Anda di halaman 1dari 28

RUMPUN ILMU PENGETAHUAN ALAM DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN

BARAT

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Islam dan Ilmu Pengetahuan

Dosen Pengampu: Muhammad Dahlan

Disusun oleh:

Siti Chairunnisa Haq 11190130000073

Gilang Aulia Prasetya 11190130000103

Kelas: PBSI/6C

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


JAKARTA

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, puji
dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, d
an inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah tentang
“Rumpun Ilmu Pengetahuan Alam dalam Perspektif Islam dan Barat”. Makalah ini telah pen
ulis susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat me
mperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terima kasih ke
pada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah yang telah
dibuat ini. Oleh sebab itu, penulis berharap adanya kritik dan saran demi perbaikan makalah
yang lebih baik pada pembuatan makalah selanjutnya.

Ciputat, 15 Mei 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...........................................................................................................
KATA PENGANTAR.................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Ilmu Alam............................................................................................... 3
B. Jenis Rumpun Ilmu Alam.................................................................................... 6
C. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam......................................................................... 6
D. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan Alam........................................................................ 9
E. Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam........................................................................... 12
F. Ilmu Pengetahuan Alam dalam Perspektif Islam dan Barat................................ 16

BAB III PENUTUP


A. Simpulan.................................................................................................................. 25
B. Saran ....................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 26

ii
ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kemajuan peradaban umat Islam dalam ilmu pengetahuan dapat dilihat
pada era dinasti Abbasiyah maupun pada abad pertengahan, ketika umat Islam tidak
hanya tampil sebagai komunitas ritual namun juga sebagai komunitas intelektual.
Secara historis umat Islam mengalami kemajuan dengan penguasaan ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang disiplin ilmu saat itu. Dapat dikatakan bahwa
majunya sebuah peradaban adalah karena majunya ilmu pengetahuan di kalangan
umat manusia. Begitu juga sebaliknya kemunduran suatu peradaban selalu diawali
dengan memudarnya budaya ilmu dalam masyarakat di suatu negeri.
Memadukan Islam dengan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah satu pemikiran
yang didasarkan pada asumsi bahwa pengembangan IPA dalam konteks ke-Islam-an
merupakan suatu keharusan bagi kelanjutan peradaban umat manusia yang harmonis
di masa depan. Mengembangkan IPA secara sepihak, dalam artian terbebas dari nilai-
nilai ke-Islam-an, akan menimbulkan berbagai masalah atau bencana. Ilmu
pengetahuan dari peradaban Barat tidak dapat dipungkiri juga turut serta dalam
memajukan kehidupan masyarakat modern dengan berbagai kelebihannya, namun di
sisi lain ia juga dianggap turut “merusak” tatanan ilmu yang berlaku. Titik awal
perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah berangkat dari keraguan atau yang
dikenal dengan faham skeptisisme.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah ilmu alam?


2. Apa saja jenis rumpun ilmu alam?
3. Apa hakikat ilmu pengetahuan alam?
4. Apa ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah?
5. Apa saja Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam?
6. Bagaimana rumpun ilmu pengetahuan alam dalam perspektif Islam dan Barat?

1
C. Tujuan
1. Mahasiswa/i dapat mengetahui sejarah ilmu alam.
2. Mahasiswa/i dapat mengetahui jenis rumpun ilmu alam.
3. Mahasiswa/i dapat mengetahui hakikat ilmu pengetahuan alam.
4. Mahasiswa/i dapat menyebutkan ciri-ciri ilmu pengetahuan ilmiah.
5. Mahasiswa/i dapat mengetahui siapa saja Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam.
6. Mahasiswa/i dapat mengetahui rumpun ilmu pengetahuan alam dalam perspektif
Islam dan Barat.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Ilmu Alam


Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah
ekspansi Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh lima tahun setelah
wafatnya Nabi Muhammad Saw, pada tahun 632 M, kaum Muslim telah berhasil
menaklukkan seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang
dalam sejarah Islam disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al buldaan) ini
berlangsung pesat dan tak terbendung.
Islam datang membawa pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang bernilai dan
bertujuan pada kebahagiaan yang haq bagi seluruh umat manusia. Kedudukan ilmu
pengetahuan dalam Islam, adalah pengetahuan sebagai kebudayaan. Islam sangat
memperhatikan bahkan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam dengan
diutus-Nya Nabi Muhammad SAW, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak
dari sebuah kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang
ideal. Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar
selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju kemajuan
peradaban.
Ilmu pengetahuan dan peradaban Barat tidak dapat dipungkiri juga turut serta
dalam memajukan kehidupan masyarakat modern dengan berbagai kelebihannya, namun
disisi lain ia juga dianggap turut “merusak” tatanan ilmu yang berlaku. Titik awal
perkembangan ilmu pengetahuan di Barat adalah berangkat dari keraguan atau yang
dikenal dengan faham Skeptisisme, faham ilmu yang berkembang semacam
Rasionalisme, Empirisme telah menceraikan ilmu dari agama yang berarti menceraikan
hubungan manusia dengan Tuhannya.
Di masa lalu, para ilmuan Muslim tidak menghadapi berbagai tantangan dari sains-
sains yang tidak Islami sedemikian rupa sehingga memaksa mereka untuk melakukan
pembedaan tersebut. Ada dua alasan utama untuk ini, yaitu:
1. Dalam kenyataannya, tidak ada sains yang tidak Islami yang penting untuk
dibicarakan waktu itu. Walaupun pada dasarnya sudah lahir beberapa teori ilmiah

3
dan filosofis pra Islam seperti teori atom Demoeritus di Yunani, yang dinilai oleh
para sarjana dan pemikir Muslim sebagai sains kontemporer yang bersentuhan
dengan mereka dianggap bersesuaian dengan prinsip tauhid dan perspektif Islam.
Ini berlaku khususnya pada sains Aristotelian, arus utama pemikiran Yunani yang
memasuki ruang kultural peradaban Islam yang baru terbentuk.
2. Tidak ada tandingan bagi sains-sains mereka, mereka sadar bahwa mereka adalah
para pemuka intelektual dan penghasil sains kontemporer.

Berdasarkan dua hal tersebut, secara praktis, sains kontemporer yang Islami
maupun tidak adalah milik mereka sendiri. Sehingga ide tentang sains tak Islami yang
menyuguhkan tantangan intelektual pada upaya ilmiah mereka tidak muncul sama sekali.

Tiga faktor utama pencarian model-model baru terkait masalah sains, yaitu :
Pertama, adanya kemajuan-kemajuan besar di ujung-ujung batas penelitian sains, seperti
dalam fisika sub atomic, telah membuat usang pandangan dunia Cartesian dan
mekanistik yang sejak abad ke-17 telah memberikan sains asumsi-asumsi
fundamentalnya tentang realitas dunia fisik. Kedua, krisis ekologi kontemporer telah
membawa perhatian utama pada persoalan tentang hubungan keseluruhan antar manusia
dengan alam serta isu- isu teknologi yang tepat. Ketiga, disiplin sejarah sains telah
memampukan manusia Barat untuk memperoleh pengetahuan yang lebih baik tentang
ilmu alam dan pengetahuan teknis yang dikembangkan oleh peradaban lain sebelum
periode modern, yang tidak dapat direduksi begitu saja sebagai antisipasi terhadap sains
modern.

Sesungguhnya yang menjadi perhatian utama dari gagasan sains Islam terkait erat
dengan masalah filosofi dasar sains yang berkembang dan di akui dewasa ini termasuk
pradigma dan metodologi sains yang berkembang di dunia modern yang lebih banyak
dipengaruhi oleh paradigma pemikiran filsafat Barat modern yang sekuler. Sebagai
implikasinya terjadi bisa epistemology dan aksiologi yang dalam, antara sains dengan
paradigma moral yang dikembangkan dalam agama Islam. Dalam tataran praktis sains
yang dikembangkan menjadi kering dari sentuhan religious, akibatnya kondisi ini
menimpa berbagai disiplin ilmu pengetahuan yang selama ini dipelajari oleh umat Islam.

4
Oleh karena itu, gagasan Islamisasi sains kemudian muncul dengan segala
konsekuensinya dan reaksi pro-kontra terhadap trobosan pembaharuan pemikiran
tersebut.

B. Jenis Rumpun Ilmu Alam


Ilmu-ilmu alam yang menyelidiki benda-benda alami dan aksiden-aksiden yang
inheren di dalamnya, dibagi menjadi :
1. Mineralogy, yang meliputi :
a. Kimia
b. Geologi
c. Metalurgi: Metalurgi adalah ilmu yang mempelajari sifat-sifat kimia dari logam
dan cara memanfaatkan logam untuk kegunaan sehari-hari. Kata 'Metalurgi'
sebenarnya berasal dari Bahasa Yunani 'Metallougos', merupakan istilah yang
digunakan oleh ahli kimia untuk mendeskripsikan ekstraksi logam dari mineral.
2. Botani yang berkaitan dengan seluruh spesies tumbuh-tumbuhan, dan sifat umum
dan khusus dari masing-masing spesies.
3. Zoology, yang berhubungan dengan berbagai spesies binatang yang berbeda-beda,
sifat-sifat umum dan sifat-sifat khusus dari masing-masing spesies. Termasuk dalam
kategori ini adalah :
a. Psikologi, yang membahas daya-daya tumbuhan, hewan, dan manusia.
b. Kedokteran yang berbicara tentang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
C. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam
Pada hakikatnya Ilmu Pengetahuan Alam terdiri dari tiga komponen yang saling
berkaitan yaitu IPA sebagai produk, IPA sebagai proses ilmiah dan IPA sebagai sikap
ilmiah.
a. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Produk
Srini M. Iskandar (1996: 2) mengatakan IPA sebagai disiplin (produk)
merupakan kumpulan hasil kegiatan empirik dan analitik yang dilakukan oleh para
ilmuwan selama berabad-abad. Bentuk IPA sebagai produk adalah fakta, konsep,
prinsip dan teori. Fakta merupakan hasil dari kegiatan empirik, sementara konsep,
prinsip dan teori merupakan hasil dari kegiatan analitik. Fakta dalam IPA adalah

5
pernyataan tentang benda-benda yang benar- benar ada, atau peristiwa-peristiwa
yang betul-betul terjadi dan sudah dikonfirmasi secara obyektif.
Hukum-hukum alam adalah prinsip-prinsip yang sudah diterima meskipun juga
bersifat tentatif (sementara) tetapi karena mengalami pengujian-pengujian yang lebih
keras daripada prinsip, maka hukum alam bersifat lebih kekal. Contoh: hukum
kekekalan energi menyatakan bahwa dalam suatu interaksi tidak ada energi yang
diciptakan atau dimusnahkan, tetapi hanya berubah dari suatu bentuk ke bentuk lain.
Teori ilmiah merupakan kerangka yang lebih luas dari fakta, konsep dan prinsip.
Teori merupakan model atau gambaran yang dibuat oleh ilmuwan untuk
menjelaskan gejala alam. Contoh: teori quantum yang menggambarkan electron
seperti awan bermuatan negatif melingkupi inti atom.

b. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Proses Ilmiah


IPA sebagai suatu proses merupakan cara kerja, cara berpikir dan cara
memecahkan masalah sehingga meliputi kegiatan bagaimana mengumpulkan data,
menghubungkan fakta satu dengan yang lain, menginterpretasi data dan menarik
kesimpulan. Srini M. Iskandar (1996: 10) menjelaskan cara kerja tersebut dikenal
dengan metode ilmiah yang secara bertahap meliputi:
1) Menyadari adanya masalah dan keinginan untuk memecahkannya.
2) Mengumpulkan data yang ada hubungannya dengan masalah.
3) Merumuskan hipotesis.
4) Menguji hipotesis dapat ditempuh dengan cara melakukan eksperimen atau
observasi.
5) Menarik kesimpulan.
6) Menyusun teori.

Untuk melakukan proses tersebut diperlukan beberapa keterampilan antara lain:

1) Observasi adalah keterampilan untuk mengumpulkan data atau informasi


dengan menggunakan indera dan instrumen sebagai alat bantu.

6
2) Mengklasifikasi atau menggolongkan adalah keterampilan untuk melihat
persamaan dan perbedaan suatu obyek sehingga dengan dasar tersebut obyek
dapat dikelompokkan atau dipisahkan dari yang lain.
3) Menyimpulkan merupakan kemampuan untuk menyatakan hasil penilaian
atas suatu obyek atau kejadian.
4) Menginferensi atau memprediksi merupakan kemampuan untuk membuat
ramalan tentang kejadian yang akan datang berdasarkan hasil observasi,
konsep atau prinsip yang diketahui.
5) Mengukur adalah keterampilan untuk menentukan kuantitas suatu obyek
dengan membandingkan atau menggunakan alat ukur yang sesuai.
6) Dan sebagainya.

c. Ilmu Pengetahuan Alam sebagai Sikap Ilmiah


Pelaksanaan proses Ilmu Pengetahuan Alam agar dapat menghasilkan produk
yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya maka perlu dilandasi dengan
sikap ilmiah. Ciri sikap ilmiah dalam IPA antara lain obyektif terhadap fakta, tidak
tergesa-gesa mengambil keputusan, berhati terbuka, tidak mencampur adukkan fakta
dengan pendapat, bersifat hati-hati dan ingin menyelidiki (Srini M. Iskandar, 1996:
12).

D. Ciri-Ciri Ilmu Pengetahuan Alam


Filsafat Ilmu Pengetahuan merupakan cabang filsafat yang menelaah baik ciri-
ciri ilmu pengetahuan ilmiah maupun cara-cara memperoleh ilmu pengetahuan ilmiah.
Ciri-ciri Ilmu Pengetahuan Ilmiah adalah sebagai berikut:
1. Sistematis
Ilmu pengetahuan ilmiah bersifat sistematis artinya ilmu pengetahuan
ilmiah dalam upaya menjelaskan setiap gejala selalu berlandaskan suatu teori.
Atau dapat dikatakan bahwa teori dipergunakan sebagai sarana untuk
menjelaskan gejala dari kehidupan sehari-hari. Tetapi teori itu sendiri bersifat
abstrak dan merupakan puncak piramida dari susunan tahap-tahap proses

7
mulai dari persepsi sehari-hari/ bahasa sehari-hari, observasi/konsep ilmiah,
hipotesis, hukum dan puncaknya adalah teori.
Ciri-ciri yang sistematis dari ilmu pengetahuan ilmiah tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
a) Persepsi Sehari-hari (Bahasa Sehari-hari).
Dari persepsi sehari-hari terhadap fenomena atau fakta yang biasanya
disampaikan dalam bahasa sehari-hari diobservasi agar dihasilkan makna.
Dari observasi ini akan dihasilkan konsep ilmiah.
b) Observasi (Konsep Ilmiah).
Untuk memperoleh konsep ilmiah atau menyusun konsep ilmiah perlu
ada definisi. Dalam menyusun definisi perlu diperhatikan bahwa dalam
definisi tidak boleh terdapat kata yang didefinisikan. Terdapat 2 (dua)
jenis definisi, yaitu: definisi sejati dan definisi nir-sejati.
1) Definisi sejati dapat diklasifikasikan dalam:
- Definisi Leksikal. Definisi ini dapat ditemukan dalam kamus,
yang biasanya bersifat deskriptif.
- Definisi Stipulatif. Definisi ini disusun berkaitan dengan tujuan
tertentu. Dengan demikian tidak dapat dinyatakan apakah definisi
tersebut benar atau salah. Benar atau salah tidak menjadi masalah,
- Definisi Operasional. Definisi ini biasanya berkaitan dengan
pengukuran (assessment) yang banyak dipergunakan oleh ilmu
pengetahuan ilmiah. Definisi ini memiliki kekurangan karena
seringkali apa yang didefinisikan terdapat atau disebut dalam
definisi, sehingga terjadi pengulangan.
- Definisi Teoritis. Definisi ini menjelaskan sesuatu fakta atau
fenomena atau istilah berdasarkan teori tertentu.
2) Definisi nir-sejati dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu:
- Definisi Ostensif. Definisi ini menjelaskan sesuatu dengan
menunjuk barangnya. Contoh: Ini gunting.
- Definisi Persuasif. Definisi yang mengandung pada anjuran
(persuasif). Dalam definisi ini terkandung anjuran agar orang

8
melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Contoh: “Membunuh
adalah tindakan menghabisi nyawa secara tidak terpuji”. Dalam
definisi tersebut secara implisit terkandung anjuran agar orang
tidak membunuh, karena tidak baik (berdosa menurut Agama
apapun).
c) Hipotesis
Dari konsep ilmiah yang merupakan pernyataan- pernyataan yang
mengandung informasi, 2 (dua) pernyataan digabung menjadi proposisi.
Proposisi yang perlu diuji kebenarannya disebut hipotesis.
d) Hukum
Hipotesis yang sudah diuji kebenarannya disebut dalil atau hukum.
e) Teori
Keseluruhan dalil-dalil atau hukum-hukum yang tidak bertentangan
satu sama lain serta dapat menjelaskan fenomena disebut teori.

2. Dapat Dipertanggungjawabkan
Ilmu pengetahuan ilmiah dapat dipertanggungjawabkan melalui 3 (tiga)
macam sistem, yaitu:
a) Sistem Axiomatis
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu fenomena atau
gejala sehari-hari mulai dari kaidah atau rumus umum menuju rumus
khusus atau konkret. Atau mulai teori umum menuju fenomena/gejala
konkret. Cara ini disebut deduktif-nomologis. Umumnya yang
menggunakan metode ini adalah ilmu-ilmu formal, misalnya
matematika.
b) Sistem Empiris
Sistem ini berusaha membuktikan kebenaran suatu teori mulai dari
gejala/ fenomena khusus menuju rumus umum atau teori. Jadi bersifat
induktif dan untuk menghasilkan rumus umum digunakan alat bantu
statistik. Umumnya yang menggunakan metode ini adalah ilmu
pengetahuan alam dan sosial.

9
c) Sistem Semantik/Linguistik
Dalam sistem ini kebenaran didapatkan dengan cara menyusun
proposisi-proposisi secara ketat. Umumnya yang menggunakan metode
ini adalah ilmu bahasa (linguistik).

3. Objektif atau Intersubjektif


Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat mandiri atau milik orang banyak
(intersubjektif). Ilmu pengetahuan ilmiah itu bersifat otonom dan mandiri,
bukan milik perorangan (subjektif) tetapi merupakan konsensus antar subjek
(pelaku) kegiatan ilmiah. Dengan kata lain ilmu pengetahuan ilmiah itu harus
ditopang oleh komunitas ilmiah.

E. Tokoh Ilmu Pengetahuan Alam


Tokoh-tokoh yang mengembangkan ilmu pengetahuan alam dalam perspektif
Islam dan Barat, yaitu:
1. Al-Ghazali
Tidak mencetuskan ide-ide kesatuan ilmu pengetahuan. Beliau justru sibuk
dengan usahanya mengklasifikasikan ilmu pengetahuan berdasarkan “asas-asas
dikhotomi keilmuan”. Dimana beliau secara sadar memisahkan antara ilmu-ilmu
agama dan ilmu-ilmu umum. Ilmu religius meliputi:

a. Ilmu tentang prinsip prinsip dasar (al-ushul)


b. Ilmu tentang keesaan Tuhan (al-ilm al-tauhid)
c. Ilmu tentang kenabian, termasuk didalamnya tentang para sahabat
d. Ilmu tentang akhirat atau eskatologis
e. Ilmu tentang sumber pengetahuan religius
Sedangkan kriteria ilmu-ilmu intelektual didominasi oleh ilmu- ilmuu
umum seperti; matematika, aritmatika, geometri, astronomi, dan astrologi,
musik, logika, fisika atau ilmu alam, meteorologi, kedokteran dan lain
sebagainya. Ia terjebak pada proses dikhotomi, dengan maksud membahas
perbedaan antara ilmu fardlu kifayat dan ilmu fardu’ain.

10
2. Al-Farabi
Gagasan tentang kesatuan dan hierarki ilmu yang muncul sebagai hasil
penyelidikkan tradisional terhadap epistemologi serta merupakan basis bagi
penyelidikkan hidup subur dan mendapat tempatnya. Gagasan kesatuan dan
hierarki ilmu ini, menurut Al-Farabi, berakar pada sifat hal- hal atau benda-
benda. Ilmu merupakan satu kesatuan karena sumber utamanya hanya satu,
yakni intelek Tuhan. Tak peduli dari saluran mana saja, manusia pencari ilmu
pengetahuan mendapatkan ilmu itu. Dengan demikian, gagasan integrasi
keilmuan Al-Farabi dilakukan atas dasar wahyu Islam dari ajaran-ajaran Al-
Quran dan Hadist.
Integrasi keilmuan Al-Farabi dimanifestasikan dalam hierarki keilmuan
yang dibuatnya. Ia menyebutt tiga kriteria dalam penyusunan hierarki ilmu.
Pertama, berdasarkan kemuliaan subjek ilmu. Dari sini, Al- Farabi memandang
bahwa astronomi memenuhi kriteria materi subjek yang mulia karena dengan
benda-benda yang paling sempurna, yaitu benda-benda langit atau benda-benda
angkasa; Kedua, kedalaman bukti-bukti yang didasarkan atas pandangan tentang
sistematika pernyataan derajat kejelasan dan keyakinan. Menurut kriteria ini,
metode penemuan dan pembuktiaan kebenaran beberapa ilmu lebih sempurna
dan lebih hebat ketimbang ilmu-ilmu lainnya; Ketiga, berdasarkan besarnya
manfaat suatu ilmu. Kriteria ketiga ini berkaitan langsung dengan masalah
hukum etika.
3. Al-Kindi
Abu Yusuf bin Ishaq dan terkenal dengan sebutan ‘Filosof Arab”
Keturunan arab asli. Al=Kindi bukan hanya filsuf tetapi juga ilmuawan yang
menguasai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada di zamannya. Buku- buku yang
ditinggalkannya mencakup berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti
matematika, geometri, astronomi, pharmacologi (teori dan cara pengobatan)
ilmu hitung, ilmu jiwa, musik dan sebagainya.

4. Ibnu Sina

11
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah
seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah
menjadi bagian Uzbekistan). Beliau juga seorang penulis yang produktif dimana
sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak
orang, beliau adalah “Bapak Pengobatan Modern” dan masih banyak lagi
sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di
bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang
merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad. Karya Ibnu
Sina, fisikawan terbesar Persia abad pertengahan, memainkan peranan penting
pada pembangunan kembali Eropa.
Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar.
Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap
oleh banyak orang sebagai “bapak kedokteran modern.” George Sarton
menyebut Ibnu Sina “ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang
paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu.” pekerjaannya yang
paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine,
dikenal juga sebagai Qanun ( judul lengkap : Al- Qanun fi At Tibb).
Ibnu Sina dididik dibawah tanggung jawab seorang guru, dan kepandaiannya
segera membuatnya menjadi kekaguman diantara para tetangganya; dia
menampilkan suatu pengecualian sikap intellectual dan seorang anak yang luar
biasa kepandaiannya/Child prodigy yang telah menghafal Al-Quran pada usia 5
tahun dan juga seorang ahli puisi Persia. Dari seorang pedagan sayur dia
mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk belajar yang lain dari seorang
sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian dari merawat orang sakit dan
mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada masalah-masalah metafisika dan pada
beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga, untuk satu setengah tahun berikutnya,
dia juga mempelajari filosofi, dimana dia menghadapi banyak rintangan. pada
beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia akan meninggalkan buku-
bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid, dan terus sholat sampai
hidayah menyelesaikan kesulitan-kesulitannya. Pada larut malam dia akan

12
melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya dengan kadang kala
segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah akan
mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia
membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata-katanya tertulis dalam
ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan
pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall
seharga tiga dirham.
Dia mempelajari kedokteran pada usia 16, dan tidak hanya belajar teori
kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada orang sakit, melalui perhitungannya
sendiri, menemukan metode-metode baru dari perawatan. Anak muda ini
memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan pada usia 18 tahun dan
menemukan bahwa “Kedokteran tidaklah ilmu yang sulit ataupun
menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya cepat
memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat-obat yang sesuai.” Kemasyuran sang
fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa
meminta bayaran.

5. Al-Khawarizmi
Dalam perjalanan ilmu Aljabar, muncul seseorang bernama Al-
Khawarizmi. Aljabar ciptaan yang lebih tinggi lagi yang kemudian benama
artmia. Ia mengarang buku Hisab Al-Jabr Wa Al-Muqabalah (perhitungan tentang
integrasi dan persamaan). Diterjemahlan kedalam bahasa latin oleh Gerard
Cremona padaabad XII dandigunakan sebagai buku pegangan Universitas Barat
sampai abad XVI. Buku inilah yang memperkenalkan angka Arab ke dunia barat
yang diberi nama Al-Qarism, dari nama Al-Khawarizmi. Al-Khawarizmi penemu
Logaritma dalam Ilmu Matematika.

F. Ilmu Pengetahuan Alam dalam Perspektif Islam dan Barat


Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, dan
terukur, serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Ilmu menurut Al-

13
Qur’an adalah rangkaian keterangan yang bersumber dari Allah yang diberikan
kepada manusia baik melalui Rasul-Nya atau langsung kepada manusia yang
menghendakinya tentang alam semesta sebagai ciptaan Allah yang bergantung
menurut ketentuan dan kepastian-Nya.
Berbeda dengan pengertian di atas, Harold H. Titus sebagaimana termaktub
dalam buku “Ilmu Pendidikan Islam: Filsafat dan Pengembangan” karya Mahfud
Junaedi, menjelaskan bahwa science atau ilmu adalah:
1. A method of obtaining knowledge that is objective and veriviable
2. A body of systematic knowledge built up through experimentation ang
observation and having a valid theoretical base.

Dari definisi yang dikemukakan tersebut dapat dipahami bahwa “ilmu”


meliputi tiga kompenen yang saling bertautan dan merupakan kesatuan logis yang
mesti ada serta berurutan.

1) ilmu harus diusahakan dengan aktifitas manusia,


2) aktifitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu, dan
3) akhirnya aktifitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang sistematis.

Bagian di atas menggambarkan kesatuan dan interaksi antara aktivitas, metode,


dan pengetahuan, sebagaimana digambarkan oleh The Liang Gie.

Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum


tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan bahwa
pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah
merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan
mekanisme tertentu.

Islam adalah agama yang mengajarkan bahwa ilmu pengetahuan dan agama
merupakan sesuatu yang saling berkaitan dan saling melengkapi. Agama
merupakan sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan merupakan sarana
untuk mengaplikasikan segala sesuatu yang tertuang dalam ajaran agama. Di dalam
Al-Qur’an terdapat sekitar 750 ayat yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan
itu merupakan bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat menekankan pada

14
pengembangan ilmu pengetahuan.

Esensi Ilmu Pengetahuan Alam dalam Islam

Wawasan tentang Dzat berkuasa atas segala sesuatu, yang telah dihilangkan
dari “Konsepsi Barat” tentang ilmu pengetahuan merupakan kritik fokus utama
dalam teori Islami. Sesungguhnya faktor pembeda cara berpikir Islami dari cara
Barat ialah perihal keyakinan yang fundamental dari cara berpikir yang pertama,
bahwa semua filsuf muslim, baik dari dunia Islam di Timur yang berpusat di
Baghdad, Irak, seperti al-Kindi, ar-Razi, al-Farabi, para tokoh Ikhwan as Safa, Ibnu
Maskawaih, dan Ibnu Sina, maupun dari dunia Islam belahan Barat yang berpusat
di Cordova, Spanyol seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd, menyakini
bahwa Allah berkuasa atas segala hal dan bahwa segala sesuatunya, termasuk
pengetahuan, berasal dari satu-satunya sumber yang tidak lain, adalah Allah.

Tercantum dalam lima ayat pertama surah Al-Alaq, menunjukkan perintah


Allah terkait dengan ilmu pengetahuan, perintah membaca, menelaah, menghimpun
pengetahuan dengan kalimat iqra’ bismi rabbik, menunjukkan bahwa Al-Qur’an
tidak sekedar memerintahkan untuk membaca, tetapi “membaca” adalah lambang
dari segala yang dilakukan oleh manusia baik yang sifatnya aktif maupun pasif.
Bisa aktif mengkaji sifat-sifat Allah, sifat Allah yang disebutkan dalam kitab suci
merupakan sumber otentik pengetahuan tentang Allah. Salah satu sifat Allah yang
disebutkan dalam Al-Qur’an ialah Al-Alim, yang berarti “yang memiliki sains”.
Karena memiliki ilmu pengetahan yang membedakan dari malaikat dan dari semua
makhluk lainnya, dan melalui pengetahuan orang dapat menggapai kebenaran, dan
kebenaran adalah nama lain dari Yang Riil dan Al-Haqq.

Dari dimensi Al-Haqq sebagai sumber semua kebenaran. Sudah barang tentu
Al-Qur’an sebagai mediumnya, filsafat Islam berupaya menjelaskan cara Allah
menyampaikan kebenaran hakiki, dengan bahasa pemikiran yang intelektual dan
rasional. Tujuan seorang filsuf, menurut Al-Kindi ialah “mendapatkan kebenaran
dan mengamalkannya, sedangkan bagian paling luhur dari filsafat adalah filsafat
pertama, yakni mengetahui kebenaran pertama (Tuhan) dinamakan filsafat pertama

15
karena dalam pengetahuan tentang sebab pertama itu terkandung pengetahuan
tentang semua bagian lainnya dari filsafat”. Dengan demikian The Unity of
Knowledge atau kesatuan ayat Qur’aniyyah dengan ayat Kawniyyah, merupakan
integrasi keilmuan yang dapat menjadi sarana penting meningkatkan keimanan dan
haqqa tuqatih (taqwa yang sebenar-benarnya).

Agama Islam memperhatikan pentingnya iman sama dengan pentingnya ilmu


pengetahuan.

“Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya” (Al-Baqarah: 255).

Allah juga memuliakan para ahli ilmu pengetahuan dengan firman-Nya:

“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah


dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang
yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” (Al-Mujadalah: 11)

Kebudayaan Islam, pada masa jayanya dan masa perkembangannya


memberikan warisan yang membanggakan pada umat manusia, berdasarkan atas
observasi dan berpikir induktif, klasifikasi dan verifikasi serta konfirmasi. Orang
Eropa menerima warisan tersebut, lalu melakukan loncatan-loncatan yang jauh ke
depan dan melengkapi kegiatan penelitian-penelitian dengan alat-alat canggih.

Teori pengetahuan menurut Islam tidak hanya menonjolkan sudut yang


khusus dari mana kaum Muslim memandang ilmu, akan tetapi juga menekankan
keharusan yang mendesak untuk mencari ilmu. Seperti diketahui perintah Allah
yang pertama kepada Nabi melalui wahyu pertama yang diterimanya adalah
“bacaan dengan (menyebut) nama Allah”, dan dari sudut pandang Islam, membaca
itu bukan hanya pintu menuju ilmu, akan tetapi juga cara untuk mengetahui dan
menyadari Allah. Oleh sebab itu, ilmu mempunyai dua tujuan, yakni tujuan Ilahi

16
dan tujuan duniawi. Ilmu berfungsi sebagai pertanda Allah, sebab orang yang
mempelajari alam dan proses-prosesnya dengan seksama dan mendalam akan
menjumpai banyak kasus yang menunjuk kepada tangan yang tidak tampak, yang
membina dan mengawasi semua kejadian di dunia.

Peradaban Barat dan Persoalan Ilmu

Sebagaimana telah ditegaskan, membicarakan ilmu pengetahuan dari


perspektif Barat Modern, setidaknya, tidak akan terlepas pada bahasan mengenai
konstruksi dan struktur fundamental ilmu serta asumsi-asumsi dasar atau struktur
logis proses keilmuan. Bahasan pertama termasuk pada persoalan ontologi ilmu,
sedangkan bahasan kedua termasuk pada persoalan epistemologi ilmu. Namun,
alih-alih mengambil banyak pendapat mengenai struktur fundamental suatu ilmu,
penulis memilih salah satu tokoh saja, yaitu Archie J. Bahm. Menurut Bahm, suatu
ilmu memiliki enam elemen konstruksi dan struktur fundamental. Dengan enam
elemen tersebut, sesuatu baru dapat disebut sebagai ilmu. Enam elemen tersebut
adalah, 1) terdapat masalah, 2) adanya sikap ilmiah, 3) penggunaan metode ilmiah,
4) aktivitas, 5) kesimpulan, dan 6) pengaruh. Bagi Bahm, setiap masalah tidak
mesti termasuk masalah ilmiah. Syarat masalah ilmiah menurut Bahm adalah
masalah yang dapat dikomunikasikan dan capable, serta disuguhkan dengan sikap
dan metode ilmiah.

Sementara mengenai sikap ilmiah, Bahm mensyaratkan adanya enam karakteristik,


yaitu 1) kuriositas, 2) spekulatif, 3) kemauan untuk objektif, 4) keterbukaan, 5)
kemauan menunda penilaian dan 6) relatif. Terkait dengan penggunaan metode
ilmiah, Bahm menawarkan lima langkah, yaitu 1) menyadari ada masalah, 2)
menguji masalah, 3) mengusulkan solusi, 4) menguji usulan, dan 5) memecahkan
masalah. Selanjutnya, yang dimaksud Bahm dengan aktivitas adalah aktivitas
ilmiah, baik secara individu maupun sosial. Kemudian, kesimpulan yang dijelaskan
Bahm adalah suatu pemahaman yang dicapai sebagai hasil pemecahan masalah dan
ini adalah tujuan ilmu pengetahuan. Sementara kepengaruhan suatu ilmu

17
pengetahuan dapat dilihat dari aspek praktis dan teoretis. Jika beralih bahasan
menuju asumsi-asumsi dasar atau struktur logis proses keilmuan, secara periodik,
dapat dibagi menjadi empat berdasarkan aliran-aliran yang memiliki pengaruh
terhadap proses keilmuan. Empat aliran tersebut adalah rasionalisme, empirisme,
kritisisme dan intuisionisme.

Rasionalisme dengan tokoh utamanya, Rene Descartes menduduki tempat


yang penting. Paham ini juga berpandangan bahwa ada prinsip-prinsip tertentu
yang diakui benar oleh akal manusia. Prinsip-prinsip ini kemudian diistilahkan oleh
Descartes dengan substansi atau ide bawaan (innate ideas), yang terdiri atas
pemikiran, Tuhan sebagai wujud yang sama sekali sempurna dan keluasaan.1

Bertentangan dengan rasionalisme, empirisme muncul dengan pandangan


bahwa pengalaman adalah sumber keilmuan. 2 Aliran ini dipelopori oleh Francis
Bacon dan mencapai puncak pemikiran pada masa David Hume. Gagasan Hume,
dinilai lebih radikal dan konsisten dalam menerapkan prinsip empiris. Salah satu
pendapat Hume adalah penolakannya terhadap substansi rasionalis dan hukum
kausalitas.3

Sementara itu, kritisisme adalah suatu proses keilmuan yang memulai


perjalanan dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan rasio dan batas-
batasnya. Tokoh utama kritisisme adalah Immanuel Kant. Aliran terakhir dalam
proses keilmuan manusia adalah intuisionisme. Pelopor intuisionisme adalah Henry
Bergson. Ia menyatakan bahwa intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika.4 Dari uraian serba singkat dan sederhana, dapat dikatakan
bahwa proses keilmuan manusia itu berbeda-beda. Tergantung sudut pandang dan
bisa juga termasuk kepercayaan terhadap sesuatu. Begitu juga mengenai peran dan
fungsi ilmu. Dalam praktiknya, sejarah telah membuktikan bahwa ilmu

1
K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), h. 46.
2
Soejono Soemargono, Berpikir Secara Kefilsafatan, h. 92-95; Sudarsono, Ilmu Filsafat Suatu
Pengantar (Jakarta: Rineka Cipta, 2008), h. 316.

3
Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992),
h. 12.
4
Harold H. Titus, dkk., Persoalan-persoalan Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 205.

18
pengetahuan tidak sama sekali netral. Mungkin secara nilai ia memang netral, tetapi
ilmu juga telah dipergunakan secara tidak tepat. Dengan berpokok pada ide
kemajuan atau progres ilmu yang dikembangkan peradaban Barat, secara nyaris
anarkis berbalik membentuk dirinya selaku mitos bagi peradaban lain.5

Secara akademik, dapat dikatakan ilmu telah membangun kolonialisasi dan


imperialisasi. Sampai-sampai dapat dikatakan pula bahwa ilmu pengetahuan adalah
kunci dalam kekuasaan. Menurut Al Makin, orang-orang Barat, pada awalnya
hanya didorong oleh kuriositas, lalu berkembang motif ekonomis, pendudukan dan
kekuasaan. Kalau pun saat ini tidak berbentuk fisik, setidaknya telah berlangsung
hegemoni kognitif terhadap dunia keilmuan non-Barat. Hal ini berarti pandangan
dunia Barat telah melakukan hegemoni terhadap pandangan dunia non-Barat.6

Proses hegemoni tersebut teridentifikasi melalui tiga alur, yakni: 1) alur


sekularisasi kebudayaan, 2) alur positivisme, baik ontologis, epistemologis maupun
aksiologis, dan 3) alur saintisme keilmuan. Ketiga alur hegemoni tersebut tidak
terpisahkan satu dengan lainnya melainkan mewujudkan sebuah sistem hegemoni
sedemikian rupa.7

Menurut Zianudin Sardar, islamisasi ilmu pengetahuan adalah suatu usaha


untuk menciptakan ilmu pengetahuan Islami yang berdasarkan pada nilai-nilai
Islam yang terlepas dari pengaruh ilmu pengetahuan yang ada di Barat. Pengertian
islamisasi ilmu pengetahuan juga disampaikan oleh Abudin Nata, menurutnya
islamisasi dalam makna yang luas menunjukkan pada proses pengislaman, di mana
objeknya adalah orang atau manusia, bukan ilmu pengetahuan maupun objek
lainnya. Dari sini bisa diketahui bahwa islamisasi ilmu pengetahuan merupakan
upaya untuk membangun paradigma keilmuan yang berlandaskan nilai-nilai Islam,
baik itu secara ontologis, epistimologis, maupun aksiologisnya.

Berdasarkan analisis Ismail Razi Al-Faruqi, upaya mengatasi masalah umat


5
Slamet Sutrisno, "Kritik terhadap Ilmu sebagai Pandangan Dunia Modern". Jurnal Filsafat, Vol. 19,
No. 1, (April 2009), h. 23-40.
6
Al-Makin, Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi dan Globalisasi, (Jakarta: Serambi,
2015), h. 9-16
7
Sutrisno, "Kritik terhadap Ilmu sebagai Pandangan Dunia Modern". Jurnal Filsafat, h. 23-40.

19
Islam adalah dengan islamisasi ilmu pengetahuan, yang ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut:

1. Memadukan sistem pendidikan Islam. Dikotomi pendidikan umum dan


agama harus dihilangkan.
2. Meningkatkan visi Islam dengan cara mengukuhkan identitas Islam melalui
dua tahap; pertama, mewajibkan bidang studi sejarah peradaban Islam;
kedua, Islamisasi pengetahuan.
3. Untuk mengatasi persoalan metodologi ditempuh langkah-langkah berupa
penegasan prinsip-prinsip pengetahuan Islam sebagai berikut:
a. The Unity of Allah
b. The Unity of Creation
c. The Unity of Truth and Knowledge
d. The Unity of Life
e. The Unity of Humanity

4. Menyusun langkah kerja sebagai berikut:


a. Menguasai disiplin ilmu modern
b. Menguasai warisan khazanah Islam
c. Membangun relevansi yang Islami bagi setiap bidang kajian atau
wilayah penelitian pengetahuan modern
d. Mencari jalan dan upaya untuk menciptakan sintesis kreatif antara
warisan Islam dengan pengetahuan modern
e. Mengarahkan pemikiran Islam pada arah yang tepat yaitu sunnatullah

5. Penguasaan disiplin ilmu modern dengan cara membaginya ke dalam kategori-


kategori, prinsip-prinsip, metodologi, problem dan tema yang dominan di
Barat.
6. Survei disiplin ilmu yang dibuat dalam bentuk esai untuk mengetahui garis
besar asal-usul dan sejarah perkembangan maupun metodologinya, perluasan
visi bidang kajiannya, dan kontribusi utamanya yang memperluas daya
jangkaunya.

20
7. Menguasai warisan khazanah Islam sebagai titik tolak Islamisasi pengetahuan.
8. Penyajian disiplin ilmu Islam yang relevan dan khas Islam.
9. Penilaian kritis atas warisan Islam terhadap disiplin khazanah ilmu.
10. Melakukan survei atas masalah pokok umat Islam.
11. Melakukan analisis-sintetik kreatif. Ini hanya dapat dilakukan bila telah
dikuasai disiplin ilmu, warisan Islam dan sekaligus pula melakukan analisis
kritis terhadap keduanya.
12. Menata ulang disiplin ilmu di bawah frame work Islam: menyediakan text
book untuk universitas.
13. Melaksanakan berbagai konferensi, seminar, workshop dan sebagainya sebagai
faculty training.

Jadi sebetulnya mengislamkan ilmu pengetahuan bukanlah langkah


konfrontatif terhadap pengembangan ilmu pengetahuan yang telah berkembang
dewasa ini. Islamisasi ilmu pengetahuan berarti memurnikan kembali ilmu
pengetahuan atau mengembalikan esensi ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena
sebagaimana dinyatakan oleh para ahli sejarah bahwa peradaban Barat dewasa ini
yang dipandang telah berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan justru pada
awalnya belajar dari Islam.

21
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Awal perkembangan sains di dunia Islam tidak bisa dilepaskan dari sejarah ekspans
i Islam itu sendiri. Dalam kurun waktu lebih kurang dua puluh lima tahun setelah wafatn
ya Nabi Muhammad SAW, pada tahun 632 M, kaum Muslim telah berhasil menaklukkan
seluruh Jazirah Arabia dari selatan hingga utara. Ekspansi dakwah yang dalam sejarah Isl
am disebut sebagai pembukaan negeri-negeri (futuh al buldaan) ini berlangsung pesat da
n tak terbendung. Islam datang membawa pesan untuk sebuah kemajuan peradaban yang
bernilai dan bertujuan pada kebahagiaan yang haq bagi seluruh ummat manusia. Kedudu
kan ilmu pengetahuan dalam Islam, adalah pengetahuan sebagai kebudayaan. Islam sang
at memperhatikan bahkan menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Kedatangan Islam denga
n diutus-Nya Nabi Muhammad SAW, telah membawa manusia untuk berpikir, beranjak
dari sebuah kemunduran dan keterbelakngan mereka menuju kemajuan peradaban yang i
deal. Kemajuan peradaban tersebut tidak terlepas dari ajaran Islam kepada umatnya agar
selalu menggunakan instrument ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menuju kemajuan p
eradaban.

B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sa
ngat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan

22
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Djamali, Fadhil. 1993. Menerabas Krisis Pendidikan Dunia Islam. Jakarta: IKAPI.
Al-Makin. 2005. Antara Barat dan Timur: Batasan, Dominasi, Relasi dan Globalisasi.
Jakarta: Serambi.
Ali, Marpuji, dkk. 2010. Buku Kultum: Integritas Iman, Ilmu, dan Amal. Magelang: PMW
Jateng.
Bertens, K.. 2001. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
Kartanegara, Mulyadhi. 2005. Integrasi Ilmu: Sebuah Rekonstruksi Holistik. Bandung: Arasy.
Kattsoff, Louis O.. 1992. Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta:
Tiara Wacana.
MA, Nasution. 2016. Filsafat Sains Dalam Perspektif Pemikiran Islam. Di akses tanggal 5
Mei 2021.
Nata, Abuddin, dkk. 2003. Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: UIN Jakarta Press
Nata, Abudin. 2006. Metodologi Study Islam. Jakarta: Raja Grafinda Persada.
Praja, Juhaya S.. 2002. Filsafat dan Metodologi Ilmu dalam Islam. Jakarta: Teraju.
Qadir, C.A.. 1988. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam diterjemahkan dari
Qomar, Mujamil. 2012. Merintis Kejayaan Islam Kedua: Merombak Pemikiran dan
Mengembangkan Aksi. Yogyakarta: Teras.
Soemargono, Soejono. 2008. Berpikir Secara Kefilsafatan, h. 92-95; Sudarsono, Ilmu
Filsafat Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

23
Sutrisno, Slamet. 2009. "Kritik terhadap Ilmu sebagai Pandangan Dunia Modern".
Jurnal Filsafat, Vol. 19, No. 1, April 2009.
Titus, Harold H., dkk.. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang.

24

Anda mungkin juga menyukai