Anda di halaman 1dari 24

STUDI MATERI PAI KELAS X

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas Mata Kuliah Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu : Eka Naelia Rahmah, MA

Disusun oleh kelompok 5 :

1. Anisa Salsabila Djaelani (19312109)


2. Ayat Rohayati (19312110)
3. Elisa Tiara (19312114)
4. Fildzah Azzayani(19312121)
5. Madinah Adawiyah (19312127)
6. Tia Putri (19312100)

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT ILMU AL-ALQUR’AN (IIQ) JAKARTA

TAHUN AJARAN 2022 M/1443 H

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesehatan, kesempatan serta pengetahuan sehingga makalah
ini bisa selesai dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis berharap agar makalah ini bisa
bermanfaat untuk menambah pengetahuan teman-teman.

Mudah-mudahan makalah sederhana ini yang telah berhasil disusun oleh penulis bisa
dengan mudah dipahami untuk siapapun yang membacanya. Sebelumnya penulis meminta maaf
apabila terdapat kesalahan kata atau kalimat yang kurang berkenan. Dan tidak lupa rasa ucapan
terimakasih untuk teman-teman sekelompok dalam kerja sama dan kerja keras untuk bisa
menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat, walaupun dengan masih ada banyak kekurangan.

Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima saran dan krtik yang
membangun dari teman-teman menyempurnakan makalah penulis kedepannya.

Karawang, 13 Februari 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................................4
C. Tujuan penulisan..................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6
A. Kontrol diri (Mujahdah An-Nafs)........................................................................................6
D. Sikap Prasangka Baik (Husnuzan).......................................................................................8
E. Persaudaraan (Ukhuwah).....................................................................................................9
F. Larangan Pergaulan Bebas dan Mendekati zina................................................................10
G. Memahami Pengertian al-Asmā’u husna dan dalil tentang Asmaul Husna......................13
H. Aurat wanita dan hukum menutupnya dalam Islam..........................................................19
I. Manfaat Kejujuran.............................................................................................................22
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................23
A. Kesimpulan........................................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................24

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan Agama Islam merupakan suatu program dalam pendidikan yang mana
dalam hal ini Pendidikan Agama Islam memegang peranan penting dalam pembentukan
aspek kognitif, afektif maupun psikomotorik anak (pengetahuan, sikap, maupun mental).
Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang maha Esa. Hal
yang sangat penting dalam pendidikan agama islam yakni untuk membentuk karakter
peserta didik dan membantu peserta didik untuk lebih mengenal dan memahami tentang
ajaran agama islam.
Pendidikan agama Islam dan budi pekerti merupakan salah satu mata pelajaran
yang diajarkan di dalam satuan pendidikan, baik SD/MI, SMP/MTs, maupun
SMA/SMK/MA. Materi PAI dan Budi Pekerti ini sangatlah penting untuk diajarkan. Hal
tersebut dikarenakan agar murid-murid dalam beragama bertambah yakin dan mantap,
tidak mudah goyah imannya, dan agar dapat hidup sesuai dengan ajaran Islam.
Materi yang diajarkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam dan budi
pekerti banyak sekali dan materi-materi tersebut didesain sesuai tingkatan-tingkatan yang
ada. Selain itu juga melihat kemampuan murid-murid. Setidaknya ada materi pokok yang
wajib di ajarkan dalam mata pelajaran ini, yaitu Iman atau akidah, Islam atau syariah,
ihsan atau akhlak. Selain dari ketiga tersebut merupakan ilmu bantu untuk mempermudah
dalam memahaminya. Maka dari pemaparan di atas, kami akan mencoba mengkaji
tentang studi materi PAI kelas X.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Kontrol diri, Prasangka baik dan Persaudaraan ?
2. Bagaimana cara menghindari pergaulan bebas dan larangan untuk berzinah ?
3. Apa makna dari pada iman terhadap asmaul husna dan iman kepada Malaikat ?
4. Bagaimana cara berpakaian yang benar sesuai Syariat Islam ?

4
5. Apa manfaat dari Kejujuran ?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui makna dari Kontrol diri, Prasangka baik dan Persaudaraan.
2. Untuk mengetahui cara menghindari diri dari pergaulan bebas dan zina.
3. Untuk mengetahui makna iman kepada Asmaul Husna dan kepada Malaikat.
4. Untuk mengetahui cara berpakaian yang benar sesuai Syariat Islam.
5. Untuk mengetahui manfaat dari pada berbuat jujur.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kontrol diri (Mujahdah An-Nafs)


1. Pengertian Kontrol Diri
Pengendalian diri atau kontrol diri atau dalam bahasa Arab mujahadah an-nafs
memiliki makna menahan diri dari segala perilaku yang berpotensi merugikan diri sendiri
dan orang lain. Sebagai misal, sifat serakah atau tamak.1
Dalam literatur Islam, pengendalian diri familiar dikenal dengan istilah aś-śaum,
atau puasa. Puasa adalah salah satu sarana untuk mengendalikan diri. Hal tersebut
berdasarkan hadits Rasulullah Saw. Sebagai berikut:
“Wahai golongan pemuda! Barang siapa dari antaramu mampu menikah,
hendaklah dia nikah, yang demikian itu amat menundukkan pemandangan dan amat
memelihara kehormatan, tetapi barangsiapa tidak mampu, maka hendaklah dia puasa,
karena (puasa) itu menahan nafsu baginya.” (H.R. Bukhari)
Pengendalian diri diperlukan setiap manusia, khususnya kaum Muslimin agar
terjaga dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Swt.

Dalil tentang Mujahdah An-Nafs (Al-Anfal ayat 72)

ۤ ٰۤ ُ ‫هّٰللا‬
ٍ ۗ ‫ضهُ ْم اَوْ لِيَا ُء بَع‬
‫ْض‬ ُ ‫ول ِٕىكَ بَ ْع‬ َ َ‫اِ َّن الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َوهَا َجرُوْ ا َو َجاهَ ُدوْ ا بِا َ ْم َوالِ ِه ْم َواَ ْنفُ ِس ِه ْم فِ ْي َسبِ ْي ِل ِ َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َووْ ا َّون‬
‫صر ُْٓوا ا‬
‫صرُوْ ُك ْم فِى ال ِّدي ِْن فَ َعلَ ْي ُك ُم النَّصْ ُر اِاَّل ع َٰلى‬ َ ‫اجرُوْ ۚا َواِ ِن ا ْستَ ْن‬ ِ َ‫َوالَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا َولَ ْم يُهَا ِجرُوْ ا َما لَ ُك ْم ِّم ْن َّواَل يَتِ ِه ْم ِّم ْن َش ْي ٍء َح ٰتّى يُه‬
‫قَوْ ۢم ب ْينَ ُكم وب ْينَهُم م ْيثَا ۗ ٌ هّٰللا‬
‫ص ْي ٌر‬ِ َ‫ق َو ُ بِ َما تَ ْع َملُوْ نَ ب‬ ِّ ْ َ َ ْ َ ٍ

“Sesungguuhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan


harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman
dan pertolongan (kepada muhajirin), mereka itu satu sama lain saling melindungi. Dan
(terhadap) orang-orang yang beriman tetapi belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban
sedikit pun bagimu melindungi mereka, sampai mereka berhijrah. (tetapi) jika mereka

1
https://bincangsyariah.com/khazanah/pengendalian-diri-prasangka-baik-dan-persaudaraan/

6
meminta pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah terikat perjanjian antara kamu
dengan mereka. Dan Allah SWT Maha Melihat apa yang kamu kerjakan“

Didalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah akan memberikan derajat yang
mulia untuk orang-orang yang berhijrah bersama Nabi Muhammad. Peristiwa hijrah
disini merupakan sebuah penerapan dalam agama islam tentang pentingnya menjaga, dan
menegakkan nilai-nilai dalam kemanusiaan.2

Macam-macam Hawa Nafsu

a) Nafsul Ammarah
Nafsu ammarah adalah nafsu yang dari hati dan akal dikendalikan oleh keinginan,
syahwat dan khayalan. Maka dari itu nafsu yang seperti ini hanya cenderung pada
syahwat semata. Orang akan lebih cenderung kepada hal-hal materi, hal-hal yang
hanya bisa dinikmati dengan inderawi. Nafsu jenis ini menjadi tempat cikal bakal dari
kejahatan dan akhlak tercela. Maka dari itu, kita harus bisa mengendalikan diri
sehingga nafsu ini tidak mengendalikan kita.
b) Nafsul Lawwamah
Nafsu lawwamah adalah nafsu yang dari hati dan akal yang saling berkaitan
dengan khayalan, syahwat dan keinginannya. Jenis nafsu ini memiliki kecenderungan
terhadap ar-rayu’ atau rasio. orang-orang yang munafik didominasi oleh ra’yu yang
membuat diri mereka berada dalam keraguan antara memilih baik atau buruk,
memilih taat atau bermaksiat dan memilih untuk beriman atau kafir.
c) Nafsul Muthmainnah
Nafsu jenis ini bisa mengeluarkan sifat-sifat jelek yang ada di dalam hati seorang
manusia. Manusia yang senantiasa cinta kepada Allah dan memiliki jiwa yang tenang
akan dimasukan ke dalam surga Allah.

Manfaat Mujahadah Terhadap Jiwa


a). Menundukan jiwa dan nafsu agar taat kepada Allah swt.
b). Menjauhkan jiwa dari syahwat serta mencegah hari agar tidak hanya berangan angan
dan bernikmat nikmat dengan dunia.

2
https://www.merdeka.com/quran/al-anfal/ayat-72

7
c). Membiasakan Sabar mengkebaikan berbagai kesuliatan.
d). jalan lurus yang mengantarkan pada keridaan Allah Swt.
Dan Surga
e). Memasung setan dan bisik bisikanya.
f). Mencegah jiwa dari mengikuti nafsu itu merupakan kebaikan dunia dan akhirat.

B. Sikap Prasangka Baik (Husnuzan)


1. Pengertian Prasangka Baik
Husnuzan barasal dari dua kata dalam bahasa arab, yaitu husnu yang berarti baik
dan zan yang berarti Dugaan atau persangkaan. Dengan demikian,Husnuzun berarti
berprasangka baik terhadap seseorang sebelum diketahui keburukanya secara
pasti.Adapun kebalikanya adalah suuzun atau berprasangka buruk.3

2. Dalil Prasangka Baik terdapat Dalam surah Al-Hujurat,(49):12


‫ض ُك ْم بَ ْعض ًۗا اَي ُِحبُّ اَ َح ُد ُك ْم اَ ْن يَّْأ ُك َل‬
ُ ‫ْض الظَّنِّ اِ ْث ٌم َّواَل تَ َج َّسسُوْ ا َواَل يَ ْغتَبْ بَّ ْع‬ َ ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوا اجْ تَنِبُوْ ا َكثِ ْيرًا ِّمنَ الظَّ ۖنِّ اِ َّن بَع‬
‫لَحْ َم اَ ِخ ْي ِه َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموْ ۗهُ َواتَّقُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ تَوَّابٌ َّر ِح ْي ٌم‬

Dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah SWT menegaskan dua hal utama. Hal
yang pertama adalah bahwa sesungguhnya sesama orang mukmin adalah bersaudara. Hal
yang kedua adalah, jika ada perselisihan di antara saudara, maka Allah memerintahkan
kita untuk melakukan perdamaian.

3. Manfaat Husnuzan
a) Membuat manusia jadi lebih dekat dengan Allah SWT
b) Membuat manusia jadi bersungguh-sungguh dalam beramal
c) Menanamkan sikap tawakal dalam diri
d) Memberi ketenangan jiwa
e) Hubungan sesama manusia menjadi lebih baik
f) Menghindari manusia dari rasa menyesal karena berburuk sangka terhadap orang
lain

3
https://www.gramedia.com/literasi/sifat-mulia/

8
4. Contoh dari Sifat Mulia Husnuzan
a) Memberikan apresiasi kepada pencapaian teman atau orang lain
b) Menghargai pendapat orang lain dan menerimanya walaupun pendapat itu
berlawanan dengan pendapat kita
c) Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan kepada kita dengan rasa tanggung jawab.

C. Persaudaraan (Ukhuwah)
1. Pengertian Ukhuwah

Ukhuwah adalah sebuah kata yang berasal dari Bahasa Arab. Ukhuwah berasal
dari kata akhu yang memiliki arti saudara. Ukhuwah atau persaudaraan ini bukan hanya
sebatas hubungan kerabat dalam keturunan, namun juga persaudaraan dalam islam.
Persaudaraan dalam islam merupakan persaudaraan yang diikat dengan akidah dan fungsi
kemanusiaan, sesama makhluk Allah SWT.

2. Dalil Sifat Mulia Ukhuwah

Sifat mulia ukhuwah atau persaudaraan ini dijelaskan dalam surat Al-Hujurat ayat
10 yang berbunyi :

َ‫اِنَّ َما ْال ُمْؤ ِمنُوْ نَ اِ ْخ َوةٌ فَاَصْ لِحُوْ ا بَ ْينَ اَخَ َو ْي ُك ْم َواتَّقُوا هّٰللا َ لَ َعلَّ ُك ْم تُرْ َح ُموْ ن‬
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu yang berselisih dan bertakwalah kepada Allah agar kamu
mendapat rahmat.”

3. Contoh Sifat Mulia Ukhuwah

a) Menjenguk saudara yang sedang sakit, atau membantunya dan memberikan


kebutuhan yang ia butuhkan.
b) Membantu teman atau kerabat yang terkena musibah.
c) Jika ada orang yang bertengkar, kita berusaha mendamaikan mereka

9
D. Larangan Pergaulan Bebas dan Mendekati zina
Dalam KBBI, pergaulan artinya menjalin pertemanan dalam kehidupan
bermasyarakat. Sedangkan kata bebas berarti lepas atau tidak terikat. Berdasarkan hal itu,
pergaulan bebas dapat diartikan sebagai jalinan pertemanan dalam kehidupan
bermasyarakat yang bersifat lepas atau tidak terikat.
1. Pengertian Pergaulan Bebas.
Pergaulan bebas yang dimaksud pada bagian ini adalah pergaulan yang tidak
dibatasi oleh aturan agama maupun susila. Salah satu dampak negatif dari pergaulan
bebas adalah perilaku yang sangat dilarang oleh agama Islam, yaitu zina.
Salah satu bentuk pergaulan bebas adalah perilaku zina yang dilarang agama.
Dalam Islam, zina tergolong dosa besar yang memperoleh hukuman besar di dunia
dan di akhirat. Secara definitif, perilaku zina adalah hubungan seksual yang dilakukan
oleh dua orang berlawanan jenis yang sudah balig dan tidak terikat akad pernikahan,
2. Pengertian Zina.
Secara bahasa, zina berasal dari kata zana-yazni yang artinya hubungan
persetubuhan antara perempuan dengan laki-laki yang sudah mukallaf (balig) tanpa
akad nikah yang sah. Jadi, zina adalah melakukan hubungan biologis layaknya suami
istri di luar tali pernikahan yang sah menurut syari’at Islam.
3. Hukum Zina.
Terkait hukum zina, semua ulama sepakat bahwa zina hukumnya haram,
bahkan zina dianggap sebagai puncak keharaman. Hal tersebut didasarkan pada
firman Allah Swt. dalam QS. al-Isra :32.

‫اح َشةً َو َسا َء َسبِياًل‬ ِّ ‫َواَل تَ ْق َربُوا‬


َ ‫الزنَا ۖ ِإنَّهُ َك‬
ِ َ‫ان ف‬

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk."
Menurut pandangan hukum Islam, perbuatan zina merupakan dosa besar
yang dikategorikan sebagai perbuatan yang keji, hina, dan buruk.
4. Kategori Zina.
Perbuatan zina dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu sebagai berikut.
a. Zina Muhsan, yaitu pezina sudah balig, berakal, merdeka, sudah pernah menikah.
Hukuman terhadap zina muhsan adalah dirajam (dilempari dengan batu sederhana
sampai meninggal).

10
b. Zina Gairu Muhsan, yaitu pezina masih lajang, belum pernah menikah.
Hukumannya adalah didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun.
Sedangkan pelaku zina yang sejenis (liwat), hukumanya adalah dirajam sampai
meniggal tanpa membedakan antara pezina muhsan dengan gairu muhsan.
Sebagaimana sabda Rasulullah Saw, Dari Abbas, Rasulullah Saw bersabda,
"Siapa saja kalian dapati mengerjakan perbuatan kaum Luth, yaitu liwat,
bunuhlah pelaku dan obyeknya." (HR. Abu Daud dan Darimy)
5. Hukuman bagi Pezina.
Dalam hukum Islam, zina dikategorikan perbuatan kriminal atau tindak
pidana. Sehingga orang yang melakukannya dikenakan sanksi atau hukuman sesuai
dengan syari’at Islam. Hukuman pelaku zina adalah sebagai berikut:
a. Dera atau pukulan sebanyak 100 (seratus) kali bagi pezina gairu muhsan dan
ditambah dengan mengasingkan atau membuang pelakunya ke tempat yang jauh
dari tempat mereka. Hal dini didasarkan pada firman Allah Swt. dalam QS. an-
Nur :2

ِ ‫ال َّزانِيَةُ َوال َّزانِي فَاجْ لِ ُدوا ُك َّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ِماَئةَ َج ْل َد ٍة ۖ َواَل تَْأ ُخ ْذ ُك ْم بِ ِه َما َرْأفَةٌ فِي ِدي ِن هَّللا‬
َ ِ‫ون بِاهَّلل ِ َو ْاليَ ْو ِم اآْل ِخ ِر ۖ َو ْليَ ْشهَ ْد َع َذابَهُ َما طَاِئفَةٌ ِم َن ْال ُمْؤ ِمن‬
‫ين‬ َ ُ‫ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمن‬

"Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-
tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan
kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman
mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman."
b. Dirajam sampai mati bagi pezina muhsan. Hukuman rajam dilakukan dengan cara
pelaku dimasukan ke dalam tanah hingga dada atau leher. Tempat untuk
melakukan hukuman rajam adalah di tempat yang banyak dilalui manusia atau
tempat keramaian. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, dan An-Nasa’i.

6. Hukuman bagi yang Menuduh Zina (Qazaf).


Mengingat beratnya hukuman bagi pelaku zina, hukum Islam telah menentukan
syarat-syarat yang berat bagi terlaksananya hukuman tersebut, antara lain sebagai
berikut.
a. Hukuman dapat dibatalkan bila masih terdapat keraguan terhadap peristiwa atau
perbauatan zina itu. Hukuman tidak dapat dijalankan setelah benar-benar diyakini
tidak terjadi perzinaan.

11
b. Untuk meyakinkan perihal terjadinya zina tersebut, haruslah ada empat orang
saksi laki-laki yang adil. Dengan demikian, kesaksian empat orang wanita tidak
cukup untuk dijadikan bukti, sebagaimana empat orang kesaksian laki-laki yang
fasik.
c. Kesaksian empat orang laki-laki yang adil ini pun masih memerlukan syarat, yaitu
bahwa setiap mereka harus melihat persis proses zina itu.
d. Andai seorang dari keempat saksi itu menyatakan kesaksian yang lain dari
kesaksian tiga orang lainnya atau salah seorang di antaranya mencabut
kesaksiannya, terhadap mereka semuanya dijatuhkan hukuman menuduh zina.
Hukuman bagi penuduh zina terhadap perempuan baik-baik adalah dengan didera
sebanyak 80 (delapan puluh) kali deraan. Hal ini didasarkan pada firman Allah
Swt. dalam Q.S. An-Nur :4.

َ ِ‫ت ثُ َّم لَ ْم يَْأتُوا بَِأرْ بَ َع ِة ُشهَ َدا َء فَاجْ لِ ُدوهُ ْم ثَ َمان‬


‫ين َج ْل َدةً َواَل تَ ْقبَلُوا‬ ِ ‫صنَا‬َ ْ‫ون ْال ُمح‬ َ ‫ين يَرْ ُم‬ َ ‫َوالَّ ِذ‬
َ ُ‫اسق‬
‫ون‬ ِ َ‫ك هُ ُم ْالف‬ َ ‫لَهُ ْم َشهَا َدةً َأبَدًا ۚ َوُأو ٰلَِئ‬

"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat


zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka
(yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang
fasik."

Sekarang menjadi sangat jelas bahwa Islam melarang keras hubungan seksual
atau hubungan biologis di luar pernikahan, apa pun alasannya. Karena perbuatan ini
sangat bertentangan dengan fitrah manusia dan mengingkari tujuan pembentukan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, warahmah. Islam menghendaki agar hubungan seksual
tidak saja sekedar memenuhi kebutuhan biologis, tetapi islam menghendaki adanya
pertemuan dua jiwa dan dua hati di dalam naungan rumah tangga tenang, bahagia, saling
setia, dan penuh kasih sayang. Dua insan yang menikah itu akan melangkah menuju masa
depan yang cerah dan memiliki keturunan yang jelas asal usulnya. Sungguh indah,
bukan? Tujuan pernikahan itu akan menjadi rusak porak-poranda jika dikotori dengan
zina. Sehingga tidak mengherankan jika perzinaan akan banyak menimbulkan problema
sosial yang sangat membahayakan masyarakat, seperti bercampuraduknya keturunan,
menimbulkan rasa dendam, dengki, benci, sakit hati, dan menghancurkan kehidupan
rumah tangga. Sungguh Allah Swt. dan Rasulullah Saw. melindungi kita semua dengan
ajaran yang sangat mulia. Begitu banyak dampak negatif yang ditimbulkan dari pergaulan
bebas. Patut menjadi perhatian bagi generasi muda bahwa mereka sedang
mempertaruhkan masa depannya jika terlibat dalam pergaulan bebas yang melampaui
batas. Bergaul memang perlu, tetapi seyogyanya dilakukan dalam batas wajar, tidak

12
berlebihan. Remaja adalah tumpuan masa depan bangsa. Jika moral dan jasmaniah para
remaja mengalami kerusakan, begitu pula masa depan bangsa dan negara akan
mengalami kehancuran. Jadi, jika kita memikirkan masa depan diri dan juga keturunan,
sebaiknya selalu konsisten untuk mengatakan tidak pada pergaulan bebas karena dampak
pergaulan bebas bersifat sangat merusak dari segi moral maupun jasmaniah.
Di antara dampak negatif zina adalah sebagai berikut.
1) Mendapat laknat dari Allah Swt. dan rasul-Nya.
2) Dijauhi dan dikucilkan oleh masyarakat.
3) Nasab menjadi tidak jelas.
4) Anak hasil zina tidak bisa dinasabkan kepada bapaknya.
5) Anak hasil zina tidak berhak mendapat warisan.

E. Memahami Pengertian al-Asmā’u husna dan dalil tentang Asmaul Husna


1. Pengertian al-Asmā’u al-Ĥusnā
Al-Asmā’u  al-Ĥusnā  terdiri  atas  dua  kata,  yaitu asmā  yang 
berarti nama- nama, dan ĥusna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al- Ĥusnā
dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah
SWT. sebagai bukti keagungan-Nya. Kata  al-Asmā’u  al-Ĥusnā diambil dari ayat Al-
Qur’ān Q.S. Ţāhā/20:8. yang artinya, “Allah Swt. tidak ada Tuhan melainkan Dia. Dia
memiliki al-Asmā’u al-Ĥusnā (nama- nama baik).“
2. Dalil tentang al-Asmā’u al-Ĥusnā
a. Firman Allah Swt. dalam Q.S. al-A’rāf/7:180

                


Artinya : Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama yang terbaik),
maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asma'ul-husna itu dan
tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka
kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.

Dalam ayat lain dijelaskan bahwa al-Asmā’u al-Ĥusnā merupakan amalan yang
bermanfaat dan mempunyai nilai yang tak terhingga tingginya. Berdoa dengan menyebut
al-Asmā’u al-Ĥusnā sangat dianjurkan menurut ayat tersebut.
  

13
b. Hadis Rasulullah saw. yang diriwayatkan Imam Bukhari

Artinya:  “Dari  Abu   Hurairah   ra.   sesungguhnya   Rasulullah saw.


bersabda:    Sesungguhnya  Allah  Swt.  mempunyai  sembilan puluh sembilan
nama, seratus kurang satu, barang siapa yang menghafalkannya, maka ia akan
masuk surga”. (H.R. Bukhari)
Berdasarkan hadis di  atas,  menghafalkan al-Asmā’u  al-Ĥusnā akan
mengantarkan orang yang melakukannya masuk  ke  dalam  surga Allah Swt.
Apakah hanya dengan menghafalkannya seseorang dengan mudah akan masuk ke
dalam surga? Jawabnya, tentu saja tidak. Karena menghafalkan al-Asmā’u al-
Ĥusnā harus diiringi juga dengan menjaganya, baik menjaga hafalannya dengan
terus-menerus menżikirkannya, maupun menjaganya dengan menghindari
perilaku- perilaku yang bertentangan dengan sifat-sifat Allah Swt. dalam al-
Asmā’u al-Ĥusnā tersebut.

3. Memahami makna al-Asmā’u al-Husnā: al-Kar im, al-Mu’min, al-Wakil, al- Matin,


al-Jāmi’, al-‘Adl, dan al-Ākhir. Mari pelajari dan pahami satu persatu asmā’ul husna
tersebut!
a. Al-Karim
Secara bahasa, al-Karim mempunyai arti Yang Mahamulia, Yang Maha
Dermawan atau Yang Maha Pemurah. Secara istilah, al-Kar im diartikan bahwa
Allah Swt. Yang Mahamulia lagi Maha Pemurah yang memberi anugerah atau
rezeki kepada semua makhluk-Nya. Dapat pula dimaknai sebagai Zat yang sangat
banyak memiliki kebaikan, Maha Pemurah, Pemberi Nikmat dan keutamaan, baik
ketika diminta maupun tidak. Hal tersebut sesuai dengan firman-Nya:

Artinya: “Hai manusia apakah yang telah memperdayakanmu


terhadap Tuhan Yang Maha Pemurah?”(Q.S. al-Infiţār:6)

14
Al-Karim dimaknai Maha Pemberi karena Allah Swt. senantiasa memberi,
tidak pernah terhenti pemberian- Nya. Manusia tidak boleh berputus asa dari
kedermawanan Allah Swt. jika miskin dalam harta, karena kedermawanan-Nya
tidak hanya dari harta yang dititipkan melainkan meliputi segala hal. Manusia
yang berharta dan dermawan hendaklah tidak sombong karena telah memiliki
sifat dermawan karena Allah Swt. tidak menyukai kesombongan. Dengan
demikian, bagi orang yang diberikan harta melimpah maupun orang tidak
dianugerahi harta oleh Allah Swt., maka keduanya harus selalu bersyukur kepada-
Nya karena orang yang miskin pun telah diberikan nikmat selain harta.
Al-Karim juga dimaknai Yang Maha Pemberi Maaf karena Allah Swt.
memaafkan dosa para hamba yang lalai dalam mjenunaikan kewajiban kepada
Allah
Memberikan santunan kepada anak yatim dan kaum dhu’afa sebagai
perilaku mencontoh Al- karim Swt., kemudian hamba itu mau bertaubat kepada
Allah Swt. Bagi hamba yang berdosa, Allah Swt. adalah Yang  Maha Pengampun.
Allah Swt. akan mengampuni seberapa pun besar dosa hamba-Nya selama
hambanya tidak meragukan kasih sayang dan kemurahan-Nya.
Menurut imam al-Gazali, al-Kar im adalah Dia yang apabila berjanji,
menepati janjinya, bila memberi melampaui batas harapan, tidak peduli berapa
dan kepada siapa Dia memberi dan tidak rela bila ada kebutuhan hambanya
memohon kepada selain-Nya, meminta pada orang lain. Dia yang bila kecil hati
menegur tanpa berlebih, tidak mengabaikan siapa yang menuju dan berlindung
kepada-Nya, dan tidak membutuhkan sarana atau perantara.
b. Al-Mu’m in
Al-Mu’min secara bahasa berasal dari kata amina yang berarti pem-
benaran, ketenangan hati, dan aman.         Allah Swt. al-Mu’m in artinya Dia
Maha Pemberi rasa aman kepada semua makhluk-Nya, terutama kepada            
manusia. Dengan demikian, hati manusia menjadi tenang. Kehidupan ini penuh
dengan berbagai                               permasalahan, tantangan, dan cobaan. Jika
bukan karena Allah Swt. yang memberikan rasa aman dalam hati,            niscaya
kita akan senantiasa gelisah, takut, dan cemas. Perhatikan firman Allah Swt.
berikut ini.

Artinya: “Orang-orang yang beriman dan tidak


mencampuradukkan iman mereka dengan syirik, mereka itulah orang-
orang yang mendapat rasa aman dan mereka mendapat petunjuk.” (Q.S.
al-An’ām/6:82)

15
c. Al-Wak il
Kata “al-Wakil” mengandung arti Maha Mewakili atau Pemelihara. Al-
Wakil (Yang Maha Mewakili atau  Pemelihara), yaitu Allah Swt. yang
memelihara dan mengurusi segala kebutuhan makhluk-Nya, baik itu dalam urusan
dunia maupun urusan akhirat. Dia menyelesaikan segala sesuatu yang diserahkan
hambanya tanpa membiarkan apa pun terbengkalai. Firman-Nya dalam al-Qur’ān:

Artinya: “Allah Swt. pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara
atas segala sesuatu.” (Q.S. az-Zumar/39:62)
Dengan demikian, orang yang mempercayakan segala urusannya kepada
Allah Swt., akan memiliki kepastian bahwa semua akan diselesaikan dengan
sebaik-baiknya. Hal itu hanya dapat dilakukan oleh hamba  yang  mengetahui   
bahwa Allah Swt. yang Mahakuasa, Maha Pengasih adalah satu-satunya yang
dapat dipercaya oleh para hamba-Nya. Seseorang yang melakukan urusannya
dengan sebaik-baiknya dan kemudian akan menyerahkan segala urusan kepada
Allah Swt. untuk menentukan karunia-Nya.

F. Iman kepada malaikat


1. Pengertian Iman Kepada Malaikat
Iman menurut bahasa artinya percaya/yakin. Iman menurut istilah artinya
mengimani dengan sepenuh hati baik secara lisan, maupun melalui amalan-amalan
yang dilakukan. Malaikat menurut bahasa berasal dari kata (la’aka) yang artinya
menyampaikan sesuatu. Iman kepada malaikat artinya meyakini dengan sepenuh hati
bahwa Allah Swt menciptakan malaikat sebagai makhluk ghaib yang diutus untuk
melaksanakan perintah-Nya.
2. Hukum Beriman kepada Malaikat

Menimani malaikat hukumnya adalah fardu ain. Iman kepada malaikat merupakan
bagian dari rukun iman, yaitu rukun iman yang ke-2. Kewajiban iman kepada
malaikat sesuai dengan sabda Rasulullah yang berbunyi “Diriwayatkan dari Abu
Hurairah ra. bahwa suatu hari Rasulullah SAW muncul di tengah orang banyak, lalu
beliau di datangi oleh seorang laki-laki. Orang itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah
SAW., apakah iman itu ?’ Beliau menjawab,’Iman adalah kamu harus percaya kepada
ALlah Swt., malaikat-malaikat-Nya, kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, rasul-rasul-
Nya, dan hari kebangkitan di akhirat nanti..” (H.R. Bukhari dan Muslim).

16
3. Penciptaan Malaikat

Dikarenakan minimnya pengetahuan yang dimiliki manusia terutama yang berkaitan


dengan hal-hal gaib termasuk malaikat, sumber yang dapat dijadikan sumber oleh
manusia hanyalah al-Quran dan Hadis. Malaikat meruakan makhluk ciptaan Allah
yang diciptakan dari nur/cahaya. Penggambaran wujud dari malaikat terdapat dalam
Q.S. Fatir ayat 1 yang menyebutkan bahwa malaikat merupakan utusan Allah Swt.
yang memiliki sayap, masing-masing ada yang dua, tiga, dan empat.

4. Jumlah Malaikat

Karena sifatnya yang gaib, tidak diketahui secara pasti jumlah dari para
malaikat. Adapun sebuah hadis yang menggambarkan begitu banyaknya jumlah
malaikat Allah.

Dari Ali ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barang


siapa mengunjungi saudaranya sesama muslim maka seakan ia berjalan di bawah
pepohonan surga hingga ia duduk, jika telah duduk maka rahmat akan
melingkupinya. Jika mengunjunginya di waktu pagi, maka tujuh puluh ribu malaikat
akan bershalawat kepadanya hingga sore hari, dan jika ia mengunjunginya di waktu
sore, maka tujuh puluh ribu malaikat akan bershalawat kepadanya hingga pagi hari.”
(H.R. Ibnu Majah)

5. Nama-Nama Malaikat dan Tugasnya

a. Malaikat Jibril, Malaikat Jibril merupakan penghulu para malaikat. Malaikat Jibril
memiliki beberapa nama atau julukan sepertinya Ruh al-Amin dan Ruh al-Qudus.
Tugas malaikat Jibril ialah menyampaikan  wahyu dari Allah Swt. kepada para nabi
dan rasul-Nya.

b. Malaikat Mikail, Malaikat Mikail merupakan malaikat yang tugasnya mengurus


urusan makhluk Allah Swt. termasuk mengatur rezeki terutama manusia. Diantaranya
yang diatur adalah air, hujan, pembagian rezeki bagi manusia, tumbuhan, hewan, dan
sebagainya yang ada di muka bumi ini. Malaikat Mikail merupakan salah satu
malaikat yang menjadi pembesar seluruh malaikat selain malaikat Jibril.

c. Malaikat Izrail, Malaikat Izrail (malaikat maut) merupakan malaikat yang tugasnya
mencabut nyawa semua makhluk termasuk dirinya sendiri. Malaikat Izrail diberi
kemampuan oleh Allah untuk dapat menjangkau dengan mudah dari barat hingga ke
timur dan juga mampu membolak balikkan dunia.

d. Malaikat Israfil, Malaikat Israfi tugasnya adalah meniup sangkakala. Malaikat


Israfil selalu memegang trompet suci yang terletak di bibirnya selama berabad-abad

17
hingga kiamat tiba. Pada tiupan pertama untuk menakutkan dan memporak
porandakan dunia, tiupan kedua untuk mematikan para malaikat, dan tiupan ketiga
untuk membangkitkan orang-orang yang telah mati. Dalam sebuah hadis  
digambarkan bahwa sangkakala malaikat Israfil bentuknya seperti tanduk dan terbuat
dari cahaya dan  ukurannya seluas langit dan bumi.

e. Malaikat Munkar, Malaikat Munkar bersama Malaikat Nakir tugasnya menanyakan


dan menguji iman orang yang telah mati.

f. Malaikat Nakir, Tugas malaikat Nakir sama dengan malaikat Munkar.

g. Malaikat Raqib, Malaikat Raqib tugasnya mencatat amaal baik manusia.

h. Malaikat Atid, Tugas malaikat Atid yaitu mencatat amal buruk manusia.

i. Malaikat Malik, Tugas malaikat Malik yaitu menjaga dan mengawasi neraka.

j. Malaikat Ridwan, Malaikat Ridwan tugasnya menjaga dan mengawasi surga.

6. Hikmah Mengimani Malaikat

– Menambah keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt.


– Senantiasa berhati-hati dalam berucap dan berbuat sesuatu.
– Menambah rasa syukur kepada Allah, karena melalui malaikatNya manusia
mendapatkan banyak karunia..
– Semakin giat dalam berusaha karena tidak ada rezeki yang diturunkan malaikat
tanpa usaha dan kerja keras.
– Menambah semangat dan ikhlas dalam beribadah.

G. Aurat wanita dan hukum menutupnya dalam Islam


Kata aurat merupakan kata serapan yang berasal dari kata dalam bahasa Arab
“’auroh” berasal dari bentuk fi’il madhi lafadz “’aaro”. Sedangkan menurut Mahtuf
Adnan dalam bukunya Risalah Fiqih Wanita, kata aurat berasal dari bahasa arab yang
artinya kurang, jelek atau malu. Sedangkan jika diartikan secara syara’ aurat adalah
bagian tubuh yang tidak patut (pantas) untuk diperlihatkan kepada orang lain (kecuali
pada suaminya atau kepada hamba sahaya perempuan atau sewaktu sendirian di ruang
tertutup).4
4
Ahnan, Mahtuf, Dkk, Risalah Fiqih Wanita, Surabaya: 2011, Terbit Terang

18
Ummu Syafa Suryani Arfah dalam bukunya menjelaskan bahwa aurat adalah
bagian tubuh manusia yang dilarang untuk diperlihatkan, kecuali apa yang diperbolehkan
Allah dan rasul-Nya, atau juga bisa diartikan sebagai sesuatu yang jika ditampakkan akan
menimbulkan aib5 Dalam surat al-Nūr: 58, kata “awrah” diartikan oleh mayoritas ulama
tafsĩr sebagai sesuatu dari anggota badan manusia yang membuat malu jika dipandang.
Sedangkan dalam surat al-Ahzâb: 13, kata “awrah” dirtikan sebagai cela yang terbuka
terhadap musuh, atau cela yg memungkinkan orang lain mengambil kesempatan6

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aurat
adalah bagian tubuh manusia yang menurut syariat Islam harus ditutup dengan pakaian
yang memenuhi syarat dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain.

M. Quraish Shihab dalam bukunya mengatakan bahwa syariat Islam mewajibkan


kaum muslimin memakai busana yang menutup aurat dan sopan, baik laki-laki maupun
perempuan. Terdapat perbedaan yang sangat jelas antara aurat laki-laki (muslim) dengan
aurat wanita (muslimah) dalam hukum Islam, aurat laki-laki cukup sederhana,
berdasarkan ijma ulama, auratnya sebatas antara di atas pusat dan kedua lutut (bayn
alsurrat wa al-ruqbatayn). Sedang aurat wanita adalah segenap tubuhnya kecuali muka,
telapak tangan dan telapak kakinya. Bahkan ada pendapat yang mengatakan bahwa
seluruh tubuh wanita tanpa kecuali adalah aurat

Perintah menutup aurat ini khususnya bagi seorang muslimah yang sudah dewasa
(baligh) tersurat dalam firman Allah yang tertuang dalam QS. Al-Ahzab (33) ayat 59
berikut ini:

ُ‫ْن َعلَ ْي ِه َّن ِم ْن َجاَل بِ ْيبِ ِه َّن ۚ ٰذلِكَ َأ ْد ٰنى َأ ْن يُ ْع َر ْفنَ فَاَل يُْؤ َذ ْي ۗنَ َو َكانَ هللا‬ºَ ‫ك َونِ َسآ ِء ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ يُ ْدنِي‬ َ ‫ٰيآَأيُّهَا النَّبِ ُّي قُلْ َأِل ْز َوا ِج‬
ºَ ِ‫ك َوبَ ٰنت‬
‫َغفُوْ رًا َّر ِح ْي ًما‬
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-
isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu

5
Arfah, Ummu Syafa Suryani, Dkk, Menjadi Wanita Shalihah, Jakarta: 2015, Eska Media
6
Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiyai atas Wacana Agama dan Gender, Yogyakarta: LKIS, 2001

19
mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
(QS. Al-Ahzab (33): 59)

Adapun yang dimaksud dengan mahram atau yang disamakan dengan itu sebagai
yang tercantum dalam surah an-Nūr ayat 31 tersebut adalah; suami, ayah, ayah suami,
putra laki- laki, putra suami, saudara laki-laki, putra saudara laki-laki, putra saudara
perempuan, wanita, budaknya, pelayan laki-laki yang tak bersyahwat, atau anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Selain itu, dalam surat an-Nisā disebutkan pula
saudara bapak dan saudara ibu.

Sementara itu, aurat wanita ketika berhadapan dengan orang-orang yang bukan
mahramnya, menurut kesepakatan ulama adalah meliputi seluruh tubuhnya, selain muka,
telapak tangan dan kakinya. Karena itulah, seorang laki-laki dapat saja melihat bagian-
bagian tersebut pada tubuh wanita yang dilamarnya. Berdasarkan penjelasan ini, maka
dapat disimpulkan bahwa batas aurat wanita pada saat berada di hadapan lakilaki non
mahramnya adalah sama dengan ketika dalam keadaan salat.

Tujuan utama menutup aurat adalah sebagai benteng (perisai) bagi seorang wanita
agar terhindar dari fitnah dan akhlak tercela ataupun kejahatan laki-laki. Karna pada
hakikatnya Islam tidak menginginkan keburukan terjadi pada diri manusia, sehingga
kepatuhan seseorang terhadap syariat dalam hal ini pada dasarnya akan berdampak
kebaikan pada dirinya sendiri‫ز‬

1. Adab berpakaian bagi wanita muslimah


Perintah untuk berbusana muslimah yang sesuai dengan ketentuan syariat
Islam dikhususkan kepada kaum wanita dengan pertimbangan karena wanita akan
selalu menjadi pusat perhatian. Oleh karena itu, di saat wanita yang sudah baligh
berpergian keluar rumah maka wajib baginya untuk mengenakan busana yang sesuai
dengan ketentuan syariat Islam, yakni pakaian yang menutup aurat. Sementara itu
berpakaian sesuai dengan ketentuan syariat Islam harus memenuhi beberapa syarat
tertentu.

Menurut Maftuh Ahnan pakaian wanita muslimah ketika di luar rumah atau di
hadapan laki-laki yang bukan mahram adalah “jilbab”, yaitu pakaian yang dapat

20
menutup tubuh dari kepala hingga kaki atau menutup sebagian besar tubuh sehingga
yang tampak hanyalah muka dan telapak tangan saja . Istilah “jilbab” ini dikenal
berasal dari firman Allah dalam QS. Al-Ahzab ayat 59 yang kemudian di negara kita
lebih dikenal dengan “busana muslimah”.

Adapun syarat-syarat pakaian wanita muslimah sesuai dengan syariat Islam


menurut Syeikh Nashirudin Al-bani yang dijelaskan dalam buku risalah fiqih wanita
yng ditulis oleh Maftuh Ahnan adalah sebagai berikut: 1) Menutup seluruh tubuh
kecuali muka dan telapak tangan; 2) Berbahan tebal tidak tembus pandang
(transparan) sehingga dapat memperlihatkan warna kulit; 3) Longgar dan tidak sempit
(ketat) sehingga tidak menampakkan lekuk-lekuk tubuh; 4) Tidak menyerupai
pakaian laki-laki (Larangan menyerupai di sini adalah keserupaan karena ingin
berlagak seperti laki-laki pada umumnya atau menampakkan diri seperti laki-laki); 5)
Tidak menyerupai pakaian wanita kafir dan wanita jahiliyah. Para wanita jahiliyah
memakai kerudung tapi leher dan dada mereka tetap terlihat; 6) Tidak terlalu
mencolok sehingga menarik perhatian orang yang melihatnya (syuhroh). Pakaian
syuhroh adalah pakaian yang sengaja digunakan untuk memamerkan kebesaran dan
kemasyhuran di tengah-tengah masyarakat; 7) Tidak diberi hiasan yang berlebihan,
seperti warna warni yang berlebihan, menampakkan perhiasan dan menggunakan
wewangian yang mencolok wanginya. 7

Al-Albani menjelaskan beberapa fenomena wanita masa kini dalam kebiasaan


berpakaian yang harus diperbaiki, di antaranya sebagian b e s a r muslimah sudah
banyak yang menutupi bagian rambut dan dadanya, namun mereka masih memakai
pakaian ketat, banyak dari mereka yang menutupi bagian paha sampai kakinya
dengan celana ketat yang sewarna dengan kulitnya. Adapula yang memakai kerudung
(khimar) tetapi tanpa dilengkapi jilbab. Masih banyak lagi fenomena lain yang serupa
atau lebih parah di zaman sekarang. Tragisnya, masyarakat muslim menganggapnya
sebagai busana muslimah dan simbol Islam, padahal hakikatnya adalah busana fitnah
yang merupakan makar besar musuh-musuh Islam.

7
Ahnan, Mahtuf, Dkk, Risalah Fiqih Wanita, Surabaya: 2011, Terbit Terang

21
H. Manfaat Kejujuran
1. Pergaulan yang makin luas
Bersaudara atau berteman dengan orang jujur cenderung menyenangkan dan tidak
menimbulkan rasa khawatir. Tidak heran jika persaudaraan atau pertemanan orang yang jujur
sangat luas
2. Hidup damai dan tentram
Terbiasa jujur akan menumbuhkan sikap saling percaya, peduli, dan menghargai.
Hasilnya hidup selalu terasa damai dan tentram.
3. Memperoleh Ridho Allah SWT
Perilaku jujur sesuai dengan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’an. Tak heran jika
seorang muslim tidak jauh dari Ridho Allah SWT

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengendalian diri atau kontrol diri atau dalam bahasa Arab mujahadah an-nafs
memiliki makna menahan diri dari segala perilaku yang berpotensi merugikan diri sendiri
dan orang lain.

22
Husnuzan barasal dari dua kata dalam bahasa arab, yaitu husnu yang berarti baik
dan zan yang berarti Dugaan atau persangkaan. Dengan demikian,Husnuzun berarti
berprasangka baik terhadap seseorang sebelum diketahui keburukanya secara
pasti.Adapun kebalikanya adalah suuzun atau berprasangka buruk.
Ukhuwah adalah sebuah kata yang berasal dari Bahasa Arab. Ukhuwah berasal
dari kata akhu yang memiliki arti saudara. Ukhuwah atau persaudaraan ini bukan hanya
sebatas hubungan kerabat dalam keturunan, namun juga persaudaraan dalam islam.
Persaudaraan dalam islam merupakan persaudaraan yang diikat dengan akidah dan fungsi
kemanusiaan, sesama makhluk Allah SWT.

Dalam KBBI, pergaulan artinya menjalin pertemanan dalam kehidupan


bermasyarakat. Sedangkan kata bebas berarti lepas atau tidak terikat. Berdasarkan hal itu,
pergaulan bebas dapat diartikan sebagai jalinan pertemanan dalam kehidupan
bermasyarakat yang bersifat lepas atau tidak terikat.
Secara bahasa, zina berasal dari kata zana-yazni yang artinya hubungan
persetubuhan antara perempuan dengan laki-laki yang sudah mukallaf (balig) tanpa akad
nikah yang sah. Jadi, zina adalah melakukan hubungan biologis layaknya suami istri di
luar tali pernikahan yang sah menurut syari’at Islam.
Al-Asmā’u  al-Ĥusnā  terdiri  atas  dua  kata,  yaitu asmā  yang 
berarti nama- nama, dan ĥusna yang berarti baik atau indah. Jadi, al-Asmā’u al- Ĥusnā
dapat diartikan sebagai nama-nama yang baik lagi indah yang hanya dimiliki oleh Allah
SWT.
Iman menurut bahasa artinya percaya/yakin. Iman menurut istilah artinya
mengimani dengan sepenuh hati baik secara lisan, maupun melalui amalan-amalan yang
dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahnan, Mahtuf, Dkk, Risalah Fiqih Wanita, Surabaya: 2011, Terbit Terang
Al-Qurṭubī, Tafsir al-Qurṭubī, Jilid VI, Kairo: Dār al-Sya’b, t.t
Arfah, Ummu Syafa Suryani, Dkk, Menjadi Wanita Shalihah, Jakarta: 2015, Eska Media
Muhammad, Husein, Fiqh Perempuan: Refleksi Kiyai atas Wacana Agama dan Gender,
Yogyakarta: LKIS, 2001

23
Oktariadi S., Batasan Aurat Wanita dalam Perspektif Hukum Islam, Jurnal Al-Murshalah, Vol. 2,
No. 1, Januari – Juni 2016
https://bincangsyariah.com/khazanah/pengendalian-diri-prasangka-baik-dan-persaudaraan/
https://www.merdeka.com/quran/al-anfal/ayat-72
https://www.gramedia.com/literasi/sifat-mulia/

24

Anda mungkin juga menyukai