Anda di halaman 1dari 17

ISLAM DAN ILMU PENGETAHUAN

Diajukan untuk memenuhi tugas


Dalam mata kuliah: Islamic and Science

Team Teaching :
Prof. Dr. Zainun Kamaluddin, M.A
Prof. Dr.
Prof. Dr.
Prof. Dr.

Disusun Oleh:
Renny Dwi Arumsari
21151200000037

SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2016
DAFTAR ISI

A. Pendahuluan ..................................................................................... 2
B. Pembahasan ..................................................................................... 3
Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Islam .......................................... 3
Ilmu Pengetahuan di Tengah Umat Islam ................................ 6
Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi .......................... 8

Jenis-jenis Pengetahuan ................................................................... 9

Klasifikasi Ilmu ................................................................................ 10

C. Kesimpulan ...................................................................................... 14

1
A. Pendahuluan

Dalam abad ke 20 ini, di satu pihak orang mengamati kemajuan


teknologi dan ilmu pengetahuan yang sangat meroket, akan tetapi bersamaan
dengan itu dipihak lain orang mengamati dekadensi kehidupan beragama
dikalangan umat manusia. Pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi tampak jelas memberikan hasil yang sangat menyenangkan bagi
kehidupan umat manusia secara umum dan luas. Dan manusia merasa telah
mampu mengeksploitasi kekayaan-kekayaan dunia secara besar-besaran.1
Dimana-mana berlomba-lomba untuk mengeksplor kekayaan dunia dari segi
manapun. Teknologi mejadi sarana primer dalam kehidupan manusia di dunia
untuk saat ini. Segala aspek kebutuhan baik dari segi pendidikan maupun
pekerjaan dapat diperoleh melalui kemudahan dan kecanggihan teknologi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan kecanggihan teknologi kurun ini,


secara bertahap tapi pasti telah membuktikan bahwa ayat-ayat al-Qur'an itu
benar dan sangat mengagumkan. Sejak bentuk tulisan yang paling primitif
dengan bahan kertas yang amat sederhana manusia memulai abad-abad yang
gemerlapan oleh sinar ilmu pengetahuan itu, manusia telah menulis berjuta-
juta buku, dan dapat menyelesaikan penulisan beribu-ribu kata dalam waktu
yang amat singkat. Dan yang paling aktual serta masih mengagumkan di
kalangan manusia adalah penemuan alat “komputer” yang begitu besar
manfaatnya.2

Perkembangan teknologi dan digital dari waktu ke waktu semakin


pesat. Peggunaan komputer telah dieksplor sedemikia rupa sehingga
penggunaanya bisa digunakan secara mobile sesuai dengan kebutuhan
manusia. Penggunaan perangkat-perangkat lunak menjadi kebutuhan yang
tidak bisa terpisahkan dari kehidupan manusia. Peradaban manusia semakin
berkembang dan berubah seiring zaman.

Islam merupakan agama yang bukanlah hanya mementingkan


spritual. Malainkan Islam juga merupakan sebuah peradaban. Islam juga
merupakan agama yang mementingkan moral. Serta kaya akan unsur-unsur
dalam Islam. Salah satu unsur yang membentuk sebuah peradaban dalam
Islam adalah unsur ilmu pengetahuan.

1
Ir. R. H. A. Sahirul Alim, M.Sc. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi
dan Islam, Titian Ilahi Press, Yogyakarta, 1999, hal. 67
2
Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT.
Bumi Aksara, Jakrta, 2000, hal. 225.

2
B. Pembahasan

Konsep Ilmu Pengetahuan dalam Islam

Sepanjang yang kita ketahui, sepertinya belum ada sesuatu agamapun


yang melampaui dalamnya pandangan terhadap ilmu pengetahuan
sebagaimana pandangan yang diberikan Islam. Islam sangat gigih dalam
mendorong umat manusia untuk mencari ilmu dan mendudukkannya, sebagai
sesuatu yang utama dan mulia dalam kehidupan.

Sejak awal turunnya wahyu kepada Muhammad SAW (al-Qur'an),


masalah ilmu pengetahuan merupakan pangkal perintah dari Allah kepada
manusia. Perintah membaca merupakan kunci mencari dan mengulas ilmu
pengetahuan itu, “membaca” apakah yang hendak dibaca tanpa ada sesuatu
yang tersurat? Dan ini merangsang manusia untuk giat menulis, meneliti,
mengobservasi, menganalisis, dan kemudian merumuskannya sebagai sebuah
teori ilmu, membacapun tak dapat jalan tanpa memiliki pengetahuan
membaca dan ketrampilan bahasa dan pandai menulis adalah rangkaian dari
sarana dalam rangka menimba ilmu pengetahuan itu.

Dari sini kita dapat mengambil pengertian bahwa Allah benar-benar


menyatakan betapa tingginya nilai ilmu itu. Karena itu Allah meninggikan
kedudukan orang-orang yang berilmu, baik disisi Allah maupun disisi
manusia.

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-


orang yang diberi ilmu pengetahuan”. (QS. 58 : 11).3

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang


berarti pengetahuan (al-ma’rifah),4 kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam.5 Dari
asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu
pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan
mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalanpersoalan duniawī dan ukhrāwī
dengan bersumber kepada wahyuAllah.6

3
Drs. Kaelany HD, MA., Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT.
Bumi Aksara, Jakrta, 2000, hal. 224.
4
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia
(Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan Pondok Pesantren al-
Munawwir, 1984), hlm.1037.
5
Al-Munjid fī al-Lūghah wa al-A’lām (Beirut : Dār al-Masyriq, 1986), hlm.
527.
6
A.Qadri Azizy, Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, (Jakarta: Direktorat
Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI, 2003), hlm. 13.

3
Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi
sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini adalah
petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ānmemberikan perhatian
yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat yang pertama
kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama Tuhanmu yang
telah menciptakan”.7 Membaca, dalam artinya yang luas, merupakan aktivitas
utama dalam kegiatan ilmiah. Di samping itu, kata ilmu yang telah menjadi
bahasa Indonesia bukan sekedar berasal dari bahasa Arab, tetapi juga
tercantum dalam al-Qur’ān. Kata ilmu disebut sebanyak 105 kali dalam al-
Qur’ān. Sedangkan kata jadiannya disebut sebanyak 744 kali. Kata jadian
yang dimaksud adalah; ‘alima (35 kali), ya’lamu (215 kali), i’lām (31 kali),
yu’lamu (1 kali), ‘alīm (18 kali), ma’lūm (13 kali), ‘ālamīn (73 kali), ‘alam (3
kali), ‘a’lam (49 kali), ‘alīm atau ‘ulamā’ (163 kali), ‘allām (4kali), ‘allama
(12 kali), yu’limu (16 kali), ‘ulima (3 kali), mu’allām (1 kali), dan ta’allama
(2 kali).8

Selain kata ‘ilmu, dalam al-Qur’ān juga banyak disebut ayat-ayat


yang, secara langsung atau tidak, mengarah pada aktivitas ilmiah dan
pengembangan ilmu, seperti perintah untuk berpikir, merenung, menalar, dan
semacamnya. Misalnya, perkataan ‘aql (akal) dalam al-Qur’ān disebut
sebanyak 49 kali, sekali dalam bentuk kata kerja lampau, dan 48 kali dalam
bentuk kata kerja sekarang. Salah satunya adalah :
”Sesungguhnya seburuk-buruk makhluk melata di sisi Allah adalah mereka
(manusia) yang tuli dan bisu, yang tidak menggunakan akalnya”.9

Kata fikr (pikiran) disebut sebanyak 18 kali dalam al-Qur’ān, sekali


dalam bentuk kata kerja lampau dan 17 kali dalam bentuk kata kerja sekarang.
Salah satunya adalah;
“…mereka yang selalu mengingat Allah pada saat berdiri, duduk maupun
berbaring, serta memikirkan kejadian langit dan bumi”.10

Tentang posisi ilmuwan, al-Qur’ān menyebutkan:


“Allah akan meninggikan derajat orang-orang beriman dan berilmu beberapa
derajat”.11

7
Al-Qur’ān surat al-‘Alaq : 96 : 1.Ilmu Pengetahuan dalam Islam Tadrîs.
Volume 3. Nomor 2. 2008 123
8
M. Dawam Rahardjo, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, dalam Ulumul
Qur’ān, (Vol.1, No. 4, 1990), hlm. 58.

9
Al-Qur’ān surat al-Anfāl : 8: 22.
10
Al-Qur’ān surat Āli ‘Imrān : 3: 191
11
Al-Qur’ān surat al-Mujādalah : 58: 11

4
Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang
aktivitas ilmiah, keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam
menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi; “Menuntut ilmu
merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah” (HR. Bukhari-
Muslim).12 “Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu,
malaikat akan melindungi dengan kedua sayapnya” (HR. Turmudzi).13
“Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka ia selalu
dalam jalan Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim).14 “Barang siapa
menuntut ilmu untuk tujuan menjaga jarak dari orang-orang bodoh, atau untuk
tujuan menyombongkan diri dari para ilmuwan, atau agar dihargai oleh
manusia, maka Allah akan memasukkan orang tersebut ke dalam neraka”
(HR. Turmudzi).15

Besarnya perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan, menarik


perhatian Franz Rosenthal, seorang orientalis, dengan mengatakan:
”Sebenarnya tak ada satu konsep pun yang secara operatif berperan
menentukan dalam pembentukan peradaban Islam di segala aspeknya, yang
sama dampaknya dengan konsep ilmu. Hal ini tetap benar, sekalipun di antara
istilah-istilah yang paling berpengaruh dalam kehidupan keagamaan kaum
muslimin, seperti “tauhîd” (pengakuan atas keesaan Tuhan), “al-dîn” (agama
yang sebenar-benarnya), dan banyak lagi kata-kata yang secara terus menerus
dan bergairah disebutsebut. Tak satupun di antara istilah-istilah itu yang
memiliki kedalaman dalam makna yang keluasan dalam penggunaannya, yang
sama dengan kata ilmu itu. Tak ada satu cabangpun dalam kehidupan
intelektual kaum muslimin yang tak tersentuh oleh sikap yang begitu merasuk
terhadap “pengetahuan” sebagai sesuatu yang memiliki nilai tertinggi, dalam
menjadi seorang muslim.”16

Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts di atas menunjukkan


bahwa paradigma ilmu dalam Islam adalah teosentris. Karena itu, hubungan
antara ilmu dan agama memperlihatkan relasi yang harmonis, ilmu tumbuh
dan berkembang berjalan seiring dengan agama. Karena itu, dalam sejarah
peradaban Islam, ulama hidup rukun berdampingan dengan para ilmuwan.
Bahkan banyak ditemukan para ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai
ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di samping sebagai ahli hukum Islam pengarang

12
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. 13
13
Sayid ‘Alawī ibn ‘Abbās al-Mālikī, Fath al- Qarīb al-Mujīb ‘ala Tahdzīb
al-Targhīb wa al-Tarhīb, (Mekah; t.p, t.t), hlm. 40
14
Abī Zakariā Yahyā ibn Syarf al-Nawāwī, Riyād al- Shālihīn, (Kairo; al-
Maktabah al-Salafīyah, 2001), hlm. 710
15
Al-Mālikī, Fath al-Qarīb, hlm. 42
16
Rahardjo, “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, hlm. 57. Ungkapan Rosenthal
tersebutdikutip oleh Dawam dalam karya Rosenthal berjudul Knowledge Triumphant:
TheConcept of Knowledge in Medieval Islam (Leiden: E.J. Brill, 1970

5
kitab Bidāyah al- Mujtahīd, juga seorang ahli kedokteran penyusun kitab al-
Kullīyāt fī al-Thibb. Apa yang terjadi dalam Islam berbeda dengan agama
lain, khususnya agama Kristen di Barat, yang dalam sejarahnya
memperlihatkan hubungan kelam antara ilmu dan agama. Hubungan
disharmonis tersebut ditunjukkan dengan diberlakukannya hukuman berat
bagi para ilmuwan yang temuan ilmiahnya berseberangan dengan “fatwa”
gereja. Misalnya, Nicolaus Copernicus mati di penjara pada tahun 1543 M,
Michael Servet mati dibakar tahun 1553 M, Giordano Bruno dibunuh pada
tahun 1600, dan Galileo Galilei mati di penjara tahun 1642 M. Oleh karena
hubungan agama dan ilmu di Barat tidak harmonis, maka para ilmuwan—
dalam melakukan aktivitas ilmiahnya—pergi jauh meninggalkan agama.
Akibatnya, ilmu di Barat berkembang dengan paradigma antroposentris17 dan
menggusur sama sekali paradigma teosentris. Dampak yang lebih serius,
perkembangan ilmu menjadi sekuler terpisah dari agama yang pada akhirnya
menimbulkan problema teologis yang sangat krusial. Banyak ilmuwan Barat
yang merasa tidak perlu lagi menyinggung atau melibatkan Tuhan dalam
argumentasi ilmiah mereka. Bagi mereka Tuhan telah berhenti menjadi
apapun, termasuk menjadi pencipta dan pemelihara alam semesta.

Ilmu Pengetahuan di Tengah Umat Islam


Banyak sekali ilmuwan Islam dengan karya-karya mereka dengan
besar, yang pengaruh hasil karya ilmiahnya masih dirasakan hingga berabad-
abad kemudian di dalam perkembangan ilmu pengetahuan di Eropa. Para
cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir ibn Hayyam (721-815) adalah
orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam kegiatan
penelitiannya dalam alkemi yang kemudian oleh ilmuwan barat diambil alih
serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu kimia.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang ditulis oleh sarjana Eropa
disebutkan bahwa Muhammad ibn Zakaria ar-Rozi (865-925) telah
menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang lazim
dilakukan ahli kimia seperti distalasi, kristalisasi, kalsinasi dan sebagainya.

Sekitar tahun 1231 ketika Henrick Harpestraeng, orang yang


kemudian menjadi dokter istana raja Eric II Walder Marsson, berusaha
menulis risalah kedokteran dalam ilmu bedah di Salerno ia meminta bantuan
Michael the Schott bekas mahasiswa dari Universitas Islam di Toledo, untuk
dapat menggunakan buku-buku standar ar-Rozi dan Ibn Sina yang berbahasa
Arab tersebut sebagai sumber.

17
Paradigma anthroposentris bertolak belakang dengan paradigma teosentris.
Anthroposentris berasal dari kata anthropoid (manusia) dan centre (pusat). Dengan
demikian anthroposentris adalah paradigma yang menempatkan manusia sebagai
pusat segala pengalamannya, dan manusialah yang menentukan segalanya. Sedangkan
teosentris berasal dari kata theo (tuhan) dan centre (pusat), yakni paradigma yang
menempatkan Tuhan sebagai pusat dan sumber segala kehidupan

6
Profesor Fuad Sezgin guru besar sejarah Universitas Frankfurt, telah
menulis dua puluh jilid buku tentang karya-karya Ilmuwan muslim zaman lalu
yang diberi judul “Geschichte des Arabis Chen Schriftums”, dan memberikan
komentar tentang pengaruhnya pada ilmuwan Eropa kemudian, serta
pembajakan-pembajakan naskah yang disalin dari bahasa arab kemudian
diakui sebagai karya ilmiah penyalin.18

Dalam perspektif sejarah, perkembangan ilmu-ilmu keislaman mengalami


pasang surut. Pada masa keemasan Islam ilmu-ilmu pengetahuan berkembang
pesat. Sejarah politik dunia Islam biasanya dipetakan ke dalam tiga
periode, yaitu 19;
1. Periode klasik (650-1250 M)
2. Periode pertengahan (1250-1800 M)
3. Periode modern (1800-sekarang)

Dari ketiga periode tersebut, yang sangat dikenal adalah pada zaman
keemasan dimana ilmu-ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat di
berbagai bidang.
Akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam sangat
terlihat setelah masuknya gelombang Hellenisme melalui gerakan
penerjemahan ilmu-ilmu pengetahuan Yunani ke dalam bahasa Arab, yang
dipelopori khalifah Hārūn al-Rasyīd (786-809 M) dan mencapai puncaknya
pada masa khalifah al-Makmūn (813-833 M). Beliau mengirim utusan ke
kerajaan Romawi di Eropa untuk membeli sejumlah manuscripts untuk
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.20
Sejak itu para ulama mulai mengenal dan menelaah secara mendalam
pemikiran-pemikiran ilmuwan Yunani seperti Pythagoras (530-495 SM),
Plato (425-347 SM), Aristoteles (388-322 SM), Aristarchos (310-230 SM),
Euclides (330-260 SM), Klaudios Ptolemaios (87-168 M), dan lain-lain.21
Tidak lama kemudian di kalangan umat Islam muncul para filosof dan
ilmuwan yang ahli dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Seperti dalam
bidang kedokteran ; al-Rāzī (866-909 M), Ibn Sinā (wafat 926 M), Ibn Zuhr
(1091- 1162 M), Ibn Rusyd (wafat 1198 M), dan al-Zahrāwī (wafat 1013 M).
Dalam bidang filsafat seperti; al-Kindī (801-862 M), al-Farābī (870- 950 M),
al-Ghazālī (1058-1111 M), dan Ibn Rusyd (wafat 1198 M). Dalam bidang
ilmu pasti dan ilmu pengetahuan alam seperti ; al- Khawarizmī (780-850 M),
al-Farghānī (abad ke-9), an-Nairāzī (wafat 922 M), Abū Kāmil (abad ke-10),

18
Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994, hal. 120
19
Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan
Gerakan (Jakarta : Bulan Bintang, 1975), 13-14
20
Harun Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang,1973), hlm. 11.
21
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,
(Jakarta: P3M, 1986), hlm. 13.

7
Ibrahim Sinān (wafat 946 M), al- Birūnī (973-1051 M), al-Khujandī (lahir
1000 M), al-Khayyānī (1045-1123 M), dan Nashīrudin al-Thūsī (1200-1274
M).22

Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Sebagai makhluk yang diberi kelebihan-kelebihan, manusia dijadikan


penguasa di bumi dengan tugas, kewajiban serta tanggung jawabnya, dia
harus melalukan pengelolaan yang baik untuk itu ia harus mengetahui dan
memahami benar-benar sifat dan kelakuan alam sekitarnya yang harus
dikelolanya itu, baik yang tak bernyawa maupun yang hidup beserta
masyarakatnya, pengetahuan dan pemahaman ini dapat diperolehnya karena
manusia hidup di dalam, dan dapat menginderakan alam fisis di sekelilingnya.
Dan diharapkan orang dapat memperoleh pengetahuan yang berguna baginya
dalam menjalankan peranannya sebagai khalifah di bumi.

Pemeriksaan dengan perhatian yang besar untuk mengetahui sesuatu


memerlukan observasi yang berulang-ulang secara teliti serta pengumpulan
data secara sistematis yang kemudian dianalisis untuk memperoleh suatu
kesimpulan tentang apa yang diperiksa itu untuk dihimpun sebagai
pengetahuan, tetapi analisis terhadap suatu himpunan data untuk mencapai
kesimpulan itu memerlukan kemampuan berfikir secara kritis. Namun untuk
sampai pada kesimpulan-kesimpulan yang dapat dihimpun menjadi suatu
sistem yang logis atau kesatuan yang rasional yang kita sebut ilmu
pengetahuan perlu digunakan pertimbangan yang melibatkan akal. Dan hal
inipun diungkapkan dalam ayat lanjutannya yaitu ayat 12 surat an-Nahl yang
artinya:

“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda
(kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami (nya)”

Dalam abad-abad yang lalu umat Islam hanya dapat meraba serta
menerka saja jawabannya, maka kita yang hidup dalam abad ke-20 ini telah
melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana teknologi propulsi roket dan
pengendalian elektronik yang canggih telah berhasil melontarkan manusia
sampai ke permukaan bulan dan mengembalikannya ke bumi serta
mengirimkan pesawat antariksa yang masing-masing mempunyai misi
tertentu ke planet dalam tata surya kita.23

22
S.I. Poeradisastra, Sumbangan Islam kepada Ilmu dan Peradaban Modern,
(Jakarta: P3M, 1986), hlm. 14.

23
Prof. Achmad Baiquni, M.Sc., Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, PT. Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta, 1994, hal. 68

8
Jenis-Jenis Pengetahuan

Di kalangan masyarakat awam, kita akan menemukan bermacam-


macam pengetahuan dan kepercayaan. Burung hantu yang berteriak di malam
hari ada yang mempercayai sebagai pertanda munculnya malapetaka, pelangi
dianggap tangga bidadari yang sedang turun mandi. Orang yang mempunyai
ilmu, sehingga tidak mempan di tembak dengan peluru / pedang dan masih
banyak lagi penjelasan kepercayaan yang kita temukan dalam masyarakat.

Berdasarkan pada hal-hal yang kita sebutkan di atas maka


pengetahuan manusia dapat digolongkan atas 4 jenis pengetahuan.

a. Pengetahuan takhayul / mitos

Mitos adalah suatu penjelasan atas fakta yang tidak ada


kebenarannya, hanya didengar dan dipercaya begitu saja. Ada juga yang
disebut legenda yaitu ceritera rakyat yang berdasarkan mitos.

Contohnya: pada zaman dahulu orang percaya bahwa pelangi dianggap tangga
bidadari yang sedang turun mandi, bunyi burung hantu dianggap pertanda
munculnya bencana, kaisar Jepang adalah keturunan dewa matahari.

b. Pengetahuan ilmiah

Pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang diperoleh melalui


metode ilmiah (penelitian) dengan pengamatan panca indra dan penalaran
akal budi yang disusun secara sistematika untuk menjelaskan fakta yang
sedang dihadapi, yang merangsang panca indra dan pikiran manusia.

Pengetahuan ilmiah dapat dibagi lagi seperti berikut:

Pengetahuan ilmiah :

Fakta objektif benar

Tafsiran fakta ---> Benar, objektif

---> Salah, objektif

Manusia berhadapan dengan fakta alam semesta, makhluk hidup atau


benda mati, kemudian manusia menjelaskan fakta itu / memberi tafsiran pada
fakta objektif yang tidak dapat dibantah lagi. Misalnya hukum Archimedes,
yang menyatakan bahwa benda padat yang tercelup dalam fluida, berkurang
beratnya sebesar zat fluida yang dipindahkannya.

c. Pengetahuan supernatural

Pengetahuan supernatural adalah pengetahuan yang tidak termasuk


pada takhayul dan pengetahuan ilmiah, namun mempunyai fakta pengetahuan

9
supernatural tidak dapat dijangkau dengan panca indra maupun akal budi,
sifatnya transrasional (di luar jangkauan akal budi). Karena itu pengetahuan
ini tidak ditanggapi dengan akal budi dan bukan objek pengetahuan ilmiah
dan IPA, tetapi masalah percaya, ditanggapi dengan iman, believe it or not
yang sifatnya sangat pribadi dan menyangkut hak-hak azasi manusia.

d. Pengetahuan ilmiah semu (pseudo science)

Pengetahuan ilmiah semu adalah pengetahuan yang berdasarkan fakta


ilmiah tetapi dicampur dengan kepercayaan dan hal-hal yang bersifat
supernatural. Bangsa Babilonia kira-kira 2500 SM, dalam menyembuhkan
penyakit disamping obat juga menggunakan mantra. Bangsa babilonia juga
ahli dalam ilmu perbintangan dan memberikan nama pada rasi bintang
menurut nama-nama binatang seperti Leo, Scorpio, Pisces, dan sebagainya.
Ilmu perbintangan yang dihubungkan dengan kepercayaan ramalan ramalan
nasib disebut astrologi. Astrologi bukan pengetahuan ilmiah melainkan
pseudo science.24

Klasifikasi Ilmu
Secara umum ilmu dalam Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga
kelompok yang meliputi; metafisika menempati posisi tertinggi, disusul
kemudian oleh matematika, dan terakhir ilmu-ilmu fisik. Melalui tiga
kelompok ilmu tersebut, lahirlah berbagai disiplin ilmu pengetahuan,
misalnya; dalam ilmu-ilmu metafisika (ontologi, teologi, kosmologi,
angelologi, dan eskatologi), dalam ilmu-ilmu matematika (geometri, aljabar,
aritmatika, musik, dan trigonometri), dan dalam ilmu-ilmu fisik (fisika, kimia,
geologi, geografi, astronomi, dan optika).25

Dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan perkembangan


zaman, kemajuan ilmu pengetahuan, dan untuk tujuan-tujuan praktis,
sejumlah ulama berupaya melakukan klasifikasi ilmu. Al-Ghazālī membagi
ilmu menjadi dua bagian; ilmu fardlu ‘ain dan ilmu fardlu kifāyah.26

Ilmu fardlu ‘ain adalah ilmu yang wajib dipelajari setiap muslim
terkait dengan tatacara melakukan perbuatan wajib, seperti ilmu tentang salat,
berpuasa, bersuci, dan sejenisnya. Sedangkan ilmu fardlu kifāyah adalah ilmu
yang harus dikuasai demi tegaknya urusan dunia, seperti; ilmu kedokteran,
astronomi, pertanian, dan sejenisnya. Dalam ilmu fardlu kifāyah tidak setiap
muslim dituntut menguasainya. Yang penting setiap kawasan ada yang
mewakili, maka kewajiban bagi yang lain menjadi gugur.

24
Amin Suyitno, Ilmu Alamiah Dasar, Semarang, 2002, hal. 3-7
25
Mulyadi, Menembus Batas, hlm. 59
26
Abū Hamid Muhammad al- Ghazālī, Ihya’ Ulūm al-Dīn, Juz I, (Beirut;
Badawi Thaba’ah, t.th), hlm. 14-15.

10
Di samping pembagian di atas, al-Ghazālī masih membagi ilmu
menjadi dua kelompok, yaitu; ilmu syarī’ah dan ilmu ghair syarī’ah.27 Semua
ilmu syarī’ah adalah terpuji dan terbagi empat macam; pokok (ushūl), cabang
(furū’), pengantar (muqaddimāt), dan pelengkap (mutammimāt). Ilmu ushūl
meliputi; al-Qur’ān, Sunnah, Ijmā’ Ulamā’, dan Atsār Shahābāt.

Ilmu furū’ meliputi; Ilmu Fiqh yang berhubungan dengan


kemaslahatan dunia, dan ilmu tentang hal-ihwal dan perangai hati, baik yang
terpuji maupun yang tercela.
Ilmu muqaddimāt dimaksudkan sebagai alat yang sangat dibutuhkan
untuk mempelajari ilmu-ilmu ushūl, seperti ilmu bahasa Arab (Nahw, Sharf,
Balāghah).

Ilmu mutammimāt adalah ilmu-ilmu yang berhubungan dengan ilmu


al- Qur’ān seperti; Ilmu Makhārij al-Hurūf wa al-Alfādz dan Ilmu Qirā’at.
Sedangkan ilmu ghair syarī’ah oleh al-Ghazālī dibagi tiga; ilmu-ilmu yang
terpuji (al-‘ulūm al-mahmūdah), ilmu-ilmu yang diperbolehkan (al-‘ulūm al-
mubāhah), dan ilmu-ilmu yang tercela (al-‘ulūm almadzmūmah). Ilmu yang
terpuji adalah ilmu-ilmu yang dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia
seperti kedokteran, pertanian, teknologi. Ilmu yang dibolehkan adalah ilmu-
ilmu tentang kebudayaan seperti; sejarah, sastra, dan puisi yang dapat
membangkitkan keutamaan akhlak mulia. Sedangkan ilmu yang tercela adalah
ilmuilmu yang dapat membahayakan pemiliknya atau orang lain seperti;ilmu
sihir, astrologi, dan beberapa cabang filsafat.

Ibn Khaldūn membagi ilmu pengetahuan menjadi dua kelompok,


yaitu; ilmu-ilmu naqlīyah yang bersumber dari syarā’ dan ilmu-ilmu
‘aqlīyah/ilmu falsafah yang bersumber dari pemikiran. Yang termasuk dalam
kelompok ilmu-ilmu naqlīyah adalah; Ilmu Tafsir, Ilmu Qirā’ah, Ilmu Hadīts,
Ilmu Ushūl Fiqh, Fiqh, Ilmu Kalam, Bahasa Arab (Linguistik, Gramatika,
Retorika, dan Sastra). Sedangkan yang termasuk dalam ilmu-ilmu ‘aqlīyah
adalah; Ilmu Mantiq, Ilmu Alam, Metafisika, dan Ilmu Instruktif (Ilmu Ukur,
Ilmu Hitung, Ilmu Musik,dan Ilmu Astronomi).28

Al-Farābī mengelompokkan ilmu pengetahuan ke dalam lima bagian,


yaitu29;
1. Ilmu bahasa yang mencakup sastra, nahw, sharf, dan lain-lain.
2. Ilmu logika yang mencakup pengertian, manfaat, silogisme, dan sejenisnya.

Abū Hamid Muhammad al- Ghazālī, Ihya’ Ulūm al-Dīn, Juz I, (Beirut;
27

Badawi Thaba’ah, t.th 15-16


28
Nurcholish Madjid (ed), Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bulan
Bintang,
1984), hlm. 307-327
29
Harun Nasution, Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr. Harun
Nasution, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 317

11
3. Ilmu propadetis, yang meliputi ilmu hitung, geometri, optika, astronomi,
astrologi, musik, dan lain-lain.
4. Ilmu fisika dan matematika.
5. Ilmu sosial,ilmu hukum, dan ilmu kalam.

Ibn Buthlān (wafat 1068 M) membuat klasifikasi ilmu menjadi tiga


cabang besar;
1. ilmu-ilmu (keagamaan) Islam,
2. ilmu-ilmu filsafat dan ilmu-ilmu alam,
3. ilmu-ilmu kesusastraan.

Hubungan ketiga cabang ilmu ini digambarkannya sebagai segitiga;


sisi sebelah kanan adalah ilmu-ilmu agama, sisi sebelah kiri ilmu filsafat dan
ilmu alam, sedangkan sisi sebelah bawah adalah kesusastraan.30

Konferensi Dunia tentang Pendidikan Islam II di Islamabad Pakistan


tahun 1980 merekomendasikan pengelompokan ilmu menjadi dua macam,
yaitu; ilmu perennial/abadi (naqlīyah) dan ilmu acquired/perolehan
(‘aqlīyah). Yang termasuk dalam kelompok ilmu perennial adalah ; al-Qur’ān
(meliputi; Qirā’ah, Hifdz, Tafsir, Sunnah, Sīrah, Tauhid, Ushūl Fiqh, Fiqh,
Bahasa Arab al-Qur’ān yang terdiri atas Fonologi, Sintaksis dan Semantik),
dan Ilmu-Ilmu Bantu (meliputi;
Metafisika Islam, Perbandingan Agama, dan Kebudayaan Islam). Sedangkan
yang termasuk dalam ilmu acquired adalah; Seni (meliputi; Seni dan
Arsitektur Islam, Bahasa, Sastra), Ilmu-ilmu Intelektual/studi sosial teoritis,
(meliputi; Filsafat, Pendidikan, Ekonomi, Ilmu Politik, Sejarah, Peradaban
Islam, Geografi, Sosiologi, Linguistik, Psikologi, dan Antropologi), Ilmu-Ilmu
Alam/teoritis (meliputi; Filsafat Sains, Matematika, Statistik, Fisika, Kimia,
Ilmu-Ilmu Kehidupan, Astronomi, Ilmu Ruang, dan sebagainya), Ilmu-Ilmu
Terapan (meliputi; Rekayasa dan Teknologi, Obat-Obatan, dan sebagainya),
dan Ilmu-Ilmu Praktik (meliputi; Perdagangan, Ilmu Administrasi, Ilmu
Perpustakaan, Ilmu Kerumahtanggaan, Ilmu Komunikasi).31

Klasifikasi ilmu-ilmu keislaman yang dilakukan para ilmuwan


muslim di atas mempertegas bahwa cakupan ilmu dalam Islam sangat luas,
meliputi urusan duniawi dan ukhrāwi. Yang menjadi batasan ilmu dalam
Islam adalah; bahwa pengembangan ilmu harus dalam bingkai tauhid dalam
kerangka pengabdian kepada Allah, dan untuk kemaslahan umat manusia.
Dengan demikian, ilmu bukan sekedar ilmu, tapi ilmu untuk diamalkan. Dan
ilmu bukan tujuan, melainkan sekedar sarana untuk mengabdi kepada Allah
dan kemaslahatan umat.

30
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru, (Jakarta: Logos, 1999), hlm. xiii
31
Ashraf Ali, Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar, (Jakarta:
Pusataka Firdaus, 1996), hlm. 115-117

12
13
C. Kesimpulan

Dari rangkaian kegiatan mulai dari observasi dan pengukuran yang


dilakukan dalam pemeriksaan yang diperintahkan Allah Swt itu, dan
penggunaan akal serta pikiran untuk menganalisa data untuk sampai pada
kesimpulan yang rasional itulah kegiatan utama dari pengembangan ilmu
pengetahuan pada umumnya. Ia bersifat empiris / eksperimental.

Dan dengan semakin majunya turut pemikiran dan kebudayaan, ada


manusia yang tidak percaya lagi kepada hal-hal yang bersifat supernatural,
tidak percaya kepada ajaran agama, mereka hanya mengandalkan solusi dari
IPTEK untuk mengatasi masalah kehidupan manusia.

Ilmu dalam Islam merupakan pengetahuan mendalam hasil usaha


yang sungguh- sungguh dari para ilmuwan muslim atas persoalanpersoalan
duniawī dan ukhrāwī dengan berlandaskan kepada wahyu Allah. Pengetahuan
ilmiah diperoleh melalui indra, akal, dan hati/intuitif yang bersumber dari
alam fisik dan alam metafisik. Hal ini berbeda dengan epistemologi ilmu di
Barat yang hanya bertumpu pada indra dan akal serta alam fisik.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Ashraf, 1996. Horison Baru Pendidikan Islam, terj. Sori Siregar. Jakarta:
Pusataka Firdaus.
Alim, Sahirul,1999. Menguak Keterpaduan Sains, Teknologi dan Islam, Titian
Ilahi Press, Yogyakarta.

al- Ghazālī, Abū Hamid Muhammad . Ihya’ Ulūm al-Dīn, Juz I. Beirut;
Badawi Thaba’ah

Azizy, A.Qadri, 2003. Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman, Jakarta:


Direktorat Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama RI.
Azra, Azyumardi , 1999. Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju
Millenium Baru, Jakarta: Logos.
Baiquni, Achmad, 1994. Al-Qur'an dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT.
Dana Bakti Primayasa, Yogyakarta.
Kaelany HD, 2000. Islam, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, PT. Bumi
Aksara, Jakarta.

Madjid, Nurcholish,1984 (ed), Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan


Bintang.

Munawwir, Ahmad Warson 1984. Al-Munawwir; Kamus Arab-Indonesia.


Yogyakarta: Unit Pengadaan Buku-Buku Ilmiah Keagamaan
Pondok Pesantren al-Munawwir.
Nasution, Harun,1996. Islam Rasional; Gagasan dan Pemikiran Prof. Dr.
Harun Nasution. Bandung: Mizan
Rahardjo, M. Dawam ,1990. “Ensiklopedi al-Qur’ān: Ilmu”, dalam Ulumul
Qur’ān

Rosenthal, 1970. Knowledge Triumphant: The Concept of Knowledge in


Medieval Islam. Leiden: E.J. Brill.

15
Suyitno, Amin, 2002. Ilmu Alamiah Dasar, Semarang.

16

Anda mungkin juga menyukai