Anda di halaman 1dari 20

PENDEKATAN STUDI ISLAM AUD

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah: Metode Studi Islam

Dosen Pengampu: Anri Saputra,S.Psi., M.Psi

Disusun Oleh

Cindy Carolline Samudra

2022.3.003

PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM RAUDATUL AKMAL (STAIRA)

Batang Kuis, Deli Serdang

TA. 2023-2024

i
KATA PENGANTAR

Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Syukur Alhamdulillah Saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
melimpah Rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Metode Studi Islam dengan judul:
"Pendekatan Studi Islam Anak Usia Dini"
Saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki. karena
itu, saya mengharapkan segala bentuk saran serta masukkan yang membangun
agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Batang kuis, 14 September 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................i


DAFTAR ISI ....................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang ...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan ............................................................................................1
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................3


A. Pendekatan Studi Islam .................................................................................3
B. Pendekatan Teologis ......................................................................................5
C. Pendekatan Antropologis ...............................................................................7
D. Pendekatan Sosiologis ..................................................................................8
E. Pendekatan Filosofis ....................................................................................10
F. Pendekatan Historis ......................................................................................11
G. Pendekatan Kebudayaan .............................................................................13
H. Pendekatan Psikologis .................................................................................14
I. Pendekatan Interdisipliner ............................................................................15

BAB III PENUTUP .......................................................................................16


A. Kesimpulan .................................................................................................16
B. Saran ...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari bahasa Arab, yaitu
dirasah islamiyah, sedangkan di Barat dikenal dengan istilah Islamic Studies.
Secara harfiah studi Islam adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
Islam. Adapun pengertian studi Islam secara sederhana dapat dikatakan sebagai
usaha untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, yang
dilakukan dengan usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui, memahami, dan
membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan
agama Islam, baik ajaran, sejarah, maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara
nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya. Pada zaman modern
saat ini, berkembang berbagai metode dan pendekatan dalam mempelajari Islam
yang dikenal dengan Studi Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Studi Islam ?
2. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Teologis ?
3. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Antropologis ?
4. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Sosiologis ?
5. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Filosofis ?
6. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Historis ?
7. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Kebudayaan ?
8. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Psikologis ?
9. Apa Yang Dimaksud Pendekatan Interdisipliner ?

C. Tujuan Penulisan
1. Membahas Apa Itu Pendekatan Studi Islam
2. Membahas Apa Itu Pendekatan Teologis
3. Membahas Apa Itu Pendekatan Antropologis
4. Membahas Apa Itu Pendekatan Sosiologis
5. Membahas Apa Itu Pendekatan Filosofis

1
6. Membahas Apa Itu Pendekatan Historis
7. Membahas Apa Itu Pendekatan Kebudayaan
8. Membahas Apa Itu Pendekatan Psikologis
9. Membahas Apa Itu Pendekatan Interdisipliner

D. Manfaat Penulisan
1. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Studi Islam
2. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Teologis
3. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Antropologis
4. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Sosiologis
5. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Filosofis
6. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Historis
7. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Kebudayaan
8. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Psikologis
9. Untuk Mengetahui Apa Itu Pendekatan Interdisipliner

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pendekatan Studi Islam


1. Pengertian Studi Islam
Terma (istilah) studi Islam (Islamic studies: bahasa Inggris, atau dirasah al
islamiyyah: bahasa Arab) dapat diartikan dengan kajian Islam (M. Nurhakim,
2004: 13). Hal ini mengandung arti bahwa studi Islam adalah
memahami,mempelajari, atau meneliti Islam sebagai objek kajian. Dalam
berbagai buku dan jurnal keislaman dipergunakan terma studi Islam untuk
mengungkap beberapa maksud berikut.
Pertama, studi Islam dikonotasikan dengan aktivitas dan program
pengkajian dan penelitian terhadap agama sebagai objeknya, seperti pengkajian
tentang konsep zakat profesi. Kedua, studi Islam dikonotasikan dengan materi,
subjek, bidang, dan kurikulum suatu kajian atas Islam, seperti ilmu-ilmu agama
Islam. Ketiga, studi Islam dikonotasikan dengan institusi pengkajian Islam, baik
formal seperti perguruan tinggi maupun nonformal, seperti forum kajian dan
halaqah-halaqah.
Secara sederhana, studi Islam dapat dikatakan sebagai usaha untuk
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan
lain, "usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta
membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan
agama islam, baik ajaran, sejarah maupun praktik pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.” Studi Islam adalah
pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikkan dengan sejarah
dan kehidupan manusia, sedangkan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang
sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan rasulnya secara murni tanpa
dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca Al-Qur'an,
dan akhlak.1

2. Aspek-aspek Sasaran Studi Islam

1
Koko Abdul Kodir, Metodologi Studi Islam , (Bandung: Pustaka Setia.,2014), h.18
3
Agama dan ilmu pengetahuan memiliki kekhasan yang perlu mendapat
perhatian. Dalam bidang agama terdapat sikap dogrnatis, sedangkan dalam bidang
ilmiah terdapat sikap rasional dan terbuka. Oleh karena itu, aspek sasaran studi
Islam meliputi dua hal berikut.2
a). Aspek Sasaran Keagamaan
Kerangka ajaran yang terdapat dalam Al-Qur'an dan hadist tetap dijadikan
sandaran sentral agar kajian keislaman tidak keluar dan tercerabut dari teks dan
konteks. Dari aspek sasaran tersebut, wacana keagamaan dapat ditransformasikan
secara baik dan menjadi landasan kehidupan dalam berperilaku sebagai kerangka
normatif. Elemen dasar keislaman yang harus dijadikan pegangan adalah sebagai
berikut.
Pertama, Islam sebagai dogma juga merupakan pengamalan universal dari
kemanusiaan. Oleh karena itu, sasaran studi Islam diarahkan pada aspek-aspek
praktik dan empiris yang memuat nilai-nilai keagamaan agar dijadikan pijakan.
Kedua, Islam tidak hanya terbatas pada kehidupan setelah mati, tetapi
orientasi utama adalah dunia sekarang. Dengan demikian, sasaran studi Islam
diarahkan pada pemahaman terhadap sumber ajaran Islam, pokok ajaran Islam
sejarah Islam dan aplikasinya dalam kehidupan. Oleh karena itu, Studi Islam dapat
mempertegas dan memperjelas wilayah agama yang tidak bisa dianalisis dengan
kajian empiris yang kebenarannya relatif.
b). Aspek Sasaran Keilmuan
Studi keilmuan memerlukan pendekatan kritis, analitis, metodologis, empiris,
dan historis. Dengan demikian, studi Islam sebagai aspek sasaran keilmuan
membutuhkan berbagai pendekatan. Selain itu, ilmu pengetahuan tidak kenal dan
tidak terikat pada wahyu, tetapi beranjak dan terikat pada pemikiran rasional. Oleh
karena itu, kajian keislaman yang bernuansa ilmiah meliputi aspek kepercayaan
normatif dogmatik yang bersumber dari wahyu dan aspek perilaku manusia yang
lahir dari dorongan kepercayaan.
Dari penjelasan tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa arti
agama, dien, dan religi mempunyai pengertian yang sama, sedangkan studi Islam
mempunyai asal-usul dan pertumbuhan. Studi Islam sangat dibutuhkan pada masa

2
Ibid, h. 19
4
sekarang. Tujuan studi Islam adalah memahami dan mendalami serta membahas
ajaran Islam sebagai wacana ilmiah yang dapat diterima oleh berbagai kalangan.
Aspek-aspek sasaran studi Islam, yaitu aspek keagamaan dan aspek sasaran
keilmuan.3

B. Pendekatan Teologis
Teologis memiliki arti hal-hal yang berkaitan dengan aspek ketuhanan,
sedangkan normatif secara sederhana diartikan dengan hal-hal yang mengikuti
aturan atau norma tertentu. Dalam konteks ajaran Islam, normatif memiliki arti
ajaran agama yang belum dicampuri oleh pemahaman dan penafsiran manusia.
Menurut Abuddin Nata (2000: 28), pendekatan teologis-normatif dalam
mcmahami agama secara harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama
dengan menggunakan kerangka Ilmu Ketuhanan, yang bertolak dari suatu
keyakinan bahwa wujud empiris dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang
paling benar dibandingkan dengan yang lainnya.
Pendekatan normatif dapat diartikan studi Islam yang memandang masalah
dari sudut legal formal atau dari segi normatifnya. Dengan kata lain, pendekatan
normatif lebih melihat studi Islam dari apa yang tertera dalam teks Al-Qur'an dan
Hadits, Pendekatan normatif dapat juga dikatakan pendekatan yang bersifat
domain keimanan tanpa melakukan kritik kesejarahan atas nalar lokal dan nalar
zaman yang berkembang, serta tidak memerhatikan konteks kesejarahan Al-
Qur'an. Dalam pandangan Abuddin Nata, hal yang demikian disebutnya sebagai
pendekatan teologis normatif. Pendekatan ini mengasumsikan seluruh ajaran
Islam baik yang terdapat dalam Al-Qur'an, Hadits, maupun ijtihad sebagai suatu
kebenaran yang harus diterima saja dan tidak boleh diganggu-gugat
lagi/penafsiran terhadap teks-teks keagamaan telah dijadikan sebagai teologi yang
disejajarkan dengan Al-Qur'an yang tidak boleh dikritisi, cukup diterima saja
sebagai hal yang benar (Hadidjah, 2008:55).
Amin Abdullah (dalam Abuddin Nata, 2000: 29) mengatakan, bahwa teologi,
sebagaimana kita ketahui, tidak bisa tidak pasti mengacu kepada agama tertentu.
Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta

3
Ibid, h. 20
5
penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan
sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran
teologis. Karena sifat dasarnya yang partikularistik, maka dengan mudah kita
dapat menemukan teologi Berkenaan dengan pendekatan teologi tersebut, Taufik
Abdullah mengatakan bahwa pendekatan teologi semata-mata tidak dapat
memecahkan masalah esensial pluralistis agama saat sekarang ini. Terlebih lagi
kenyataan demikian harus ditambahkan bahwa doktrin teologi, pada dasarnya
memang tidak pernah berdiri sendiri, terlepas dari jaringan institusi atau
kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung keberadaannya.
Kepentingan ekonomi, sosial, politik, pertahanan selalu menyertai pemikiran
teologis yang sudah mengelompok dan mengkristal dalam satu komunitas
masyarakat tertentu (Taufik Abdullah, 1990: 92).4
Pendekatan teologis sebagaimana disebutkan di atas telah menunjukkan
adanya kekurangan, yang antara lain bersifat eksklusif dogmatis, tidak mau
mengakui adanya paham golongan lain bahkan agama lain dan sebagainya.
Kekurangan ini dapat diatasi dengan cara melengkapinya dengan pendekatan
sosiologis sebagaimana telah diuraikan di atas. Sedangkan kelebihannya, melalui
pendekatan teologis normatif ini, seseorang memiliki sikap militansi dalam
beragama yakni berpegang teguh kepada yang diyakininya sebagai yang benar
tanpa memandang dan meremehkan agama lainnya. Dengan pendekatan yang
demikian, seseorang akan memiliki sikap fanatik terhadap agama yang dianutnya.
Selanjutnya, pendekatan teologis ini erat kaitannya dengan pendekatan
normatif, yaitu suatu pendekatan yang memandang agama dari segi ajarannya
yang pokok dan asli dari Tuhan, yang di dalamnya belum terdapat penalaran
pemikiran manusia. Dalam pendekatan tcologis ini, agama dilihat sebagai suatu
kebenaran mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan nampak
bersikap ideal.
terdapat dua teori yang dapat digunakan. Pertama, terdapat halhal yang
dalam mengetahui kebenarannya dapat dibuktikan secara empiris dan
eksperimental. Kedua, terdapat hal-hal yang dalam mengetahui kebenarannya
tidak dapat dibuktikan secara empiris dan eksperimental. Untuk hal-hal yang

4
Supiana, Metodologi Studi Islam, (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.,2017), h.86
6
dapat dibuktikan secara empiris biasanya dalam hal yang berhubungan dengan
penalaran (ra'yu), sedangkan untuk hal-hal yang tidak dapat dibuktikan secara
empiris (ghaib) biasanya diusahakan pembenarannya, pengakuan kebenarannya
dengan mendahulukan kepercayaan. Namun demikian, agak sulit untuk
menentukan hal-hal apa saja yang masuk kategori empiris dan mana yang tidak
empiris.5

C. Pendekatan Antropologis
Istilah antropologi berasal dari kata anthtopos dan logis, yang berarti
manusia dan ilmu, Antropologi adalah istilah yang digunakan dalam cabang
keilmuan yang membicarakan manusia. Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia,
antropologi disebut sebagai ilmu tentang manusia, khususnya tentang asal-usul,
aneka warna bentuk fisik, adat istiadat dan kepercayaannya pada masa lampau.
Antropologi atau “Ilmu tentang manusia” adalah suatu istilah yang pada awalnya
mempunyai makna yang lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri tubuh manusia”. Fase
ketiga perkembangan antropologi, istilah ini terutama mulai dipakai di Inggris dan
Amerika dengan arti yang sama seperti etnologi pada awalnya. Istilah antropologi
di Inggris, kemudian malahan mendesak istilah etnology. Sementara di Amerika,
antropologi mendapat pengertian yang sangat luas karena meliputi bagian-bagian
fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Sedangkan di Eropa Barat dan
Eropa Tengah istilah antropologi hanya diartikan sebagai “ilmu tentang manusia
di pandang dari cir-ciri fisiknya”.
Makna istilah pendekatan dalam dunia ilmu pengetahuan sama dengan
metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat dan memperlakukan sesuatu
yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Bersamaan dengan itu, makna
metodologi juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk melakukan
penelitian atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan
masalah yang dikaji. Dengan demikian, pengertian pendekatan atau metodologi
bukan hanya diartikan sebagai sudut pandang atau cara melihat sesuatu
permasalahan yang menjadi perhatian, tetapi juga mencakup pengertian, metode-
metode atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan tersebut.

5
Ibid, h.91
7
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa antropologi ialah suatu
ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dalam hal-hal yang berkaitan dengan
aspek fisik, yakni warna kulit, bentuk rambut, bentuk muka, bentuk hidung,tinggi
badan,maupun dalam hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosialnya.6

D. Pendekatan Sosiologis
Secara etimologi, kata sosiologi berasal dari bahasa latin yang terdiri dari
kata “socius” yang berarti teman, dan “logos” yang berarti berkata atau berbicara
tentang manusia yang berteman atau bermasyarakat. Secara terminologi, sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk
perubahan-perubahan sosial. Adapun objek sosiologi adalah masyarakat yang
dilihat dari sudut hubungan antara manusia dan proses yang timbul dari hubungan
manusia dalam masyarakat. Sedangkan tujuannya adalah meningkatkan daya
kemampuan manusia dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan hidupnya.
Pendekatan sosiologi dalam studi Islam, kegunaannya sebagai metodologi
untuk memahami corak dan stratifikasi dalam suatu kelompok masyarakat, yaitu
dalam dunia ilmu pengetahuan, makna dari istilah pendekatan sama dengan
metodologi, yaitu sudut pandang atau cara melihat atau memperlakukan sesuatu
yang menjadi perhatian atau masalah yang dikaji. Selain itu, makna metodologi
juga mencakup berbagai teknik yang digunakan untuk memperlakukan penelitian
atau pengumpulan data sesuai dengan cara melihat dan memperlakukan sesuatu
permasalahan atau teknik-teknik penelitian yang sesuai dengan pendekatan
tersebut.
Dalam bukunya yang berjudul Islam alternatif. Jalaluddin Rahmat telah
menunjukkan betapa besarnya perhatian agama yang dalam hal ini adalah Islam
terhadap masalah sosial, dengan mengajukan lima alasan sebagai berikut:
Pertama dalam al-Qur’an atau kitab hadist, proporsi terbesar kedua sumber
hukum Islam itu berkenaan dengan urusan muamalah. Sedangkan menurut
Ayatullah Khoemeini dalam bukunya al-Hukumah al-Islamiyah yang dikutip oleh
Jalaluddin Rahmat dikemukakan bahwa perbandingan antara ayat-ayat ibadah dan
ayat-ayat yang menyangkut kehidupan sosial adalah satu berbanding seratus.

6
Afdhol Abdul Hanaf,dkk. Pendekatan Studi Islam, (Yogyakarta: Jejak Pustaka.,2022), h. 80
8
Artinya untuk satu ayat ibadah, ada seratus ayat muamalah (masalah sosial).
Kedua bahwa ditekankannya masalah muamalah atau sosial dalam Islam ialah
adanya kenyataan bahwa bila urusan ibadah bersamaan waktunya dengan urusan
muamalah yang penting, maka ibadah boleh diperpendek atau ditangguhkan
(bukan ditinggalkan) melainkan tetap dikerjakan sebagaimana mestinya.7

Ketiga bahwa ibadah yang mengandung segi kemasyarakatan diberi


ganjaran lebih besar dari ibadah yang bersifat perseorangan. Karena itu shalat
yang dilakukan secara berjamaah dinilai lebih tinggi nilainya daripada shalat yang
dikerjakan sendirian dengan ukuran satu berbanding dua puluh tujuh derajat.
Keempat dalam Islam terdapat ketentuan, bila urusan ibadah dilakukan tidak
sempurna atau batal, karena melanggar pantangan tertentu, maka kifaratnya ialah
melakukan sesuatu yang berhubungan dengan masalah sosial. Bila puasa tidak
mampu dilakukan misalnya, maka jalan keluarnya; dengan membayar fidyah
dalam bentuk memberi makan bagi orang miskin. Kelima dalam Islam terdapat
ajaran bahwa amal baik dalam bidang kemasyarakatan mendapat ganjaran lebih
besar dari pada ibadah sunnah. Demikian sebaliknya sosiologi memiliki kontribusi
dalam bidang kemasyarakatan terutama bagi orang yang berbuat amal baik akan
mendapatkan status sosial yang lebih tinggi ditengah-tengah masyarakat, secara
langsung hal ini berhubungan dengan sosiologi.
Berdasarkan pemahaman di atas, maka melalui pendekatan sosiologis, agama
akan dapat dipahami dengan mudah, karena agama itu sendiri diturunkan untuk
kepentingan sosial. Dalam al-Qur’an misalnya dijumpai ayatayat berkenaan
dengan hubungan manusia dengan manusia lainnya, sebabsebab yang
menyebabkan terjadinya kemakmuran suatu bangsa dan sebabsebab yang
menyebabkan terjadinya kesengsaraan. Semua itu hanya baru dapat dijelaskan
apabila yang memahaminya mengetahui sejarah sosial pada ajaran agama itu
diturunkan.(Hidayati, Adi, and Praherdhiono 2019).8

E. Pendekatan Filosofis

7
Maulana Ira, Urgensi Pendekatan Sosiologis Dalam Studi Islam, Vol.1,AJHA,2022. h.52
8
Ibid, h. 53
9
Kata filsafat dirujuk dari bahasa arab “falsafah atau falsafat", Sementara
orang Arab sendiri mengambilnya dari bahasa Yunani “Philosophia', yang
merupakan kata majemuk dari kata Philos dan Shophia. Philos artinya “cinta”
dalam arti luas yaitu ingin dan karena ke-ingin-an itu, maka selalu berusaha sekuat
tenaga untuk mencapainya. Sedangkan Shophia berarti “Kebijaksanaan”.
Bijaksana memiliki arti “pandai", yakni mengerti dengan sangat mendalam.
Dengan demikian dari segi bahasa dapat diambil pengertian bahwa filsafat berarti
ingin mengerti dengan mendalam, atau cinta kepada kebijaksanaan.9
Dalam bahasa Arab dikenal pula satu terminologi yang hampir sama dengan
filsafat, yaitu kata “hikmah dan hakim". Kata ini ternyata bisa diterjemahkan
dalam satu koridor makna yang hampir sama dengan kata “Filsafat dan Filosof”.
Istilah “Hukamaaul Islam" bisa juga berarti “Falaasifatul Islam". Hikmah adalah
perkara tertinggi yang bisa digapai oleh seorang manusia dengan melalui alat alat
tertentu. Beberapa alat tersebut di antaranya adalah akal dengan metode metode
berpikirnya.“ Apabila dilihat dari tataran terminologis filsafat sendiri mempunyai
pengertian yang beragam. Akan tetapi memiliki filsafat memiliki intisari yang
hampir semuanya memiliki titik kesamaan. Menurut Harun Nasution filsafat
adalah berfikir menutut tata tertib (logika) secara bebas (tidak terlalu terikat
dengan tradisi, dogma dan lain sebagainya) dan dengan sedalam dalamnya
sehingga mampu sampai menembus pada persoalan - persoalan dasariah. Endang
Saifuddin Anshari' menilai bahwa filsafat itu adalah hasil ikhtiar manusia dengan
kekuatan akal budinya untuk menyelami dan mendalami realitas secara radikal,
integral dan universal. Objek dari penyelaman itu adalah hakikat dari semua yang
ada, termasuk hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia. Adapun Jujun S.
Sumantri berpendapat bahwa berpikir secara filsafat merupakan sebuah cara
berpikir yang radikal, sistematik, menyeluruh dan asasi untuk semua
permasalahan yang mendasar.”10
Penggunaan pendekatan filosofis dalam studi agama diperlukan, karena
memang adanya harapan yang cukup positif dari hal tersebut. Harapan dari Studi
Islam pendekatan filosofis itu adalah jika memang Islan serta apa yang kita
anggap Islam (termasuk dogma, pengetahuan, tradisi, dan sebagainya) adalah
9
Endang Saifuddin, Pendidikan Agama Islam Diperguruan Tinggi, (Bandung: Pustaka Salman.1980),h.13
10
Jujun,dkk. Ilmu Prespektif, (Jakarta: Gramedia. 1982), h.97
10
kebenaran, maka kebenaran itu harus merupakan hasil dari uji kebenaran yang
objektif (al-Jabiri, 2003:185-187). Karenanya, kebenaran yang ada bukanlah
kebenaran ganda, misalnya bahwa kebenaran Ilahi berbeda dengan kebenaran
manusiawi, kebenaran tauhid berbeda dengan kebenaran fikih, kebenaran sufisme
berbeda dengan kebenaran syariat dan teologisme, dan sebagainya. Oleh karena
itu, wajar jika penggunaan filsafat dalam kajian keislaman direkomendasikan oleh
Akbar S. Ahmed dalami rangka membentuk antropologi Islam sendiri (Ahmed,
1994:151-155).11

F. Pendekatan Historis
Secara etimologi, 'sejarah' merupakan terjemahan dari kata tarikh, sirah
(bahasa Arab), history (bahasa Inggris), dan geschicte (bahasa Jerman). Senada
dengan itu, adapula penggunaan kata istoria dalam mendefinisikan sejarah yakni
menjelaskan mengenai gejala-gejala terutama hal-ihwal manusia dalam urutan
kronologis.” Adapun dalam bahasa Arab, “sejarah” disebut tarikh yang berarti
“ketentuan masa”. Lebih lanjut Kartono Kartodirdjo dalam arti objektif
menunjukkan kepada kejadian atau peristiwa. Proses sejarah dalam aktualisasinya
objektif, dalam arti tidak memuat unsur-unsur subjektif (pengamat atau pencerita).
Secara leksikal, sejarah merupakan pengetahuan atau uraian tentang
peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian yang benar-benar terjadi pada masa
lampau. Lebih lanjut Ibnu Khaldun dalam Almukaddimah menjelaskan bahwa
sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau,
tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran suatu peristiwa pada
masa lampau. Dengan demikian, unsur penting sejarah merupakan adanya
peristiwa, adanya batasan waktu (yaitu masa lampau), adanya pelaku (yaitu
manusia), dan daya kritis dari peneliti sejarah. Dengan kata lain, di dalam sejarah
terdapat unsur 5W+1H (what, where, when, who, why, and how) untuk
mendeskripsikan fakta sejarah. Seluruh aspek tersebut selanjutnya disusun secara
sistematis dan menggambarkan hubungan yang erat antara satu bagian dengan
bagian lainnya. Lebih tegasnya, Dede dan Heri menuturkan bahwa sejarah
merupakan suatu ilmu yang di dalamnya membahas tentang peristiwa yang

11
Shidqiyah,Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Pandiva Buku,2023). h,107
11
memerhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku peristiwa
tersebut.12
Histori merupakan sinonim dari kata sejarah, yang memiliki esensi mengakar
bagi kehidupan manusia dalam mewujudkan kemaslahatan keberlangsungan hidup
masa kini dan mendatang. Senada dengan hal di atas, Haidar dan Nurgaya
menerangkan bahwa hakikat sejarah ialah pengalaman masa lampau dari umat
manusia (The past experience of mankind) yang dihubungkan dengan masa
sekarang dan masa mendatang, akan dapat dipetik hikmah-hikmah yang
terkandung di dalamnya sebagai ibrah dan i'tibar, berbentuk pembelajaran, ada
yang dicontoh dan ada pula yang dijauhi.
Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas dapat disimpulkan bahwa sejarah
merupakan suatu cabang studi yang berkenaan dengan penelitian yang
berhubungan dengan kejadian-kejadian yang terikat pada waktu, yang
berhubungan dengan semua kejadian yang terjadi di dunia ini. Dengan demikian,
sejarah pada hakikatnya merupakan upaya melihat masa lalu melalui masa kini.
Untuk mengarah pada suatu keyakinan atas kebenaran informasi masa lampau
tertentu tidak terlepas dari dukungan berbagai data yang akurat, di antara data itu
merupakan data sejarah. Maka pendekatan sejarah (historis) amat dibutuhkan dan
tidak dapat dielakkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun
berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.13

G. Pendekatan Kebudayaan
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kebudayaan diartikan sebagai hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian,
adat istiadat: dan berarti pula kegiatan (usaha) batin (akal dan sebagainya) untuk
menciptakan sesuatu yang termasuk hasil kebudayaan. Sementara itu, Sutan
Takdir Alisjahbana mengatakan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan yang
kompleks, yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda seperti pengetahuan,
kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan lain yang
diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.

12
M. Shaleh Assingkily,Pendekatan Dalam Pengkajian Islam, (Yogyakarta: K-Media,2021). h.4
13
Ibid, h. 5
12
Dengan demikian, kebudayaan adalah hasil daya cipta manusia dengan
menggunakan dan mengerahkan segenap potensi batin yang dimilikinya. Di dalam
kebudayaan tersebut terdapat pengetahuan, keyakinan, seni, moral, adat istiadat,
dan sebagainya. Kesemuanya itu selanjutnya digunakan sebagai kerangka acuan
atau b/ue print oleh seseorang dalam menjawab berbagai masalah yang
dihadapinya. Dengan demikian, kebudayaan tampil sebagai pranata yang secara
terus-menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan generasi selanjutnya yang
diwarisi kebudayaan tersebut.14
Kebudayaan yang demikian selanjutnya dapat pula digunakan untuk
memahami agama yang terdapat pada tatataran empiris atau agama yang tampil
dalam bentuk formal yang menggejala di masyarakat. 'Pengamalan agama yang
terdapat di masyarakat tersebu diproses oleh penganutnya dari sumber agama,
yaitu wahyu melalui penalaran. Misalnya saat membaca kitab fiqih, maka fiqih
yang merupakan pelaksanaa dari nasb Alqur'an maupun hadist sudah melibatkan
unsur penalaran dan kemampuan manusia. Dengan demikian, agama menjadi
membudaya atau membumi di tengah-tengah masyarakat. Agama yang tampil
dalam bentuknya yang demikian itu berkaitan dengan kebudayaan yang
berkembang di masyarakat tempat agama itu berkembang. Dengan melalui
pemahaman terhadap kebudayaan tersebut seseorang akan dapat mengamalkan
ajaran agama.
Misalnya, saat kita menjumpai kebudayaan berpakaian, bergaul,
bermasyarakat, dan sebagainya. Dalam produk tersebut, unsur agama ikut
berintegrasi. pakaian model jilbab . kebaya atau lainnya dapat dijumpai dalam
pengamalan agama. Sebaliknya, tanpa ada unsur budaya, maka agama akan sulit
dilihat sosoknya secara jelas. Di DKI Jakarta misalnya, kita jumpai kaum prianya
ketika menikah mengenakan baju ala Arab. Sedangkan kaum wanitanya
mengenakan baju ala Cina. Di situ terlihat produk budaya yang berbeda yang
dipengaruhi oleh pemahaman keagamaannya.15

H. Pendekatan Psikologis

14
Abuddin Nata,Metodologi Islam, (Jakarta: Rajawali Pres,2013), h.49
15
Sutan Takdir Alisjahbana, Antropologi Baru,(Jakar: Dian Karya,1986), h.207
13
Kata psikologi sendiri berasal dari bahasa yunani, yaitu “psyche”,berarti jiwa
dan kata “logos” yang berarti ilmu pengetahuan. Dengan demikian, secara
etimoliogis, kata “psikologi” dapat diartikan sebagai ilmu jiwa. 16 Dalam terma
ilmu pengetahuan, psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik
mengenai macam-macam gejalanya, proses maupun latar belakangnya. 17 Pada
beberapa ilmuwan di bidang psikologi tidak banyak berbeda dalam pengkajian
dan pembahasan dalam mendefenisikan ilmu psikologi. Seorang Psikolog, Lahey
memberikan defenisi “psychology is the scientific study of behavior and mental
proceses” (psikologi adalah kajian ilmiah tentang tingkah laku dan proses
mental).
Pendekatan psikologis merupakan pendekatan yang bertujuan untuk melihat
keadaan jiwa pribadi-pribadi yang beragama. Dalam pendekatan ini, yang menarik
bagi peneliti adalah keadaan jiwa manusia dalam hubungannya dengan agama,
baik pengaruh maupun akibat. Lebih lanjut, bahwa pendekatan psikologis
bertujuan untuk menjelaskan fenomena keberagaman manusia yang dijelaskan
dengan mengurasi keadaan jiwa manusia.
Pendekatan psikologis sangat bergantung erat dengan teori-teori psikologi
umum yang dikembangkan oleh sarjana-sarjana Eropa. Karena itu pendekatan
psikologis dalam studi Islam juga menggunakan teori-teori yang sama.
Perbedaannya hanya pada beberapa dasarnya dan ruang lingkupnya yang lebih
sempit. Islamisasi psikologi sendiri belum mampu menemukan teoriteori khusus
yang bisa digunakan dalam pendekatan terhadap studi keIslaman. Akan tetapi hal
tersebut bukan hal yang salah atau memalukan karena tidak bertentangan dengan
ajaran-ajaran Islam.
Pendekatan psikologis bertujuan untuk menjelaskan keadaan jiwa seseorang,
keadaan jiwa tersebut dapat diamati melalui tingkahlaku, sikap, cara berfikir dan
berbagai gejala jiwa lainnya. Dalam penelitian, informasi tentang gejala-gejala
tersebut dapat bersumber dari berbagai hal, seperti observasi, wawancara atau dari
surat maupun dokumen pribadi yang diteliti.18

16
Surlito Wirawan, Pengantar Ilmu Psikologi (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), h.9
17
Abu Ahmadi, Psikologi Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h.6
18
Jalaludin Rakhmat, psikologi agama, (Jakarta Raja Grafindo Persada, 2003), h.37
14
I. Pendekatan Interdisipliner
Pendekatan interdisipliner adalah kajian dengan menggunakan sejumlah
pendekatan atau sudut pandang dalam studi, misalnya menggunakan pendekatan
sosiologis, historis dan normatis secara bersamaan (Uicha, 2011).
Dari pendapat tersebut, pendekatan interdisipliner adalah upaya dalam
memahami Islam dengan menggunakan sejumlah sudut pandang pendekatan
karena dalam teori interdisipliner sangat penting dibanding hanya satu pendekatan
saja. Contoh interdisipliner adalah seperti aborsi, perlu dilacak nash Al-Our'an dan
Sunnah Nabi tentang larangan pembunuhan anak, dan tahap penciptaan manusia
dihubungkan teori embriologi.19

19
Chuzaimah Batubara, Handbook Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Prenadamedia Group,2018),h.81
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara sederhana, studi Islam dapat dikatakan sebagai usaha untuk
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam. Dengan perkataan
lain, "usaha sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memahami serta
membahas secara mendalam seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan
agama islam, baik ajaran, sejarah maupun praktik pelaksanaannya secara nyata
dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.” Studi Islam adalah
pengetahuan yang dirumuskan dari ajaran Islam yang dipraktikkan dengan sejarah
dan kehidupan manusia, sedangkan pengetahuan agama adalah pengetahuan yang
sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan rasulnya secara murni tanpa
dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah, ibadah, membaca Al-Qur'an,
dan akhlak.
1. Studi Islam dikonotasikan dengan aktivitas dan program pengkajian dan
penelitian terhadap agama sebagai objeknya, seperti pengkajian tentang konsep
zakat profesi.
2. studi Islam dikonotasikan dengan materi, subjek, bidang, dan kurikulum
suatu kajian atas Islam, seperti ilmu-ilmu agama Islam.

B. Saran
Saya menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Banyak kekurangan disana-sini untuk itu mohon kiranya
para pembaca sekalian mau memberikan masukan kritik atau saran guna
perbaikan dimasa yang akan datang.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu, Psikologi Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003


Alisjahbana Sutan Takdir, Antropologi Baru,Jakar: Dian Karya,1986
Batubara Chuzaimah, Handbook Metodologi Studi Islam, Jakarta:
Prenadamedia Group,2018
Assingkily M. Shaleh,Pendekatan Dalam Pengkajian Islam,Yogyakarta: K-
Media,2021
Hanaf Afdhol Abdul,dkk. Pendekatan Studi Islam, Yogyakarta: Jejak
Pustaka.,2022
Jujun,dkk. Ilmu Prespektif, Jakarta: Gramedia. 1982
Kodir Koko Abdul, Metodologi Studi Islam ,Bandung: Pustaka Setia.,2014
Nata Abuddin,Metodologi Islam, Jakarta: Rajawali Pres,2013
Rakhmat Jalaludin, psikologi agama, Jakarta Raja Grafindo Persada, 2003
Saifuddin Endang, Pendidikan Agama Islam Diperguruan Tinggi, Bandung:
Pustaka Salman.1980
Shidqiyah,Pengantar Studi Islam, Yogyakarta: Pandiva Buku,2023
Supiana, Metodologi Studi Islam, Bandung:PT. Remaja Rosdakarya.,2017
Wirawan Surlito, Pengantar Ilmu Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1982

17

Anda mungkin juga menyukai