Anda di halaman 1dari 13

BASIC KNOWLEDGE: MERENUNGI HAKIKAT PENCIPTAAN

DAN MENDEFINISI MAKNA IQRA’ DALAM DUNIA


PENDIDIKAN

Makalah ini dibuat dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah
“Tafsir Tarbawi”

Dosen Pengampu: Dr. Ina Salmah Febriani, M.A

Disusun Oleh :

Kelompok 1

1. Khaerun (201230047)
2. Ikhfasya Ichi Daynia (201230060)
3. Aida Rahmawati (201230071)
4. Dewi Setya Ningrum (201230080)

JURUSAN TADRIS BAHASA INGGRIS FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
2021/1442H
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berbagai macam
nikmat, terutama nikmat iman, kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
kelompok makalah dengan judul “Merenungi Hakikat Penciptaan dan Mendefinisi
Makna Iqra’ Dalam Dunia Pendidikan” ini dengan tepat waktu.

Adapun tujuan kami membuat makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Tafsir Tarbawi yang dibimbing oleh dosen kami yaitu Ibu Dr. Ina Salmah
Febriani, M.A. serta untuk memberi wawasan kepada pembaca dan penyusun agar
mengetahui tentang Merenungi Hakikat Penciptaan dan Mendefinisi Makna Iqra’
Dalam Dunia Pendidikan.

Kami mengucapkan Terima Kasih kepada dosen kami yakni Ibu Dr. Ina Salmah
Febriani, M.A. selaku dosen pengajar mata kuliah Tafsir Tarbawi yang membimbing
serta memberikan tugas ini agar kami mendapatkan wawasan. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang memberikan ilmunya sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan tepat waktu.

Kami menyadari bahwa makalah ini terdapat banyak kekurangan. Maka dari
itu, penyusun mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak
agar menjadi lebih baik lagi. Penyusun juga memohon maaf apabila terdapat salah
pengetikan atau kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami
maksud penyusun.

Jakarta, September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. i


DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
BAB I ........................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ...................................................................................................... 1
BAB II ...................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ...................................................................................................................... 2
A. Urgensi Penciptaan Manusia ......................................................................................... 2
B. Makna kata Iqra’ dalam Dunia Pendidikan .................................................................. 2
BAB III..................................................................................................................................... 9
PENUTUP ................................................................................................................................ 9
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk sosial yang memiliki akal agar senantiasa untuk terrus
berfikir. Tidak semua makhluk ciptaan Allah diberikan keadaan yang sebaik manusia.
Manusia diberikan akal agar senantiasa berfikir dan memanfaatkan apa yang sudah
Allah berikan padanya dengan baik. Manusia diciptakan oleh Allah sudah pasti
memiliki tujuan yang jelas, dan misi yang harus dilaksanakan. Baik untuk beribadah
kepadaNya, atau menjadi pemimpin, atau bisa juga untuk memakmurkan tempat yang
ia singgah.
Allah menurunkan perintah untuk membaca yang jika dalam Bahasa arabnya
adalah Iqra’, masyarakat biasa mengartikannya dengan membaca, meneliti, menelaah
sesuatu yang belum diketahui. Hal ini bertujuan agar manusia untuk senantiasa mencari
tahu ilmu pengetahuan dengan luas dan Allah akan menganugerahkannya dengan
wawasan yang luas pula.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah
”Apa urgensi penciptaan manusia serta apa makna iqra’ dalam dunia Pendidikan?”

C. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan di dalam makalah ini adalah untuk mengetahui apa saja urgensi
penciptaan manusia serta mengetahui makna iqra’ dalam dunia Pendidikan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Urgensi Penciptaan Manusia


Manusia diciptakan oleh Allah dalam keadaan yang sebaik-baiknya, hal ini
dibuktikan dengan Firman Allah di Surah At-Tin ayat 4. Dari banyaknya makhluk yang
diciptakan oleh Allah, hanya manusialah yang memiliki banyak kelebihan
dibandingkan makhluk lain yang Allah ciptakan.1 Manusia mendapatkan keistimewaan
dari Allah meliputi: pandai berbicara, dapat menyerap ilmu, memiliki akal, memiliki
kemampuan berfikir, hal tersebut membuktikan bahwa manusia memiliki derajat yang
tinggi. Penciptaan manusia di muka bumi ini memiliki maksud dan misi yang jelas,
diantaranya adalah untuk Beribadah (Adz-DZariyat/51: 56), untuk menjadi Khalifah
(Al-Baqarah/2: 30), dan untuk memakmurkan Bumi (Hud/11: 61).2 Kesempurnaan
yang dimiliki oleh manusia merupakan konsekuensi fungsi dan tugas mereka sebagai
khalifah di muka bumi ini. Allah menunjuk manusia sebagai Khalifah dan dibekali
dengan berbagai potensi dan daya agar dapat mengemban kekhalifahannya di bumi
melalui akalnya.
B. Makna kata Iqra’ dalam Dunia Pendidikan
Iqra’ (‫ )اِ ْق َرأ‬memiliki arti yaitu Bacalah, Kata iqra’ diambil dari kata qaraa’ (‫)قَ َرأ‬
yang diambil dari akar kata Jama’a yang artinya (menghimpun). M Quraish Shihab
(2002: 392-393) memiliki pandangan bahwa kata iqra’ memiliki arti membaca,
menelaah, menyampaikan, mendalami, meneliti, mengetahui, dan sebagainya.
Masyarakat biasa menerjemahkan kata iqra’ menjadi bacalah atau membaca, baik itu
membaca ayat-ayat kitab suci atau membaca dengan tujuan memperoleh wawasan.
Kata iqra’ terdapat di Surah yang pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW, yakni surah Al-Alaq yang mana pada awal ayat di Surah tersebut berisi perintah

1
Ida Umami, Hakekat Penciptaan Manusia dan Pengembangan Dimensi Kemanusiaan serta
Urgensinya Terhadap Pengembangan dan Kelestarian Lingkungan dalam Perspektif Al-Quran, Jurnal
AKADEMIKA, Vol. 19, No. 02, 2016 hlm. 348
2
Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, Penciptaan Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an
dan Sains (Jakarta: Kamil Pustaka, 2016) hlm. 2

2
untuk membaca. Perintah ini turun pada saat Nabi Muhammad SAW mengalami awal
kenabian yang mana beliau belum bisa tulis menulis sehingga perintah ini pun turun,
karena kita manusia dilahirkan dalam keadaan tidak mengerti apa-apa. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, membaca artinya melihat serta memahami isi dari apa yang
tertulis. Dengan membaca maka kita akan memperoleh ilmu pengetahuan, menambah
wawasan dan meningkatkan daya ingat, sehingga kita dapat memulai dan melanjutkan
Pendidikan. Untuk mengetahui lebih lanjut tentang makna iqra’, dibawah ini adalah 5
ayat dari surah yang pertama kali turun pada saat kenabian Nabi Muhammad SAW,
yakni surah Al-Alaq sebagai perintah agar beliau membaca, yang mana hal tersebut
sudah pasti menjadi dasar pendidikan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.
Ayat 1:
‫اقرا بسم ربك الذي خلق‬
“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang mencipta. ”
Kata (‫ )اقر‬iqra’ terambil dari kata kerja ( ‫ )قرا‬qara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila Anda merangkai huruf atau kata kemudian Anda mengucapkan
rangkaian tersebut maka Anda telah menghimpunnya yakni membacanya. Dengan
demikian, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks tertulis
sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh orang lain.
Karenanya, dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata tersebut. Antara
lain: menyampaikan, menelaah, membaca, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri
sesuatu dan sebagainya, yang ke semuanya bermuara pada arti menghimpun.
Huruf ( ‫ )ب‬ba’ pada kata (‫ )بسم‬bismi ada juga yang memahaminya sebagai
berfungsi penyertaan atau mulabasah sehingga dengan demikian ayat tersebut berarti
"bacalah disertai dengan nama Tuhanmu.” Syeikh Abdul Halim Mahmud (mantan
Pemimpin Tertinggi al-Azhar Mesir) yang menulis dalam bukunya, al-Qur’an Fi Sjahr
al-Qur’an bahwa: “Dengan kalimat iqra’ bismi Rabbik, al-Qur’an tidak sekadar
memerintahkan untuk membaca, tapi ‘membaca’ adalah lambang dari segala apa yang
dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat tersebut dalam
pengertian dan semangatnya ingin menyatakan ‘Bacalah demi Tuhanmu, bergeraklah
demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu.’ Demikian juga apabila Anda berhenti

3
bergerak atau berhenti melakukan sesuatu aktivitas, maka hendaklah hal tersebut juga
didasarkan pada bismi Rabbik sehingga pada akhirnya ayat tersebut berarti ‘Jadikanlah
seluruh kehidupanmu, wujudmu, dalam cara dan tujuannya, kesemuanya demi karena
Allah.”
Kata (‫ )رب‬rabb seakar dengan kata (‫ تربىة‬tarbijah/pendidikan. Kata ini memiliki
arti yang berbeda-beda namun pada akhirnya arti-arti itu mengacu kepada
pengembangan, peningkatan, ketinggian, kelebihan serta perbaikan. Kata rabb maupun
tarbiyah berasal dari kata‫ ير بو‬- ‫ ) رب‬raba -yarbu yang dari segi pengertian kebahasaan
adalah kelebihan. Dataran tinggi dinamai ( ‫ ) ربلوة‬rabwah, sejenis roti yang dicampur
dengan air sehingga membengkak dan membesar disebut ( ‫ )الربو‬ar-rabw. Kata Rabb
apabila berdiri sendiri maka yang dimaksud adalah “Tuhan” yang tentunya antara lain
karena Dialah yang melakukan tarbiyah (pendidikan) yang pada hakikatnya adalah
pengembangan, peningkatan serta perbaikan makhluk ciptaan-Nya. Agaknya
penggunaan kata Rabb dalam ayat ini dan ayat-ayat semacamnya dimaksudkan untuk
menjadi dasar perintah ftiengikhlaskan diri kepada-Nya, sambil menunjuk kewajaran-
Nya untuk disembah dan ditaati.
Ayat di atas bagaikan menyatakan: Bacalah wahyu-wahyu Ilahi yang sebentar
lagi akan banyak engkau terima, dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar
engkau membekali dirimu dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi
dengan syarat hal tersebut engkau lakukan dengan atau demi nama Tuhan Yang selalu
memelihara dan membimbingmu dan Yang mencipta semua makhluk kapan dan di
manapun.
Ayat 2:
‫خلق االنسن من علق‬
“Yang telah menciptakan manusia dari ‘alaq.”
Ayat ini dan ayat-ayat berikut memperkenalkan Tuhan yang disembah oleh
Nabi Muhammad SAW. dan yang diperintahkan oleh ayat yang lalu untuk membaca
dengan nama-Nya serta demi untuk-Nya. Dia adalah Tuhan yang telah menciptakan
manusia yakni semua manusia kecuali Adam dan Hawwa’ dari ‘alaq segumpal darah
atau sesuatu yang bergantung di dinding rahim. Dalam memperkenalkan perbuatan-

4
perbuatan-Nya, penciptaan merupakan hal pertama yang dipertegas, karena ia
merupakan persyaratan bagi terlaksananya perbuatan-perbuatan yang lain. Rincian
mengenai pengenalan tersebut ditemukan dalam ayat-ayat yang turun kemudian,
khususnya pada periode Mekah. Perlu digarisbawahi bahwa pengenalan tersebut tidak
hanya tertuju kepada akal manusia tetapi juga kepada kesadaran batin dan intuisinya
bahkan seluruh totalitas manusia, karena pengenalan akal semata-mata tidak berarti
banyak. Sementara pengenalan hati diharapkan dapat membimbing akal dan pikiran
sehingga anggota tubuh dapat menghasilkan perbuatan-perbuatan baik serta
memelihara sifat-sifat terpuji.
Kata ( ‫ )االنسان‬al-insan / manusia terambil dari akar kata ( ‫ )النس‬uns/ senang,
jinak dan harmonis, atau dari kata ‫ ( )نسي‬nis-y yang berarti lupa. Ada juga yang
berpendapat berasal dari kata ‫ ) نوس‬naus yakni gerak atau dinamika. Makna-makna di
atas paling tidak memberikan gambaran sepintas tentang potensi atau sifat makhluk
tersebut yakni bahwa ia memiliki sifat lupa, dan kemampuan bergerak yang melahirkan
dinamika. Ia juga adalah makhluk yang selalu atau sewajarnya melahirkan rasa senang,
harmonisme dan kebahagiaan kepada pihak-pihak lain. Kata insan menggambarkan
manusia dengan berbagai keragaman sifatnya. Kata ini berbeda dengan kata ( ‫)بشر‬
basyar yang juga diterjemahkan dengan “manusia” tetapi maknanya lebih banyak
mengacu kepada manusia dari segi fisik serta nalurinya yang tidak berbeda antara
seseorang manusia dengan manusia lain. Manusia adalah makhluk pertama yang
disebut Allah dalam al-Qur’an melalui wahyu pertama. Bukan saja karena ia diciptakan
dalam bentuk yang sebaik-baiknya, atau karena segala sesuatu dalam alam raya ini
diciptakan dan ditundukkan Allah demi kepentingannya, tetapi juga karena Kitab Suci
al-Qur’an ditujukan kepada manusia guna menjadi pelita kehidupannya. Salah satu cara
yang ditempuh oleh al-Qur’an untuk mengantar manusia menghayati petunjuk-
petunjuk Allah adalah memperkenalkan jati dirinya antara lain dengan menguraikan
proses kejadiannya. Ayat kedua surah Iqra’ menguraikan secara sangat singkat hal
tersebut.
Kata ( ‫‘ )علق‬alaq dalam kamus-kamus bahasa Arab digunakan dalam arti
segumpal darah, juga dalam arti cacing yang terdapat di dalam air bila diminum oleh

5
binatang maka ia tersangkut di kerongkongannya. Banyak ulama masa lampau
memahami ayat di atas dalam pengertian pertama. Tetapi ada juga yang memahaminya
dalam arti sesuatu yang tergantung di dinding rabim. Ini karena para pakar embriologi
menyatakan bahwa setelah terjadinya pertemuan antara sperma dan indung telur ia
berproses dan membelah menjadi dua, kemudian empat, kemudian delapan demikian
seterusnya sambil bergerak menuju ke kantong kehamilan dan melekat serta masuk ke
dinding Rahim Bisa juga kata ‘alaq dipahami sebagai berbicara tentang sifat manusia
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tetapi selalu bergantung kepada
selainnya. Ini serupa dengan firman Allah khuliqa al-insanu min ‘ajal/ manusia
diciptakan (bersifat tergesa-gesa) (QS. al-Anbiya’ [21]: 37). 3
Ayat 3
‫اِ ْق َرأْ َو َربُّكَ األ َ ْك َرم‬
“Bacalah dan Tuhanmu Maha Pemurah.”
Ayat di atas memerintahkan membaca dengan menyampaikan janji Allah atas
manfaat membaca itu. Ayat tiga di atas mengulangi perintah untuk membaca. Kata
(‫ )األكرم‬al-akram biasa diterjemahkan dengan yang maha paling pemurah atau semulia-
mulia. Kata ini terambil dari kata (‫ )كرم‬karama yang antara lain berarti: memberikan
dengan mudah dan tanpa pamrih, bernilai tinggi, terhormat, mulia, setia dan sifat
kebangsawanan. Allah memiliki sifat Karim yang menunjukkan bahwa Karam
(anugerah kemurahan-Nya dalam berbagai aspek), dikaitkan dengan Rububiyyah-Nya
yakni pendidikan, pemeliharaan dan perbaikan makhluk-Nya, sehingga anugerah
tersebut dalam kadar dan waktunya selalu berbarengan serta bertujuan perbaikan dan
pemeliharaan.
Dalam ayat ketiga ini Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca
dengan ikhlas karena Allah, maka Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu
pengetahuan, pemahaman-pemahaman, wawasan-wawasan baru walaupun yang
dibacanya itu-itu juga. Kegiatan “membaca” ayat al-Qur’an menimbulkan penafsiran-
penafsiran baru atau pengembangan dari pendapat-pendapat yang telah ada. Demikian

3
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vol. 15 (Jakarta:
Lentera Hati, 2002) hlm. 396

6
juga, kegiatan “membaca” telah menimbulkan penemuan-penemuan baru yang
membuka rahasia-rahasia alam, walaupun objek bacaannya itu-itu juga.
Ayat 4-5:
‫سانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬
َ ‫اْل ْن‬ َ . ‫علَّ َم ِب ْالقَلَ ِم‬
ِ ْ ‫علَّ َم‬ َ ‫الَّذِي‬
‘Yang mengajar dengan pena, mengajar manusia apa yang belum diketahui(nya).
Ayat-ayat yang diatas menegaskan kemurahan Allah SWT, dengan memberi
contoh sebagian dari kemurahan-Nya itu dengan menyatakan bahwa: Dia Yang Maha
Pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha
mereka. Kata al-qalam pada ayat 4 diambil dari kata kerja ( ‫ ) قَلَ َم‬qalama yang berarti
memotong ujung sesuatu. Kemudian (‫ ) ت َ ْق ِليْم‬taqlim yang berarti memotong ujung kuku.
Kemudian (‫ ) َمقَالِم‬maqaalim yang artinya tombak yang dipotong ujungnya sehingga
meruncing.
Qalam dapat dikatakan anak panah yang runcing ujungnya dan bisa digunakan
untuk mengundi (terdapat di surah al Imran ayat 44). Qalam juga dapat dikatakan
sebagai alat yang digunakan untuk menulis, karena bahan alat tersebut terbuat dari
bahan yang dipotong dan diperuncing ujungnya. Kata qalam di sini dapat berarti hasil
dari penggunaan alat tersebut, yakni tulisan. Ini karena bahasa, sering kali
menggunakan kata yang berarti “alat” atau “penyebab” untuk menunjuk “akibat” atau
“hasil” dari penyebab atau penggunaan alat tersebut. Misalnya, jika seseorang berkata,
“saya khawatir hujan”, maka yang dimaksud dengan kata “hujan” adalah basah atau
sakit, hujan adalah penyebab semata.
Pada kedua ayat di atas terdapat apa yang dinamai ihtibak yang maksudnya
adalah tidak disebutkan sesuatu keterangan, yang sewajarnya ada pada dua susunan
kalimat yang bergandengan, karena keterangan yang dimaksud telah disebut pada
kalimat yang lain. Pada ayat 4 kata manusia tidak disebut karena telah disebut pada
ayat 5, dan pada ayat 5 kalimat tanpa pena tidak disebut karena pada ayat 4 telah
diisyaratkan makna itu dengan disebutnya pena. Dengan demikian kedua ayat di atas
dapat berarti “Dia (Allah) mengajarkan dengan pena (tulisan) (hal-hal yang telah
diketahui manusia sebelumnya) dan Dia mengajarkan manusia (tanpa pena) apa yang
belum diketahui sebelumnya.” Kalimat “yang telah diketahui sebelumnya” disisipkan

7
karena isyarat pada susunan kedua yaitu “yang belum atau tidak diketahui
sebelumnya.” sedang kalimat “tanpa pena” ditambahkan karena adanya kata “dengan
pena” dalam susunan pertama. Yang dimaksud dengan ungkapan “telah diketahui
sebelumnya” adalah khazanah pengetahuan dalam bentuk tulisan.
Dari uraian di atas dapat dinyatakan bahwa kedua ayat tersebut menjelaskan
dua cara yang ditempuh Allah SWT. dalam mengajar manusia. Pertama melalui pena
(tulisan) yang harus dibaca oleh manusia, dan yang kedua melalui pengajaran secara
langsung tanpa alat. Cara yang kedua ini dikenal dengan istilah (‫ )ع ِْلم لَدنِي‬ilmu Ladunniy.
Pada awal surah ini, Allah telah memperkenalkan diri sebagai Yang Maha Kuasa, Maha
Mengetahui dan Maha Pemurah. Pengetahuan-Nya meliputi segala sesuatu. Sedangkan
Karam (kemurahan)-Nya tidak terbatas, sehingga Dia kuasa dan berkenan untuk
mengajar manusia dengan atau tanpa pena. Wahyu-wahyu Ilahi yang diterima oleh
manusia-manusia agung yang siap dan suci jiwanya adalah tingkat ter tinggi dari
bentuk pengajaran-Nya tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Nabi Muhammad SAW.
dijanjikan oleh Allah dalam wahyu-Nya yang pertama untuk termasuk dalam
kelompok tersebut.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Manusia adalah makhluk Allah yang diciptakan dengan keadaan yang paling baik
dibandingkan dengan makhluk Nya yang lain, hal ini didukung berdasarkan Firman
Allah SWT di surah At-Tin ayat 4 yang memiliki arti yakni “Sesungguhnya kami
menciptakan manusia dalam keadaan yang sebak-baiknya”. Manusia diberikan
kelebihan oleh Allah yakni akal untuk berfikir sebagai pembeda antara makhluk Allah
yang lain. Tujuan Allah untuk menciptakan manusia adalah untuk Beribadah, menjadi
Khalifah, dan memakmurkan bumi. Allah pertama kali menurunkan perintah untuk
membaca kepada Nabi Muhammad dengan maksud agar beliau dan manusia dapat
memperoleh wawasan dan pengetahuan melalui membaca bacaan, walaupun yang
dibaca itu-itu saja, baik ayat al Quran atau bacaan yang lain, Allah akan tetap
menganugerahkan kepadanya pengetahuan yang luas, Di dalam surah Al-Alaq ayat 1-
5 Allah menyampaikan gambaran dasar tentang nilai-nilai kependidikan seperti
membaca, menulis, meneliti, menelaah sesuatu yang belum diketahui.

9
DAFTAR PUSTAKA

Litbang , B., & Agama RI, D. K. (2016). Penciptaan Manusia Dalam Perspektif Al-
Qur'an dan Sains . Jakarta: Kamil Pustaka .

Shihab , M. Q. (2002). Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur'an


Vol. 15. Jakarta : Lentera Hati .

Umami, I. (2016). Hakekat Penciptaan Manusia dan Pengembangan Dimensi


Kemanusiaan serta Urgensunya Terhadap Pengembangan dan Kelestarian
Lingkungan dalam Perspektif Al-Qur'an. Jurnal Akademika Vol. 19, No. 02,
348.

10

Anda mungkin juga menyukai