“Makalah ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Islam”
Disusun oleh :
Kelompok 8
Dosen Pengampu :
1445 H/2023 M
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-nya kepada kita semua berupa, ilmu dan amal. Berkat rahmat dan
karunia-Nya pula, penulis dapat menyelesaikan makalah tentang Hakikat Ilmu
Pengetahuan dan Pengembangannya dalam Perspektif Filsafat Pendidikan
Islam yang insyaallah tepat pada waktunya.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Dosen Pengampu yang telah memberikan
arahan terkait tugas makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau mungkin, penulis tidak
akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format yang telah di tentukan.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah
iniuntuk kedepannya. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi penulis dan juga
bagi para pembaca.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan.................................................................................................... 13
B. Saran ............................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusian dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan pada dirinya. Sebagaimana yang telah dikaruniakan oleh
Penciptanya, bahwa ilmu adalah bagian dari fitrah manusia yang diturunkan-Nya.
Fitrah inilah yang memberikan nilai-nilai kebenaran dalam memperkaya khazanah
kehidupan dan semua kebenaran itu mempunyai manfaat jika diletakkan pada
tempat yang semestinya. Karena itu posisi seseorang yang berilmu selain juga
karena keimanan seseorang yang teguh, juga sering disebutkan memiliki
keutamaan tersendiri. Kajian tentang keilmuan dalam memperoleh pengetahuan
tertentu mengenai sesuatu yang ingin diketahui manusia harus pula
mempergunakan pendukung validitas keputusan akhir, agar nantinya dalam
verifikasi hipotesis tersebut layak bisa diterima. Konteks keilmuan mendasarkan
diri pada anggapan bahwa terdapat keteraturan yang dapat ditemukan dalam
hubungan antara gejala- gejala alam dan alat panca indera manusia pada dasarnya
dapat berfungsi secara berkesinambungan.
Ilmu merupakan daya yang paling progresif dalam keseluruhan spektrum
kebudayaan. Ilmu pula yang merupakan penjelmaan kesanggupan transendensi
manusia melalui berbagai fungsi yang dimilikinya seperti bernalar, berbahasa,
bahkan melalui imajinasi dan fantasinya. Ilmu telah membawa manusia mencapai
berbagai keunggulan dalam penjelajahannya terhadap berbagai pembatasan yang
memasung pengembangan kesanggupannya untuk melakukan transendensi sebagai
ikhtiar penjajagan adanya dunia kemungkinan.
Beragam konsepsi ilmu yang dikembangkan oleh beberapa filosof muslim
dimulai sejak perkenalan mereka dengan para pemikir Yunani. Perkembangan ini
dimulai pada masa imperium Bani Muawiyah, Bani Abbasiyah hingga masa
kerajaan-kerajaan Islam kecil. Tokohnya adalah al-Kindi sampai Ibn Rusyd.
1
Mereka telah banyak mempengaruhi keilmuan dan laju perkembangan filosofis
yang cemerlang pada masanya.
Oleh karena itu dalam makalah ini, penulis akan memfokuskan pembahasan
pada aspek ilmu pengetahuan dan pengembangannya dalam perspektif filsafat
pendidikan Islam. Hal ini dirasa sangat krusial sebab dewasa ini justru filsafat
pendidikan Barat lebih banyak dijadikan acuan dan bahkan turut memberikan
pengaruh tersendiri di dunia pendidikan muslim. Padahal pada dasarnya konsepsi
yang dibangun dalam filsafat pendidikan Islam berbeda dengan konsepsi yang
dibangun oleh filsafat pendidikan Barat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa landasan Al-Qur’an yang menjelaskan tentang ilmu?
2. Apa pengertian dari ilmu pengetahuan?
3. Apa saja sumber ilmu pengetahuan?
4. Apa saja jenis ilmu pengetahuan?
5. Bagaimana usaha pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam?
C. Tujuan Masalah
1. Menyebutkan landasan Al-Qur’an tentang ilmu
2. Menjelaskan pengertian ilmu pengetahuan
3. Menjelaskan sumber ilmu pengetahuan
4. Menjelaskan apa saja jenis ilmu pengetahuan
5. Menjelaskan usaha pengembangan ilmu pengetahuan dalam pendidikan Islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
daripada yang berbicara tentang ‘ilm ladunni. 1 Pembagian ini didasarkan atas
pandangan al-Qur’an yang mengungkapkan adanya hal-hal yang “ada” tetapi tidak
diketahui melalui upaya manusia sendiri. Ada wujud yang tidak tampak,
sebagaimana ditegaskan berkali-kali oleh al-Qur’an.
Dengan demikian, objek ilmu meliputi materi dan non-materi, fenomena dan
non-fenomena, bahkan ada wujud yang jangankan dilihat, diketahui oleh manusia
pun tidak. Dari sini jelas pula bahwa pengetahuan manusia amatlah terbatas,
karena itu wajar sekali Allah menegaskan bahwasanya pengetahuan yang kita
punyai adalah sangat sedikit dibandingkan dengan segala hal yang Allah sudah
tunjukkan.2
B. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Dalam Bahasa Inggris, kata ilmu sering disejajarkan dengan Science yang
juga serapan dari bahasa latin scio atau scire yang berarti pengetahuan dan aktifitas
mengetahui. Sebagai sebuah aktifitas mengetahui maka dirinya membutuhkan
proses menerima informasi baik dengan cara mengamati, membaca maupun
mendengarkan, juga kegiatan memikirkan atau menalar informasi-informasi.
Sedangkan pengetahuan dalam Bahasa Indonesia maknanya disejajarkan
dengan kata knowledge dalam Bahasa Inggris. Kata ini sering diartikan sebagai
sejumlah informasi yang didapatkan manusia melalui proses pengamatan,
pengalaman dan penalaran. Namun demikian, sebagai informasi yang didapatkan
dengan cara mengamati dan menalar, pengetahuan tidak memerlukan sebuah
kegiatan meneliti dan mengkonfirmasi informasi yang ditemukam. 3
Ilmu (science) adalah akumulasi pengetahuan yang menjelaskan hubungan
sebab-akibat (kausalitas) yang hakiki dan universa, dari suatu obyek menurut
metode-metode tertentu yang merupakan satu kesatuan sistematis. Pengetahuan
(knowledge) adalah pembentukan pemikiran asosiatif yang menghubungkan atau
1
Retna Dwi Estuningtyas, Ilmu dalam Perspektif Al-Qur’an, QOF, Universitas Ibnu Chaldun Jakarta,
Vol. 2, No. 2, Juli 2018, h. 207
2
Ibid, h. 208
3
R. Ahmad Nur Kholis, Manusia dan Ilmu Pengetahuan, Jurnal Pustaka, 2017, h. 31
4
menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau dengan pikiran lain berdasarkan
pengalaman yang berulang-ulang tanpa pemahaman mengenai sebab-akibat
(kausalitas) yang hakiki dan universal. 4
Definisi pemikir Marxis bangsa Rusia bernama Alfensyef menjelaskan ilmu
pengetahuan: Science is the society and thought, if reflect the word corecctness,
categories and laus the recivied by proctical experince. Ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran.5 Ia mencerminkan
alam dan konsep-konsep, kategori-kategori, dan kebenarannya diuji dengan
praktis. Definisi ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu pengetahuan tentang
objek tertentu yang disusun secara sistematis objektif rasional dan empiris sebagai
hasil. 6
C. Sumber Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud dengan sumber ilmu pengetahuan ialah hal-hal yang secara
hakiki diyakini sebagai sumber darimana ilmu pengetahuan itu kita peroleh.
Mengenai sumber pengetahuan, tradisi filsafat Barat mewarisi dua aliran
epistemologi yang terbesar, yaitu aliran rasionalisme dan empirisme. Aliran
rasionalisme memberi tekanan pada akal (reason) sebagai sumber pengetahuan,
sedangkan aliran empirisme mengangap bahwa sumber pengetahuan yang utama
adalah pengalaman inderawi manusia (sense experience). Kedua macam sumber
ilmu pengetahuan itu, yaitu akal dan indera, pada dasarnya bersumber pada
manusia, karena akal dan indera itu dimiliki oleh manusia.7 Diantara sumber ilmu
pengetahuan, yaitu:
1. Rasionalisme
4
Indra Muchlis Adnan dan Sufian Hamim, Filsafat Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Penelitian,
(Yogyakarta: Transmedia Grafika, 2014), h. 6
5
Dila Rukmi Octaviana dan Reza Aditya Ramadhani, Hakikat Manusia: Pengetahuan(Knowledge),
Ilmu Pengetahuan(Sains), Filsafat dan Agama, Jurnal Tawadhu, Vol. 5, No. 2, 2021, h. 151
6
Ibid, h. 152
7
Darwis A. Soelaiman, FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Perspektif Barat dan Islam, (Banda Aceh:
Penerbit Bandar Publishing, 2019), h. 64
5
Paham rasionalisme ini beranggapan bahwa sumber pengetahuan manusia
adalah rasio. Jadi, dalam proses perkembangan ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia harus dimulai dari rasio. Tanpa rasio, mustahil manusia dapat
memperoleh ilmu pengetahuan. Rasio itu adalah berpikir. Oleh karena itu,
berpikir inilah yang kemudian membentuk pengetahuan. Manusia yang
berpikirlah yang akan memperoleh pengetahuan. Semakin banyak manusia itu
berpikir maka semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Berdasarkan
pengetahuanlah manusia berbuat dan menentukan tindakannya sehingga nanti
ada perbedaan perilaku, perbuatan, dan tindakan manusia sesuai dengan
perbedaan pengetahuan yang didapat tadi. Tokoh-tokohnya ialah Rene
Descartes, Spinoza, leibzniz, dan Wolff, meskipun pada hakikatnya akar
pemikiran mereka dapat ditemukan pada pemikiran para filsuf klasik misalnya
Plato, Aristoteles, dan lainnya.8
Untuk mengembangkan sumber daya manusia menurut aliran rasionalisme
ialah dengan pendekatan mental disiplin, yaitu dengan melatih pola dan
sistematika berpikir seseorang melalui tata logika yang tersistematisasi
sedemikian rupa sehingga ia mampu menghubungkan berbagai data dan fakta
yang ada dalam keseluruhan realitas melalui uji tata pikir logis-sistematis
menuju pengambilan kesimpulan yang baik pula.
2. Empirisme
Secara epistimologi, istilah empirisme barasal dari kata Yunani yaitu
emperia yang artinya pengalaman. Tokoh-tokohnya yaitu Thomas Hobbes,
Jhon Locke, Berkeley, dan yang terpenting adalah David Hume. Berbeda
dengan rasionalisme yang memberikan kedudukan bagi rasio sebagai sumber
pengetahuan, empirisme memilih pengalaman sebagai sumber utama
pengenalan, baik pengalaman lahiriah maupun pengalaman batiniah.
8
Suaedi, Pengantar Filsafat Ilmu, (Bogor: Penerbit IPB Press, 2016), h. 7
6
Thomas Hobbes menganggap bahwa pengalaman indrawi sebagai permulaan
segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan
(kalkulus), yaitu penggabungan data-data indrawi yang sama dengan cara yang
berlainan. Dunia dan materi adalah objek pengenalan yang merupakan sistem
materi dan merupakan suatu proses yang berlangsung tanpa hentinya atas dasar
hukum mekanisme. Atas pandangan ini, ajaran Hobbes merupakan sistem
materialistis pertama dalam sejarah filsafat modern.9
Prinsip-prinsip dan metode empirisme pertama kali diterapkan oleh Jhon
Locke. Langkah yang utama adalah Locke berusaha menggabungkan teori
emperisme seperti yang telah diajarkan Bacon dan Hobbes dengan ajaran
rasionalisme Descartes. Penggabungan ini justru menguntungkan empirisme. Ia
menentang teori rasionalisme mengenai ide-ide dan asas-asas pertama yang
dipandang sebagai bawaan manusia. Menurutnya, segala pengetahuan datang
dari pengalaman dan tidak lebih dari itu dan akal manusia adalah pasif pada saat
pengetahuan itu didapat. Akal tidak bisa memperoleh pengetahuan dari dirinya
sendiri. Akal tidak lain hanyalah seperti kertas putih yang kosong, ia hanyalah
menerima segala sesuatu yang datang dari pengalaman. Locke tidak
membedakan antara pengetahuan indrawi dan pengetahuan akali, satu-satunya
objek pengetahuan adalah ide-ide yang timbul karena adanya pengalaman
lahiriah dan karena pengalaman batiniah. Pengalaman lahiriah berkaitan dengan
hal-hal yang berada di luar kita. Sementara pengalahan batiniah berkaitan
dengan hal-hal yang ada dalam diri/psikis manusia itu sendiri.
9
Ibid, h. 8
7
pemanfaatan alat indra manusia. Ilmu pengetahuan yang berdasarkan pada
fakta- fakta indrawi manusia. 10
3. Otoritas atau authority. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah kewibawaan
kekuasaan yang diakui oleh anggota kelompoknya. Ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan kebenarannya ini tidak perlu diuji lagi.
4. Intuisi atau instuition. Ilmu pengetahuan yang lahir dari sebuah perenungan
manusia yang memiliki kemampuan khusus yang berhubungan dengan
kejiwaannya. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari intuisi tidak dapat
dibuktikansecara nyata merta melainkan melalui proses yang panjang dan tentu
dengan memanfaatkan intuisi manusia.
5. Wahyu atau revelation. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi
melalui para nabi dan utusan-Nya demi kepentingan umat. Dasar penerimaan
kebenarannya adalah kepercayaan terhadap sumber wahyu itu sendiri. Dari
kepercayaan ini munculah apa yang disebut dengan keyakinan.12
6. Keyakinan atau faith. Ilmu pengetahuan yang bersumber dari sebuah keyakinan
yang kuat. Keyakinan yang telah berakar dalam diri manusia atas kebenaran
wahyu Ilahi dan pembawa berita Wahyu Ilahi tersebut. Ilmu pengetahuan ini
tidak perlu diuji kebenarannya. Penganutnya akan serta merta mempercayainya
sebagai sebuah keharusan.13
10
Ibid, h. 9
11
Ibid, h. 11
12
Ibid, h. 12
13
Ibid, h. 13
8
D. Jenis-Jenis Ilmu Pengetahuan
1. Objek Materi
a. Ilmu pengetahuan alam atau 'natural sciences', yang objek materinya adalah
badan benda mati (an-organik), benda hidup tumbuhan (vegetativa), dan
hewan (zoologia). Secara lebih tegas dapat dijelaskan: ilmu pengetahuan
alam mempelajari gejala-gejala (fenomena-fenomena) alam, baik yang
organik (badan benda hidup) maupun yang an-organik (badan benda mati).
Yang pertama melahirkan ilmu hayat atau 'biological sciences' yang
meliputi zoologi, botani, mikro-biologi, bio-kimia dan bio-fisika. 14
Sedangkan yang kedua melahirkan ilmu alam atau 'physical science' yang
meliputi fisika, kimia, astronomi dan ilmu bumi. Ilmu pengetahuan alam,
karena objek materinya berupa hal-hal yang konkret, artinya yang berada di
dalam ruang dan waktu tertentu, berbentuk, berbobot, dapat diindra dan
karena itu dapat diukur secara pasti, maka ilmu pengetahuan ini cenderung
bersifat kuantitatif.
14
Ferald Puturuhu dkk, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Ambon: Pattimura University Press, 2020), h. 30
9
terhadap diri sendiri, sesamanya, masyarakatnya, alam, lingkungannya,
maupun terhadap causa primanya. Dengan ilmu pengetahuan ini diharapkan
adanya perkembangan sikap dan watak kebudayaan yang mampu
menumbuhkan kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan sebagai titik sentral
ilmu pengetahuan jenis apa pun. Jenis ilmu pengetahuan ini menitikberatkan
pada objek kajian tentang kehidupan manusia dalam pelbagai perwujudan
dan keadaan serta kepentingan sosial manusia.
2. Objek Forma
15
Ibid, h. 31
10
dapat diperoleh suatu pengetahuan umum menurut sudut pandang yang
tersusun secara sistematik dan utuh.
16
Ibid, h. 32
11
berlandaskan pada ajaran agama. Integrasi ilmu pengetahuan harus
memperkuat nilai-nilai moral dan etika yang diajarkan dalam Islam.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan diatas tentu saja masih jauh
dari yang namanya kesempurnaan, baik dalam isi pembahasan, cara penyusunan
dan pengetikan ataupun juga nama gelar yang ditulis di makalah ini. Khususnya
pada isi makalah ini. Kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk kesempurnaan makalah.
13
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, I. M. dan Hamim, S. 2014. Filsafat Ilmu, Ilmu Pengetahuan, dan Penelitian.
Yogyakarta: Transmedia Grafika.
Estuningtyas, Retna, D. 2018. Ilmu dalam Perspektif Al-Qur’an. QOF. Universitas
Ibnu Chaldun Jakarta. Vol. 2 (2)
Kholis, R. Ahmad. 2017. Manusia dan Ilmu Pengetahuan. Jurnal Pustaka.
Octaviana, D. R. dan Ramadhani, R. A. 2021. Hakikat Manusia:
Pengetahuan(Knowledge), Ilmu Pengetahuan(Sains), Filsafat dan Agama.
Jurnal Tawadhu. Vol. 5 (2)
Puturuhu, Ferald dkk. 2020. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Ambon: Pattimura
University Press.
Soelaiman, Darwis, A. 2019. FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Perspektif Barat
dan Islam. Banda Aceh: Penerbit Bandar Publishing.
Suaedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: Penerbit IPB Press.
14