Di Buat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam
Disusun Oleh:
AULIA SALSABILA
(2303041001)
1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT tuhan alam semesta. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Serta
kepada teman -teman yang sudah menjadi inspirasi saya sejak awal pembuatan makalah.
Di dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak sekali kekurangannya. Saran dan
kritik dari pembaca masih sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian kata pengantar dari saya,
kurang lebihnya saya mohon maaf. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb
(Penulis)
2
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan........................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Abudin Nata, “Metodologi Studi Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers,2012),143-150
2
Muhaimin, dkk, Dimensi-DimensiStudi Islam, Abditama, Surabaya, 1994
5
tengah ataupun dunia Islam menjadi obyek kajian (subject matter) dan
membutuhkan beragam metode kajian yang berbeda di satu sisi melawan studi
disiplin, keilmuan itu sendiri di sisi yang lain.3
Dalam kajian Islam di Barat Studi Islam disebut Islamic Studies, secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain “usaha sadar dan
sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam
tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun yang praktik-praktik pelaksanaanya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.” Usaha
mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-
orang diluar kalangan umat Islam.
Studi Islam (Islamic Studies) dari masa ke masa terlihat semakin matang.
Meski pada awalnya terminology Islamic Studies mencuat dari belahan barat,
tapi realitas keilmuan menuntut umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan di
dalamnya menyadari secara sungguh-sungguh terhadap eksistensi dan perannya
dalam ikhtiar merespon problem tantangan, konstruksi, eksistensi dan
pengembangan keilmuan Studi Islam. Bagi Islamic Studies berbagai pendekatan
dan metode ilmiah berkembang dengan aneka perspektif, tendensi dan orientasi
yang lahir dari latar masing-masing pengkajinya.
Studi Islam merupakan bagian dari mata pelajaran yang disebut Studi
Oriental, khususnya studi ilmiah tentang budaya Timur yang bertujuan untuk
pertujuan secara independen bagi interes politik dan kepenyiarannya.4
Islam bukan hanya agama yang luhur tetapi juga agama yang praktis.
Islam bukan hanya agama seremonial, tapi juga agama humanistik. Islam adalah
agama yang memadukan unsur dunia dan akhirat, materi dan spiritual. Tidaklah
berlebihan jika disebut sebagai agama yang sempurna dan utuh, mencakup visi
dan pandangan hidup yang utuh. Pada puncaknya, Islam bertujuan untuk
menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Tentu saja
3
Udi Safala.Studi KeIslaman.”Empirisma”.Vol 21 no.02 Juli 2102,171-172
4
Sokhi Huda, “Pendekatan Terhadap Islam Dalam Studi Agama dan Elevansinya dengan Studi
Islam di Indonesia”,Jurnal Religio,Volume 1, Nomor 1, (Maret 2011) hlm 25.
6
kondisi ini dapat dipahami sebagai wujud Islam yang universal, yaitu rohmatan
lil alamin.5
Bagi umat Islam, kajian Islam bertujuan untuk memahami,
memperdalam dan mendiskusikan ajaran Islam agar dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Pada saat yang sama, di luar kalangan umat
Islam, kajian Islam bertujuan untuk mempelajari secara mendalam agama dan
amalan keagamaan yang sah bagi umat Islam, yang hanya sekedar ilmu (Islam).
Ahli yang mempelajari Islam di luar kalangan Islam disebut Orientalis
(istisyraqy), artinya orang Barat yang melakukan penelitian di dunia Timur,
termasuk di dunia Islam. Faktanya, studi Islam yang mereka lakukan, terutama
pada awal studi mereka tentang dunia Timur, memberikan fokus dan keunggulan
yang lebih besar pada pengetahuan mereka.6
Kata metodologi mempunyai arti bahwa model, pendekatan dan metode
yang dipelajari tidak hanya satu melainkan banyak, yang didalamnya dibahas
satu konsep dan konsep lainnya bahkan bila perlu dibandingkan dan dievaluasi
kelebihan dan kekurangannya. Selanjutnya pengkajian terhadap konsep-konsep
yang dimaksud dilakukan secara serius, akademis dan teoritis, dengan kata lain
secara ilmiah. Oleh karena itu, metode kajian Islam yang akan dibahas dalam
buku ini adalah seperangkat paradigma, pendekatan, dan metode keilmuan.
5
M. Ulinnuha Khusnan,“Islam dan Kesejahteraan: Memotret Indonesia”, Jurnal Dialog No.66
tahun XXXI, Desember 2008, hlm. 42
6
Muhaimain dkk.Kawasan Dan Wawasan Studi Islam. Hlm. 01-03
7
diharapkan dapat menghasilkan konsep-konsep ideologi yang unggul
dan efektif untuk mengatasi perkembangan dan kemajuan tersebut.
Ditujukan melalui pendekatan obyektif dan rasional, kajian
Islam dapat memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan
keluar dari situasi problematis. Kajian Islam diharapkan dapat
memimpin dan mengarahkan upaya inovasi dan pemikiran ulang
terhadap ajaran Islam yang berpegang pada sumber fundamental
ajaran Islam yang murni dan orisinil, khususnya Al-Quran dan As-
Sunnah.7
Menghadapi permasalahan realitas sosial. Pada awalnya hal
ini terjadi hanya dalam kerangka pemikiran ilmiah dan teoritis yang
abstrak, namun pada akhirnya berdampak pada tataran bentuk
konflik sosiologis-praktis. Misalnya saja seorang ahli fiqh akan
merasa bingung ketika dihadapkan pada konteks sosiologis, seorang
ekonom akan kesulitan memahami logika zakat dan tidak jarang
muncul bentuk khifran dalam sebuah pemikiran (takfir al-fikr).8
Era ini ditandai dengan semakin dekatnya jarak, hubungan
dan komunikasi antar bangsa dan kebudayaan manusia. Dalam
suasana seperti ini, umat manusia tentu memerlukan hukum, nilai,
standar serta pedoman dan arahan hidup yang bersifat universal dan
diakui atau diterima oleh semua negara.
Hal ini diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang aman
dan tenteram di antara mereka serta terjalinnya kerja sama dan
saling mendukung di antara mereka guna mewujudkan kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup dan kehidupan manusia di muka bumi.9
Perkembangan yang sangat pesat telah menciptakan
kemajuan teknologi canggih yang memungkinkan masyarakat
menikmati banyak kemudahan dan menikmati hidup. Kemajuan
yang dimaksud tidak merata di berbagai belahan dunia, sehingga
kualitas hidup manusia pun tidak merata. Faktanya, banyak negara
7
Muhaimin, dkk, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Abditama, Surabaya, 1994, hlm 13
8
Helmi Uman.Pemikiran Islam.”Teosofi”.Vol 3no. 2 Desember 2013,377
9
Ibid , hlm 14
8
berkembang yang menderita penderitaan yang pahit, pahit dan
berkepanjangan akibat imperialisme dalam berbagai bentuknya yang
dilakukan oleh negara-negara maju.
Kemajuan ilmu pengetahuan tampaknya tidak selalu
dibarengi dengan kesadaran akan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Masyarakat di negara maju cenderung lebih materialistis,
individualistis, dan lemah dalam menerapkan nilai-nilai moral
agama. Untuk itu, nampaknya perlu dipikirkan integrasi keilmuan
dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Ilmu-ilmu yang
mampu meningkatkan kualitas hidup manusia dari luar harus
dipadukan dengan ilmu-ilmu yang membawa kebahagiaan dalam
diri.10
Situasi keagamaan di Indonesia cenderung menciptakan
kondisi hukum-formal yang beragam. Agama “harus” diungkapkan
dalam bentuk ritual formal, sehingga muncul formalisme agama
yang lebih mengutamakan “bentuk” daripada “isi”. Kondisi seperti
ini membuat agama kurang dipahami sebagai seperangkat paradigma
moral dan etika yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari
kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Harun Nasution
berpendapat bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang menaati
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, orang
yang beriman adalah orang yang dekat dengan Tuhan, dan orang
yang dekat dengan Orang Suci adalah “orang suci”. Orang yang suci
adalah orang yang berakhlak mulia.
Kita bisa melihat bahwa agama Islam di Indonesia belum
sepenuhnya dipahami dan dialami oleh umat Islam. Oleh karena itu,
urgensi kajian Islam di Indonesia adalah mengubah pemahaman dan
penghayatan Islam pada masyarakat Muslim Indonesia pada
khususnya dan masyarakat beragam pada umumnya. Perubahan yang
diharapkan adalah berupa transformasi formalisme agama Islam
menjadi universalisme, yaitu agama yang tidak mengabaikan nilai-
10
Moh. Mukhlas. Urgensi Integrasi Sains dan Agama.”Al-Tahrir”.Vol 6 no.1 Januari 2006,167
9
nilai spiritual dan kemanusiaan karena agama pada dasarnya
diturunkan untuk manusia. Selain itu, kajian Islam diharapkan dapat
menciptakan komunitas yang mampu membawa perbaikan baik
secara internal maupun eksternal.11
C. Signifikan
Secara umum, normativitas ajaran wahyu dikaji melalui pendekatan
doktrinal teologis. Pendekatan ini berangkat dari teks alkitabiah, sehingga pada
akhirnya menciptakan gaya pemahaman yang alkitabiah dan tekstualis. Pada saat
yang sama, untuk memahami historisitas keanekaragaman manusia, pendekatan
sejarah bersifat sosiologis, antropologis, dan lain-lain. Menurut Amin Abdullah,
keduanya tidak dapat dipisahkan. Kedua pendekatan ini, yaitu pendekatan
teologis-normatif dan pendekatan bersifat historis-empiris sangat diperlukan
dalam mempertimbangkan keberagaman dalam masyarakat majemuk.13
Untuk dapat menjelaskan dinamika historis normativitas Islam, perlu
dikaji dinamika historis ekspresi gagasan-gagasan Islam, mulai dari awal
turunnya Islam hingga masa lalu, baik di wilayah di mana Islam turun, dan ke
belahan dunia lain. berbagai wilayah di dunia.14
11
Ibid, hlm 17
12
Ahmad Muthohar.Urgensi Pendidikan Islam.”Cendekia”.Vol 11 no.1 Juni 2013,50
13
Siswanto. Normativitas dan Historis dalam Pandangan Amin Abdullah.” Teosofi”. Vol 3 no. 2
Desember 2013, 381
14
http://manshur-musthofa.blogspot.com/2012/02/teori-dasar-study-Islam. html
10
Dari sini kita dapat mengambil hikmah bahwa kajian Islam merupakan
suatu hal yang penting untuk dipelajari, bahkan kajian sejarah Islam, sekalipun
yang dikembangkan oleh para orientalis, harus mengetahui serangan-
serangannya dan tentunya pada akhirnya mengetahui cara untuk menangkal
serangan-serangan tersebut. Pada saat yang sama, kajian Islam normatif tentunya
juga penting untuk memperdalam ajaran Islam dan pada akhirnya mampu
menerapkannya dalam kehidupan.15
Objektivitas suatu penelitian akan terjamin apabila keasliannya dapat
ditelusuri oleh siapapun dan tidak didasarkan pada keyakinan tertentu. Selain itu
pendekatan saintifik selalu siap dan terbuka menerima analisis kesimpulan
penelitiannya.16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam belum begitu memahami dan
menghayati agama Islam dengan baik. Jadi, pentingnya kajian Islam di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mengubah pemahaman dan penghayatan Islam bagi umat Islam
Indonesia pada khususnya dan umat beragama pada umumnya.
2. Hakikat eksklusivisme (khusus) menjelma menjadi universalisme
(umum), yaitu agama yang tidak mengabaikan nilai-nilai spiritual
dan kemanusiaan karena pada hakikatnya agama menampakkan
diri kepada manusia.
3. Melahirkan komunitas yang mampu mencapai kesempurnaan
luar dan dalam.
4. Melahirkan masyarakat toleran (tasamuh) dalam wacana
pluralisme agama.17
5. Pemahaman Islam tidak hanya dapat dilakukan secara normatif
saja, namun juga dapat mempertimbangkan Islam yang
sebenarnya secara sungguh-sungguh, obyektif, dan sistematis.
Kerangka ideologis ini pada gilirannya mengarah pada
15
http://msibki3.blogspot.com/2008/09/signifikansi-studi-Islam.html
16
Ahmad Asy’ari. Pengantar Studi Islam. Surabaya: sunan ampel press, 2002. hlm.13-18
17
Rosihan Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 2009. Hlm. 25
11
pemahaman Islam sebagai Islam yang universal dan inklusif dan
Islam sebagai rahmatan lil al-'alamin.
18
Rhoni Rodin, ”Urgensi Keteladanan bagi Seorang Guru Agama”, Jurnal Cendekia, Vol. 11, No.
1, Juni 2013, hlm 152
12
mencapai kondisi kehidupan yang adil, makmur, aman, dan sejahtera antar
bangsa dan umat manusia.
19
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid I, 50.
20
Syed Mamudunnasir, Islam Its Concepts and History terj. Adang Affandi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), 124.
13
Kepindahan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada
masa itu merupakan sebuah langkah revolusioner, karena pada masa itu
hijrah bukan sekedar perpindahan tempat tinggal. Namun itu adalah bagian
dari upaya mengubah pemikiran, perilaku, dan tradisi. Sedangkan menurut
tradisi Arab pra Islam, etnisitas merupakan nilai yang sakral. Dan
meninggalkan golongan darah untuk bergabung dengan golongan non-darah
adalah hal yang tidak pernah terdengar.
Pada prinsipnya, hal ini dianggap sebagai penghinaan dan kesalahan
yang tidak dapat dimaafkan. Dengan demikian, terbentuknya ummah di
Madinah menjadi persoalan di mata kaum Quraisy Mekkah, karena
dianggap merusak tatanan yang ada. Lebih jauh lagi, komunitas ummah
tidak dibentuk oleh ikatan darah seperti umat yang ada pada umumnya,
melainkan dibentuk oleh satu ideologi (Islam). Jadi, apa yang dilakukan
Nabi Muhammad SAW dalam mendirikan ummat ummat merupakan
inovasi yang luar biasa dalam masyarakat Arab saat itu.
Dalam komunitas ummah tidak ada yang diwajibkan masuk Islam,
namun ummah bisa bersatu, tidak saling menyerang, bahkan berjanji untuk
saling melindungi, sehingga kaum Quraisy Mekkah berkomplot untuk
menghancurkan ummah di Madinah.
2. Islam di Masa Khulafa Ar Rasyidin (632-661 M)
Jika pada masa visi Nabi Muhammad SAW, segala hal yang
berhubungan dengan Islam selalu dirujuk kepadanya dan segala perselisihan
yang timbul antar umat Islam dapat segera diselesaikan. Oleh karena itu,
setelah kematiannya, umat Islam mulai berbeda pendapat dalam beberapa
masalah dan tidak ada yang mampu menyelesaikannya.
14
untuk menentukan penerus Bait Suci Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini
disebut Sunni.
15
Islam menjadi semakin sengit dengan terpecahnya umat Islam menjadi dua
faksi; pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu'awiyyah bin Abi
Sufyan. Ada perang antara dua faksi. Perang antara kedua belah pihak
akhirnya diselesaikan melalui upaya damai yang disebut arbitrase (taḥkīm).
1) Mereka yang mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai penerus Nabi (saw)
(tidak mengakui kepemimpinan sahabatnya Abu Bakar, Umar bin al-
Khattab dan Utsmān bin 'Affān);
2) Mereka yang meyakini penerus Nabi adalah Abu Bakar menurut
kesepakatan umat Islam, disusul Umar, Utsman, dan Ali bin abi Thalib,
dan tidak mempercayai mereka hingga akhir masa pemerintahannya;
3) Mereka yang mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar, Utsman
sebelum berakhirnya masa pemerintahannya dan mengakui Ali sampai
pada masa taḥkīm (arbitrase).
16
(meninggal tahun 720 M). Ia dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana,
menjalani gaya hidup sederhana dan tidak mewah.22
22
Hasan Ibrahim Hasan, Tarīkh al-Islām al-Siyāsī wa al-Dīnī wa al-Tsaqāfī wa al-Ijtimā’ī (Kairo:
Maktabah al-Nadlah al-Mishriyyah, 1979), 337.
17
muncul di Spanyol dan diproklamasikan oleh 'Abd al-Rahman al-Dākhil (w.
788 M). Di Mesir juga muncul dinasti Fatimiyah yang didukung oleh
kelompok Syiah. Hulagu Khan (cucu Jenghis Khan) ikut serta dalam
penghancuran rezim Islam di Bagdad, di mana ia menghancurkan masjid,
madrasah, dan rumah-rumah rakyat, serta membakar perpustakaan dan
seluruh isinya.23
Dalam situasi ini muncullah tiga kerajaan besar Islam yang berusaha
menghidupkan kembali kekuasaan Islam, yaitu Kerajaan Ottoman di Turki
(1290-1924 M), Kerajaan Safawi di Persia (1501-1732 M) dan Kerajaan
Mughal di India (1526-1858).
Namun ketiga kerajaan ini tidak dapat bertahan, jatuh satu demi satu
dan digantikan oleh kekuatan lain; Kesultanan Ottoman digantikan oleh
Republik Turki (1924), Dinasti Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti
Qajar (1925), dan Kekaisaran Mongol di India digantikan oleh Inggris
(1875) dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Perancis pada tahun 1924.
1924.1798. Akhirnya umat Islam memasuki tahap kemunduran yang kedua.
23
Thomas W. Arnold, the Preaching of Islam.
18
Arab, dan Yunani. Ekspedisi tersebut tidak hanya memiliki misi militer
tetapi juga misi ilmiah. Napoleon mendirikan lembaga ilmiah bernama
Institut Mesir, yang memiliki empat bidang studi: ilmu eksakta, ilmu alam,
ekonomi dan politik, sastra dan seni. Selain itu, jurnal ilmiah bernama
Courier d'Espagne juga diterbitkan.
Hal ini terjadi karena dua hal: Pertama, tidak semua nilai dan prinsip
budaya lokal bertentangan dengan ajaran dan doktrin agama, malah
sebaliknya banyak nilai dan prinsip yang saling bertentangan sehingga
budaya tersebut patut untuk didamaikan. kedua, dengan memperhatikan
nilai-nilai budaya lokal, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran dasar
ajaran agama, akan memudahkan upaya sosialisasi keagamaan. Sebab
sesuatu yang asing akan lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat
apabila sudah lama dikenal dan akrab dengan masyarakat tersebut. Dari
situlah agama berusaha tampil dengan wajah ramah, lemah lembut, dan
rendah hati di balik budaya dasar yang dianut suatu masyarakat.
19
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Metode kajian Islam merupakan suatu jalan yang dapat ditempuh untuk
memfasilitasi pendidikan pembentukan karakter umat Islam yang berkarakter Islami
sesuai ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, melalui pendidikan. Islam mengharapkan
individu dapat mengembangkan potensi keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah
SWT. Pembahasan metodologi kajian Islam meliputi: pengertian metodologi, fungsi
metodologi, pengertian metodologi dan jenis-jenis metodologi. Berbagai metode
mempelajari Islam meliputi: Teologi, antropologi, sosiologi, filsafat, sejarah, budaya
dan psikologi. Tujuan kajian Islam secara umum adalah agar umat Islam memahami
berbagai ajaran Islam agar dalam menerapkan ajaran Islam tidak menyimpang dari Al-
Quran dan Hadits.
20
DAFTAR PUSTAKA
21