Anda di halaman 1dari 27

SEJARAH PERKEMBANGAN ORIENTALIS

MAKALAH

Disampaikan pada seminar kelas mata kuliah Sejarah Peradaban Dunia Islam
Modern

Oleh

ZUBAIR RAHMAN SAENDE


Nim: 80100322018

DOSEN PEMANDU

Prof. Dr. Hj. Syamsudduha., M.A

Prof. Dr. H. Mustari Mustafa., M.Pd

PROGRAM PASCA SARJANA


UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kepada Allah Azza wa Jalla,


yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah
Tafsir Tematik dengan judul Sejarah Perkembangan Orientalis”

Kami mengharapkan makalah ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam


mempelajari agama islam terutama dalam bidang Sejarah Peradilan Islam dan
kami selaku penulis menyadari masih banyak kekurangan yang ada pada makalah
ini. Oleh karna itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
khususnya Dosen bidang studi ini. Demi kesempurnaan dalam membuat makalah
pada waktu mendatang. Untuk itu kami selaku penulis mengucapkan terimah
kasih.

Gowa, 12 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...................................................................................... i

KATA PENGANTAR....................................................................................... ii

DAFTAR ISI...................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 3
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Makna Orientalisme dan Orientalis.................................................... 4
............................................................................................................
B. Pertumbuhan dan Perkembangan Orientalisme.................................. 7
C. Faktor-faktor Pendorong Orientalis dari Studi-studi ketimuran......... 16
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 20
B. Implikasi Penelitian........................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 22

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Agama Islam merupakan obyek studi sarjana Barat, bahkan Islam sudah

menjadi karir sarjana Barat yang melahirkan Orientalis dan Islamolog Barat dalam

jumlah yang besar.

Pengenalan Barat terhadap Islam baru dimulai pada saat terjadinya

Perang Salib (Perang Salib I: 1096-1099 M). Karena antara tahun 650-1100 M.

informasi melalui kajian dan buku-buku tentang keislaman di Barat belum ada. 1

Akibat Perang Salib, masyarakat Barat, khususnya kelompok intelektual mulai

menaruh perhatian terhadap Islam. Akan tetapi akibat Perang Salib itu pula

menimbulkan kesalahpahaman Bangsa Barat terhadap Islam dan dalam

perkembangannya menimbulkan misionaris.2 Karena itu menurut R.W.Southern

seperti dikemukakan oleh Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq “Islam merupakan

problema masa depan bangsa Barat Nasrani secara keseluruhan di Eropa.” 3 Di

samping ke-Nasranian, orientalisme juga tumbuh subur sejalan dengan sejarah

inperialisme dan kolonialisme. Para orientalis dengan dukungan penjajah telah

berhasil memalsukan dan memutarbalikkan ajaran-ajaran Islam.

1
Lihat Karel, A.Steenbrink, Mencari Tuhan dengan Kaca Mata Kaum Barat, Jilid II;
(Yogyakarta:Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1988), h. 6; Namun tidak dipungkiri
terdapat pakta sejarah bahwa sebelum Perang Salib, telah ada orang non muslim yang
mempelajari Islam, yaitu: John of Damascus (lahir tahun 650 M), ia seorang sarjana dari gereja
Yunani. Ayahnya menjadi kepala keungan pada dinasti Umayah dan ia sendiri pernah menjadi
Perdana Menteri di dinasti tersebut. Setelah itu, ia mulai menarik diri dan menulis berbagai karya
yang bersifat polemik antara Islam dan Kristen. Lebih jelasnya lihat Dr.Moh. Natsir Mahmud,
MA.,Orientalisme Al-Qur’an di Mata Barat (sebuah Studi Evaluatif), (Semarang: Dimas, 1997),
h. 17
2
Lihat Dr. Moh Nastsir Mahmud, ibid.
3
Lihat Dr. Mahmud Hamdi Zaqzuq, al-Isytisyraq wa al-Khalfiah li al-Sira al-hadiriy
(Tp.: Dar al-Manar, t.th.), h. 28

1
Sejarah membuktikan, umat Islam pernah berjaya sebagai umat termaju

di dunia.4 Pada waktu itu peradaban, ilmu pengetahuan (sains) dan akhlak Islam

telah menyinari dunia dan menundukkannya sebelum mereka menggunakan

senjata dalam mempertahankan akidah menghadapi serangan bersenjata musuh-

musuh Islam.

Perang Salib merupakan tragedi dahsyat yang selalu muncul dalam

ingatan dari siapa pun. Perang antara dua kekuatan, Islam dan Kristen dengan

delapan gelombang penyerbuan terhadap umat Islam selama hampir dua abad

(1096-1270 M). Kekuatan besar di Barat hancur berantakan dan tidak sanggup

menduduki wilayah-wilayah penting umat Islam yang ingin mereka aneksasi.

Akibatnya bangsa Barat (Kristen dan Yahudi) termasuk Amerika memendam

kemarahan besar dan dendam kusumat yang membara untuk menghancurkan

Islam dan umatnya (dunia Islam).

Orientalisme adalah satu bentuk invasi intelektual yang bermuara dari

sebab-sebab keagamaan. Gerakan orientalisme tersebut tumbuh pesat di dunia

Barat pasca Perang Salib. Dunia Barat yang terdiri atas Ahlul Kitab (Nasrani dan

Yahudi), setelah repormasi keagamaan, membutuhkan pandangan ulang terhadap

ajaran dan kitab-kitab keagamaan mereka. Untuk itu mereka mulai mengadakan

studi tentang bahasa Arab dan Islam. Mereka memanfaatkan apa saja dari karya-

karya muslim. Dari kajian tentang Islam, orientalis mengembangkan kajiannya

sampai pada persoalan kondisi ekonomi, politik dan lainnya, dengan tetap

berpegang pada perinsip dan tujuan utamanya.

4
Puncak kemajuan umat Islam pada saat pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu sekitar
abad VIII-XIII M. Ketika Bani Abbas memberi corak baru pemerintahannya yaitu dengan
mengadakan kontak terhadap peradaban Yunani yang ada di Mesir, Suriah, dan Irak, serta Persia
yang membuat ulama Islam mempelajari pilsafat dan sains Yunani. Lebih jelasnya lihat
Prof.Dr.Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran (Bandung: Mizan, 1995), h.
103

2
Setelah bangsa Barat menguasai bahasa Arab dan filsafat yang

bersumber dari ulama Islam, buku berbahasa Arab mereka terjemahkan ke dalam

bahasa Latin. Dengan demikian, bukan sains dan pilsafat Islam saja yang mereka

pindahkan ke dunia Barat, tetapi juga pemikiran rasional Islam untuk

menggantikan pemikiran dogmatis yang dikembangkan Gereja di Barat.5

Dalam berbagai kajian tentang sejarah, bahasa Arab, Islam dan umat

Islam, kajian orientalis diarahkan untuk melemahkan jiwa dan rasa kurang

percaya diri, sehingga umat Islam dengan mudah tunduk kepada penguasa barat.

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, pembahasan dalam

makalah akan diarahkan pada beberapa masalah pokok , yaitu:

1. Apa makna orientalisme dan orientalis?

2. Bagaimana pertumbuhan dan perkembangan orientalis?

3. Faktor-faktor apa saja yang mendorong orientalisme dalam studi Islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui makna orientalisme dan orientalis?

2. Untuk mengetahui bagaimana pertumbuhan dan perkembangan orientalis?

3. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendorong orientalisme

dalam studi Islam?

D.

5
Lihat ibid., h. l04-105; lihat juga Prof.Dr.Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam,
Sejarah Pemikiran dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), h. 30-31

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Orientalisme dan Orientalis

1. Orientalisme.

Kata orientalisme atau dalam bahasa arabnya al-istisyrakiyyah adalah

kata yang dinisbatkan kepada sebuah studi/penelitian yang dilakukan oleh selain

orang timur terhadap berbagai disiplin ilmu ketimuran, baik bahasa, agama,

sejarah, dan permasalahan-permasalahan sosio-kultural bangsa Timur. Ada juga

yang mengatakan orientalisme adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang

ketimuran.6

Prof.Tk.H.Ismail Yakub, SH.MA., mengemukakan bahwa orientalisme

terdiri atas perkataan “oriental” dan “isme”, untuk kata yang pertama bermakna

bersifat timur dan yang kedua memiliki makna faham, ajaran, cita-cita, cara,

sistem, atau sikap.7 Jadi, orientalisme adalah ajaran dan paham yang besifat

ketimuran .

Abdul Mun’im Moh. Hasanain juga mengemukakan bahwa orientalisme

yang bahasa Arabnya terambil dari kata “al-Istisyraq, masdar dari fi’il

Istasyraqa” yang maknanya mengarah ke Timur dan memakai pakaian

masyarakatnya,8 sedangkan kata yang menunjuk kepada makna “fa’il” (pelaku)

adalah “al-Mustasyriq” (orientalist).9 yaitu ahli bahasa, kesusastraan dan

6
Lihat, Ali Husni al-Kharbouly, al-Istisyraq fi Tarikh al-Islamiy (Kairo: Jam’iyat al-
Dirasat al-Islamiyah, 1976), h.7
7
TK.H.Ismail Jakub, Orientalisme dan Orientalisten (Surabaya: Faizan, l970), h. 11;
lihat pula dalam A.Muin Umar, Orientalisme dan Studi tentang Islam (Jakarta: Bulan
Bintang,1978),h.7
8
Lihat Abdul Mun’im Muhammad Hasanain, Orientalisme, Terjemahan Lembaga
Penelitian dan Pengembangan Agama (LPPA) Muhammadiyah (Jakarta: Mutiara, l978), h.11
9
Lihat, A.W.Munawwir, Kamus al-Munawwir-Arab Indonesia (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997), h. 715

4
kebudayaan bangsa-bangsa Timur (Asia).10 Dengan demikian orientalisme adalah

faham atau ilmu yang berhubungan dengan dunia Timur. Orang-orang yang

mempelajari atau mendalami ilmu-ilmu tersebut disebut orientalis atau ahli

ketimuran.

2. Orientalis

Seperti telah dikemukakan bahwa orientalisme adalah suatu paham atau

ilmu yang membahas tentang ketimuran, dengan demikian pelaku atau orang

orang yang bergelut dalam ilmu itu disebutlah sebagai orientalis. HM. Joesoef

Sou’yb mengemukakan bahwa Orientalis adalah kata nama pelaku yang

menunjukkan seseorang yang ahli tentang hal-hal yang berhubungan dengan

timur, biasanya disingkat dengan sebutan ahli ketimuran. 11Atau segolongan

sarjana barat yang mendalami bahasa dunia timur dan kesusasteraaannya, dan

mereka yang menaruh perhatian besar terhadap agama dunia Timur, sejarahnya,

adat istiadatnya, dan ilmu-ilmunya.12

Hubungan dunia barat dengan dunia timur, telah dimulai sejak masa

kejayaan dunia timur, yaitu ketika dunia timur penuh dengan pusat-pusat ilmu

pengetahuan, perpustakaan, dan buku-buku berharga. Orang Barat pada waktu itu

belajar pada ulama-ulama Timur, pada para filosof dan pada ahli matematikanhya.

Dunia barat pada saat itu masih dalam keadaan tidur (terkebelakang), sedangkan

dunia timur telah memperoleh kemajuan dari segi ilmu pengetahuan dan

peradaban.

10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,edisi II,
(Jakarta:Balai Pustaka, 1996), h.708; lihat juga dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid XVIII,
(Jakarta:PT.Cipta Adi Pustaka, 1991), h. 461
11
Lihat HM.Joesoef Sou’yb, Orientalisme dan Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), h. 1
12
Lihat A.Hanafi, MA., op.cit., h. 9

5
Muhammad Izzat al-Tahawiy mengemukakan bahwa mereka (orientalis)

adalah sekelompok orang yang terdiri atas beberapa negara dan bangsa yang

berbeda-beda, bekerja pada lapangan studi tentang ke-Timuran, mengenai ilmu

pengetahuan, kesusastraan, khususnya tentang ilmu pengetahuan dunia Arab,

Cina, Parsi, dan India. Pengertian seperti ini pada umumnya ditujukan kepada

orang-orang Kristen dan Yahudi yang berkecimpung pada bidang studi tentang

keislaman dan bahasa Arab.13 Walaupun awalnya istilah orientalis identik

digunakan bagi para ilmuan barat yang ahli tentang ketimuran dalam berbagai

aspek, baik bahasa, kebiasaan, perdaban, terlebih agama-agamanya, namun dalam

perkembangannya pengkhususan makna orientalis kepada orang-orang Barat saja

sudah sukar untuk dipertahankan, karena sudah ada orang-orang timur sendiri

(non muslim) yang dimasukkan sebagai kelompok orientalis , seperti sarjana

Turki dan Filipina.

Karena itu, berdasarkan kenyataan yang telah disebutkan maka secara

umum dapat dikatakan bahwa orientalis adalah sekelompok orang atau golongan

yang berasal dari negara-negara dan ras yang berbeda-beda, yang

mengkonsentrasikan diri dalam berbagai kajian ketimuran, khususnya dalam hal

keilmuan, peradaban, dan agama, khususnya negara Arab, Cina, Persia, dan India.

Dalam perkembangan selanjutnya, kata ini identik ditujukan kepada orang-orang

Kristen yang sangat berkeinginan untuk melakukan studi terhadap Islam dan

bahasa Arab.

B. Pertumbuhan dan Perkembangan Orientalisme.

1. Sebelum dan sesudah Perang Salib.

13
Lihat Muhammad Izzat al-Tahawiy,al-Tabsyir wa al-istisyraq, (Kairo: al-Haiat al-
Ammah li syu’ un al-Matabi’ al-Amiriyah, 1977), h. 35

6
Sejak abad III M. hingga abad VII M. tidak hentinya perang antara

Romawi dan Parsia (206-651 M). Kemudian wilayah Imperium Parsia direbut dan

dikuasai umat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab (634-

644 M), demikian pula wilayah imperium Romawi Timur (Syiria, Paliestina,

Mesir, dan Lybia) ditaklukkan Bani Umayyah (661-750 M), sehingga kekuasaan

umat Islam membentang dari pegunungan Thian Shan di belahan Timur sampai

pegunungan Pyrenees di belahan Barat, hingga laut Tengah terpandang sebagai

Lake of Arabs (Danau bangsa Arab). Di masa kekuasaan Khilafah Abbasiyah dan

Turki Usmani, wilayah Islam sampai ke Prancis Selatan dan wilayah Eropa

Timur. Situasi ini membangunkan semangat dunia Barat, dengan dipandu para

Paus Vatikan, bangsa Barat bersatu melancarkan serangan delapan gelombang, 14

berlangsung hampir dua abad yang termasyhur dengan Perang Salib.

Orientalisme telah mengalami sejarah yang cukup panjang. Usaha

orientalis memahami dunia Timur, khususnya dunia Islam dan agama Islam

merupakan prestasi besar yang patut mendapat perhatian. Banyak pendapat yang

pro dan kontra tentang keberadaan orientalis dengan usaha dan karya mereka

dalam memahami dan meneliti dunia Islam.

Perang Salib seringkali dipandang sebagai faktor yang menyebabkan

orang barat ingin mengetahui lebih luas tentang Islam. Akan tetapi jauh sebelum

Perang Salib telah mulai ada mengenal Islam meskipun masih sangat terbatas.

Pengenalan Islam sebelum Perang Salib oleh orang barat didasarkan pada

penafsiran Bibel. Pengenalan fase awal ini digambarkan oleh Southern seperti

14
Pernyataan seperti ini (Perang Salib terjadi dalam delapan periode) adalah menurut
Musyrifah Sunanto sebagaimana dikutif oleh Samsul Munir Amin dalam bukunya Sejarah
Peradaban Islam,(Jakarta: Amzah, 2009), h.237; lihat juga dalam makalah sebelumnya oleh
Mohamad Harjum, Hubungan Kristen dan Islam (Periode Pertengahan dan Modern) (Makalah
disampaikan dalam Seminar Mata Kulia Sejarah Dunia Islam Modern Program S3, 28 Oktober
2010), h.8

7
dikutif Moh Natsir Mahmud semacam kebodohan manusia yang ada dalam

penjara mendengarkan desas-desus peristiwa dari luar dengan memberikan bentuk

gambaran dari apa yang ia dengar yang dibantu oleh ide-ide prakonsepsinya.15

Sebelum tahun 1100 M. Orang barat mengenal Islam bukan sebagai sebuah

agama. Namun bagi mereka, Islam adalah sebuah ikatan kelompok atau bangsa

yang menyerang orang Kristen dari segala penjuru.16

Sejak kota Jerusalem berada di bawah kekuasaan Daulat Fathimiah,

berlaku tekanan terhadap orang-orang Kristen yang berziarah. Kasus itulah yang

dijadikan pembangkit dendam lama yang oleh Paus Urban II Vatikan (1088-

1099M), dijadikan pembakar kemarahan orang-orang dan raja-raja Kristen di

Eropa untuk melakukan Perang Suci untuk merebut Jerusalem dari tangan kaum

muslimin yang kemudian dikenal sebagai “Perang Salib” yang berlangsung

hampir dua abad. Dan pasca Perang Salib inilah maraknya orientalisme.

Sejak Perang Salib, orang-orang Barat (Kristen) menyaksikan

perkembangan dan kemajuan kebudayaan dunia Islam, serta kemajuan dari segi

ilmu pengetahuan (sains) dan filsafat, menggugah dan membangkitkan keinginan

keras kaum cendekiawan Angkatan Salib untuk mengenali dan mempelajari peri

keadaan dunia Timur dan Konsentrasinya kepada dunia Islam.

Di samping melalui Perang Salib, pengenalan terhadap Islam adalah

dengan kontak langsung, yaitu kunjungan beberapa pastur Kristen Barat, datang

ke Andalusia (Spanyol) untuk belajar di sekolah-sekolah Islam dalam berbagai

ilmu pengetahuan: Bahasa Arab, Ilmu Pasti, Ilmu Falaq, Filsafat dan lainnya. Di

antara mereka adalah: Pastur Gerbert dari Perancis yang menjadi Paus di Roma

15
Lihat Dr.Moh Natsir Mahmud,MA., op.cit., h. 39
16
Lihat, ibid.

8
Katolik (tahun 999), Pierrele Aenere (1092), Gerard de Cremona (1114-1187). 17

Dan beberapa tokoh barat lainnya yang mengunjungi wilayah-wilayah Islam. 18

Dengan demikian, Perang Salib merupakan salah satu faktor yang

mendorong kemajuan iptek dan pertumbuhan pesat orientalisme di dunia Barat, di

samping faktor kesungguhan mempelajari Islam, bahasa Arab, sentuhan dengan

perguruan Islam. Penerjemahan manuskrip-manuskrip dan buku-buku

pengetahuan berbahasa Arab ke bahasa Latin.

2. Abad Pertengahan dan Era Kebangkitan (Renaissance)

Pada abad pertengahan, orang-orang Barat memandang Islam dengan

penuh kekaguman bercampur rasa hormat dan segan dan bahkan rasa takut dan

cemas. Hal itu terjadi karena adanya kekuatan yang dimiliki oleh Islam dan

peradaban yang sangat maju.19 Mereka menganggap Islam sebagai satu bahaya

hakiki bagi Barat, baik akidah, peradaban, maupun kekuatan militer.

Sejak awal abad I Hijriah, kekuatan Islam benar-benar telah mencapai

kesempurnaan dan menyeluruh, meliputi kekuatan politik, militer, pendidikan,

kebudayaan, dan kerohanian. Keadaan itu masih terus berkembang hingga abad

III Hijriah umat Islam telah menaklukkan berbagai wilayah yang memiliki potensi

sangat berarti. Wilayah-wilayah tersebut sebelumnya di bawah kekuasaan

imperium Romawi pemeluk Masehi, antara lain Syiria (Syam), Mesir, Magrib

(Maroko), Spanyol, dan sebagian wilayah Perancis.

17
Ismail jakub,op.cit., h.11
18
Tokoh-tokoh Barat dimaksud antara lain: Roger dari Hauteville, mendatangi kota Sicilia
tahun l060, Alfonso VI mengunjungi Toledo tahun l085 dan Geoffery dari Bouillon pergi ke
Yerussalem tahun 1099. Mereka inilah yang mengadakan kontak langsung dengan umat Islam.
Lebih jelasnya lihat, Dr.Moh Natsir, op.cit., h.42
19
Dalam Alquran ditegaskan bahwa kekuatan yang dimiliki oleh umat Islam berupa
persenjataan yang canggih (al-quwwat) dapat menggetarkan musuh-musuh umat Islam itu sendiri.
Dan hal itu diperintahkan untuk mempersiapkannya. Lebih jelasnya lihat QS.al-Anfal (8):60

9
Bangsa barat menyaksikan perkembagasn Islam ini, sementara mereka

masih dalam keadaan bodoh dan terbelakang. Bahkan disebutkan oleh seorang

sejarawan Eropa, Gibbon: “masa itu merupakan masa yang paling buruk yang

dialami bangsa Eropa sepanjang sejarahnya.”

Dengan perlawanan bangsa Barat Masehi melalui pasukan tentara

Salibnya kepada Islam, hasilnya pun hanya berupa kerusakan, kehancuran,

pembantaian massal, penumpahan darah serta makin meluasnya perbuatan amoral,

mereka mengakhiri perang itu dengan hasil yang mengecewakan dan sia-sia.

Mereka belum pernah memerangi orang-orang Islam seperti itu sebelumnya.

Dalam menggerakkan gelombang penaklukkan Islam periode kedua,

kaum muslimin dapat menaklukkan Konstantinopel pada tahun 1453 M.

Kemudian pada pertengahan abad XV Masehi dapat meluas hingga Eropa bagian

Barat, dan menguasai wilayah Vienna pada tahun 1529 M.

Pada akhir abad XIX Masehi, Islam dalam kekuasaan daulah

Utsmaniyah merupakan saat perlawanan yang hakiki terhadap kebudayaan barat.

Tidak hanya perlawanan dalam bentuk kekuatan militer, tetapi dalam segala

aspek, termasuk alam pemikiran dan akidah.

a. Orientalisme tentang Islam.

Rasa takut terhadap Islam karena ketidaktahuan dan rasa dengki

menyelimuti bangsa Eropa di abad pertengahan, sehingga terbentuklah gambaran

yang tidak baik tentang Islam dalam benak mereka. Gambaran yang salah itu

sebagai tonggak awal munculnya gerakan orientalisme. Para orientalis bahu-

membahu menyimpangkan bentuk Islam dari potret yang sebenarnya, baik

langsung ataupun tidak.

10
Hal ini digambarkan oleh seorang orientalis Montgomery Watt dengan

mengatakan: Sesungguhnya akidah ajaran Islam terdiri atas bentuk penyimpangan

dari ajaran Kristen. Islam adalah sebuah agama yang ganas dan tersebar melalui

perang. Agama Islam mengajak manusia agar menyibukkan diri dalam dunia

nafsu, terutama nafsu seksual. Dalam pribadi Muhammad sendiri terdapat

kelemahan akhlak (yakni banyak menikahi wanita). Sehingga ia pantas dikatakan

sebagai pendiri agama yang menyimpang. Karena itu, hendaknya dijadikan

prinsip bahwa Muhammad merupakan senjata atau tangan kanannya setan.

Bahkan bangsa Eropa pemeluk Masehi pada abad pertengahan menamakannya

sebagai setan.20

Dengan demikian tujuan mereka menyebarluaskan gambaran Islam yang

tidak benar tersebut, meliputi dua hal:

1. Mengadakan kesenjangan agar Islam tidak tersiar di Eropa seperti

tersiarnya pada bangsa lain.

2. Untuk menumbuhkan keraguan dalam hati umat Islam terhadap ajaran

agamanya, dan berusaha untuk memurtadkan mereka dari Islam dengan

cara kristenisasi.

Karena itu, dengan dasar inilah maka gerakan kristenisasi sangat terkait

(saling mendukung) dengan orientalisme di Barat.

b. Sikap orientalis terhadap Muhammad saw.

Mayoritas orientalis Barat, baik penulis atau sejarawannya, sejak abad

pertengahan dan era kebangkitan telah sepakat dalam memberikan sifat kepada

Rasulillah saw. dangan tuduhan pendusta, mengada-ada tentang wahyu, pendiri

Islam, pengarang Alquran. Bahkan mereka sepakat menamakannya

20
W.Montgomery Watt, Islam and Christianity Today (London: tp., t.th.), h.3-4

11
“Muhammadisme” menyamakannya dengan nama masehi, kepada al-Masih. Dari

sinilah merembetnya tuduhan dusta yang lebih kejih dengan memberi julukan ahli

sihir, manusia syahwati, penyeru free sex, kekerasan, menyiarkan ajarannya

dengan perang, serta menyatakan bahwa Islam adalah sempalan-sempalan dari

ajaran Masehi.

Bahkan orientalis mengklaim Muhammad sebagai seorang penipu, 21 dan

umumnya ulama di kalangan Islam telah berlebihan dalam memuji pendusta yang

mengaku nabi itu, yakni dengan menambah-nambah sifat terpuji kepadanya

melebihi para fanatik pengikut Masehi dalam memuji Isa. Bahkan menurut

mereka (orientalis) para ahli tafsir berlebihan memberi pujian kepada Muhammad

dengan memberikan sifat ketuhanan padanya.

c. Sikap orientalis terhadap Alquran.

Pengingakaran mereka terhadap kenabian Muhammad berarti

mengingkari keberanan Alquran sebagai wahyu dan mengingkari kemukjizatan

Alquran. Anggapan mereka bahwa Alquran itutidak lain kecuali buatan manusia

dengan bantuan orang lain.

Dr. Wahbah mengemukakan bahwa sejak datangnya Islam, orang-orang

kafir tidak percaya terhadap Alquran yang diturunkan kepada Muhammad, dan

bahkan mereka mengklaim Alquran itu hanya buatan Muhammad yang dibantu

oleh kaumnya dari ahlul kitab yang telah masuk Islam.22

3. Orientalisme Abad modern.

21
Lihat Edward W. Said, Orientalism, terj. Asep Hikmat, Orientalisme (Bandung:
Pustaka, 1996), h. . 93
22
Lihat Dr.Wahbah al-Zuhailiy, al-Tafsir al-Munir, juz XIX (Damasykus:Dar al-Fikr,
1998), h. 15-16; Lihat juga dalam Syihab al-Din al-Sayid Mahmud al-Alusiy, Ruh al-Ma’aniy
Tafsir al-Qur’an al-‘Azim wa al-Sab’ al-Masaniy, juz XVII (Bairut: Dar Ihya al-Tiras al-‘Arabiy,
1999), h.575-576

12
Dalam masa ini terdapat gejala perbaikan image Barat terhadap Islam.

Sebagian cendekiawan muslim beranggapan bahwa para oeientalis modern

berbeda dan telah berubah dari pola orientalis abad XIX M, sedangkan orientalis

modern mengambil sikap yang sangat berbeda. Yaitu sikap sebagai peneliti yang

jujur dan berdasarkan kajian objektif, di samping sebagai rekan yang saling

menghormati.23

Beberapa tokoh Barat misalnya: William dari Malmesbury, sebagaimana

dikutif oleh Moh Natsir Mahmud bahwa Islam sebagai agama monoteisme yang

mempercayai Muhammad bukan sebagai Tuhan melainkan sebagai Rasul Tuhan.24

Diketahui bahwa seluruh kelompok orang Saracen menyembah satu

Tuhan dan menerima hukum Perjanjian Lama dan ritus penyunatan. Mereka juga

tidak menyerang Kristus dan Rasul-rasul. Hanya ada satu yang mereka jauh dari

keselamatan yaitu menolak Yesus Kristus sebagai Tuhan atau Putra Tuhan, dan

dalam memuliakan Muhammad, seorang pembujuk sebagai nabi yang agung di

hadapan Tuhan Yang Maha Tinggi.

Gambaran yang dikemukakan di atas masih bersifat apologi, tetapi sudah

terdapat tanda-tanda persepsi yang lebih maju jika dibanding masa sebelumnya.

Meskipun terdapat gejala perbaikan tersebut, tetapi gejala itu tidak

merata di dalam masyarakat Barat, bahkan di kalangan intelektual tidak semuanya

memiliki persepsi semacam itu. Marco Polo (1254) dalam salah satu tulisan

laporan perjalanannya di beberapa wilayah Timur masih memberikan image

negatif terhadap Islam. Ia memandang bahwa agama Islam menyembah

muhammad.25

23
Dr. Ahmad A.Ghurab, op.cit., h. 66
24
Lihat Dr.Moh. Natsir Mahmud, MA., op.cit., h.45
25
Lihat ibid., h.47

13
Pada pase ini pula bersamaan dengan era kolonialisme Barat ke negara-

Islam dalam bidang politik, militer, kultural dan ekonomi (abad 19 dan ¼ pertama

abad ke 20). Pada pase ini banyak orientalis yangmenyumbangkan karya dalam

bidang studi Islam. Tidak sedikit pula dari karya karya berbahasa Arab dan Persia

diedit dan diterjemahkan lalu diterbitkan. Periode ini pula ditandai dengan

lahirnya pusat-pusat studi ke-Islaman.

Dengan demikian fase ini bersamaan dengan modernisasi barat. Dunia

Barat merasa berkepentingan menimba ilmu pengetahuan, dengan detandai

adanya pengumpulan-pengumpulan segala macam informasi tentang ketimuran.

Dan berlanjut pase ini, Islam dan umat Islam menjadi obyek kajian yang

populer. Kajian itu tidak hanya dilakukan untuk kepentingan akademis, tapi juga

untuk kepentingan perancang kebijakan politik dan juga bisnis.

Untuk mengeruk keuntungan ilmiah lebih banyak, para orientalis

memperlajari dan mengkaji masalah-masalah yang mereka anggap sebagai

kelemahan, kemudian digunakan sebagai senjata menyerang kaum muslimin. 26

Mereka menyaring isi kitab-kitab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa untuk

disebarluaskan ke seluruh wilayah Islam dan non-Islam.

Jadi, orientalisme sangat berhubungan dengan kolonialisme, bertugas

mengumpulkan informasi, menerjemahkan maklumat-maklumat, mengumpulkan

data, tafsiran sejarah agama, kebudayaan, serta hal-hal yang menyangkut tradisi.

Dengan tugas itu, tampaklah sosok orientalis sebagai informan negaranya

dan sebagai orang yang berpotensi dalam menentukan langkah bagi kolonial.

26
Sebagai bukti sebagian tulisan orientalis, memilih kajian tentang sastra dan pemikiran
Islam yang menyimpang pada abad itu. Seperti pemikiran aliran tasawuf yang menyimpang. Mulai
merembesnya filsafat Yunani terhadap pemikiran dan aliran-aliran dalam islam.Kesemuanya itu
mereka masukkan ke dalam buku terjemahan mereka, sehingga terkesan merupakan peninggalan
ajaran Islam.

14
Semakin luas wilayah jajahan kolonial, semakin kuatlah ketergantungan dan

kepercayaan kepada orientalis yang dijadikan sebagai bagian dari misi

kolonialisme.

Christian Snouck Hurgronje mengemukakan keharusan adanya kerja

sama orientalisme dengan kolonialisme, dan mengatakan bahwa sesungguhnya

syariat islam merupakan objek penting dalam studi orientalisme. Tidak hanya

terbatas pada teori mengenai sejarah perundang-undangan, kebudayaan dan

agama, tetapi juga harus mecakup tujuan praktisnya. Hal ini jelas terlihat, bila

hubungan antara Eropa dengan wilayah Timur Islam makin kuat, maka akan

semakin banyak wilayah Islam yang tunduk mengikuti kekuasaan bangsa Eropa.27

Di samping akan semakin kuatlah bangsa Eropa dalam usaha mengkaji dan

mengetahui pemikiran kehidupan mereka,kajian tentang syariat, dan latar

belakang mereka tentang ajaran dan hukum Islam.

Dari uraian di atas nampak ada dua situasi yang bertentangan mewarnai

masa romantisme. Di satu sisi muncul upaya mempelajari agama secara ilmiah

spesialis dan di sisi lain berkembang usaha menguasai dunia Timur dengan

imperialisme dan kegiatan bisnis. Dengan demikian di abad ini, studi Islam oleh

orientalis tetap masih ada corak prasagka yang dimanfaatkan untuk kepentingan-

kepentingan praktis. Tetapi apakah corak semacam itu mewarnai seluruh kegiatan

ilmiah orientalis sampai sekarang? Steenbrink mengatakan, bahwa bagaimanapun

juga konfrontasi politik (antara Barat dan Timur Islam) membawa pengaruh

terhadap ilmuan Barat dalam mempelajari dunia Timur, khususnya studi agama

islam dan umat Islam. Ilmuan Barat tersebut tidak bisa lepas dari latar belakang

sosial politiknya. Di antara mereka ada yang bekerja sebagai pengawal kolonial

27
C.Snouck Hurgronje, Pilihan Pemikiran S.Hurgronje (Tt.:tp., t.th.), h.267

15
atau masuk dalam dinas gereja Kristen dalam usaha penyebaran agama kristen.

Tetapi juga ada ilmuan yang hanya tinggal di dalam kampus universitas mereka,

tidak terlihat dalam kegiatan politik praktis akan tetapi tulisan-tulisan mereka

sering sukar diterima oleh pembaca muslim.28

C. Faktor-faktor Pendorong Orientalis dari Studi-studi ketimuran.

Seperti telah dikemukakan secara umum tentang fase-fase pertumbuhan

dan perkembangan orientalis, dan di dalamnya secara inplisit disinggung beberapa

hal yang mendasari munculnya orientalisme.

Secara global, motivasi orientalis dari studi-studi ketimuran, terutama

yang berhubungan dengan agama Islam, secara singkat diuraikan.

1. Motif Agama.

Kebenaran motivasi agama bagi orientalis Barat, dimulai oleh para r

ahib/pendeta yang terus berlanjut hingga sekarang seperti yang disaksikan.

Mereka meyakinkan orang Barat bahwa Islam dan umatnya dianggap sebagai

musuh Kristen satu-satunya. Islam adalah agama yang tidak boleh menyebar di

Barat, karena umat Islam merupakan bangsa yang buas, jahat, gemar mecuri, dan

menumpahkan darah. Islam memerintahkan umatnya agar mencari kesenangan

hidup di dunia tanpa akhlak yang luhur.

Motif agama ini mempunyai beberapa tujuan antara lain;

a. Untuk menumbuhkan keragu-raguan atas kerasulan Muhammad dan

menganggap hadis Nabi sebagai perbuatan umat Islam selama tiga abad

pertama.

b. Untuk menumbuhkan keraguan terhadap kebenaran Alquran dan

mencelanya.

28
Lihat Steenbrink, op.cit., h. 16-20

16
c. Memperkecil nilai fiqih islam danmenganggapnya sebagai adopsi dari

hukum Romawi.

d. Memojokkan bahasa Arab dan menjauhkannya dari pengatahuan yang

semakin berkembang.

e. Mengangkat hadis-hadis lemah dan palsu untuk mendukung pendapatnya

dan membangun teorinya.

f. Mengupayakan agar umat Islam beralih kepada sumber-sumber Yahudi dan

Nasrani.

g. Mengkristenkan umat Islam.

Menurut al-Sibaiy, motivasi agama pada dasarnya untuk kepentingan

misionaris.

Dalam hal ini mereka menggambarkan Islam dalam image yang negatif

agar umat Islam meragukan agamanya dan bertujuan memperkokoh kedudukan

agama mereka.29

2. Motif Ekonomi dan Penjajahan.

Di antara motivasi yang tampak di balik usaha-usaha orientalis dan

sekutunya adalah untuk mengeruk kekayaan dan bersandiwara dalam bentuk kerja

sama bisnis dengan umat Islam (negara-negara Islam) berpretensi suapaya hasil

produksi industri dan barang dagangan mereka laku serta dapat membeli bahan

mentah dengan harga yang serendah mungkin dan segala hasil dan sumber alam

yang berharga di dunia Isalm.

Lembaga lembaga keuangan, perusahaan perusahaan raksasa, danpihak

pemerintah Barat telah mengeluarkan biaya banyak untukpara peneliti dalam

rangka mengenal lebih jauh tentang kondisi negara-negara Islam melalui laporan

29
Lihat Mustafa al-Sibaiy, al-Istisyraq wa al-Mustasyriqun ma lahum wa ma ‘alaihim,
(Kuwait: Maktabat Dar al-Bayan, 1968), h. 19

17
lengkap mereka. Penelitian tersebut sangat digalakkan terutama pada masa

sebelum penjajahan Barat teradap negara-negara Islam pada abad 19 dan 20 M.

3. Motif Politik.

Motivasi bentuk ini semakin jelas warnanya di abad modern ini, terutama

setelah mereka berhasil menguasai sebagian besar negara-negara Islam. Di setiap

kedutaan (perwakilan diplomatik) negara-negara Barat di dunia Islam selalu

terdapat atau ditempatkan pakar kebudayaan yang menguasai bahasa Arab,

sehingga dengan mudah menghubungi para cendekiawan, politikus, dan para

wartawan untuk lebih memahami pemikiran dan yang berkembang, selain untuk

memperkenalkan dan menanamkan strategi politis yang dikehendaki dunia Barat.

D. Motivasi Ilmiah.

Di antara para orientalis ada yang benar-benar terjun ke dinia

orientalisme atas dorongan keinginan jujur untuk melakukan penelitian ilmiah

terhadap peradaban bangsa, agama dan kebudayaan, serta bahasanya. Memang

sering ditemukan kesalahan dalam memahami Islam dari umat Islam, disebabkan

kedangkalan pengetahuan mereka, namun kesalahan tersebut lebih ringan

dibandingkan dengan hasil bacaan dari kajian-kajian orientalis yang tidak objektif,

dan bahkan sengaja untuk memutarbalikkan kebenaran sebagai akibat kedengkian

yang bersarang di hati mereka.

Kajian dari sebagian kecil para orientalis yang tidak disertai kebencian

terhadap Islam dan umatnya, artinya tidak bermaksud merusak dan

menyelewengkan kebenaran, sehigga kajian-kajian merreka ini mendekati

kebenaran dan sistematika ilmiah yang objektif. Bahkan ada di antara mereka

yang mendapat petunjuk Allah, sehingga masuk Islam dan mengimani

risalahnya.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

1. Kata orientalisme dengan bahasa Arabnya al-Istisyrakiyyah adalah kata

yang dinisbatkan kepada sebuah studi/penelitian terhadap berbagai disiplin

ilmu ketimuran, baik bahasa, agama, sejarah, dan kebudayaan. Dan orang-

19
orang yang mengkonsentrasikan dirinya dalam mengkaji aspek-aspek

tersebut dinamalkan sebagai Orientalis.

2. Pertumbuhan dan perkembangan Orientalisme dapat dibagi beberapa fase,

yaitu : Fase gerakan anti-Islam yang dimotori oleh Yahudi dan Kristen.

Gerakan ini merupakan reaksi dari persentuhan langsung bangsa Barat

yang masih terkebelakang dari satu pihak dan dunia Timur (Islam) yang

maju dari pihak lain, mendorong mereka untuk memahami dan mengkaji

aspek-aspek ketimuran. Di samping itu, kekalahan bangsa Barat Kristen

dalam perang Salib juga memicu semangat anti Islam ini, gerakan ini

sejalan dengan misionaris. Fase kedua, kajian dan cacian (abad 17 dan 18).

Fase ini terjadi bersamaan dengan modernisasi Barat. Barat berkepentingan

menimba ilmu pengetahuan. Pada periode ini raja-raja dan ratu-ratu di

Eropa sepakat untuk mendukung pengumpulan segala macam informasi

tentang ketimuran. Fase ketiga, kajian dan kolonialisme. Fase ini

bersamaan dengan era kolonialisme Barat kenengara-negara Islam dalam

bidang politik, militer, kultural dan ekonomi. Dan fase ini, beberapa

orientalis memberikan sumbangsih ilmu pengetahuan dengan

menyumbangkan karya-karya dalam bidang studi Islam. Dan fase keempat

adalah fase kajian dan politik, dengan objek kajian adalah Islam dan

umatnya. Kajian tersebut tidak hanya dilakukan untuk kepentingan

akademis, tapi juga dipakai untuk perancang kebijakan politik dan juga

bisnis.

3. Perekembangan berikutnya, studi oreintalis terhadap Islam sangat

bermanfaat bagi kepentingan empiarialisme Barat terhadap dunia Timur,

terutama dunia Islam. seperti studi Snouck Hurgronje di Indonesia. Dalam

20
perkembangannya, orientalis juga muncul dari kalangan yang beragama

Yahudi, seperti Bernard Lewis, Goldshiher dan lain-lain. Adapun orientalis

dari kalangan Yahudi, mereka bekerja untuk menebarkan paham, serta

misinya sendiri. Namun pada satu sisi mereka bisa bersama, yang paling

mencolok dari pola gerakan mereka saat ini adalah framing Islam dengan

wajah teroris, yang digambarkan sebagai ancaman global. Studi-studi

orientalis ini tidak hanya ditujukan untuk membentengi Barat dari pengaruh

Islam, namun juga sebaliknya ditujukan kepada umat Islam, berbentuk

upaya pendangkalan- pendangkalan aqidah, serta informasi- informasi yg

keliru tentang Islam, baik dari sisi sejarah, pemikiran dan worldview, serta

menjauhkan umat Islam jauh dari agamanya, dan phobia antar sesama

mereka.

4. Adapun motif-motif orientalis dari studi ketimuran adalah antara lain; motif

agama, ekonomi dan penjajahan, politik, serta motivasi ilmiah.

B. Implikasi.

Harus diakui bahwa dengan berbagai motivasi yang mendorong orientalis

mengkaji timur maka tidak seluruhnya atau tidak selalu bertujuan negatif, hal itu

terlihat adanya di antara mereka yang bermotiv ilmiah (ilmu pengetahuan) yang

penilaiannya terhadap Islam (dunia timur) cenderung objektif.

DAFTAR PUSTAKA

A. Steenbrink, Karel, Mencari Tuhan dengan Kaca Mata Kaum Barat. Jilid II;
Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana IAIN Sunan Kalijaga, 1988

al-Alusiy, Syihab al-Din al-Sayid Mahmud, Ruh} al-Ma’aniy Tafsir al-Qur’an


al-‘Azim wa al-Sab’ al-Masaniy, juz XVII. Bairut: Dar Ihya al-
Turast| al-‘Arabiy, 1999

al-Kharbouly, Ali Husni, al-Istisyraq fi Tarikh al-Islamiy. , Kairo: Jam’iyat al-


Dirasat al-Islamiyah, 1976

21
al-Sibaiy, Mustafa, al-Istisyraq wa al-Mustasyriqun ma lahum wa ma ‘alaihim.
Kuwait: Maktabat Dar al-Bayan, 1968

al-Tahawiy, Muhammad Izzah, al-Tabsyir wa al-istisyraq. Kairo: al-Haiat al-


Ammat. T.th.
al-Zuhailiy, Dr. Wahbah, al-Tafsir al-Munir, juz XIX. Damasykus:Dar al-Fikr,
1998

Departemen Agama, Alquran dan Terjemahnya. Jakarta: PT. Bumi Restu, 1981

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,edisi


II, Jakarta:Balai Pustaka, 1996

Ensiklopedi Nasional Indonesia, jilid XVIII. Jakarta:PT. Cipta Adi Pustaka, 1991

Harjum, Mohamad, Hubungan Kristen dan Islam (Periode Pertengahan dan


Modern) (Makalah disampaikan dalam Seminar Mata Kulia
Sejarah Dunia Islam Modern Program S3, 28 Oktober 2010)

Hasanain, Abdul Mun’im Muhammad, Orientalisme, Terjemahan Lembaga


Penelitian dan Pengembangan Agama (LPPA) Muhammadiyah,
Jakarta:Mutiara, l978

Hurgronje, C.Snouck, Pilihan Pemikiran S.Hurgronje. t.t: tp., t.th.), h.267

Jakub, TK. H. Ismail, Orientalisme dan Orientalisten. Surabaya: Faizan, l970

Mahmud, Dr. Moh. Natsir, Orientalisme Al-Qur’an di Mata Barat. Sebuah Studi
Evaluatif . Semarang: Dimas, 1997

Munawwir, AW, Kamus al-Munawwir-Arab Indonesia. Surabaya: Pustaka


Progressif, 1997

Nasution, Prof. Dr. Harun, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran. Bandung:
Mizan, 1995

Pembaharuan dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta:Bulan


Bintang, 1975

Samsul Munir Amin dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah,
2009

Sou’yb, HM. Joesoef, Orientalisme dan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1985

Umar, A. Muin, Orientalisme dan Studi tentang Islam. Jakarta: Bulan Bintang,
1978

Watt, W. Montgomery, Islam and Christianity Today. London: tp., t.th.

22
W.Said, Edward, Orientalism, terj. Asep Hikmat, Orientalisme. Bandung:
Pustaka, 1996

Zaqzuq, Dr. Mahmud Hamdi, al-Isytisyraq wa al-Khalfiah li al-Sira al-hadiriy,


t.t..:Dar al-Manar, t.th.

23

Anda mungkin juga menyukai