Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

SEJARAH PERKEMBANGAN ISLAM DARI MASA KE MASA

Di Buat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pengantar Studi Islam

Dosen Pengampu : Taufiq Hidayat Nazar, LC., M.H

Disusun Oleh:

AULIA SALSABILA
(2303041001)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN HAJI DAN UMROH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum. Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT tuhan alam semesta. Sholawat
serta salam semoga tetap tercurahkan kepada nabi kita, Nabi Muhammad SAW. Serta
kepada teman -teman yang sudah menjadi inspirasi saya sejak awal pembuatan makalah.
Di dalam pembuatan makalah ini tentu masih banyak sekali kekurangannya. Saran dan
kritik dari pembaca masih sangat diperlukan untuk penyempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian kata pengantar dari saya,
kurang lebihnya saya mohon maaf. Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Metro, 20 September 2023

(Penulis)

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................ii

DAFTAR ISI ...............................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah……………………………………….........4


B. Rumusan Masalah .............................................................................4
C. Tujuan Masalah .................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Studi Islam.......................................................................5


B. Urgensi Studi Islam............................................................................7
C. Signifikan...........................................................................................10
D. Tujuan Studi Islam.............................................................................12
E. Sejarah Perkembangan Dari Masa Ke Masa......................................13

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan........................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Studi Islam memuat sejumlah unsur yang berkaitan dengan ajaran atau
nilai-nilai Islam secara dogmatis dan aplikatif, berguna dalam menilai nilai-nilai
Islam dan merefleksikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Kajian
terhadap nilai-nilai Islam akan menimbulkan kritik yang mendalam terhadap
Islam sebagai ajaran yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya demi
kebahagiaan hidup di dunia dan keamanan di akhirat. Kritik ini mendorong
berkembangnya kesadaran dan keyakinan akan kebenaran mengenai kebenaran
Islam. Dari segi tingkah laku manusia, Islam dianggap mencerminkan nilai-nilai
Islam dalam tatanan sosial keagamaan, dan kajian terhadap Islam memunculkan
keberagaman perilaku keagamaan yang sangat istimewa dan bermakna. Dimana
perilaku umat Islam dapat diperhadapkan dengan nilai-nilai dan asal-usul ajaran
Islam. Kajian Islam adalah suatu disiplin ilmu yang mengkaji Islam sebagai
ajaran, lembaga, sejarah dan kehidupan umat Islam menurut metode etnografi
dan sosiologis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu pengertian dari studi islam?
2. Bagaimana urgensi dari studi islam?
3. Apa tujuan dari studi islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari studi islam
2. Untuk mengetahui urgensi dari studi islam
3. Untuk mengetahui tujuan dari studi islam

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Studi Islam


Sejak munculnya Islam pada abad ke-13 M hingga saat ini, fenomena
pemahaman Islam di kalangan umat Islam di Indonesia masih diwarnai oleh
banyak kondisi yang berbeda-beda. Meski kondisinya sangat bervariasi, namun
tidak menyimpang dari ajaran Al-Quran dan Sunnah serta sesuai dengan data
sejarah yang dapat dibuktikan keabsahannya.
Dikalangan para ahli masih terjadi perdebatan apakah kajian Islam
(agama) dapat dimasukkan ke dalam bidang ilmu pengetahuan, mengingat sifat
dan karakteristik ilmu pengetahuan dan agama berbeda. Permasalahan ini
sering ditemui oleh para pemikir Islam. Pemikiran mereka tentang kajian Islam
atau Dirasah Islamiyah bermula dari sulitnya umat beragama membedakan
antara yang normatif dan yang historis. Dengan tumbuh dan berkembangnya
sepanjang sejarah kehidupan manusia, Islam dapat dianggap sebagai suatu mata
pelajaran keilmuan, khususnya ilmu pengetahuan Islam atau kajian Islam.1
Dalam istilah kajian keislaman, dapat dikatakan sekedar upaya
mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan agama Islam. Faktanya, upaya
mempelajari Islam tidak hanya dipimpin oleh umat Islam tetapi juga oleh
orang-orang di luar komunitas Islam.
Para ahli yang mempelajari Islam di luar kalangan Islam disebut
“Orientalis”, yaitu orang Barat yang mempelajari dunia Timur, termasuk dunia
Islam. Dalam praktiknya, kajian Islam dilakukan lebih langsung dan
menekankan pengetahuan tentang kekurangan dan kelemahan ajaran agama
Islam serta pengalaman praktis ajaran agama Islam dalam kehidupan sehari-
hari.2 Pengetahuan unik tentang bahasa sosial Timur dan kemampuan yang
mendalam. dihubungkan dengan banyak teks yang berbeda. Studi oriental
menjadi disiplin ilmu independen pada abad ke-19. Kajian ini bagi Binder,
memunculkan problem tersendiri karena memicu “Perdebatan” studi terbelah
menjadi dua ranah: studi wilayah yang menjadikan wilayah tertentu baik timur

1
Abudin Nata, “Metodologi Studi Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers,2012),143-150
2
Muhaimin, dkk, Dimensi-DimensiStudi Islam, Abditama, Surabaya, 1994

5
tengah ataupun dunia Islam menjadi obyek kajian (subject matter) dan
membutuhkan beragam metode kajian yang berbeda di satu sisi melawan studi
disiplin, keilmuan itu sendiri di sisi yang lain.3
Dalam kajian Islam di Barat Studi Islam disebut Islamic Studies, secara
sederhana dapat dikatakan sebagai usaha untuk mempelajari hal-hal yang
berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan lain “usaha sadar dan
sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam
tentang seluk beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik
berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun yang praktik-praktik pelaksanaanya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.” Usaha
mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya
dilaksanakan oleh umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-
orang diluar kalangan umat Islam.
Studi Islam (Islamic Studies) dari masa ke masa terlihat semakin matang.
Meski pada awalnya terminology Islamic Studies mencuat dari belahan barat,
tapi realitas keilmuan menuntut umat Islam dan lembaga-lembaga pendidikan di
dalamnya menyadari secara sungguh-sungguh terhadap eksistensi dan perannya
dalam ikhtiar merespon problem tantangan, konstruksi, eksistensi dan
pengembangan keilmuan Studi Islam. Bagi Islamic Studies berbagai pendekatan
dan metode ilmiah berkembang dengan aneka perspektif, tendensi dan orientasi
yang lahir dari latar masing-masing pengkajinya.
Studi Islam merupakan bagian dari mata pelajaran yang disebut Studi
Oriental, khususnya studi ilmiah tentang budaya Timur yang bertujuan untuk
pertujuan secara independen bagi interes politik dan kepenyiarannya.4
Islam bukan hanya agama yang luhur tetapi juga agama yang praktis.
Islam bukan hanya agama seremonial, tapi juga agama humanistik. Islam adalah
agama yang memadukan unsur dunia dan akhirat, materi dan spiritual. Tidaklah
berlebihan jika disebut sebagai agama yang sempurna dan utuh, mencakup visi
dan pandangan hidup yang utuh. Pada puncaknya, Islam bertujuan untuk
menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Tentu saja

3
Udi Safala.Studi KeIslaman.”Empirisma”.Vol 21 no.02 Juli 2102,171-172
4
Sokhi Huda, “Pendekatan Terhadap Islam Dalam Studi Agama dan Elevansinya dengan Studi
Islam di Indonesia”,Jurnal Religio,Volume 1, Nomor 1, (Maret 2011) hlm 25.

6
kondisi ini dapat dipahami sebagai wujud Islam yang universal, yaitu rohmatan
lil alamin.5
Bagi umat Islam, kajian Islam bertujuan untuk memahami,
memperdalam dan mendiskusikan ajaran Islam agar dapat melaksanakan dan
mengamalkannya dengan benar. Pada saat yang sama, di luar kalangan umat
Islam, kajian Islam bertujuan untuk mempelajari secara mendalam agama dan
amalan keagamaan yang sah bagi umat Islam, yang hanya sekedar ilmu (Islam).
Ahli yang mempelajari Islam di luar kalangan Islam disebut Orientalis
(istisyraqy), artinya orang Barat yang melakukan penelitian di dunia Timur,
termasuk di dunia Islam. Faktanya, studi Islam yang mereka lakukan, terutama
pada awal studi mereka tentang dunia Timur, memberikan fokus dan keunggulan
yang lebih besar pada pengetahuan mereka.6
Kata metodologi mempunyai arti bahwa model, pendekatan dan metode
yang dipelajari tidak hanya satu melainkan banyak, yang didalamnya dibahas
satu konsep dan konsep lainnya bahkan bila perlu dibandingkan dan dievaluasi
kelebihan dan kekurangannya. Selanjutnya pengkajian terhadap konsep-konsep
yang dimaksud dilakukan secara serius, akademis dan teoritis, dengan kata lain
secara ilmiah. Oleh karena itu, metode kajian Islam yang akan dibahas dalam
buku ini adalah seperangkat paradigma, pendekatan, dan metode keilmuan.

B. Urgensi Studi Islam


Di era globalisasi saat ini, dimana umat Islam menghadapi tantangan
kehidupan global dan budaya modern, kajian Islam menjadi hal yang sangat
urgen. Terlibat dalam kajian Islam melalui pendekatan objektif dan rasional,
sambil secara bertahap meninggalkan pendekatan doktrinal subjektif. Urgensi
kajian Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
1. Umat islam saat ini berada dalam kondisi probelmatis
Dalam segala aspek kehidupan sosial budaya dan terus
menghadapi dunia modern yang sangat maju dan kompleks. Umat
Islam dituntut untuk memimpin gerakan-gerakan ideologi yang

5
M. Ulinnuha Khusnan,“Islam dan Kesejahteraan: Memotret Indonesia”, Jurnal Dialog No.66
tahun XXXI, Desember 2008, hlm. 42
6
Muhaimain dkk.Kawasan Dan Wawasan Studi Islam. Hlm. 01-03

7
diharapkan dapat menghasilkan konsep-konsep ideologi yang unggul
dan efektif untuk mengatasi perkembangan dan kemajuan tersebut.
Ditujukan melalui pendekatan obyektif dan rasional, kajian
Islam dapat memberikan alternatif pemecahan masalah atau jalan
keluar dari situasi problematis. Kajian Islam diharapkan dapat
memimpin dan mengarahkan upaya inovasi dan pemikiran ulang
terhadap ajaran Islam yang berpegang pada sumber fundamental
ajaran Islam yang murni dan orisinil, khususnya Al-Quran dan As-
Sunnah.7
Menghadapi permasalahan realitas sosial. Pada awalnya hal
ini terjadi hanya dalam kerangka pemikiran ilmiah dan teoritis yang
abstrak, namun pada akhirnya berdampak pada tataran bentuk
konflik sosiologis-praktis. Misalnya saja seorang ahli fiqh akan
merasa bingung ketika dihadapkan pada konteks sosiologis, seorang
ekonom akan kesulitan memahami logika zakat dan tidak jarang
muncul bentuk khifran dalam sebuah pemikiran (takfir al-fikr).8
Era ini ditandai dengan semakin dekatnya jarak, hubungan
dan komunikasi antar bangsa dan kebudayaan manusia. Dalam
suasana seperti ini, umat manusia tentu memerlukan hukum, nilai,
standar serta pedoman dan arahan hidup yang bersifat universal dan
diakui atau diterima oleh semua negara.
Hal ini diperlukan untuk menciptakan kehidupan yang aman
dan tenteram di antara mereka serta terjalinnya kerja sama dan
saling mendukung di antara mereka guna mewujudkan kesejahteraan
dan kebahagiaan hidup dan kehidupan manusia di muka bumi.9
Perkembangan yang sangat pesat telah menciptakan
kemajuan teknologi canggih yang memungkinkan masyarakat
menikmati banyak kemudahan dan menikmati hidup. Kemajuan
yang dimaksud tidak merata di berbagai belahan dunia, sehingga
kualitas hidup manusia pun tidak merata. Faktanya, banyak negara

7
Muhaimin, dkk, Dimensi-Dimensi Studi Islam, Abditama, Surabaya, 1994, hlm 13
8
Helmi Uman.Pemikiran Islam.”Teosofi”.Vol 3no. 2 Desember 2013,377
9
Ibid , hlm 14

8
berkembang yang menderita penderitaan yang pahit, pahit dan
berkepanjangan akibat imperialisme dalam berbagai bentuknya yang
dilakukan oleh negara-negara maju.
Kemajuan ilmu pengetahuan tampaknya tidak selalu
dibarengi dengan kesadaran akan nilai-nilai luhur kemanusiaan.
Masyarakat di negara maju cenderung lebih materialistis,
individualistis, dan lemah dalam menerapkan nilai-nilai moral
agama. Untuk itu, nampaknya perlu dipikirkan integrasi keilmuan
dan memperjuangkan kehidupan yang lebih baik. Ilmu-ilmu yang
mampu meningkatkan kualitas hidup manusia dari luar harus
dipadukan dengan ilmu-ilmu yang membawa kebahagiaan dalam
diri.10
Situasi keagamaan di Indonesia cenderung menciptakan
kondisi hukum-formal yang beragam. Agama “harus” diungkapkan
dalam bentuk ritual formal, sehingga muncul formalisme agama
yang lebih mengutamakan “bentuk” daripada “isi”. Kondisi seperti
ini membuat agama kurang dipahami sebagai seperangkat paradigma
moral dan etika yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari
kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Harun Nasution
berpendapat bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang menaati
perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Dengan demikian, orang
yang beriman adalah orang yang dekat dengan Tuhan, dan orang
yang dekat dengan Orang Suci adalah “orang suci”. Orang yang suci
adalah orang yang berakhlak mulia.
Kita bisa melihat bahwa agama Islam di Indonesia belum
sepenuhnya dipahami dan dialami oleh umat Islam. Oleh karena itu,
urgensi kajian Islam di Indonesia adalah mengubah pemahaman dan
penghayatan Islam pada masyarakat Muslim Indonesia pada
khususnya dan masyarakat beragam pada umumnya. Perubahan yang
diharapkan adalah berupa transformasi formalisme agama Islam
menjadi universalisme, yaitu agama yang tidak mengabaikan nilai-

10
Moh. Mukhlas. Urgensi Integrasi Sains dan Agama.”Al-Tahrir”.Vol 6 no.1 Januari 2006,167

9
nilai spiritual dan kemanusiaan karena agama pada dasarnya
diturunkan untuk manusia. Selain itu, kajian Islam diharapkan dapat
menciptakan komunitas yang mampu membawa perbaikan baik
secara internal maupun eksternal.11

2. Manusia mendapat kehormatan menjadi khalifah di muka


bumi untuk mengolah alam beserta isinya
Hanya dengan ilmu dan keimanan misi Khilafah dapat
terlaksana dan membawa keberkahan serta kemaslahatan bagi
alam dan seluruh makhluk di dalamnya. Tanpa keimanan, akal
akan sendirian menyebabkan kehancuran di muka bumi dan
membahayakan manusia. Sebaliknya, keimanan yang tidak
didasari dengan ilmu rentan ditipu dan tidak paham bagaimana
mengubahnya menjadi berkah dan manfaat bagi alam dan segala
isinya.12

C. Signifikan
Secara umum, normativitas ajaran wahyu dikaji melalui pendekatan
doktrinal teologis. Pendekatan ini berangkat dari teks alkitabiah, sehingga pada
akhirnya menciptakan gaya pemahaman yang alkitabiah dan tekstualis. Pada saat
yang sama, untuk memahami historisitas keanekaragaman manusia, pendekatan
sejarah bersifat sosiologis, antropologis, dan lain-lain. Menurut Amin Abdullah,
keduanya tidak dapat dipisahkan. Kedua pendekatan ini, yaitu pendekatan
teologis-normatif dan pendekatan bersifat historis-empiris sangat diperlukan
dalam mempertimbangkan keberagaman dalam masyarakat majemuk.13
Untuk dapat menjelaskan dinamika historis normativitas Islam, perlu
dikaji dinamika historis ekspresi gagasan-gagasan Islam, mulai dari awal
turunnya Islam hingga masa lalu, baik di wilayah di mana Islam turun, dan ke
belahan dunia lain. berbagai wilayah di dunia.14

11
Ibid, hlm 17
12
Ahmad Muthohar.Urgensi Pendidikan Islam.”Cendekia”.Vol 11 no.1 Juni 2013,50
13
Siswanto. Normativitas dan Historis dalam Pandangan Amin Abdullah.” Teosofi”. Vol 3 no. 2
Desember 2013, 381
14
http://manshur-musthofa.blogspot.com/2012/02/teori-dasar-study-Islam. html

10
Dari sini kita dapat mengambil hikmah bahwa kajian Islam merupakan
suatu hal yang penting untuk dipelajari, bahkan kajian sejarah Islam, sekalipun
yang dikembangkan oleh para orientalis, harus mengetahui serangan-
serangannya dan tentunya pada akhirnya mengetahui cara untuk menangkal
serangan-serangan tersebut. Pada saat yang sama, kajian Islam normatif tentunya
juga penting untuk memperdalam ajaran Islam dan pada akhirnya mampu
menerapkannya dalam kehidupan.15
Objektivitas suatu penelitian akan terjamin apabila keasliannya dapat
ditelusuri oleh siapapun dan tidak didasarkan pada keyakinan tertentu. Selain itu
pendekatan saintifik selalu siap dan terbuka menerima analisis kesimpulan
penelitiannya.16
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam belum begitu memahami dan
menghayati agama Islam dengan baik. Jadi, pentingnya kajian Islam di
Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Mengubah pemahaman dan penghayatan Islam bagi umat Islam
Indonesia pada khususnya dan umat beragama pada umumnya.
2. Hakikat eksklusivisme (khusus) menjelma menjadi universalisme
(umum), yaitu agama yang tidak mengabaikan nilai-nilai spiritual
dan kemanusiaan karena pada hakikatnya agama menampakkan
diri kepada manusia.
3. Melahirkan komunitas yang mampu mencapai kesempurnaan
luar dan dalam.
4. Melahirkan masyarakat toleran (tasamuh) dalam wacana
pluralisme agama.17
5. Pemahaman Islam tidak hanya dapat dilakukan secara normatif
saja, namun juga dapat mempertimbangkan Islam yang
sebenarnya secara sungguh-sungguh, obyektif, dan sistematis.
Kerangka ideologis ini pada gilirannya mengarah pada

15
http://msibki3.blogspot.com/2008/09/signifikansi-studi-Islam.html
16
Ahmad Asy’ari. Pengantar Studi Islam. Surabaya: sunan ampel press, 2002. hlm.13-18
17
Rosihan Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 2009. Hlm. 25

11
pemahaman Islam sebagai Islam yang universal dan inklusif dan
Islam sebagai rahmatan lil al-'alamin.

Islam sebagai sebuah agama secara historis telah membuktikan dirinya


sebagai agama dunia yang mampu merasuki setiap hati manusia. Agar Islam
menjadi agama yang fungsional, maka Islam dijadikan sebagai sumber
penyelesaian masalah masyarakat global.

D. Tujuan Studi Islam


Studi Islam adalah usaha mempelajari Islam secara mendalam serta
segala detil internal dan eksternal yang berkaitan dengan agama Islam. Studi
Islam ini mempunyai tujuan yang jelas dan menunjukkan arah kajian Islam.
Tujuan dan motivasi mempelajari Islam di kalangan umat Islam tentu saja
sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh masyarakat di luar umat Islam. Di
kalangan tersebut studi Islam bertujuan untuk memahami, memperdalam dan
mendiskusikan ajaran Islam agar dapat dilaksanakan dan diamalkan dengan
benar. Sedangkan di luar umat Islam, tujuannya adalah mempelajari seluk-beluk
agama yang dianut di kalangan umat Islam, yang murni ilmu pengetahuan.
Tujuan utama pendidikan Islam adalah memberikan gambaran Islam
yang jelas, lengkap dan komprehensif kepada masyarakat. Interaksi ini sendiri
mempengaruhi penampilan, sikap, tingkah laku dan tindakan seseorang sehingga
berujung pada akhlak yang baik. Nilai-nilai moral tersebut hendaknya dan wajib
dibentuk melalui membaca dan mempelajari Al-Quran, shalat malam, sunah
shoum (puasa), berkeluarga dan bersosialisasi. Semakin dia mengamalkan cara
ini, maka semakin banyak amalnya dan semakin mudah pula dia beramal shaleh.
Selain itu, olahraga akan membentuk kebiasaan yang pada akhirnya akan
menjadi gaya hidup sehari-hari.18
Asumsi dari studi ini adalah agama islam yang diyakini mempunyai misi
“rahmatan lil’alamin” tentu mempunyai nilai-nilai universal dan prinsip-prinsip
dasar, mempunyai daya dan upaya untuk membimbing, mengarahkan,
mengendalikan dan potensi pengendalian faktor pertumbuhan dan
perkembangan sistem kebudayaan dan peradaban modern, yang bertujuan untuk

18
Rhoni Rodin, ”Urgensi Keteladanan bagi Seorang Guru Agama”, Jurnal Cendekia, Vol. 11, No.
1, Juni 2013, hlm 152

12
mencapai kondisi kehidupan yang adil, makmur, aman, dan sejahtera antar
bangsa dan umat manusia.

E. Sejarah Perkembangan Islam Dari Masa ke Masa


1. Islam di Masa Nabi Muhammad SAW (610-623 M)
Jika berdasarkan awal perhitungan tahun hijrah maka pilihannya
kembali pada pendapat kedua yaitu sejak Nabi Muhammad melakukan
hijrah dari Mekkah ke Madinah, karena tahun Islam (kalender hijriah)
dimulai dari tahun nabi. Hijrah Muhammad dari Mekkah ke Madinah pada
tahun 622 M.19
Secara berkala, Islam pada masa Nabi Muhammad SAW terbagi
menjadi dua; yaitu masa Mekkah dan masa Madinah. Ketika Nabi
Muhammad SAW berkunjung ke Mekkah, beliau dan para pengikutnya
selalu mendapat tekanan dari pihak Quraisy yang tidak setuju dengan ajaran
yang beliau sampaikan.
Nabi Muhammad kemudian mengirim beberapa muridnya ke
Abyssinia, yang beragama Kristen Koptik, untuk mencari suaka. Masa
Mekah itulah yang memungkinkan Nabi Muhammad SAW bisa bertahan
hidup di Mekah dengan dukungan keluarganya.
Sepeninggal istrinya, Khadijah, pemimpin sukunya pun ikut
meninggal dan digantikan oleh seseorang yang tidak bersimpati padanya.
Maka pada tahun 620 M, Nabi Muhammad menandatangani perjanjian
dengan beberapa tokoh warga Yatsrib agar mereka diterima. Beliau
kemudian pindah ke Yatsrib yang kemudian menjadi Madinah.
Di Madinah, umat Islam terbagi menjadi dua kelompok; Kelompok
pertama disebut kelompok Muhajirin yaitu para pengikut Nabi Muhammad
SAW yang hijrah dari Makkah ke Madinah dan kelompok kedua disebut
kelompok Ansar yaitu masyarakat penduduk asli Madinah yang telah
menerima dan menyambut kedatangan Nabi Muhammad SAW. Muhammad
SAW dan dia. yang mengikuti ketika mereka sampai di Madinah.20

19
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid I, 50.
20
Syed Mamudunnasir, Islam Its Concepts and History terj. Adang Affandi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1994), 124.

13
Kepindahan Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah pada
masa itu merupakan sebuah langkah revolusioner, karena pada masa itu
hijrah bukan sekedar perpindahan tempat tinggal. Namun itu adalah bagian
dari upaya mengubah pemikiran, perilaku, dan tradisi. Sedangkan menurut
tradisi Arab pra Islam, etnisitas merupakan nilai yang sakral. Dan
meninggalkan golongan darah untuk bergabung dengan golongan non-darah
adalah hal yang tidak pernah terdengar.
Pada prinsipnya, hal ini dianggap sebagai penghinaan dan kesalahan
yang tidak dapat dimaafkan. Dengan demikian, terbentuknya ummah di
Madinah menjadi persoalan di mata kaum Quraisy Mekkah, karena
dianggap merusak tatanan yang ada. Lebih jauh lagi, komunitas ummah
tidak dibentuk oleh ikatan darah seperti umat yang ada pada umumnya,
melainkan dibentuk oleh satu ideologi (Islam). Jadi, apa yang dilakukan
Nabi Muhammad SAW dalam mendirikan ummat ummat merupakan
inovasi yang luar biasa dalam masyarakat Arab saat itu.
Dalam komunitas ummah tidak ada yang diwajibkan masuk Islam,
namun ummah bisa bersatu, tidak saling menyerang, bahkan berjanji untuk
saling melindungi, sehingga kaum Quraisy Mekkah berkomplot untuk
menghancurkan ummah di Madinah.
2. Islam di Masa Khulafa Ar Rasyidin (632-661 M)
Jika pada masa visi Nabi Muhammad SAW, segala hal yang
berhubungan dengan Islam selalu dirujuk kepadanya dan segala perselisihan
yang timbul antar umat Islam dapat segera diselesaikan. Oleh karena itu,
setelah kematiannya, umat Islam mulai berbeda pendapat dalam beberapa
masalah dan tidak ada yang mampu menyelesaikannya.

Perselisihan itu bermula dari persoalan siapa yang berhak


menggantikan Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin. Beberapa
kelompok mengatakan bahwa sebelum Nabi Muhammad wafat, beliau
menulis surat wasiat tentang penggantinya. Kelompok ini disebut Syiah.
Sementara itu, ada juga kelompok lain yang mengatakan bahwa Nabi
Muhammad SAW tidak pernah membuat wasiat tentang penggantinya,
sehingga kelompok ini mengadakan pertemuan di Tsaqifah Bani Sa'dah

14
untuk menentukan penerus Bait Suci Nabi Muhammad SAW. Kelompok ini
disebut Sunni.

Sesuai kesepakatan, Abu Bakar terpilih sebagai penerus Nabi


Muhammad SAW. Masa pemerintahannya sangat singkat yaitu pada tahun
632-634 Masehi. Namun pemerintahannya berhasil melawan kelompok
pemberontak yang ingin meninggalkan umat Islam karena keengganan
mereka membayar zakat (manī' al-zakāt). Kelompok pembelot ini
mengklaim bahwa perjanjian mereka dengan Nabi Muhammad SAW sudah
lengkap sejak wafatnya.

Pada masa Abu Bakar, pemerintahan Islam juga berupaya


mengumpulkan Al-Quran menjadi sebuah mushaf yang sebelumnya telah
tersebar ke berbagai nash dan kemudian disimpan di rumah Hafsah. 21
Sepeninggal Abu Bakar, Umar terpilih sebagai penggantinya.
Pemerintahannya berlangsung dari tahun 634 hingga 644 M. Ia dijuluki amir
al-mukminin. Penyebaran Islam melampaui jazirah Arab dan bahkan dua
kerajaan besar Persia dan Roma berada di bawah kekuasaannya. Pada usia
63 tahun, Umar bin al-Khattab meninggal dunia setelah dibunuh oleh Abu
Lu'luah al-Majusi yang berasal dari Persia, pada tahun 644 M.

Penerus Umar bin al-Khaṭṭab adalah Utsmān bin 'Affān, yang


memerintah pada tahun 644 hingga 656 M. Pada masanya, perluasan
wilayah juga terus berlanjut, terutama di Türkiye, Siprus, Afrika Utara, Asia
Tengah, dll. Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan, Al-Quran berhasil
disusun menjadi musḥaf yang menekankan dialek Quraisy. Tujuannya agar
umat Islam bersatu dan tidak berbeda pendapat dalam membacakan Al-
Quran. Namun pada masa ini mulai muncul perpecahan di kalangan umat
Islam terkait permasalahan politik yang dipimpin oleh Utsman bin Affan
mengenai pembagian kekuasaan yang dianggap timpang. Utsman bin Affan
dibunuh pemberontak saat membaca Alquran.

Pengganti Utsman bin Affan adalah Ali bin Abi Ṭālib. Ia


memerintah dari tahun 656 hingga 661 M. Perpecahan di kalangan umat
21
Muhammad Khudari Bik, Tarikh al-Tasyrī’ al-Islāmī (Mesir: Mathba’ah al-Sa’ādah, 1954), 12.

15
Islam menjadi semakin sengit dengan terpecahnya umat Islam menjadi dua
faksi; pendukung Ali bin Abi Thalib dan pendukung Mu'awiyyah bin Abi
Sufyan. Ada perang antara dua faksi. Perang antara kedua belah pihak
akhirnya diselesaikan melalui upaya damai yang disebut arbitrase (taḥkīm).

Metode perdamaian dengan cara taḥkīm yang ini mengecewakan


beberapa pendukung Ali, sehingga mereka mengumumkan bahwa mereka
telah meninggalkan barisan Ali dan beralih ke Ali bin Abi Thalib dan para
pengikutnya, yang menerima proses menerima taḥkīm. Kelompok ini
bahkan mengklaim Ali bin Abi Thalib dan pengikutnya adalah kafir.
Kelompok ini akhirnya dikenal dengan sebutan nama Khawarij. Dengan
munculnya kelompok Khawarij, umat Islam pada masa itu terpecah menjadi
tiga kelompok besar:

1) Mereka yang mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai penerus Nabi (saw)
(tidak mengakui kepemimpinan sahabatnya Abu Bakar, Umar bin al-
Khattab dan Utsmān bin 'Affān);
2) Mereka yang meyakini penerus Nabi adalah Abu Bakar menurut
kesepakatan umat Islam, disusul Umar, Utsman, dan Ali bin abi Thalib,
dan tidak mempercayai mereka hingga akhir masa pemerintahannya;
3) Mereka yang mengakui kepemimpinan Abu Bakar, Umar, Utsman
sebelum berakhirnya masa pemerintahannya dan mengakui Ali sampai
pada masa taḥkīm (arbitrase).

3. Islam di Masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyyah

Setelah berakhirnya era al-Khulafā' al-Rāshidūn, pemerintahan Islam


dipegang oleh Daulah Umawiyah yang khalifah pertamanya bernama
Mu'āwiyah bin Abu Sufyān. Ia mendirikan pusat pemerintahannya di
Damaskus-Suriah, di mana ia menjabat sebagai gubernur pada masa
pemerintahan Utsman bin Affan.

Dinasti ini mencapai puncak kejayaannya pada masa al-Walid


(meninggal tahun 715 M). Pada masa dinasti ini, ada seorang tokoh agama
yang sangat terkenal dalam sejarah Islam, yaitu Umar bin 'Abd al-Azīz

16
(meninggal tahun 720 M). Ia dikenal sebagai raja yang adil dan bijaksana,
menjalani gaya hidup sederhana dan tidak mewah.22

Kebijakan kontroversialnya adalah mengembalikan harta keluarga


dan isterinya kepada bayt al-mal. Beliau menghapuskan upeti yang dipungut
dari ahl al-dzimmah, yaitu orang-orang yang masuk Islam. Ia juga
mengurangi pajak yang harus dibayar umat Islam, khususnya mawāli
(Muslim non-Arab) dari Persia. Kebijakan ini kemudian menyebabkan
banyak orang masuk Islam.

Konflik internal yang muncul dalam dinasti ini berupa perebutan


kekuasaan kemudian menjadi penyebab keruntuhannya. Akibatnya,
kepemimpinan umat Islam kemudian dilanjutkan oleh dinasti Abbasiyah
yang dipimpin oleh Abu al-Abbas (w. 754 M) dengan dukungan Mawali.

Dukungan terhadap Mawali inilah yang menjadi pembeda antara


Dinasti Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah, dimana Dinasti Bani Umayyah
didukung oleh bangsa Arab, sedangkan Dinasti Abbasiyah didukung oleh
Mawali.

Dinasti ini mencapai kejayaannya pada masa Harun al-Rasyid (w.


809 M) yang sangat memperhatikan kesejahteraan rakyatnya. Ia
membangun rumah sakit, mengembangkan pendidikan kedokteran dan
kedokteran, hingga jumlah dokternya mencapai 800 orang. Negara ini juga
telah meningkatkan infrastruktur, termasuk membangun koneksi jalan raya
untuk menjangkau semua negara di wilayahnya.

Ia juga membangun istana dan taman kota, pemandian umum dan


banyak fasilitas umum lainnya. Fokus utama kejayaan Dinasti Abbasiyah
adalah bidang pengembangan ilmu pengetahuan.

4. Islam di Abad Pertengahan dan Modern

Periode ini ditandai dengan jatuhnya rezim Islam di Bagdad.


Pemberontakan mulai terjadi dimana-mana. Dinasti Umayyah periode kedua

22
Hasan Ibrahim Hasan, Tarīkh al-Islām al-Siyāsī wa al-Dīnī wa al-Tsaqāfī wa al-Ijtimā’ī (Kairo:
Maktabah al-Nadlah al-Mishriyyah, 1979), 337.

17
muncul di Spanyol dan diproklamasikan oleh 'Abd al-Rahman al-Dākhil (w.
788 M). Di Mesir juga muncul dinasti Fatimiyah yang didukung oleh
kelompok Syiah. Hulagu Khan (cucu Jenghis Khan) ikut serta dalam
penghancuran rezim Islam di Bagdad, di mana ia menghancurkan masjid,
madrasah, dan rumah-rumah rakyat, serta membakar perpustakaan dan
seluruh isinya.23

Misalnya saja di bidang politik, dinasti-dinasti yang berkuasa di


Mesir saling bertransformasi dan menggulingkan satu sama lain. Dari
Dinasti Fatimiyah yang beraliran Syiah digantikan oleh Dinasti Ayyubiyah
yang beraliran Sunni. Dinasti Ayyubiyah lenyap pada tahun 1250 dan
digantikan oleh Dinasti Mamlukiyyah hingga tahun 1517.

Dalam situasi ini muncullah tiga kerajaan besar Islam yang berusaha
menghidupkan kembali kekuasaan Islam, yaitu Kerajaan Ottoman di Turki
(1290-1924 M), Kerajaan Safawi di Persia (1501-1732 M) dan Kerajaan
Mughal di India (1526-1858).

Namun ketiga kerajaan ini tidak dapat bertahan, jatuh satu demi satu
dan digantikan oleh kekuatan lain; Kesultanan Ottoman digantikan oleh
Republik Turki (1924), Dinasti Safawi di Persia digantikan oleh Dinasti
Qajar (1925), dan Kekaisaran Mongol di India digantikan oleh Inggris
(1875) dan Mesir dikuasai oleh Napoleon dari Perancis pada tahun 1924.
1924.1798. Akhirnya umat Islam memasuki tahap kemunduran yang kedua.

Pada masa modern, Islam mengalami perkembangan yang luar biasa


sehingga Harun Nasution menyebut masa ini sebagai masa renaissance
Islam.

Ekspedisi Napoleon yang berakhir pada tahun 1801 membuka mata


umat Islam, khususnya di Turki dan Mesir, terhadap kelemahan umat Islam
di hadapan kekuatan Barat. Ekspedisi Napoleon ke Mesir memperkenalkan
ilmu pengetahuan dengan mempertemukan 167 orang ahli dari berbagai
disiplin ilmu. Ia membawa dua set peralatan untuk mencetak bahasa Latin,

23
Thomas W. Arnold, the Preaching of Islam.

18
Arab, dan Yunani. Ekspedisi tersebut tidak hanya memiliki misi militer
tetapi juga misi ilmiah. Napoleon mendirikan lembaga ilmiah bernama
Institut Mesir, yang memiliki empat bidang studi: ilmu eksakta, ilmu alam,
ekonomi dan politik, sastra dan seni. Selain itu, jurnal ilmiah bernama
Courier d'Espagne juga diterbitkan.

Ide-ide baru yang diperkenalkan ke Mesir oleh Napoleon adalah


sistem negara republik, dimana kepala negara dipilih untuk jangka waktu
tertentu, kesetaraan (equality) dan nasionalisme (bangsa). Para pemimpin
umat Islam mulai memikirkan dan mencari solusi untuk mengembalikan
kejayaan ummat Islam. Akibatnya, muncul gerakan reformasi di berbagai
negara, khususnya di Türkiye dan Mesir. Ide-ide reformasi ini kemudian
diadopsi di berbagai negara Islam, termasuk Indonesia.

Dari sejarah Islam yang disebutkan di atas, kita dapat menyimpulkan


bahwa agama ini lahir dari dan dalam suatu realitas sosial tertentu. Tingkat
adaptasi dan penghayatan terhadap realitas sosial yang melingkupinya
begitu kuat sehingga dalam berbagai fenomena keagamaan dapat ditemukan
keterkaitan yang sangat erat antara agama dan budaya.

Hal ini terjadi karena dua hal: Pertama, tidak semua nilai dan prinsip
budaya lokal bertentangan dengan ajaran dan doktrin agama, malah
sebaliknya banyak nilai dan prinsip yang saling bertentangan sehingga
budaya tersebut patut untuk didamaikan. kedua, dengan memperhatikan
nilai-nilai budaya lokal, sepanjang tidak bertentangan dengan ajaran dasar
ajaran agama, akan memudahkan upaya sosialisasi keagamaan. Sebab
sesuatu yang asing akan lebih mudah diterima oleh masyarakat setempat
apabila sudah lama dikenal dan akrab dengan masyarakat tersebut. Dari
situlah agama berusaha tampil dengan wajah ramah, lemah lembut, dan
rendah hati di balik budaya dasar yang dianut suatu masyarakat.

19
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Metode kajian Islam merupakan suatu jalan yang dapat ditempuh untuk
memfasilitasi pendidikan pembentukan karakter umat Islam yang berkarakter Islami
sesuai ketentuan Al-Quran dan As-Sunnah, melalui pendidikan. Islam mengharapkan
individu dapat mengembangkan potensi keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah
SWT. Pembahasan metodologi kajian Islam meliputi: pengertian metodologi, fungsi
metodologi, pengertian metodologi dan jenis-jenis metodologi. Berbagai metode
mempelajari Islam meliputi: Teologi, antropologi, sosiologi, filsafat, sejarah, budaya
dan psikologi. Tujuan kajian Islam secara umum adalah agar umat Islam memahami
berbagai ajaran Islam agar dalam menerapkan ajaran Islam tidak menyimpang dari Al-
Quran dan Hadits.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, “Metodologi Studi Islam”, (Jakarta: Rajawali Pers,2012),143-150


Ahmad Asy’ari. Pengantar Studi Islam. Surabaya: sunan ampel press, 2002. hlm.13-18
Ahmad Muthohar.Urgensi Pendidikan Islam.”Cendekia”.Vol 11 no.1 Juni 2013,50
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya (Jakarta: UI Press, 2001), Jilid
I, 50.
Hasan Ibrahim Hasan, Tarīkh al-Islām al-Siyāsī wa al-Dīnī wa al-Tsaqāfī wa al-Ijtimā’ī
(Kairo: Maktabah al-Nadlah al-Mishriyyah, 1979), 337.
Helmi Uman.Pemikiran Islam.”Teosofi”.Vol 3no. 2 Desember 2013,377
http://manshur-musthofa.blogspot.com/2012/02/teori-dasar-study-Islam. html
http://msibki3.blogspot.com/2008/09/signifikansi-studi-Islam.html
Ibid , hlm 14
Ibid, hlm 17
M. Ulinnuha Khusnan,“Islam dan Kesejahteraan: Memotret Indonesia”, Jurnal Dialog
No.66 tahun XXXI, Desember 2008, hlm. 42
Moh. Mukhlas. Urgensi Integrasi Sains dan Agama.”Al-Tahrir”.Vol 6 no.1 Januari
2006,167
Muhaimain dkk.Kawasan Dan Wawasan Studi Islam. Hlm. 01-03
Muhaimin, dkk, Dimensi-DimensiStudi Islam, Abditama, Surabaya, 1994
Muhammad Khudari Bik, Tarikh al-Tasyrī’ al-Islāmī (Mesir: Mathba’ah al-Sa’ādah,
1954), 12.
Rhoni Rodin, ”Urgensi Keteladanan bagi Seorang Guru Agama”, Jurnal Cendekia, Vol.
11, No. 1, Juni 2013, hlm 152
Rosihan Anwar, dkk, Pengantar Studi Islam, CV PUSTAKA SETIA, Bandung, 2009.
Hlm. 25
Siswanto. Normativitas dan Historis dalam Pandangan Amin Abdullah.” Teosofi”. Vol
3 no. 2 Desember 2013, 381
Sokhi Huda, “Pendekatan Terhadap Islam Dalam Studi Agama dan Elevansinya dengan
Studi Islam di Indonesia”,Jurnal Religio,Volume 1, Nomor 1, (Maret 2011) hlm
25.
Syed Mamudunnasir, Islam Its Concepts and History terj. Adang Affandi (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 1994), 124.
Thomas W. Arnold, the Preaching of Islam.
Udi Safala.Studi KeIslaman.”Empirisma”.Vol 21 no.02 Juli 2102,171-172

21

Anda mungkin juga menyukai