Kelompok 10 ( sepuluh )
Di susun oleh :
TAHUN 1443H/2022M
KATA PENGANTAR
Terima kasih tak lupa penulis sampaikan kepada Bapak Jum Harroni, S.Sos,
M.E selaku dosen pembimbing dalam penulisan tugas makalah ini. Terima kasih
penulis haturkan kepada ayahanda dan ibunda tercinta yang selalu mendo’akan
kesuksesan penulis dalam menimba ilmu. Serta kawan-kawan seperjuangan yang
berpartisipasi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu....................................................................................................3
B. Kewajiban Menuntut Ilmu ..................................................................................3
C. Klasifikasi Ilmu dalam Islam .............................................................................5
D. Pengembangan Ilmu dalam Islam .......................................................................7
E. Implementasi Konsep ..........................................................................................8
A. Kesimpulan .........................................................................................................9
B. Saran ...................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
mewajibkan umatnya untuk giat dalam menuntut ilmu. Ilmu apapun yang dipelajari,
baik ilmu tentang dunia maupun ilmu tentang akhirat. Dengan kaidah ilmu tersebut
memberikan maslahat atau kebaikan kepada umat. Allah SWT. sangat mengapresiasi
hamba-Nya yang giat menuntut ilmu, sehingga Allah akan mengangkat derajat orang
berilmu.
dalam rangka beramal shalih diantaranya menuntut ilmu, pasti akan ada balasan
pahala dan kebaikan yang banyak. Sekecil apa pun pengorbanan itu Allah pasti akan
membalasnya, bahkan balasannya sering kali lebih besar dari apa yang dilakukannya.
Allah akan memudahkan jalan menuju surga dan juga para malaikat ridha dengan
usaha kita untuk menuntut ilmu. Sehingga para malaikat membentangkan sayapnya
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ILM yang berarti: pengetahuan/kepandaian
tentang sesuatu. Lawan dari kata JAHL artinya: kebodohan/ketidaktahuan. Berilmu
artinya: pandai/tidak bodoh/cerdas/pintar Berilmu adalah: sikap perilaku yang
didasarkan pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Orang yang berilmu adalah
orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan mau menggunakan akal sehatnya untuk
berfikir. Orang yang berilmu diibaratkan seperti pohon padi, semakin merunduk
semakin berisi. Ilmu merupakan pintu gerbang yang menghantarkan sesorang meraih
kesuksesan dan kebahagiaan dunia akherat.1
Kewajiban menuntut ilmu telah diterangkan dalam Al-Quran dan Hadits. Belajar
merupakan sebuah kewajiban bagi setiap manusia, karena dengan belajar manusia
bisa meningkatkan kemampuan dirinya. Dengan belajar, manusia juga dapat
mengetahui hal-hal yang sebelumnya tidak ia ketahui. Selanjutnya, kita khususnya
1
Bakhtiar Amsal, 1999. Filsafat ilmu , Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
3
sebagai umat muslim haruslah lebih memperhatikan lagi dalam hal belajar, karena di
dalam agama Islam sudah dijelaskan keutamaan bagi para penuntut ilmu.2
Allah menerangkan anjuran untuk menuntut ilmu di dalam Al-Quran Q.S. Al-
Mujadalah ayat 11:
Kutipan ayat tersebut menerangkan bahwa betapa Allah akan mengangkat derajat
mereka yang menuntut ilmu beberapa kali lebih tinggi daripada yang tidak menuntut
ilmu. Isyarat ini menandakan bahwa dengan ilmu lah manusia bisa menjadi lebih
mulia, tidak dengan hartanya apalagi nasabnya. Dalam sebuah Hadis pun disebutkan
tentang keutamaan mempelajari ilmu pengetahuan dalam Islam, Rasulullah SAW
bersabda:
ا ِإلَى ْال َجنَّ ِة€€ً ِه طَ ِريق€ِهُ ب€َهَّ َل هَّللا ُ ل€ا َس€€ ِه ِع ْل ًم€ط ِريقًا يَ ْلتَ ِمسُ فِي
َ ك
َ َ َو َم ْن َسلArtinya: “Siapa yang menempuh
jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.”
(HR. Muslim, no. 2699)
2
Santoso Fattah , Ilmu pengetahuan dalam pandangan islam dalam akademika (jurnal UMS )
nomor 01 th X hal 11 – 12
3
Al-Qur’an, Surat Al-Mujadilah Ayat 11 dan Surat As-Saff Ayat 4.
4
Dari kedua dalil di atas menerangkan bahwa umat Islam diwajibkan untuk menuntut
ilmu, karena Allah telah berjanji di dalam Al-Qur’an bahwa barang siapa yang pergi
untuk menuntut ilmu maka Allah akan mengangkat derajatnya, dan Rasulullah juga
menjelaskan bahwa dengan belajar atau berjalan untuk mencari ilmu maka Allah akan
memudahkan jalannya menuju surga.
Bahwa kewajiban menuntut ilmu itu sepanjang hidup kita dimulai dari kita dilahirkan
sampai akhir hayat kita. Kewajiban ini akan terus ada dan tidak akan terlepas hingga
akhir hayat kita. Semoga kita dapat menjadi muslim yang dimuliakan Allah dengan
ilmu kita
Syed Muhammad Naquib al-Attas menjelaskan pembagian ilmu ini dalam buku Islam
dan Sekularisme. Menurut beliau pembagian ini mengikuti tradisi Ulama Islam,
klasifikasi ilmu terbagi menjadi 2 kategori yaitu Fardu ‘ain dan Fardu kifayah. 4
Ilmu Fardu ‘ain adalah wajib dikuasai oleh setiap muslim, biasanya ia disebut ilmu
agama. Ia akan membimbing kehidupan setiap muslim untuk menjadi manusia yang
baik. Kitab suci Al-Quran, sunnah, syariah dan hikmah adalah unsur-unsur utama
dari jenis ilmu yang pertama itu. Adapun hikmah, manusia hanya dapat
memperolehnya melalui ibadah dan ketaatan kepada Allah. Hal ini bergantung pada
4
Al Attas, Syed Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC
5
anugerah Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kekuatan dan kemampuan spiritual yang
diberikan Allah kepadanya sehingga ia dapat menerima ilmu ini.
Ia merangkumi ilmu tentang dasar-dasar Islam (Islam-Iman-Ihsan), prinsip-
prinsipnya (arkan), arti dan maksudnya, serta pemahaman dan pelaksanaannya yang
benar dalam kehidupan dan amalan sehari-hari. Setiap Muslim harus mempunyai
ilmu tentang prasyarat itu; harus mengerti dasar-dasar Islam dan Keesaan Allah,
Esensi-Nya dan Sifat-Sifat-Nya (tawhid); harus mempunyai ilmu tentang Al-Quran,
Nabi Shalla Llahu ‘alayhi wasallam, sunnah dan kehidupannya, serta mengamalkan
ilmu itu yang didasarkan pada amal dan pengabdian pada Allah sehingga setiap
Muslim sudah berada dalam peringkat awal ilmu tingkat pertama itu.
Jenis ilmu yang kedua (Fardu kifayah) merujuk kepada ilmu-ilmu sains
(ulum) yang diperoleh melalui pengalaman, pengamatan dan penelitian. Ilmu ini
wajib dikuasai oleh sebagian saja dari sekelompok kaum Muslimin. Biasanya ia
disebut ilmu dunia, ia hanya mempelajari ilmu-ilmu tentang keduniaan semata.
Dari sudut pandang manusia, dua jenis ilmu itu harus diperoleh melalui
perbuatan secara sadar (‘amal), karena tidak ada ilmu yang berguna tanpa amal yang
lahir dari ilmu tersebut. Dan tidak ada amal yang bermakna tanpa ilmu. Ilmu jenis
pertama menyingkap misteri Wujud dan Eksistensi dan mengungkapkan hubungan
sejati antara diri manusia dan Tuhannya; dan oleh karena bagi manusia ilmu tersebut
terkait dengan tujuan utama manusia untuk mengetahui, maka dapat disimpulkan
bahwa ilmu mengenai prasyarat ilmu tersebut menjadi dasar dan asas utama untuk
ilmu jenis kedua. Karena ilmu yang kedua itu jika tanpa ada tuntunan dari ilmu yang
pertama, maka tidak akan menuntun manusia dengan benar di dalam kehidupannya
dan hanya akan membingungkan dan menjerat manusia ke dalam kancah pencarian
yang tanpa akhir dan tujuan.
Seseorang yang menguasai ilmu-ilmu Fardu kifayah tetapi kurang
dalam Fardu ‘ain dan sedikit ketaatan (karena kurang paham tentang agama)
6
cenderung riskan untuk berbuat zhalim. Ia tidak bisa adil dan amanah dalam
menjalankan tugasnya sebagai manusia yang baik. Hal ini tentu berimbas pada
kondisi kehidupan masyarakat. Banyaknya pejabat yang kurang dalam pemahaman
agama yang duduk di pemerintahan membuat negara tidak lagi berpihak kepada
rakyatnya. Kondisi yang timbul karena tidak adanya ilmu Fardu a’in yang
membimbing pejabat tersebut menjadi manusia yang baik.
Kita juga melihat bahwa ada batas bagi manusia terhadap ilmu jenis pertama
dan tertinggi itu, sementara dalam ilmu jenis kedua tidak ada batas. Sehingga selalu
wujud kemungkinan pengembaraan tanpa henti yang didorong akibat penipuan
intelektual dan khayalan diri di dalam keraguan dan keingintahuan dan keingintahuan
yang terus menerus.
Seseorang manusia seharusnya membatasi pencarian ilmu jenis kedua sampai
pada keperluan amali dan disesuaikan dengan hakikat serta kemampuannya.
D.Pengembangan Ilmu dalam Islam
Dari QS Al Alaq 1 terlihat dengan jelas kosepsi yang sudah saya sebutkan
diatas. “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu”. Mengenai ayat ini Sayyid Qutb
dalam tafsirnya yang sangat terkenal Fi Zhilalil Qur’an mengatakan..”kemudian
tampaklah sumber pengajaran dan ilmu pengetahuan bahwa sumbernya adalah Allah.
Dari Nya lah manusia mengembangkan apa yang telah dan akan diketahuinya. Juga,
dari Nyalah manusia mengembangkan apa yang dibukakan untuknya tentang rahasia
rahasia semesta, kehidupan, dan dirinya sendiri.Semua itu dari sana,dari sumber satu
7
satunya itu,yang tidak ada sumber lain disana selain Dia “. Manusia yang dilahirkan
dari proses ini adalah manusia insan kamil atau manusia yang universal.
model integrasi dan interkoneksi keilmuan merupakan sebuah upaya strategis untuk
yang seimbang baik dalam upaya pencarian dan pengembangan ilmu pengetahuan 5
integrasi dan interkoneksi keilmuan tidak lain karena adanya realitas yang tidak
meletakkan ilmu-ilmu positif lebih dominan dari pada ilmuilmu agama. Keadaan ini
Oleh karena itu diperlukan upaya untuk melakukan integrasi dan interkoneksi
ilmu pengetahuan dan agama merupakan sebuah keniscayaan dalam alam modern
sekarang ini.Paradigma sains yang dibutuhkan masa kini supaya dapat memberikan
yang meletakkan nilai rasionalisme, empirisme, positivism dan nilai intuisi (realitas
6
Fazlur Rahman, “Islamisasi Ilmu, Sebuah Respon”, dalam Ulumul Qur’ān (Vol. III. No. 4,
1992), hlm. 70. Mohammad Kosim 134 Tadrîs. Volume 3. Nomor 2. 2008
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan hendaklah kita cari sampai kemana pun dan tidak mengenal
usia, baik ilmu dunia maupun akhirat yang sumber utamanya dari wahyu dan akal.
Dengan akal kita bisa berfikir untuk menyerap ilmu pengetahuan, karena pengetahuan
merupakan segela fenomena alam dapat di capai oleh indra manusia.
Dalam Islam ilmu pengetahuan tersebut hendaklah di dasari dengan Iman dan
takwa karena seandainya dalam mencari ilmu pengetahuan tersebut tanpa di dasari
dengan keimanan dan ketakwaan, maka tidak akan menghasilkan kemaslahatan umat
manusia dan alam lingkungannya, bahkan akan mengalami kehancuran oleh karena
itu ilmu, amal dan iman menjadi satu kesatuan dan saling ketergantungan.
B .Saran
Oleh karena itu, penulis menghrapkan sekali kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Attas, Syed Naquib. 1993. Islam and Secularism. Kuala Lumpur: ISTAC
Santoso Fattah , Ilmu pengetahuan dalam pandangan islam dalam akademika (jurnal
UMS )
Al-Qur’an, Surat Al-Mujadilah Ayat 11 dan Surat As-Saff Ayat 4.
Diakseshttp://www.dakwatuna.com/2016/03/03/79385/mengenal-klasifikasi-ilmu-
islam/#ixzz7OHLwJrdT
3