Anda di halaman 1dari 14

INTEGRASI ISLAM DENGAN ILMU PENGETAHUAN

Yendira Dira.K.Sugandhi1, Dina Silvina.M.2, Hasian.N.Siregar3, May Kurnia


Sari4,Triya.H.Ginting5, Tiara.A.Nasution6, Erlangga Ramadhan7,Shabrina
Anwar8,Jumirawati9, Rizka Fadillah10

Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara

Abstrak
Ilmu pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia begitu juga
dengan agama. Ilmu pengetahuan dan agama menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan.
Agama sebagai sumber, panduan, serta pedoman yang baik dan yang buruk bagi para
ilmuwan dalam mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan. Islam sebagai agama
yang mendukung ilmu pengetahuan memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu dan
mengamalkannya demi kesejahteraan manusia. Sebagai dua hal yang saling berkaitan sudah
tentu terdapat integrasi antara islam dan ilmu pengetahuan. Integrasi tersebut lahir sebagai
bentuk keselarasan antara ajaran islam dengan ilmu-ilmu umum lainny. Integrasi tersebut
dapat kita lihat dari berbagi aspek seperti integrasi islam dengan ilmu kealaman, sosial, dan
humaniora serta integrasi-integrasi lainnya di berbagi bidang kehidupan.
Kata Kunci : Ilmu Pengetahuan, Integrasi, Agama

Abstract
Science is very important in human life as well as religion. Science and religion cannot be
separated. Religion is a source of good and bad, a guide, and a guide for scientists in
developing and applying knowledge. Islam as a religion that supports science instructs its
adherents to seek knowledge and apply it for the welfare of mankind. As two things that are
interrelated, of course there is integration between Islam and science. This integration was
born as a form of harmony between Islamic teachings and other general sciences. We can see
this integration from various aspects such as the integration of Islam with the natural, social
and humanities sciences as well as other integrations in various fields of life.
Keywords: Science, Integration, Religion
PENDAHULUAN
Agama dan ilmu pengetahuan sesungguhnya merupakan dua hal yang saling
melengkapi, mengikat dan menyempurnakan satu dan yang lain. Ilmu diartikan sebagai
pengetahuan atau kepandaian. Ilmu mencakup semua jenis atau macam pengetahuan, baik
pengetahuan yang bersifat eksakta, bahasa, fenomena alam,fenomena sosial, sejarah,
pengetahuan agama, pengetahuan tentang kehidupan didunia, dan pengetahuan tentang
kehidupan di akhirat. Pengetahuan diperoleh melalui observasi, penelitian perenungan dan
percobaan yang menggunakan segenap pemikiran manusia, maka ilmu itu merupakan hasil
usaha manusia, kecuali ilmu yang diberikan oleh Tuhan melalui wahyu atau kitab sucinya.Al-
Qur’an diturunkan oleh Allah swt. kepada manusia untuk menjadi petunjuk dan menjadi
pemisah antara yang hak dan yang batil sesuai dengan firman-Nya dalam surat al-Baqarah:
185
‫ص ْمهُ ۗ َو َم ْن َكانَ َم ِر ْيضًا‬ُ َ‫ش ْه َر فَ ْلي‬
َّ ‫ش ِهدَ مِ ْنكُ ُم ال‬َ ‫ان فَ َم ْن‬ ِ ِۚ َ‫ت ِِّمنَ ْال ُه ٰدى َو ْالفُ ْرق‬
ٍ ‫اس َوبَيِِّ ٰن‬ِ َّ‫ِي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُ ْر ٰا ُن هُدًى ِلِّلن‬
ْ ‫ضانَ الَّذ‬ َ ‫ش ْه ُر َر َم‬
َ
َّ َ
‫على َما َه ٰدىكُ ْم َولعَلكُ ْم‬ٰ ْ ُ ْ ْ ْ
َ ‫ّٰللاُ بِكُ ُم اليُس َْر َو ََل ي ُِر ْيد ُ بِكُ ُم العُس َْر ۖ َو ِلت ُك ِملوا ال ِعدَّة َ َو ِلت ُ َكبِِّ ُروا ه‬
َ ‫ّٰللا‬ ُ
‫سف ٍَر فَ ِعدَّة ٌ ِِّم ْن اَي ٍَّام اخ ََر ۗ ي ُِر ْيد ُ ه‬
َ ‫على‬ ٰ َ ‫ا َ ْو‬
ُ
َ‫ت َ ْشك ُر ْون‬

Artinya : “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka
berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib
menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain....”

Al-Qur’an juga menuntun manusia untuk menjalani segala aspek kehidupan,


termasuk di dalamnya menuntut dan mengembangkan ilmu pengetahuan.Al-Qur’an
menempatkan ilmu dan ilmuan dalam kedudukan yang tinggi sejajar dengan orang-orang
yang beriman (QS: al-Mujadilah: 11). Banyak nash Al-Qur’an yang menganjurkan manusia
untuk menuntut ilmu, bahkan wahyu yang pertama kali turun, adalah ayat yang berkenaan
dengan ilmu, yaitu perintah untuk membaca seperti yang terdapat dalam surat al-‘Alaq: 1-51

‫سانَ َما لَ ْم َي ْعلَ ۗ ْم‬


َ ‫اَل ْن‬ َ ٤ ‫علَّ َم ِب ْالقَلَ ُِۙم‬
ِ ْ ‫علَّ َم‬ َ ‫ِي‬ َ ْ َ‫ اِ ْق َرأْ َو َربك‬٢ ‫ق‬
ْ ‫ الَّذ‬٣ ‫اَل ْك َر ُۙ ُم‬ ٍ ِۚ َ‫عل‬ َ ‫اَل ْن‬
َ ‫سانَ م ِْن‬ ْ ‫ْق َرأْ ِباس ِْم َر ِبِّكَ الَّذ‬
ِ ْ َ‫ َخ َلق‬١ َ‫ِي َخ َل ِۚق‬

Terjemahnya sebagai berikut : Artinya : “1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang menciptakan, 2) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. 3) Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Mahamulia, 4) Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5) Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Istilah integrasi menurut Kamus Bahasa Indonesia (2008) diartikan sebagai


penyatuan sesuatu hingga menjadi satu kesatuan yang utuh atau bulat.Wathoni, L. M.
N. (2018) menyebutkan bahwa integrasi merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, “to
integrate”yang diartikan sebagai “combine (something) so thatit becomes fully a part
something else” atau “mix or be together as one group.” Artinya integrasi merupakan

1
Rofi'i, Rofi'I., et al. "Analisis kebutuhan buku ajar biologi Madrasah Aliyah (MA) terintegrasi keislaman di
Kalimantan Tengah." (2017).

1
suatu proses mengkombinasikan, menggabungkan atau menyatupadukan
sesuatudengan sesuatu komponen dengan komponen atau unsur lainnyasehingga
menjadi sesuatu yang utuh atau bentuk lain yang lebihbaik.

Islam tidak memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, Islam
mengajarkan keseimbangan antara urusan dunia (umum) dan urusan akhirat (agama).
2
Seluruh ilmu pengetahuan berasal dari Tuhan dan harus dipelajari serta digunakan untuk
menambah kedekatan hambanya kepada Tuhan.Antara agama dengan ilmu pengetahuan tidak
boleh dipisahkan karena dalam Islam, ilmu pengetahuan merupakan bagian dari agama dan
agama bisa dikatakan agama jika bisa dipahami dengan ilmu pengetahuan. Dengan demikian
integrasi antara agama khususnya islam dengan ilmu pengetahuan merupakan sesuatu yang
penting mengingat adanya keterkaitan antara agama dan ilmu pengetahuan.

METODE
Dalam penelitian ini digunalan metode literatur. Dimana penulis mengumpulkan
informasi dari beberapa sumber yang bersifat literatur yitu buku, jurnal, dan sumber sumber
literatur lainnya. Penulisan tersebut berawal dari penulis membaca buku, jurnal atau sumber
lainnya kemudian menganalisis dan menjabarkannya melalui pemahaman penulis serta
menarik kesimpulan.

PEMBAHASAN
Islam tidak memisahkan antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, hal ini sangat
bertentangan dengan ajaran islam yang bersifat integral. Islam mengajarkan keseimbangan
antara urusan dunia (umum) dan urusan akhirat (agama). Seluruh ilmu pengetahuan berasal
dari Tuhan dan harus dipelajari serta digunakan untuk menambah kedekatan hambanya
kepada Tuhan.Antara agama dengan ilmu pengetahuan tidak boleh dipisahkan karena dalam
Islam, ilmu pengetahuan merupakan bagian dari agama dan agama bisa dikatakan agama jika
bisa dipahami dengan ilmu pengetahuan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingya mempelajari
ilmu agama dengan ilmu umum secara bersama-sama seperti apa yang telah dilakukan oleh
para ilmuan muslim terdahulu, mereka menguasai dan berhasil mengembangkan berbagai
macam disiplin ilmu.
Dengan demikian integrasi antara agama khususnya islam dengan ilmu pengetahuan
merupakan sesuatu yang penting mengingat adanya keterkaitan antara keduanya
Terdapat tiga faktor tambahan yang mendorong urgensinya integrasi ilmu dan agama,
diantaranya berikut ini.
1. Adanya gagasan dari kaum cendekia untuk membangkitkan ghirah masa keemasan
Islam. Hal ini, merupakan anti-tesa dari memudarnya pesona agama di era post
modernisme. Tambak, S. (2015) mengungkapkan bahwa kebangkitan kembali agama
adalah reaksi dari sikap taqlid dan jumud yang berdampak pada tertutupnya pintu ijtihad
sehingga membawa kemunduran Islam.

2
Nugraha, Muhamad Tisna. "Integrasi Ilmu dan Agama: Praktik Islamisasi Ilmu Pengetahuan Umum di
Perguruan Tinggi." Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan 17.1 (2020): 29-37.

2
2. Faktor yang berasal dari dampak benturan budaya dan disonasi historis antara peradaban
Barat dan Timur, sains dan agama, selain juga diakibatkan adanya ragam paradigma
pemikiran di tataran ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
3. Masih ditemukannya dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum.
Antara ilmu dan iman, atau antara ilmu dan Agama, tidaklah bertentangan, tetapi
sebaliknya justru saling meneguhkan. 3 Sejak pertama kali diciptakan sampai akhir zaman
nanti, kehidupan manusia tidak akan perah lepas dari ilmu pengetahuan. Dengan ilmu
manusia mengenal Tuhan sebagai pencipta, manusia mengenal alam sekitar, dan bahkan
mengenal diri sendiri. Maka dari itu Islam mengajarkan umatnya untuk selalu belajar dan
belajar. Bahkan wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad mengajarkan hal
tersebut.Integrasi merupakan sebuah upaya untuk mengembalikan ilmu pada asalnya, karena
ilmu agama dan ilmu pengetahuan pada dasarnya adalah teritegrasi dan tidak terpisah. Hal ini
dilandasi kesadaran bahwa Allah SWT adalah sumber kebenaran dan pengetahuan, Allah
SWT memberikan ilmu-Nya melalui wahyu dan alam. Dimana wahyu melahirkan agama dan
teologi (ilmu ilahi), sedangkan dari alam lahir dan berkembang ilmu pengetahuan (sains).

a. Islam dan Ilmu Kealaman (Natural Science)


Dalam pandangan Islam, kriteria keterpujian suatu bidang ilmu adalah
kebergunaannya, dan ini berarti bidang ilmu tersebut mampu membawa manusia kepada
Tuhan. Bidang ilmu apapun yang memiliki ciri semacam ini adalah terpuji, dan usaha untuk
memperolehnya adalah bentuk ibadah. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara ilmu-ilmu
yang secara fisik bersifat keagaman dan ilmu-ilmu kealaman. 4Soejati menyatakan
bahwa,sebenarnya alam semesta setingkat dengan Al-Qur’an sebagai sumber ilmu dan
hukum Islam yang tak terpisahkan dengan Al-Qur’an berkaitan dan saling menguatkan. 5
Kemajuan dan perkembangan IPTEK yang dicapai manusia dari masa ke masa tentu
tidak lepas dari penyelidikan manusia terhadap alam semesta beserta isinya. Pasalnya IPTEK
menggali sumber pengetahuannya dari alam. Dan Islam sebagai agama yang diturunkan
Allah yang menyeru manusia untuk melakukan penyelidikan dan eksperimen tentang alam
adalah menjadi faktor kemajuan itu. Secara tegas Allah memerintahkan manusia untuk
belajar terhadap sesuatu, membawa dan menulis hal-hal yang ada disekitarnya, serta
memahami tanda-tanda kekuasaan dan petunjuk dari-Nya. Hanya orang yang beriman dan
berilmu pengetahuan sajalah yang oleh Allah akan diangkat derajatnya, sehingga hidup di
dunia bahagia dan sejahtera, serta di akhirat sentosa.
Dengan adanya penyatuan ilmu pengetahuan dengan nilai-nilai agama, dalam hal ini
ajaran Islam, maka wawasan ilmu tidak lagi dipisahkan secara dikotomis dalam pembagian

3
Wihadi Admojo, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1998), Prentice, A.E .1990. “Introduction”
dalam Information Science –The Interdisciplinary Context. (ed. J. M. Pemberton dan A.E. Prentice). New York
: Neal-Schuman Publishers.

4
Mehdi Golshani, Melacak Jejak Tuhan dalam Sains: Tafsir Islami atas Sains, (Bandung: Mizan, 2004), h. 1
5
Zanzawi Soejati, Sains dan Teknologi dalam Perspektif Al-Qur’an, dalam Yunahar Ilyas (ed.), Pendidikan
dalam Perspektif Al-Qur’an, (Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam), h. 120

3
ilmu-ilmu agama dan non agama, tetapi akan dibedakan (bukan dipisahkan) menjadi ilmu
yang menyangkut ayat-ayat qauliyah (ayat-ayat yang tersurat dalam Al-Qur’an dan Hadis)
dan ilmu-ilmu tentang ayat kauniyah (ilmu-ilmu tentang kealaman). Maurice Bucaille berkata
“sungguh teknologi yang dalam hal ini merupakan jawaban atas sulthan (kekuatan) sebagai
kunci dari Tuhan untuk menggapai langit dan bumi mulai terungkap sudah. Allah
memberikan bimbingan-Nya lebih lanjut dalam Al-Qur’an sebagaimana cara memahami
ayat-ayat yang ber kaitan dengan alam semesta, dan bagaimana caranya untuk memperoleh
teknologi yang dijanjikan itu. Firman Allah:
“Dan Dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS. Al-Jaatsiyah: 13)”
Istilah “alam”
. Dalam arti yang sangat luas “alam” ialah hal-hal yang ada di sekitar kita yang dapat
kita serap secara inderawi. Sedangkan ilmu alam atau yang biasa disebuT kosmologi adalah
ilmu yang membicarakan realitas jagat raya, yakni keseluruhan sistem alam semesta.
Kosmologi terbatas pada realitas yang lebih nyata, yakni alam fisik yang sifatnya
material.J.J.G.M. Drost S.J dalam bukunya “Agama Ilmu Pengetauan Alam” sebagaimana
dikutip Rosyidi, bahwa Ilmu Pengetahuan Alam adalah ilmu tentang semesta alam sejauh
berada dalam waktu dan ruang. Tetapi waktu dan ruang baru ada pada waktu alam ada. Maka
titik dan saat terjadinya sendiri terletak di luar sudut pandangan ilmu pengetahuan alam.
Selanjutnya, dari beberapa pembahasan di atas, terdapat beberapa pernyataan yang
bisa disimpulkan. Antara lain:
a. Ajaran Islam sangat menghargai ilmu pengetahuan. Ayat-ayat Al-Qur’an banyak
sekali memberi motivasi untuk intzhar/ meneliti, baik secara tersurat atau tersirat.
b. Pengembangan ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu alam secara khusus, sejalan
dengan ajaran Islam yang menginginkan kemudahan dan kesejahteraan bagi umat
manusia.
c. Pengembangan ilmu pengetahuan dan ilmu alam yang bertujuan untuk kepentingan
pribadi atau kelompok, tanpa menghiraukan kepentingan orang lain, bertentangan
dengan tujuan ajaran Islam.

b. Islam dan Ilmu sosial


Ilmu sosial adalah ilmu- ilmu kemasyarakatan yang menyangkut perilaku manusia
dalam interaksinya dalam masyarakat. Dalam pengertian lain ilmu sosial atau ilmu
Pengetahuan Sosial adalah cabang IlmuPengetahuan yang dalil-dalilnya, hukum-hukumnya
berlaku secara Universal, tetapi penerapannya sangat bergantung pada situasi dan kondisi
dimana ia digunakan. Contoh cabang Ilmu Sosial, seperti ; Ilmu Sosiologi, Ilmu Politik, Ilmu
Administrasi, Ilmu Ekonomi, Ilmu Hukum dan yang sejenisnya. Terdapat perbedaan prinsip
antara Ilmu Sosial dan Ilmu Eksakta. Perbedaan itu terletak pada segi penerapannya
dilapangan, yaitu Ilmu Eksakta tidak dipengaruhi oleh situasi dankondisi, sedangkan Ilmu
Sosial sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi dimana ia diterapkan. 6

6
AE Priyono (ed.), Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 2008), h. 536-537

4
Para pemikir pembaharuan Islam di Indonesia, seperti Harun Nasution, Nurcholish
Madjid, dan Fachry Ali, meletakkan dan memanfaatkan pendekatan ilmu-ilmu sosial ketika
mengkaji masalah-masalah keagamaan. Mereka menjelaskan pentingnya pembaruan Islam
dengan kerangka dasar teori ilmu-ilmu sosial, seperti rasionalisasi, modernisasi, sekularisasi,
teori perubahan sosial, dan teori ketergantungan.Jika ilmu kealaman dapat berimplikasi
kepada keimanan manusia sebagai makhluk kepada Sang Khaliq, maka ilmu sosial pun
demikian. Ia akan membawa manusia kepada jiwa yang religiusdengan memahami
fenomena-fenomena sosial. Oleh karena ilmu sosial menyangkut tentang hubungan manusia
dalam masyarakat, maka objek kajian ilmu ini adalah pada manusia dan masyarakat itu
sendiri.Secara umum, Al-Qur’an memberi batasan tentang manusia, hal ini dapat dilihat
dalam surat Al-Mu’minun ayat 115
َ‫عبَثًا َّواَنَّ ُك ْم اِلَ ْينَا ََل ت ُ ْر َجعُ ْون‬
َ ‫اَفَ َح ِس ْبت ُ ْم اَنَّ َما َخلَ ْق ٰنكُ ْم‬
yang artinya: “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu
secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” 7Ayat
tersebut setidaknya memberi pengertian bahwa manusia mengandung tiga unsur, yaitu:
a. Manusia adalah makhluk ciptaan Allah SWT.
b. Manusia diciptakan tidak sia-sia, artinya punya fungsi tertentu.
c. Manusia diciptakan dengan tanggungjawab terhadap aktivitas hidupnya.
Pengembangan ilmu pengetahuan sosial ini dilandasi oleh suatu keyakinan bahwa manusia
(mikrokosmos) dan masyarakat (makrokosmos) adalah merupakan ayat-ayat (pertanda)
kebesaran Allah SWT yang tertulis dalam alam semesta atau ayat-ayat kauniyah. Karena
merupakan ayat-ayat Allah, maka mustahil adanya pertentangan antara ayat-ayat qauliyah
(ayat yang tertulis dalam Al-Qur’an dan Hadis) dengan ayat-ayat kauniyah yang terdapat
pada manusia dan masyarakat. Keyakinan pemahaman dalam kesesuaian ini jelas sangat
penting sebagai antisipasi kemajuan teknologi yang sekarang ini mulai memisahkan diri dari
ajaran agama.Jika ilmu-ilmu sosial sudah mendapat pancaran dari agama, ilmu pada akhirnya
harus diuji dengan amal. Muslim Abdurrahman mengisyaratkan supaya ilmu-ilmu sosial
Islam menjadi ilmu transformatif, mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan.

c. Islam dan Humaniora (The Humanities)


Humaniora adalah ilmu yang berkaitan dengan rasa seni yang dimiliki oleh manusia,
seperti: Seni Sastra, Musik, Pahat, Lukis, dan sebagainya. Ilmu Pengetahuan Humaniora tidak
dapat dimasukan dalam Ilmu Sosial, karena bukan ilmu yang mempelajari gerak kegiatan
(action) kehidupan manusia, tetapi yang dipelajari adalah kecenderungan “rasa” dan
“perasaan” yang menimbulkan bakat dan minat manusia itu untuk berkreasi. 8Ilmu
pengetahuan dan teknologi muncul dari basis peradaban dan basis kebudayaan. Basisnya dulu
adalah humaniora dan melalui itulah manusia memiliki kemampuan berpikir, berkreasi,
bercita-cita, dan berimajinasi, maka tumbuh penciptaan.Manfaat Kajian terhadap ilmu-ilmu
humaniora akan membuat seseorang lebih manusiawi dan berbudaya. Hal ini jelas sangat
penting sebagai antisipasi kemajuan teknologi yang kadangkadang membuat manusia seperti

7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya… h. 540
8
Aswin, Tentang Ilmu… diakses 20 Mei 2010

5
kehilangan harkatnya karena hampir semua peran dapat digantikan oleh mesin sehingga tidak
tertutup kemungkinan manusia juga bertindak seperti mesin dan kehilangan nurani.

Generasi muda kurang memiliki ruang dan kesempatan untuk berimajinasi. Yang ada
hanya ingin serba cepat tanpa proses. Akhirnya, hanya menjadi pemakai dan pengekor
teknologi. Untuk itulah, ruang untuk menjadi kreatif itu yang perlu dibangun, ruang untuk
berimajinasi. Sebuah ruang yang banyak dimiliki masa lampau yang dibangun, yaitu melalui
ilmu humaniora. Sementara Islam sebagai agama wahyu, oleh Tuhan, manusia senantiasa
diberi peluang dalam potensi untuk selalu mengembangkan dan meningkatkan diri. Islam
hadir dengan konsepsinya yaitu pembebasan manusia dari kungkungan aliran pikiran yang
menganggap bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan. Dengan Islam, manusia dapat
mengaktualisasikan dirinya sebagai makhluk yang merdeka dan mulia dari belenggu dunia
modern, terutama di era perkembangan IPTEK. 9Tauhid-sosial, lebih menekankan aspek
pengentasan dan pembebasan yang bernuansa profetik, sudah barang tentu, terhadap beragam
keprihatinan dan penderitaan umat pada umumnya didekati dan dicarikan pemecahannya
lewat semangat liberasi Al-Qur’an.

Agama Islam sesuai dengan fitrah manusia, maka dari itu jelas bahwa Islam memberi dasar
yang cukup kepada manusia untuk hidup berkebudayaan. Disamping urusan akhirat, urusan
dunia pun mendapat perhatian yang besar.50 Firman Allah: ۚ ۚ ۚ ۚ “Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu
melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)
sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di
(muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”

Adapun beberapa contoh interintegrasi Islam dengan ilmu pengetahuan, antara lain sebagai
berikut:
1. Dalam bidang pendidikan/keguruan
2. Dalam bidang pertanian
3. Dalam bidang ekonomi
4. Dalam bidang hukum
5. Dalam bidang ilmu komputer dan teknologi informasi
6. Dalam bidang kedokteran
7. Dalam bidang ilmu sosial dan politik
8. Dalam bidang teknik

Relasi antara Ilmu dan Agama

9
Murtopo, A. (2017). Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan. Al-Afkar: Jurnal Keislaman & Peradaban, 5(2).

6
Pandangan Ian G. Barbour12 tentang Hubungan sains dan agama, Barbour
memetakan pandangan tentang hubungan sains dan agama dalam empat tipologi yakni
konflik, independensi, dialog, dan integrasi. 10

a. Tipe Konflik Tipologi


Konflik ini melibatkan antara materialisme ilmiah dan literalisme biblical. Menurut
Barbour, pandangan konflik mengemuka pada abad ke –19 melalui dua buku berpengaruh,
yakni History of the conflict between Religion and Science karya J.W. Draper dan A History
of the warfare of Science and Theology in Cristendom karya A.D. White. Beberapa
sejarahwan mutakhir menunjukkan bahwa bukti yang mereka sodorkan sangat selektif dan
pandangan-pandangan alternatif tentang hubungan sains dan agama telah dianut secara luas
selama berabad-abad. Kini, potret populer perang sains melawan agama dipertajam oleh
media karena kontroversi antara materialisme ilmiah dan literalisme biblical jauh lebih
diminati khalayak dari pada posisi moderat. Spektrum teologis dapat dipetakan sebagai
berikut: naturalisme (termasuk materialisme), panteisme, liberalisme, neoortodoksi,
tradisionalisme, konservatisme, dan literalisme biblical (atau fundamentalisme). Barbour
menempatkan dua ekstrem ini dalam hubungan konflik dua pandangan yang tampak saling
asing. Alasannya, materialisme ilmiah dan literalisme biblical sama-sama mengklaim bahwa
sains dan agama memberikan pernyataan yang berlawanan dalam domain yang sama (sejarah
alam) sehingga orang harus memilih satu di antara dua. Mereka percaya bahwa orang
tidakdapat mempercayai evolusi dan Tuhan sekaligus. Masing-masing hal tersebut
menghimpun penganut dengan mengambil posisi-posisi yang berseberangan. Keduanya
berseteru dengan retorika perang.
b. Tipe Independensi
Satu cara yang diupayakan Barbour untuk menghindari konflik antara sains dan
agama adalah dengan memisahkan dua bidang itu dalam dua kawasan yang berbeda.
Keduanya dapat dibedakan berdasarkan masalah yang ditelaah, domain yang dirujuk, dan
metode yang digunakan. Di sini Barbour menggunakan analisisnya dengan metode filsafat
eksistensialisme dan Neo-ortodoks serta filsafat analitik, secara keseluruhan mereka
membangun independensi dan otonomi dalam kedua bidang ini. Jika ada wilayah hukum,
sains dan agama pastilah cenderung mementingkan dirinya sendiri dan tidak mencampuri
yang lain. Setiap mode penelitian bersifat seleksi dan mempunyai keterbatasannya sendiri.
Pemisahan wilayah ini tidak hanya dimotivasi oleh kehendak untuk menghindari konflik
11
yang tidak perlu, tetapi juga keinginan untuk mengakui perbedaan karakter dari setiap area
kehidupan dan pemikiran ini. Kita akan memeriksa terlebih dahulu sains dan agama sebagai
dua domain yang terpisah kemudian meninjau perbedaan bahasa dan fungsinya masing-
masing.
c. Tipe Dialog

10
M. Fahmi, Islam Transendental, Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo, (Yogyakarta: Pilar
Media, 2005), hlm, 37

11
Badar, M. Z. (2020). Konsep Integrasi antara Islam dan Ilmu Telaah Pemikiran Kuntowijoyo. An-Nas, 4(1),
45-58

7
Dialog memotret hubungan yang lebih konstruktif antara sains dan agama dari pada
pandangan Konflik dan Independensi. Namun, Dialog tidak menawarkan kesatuan konseptual
sebagaimana yang diajukan pendukung integrasi. Dialog mungkin muncul dengan
mempertimbangkan pra-anggapan dalam upaya ilmiah atau mengeksplorasi kesejajaran
metode antara sains dan agama atau menganalisiskan konsep dalam satu bidang dengan
konsep dalam bidang lain. Dalam membandingkan sains dan agama, Dialog menekankan
kemiripan pra-anggapan metode dan konsep. Sebaliknya, Independensi menekankan
perbedaan yang ada.
d. Tipe Integrasi
Beberapa penulis menyerukan perumusan ulang gagasan-gagasan teologi tradisional
yang lebih ekstensif dan sistematis dari pada yang dilakukan pendukung dialog. Ada tiga
versi berbeda dalam Integrasi. Dalam natural teology, terdapat klaim bahwa eksistensi Tuhan
dapat disimpulkan dari (atau didukung oleh) bukti tentang desain alam, yang tentangnya alam
membuat kita semakin menyadarinya. Dalam teology of natur, sumber utama teologi
terletakdi luar sains, tetapi teori-teori ilmiah bisa berdampak kuat atas perumusan ulang
doktrindoktrin tertentu, terutama doktrin tentang penciptaan dan sifat-dasar manusia. Dalam
sintesis sistematis, sains ataupun agama memberikan kontribusi pada pengembangan
metafisika inklusif, seperti filsafat proses.

Metodologi Pengilmuan Islam


Ada dua metodologi yang dipakai dalam proses pengilmuan Islam, yaitu integralisasi
dan objektifikasi.
a. Integralisasi
Integralisasi ialah pengintegrasian kekayaan keilmuan manusia dengan wahyu
(petunjuk Allah dalam Al-Quran beserta pelaksanaannya dalam Sunnah Nabi). Kedua,
objektifikasi ialah rnenjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat untuk semua orang
(rahmatan lii ‘âlamIn). 29 Maksud integralisasi adalah penyatuan ilmu-ilmu yang terlahir dari
akal budi manusia dengan al-Qur’an atau wahyu. Sementara yang dimaksud dengan
objektivikasi adalah menjadikan pengilmuan Islam sebagai rahmat bagi semua orang. Dalam
upaya integralisasi, perlu adanya pembalikan. 12
Sumber pertama pengetahuan dan kebenaran haruslah agama, kemudian bergerak
menjadi teoantroposentrisme, dediferensiasi, dan ilmu integralistik. Penjelasannya adalah,
pertama, sumber pengetahuan dan kebenaran adalah dari agama, dalam hal ini adalah wahyu
Tuhan, yaitu al-Qur’an. Kemudian, di dalam teoantroposentrisme, kebenaran agama
digabungkan dengan kebenaran yang bersumber dari akal budi manusia. Sehingga dalam
praktiknya, terjadi dediferensiasi, yaitu menyatunya agama dalam setiap aktivitas kehidupan,
baik politik, ekonomi, hukum, ataupun budaya. Selanjutnya dikenallah apa yang dinamakan
dengan ilmu integralistik, ilmu yang bukan sekedar menggabungkan, tetapi juga menyatukan
antara wahyu dan hasil akal budi manusia.

12
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu ..., hlm. 51.

8
b. Objektivikasi
Kemudian objektivikasi adalah suatu tindakan yang didasarkan oleh nilai-nilai agama,
tetapi disublimasikan dalam suatu tindakan objektif, sehingga diterima semua orang.
Tujuannya adalah untuk semua orang, melintasi batas-batas agama, budaya, suku, dan lain-
lain. Dalam istilah Kuntowijoyo, objektivikasi adalah penterjemahan nilai-nilai internal ke
dalam kategori-kategori objektif. 13

Ada empat hal yang akan dibicarakan, yaitu

(1) mengenai tujuan akhir Paradigma Isjam,


(2) keterlibatan umat (Paradigma Islam) dalam sejarah,

(3) “methodological objectivism”


(4) sikap Paradigina Islam terhadap ilmu-ilmu sekular.

Pertama, tentang tujian akhir Paradigina Islam. Seperti diketahui ilmu sekular
(antropologi James L. Peacock dan Thomas A. Kirsch, The Human Direction: An
Evolutionary Approach to Social and Cultural Anthropology New York: Appleton Century
Croft, 1970) meramalkan bahwa transformasi kemanusiaan akan menuju ke arah masyarakat
sekular, seperti terjadi di dunia Barat. Islam sebagai agama yang abadi mestinya menolak
gagasan tentang tranformasi, karena keabadian dan perubahan itu adalah dua hal yang
berlawanan? Tidak demikian, keabadian Islam justru berarti perubahan yang permanen.
Permanensi itu menurut Islam harus disertai dengan citarasa mengenai tujuan (a sense
ofgoal), yaitu semakin dekatnya manusia kepada Yang Maha Abadi. Islam menghendaki
adanya transformasi menuju transendens.
Kedua, untuk keperluan keterlibatan itu umat harus berjuang penuh dalam sejarah
kemanusiaan, yaitu humanisasi (rnemanusiakan manusia), liberasi (membebaskan manusia
dan penindasan), dan transendensi (membawa manusia beriman kepada Tuhan).

Ketiga, adakah kemungkinan dalam keterlibatan itu Paradigma Islam akan jatuh
namanya dan ilmu yang objektif menjadi kuasai ilmu yang subjektif? Tidak, Paradigma Islam
akan menganut “methodological objectivism”. Artinya, kita sepenuhnya menghormati objek
penelitian, menjadikan objek penelitian sebagai subjek yang mandiri: menghargai nilai-nilai
yang dianut objek penelitian. Paradigina Islam tidak akan bertindak seperti ilmu sekular yang
banyak merugikan Islam atas nama objektivitas ilmu. Paradigma Islam bukan gerakan
intelektual balas dendam yang menghalalkan segala cara. Paradigma Islam tidak bertindak
seperti ilmu sekular yang mengaku objektif tapi ternyata sangat subjektif dan tidak
menghargai nilai-nilai yang dianut objek penelitiannya. Mengenai “methodological

13
smail Raji AL-Faruqi, “Mengislamkan Ilmu-Ilmu Sosial”. Dalam Abubakar A. Bagader,
(ed)Islamisasi Ilmu-ilmu Sosial,(Yogyakarta: PLP2M, 2985), h. 15. Lihat juga dalam Abuddin Nata,
Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2002), h. 55

9
objectivism”. Tanpa kehilangan agama dan harus berbohong secara tidak etis (seperti
dilakukan oleh C. Snouck Hurgronje yang mengaku Muslim waktu melakukan penelitian di
Makkah pada akhir abad ke-19). Seorang peneliti Muslim harus objektif meneliti objek-objek
Muslim maupun non-Muslim.

Keempat, hanya berupa penegasan bahwa Paradigma Islam tidak akan secara apriori
menolak ilmu sekular, tempat kebanyakan ilmuwan Muslim belajar. Paradigma Islam tidak
berniat merobohkan hasil kerja keras kemanusiaan selama berabad-abad itu. Tetapi benar
bahwa Islam sebagai ilmu akan selalu kritis terhadap semua pengetahuan, sekular atau tidak,
bahkan kritis kepada diri sendiri. Hal itu sudah nampak dalam pernyataan waktu
membicarakan integralisasi, sehingga penjelasan lain dirasa tidak perlu lagi.

Konsep Pengilmuan Islam


` Tiga hal akan dikemukakan, yaitu perlunya pengilmuan Islam, orang Islam harus
melihat realitas melalui Islam, dan eksistensi Humaniora dalam Al-Quran. 14

Pertama. Islam sebagai teks (Al-Quran dan As-Sunnah) untuk dihadapkan kepada
realitas, baik realitas sehari-hari maupun realitas ilmiah. Dengan kata lain, dan teks ke
konteks (teks - konteks). Dalam ilmu berarti, bahwa gerakan intelektual Islam harus
melangkah ke arah “pengilmuan Islam”. Kita harus meninggalkan “Islamisasi pengetahuan”,
gerakan intelektual yang lahir menjelang tahun 1980-an, yang berupa gerakan dan konteks ke
teks (konteks > teks). Sementara itu, “pengilmuan Islam” bergerak he arah yang berlawanan,
yaitu teks menuju ke konteks.
Kedua, apa sebab orang Islam harus melihat realitas melalui Islam? Jawabnya,
menurut ilmu budaya dan sosiologi pengetahuan, realitas itu tidak dilihat secara langsungoleh
orang, tetapi melalui tabir (kata, konsep, simbol, budaya, persetujuan masyarakat).15

Ketiga, tanpa mengakui adanya faktor manusia, konstruksi pengalaman manusia menjadi
ilmu tidak lengkap.Uraian-uraian tentang Islam di Indonesia yang disoroti oleh Kuntowijoyo
lewat pendekatan historis-sosiologis, sebenarnya ingin diarahkan pada suatu grand project,
yaitu menjadikan al-Qur’an sebagai paradigma Islam. Paradigma ini dimaksudkan untuk
membangun teori-teori sosial khas Islam yang disebutnya ilmu-ilmu sosial profetik.
Paradigma ini dimaksudkan sebagai mode of thought, mode of inquiry, yang kemudian
menghasilkan mode of knowing. Dengan pengertian paradigmatik ini, dari al-Qur’an dapat
diharapkan suatu konstruksi pengetahuan yang memungkinkan memahami realitas
sebagaimana Al-Qur’an memahaminya. Demikian lebih lanjut, Kuntowijoyo menjelaskan:

14
Kuntowijoyo, Islam Sebagai Ilmu(Jakarta: Teraju, 2005), hlm. 8.

15
Isma’il Razi al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan (Bandung: Pustaka, 1984).

10
“Paradigma al-Qur’an berarti suatu konstruksi pengetahuan. Konstruksi pengetahuan itu pada
mulanya dibangun dengan tujuan agar kita memeiliki “hikmah” untuk membentuk perilaku
yang sejalan dengan sistem Islam, termasuksistem ilmu pengetahuannya. Jadi, disamping
memberikan gambaran aksiologis, paradigma al-Qur’an juga dapat berfungsi untuk

Untuk dapat menjadikan al-Qur’an sebagai paradigma dan kemudian merumuskan nilai-
nilai normatifnya ke dalam teori-teori sosial, menurut Kunto, diperlukan adanya lima
program reinterpretasi, yaitu:

1) Pengembangan penafsiran sosial struktural lebih dari pada penafsiran individual ketika
memahami ketentuan-ketentuan Al-Qur’an. Ketentuan larangan berfoya-foya misalnya,
bukan diarahkan kepada individualnya, tetapi kepada struktur sosial yang menjadi
penyebabnya.
2) Reorientasi cara berpikir dari subjektif ke objektif. Tujuan dilakukannya reorientasi
berpikir secara objektif ini adalah untuk menyuguhkan Islam pada cita-cita objektifnya.
Misalnya zakat yang secara subjektif adalah untuk membersih diri, tetapi juga untuk
tertcapainya kesejahteraan umat.
3) Mengubah Islam yang normatif menjadi teoritis, misalnya konsep fuqara dan masakin
yang normatif dapat diformulasikan menjadi teori-teori sosial.

4) Mengubah pehaman yang a historis menjadi historis, seperti kisah-kisah dalam Al-Qur’an
yang selama ini dipandang a historis, sebenarnya menceriterakan peristiwa yang benar-benar
historis, sebagai contoh kaum tertindas pada zaman nabi Musa dan lain-lain.
5) Merumuskan formulasi wahyu yang bersifat umum menjadi formulasi yang spesifik dan
empiris. Dalam hal konsep umum tentang kecaman terhadap sirkulasi kekayaan yang hanya
berputar pada orang-orang kaya harus dapat diterjemahkan ke dalam formulasi-formulasi
spesifik dan empiris ke dalam realitas sekarang. Dengan menterjemahkan pernyataan umum
secara spesifik untuk menatap gejala yang empiris, pemahaman terhadap Islam akan selalu
menjadi kontekstual, sehingga dapat menumbuhkan kesadaran mengenai realitas sosial dan
pada gilirannya akan menyebabkan Islam menjadi agama yang lebih mengakar di tengah-
tengah gejolak sosial. 16

16
Badar, M. Z. (2020). Konsep Integrasi antara Islam dan Ilmu Telaah Pemikiran Kuntowijoyo. An-
Nas, 4(1), 45-58.

11
KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama merupakan
sesuatu yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Agama merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana untuk mengaplikasikan segala sesuatu
yang tertuang dalam ajaran agama.

Islam menyamakan dirinya dengan ilmu pengetahuan. Islam menjadikan ilmu pengetahuan
sebagai syarat ibadah. Islam sangat memuji orang yang tekun mencari pengetahuan, karena
dalam Islam ilmu disebut sebagai cahaya kebenaran dan diyakini sebagai kunci kesuksesan
dunia dan akhirat.
Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan mensyaratkan dan memutlakkan adanya
kegiatan penelitian, yaitu upaya untuk merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tersebut, dengan jalan menemukan fakta-fakta dan memberikan penafsiran yang
benar.
Integrasi islam dengan ilmu pengetahuan dapat kita liat dari berbagai aspek, seperti
pendidikan, ekonomi, pertanian, hukum, ilmu komputer dan teknologi informasi, kedokteran,
teknik, ilmu sosial dan politik.

12
DAFTAR PUSTAKA
Badar, M. Z. (2020). Konsep Integrasi antara Islam dan Ilmu Telaah Pemikiran
Kuntowijoyo. An-Nas, 4(1), 45-58.
Chaeruddin, B. (2016). Ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu keislaman (suatu upaya integrasi).
Jurnal Inspiratif Pendidikan, 5(1), 209-222.

Murtopo, A. (2017). Integrasi Agama dan Ilmu Pengetahuan. Al-Afkar: Jurnal Keislaman &
Peradaban, 5(2).
Putri, F. R. (2019). Integrasi ilmu pengetahuan (Sains) dan agama islam. Wahana
Akademika: Jurnal Studi Islam Dan Sosial, 6, 13-24.
Kurniawan, S. (2019). Perspektif Umat Islam Tentang Agama Dan Ilmu Pengetahuan: Dari
Dikotomi ke Integrasi. Dinamika Penelitian: Media Komunikasi Penelitian Sosial
Keagamaan, 19(1), 145-166.

Mahrisa, R. (2022). Integrasi Ilmu Pengetahuan dan Agama. Book Chapter of Proceedings
Journey-Liaison Academia and Society, 1(1), 437-448.
Nata, A. (2018). Islam dan ilmu pengetahuan. Prenada Media.

Nugraha, M. T. (2020). Integrasi Ilmu dan Agama: Praktik Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Umum di Perguruan Tinggi. Al-Hikmah: Jurnal Agama Dan Ilmu
Pengetahuan, 17(1), 29-37.

13

Anda mungkin juga menyukai