Kelompok 1
Disusun Oleh:
1. Prasda Eka Dharma
2. Hani Maryanah
3. Iwan Setiawan
Puji syukur kami ucapkan kepada allah S.W.T yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik.
Penulisan Makalah ini bertujuan untuk mengulas mengenai “Pengertian
Moderasi, Moderasi Beragama dan Moderasi Islam dan Nash/Dalil”. Dalam
makalah ini penulis menemukan banyak kesulitan, terutama keterbatasan
mengenai penguasaan Ilmu tentang mata kuliah Studi Moderasi Islam Di
Indonesia. tetapi berkat bimbingan yang diberikan oleh berbagai pihak akhirnya
penulis pun dapat menyelesaikan makalah ini serta adanya media masa yang
sangat menunjang penyelesaian makalah ini.
Sebagai mahasiswa, penulis menyadari bahwa pengetahuan yang dimiliki
masih terbatas sehingga dalam makalah ini masih ditemukan banyak kekurangan.
Penulis berharap, agar dengan adanya makalah ini dapat meningkatkan
pengetahuan baik untuk mahasiswa maupun masyarakat yang membacanya
mengenai pembahasan makalah ini sehingga dapat digunakan dalam kehidupan
sehari-hari.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Moderasi?
2. Apa itu Moderasi Beragama?
3. Apa yang dimaksud dengan Moderasi Islam dengan nash/dalil?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk Mengetahui pengertian moderasi
2. Untuk mengetahui pengertian moderasi beragama
3. Untuk mengetahui maksud dari moderasi islam dan nash/dalil
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Moderasi
Istilah “moderasi” sering dikaitkan dengan sikap menengahi suatu
masalah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi”
diartikan dengan “pengurangan kekerasan” atau “penghindaran
keekstriman”. Secara umum, istilah moderasi sering dipahami sebagai
aktivitas memandu, mengarahkan, dan menengahi komunikasi interaktif
yang terjadi antara beberapa pihak dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Dengan kata lain, moderasi adalah suatu tindakan atau sikap yang mampu
menjadi penengah (washith) dalam upaya penyelesaian persoalan antara
kedua belah pihak atau lebih, sehingga persoalan itu menemukan solusi
dan kedamaian dengan mereduksi potensi kekerasan atau keekstriman.1
Islam sebagai agama rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi seluruh
alam semesta) melaluiwahyu Al-Qur’an telah menempatkan posisi
umatnya (kaum muslimin) sebagai umat yang washathan, yakni mampu
menjadi penengah (washith) dalam menyikapi persoalan terjadi di tengah-
tengah kehidupan manusia sebagaimana yang tertera dalam Surat Al-
Baqarah ayat 143:
َّ ك َج َعلْ ٰن ُك ْم اَُّمةً َّو َسطًا لِتَ ُک ْونُ ْوا ُش َه َدآءَ َعلَى النَّا ِس َويَ ُك ْو َن
ۗ الر ُس ْو ُل َعلَْي ُك ْم َش ِهْي ًدا ِ
َ َوَك ٰذل
ِالرسوَل ِِمَّن يَّن قلِب ع ٰلى ع ِقب ي ِه ۗ وا ِ ِ ِ ِ
َ َوَما َج َعلْنَا الْقْب لَةَ الَِّ ْت ُكْن
َ ْ َ َ َ ُ َ ْ ْ ْ ُ َّ ت َعلَْي َها اَّّل لنَ ْعلَ َم َم ْن يَّتَّب ُع
ضْي َع اِْْيَا نَ ُك ْم ۗ اِ َّن ٰاللَ ِب لنَّا
ِ ت لَ َكبِْيةً اَِّّل علَى الَّ ِذين ه َدى ٰالل ۗ وما َكا َن ٰالل لِي
ُُ ََ ُ َ َْ َ َ ْ ْ َْن َكا ن
ِس لََرءُْوف َّرِحْيم
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang menjadi penengah(washathan) agar kamu menjadi saksi atas
(perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas
(perbuatan) kamu…”.
1
John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia: An English-Indonesian
Dictionary (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009) Cet. 29, 384.
2
Ayat di atas menunjukkan bahwa umat Islam disebut ummatan
washathan, umat penengah yang serasi dan seimbang, karena mampu
memadukan dua kutub agama terdahulu, yaitu sikap keberagamaan
Yahudi yang terlalu membumi dan Nashrani yang terlalu melangit. Ayat
tersebut juga berkaitan erat dengan bukti nyata kesiapan mental umat
Islam menerima ketetapan Allah saat terjadinya perpindahan arah kiblat
yang asalnya menghadap Masjidil Aqsha di Palestina berpindah menjadi
menghadap Masjidil Haram di Makkah. Hal ini membuktikan kemandirian
dan kemurnian ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. bisa
menjadi penengah, tidak terpengaruh oleh sikap keberagamaan umat
terdahulu yang mengagungkan Masjidil Aqsha.
Secara bahasa moderasi berasal dari bahasa inggris moderation
yang memiliki arti sikap sedang, sikap tidak berlebih-lebihan. Kata
moderisasi berasal dari bahasa latin moderatio yang berarti ke sedangan
(tidak berlebih dan kekurangan). Moderasi beragama adalah adil dan
berimbang dalam memandang, menyikapi, dan mempraktikan semua
konsep yang berpasangan, dalam KBBI kata adil diartikan (1) tidak berat
sebelah atau tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3)
sepatutnya atau tidak sewenang wenang.
Moderat sendiri bukan berarti sikap atau prilaku mengajak untuk
mengkompromikan sebuah prinsip-prisip pokok amalan ibadah setiap
agama yang sudah menjadi keyakinan, namun moderat adalah sebauh
sikap toleran kepada umat agama lain dalam hubungan sebagia manusia,
lalu Imam Shamsi Ali memberi kesimpulan bahwa moderasi adalah suatu
komitmen kepada apa adanya, tanpa dikurangi atau dilebihkan, maksudnya
bersikap tengah-tengah tidak mengarah pada rasa egoisme.2
Moderat menurut pandangan Khaled Abou El Fadl senada dengan
istilah modernis, progresif, dan reformis. Namun istilah moderat ia pilih
karena lebih tepat untuk memberi gambaran kepada kelompok yang ia
hadapkan dengan kelompok puritan. Menurutnya modernis
mengisyaratkan satu kelompok yang berusaha mengatasi tantangan
2
Kementrian Agama RI, Moderasi Beragama (Jakarta : Badan Litbang dan Diklat kementrian
agama RI, 2019).15-19.
3
modernitas yang problem kekninian. Bukan hanya itu saja, ia juga
mengklaim bahwa sikap moderasi menggambarkan pendirian keagamaan
mayoritas umat Islam saat ini. Selain itu Khaled menjelaskan lebih jauh
tentang moderat merupakan sikap yang yakin bahwa Tuhan menganugrahi
manusia dan kemampuan untuk membedakan perkara yang benar dan
salah. Sehingga memiliki kebebasan ruang dalam menentukan pilihan
terbaik, dalam arti masih tetap dalam koridor moral yang diterapkan di
masyarakat umum.
Menurut Ibnu Faris dan Raghib Al-Asfahani, moderasi (dalam
bahasa Arab disebut “wasatiyah”) adalah sesuatu yang berada di antara
dua ekstrimitas, memiliki arti titik tengah.
Menurut Mohamad Hasyim Kamali, moderasi dalam beragama
berarti keseimbangan (balance) dan berlaku adil (justice). Seseorang yang
beragama tidak boleh memiliki pandangan yang ekstrem bahkan radikal
dengan hanya melihat sesuatu hanya dari satu sudut pandang saja.
Menurut Imam Shamsi Ali, moderasi adalah suatu komitmen
kepada apa adanya, tanpa dikurangi atau dilebihkan, maksudnya bersikap
tengah-tengah tidak mengarah pada rasa egoisme.
Menurut Khaled Abou El Fadl, moderat senada dengan istilah
modernis, progresif, dan reformis.
Menurut Lukman Hakim Saifuddin, dalam istilah moderasi
beragama harus dipahami bahwa yang dimoderasi bukan agamanya,
melainkan cara kita beragama.
Menurut definisi Yusuf al-Qaradhawi moderat adalah sikap yang
mengandung adil, perwujudan dari rasa aman, persatuan, dan kekuatan.
Agar dapat tercapai sikap tersebut perlulah memiliki pemahaman yang
komprehensif terhadap keyakinan agamanya masing-masing. Yusuf al
Qaradhawi memandang moderat mengangkat nilai-nilai sosial seperti
musyawarah, keadilan, kebebasan, hak-hak manusia dan hak minoris.3
3
Ahmad Ibnu Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Beirut: Dar al-Fikr, 1979),108
4
B. Moderasi Beragama
Moderasi beragama merupakan suatu perilaku, sikap maupun
pemikiran yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya
menyikapi atau menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan
agama, baik pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya
maupun terhadap perbedaan atau pertentangan yang berhubungan dengan
masalah antar agama yang berbeda, sehingga persoalan yang dihadapi itu
menemukan solusi (jalan keluar) dengan menghindari kekerasan atau
keekstriman.4
Dr. Azyumardi Azra menyatakan bahwa moderasi beragama
adalah praktik atau cara pandang dalam beragama yang mengedepankan
kemaslahatan bersama1. Menurut beliau, Islam sebagai agama terbesar di
Indonesia telah tampak dan melaksanakan moderasi beragama tersebut
ditengah keberagaman yang ada saat ini.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan bahwa
moderasi beragama adalah sebuah jalan tengah dalam keberagaman agama
di Indonesia. Ia juga menekankan bahwa yang dimoderasi bukan
agamanya, melainkan cara kita beragama.
Ibnu Taimiyah, salah satu ulama yang menyebarkan konsep
wasathiyah atau konsep moderasi beragama, memandang sikap dalam
menyikapi suatu perbedaan dalam beragama haruslah dilihat secara urgen.
Imam Malik dan Syaikh Yusuf Al Qardawi juga merupakan
beberapa ulama yang menyebarkan konsep wasathiyah atau konsep
moderasi beragama.
Menurut Prof M. Quraish Shihab, moderasi beragama dalam Al
Quran berarti “wasathiyah” yang berarti pertengahan. Maksudnya
pertengahan adalah adil, baik, terbaik, dan paling utama
Secara umum, moderasi beragama mengajarkan tentang
pentingnya menjaga keseimbangan dalam beragama, menghormati
perbedaan, dan toleransi terhadap pemikiran yang berbeda-beda dalam
4
Harin Hiqmatunnisa dan Ashif Az-Zafi, “Penerapan Nilai-nilai Moderasi Islam dalam
Pembelajaran Fiqih Di PTKIN menggunakan Konsep Problem Based Learn”, Jurnal JIPIS, Vol.29,
No. 1 (April 2020), 29
5
agama.5Dalam hal yang berkaitan dengan pengamalan ajaran agama yang
dianut oleh pemeluknya, umat Islam dituntut untuk menjiwai ajaran
agamanya dengan mengedepankan berpikir, berperilaku, dan bersikap
yang didasari sikap tawazun (seimbang), sehingga merasakan keasyikan
dan kenikmatan dalam mengimplementasikan ajaran agamanya.
Sementara terhadap umat yang berbeda agama, umat Islam dituntut untuk
mengembangkan sikap menghargai perbedaan keyakinan, toleransi,
menghormati cara beribadah, menghindari kekerasan dan bersikap ekstrim
yang berdampak memojokkan (pejoratif) terhadap penganut agama lain.
Karena itu dalam berdialog atau berdiskusi dengan umat yang berbeda
agama, Islam melarang berdebat dengan sikap kasar dan argumen yang
menyudutkan serta menyakiti perasaan umat yang berlainan agama. Dalam
Surah Al-Ankabut ayat 46 dijelaskan:
ٰب اَِّّل ِب لَِّ ْت ِه َي اَ ْح َس ُن ۗ اَِّّل الَّ ِذيْ َن ظَلَ ُم ْوا ِمْن ُه ْم َوقُ ْولُْوا اٰ َمنَّا ِب ِ وَّل ُُتَا ِدلُْوا اَ ْهل الْكِت
َ َ
لَّ ِذ ْي اُنْ ِزَل اِلَْي نَا َواُ نْ ِزَل اِلَْي ُك ْم َواِ ٰٰلُنَا َواِ ٰٰلُ ُك ْم َوا ِحد َّوََْن ُن لَهٗ ُم ْسلِ ُم ْو َن
ك َزيَّنَّا لِ ُك ِل اَُّمة ِ ِ ِ
َ َوَّل تَ ُسبُّوا الَّذيْ َن يَ ْدعُ ْو َن ِم ْن ُد ْو ِن ٰالل فَيَ ُسبُّوا ٰاللَ َع ْد ًوا بِغَ ِْْي عِلْم ۗ َك ٰذل
َع َملَ ُه ْم ۗ ُثَّ اِ ٰل َرّبِِ ْم َّم ْرِجعُ ُه ْم فَيُنَ بِئُ ُه ْم ِِبَا َكا نُ ْوا يَ ْع َملُ ْو َن
5
Departemen Agama RI, Moderasi Islam (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf AlQur’an, 2012),
hal. 82-83
6
melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap
umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan
merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa
yang dahulu mereka kerjakan.”
ْي ِٰللِ ُش َه َدآءَ ِب لْ ِق ْس ِط ۗ َوَّل ََْي ِرَمنَّ ُك ْم َشنَاٰ ُن قَ ْوم َع ٰلى اَ َّّل ِ ِ
َ ْ يٰ اَيُّ َها الَّذيْ َن اٰ َمنُ ْوا ُك ْونُ ْوا قَ َّوا م
ب لِلتَّ ْق ٰوى ۗ َوا تَّ ُقوا ٰاللَ ۗ اِ َّن ٰاللَ َخبِ ْْي ِِبَا تَ ْع َملُ ْو َن ِ ِ ِ
ُ تَ ْعدلُْوا ۗ ا ْعدلُْوا ۗ ُه َو اَقْ َر
7
C. Moderasi Islam Berdasarkan Dengan Nash/Dalil
Di samping Al-Qur’an menjelaskan posisi umat Islam sebagai
umat penengah yang menjadi penyeimbang dari sikap keberagamaan umat
Yahudi dan Nasrani, hakikat ajaran Islam itu sendiri sejatinya telah
mencerminkan “moderasi” dalam seluruh ajarannya.6 Sebagai contoh
dalam aspek akidah; ajaran Islam menjadi penengah (washith) antara
keyakinan kaum musyrikin yang tunduk pada khurafat dan mitos, dan
keyakinan sekelompok kaum yang mengingkari segala sesuatu yang
berwujud metafisik. Dalam hal ini ajaran Islam menjadi penyeimbang,
karena selain manusia beriman kepada yang gaib, juga mengajak akal
manusia membuktikan ajarannya secara rasional. Ini membuktikan ajaran
Islam dapat menjadi penengah dan relevan dengan fitrah kemanusiaan.
Dalam aspek ibadah, Islam mewajibkan penganutnya untuk
melakukan ibadah dalam bentuk dan jumlah yang sangat terbatas,
misalnya shalat fardhu lima kali dalam sehari, puasa Ramadhan sebulan
dalam setahun, dan haji sekali dalam seumur hidup; selebihnya ajaran
Islam membuka peluang dan kesempatan bagi umatnya untuk melahirkan
berbagai kreativitas dan karya serta bekerja untuk mencari rezeki Allah di
muka bumi.
Selanjutnya pada aspek akhlak, ajaran Islam hadir untuk memberi
keseimbangan kebutuhan yang harus terpenuhi pada jasad dan ruh
manusia. Unsur jasad pada tubuh manusia diberi kesempatan untuk
menikmati kesenangan dan keindahan yang dianugerahkan Allah untuk
kenikmatan duniawi, sedangkan unsur ruh didorong untuk mematuhi
aturan-aturan Allah agar dalam menikmati dunia dengan tidak melupakan
persiapan bekal menuju akhirat.7
Keseimbangan (moderasi) antara pengamalan untuk dunia dan
akhirat itu telah digariskan Allah dalam Al-Qur’an, tepatnya dalam Surah
Al-Qashash ayat 77:
6
Toto Suharto, “Indonesianisasi Islam: Penguatan Islam Moderat dalam Lembaga Pendidikan
Islam di Indonesia, Al-Tahrir”, Jurnal Pemikiran Islam, Vol.17, No.1 (2017), 168.
7
Abd. Rauf Muhammad Amin, Prinsip dan Fenomena Moderasi Islam dalam Tradisi hukum Islam
(Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin), hal. 23
8
ِ ِ َ صي ب
ِ ْاّل ِخرةَ وَّل تَن ِ
ُك م َن الدُّنْيَا َواَ ْحس ْن َك َما اَ ْح َس َن ٰالل َ ْ َس ن
َ َ َ ٰ ْ ٰٮك ٰاللُ الدَّا َر
َ َوا بْتَ ِغ فْي َما اٰت
“Dan di antara mereka ada orang yang berdoa: “Ya Tuhan kami, berilah
kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari
siksa neraka.”
8
Zuhairi Misrawi, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari Moderasi, Keutamaan, dan Kebangsaan
(Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), hal.13
9
Do’a memohon kebaikan di dunia dan di akhirat secara seimbang
merupakan sikap tawakkal umat Islam untuk menyempurnakan ikhtiar
yang telah dilakukan dalam merealisasikan keimanan dan amal saleh
dalam wujud nyata. Salah satu wujud nyata realisasi do’a tersebut adalah
keaktifan umat Islam dalam memelihara keseimbangan hubungan antara
hubungan vertikal kepada Allah (hablum minallah) dengan hubungan
horizontal kepada sesama manusia (hablum minannas). Dalam Surah Ali
Imran ayat 112 Allah swt. menegaskan:
الذلَّةُ اَيْ َن َما ثُِق ُف ْوا اَِّّل ِِبَْبل ِم َن ٰاللِ َو َحْبل ِم َن النَّا ِس
ِ ض ِربت علَي ِهم
ُ َْ ْ َُ
ِ وا لَّ ِذين اِذَا اَنْ َف ُقوا ََل يس ِرفُوا وََل ي ْقُتوا وَكا َن ب
َ ْي ٰذل
ك قَ َوا ًما َ َْ َ ُُْ َ ْ َ ْ ْ ُ ْ ْ َْ َ
10
yang berarti adil atau tegak (istiqamah). Dikatakan adil atau tegak, karena
sikap tersebut berada di antara dua posisi (moderat), tidak berlebihan dan
tidak pelit.
Arti kata “qawâman” pada ayat di atas juga bermaknamoderasi
(tengah-tengah) dan proporsional, yaitu adanya keseimbangan antara dua
titik, sehingga tidak berat sebelah. Ada dua jenis infak, yaitu infak yang
terpuji dan infak yang tercela. Infak terpuji adalah infak yang dikeluarkan
dengan baik dan sesuai dengan perhitungan, yaitu sesuai dengan syari’at,
seperti sedekah wajib dan infak untuk keluarga. Adapun infak yang tercela
terbagi ke dalam dua bagian, yaitu menghambur-hamburkan dan
memubazirkan harta serta bersikap pelit, baik dalam jumlah atau bilangan
material maupun dalam praktiknya.9
Dari penjelasan ayat demi ayat di atas, dapat dipahami bahwa
ajaran Islam bersifat universal (rahmatan lil’alamin) dan bercorak
seimbang/moderat (washathiyah) yang mengajarkan umatnya berpikir,
berperilaku, dan berinteraksi yang didasari sikap tawazun (seimbang) dan
tidak bertentangan dengan akal sehat dan fitrah kemanusiaan.
9
Departemen Agama RI, Moderasi Islam (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an,
2012), hal. 5
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah “moderasi” sering dikaitkan dengan sikap menengahi suatu
masalah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “moderasi” diartikan
dengan“pengurangan kekerasan” atau “penghindaran keekstriman”. Secara umum,
istilah moderasi sering dipahami sebagai aktivitas memandu, mengarahkan, dan
menengahi komunikasi interaktif yang terjadi antara beberapa pihak dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Dengan kata lain, moderasi adalah suatu tindakan atau sikap
yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya penyelesaian persoalan
antara kedua belah pihak atau lebih, sehingga persoalan itu menemukan solusi dan
kedamaian dengan mereduksi potensi kekerasan atau keekstriman.
Moderasi beragama merupakan suatu perilaku, sikap maupun pemikiran
yang mampu menjadi penengah (washith) dalam upaya menyikapi atau
menyelesaikan berbagai persoalan yang berkaitan dengan agama, baik
pengamalan ajaran agama yang dianut oleh pemeluknya maupun terhadap
perbedaan atau pertentangan yang berhubungan dengan masalah antar agama yang
berbeda, sehingga persoalan yang dihadapi itu menemukan solusi (jalan keluar)
dengan menghindari kekerasan atau keekstriman.
Di samping Al-Qur’an menjelaskan posisi umat Islam sebagai umat
penengah yang menjadi penyeimbang dari sikap keberagamaan umat Yahudi dan
Nasrani, hakikat ajaran Islam itu sendiri sejatinya telah mencerminkan “moderasi”
dalam seluruh ajarannya. Sebagai contoh dalam aspek akidah; ajaran Islam
menjadi penengah (washith) antara keyakinan kaum musyrikin yang tunduk pada
khurafat dan mitos, dan keyakinan sekelompok kaum yang mengingkari segala
sesuatu yang berwujud metafisik.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini penulis berharap dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pembaca. Penlulis juga mengharapkan kritik dan saran
terhadap peningkatan kualitas dalam penulisan makalah ini. Kami minta maaf
apabila ada kesalahan dalam penulisan ini dan isi penulisan makalah ini semoga
bermanfaat bagi kita semua.
12
DAFTAR PUSTAKA
13