Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

EPISTIMOLOGI HUKUM ISLAM

Disusun Oleh:
Asnawi, Najimuddin, Khaidir dan Andika
Dosen Pemandu : Dr. Danial., S.Ag, M.Ag. & Dr. Munawar, Ph.D
Jurusan : Filsafat Hukum Islam

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT AGAMA


ISLAM NEGERI LHOKSEUMAWE
TAHUN 1444 H/ 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-

Nya, Kami penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "

Epistimologi Hukum Islam” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Filsafat Hukum

Islam, Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan bagi para pembaca

dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ustaz, Dr. Danial, M.Ag & Dr.

Munawar, Phd, selaku guru bimbingan kami di Mata Pelajaran Filsafat Ilmu,

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu

menyelesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,

saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kuta Krueng , 8 April 2023.

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
A. PENDAHULUAN
B. PEMBAHASAN
a. Pengertian Epistimologi .............................................................................................
b. Epistimologi Hukum Islam .........................................................................................
c. Sumber Hukum Islam..................................................................................................
C. PENUTUP
a. Kesimpulan .................................................................................................................
b. Saran ..........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

iii
1

A. Pendahuluan

Pada mulanya, setelah Adam a.s. dan Siti Hawa, manusia diciptakan dari

segumpal mani lalu berevolusi menjadi segumpal darah, selanjutnya menjadi

segumpal daging dan dilengkapi dengan tulang-belulang.1 Setelah kandungan

berusia 120 hari, maka ditiupkanlah kepadanya ruh (ciptaan) Allah, 2 sampai

dilahirkanlah ia ke muka bumi dalam sesempurna-sempurrnanya rupa dan

bentuknya.3

Sebagaimana potongan sabda Nabi Saw yang diriwayat oleh Imam Al-

Bukhari no. 3208 dan Muslim no. 2643 dari Abu Abdirrahman Abdullah bin

Mas’ud :

‫ض غَةً ِمثْ َل‬ ِ


َ ‫ مُثَّ يَ ُك ْو ُن َعلَ َق ةً ِمثْ َل َذل‬،ً‫َي ْوم ا‬
ْ ‫ مُثَّ يَ ُك ْو ُن ُم‬،‫ك‬ ِ ِ
َ ‫َأح َد ُك ْم جُيْ َم ُع َخ ْل ُق هُ يِف ْ بَطْ ِن ُِّأمه َْأربَعنْي‬
َ ‫َّن‬
‫ِإ‬
‫ َفيَن ُف ُخ فِْي ِه‬،‫ك‬
ُ َ‫ مُثَّ يُْر َس ُل ِإلَْي ِه املل‬،‫ك‬
ِ
َ ‫َذل‬
َ
Artinya : “Sesungguhnya seorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya di
perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal
darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu
pula, kemudian diutus seorang Malaikat kepadanya untuk meniupkan
ruh padanya,”
Manusia ketika itu (usia bayi) masih belum bisa menggunakan akalnya. Ia

bergerak dan bersuara hanya berlandaskan nafsu muthmainnah-nya. Setelah

menginjak usia tamyiz,4 manusia mulai menggunakan akalnya untuk berfikir.5

Pada usia ini, manusia merasa bahwa dalam bereksistensi dengan lingkungannya,
1
Teliti QS. Al-Hajj: 22, QS. Al-Mu’minun: 23, QS. Ghafir: 40, QS. Al-Qiyamah: 75, dan
QS. Al-Alaq: 96.
2
Lihat QS. Al-Hijr: 29.
3
Lihat QS. At-Tin: 4.
4
Usia anak 7 tahun atau lebih di mana ia telah mampu membedakan antara yang benar
dan yang salah, baik dan buruk, indah dan jelek.

1
2

selain dengan jasad kasarnya, dalam dirinya ada karunia ruh, otak, hati, dan

nafsu.6

Dari keterangan di atas, dapatlah ditarik hikmah akan asal-muasal

pengembaraan manusia terhadap ilmu bahwa, manusia dapat menelisik ke dalam

diri dan lingkungan yang mengitarinya demi mendapatkan sepotong demi

sepotong pengamatan atas pengetahuan (pengalaman). Hasil pengamatan atas

pengetahuan tersebut lalu lebih lanjut diselidiki dan dikaji dengan nalar akal

sehatnya (logika); menghubungkan variabel suatu kejadian dengan kejadian

lainnya; diasumsikan dan diadakan hipotesa sesuai kadar pengetahuan

sebelumnya (secara induktif atau deduktif); diverifikasi, kemudian disampaikan

dengan alat bahasa lisan ataulah tulis yang sistematis (runtut) sehingga

menghasilkan sesuatu yang kedudukannya lebih tinggi dari pengetahuan, yaitu

ilmu.

Nah, dalam hal menghasilkan pengetahuan yang kedudukannya lebih

tinggi (sains) ini dibutuhkan cara berfikir teoretis berdasarkan tiga (3) prinsip

dasar berfikir falsafi yakni; secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

Dari tiga prinsip falsafi di tersebut adalah mata tangga yang tidak dapat

dipisahkan demi menangkap pengetahuan-pengetahuan dan menggapai duduk

ilmu sejati. Satu per satu mata tangga tersebut mesti dilalui dengan baik dan bijak.

singkatnya, ranah ontologis bertugas menceritakan apa hakikat dari pengetahuan

dan dari mana asal sumber pengetahuan tersebut. Sedangkan epistemologi


5
Diambil dari ceramah Kiai Rasyidi pada “Kompolan Malem Ahad” (10/09/2017,), di
dusun Ares Tengah desa Totosan kecamatan Batang-Batang, Sumenep.
6
Al Rasyidin & Mardianto. Panduan Kuliah Filsafat Ilmu (Medan: FT IAIN Sumatera
Utara, t.t.), 4.
3

merambah bagaimana proses pengetahuan itu disusun dan dibangun, kaidah-

kaidah apa yang diterapkan serta prinsip yang digunakan, kemudian aksiologi

adalah menceritakan apa tujuan pengetahuan itu disusun serta apakah hikmah

pengetahuan tersebut untuk kemaslahatan manusia.


5

A. Pengertian Epistimologi
Secara bahasa epistemologi berasal dari kata episteme dan logos. episteme 

artinya  pengetahuan sedangkan logos berarti ilmu atau teori. Berarti Epistemologi

merupakan ilmu yang mengkaji tentang ilmu pengetahuan yaitu berupa asal mula

atau sumber pengetahuan, struktur, metode dan kevalidan pengetahuan.7

Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas

tentang suatu hakikat, makna, kandungan, sumber dan proses ilmu. Jadi dapat

dikatakan bahwa epistemologi itu berarti “pembahasan tentang ilmu

pengetahuan”. Istilah epistemologi juga dikaitkan dengan konsep ilmu yaitu

suatu pengetahuan yang membawa kepada pemahaman kebenaran. 8

Oleh karena itu pembahasan epistemologi merupakan salah satu cabang

filsafat yang membahas asal-usul, struktur, metode dan keabsahan ilmu.

Epistemologi merupakan salah satu daripada cabang utama pembahasan filsafat

yang membicarakan tentang teori ilmu. Adapun dari segi sejarah

pula,pembahasan filsafat merupakan induk utama ilmu pengetahuan. 

Berdasarkan kepada disiplin filsafat ini, lahirlah cabang-cabang ilmu lain

seperti matematika, ilmu logika atau mantik, ilmu kedokteran dan sebagainya.

Dalam aspek epistemologi, terdapat beberapa aliran yang membahas mengenai

ilmu menurut pendapat dan juga ide dari masing-masing, yang mana di setiap

aliran dilihat saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain. 9

7
Sabdakhairuss.blogspot.com/2019/01/contoh-ontologi-epistemologi-dan-aksiologi.html,
diakses pada hari Rabu, 23 November 2022.
8
Diaksesdarihttps://deepublishstore.com/materi/epistemologi/
#Pengertian_Epistemologi_Menurut_Para_Ahli pada tanggal 23 November 2022 pukul 15.25 Wib.
9
Ibid,

5
6

Aliran tersebut terdiri dari rasionalisme, positivisme, empirisme,

realisme, dan idealisme. Dengan demikian, tak heran jika ilmu epistemologi bisa

bergabung dan juga bergandengan berjalan bersamaan dengan ontologi dan

aksiologi.

Epistemologi juga dapat diartikan sebagai bagian yang mengkaji dengan

penciptaan pengetahuan yang memiliki fokus pada bagaimana pengetahuan

tersebut diperoleh dan bagaimana caranya mampu menyelidiki suatu hal yang

valid. Dalam ilmu filsafat, epistemologi ini menjadi sebuah studi filosofis

tentang hakikat, asal-usul, dan juga batasan pengetahuan manusia.

Sehingga akhirnya, epistemologi ini menjadi salah satu cabang ilmu

filsafat yang di dalamnya berkaitan dengan pengetahuan yang seringkali disebut

dengan teori pengetahuan. Dan dari situ sudah jelas bahwa ahli epistemologi

mempelajari hakikat mengenai pengetahuan, pembenaran epistemik, keyakinan,

dan berbagai masalah yang berkaitan dengan disiplin ilmu filsafat. 10

Selain pengertian secara umum dan juga secara bahasa, pengertian

epistemologi ini juga dipahami berbeda-beda oleh para ahli. Berikut pengertian

epistemologi menurut para ahli. 11

1. Abd al-Fattahdi menerangkan bahwa epistemologi memiliki dua

pengertian, yaitu:

a. Pengertian yang luas mencakup seluruh pembahasan filsafat yang

penting serta memiliki hubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti

10
Ibid,
11
Ibid,
7

ilmu-ilmu psikologi, biologi, sosiologi, dan juga sejarah, dan lain

sebagainya,

b. Pengertian yang sempit yaitu ilmu tersebut membicarakan tentang

hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana definisinya, bagaimana

dasarnya, bagaimana sumbernya, bagaimana syaratnya, dan

bagaimana bidangnya.

2. Abdul Munir Mulkhan

Menurut Abdul Munir Mulkhan, epistemologi merupakan segala

macam bentuk aktivitas dan pemikiran manusia yang selalu

mempertanyakan dari mana asal muasal ilmu pengetahuan itu diperoleh. 

3. Achmad Charris Zubair

Achmad Charris Zubair berpendapat bahwa epistemologi

merupakan suatu ilmu yang secara khusus mempelajari dan

mempersoalkan secara dalam mengenai apa itu pengetahuan, dari mana

pengetahuan itu diperoleh serta bagaimana cara memperolehnya.

4. Jujun S. Sumantri

Jujun S. Sumantri mengungkapkan pendapatnya bahwa arti dari

epistemologi merupakan cara berpikir manusia dalam menentukan dan

juga mendapatkan ilmu dengan menggunakan berbagai kemampuan yang

tertanam di dalam diri seseorang, misalnya kemampuan indera, intuisi,

dan juga rasio.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas hakikat ilmu


8

pengetahuan manusia, meliputi sumber, struktur, metode-metode,

klasifikasi, dan validitas ilmu pengetahuan yang mencoba menentukan

kodrat dan skope pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya,

serta pertanggung-jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang

dimiliki sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.

b. Epistimologi Hukum Islam

Filsafat Hukum islam mengkaji persoalan-persoalan hukum islam secara

terperinci, mendalam sampai keakarnya. Persoalan-persoalan hukum islam

mencul seirung dengan perkembangan zaman, untuk menjawab persoalan-

persoalan hukum islam dalam masyarakat dibutuhkan upaya yang sungguh-

sungguh berdasarkan nalar (akal pikiran) dengan tidak mengenyampingkan dalil

naqli (al-Qur’an dan al-Sunnah), sehingga dapat terjawab secara rasional dan

syar’i.12

Membicarakan epistimologi pada kontekstualnya pemikiran hukum Islam,

dapat disimpulkan bahwa ilmu ini berasal dari Allah, karena pada hakikatnya

yang memberikan ilmu hanyalah Allah. kemudian disampaikan kepada manusia

untuk difahami dan diamalkan melalui Rasulullah Saw. Dengan membaca dan

memahami AI-Qur'an, manusia akan mengetahui ilmu Allah dan mengetahui isi

yang terkandung didalamnya.

c. Sumber Hukum Islam

12
Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H, Dr. Itang, M.Ag, Filsafat Hukum Islam, (Laksita
Indonesia, Kota Serang Baru).ttd.
9

Hukum Islam merupakan ajaran yang dibangun atas argumentasi dan

landasan yang jelas dan kokoh. Terbentuknya hukum Islam tidaklah semata olah

akal manusia, namun didalamnya terbangun sinergitas antara kehendak langit dan

pengetahuan akal manusia. Di mana kedua hal tersebut merupakan bagian dari

hidayah atau petunjuk yang Allah berikan kepada manusia sebagai bekal dalam

menjalani kehidupannya di dunia.

Sebagai ajaran yang memiliki landasan dan dasar, para ulama sepakat

bahwa dasar pokok dari ajaran hukum Islam adalah al-Qur’an. Di mana istilah

dasar ini, kemudian lebih dikenal dengan istilah dalil. Dan dalil yang menjadi

dasar hukum Islam disebut dengan dalil syar’i.

Al-Qur’an adalah kitabullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. adapun kaitan al-Qur'an dengan ushul fiqih sangat erat dalam menentukan

dasar untuk menentukan hukum Islam (Dalil utama fiqih). Selain Al-Qur’an

sebagai sumber hukum Islam, juga terdapat pada hadits, ijma, dan juga qiyas.

Hadits merupakan semua perbuatan, perkataan, ataupun persetujuan Nabi

Muhammad, sebagaimana ungkapan Dr. Mahmud al-Thahani didalam kitabnya

Taisir Musthalah al-Hadist sebagai berikut:

‫ما اضيف اىل النيب صلى اهلل عليه وسلم من قول او فعل او تقرير‬

Artinya: Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW dari segi
perkataan, perbuatan, dan persetujuan.13

13
Mahmud al-Thahani, Taisir Musthalah al-Hadist, (Mesir: Markaz al-Hadi Al-Dirasat,
1994), h. 16.
10

Sedangkan ijma merupakan sebuah kesepakatan bersama oleh para

mujtahid Islam berupa perbuatan setelah sepeninggal Rasulullah. Qiyas adalah

bentuk dalil hukum sistematis yang diambil dengan mengeluarkan suatu hukum

yang serupa dari hukum yang telah ditetapkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah.

C. Penutup

a. Kesimpulan

Dari banyaknya uraian yang telah penulis jelaskan dalam makalah ini,

maka penulis mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Manusia ketika usia bayi masih belum bisa menggunakan akalnya. Ia bergerak

dan bersuara hanya berlandaskan nafsu muthmainnah-nya. Setelah menginjak usia

tamyiz, manusia mulai menggunakan akalnya untuk berfikir. Pada usia ini,

manusia merasa bahwa dalam bereksistensi dengan lingkungannya, selain dengan

jasad kasarnya, dalam dirinya ada karunia ruh, otak, hati, dan nafsu.

2. Dapatlah ditarik hikmah akan asal-muasal pengembaraan manusia terhadap

ilmu bahwa, manusia dapat menelisik ke dalam diri dan lingkungan yang

mengitarinya demi mendapatkan sepotong demi sepotong pengamatan atas

pengetahuan (pengalaman). Hasil pengamatan atas pengetahuan tersebut lalu lebih

lanjut diselidiki dan dikaji dengan nalar akal sehatnya (logika); menghubungkan

variabel suatu kejadian dengan kejadian lainnya; diasumsikan dan diadakan

hipotesa sesuai kadar pengetahuan sebelumnya (secara induktif atau deduktif);

diverifikasi, kemudian disampaikan dengan alat bahasa lisan ataulah tulis yang

sistematis (runtut) sehingga menghasilkan sesuatu yang kedudukannya lebih

tinggi dari pengetahuan, yaitu ilmu.


11

3. Dalam hal menghasilkan pengetahuan yang kedudukannya lebih tinggi (sains)

ini dibutuhkan cara berfikir teoretis berdasarkan tiga (3) prinsip dasar berfikir

falsafi yakni; secara ontologis, epistemologis, dan aksiologis.

4. Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang

suatu hakikat, makna, kandungan, sumber dan proses ilmu. Jadi dapat dikatakan

bahwa epistemologi itu berarti “pembahasan tentang ilmu pengetahuan”. Istilah

epistemologi juga dikaitkan dengan konsep ilmu yaitu suatu pengetahuan yang

membawa kepada pemahaman kebenaran.

b. Saran

Akhirnya, penulis memahami dasarnya kita manusia diciptakan oleh Allah

semenjak kecil sampai tumbuh dewasa dengan bekal akal untuk berfikir mana

yang maslahah dan mafsadah, maka lahirnya ilmu filsafat untuk membenarkan

pemikiran manusia dalam memahami suatu pengetahuan kearah yang benar

dengan konsep-konsep filsafat islam. Maka penulis menyarankan bahwa

pentingnya belajar ilmu filsafat untuk bisa mengetahui pengetahuan yang telah

kita ketahui itu apakah sudah benar dan dari mana sumbernya dan apakah

bermanfaat untuk dirinya sendiri dan untuk orang yang lain.


18

DAFTAR PUSTAKA

Al Rasyidin & Mardianto. Panduan Kuliah Filsafat Ilmu (Medan: FT IAIN


Sumatera Utara, t.t.), 4.
Diaksesdarihttps://deepublishstore.com/materi/epistemologi/
#Pengertian_Epistemologi_Menurut_Para_Ahli pada tanggal 23
November 2022 pukul 15.25 Wib.
Diambil dari ceramah Kiai Rasyidi pada “Kompolan Malem Ahad” (10/09/2017,),
di dusun Ares Tengah desa Totosan kecamatan Batang-Batang,
Sumenep.
Mahmud al-Thahani, Taisir Musthalah al-Hadist, (Mesir: Markaz al-Hadi Al-
Dirasat,
Prof. Dr. H. Suparman Usman, S.H, Dr. Itang, M.Ag, Filsafat Hukum Islam,
(Laksita Indonesia, Kota Serang Baru).ttd.
Sabdakhairuss.blogspot.com/2019/01/contoh-ontologi-epistemologi-dan-
aksiologi.html, diakses pada hari Rabu, 23 November 2022.
Teliti QS. Al-Hajj: 22, QS. Al-Mu’minun: 23, QS. Ghafir: 40, QS. Al-Qiyamah:
75, dan QS. Al-Alaq: 96.

18

Anda mungkin juga menyukai