tahun 1999 mengenai pers masih belum dengan sepenuhnya dijamin

kebebasannya oleh pemerintah daerah, dimana masih banyak kaum jurnalis yang

usahanya untuk memperoleh pemberitaan terkesan dipersulit dan dihalang-halangi

kinerjanya. Ditambah lagi dengan Penghargaan serta minat baca masyarakat

Kabupaten Bengkalis yang masih kurang terhadap media cetak, yang kemudian

kadangkala menimbulkan gesekan - gesekan emosional antara kaum jurnalis

dengan masyarakat itu sendiri.

Saat ini Pers di Kabupaten Bengkalis telah menggarap sebuah program acara

yang berisikan pesan-pesan kepada masyarakan agar dapat mengontrol tindakan-

tindakan pemerintah, Memberikan informasi yang mendidi serta berita actual

yang sedang terjadi demi mencapai kesejahteraan bersama. Sehingga kepada para

penonton atau masyarakat bias mendapatkan informasi dan berita terhadap suatu

keadaan yang bias dijadikan ilmu, wawasan dan pengetahuan yang benar, dan

juga dengan adanya pers di kabupaten Bengkalis yang semakinmelihatkan

performanya dapat memberikan pelayanan untuk berita yang memiliki integritas

dan kualitas yang unggul. (Wawancara Bapak Andrias Jurnalis Pers PT.Anugerah

Bestarai Bengkalis (Bengkalisone.com) Di Kabupaten Bengkalis Pada Tanggal 5

Desember 2022)
C. Upaya mengatasi Hambatan Peranan Pers Media Lokal Sebagai Kontrol

Sosial Ditinjau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang

Pers (Studi Di Kabupaten Bengkalis)

Keberadaan media pers pada umumnya berfungsi sebagai kontrol sosial,

menjadi sarana penekan terhadap kebijakan yang diduga tidak dijalankan

sebagaimana mestinya. Dalam konteks sosiologis, pers dapat dipandang sebagai

satu sistem bagian dari sistem komunikasi, dan sistem komunikasi bagian dari

sistem kemasyarakatan (Samsul Wahidin, 2011: 35).

Menurut Teori Instinctive S-R yang dikemukakan Melvin DeFleur, jurnalis

Pers (wartawan) menyajikan stimuli perkasa yang secara seragam diperhatikan

oleh massa. Stimuli ini membangkitkan desakan, emosi, atau proses lain yang

hampir tidak terkontrol oleh individu. Setiap anggota massa memberikan respons

yang sama pada stimuli yang datang dari media massa (Jalaluddin, 2007: 197).

Dalam teori Agenda Setting dari Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw,

jurnalis Pers (wartawan) memang tidak dapat mempengaruhi orang untuk

mengubah sikap, tapi media massa cukup berpengaruh terhadap apa yang

dipikirkan orang. Media massa mempengaruhi persepsi khalayak tentang apa yang

dianggap penting. Media massa memilih informasi yang dikehendaki dan

berdasarkan informasi yang diterima tersebut, khalayak membentuk persepsinya

terhadap suatu peristiwa (Jalaluddin, 2007: 199-200).

D.McQuail menyimpulkan bahwa efek jurnalis Pers (wartawan) berbeda-beda

tergantung pada penilaian terhadap sumber komunikasi; makin sempurna

monopoli komunikasi massa, makin besar kemungkinan perubahan pendapat

dapat ditimbulkan ke arah yang dikehendaki; sejauh mana suatu persoalan


dianggap penting oleh khalayak akan mempengaruhi pada kemungkinan pengaruh

media (Jalaluddin, 2007: 198- 199).

Bahwa jurnalis Pers (wartawan) mampu mendominasi lingkungan dan berada

dimana-mana. Sifatnya serba ada (ubiquity) membuat orang sulit menghindari

pesan media massa. Perulangan pesan yang berkali-kali dapat memperkokoh

dampak media massa. Hal ini diperkuat dengan keseragaman para wartawan

(consonance of journalis) yang menghasilkan berita yang cenderung sama.

Khalayak akhirnya tidak memiliki alternatif lain sehingga mereka membentuk

persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari media massa.

Melihat jurnalis Pers (wartawan) lebih jauh lagi bahwa media mempunyai

kekuatan untuk membuat “yang benar menjadi salah, dan yang salah menjadi

benar.” jurnalis Pers (wartawan) sebagai kekuatan strategis dalam menyebarkan

informasi merupakan salah satu otoritas sosial yang berpengaruh dalam

membentuk sikap dan norma sosial suatu masyarakat. jurnalis Pers (wartawan)

bisa menyuguhkan teladan budaya yang bijak untuk mengubah perilaku

masyarakat. Oleh karena itu, pola hubungan yang harus dijadikan pegangan oleh

masyarakat yaitu pers yang bebas dan bertanggungjawab (free and responsible

press).

Harus diakui bahwa jurnalis Pers (wartawan) di Indonesia memiliki

kelemahan dalam liputannya. Ada yang suka memelintir berita karena memiliki

konflik kepentingan, sehingga terlihat subjektif dan lebih mengedepankan talking

news (Sirait, 2007: 220).

Kelemahan lain yang sering terlihat adalah sifat reaksioner media, yaitu

hanya meliput jika terjadi peristiwa. Contohnya, jurnalis Pers (wartawan) hanya
meliput tentang konflik di Kabupaten Bengkalis jika ada penembakan atau

peristiwa separatis di sana. Ketika memberitakan soal aksi mahasiswa atau buruh,

pola serupa ini dipakai. Yang diangkat hanya sebatas kelompok mana yang

melakukan unjuk rasa, berapa massanya, apa tuntutannya, dan apakah terjadi

bentrok dengan aparat.

Yang digaris bawahi dalam model reportase reaksioner semacam ini adalah

aspek 5W + 1H, dengan mengabaikan latar historis konflik tersebut dan tahap

resolusinya. Persoalan mendasar apa yang sebenarnya ada di balik aksi unjuk rasa

itu jarang ditonjolkan media, terutama yang sajiannya berformat straight atau hard

news. Jika kontak senjata sudah terjadi, yang diberitakannya adalah aspek

magnitude-nya, seperti berapa yang terluka, atau bahkan tewas saat demonstrasi

(Sirait, 2007: 221).

Faktor pembaca atau pemirsa pun penting memiliki tingkat intelegensia dan

kesadaran moral yang tinggi agar memahami secara komprehensif sebuah berita.

Dan dapat memilah-milah informasi yang kredibel.

Sudah sejak lama wartawan berprinsip bahwa semakin parah perang kian

seksi ia untuk diberitakan. Prinsip bad news is a good news tadi menjadi patokan

utama. Prinsip ini cenderung provokatif daripada solutif. Agar sajian perang

menarik, berbagai cara pun dilakukan, termasuk dengan memperindah kemasan

berita. Perkembangan menarik muncul sejak beberapa tahun terakhir

mengedepankan sisi dramatik dan pemujaan unsur-unsur kepahlawanan menjadi

sajian khas dalam liputan konflik, telah mendapat kritikan dari kalangan wartawan

sendiri. Mereka menganggap pendekatan semacam itu hanya akan mengagungkan

kekerasan.
Bagi Para jurnalis Pers (wartawan) menurut mereka selama ini cenderung

mengemas konflik sebagai komoditi karena berprinsip bad news is good news,

sehingga selain bias juga provokatif. Media dipandang sebagai agen konstruksi

sosial yang mendefini-sikan realitas. Media merupakan wahana pergulatan

antarideologi yang saling berkompetisi.

Media adalah ruang di mana berbagai ideologi direpresentasikan.

Representasi ideologi dapat dilihat melalui berita pada media massa. Sebab,

proses pemaknaan terhadap realitas selalu melibatkan nilainilai yang dimiliki

jurnalis Pers (wartawan) tersebut.

Untuk itu, agak sulit rasanya jurnalis Pers (wartawan) bersikap solutif atau

memposisikan dirinya sebagai sarana pencegah konflik. Banyaknya kepentingan-

kepentingan yang bermain dan penggunaan logika bisnis, yang secara hukum

tentunya sah-sah saja dilakukan karena tidak ada aturan jelas yang mengatakan

bahwa media harus berusaha mencegah konflik. Yang ada hanyalah kaidah-kaidah

etika, seperti menjalankan prinsip keberimbangan, imparsialitas, jujur,

memperhatikan sisisisi kemanusian, menghindari provokasi dengan

memperhitungkan dampak pemberitaan, dan lain sebagainya yang mirip-mirip

seperti itu.

Upaya mengatasi Hambatan Peranan Pers Media Lokal Sebagai Kontrol Sosial
salah satunya yaitu Peranan yang dilakukan kaum jurnalis dalam menjalankan
fungsi kontrol sosialnya belumlah sesempurna ataupun semaksimal apa yang
menjadi tujuan maupun cita-cita dari dibentuknya pers itu sendiri. Serta pers di
Kabupaten Bengkalis belum dapat mewujudkan sistem pers Indonesia yang
berdasarkan atas pancasila dengan maksimal. Namun adanya niat serta usaha yang
tulus dari para insan pers di Kabupaten Bengkalis dalam memberitakan informasi
mengenai demokrasi kepada masyarakat patut untuk diberikan penghargaan
tersendiri. Serta usaha kaum jurnalis untuk terus bertanggung jawab secara moril
maupun kode etik dalam mengawal kebijakan ataupun implementasi dari
pelaksanaan demokrasi lokal itu sendiri guna mewujudkan media massa yang
faktual, aktual dan independen, Serta Adanya Kerjasama Pemerintah daerah perlu
menjamin hak-hak dan kebebasan pers serta mengawasi pers dari timbulnya
intervensi yang disebabkan oleh kepentingan oknum-oknum yang mempunyai
kekuasaan atau pengaruh apalagi jika terkait pelaksanaan demokrasi local. Dan
Yang lebih Penting upaya dalam Mengatasi Hambatan – hambatan Peran Pers Ini
adalah jurnalis Pers (wartawan) harus lebih inovatif dan kreatif dalam manyajikan
pemberitaan, mengingat masih sedikitnya antusiasme masyarakat. (Wawancara
Bapak Raffi Erizal S.Akun Jurnalis Pers Berkabarnews.com Di Kabupaten
Bengkalis Pada Tanggal 14 Desember 2022)

Anda mungkin juga menyukai