BAGAIMANA
MEMBUMIKAN ISLAM DI
INDONESIA
SETELAH MENGKAJI BAB INI MAHASISWA MAMPU MENGANALISIS AJARAN ISLAM
DALAM KONTEKS KEMODERNAN DAN KEINDONESIAAN DAN MAHASISWA MAMPU
MENYAJIKAN HASIL PROYEK KERJA TENTANG IMPLEMENTASI AJARAN ISLAM DALAM
KONTEKS KEMODERENAN DAN KEINDONESIAAN (KD 3.6 DAN 4.6)
TINJAUAN HISTORIS ISLAM MASUK KE INDONESIA
• Islam hadir di Nusantara ini sebagai agama baru dan pendatang. Dikarenakan kehadirannya lebih belakang dibandingkan
dengan agama Hindu, Budha, Animisme dan Dinamisme. Sedang agama pendatang karena agama ini hadir dari luar negeri.
Terlepas dari subtansi ajaran Islam, Islam bukan merupakan agama asli bagi bangsa Indonesia, melainkan agama yang baru
datang dari Arab. Sebagai agama baru dan pendatang saat itu, Islam harus menempuh strategi dakwah tertentu,
melakukan berbagai adaptasi dan seleksi dalam menghadapi budaya dan tradisi yang berkembang di Indonesia.
• Perkembangan Islam di Nusantara ini merasakan berbagai pengalaman, disebabkan adanya keberagaman budaya dan
tradisi pada setiap pulau tersebut. Bahkan dalam satu pulau saja bisa melahirkan berbagai budaya dan tradisi. Perjumpaan
Islam dengan budaya (tradisi) lokal itu seringkali menimbulkan akulturasi budaya. Kondisi ini menyebabkan ekpresi Islam
tampil beragam dan bervariasi sehingga kaya kreativitas kultural-religius, tetapi dalam wilayah dan/bidang tertentu telah
terjadi penyimpangan dari Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw setidaknya kekurangsempurnaan dalam
mengamalkan ajaran-ajaran dasar Islam (Maarif, 2015: 62)
• Realitas ini merupakan risiko akulturasi budaya, tetapi akulturasi budaya tidak bisa dibendung ketika Islam memasuki
wilayah baru. Jika Islam bersikap keras terhadap budaya atau tradisi lokal yang terjadi justru pertentangan terhadap Islam
itu sendiri bahkan peperangan dengan pemangku budaya, tradisi atau adat lokal seperti perang Padri di Sumatera. Maka
jalan yang terbaik adalah melakukan seleksi terhadap budaya maupun tradisi yang tidak bertentangan dengan ajaran
Islam untuk diadaptasi sehingga mengekpresikan Islam yang khas. Ekpresi Islam lokal ini cenderung berkembang sehingga
menimbulkan Islam yang beragam.
PERAN WALISONGO DALAM DAKWAH ISLAM
• Dalam konteks sejarah penyebaran Islam di Nusantara tepatnya pada aba ke -15 dan khususnya di tanah Jawa, Walisongo
mempunyai peran yang cukup besar dalam proses akulturasi Islam dengan budaya. Budaya dijadikan sebagai media dalam
menyebarkan Islam dan mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada masyarakat secara persuasif. Kemampuan
memadukan kearifan local dan nilai-nilai Islam mempertegas bahwa agama dan budaya lokal tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. Secara sosiologis, keberadaan Walisongo hampir semua berada di titik tempat pusat kekuatan
masyarakat, yaitu di Surabaya, Gresik, Demak, dan Cirebon. Bahkan kerabat mereka pun memiliki peran yang signifikan
juga dalam penyebaran Islam secara kultural.
• Dalam konteks praktik keagamaan yang dijalankan masyarakat Indonesia yang berhubungan dengan gerakan dakwah
Walisongo dtampak sekali terdapat usaha membumikan Islam. Fakta tentang pribumisasi Islam yang dilakukan Walisongo
dalam dakwahnya terlihat sampai saat ini. Sejumlah istilah local yang digunakan untuk menggantikan istilah yang
berbahasa Arab, contohnya Gusti Kang Murbeng (Allahu Rabbul Alamin), Kanjeng Nabi, Kyai (al-Alim), Guru (Ustadz),
bidadari (Hur), sembahyang (shalat), dan lain-lain.
• Sejak masa Wali Songo, Islam di Indonesia memiliki dua model di atas. Kelompok formalis lebih mengutamakan aspek
fikih dan politik kenegaraan, sedangkan kelompok esensialis memprioritaskan aspek nilai dan kultur dalam berdakwah. Di
era kemerdekaan sampai dengan era pascareformasi, polemik antara kedua model keberagamaan ini masih tetap ada.
PRINSIP DAN ETIKA DAKWAH ISLAM
• Dakwah pada prinsipnya merupakan ajakan, seruan, atau panggilan. Sebagai kewajiban agama sudah
selayaknya dakwah itu dijauhkan dari unsur paksaan atau pun kekerasan baik dalam bentuk terang-
terangan atau pun tersembunyi. Adapun dari segi materinya pun harus mampu menyentuh hati dan
menggugah akal mereka sehingga rasionalitas dan emosionalitas sasaran dakwah berjalan secara seimbang.
(Ismail, 2018: 171).
• Setiap aktifitas dakwah baik itu ditujukan pada diri sendiri atau pun kepada kelompok non-muslim
haruslah berpegang teguh kepada etika dan prinsip dakwah. Hal tersebut telah difirmankan oleh Allah swt
(An-Nahl: 125).
َُسبِي ِل ُِه ُۖ َوه َُو أ َ ْعلَمُ بِ ْالم ْهتَدِين ُْ ل َع
َ ن َُّ ض ُْ َّك ه َُو أ َ ْعلَمُ بِ َم
َ ن َُّ سنُ ُۖ ِإ
َُ ن َرب َُ سنَ ُِة ُۖ َو َجاد ِْله ُْم بِالَّتِي ِه
َ ي أ َ ْح َ ظ ُِة ْال َح
َ ك بِ ْال ِح ْك َم ُِة َو ْال َم ْو ِع
َُ ِل َرب َ ُا ْدعُ ِإلَى
ُِ سبِي
Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah
mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”
• Allah mengingatkan juga untuk tidak menggunakan kekerasan dalam berdakwah sebagaimana termaktub
dalam Quran.
• HISTORIS
• SOSIOLOGIS
• TEOLOGIS DAN FILOSOFIS
MENGGALI SUMBER HISTORIS
• Tauhid bukan sekadar pengakuan bahwa tiada ilah selain Allah tapi pemaknaan terhadap
tauhid melampaui dari sekedar eksistensinya yang tunggal.
• Hanya Dia yang tunggal, dan selain Dia adalah plural
• Hanya Yang Esa saja yang memiliki kebenaran dan kekuasaan mutlak, sedangkan yang plural
• Dalam QS Al-Maidah/5:48 bahwa tujuan penciptaan realitas yang plural adalah agar
manusia saling berlomba-lomba untuk berjuang mewujudkan masyarakat utama.
Hal ini berarti , bahwa islam berupaya menginkari dan melenyapkan (QS Al-
Baqarah/2:256) karena Tuhan menciptakan perbedaan sebagai sarana untuk mendorong
berlomba dalam kebaikan di antara umat manusia.
MENGGALI SUMBER FILOSOFIS
• Islam mengajarkan bahwa perbedaan itu adalah fitrah dari Tuhan, tetapi dalam menjalani
hidup hendaknya kita tidak mempertajam perbedaan tersebut.
• Kita harus mencari unsur-unsur persamaan di antara sesama manusia.
• Contoh : berbeda suku bangsa, adat, dan bahasa tetapi harus mengedepankan kesadaran
bahwa kita adalah bangsa Indonesia
• Mendeskripsikan dan Mengkomunikasikan Pribumisasi Islam sebagai Upaya Membumikan
Islam di Indonesia
• Corak keberagamaan masyarakat Islam di Indonesia
MENELUSURI TRANSFORMASI WAHYU DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP CORAK KEBERAGAMAAN
• HIGH TRADITION
Islam menurut bagian ini adalah firman Allah yang menjelaskan syariat-syariat yang terhimpun dalam
shuhuf/kitab suci (al quran) yang secara tegas menyatakan bahwa hanya Tuhan yang paling mengetahui
maksud dan makna firman-Nya. Sehingga kebenaran islam dalam high tradition adalah benar dan mutlak.
• LOW TRADITION
Pada bagian ini islam dan firman Allah berinteraksi dengan realita dan keberagaman yang ada di masyarakat.
Penafsiran islam dan pemaknaan islam dapat menjadi fleksibel guna menyelaraskan keadaan dan kondisi di
masyarakat yang berbeda-beda. Pada bagian ini islam telah menjadi bagian dari kehidupan bumi dan
membaur dengan keadaan sosial-budaya masyarakat yang berbeda-beda. Sehingga tercipta berbagai madzhab
dan aliran dalam agama islam
DISKUSIKAN!
• Sejak lama, ekspresi keberagamaan umat Islam di Indonesia memiliki banyak corak. Kita mengenal beberapa istilah misalnya tradisional,
konservatif, modernis, moderatis, fundamentalis, liberal, skriptualis, subtantif, dan sebagainya, sebagai penanda adanya pelbagai variasi corak
ekpresi keberagamaan di tengah umat Islam umumnya, dan umat Islam Indonesia khususnya. Coba Anda telusuri tipologi-tipologi di atas,
kemudian berikan deskripsi yang detil tentang karakteristik masing-masing tipologi tersebut. Komunikasikan dengan (teman, dosen, ustaz,
imam masjid) agar memperoleh pengayaan!
• Apakah anda memiliki cara pandang sendiri dengan memberikan tawaran mengenai cara dan menunjukkan kebenaran Islam dalam konteks
historisitas masyarakat yang plural seperti di Indonesia!
• Coba Anda telusuri implikasi dari pemahaman pribumisasi Islam
• dalam proses pembumian Islam di Indonesia! Faktor-faktor apa saja yang kemungkinan menjadi pendukung atau penghambat? Diskusikan
dengan teman-teman Anda!
• Menjadi seorang muslim tidak berarti harus kehilangan identitas sebagai orang Indonesia. Identitas keislaman dan keindonesiaan hendaknya
dapat menyatu menjadi karakter yang utuh dalam diri kita. Coba tanyakan kepada teman Anda bagaimana karakter seorang muslim? Dan
bagaimana pula karakter orang Indonesia? Tanyakan lebih lanjut, bagaimana formula perpaduan karakter muslim yang Indonesia dan
Indonesia yang muslim?
BACAAN
• Abdillah, Masykuri. 2011. Islam dan Dinamika Sosial Politik di Indonesia. Jakarta: Gramedia.
• Agus Sunyoto. 2016. Atlas Wali Songo. Depok: Pustaka IIman.
• Ismail, Faisal. 2018. Islam Idealitas Qurani Realitas Insani.Yogyakarta: IRCiSoD.
• Kuntowijoyo. 1990. Paradigma Islam. Bandung: Mizan
• Ma’arif, Syafii. 2015. Islam dalam Bingkai Keindonesian dan Kemanusiaan. Bandung: Mizan.
• Setiawan, M. Nurkholis. 2012). Pribumisasi al-Qur‟an. Yogyakarta: Kaukab Dipantara
• Shihab, Quraish. 2018. Islam yang Saya Anut. Tangerang: Lentera Hati.
• Wahid, Abdurrahman, dkk. 2015. Islam Nusantara: dari Ushul Fiqh hingga Paham Kebangsaan.
Jakarta: Teraju Indonesia-Mizan
Terima Kasih
dan
Semoga Sukses!!!