Anda di halaman 1dari 16

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP STUDI ISLAM

Makalah ini Disusun Untuk memenuhi Tugas Mata kuliah pengantar study islam

Di susun oleh kelompok 1:

DAHLIANA SITI KHOTIMAH


ADE WINA TRIANA

Dosen Pengampu :

KHATAMI AYU RINI M.Pd

PRODI : PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ROKAN
BAGAN BATU
2023 – 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena atas berkat rahmat dan
inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah tentang PENGERTIAN DAN
RUANG LINGKUP STUDY ISLAM ini. Dan tak lupa pula kita kirimkan salawat serta
salam kepada junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW. Nabi yang menjadi suri
tauladan ummat manusia di persada bumi ini. Serta kami menghaturkan terima kasih
kepada dosen mata kuliah PENGANTAR STUDY ISLAM , yang telah memberikan
tugas ini kepada kami.

Serta kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kata
sempurna, baik dari segi penyusunan, bahasa ataupun penulisannya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun, khususnya dari dosen
mata kuliah guna menjadi acuan dalam bekal pengalaman bagi kami untuk lebih baik di
masa yang akan datang. Sekian dan terima kasih.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................2

DAFTAR ISI .....................................................................................................................3

A. BAB I PENDAHULUAN .....................................................................................4


1. Latar belakang masalah ..................................................................................4
2. Rumusan masalah ........................................................................................... 4
B. BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 5
a. Pengertian Studi Islam ....................................................................................5
b. Ruang Lingkup Studi Islam .............................................................................7
C. BAB III PENUTUP ............................................................................................. 15
a. Kesimpulan ....................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................16


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam merupakan agama yang terakhir sebagai penutup semua agama yang telah ada, islam
merupakan agama rahmatal lil a’lamin untuk semua umat.Islam itu dibawakan oleh nabi
Muhammad SAW yang mendapat wahyu dari Allah. Untuk mengetahui islam lebih mendalam
mak muncullah ilmu yang dinamakan Studi Islam akan tetapi Studi Islam itu sendiri
merupakan bidang kajian yang cukup lama. Ia telah ada bersama dengan adanya agama islam
maka dari itu Studi Islam menimbulkan berbagai permasalahn yang umum diantaranya : apa
penertian Studi Islam, apa ruang lingkup, atau objek Studi Islam, apa tujuan Studi Islam,
bagaimana pendekatan dan metodologi dalam Studi Islam.
Seiring dinamika dan perkembangan zaman, kesempatan untuk mempelajari Studi Islam
dapat melalui segala hal, berkaitan dengan persoalan tentang mempelajari Studi Islam, islam
memberikan kesempatan secara luas kepada manusia untuk menggunakan akal pikirannya
secara maksimal untuk mempelajarinya, namun jangan sampai penggunaannya melampaui
batas dan keluar dari rambu-rambu ajaran Allah SWT.

B. RUMUSAN MASALAH

1. PENGERTIAN STUDY ISLAM


2. RUANG LINGKUP STUDY ISLAM
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Studi Islam

Studi Islam secara etimologis merupakan terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal dengan istilah Islamic Studies. Maka studi
Islam secara harfiah adalah kajian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini
sangat umum sehingga perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam
kajian yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha sadar dan
sistematis untuk mengetahui dan memahami serta membahas secara mendalam tentang seluk-
beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam, baik berhubungan dengan ajaran,
sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya secara nyata dalam kehidupan sehari-hari,
sepanjang sejarahnya. 1
Islam secara harfiyah berasal dari bahasa Arab yang mengandung arti selamat, sentosa dan
damai. Arti pokok Islam adalah ketundukan, keselamatan dan kedamaian. Maka studi Islam
diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada 3 hal :
1. Islam yang bermuara pada ketundukan/berserah diri, berserah diri artinya pengakuan yang
tulus bahwa Tuhan satu-satunya sumber ntoritas yang serba mutlak. Keadaan ini membawa
timbulnya pemahaman terhadap orang yang tidak patuh dan tunduk sebagai wujud dari
penolakan terhadap fitrah dirinya sendiri.
2. Islam dapat dimaknai yang mengarah kepada keselamatan dunia dan akhirat sebab ajaran
Islam pada hakekatnya membina dan membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan
menjauhi semua larangan dalam kehidupan di dunia termasuk kehidupan akhirat.
3. Islam bermuara pada kedamaian manusia harus hidup berdampingan dengan makhluk hidup
yang lain bahkan berdampingan dengan alam raya. Dengan demikian kedamaian harus dilakukan
secara utuh dan multi dimensi.
Dari 3 dimensi di atas studi Islam mencerminkan gagasan tentang pemikiran dan praktis
yang berrnuara pada kedudukan Tuhan, selamat di dunia dakhirat dan berdamai dengan makhluk

1
Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana, 2005) hal.2
lain. Dengan demikian studi Islam tidak hanya bermuara pada wacana pemikiran tetapi juga pada
praktis kehidupan yang berdasarkan pada perilaku baik dan benar dalam kehidupan.
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya bukan hanya dilaksanakan
oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan
umat Islam. Studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam
motivasinya dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta membahas ajaran-
ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya dengan benar. Sedangkan di
luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk mempelajari seluk-beluk agama dan
praktik-praktik keagamaan yang berlaku di kalangan mat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu
pengetahuan (Islamologi). Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada
umumnya, maka ilmu pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan
Islam tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik yang bersifat
positif maupun negative.
Para ahli studi keislaman di luar kalangan umat Islam tersebut dikenal dengan kaum
orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang Barat yang mengadakan studi tentang dunia Timur,
termasuk di kalangan dunia orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan oleh
mereka, terutama pada masa-masa awal mereka melakukan studi tentang dunia Timur, lebih
mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang kekurangan-kekurangandan
kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan praktik-praktik pemgalaman ajaran agama Islam
dalam kehidupan sehari-hari uamat Islam. Namun, pada masa akhir-akhir ini banyak juga di
antara para orientalis yang memberikan pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah
terhadap Islam dan umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu kan bisa
bermanfaat bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah masa keemasan Islam dan umat Islam
sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa pendekatan studi Islam yang mendominasi
kalangan umat Islam lebih cenderung bersifat subjektif, apologi, dan doktriner, serta menutup
diri terhadap pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat objektif dan rasional. Dengan
pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan doktriner tersebut, ajaran agama Islam yang
bersumber dari al-Qur’an dan hadits –yang pada dasarnya bersifat rasional dan adaptif terhadap
tuntutan perkembangan zaman- telah berkembang menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku
serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan zaman.
Bahkan kehidupan serta keagamaan serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku dan
ketinggalan zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran objek studi
dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.2

B. Ruang Lingkup Studi Islam


Pembahasan kajian keislaman mengikuti wawasan dan keahlian para pengkajinya,
sehingga terkesan ada nuansa kajian mengikuti selera pengkajinya, secara material, ruang
lingkup studi islam dalam tradisi sarjana barat, meliputi pembahasan mengenai ajaran, doktrin,
teks sejarah dan instusi-instusi keislaman pada awalnya ketertarikan sarjana barat terhadap
pemikiran islam lebih karena kebutuhan akan penguasaan daerah koloni. Mengingat daerah
koloni pada umumnya adalah Negara-negara yang banyak didomisili warga Negara yang
beragama islam, sehingga mau tidak mau mereka harus faham budaya lokal. Kasus ini dapat
dilihat pada perang aceh sarjana belanda telah mempelajari islam terlebih dahulu sebelum
diterjunkan dilokasi dengan asumsi ia telah memahami budaya dan peradapan massyarakat aceh
yang mayoritas beragama islam.
Ruang lingkup Islam juga merupakan produk sejarah misalnya tentang fiqh/mazhab,
tasawuf/sufi, filsafat/kalam, seni/arsitektur Islam, budaya/tradisi Islam. Dalam beberapa
dasawarsa terakhir ini kita melihat semakin tumbuh dan maraknya kesadaran dikalangan kaum
muslim untuk lebih patuh kepada ketentuan-ketentuan hukum Islam. Gejala ini untuk konteks
Indonesia misalnya, terlihat pada kebangkitan Jilbab, busana muslim, tuntunan pencantuman
label halal-haram pada makanan, penerapan sistem ekonomi dan perbankan Islam dan
sebagainya. Bangunan pengetahuan kita pada wilayah Islam tersebut adalah produk sejarah yang
dapat dijadikan sasaran penelitian.3
Sejak tahun 1970-an penelitian agama mulai diperkenalkan oleh beberapa pakar dan
ilmuan kepermukaan Indonesia. Mukti Ali misalnya, mengemukakan bahwa pentingnya sebuah
penelitian terhadap masalah-masalah keagamaan. Tidak saja penting, penelitian keagamaan

2
Yusuf, Mundzirin dkk. 2005. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga
3
Azyumardi Azra, Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1999), h. 214
merupakan bagian yang memperkukuh dasar dan pondasi agama itu sendiri. Tanpa upaya
demikian, agama hanya akan menjadi urusan yang bersifat individual, eksklusif dan komunal.

Islam dipahami dari sisi ajaran, doktrin dan pemahaman masyarakat debngan asumsi
dapat diketahui tradisi dan kekuatan masyarakat setempat. Setaelah itu pemahaman yang telah
menjadi input bagi kaum orentalis diambil sebagai dasar kebijakan oleh penguasa colonial yang
tentunya lebih menguntungkan mereka ketimbang rakyat banyak diwilayah jajahanya. Hasil
studi ini sesungguhnya lebih menguntungkan kaum penjajah tatas dasar masukan ini para
penjajah colonial dapat mengambil kebijakan didaerah koloni dengan mempertimbangkan
budaya lokal. Atas masukkan ini, para penjajah mampu membuat kekuatan social, masyarakat
terjajah sesuai dengan kepentingan dan keutunganya. Setelah mengalami keterpurukan, dunia
islam mulai bangkit memalui para pembaru yang telah dicerahkan. Dari kelompok ini munculah
gagasan agar umat islam mengejar ketertinggalanya dari umat lain.
Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:
1. Agama Sebagai doktrin dari Tuhan
Agama Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final
dalam arti absolute, dan diterima apa adanya. Kata doktrin berasal dari bahasa inggris doctrine
yang berarti ajaran. Dari kata doctrine itu kemudian dibentuk kata doktina;, yang berarti yang
berkenaan dengan ajaran atau bersifat ajaran.
Selain kata doctrine sebgaimana disebut diatas, terdapat kata doctrinaire yang berarti
yang bersifat teoritis yang tidak praktis. Contoh dalam hal ini misalnya doctrainare ideas ini
berrati gagasan yang tidak praktis.
Studi doktinal ini berarti studi yang berkenaan dengan ajaran atau studi tentang sesuatu
yang bersifat teoritis dalam arti tidak praktis. Mengapa tidak praktis? Jawabannya adalah karena
ajaran itu belum menjadi sesuatu bagi seseorang yang dijadikan dasar dalam berbuat atau
mengerjakan sesuatu.
Uraian ini berkenaan dengan Islam sebagai sasaran atau obyek studi doctrinal tersebut.
Ini berarti dalam studi doctrinal kali yang di maksud adalah studi tentang ajaran Islam atau studi
Islam dari sisi teori-teori yang dikemukakan oleh Islam.
Islam di definisikan oleh sebagian ulama sebagai berikut: “al-Islamu wahyun ilahiyun
unzila ila nabiyyi Muhammadin Sallahu`alaihi wasallam lisa`adati al-dunya wa al-akhirah”
(Islam adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pedoman untuk
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat).4
Berdasarkan pada definisi Islam sebagaimana di kemukakan di atas, maka inti dari Islam
adalah wahyu. Sedangkan wahyu yang dimaksud di atas adalah al-Qur`an dan al-Sunnah. Al-
Qur`an yang kita sekarang dalam bentuk mushaf yang terdiri tiga puluh juz, mulai dari surah al-
Fatihah dan berakhir dengan surah al-Nas, yang jumlahnya 114 surah.
Sedangkan al-Sunnah telah terkodifikasi sejak tahun tiga ratus hijrah. Sekarang ini kalau
kita ingin lihat al-Sunnah atau al-Hadist, kita dapat lihat di berbagai kitab hadist. Misalnya kitab
hadist Muslim yang disusun oleh Imam Muslim, kitab hadist Shaleh Bukhari yang ditulis Imam
al-Bukhari, dan lain-lain.
Dari kedua sumber itulah, al-Qur`an dan al-Sunnah, ajaran Islam diambil. Namun meski
kita mempunyai dua sumber, sebagaimana disebut diatas, ternyata dalam realitasnya, ajaran
Islam yang digali dari dua sumber tersebut memerlukan keterlibatan tersebut dalam bentuk
ijtihad.
Dengan ijtihad ini, maka ajaran berkembang. Karena ajaran Islam yang ada di dalam dua
sumber tersebut ada yang tidak terperinci, banyak yang diajarkan secara garis besar atau global.
Masalah-masalah yang berkembang kemudian yang tidak secara terang disebut di dalam dua
sumber itu di dapatkan dengan cara ijtihad.
Dengan demikian, maka ajaran Islam selain termaktub pula di dalam penjelasan atau
tafsiran-tafsiran para ulama melalui ijtihad itu.
Hasil ijtihad selama tersebar dalam semua bidang, bidang yang lain. Semua itu dalam
bentuk buku-buku atau kitab-kitab, ada kitab fiqih, itab ilmu kalam, kitab akhlaq, dan lain-lain.
Sampai disini jelaslah, bahwa ternyata ajaran Islam itu selain langsung diambil dari al-
Qur`an dan al-Sunnah, ada yang diambil melalui ijtihad. Bahkan kalau persoalan hidup ini
berkembang dan ijtihad terus dilakukan untuk mencari jawaban agama Islam terhadap persoalan
hidup yang belum jelas jawabannya di dalam suatu sumber yang pertama itu. Maka ajaran yang
diambil dari ijtihad ini semakin banyak.

4
Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2007 h. 19
Studi Islam dari sisi doctrinal itu kemudian menjadi sangat luas, yaitu studi tentang ajaran
Islam baik yang ada di dalam al-Qur`an maupun yang ada di dalam al-Sunnah serta ada yang
menjadi penjelasan kedua sember tersebut dengan melalui ijtihad.
Jadi sasaran studi Islam doctrinal ini sangat luas. Persoalannya adalah apa yang kemudian
di pelajari dari sumber ajaran Islam itu.
2. Sebagai gejala budaya,
yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama,
termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya. Pada awalnya ilmu hanya ada dua
Suatu penemuan yang dihasilkan seseorang pada suaktu-waktu mengenai suatu gejala sifat alam.
Agama merupakan kenyataan yang dapat dihayati. Sebagai kenyataan, berbagai aspek
perwujudan agama bermacam-macam, tergantung pada aspek yang dijadikan sasaran studi dan
tujuan yang hendak dicapai oleh orang yang melakukan studi.
Cara-cara pendekatan dalam mempelajari agama dapat dibagi ke dalam dua golongan
besar, yaitu model studi ilmu-ilmu social dan model studi budaya.
Tujuan mempelajari agama Islam juga dapat dikategorikan ke dalam dua macam, yang
pertama, untuk mengetahui, memahami, menghayati dan mengamalkan. Kedua, untuk obyek
penelitian. Artinya, kalau yang pertama berlaku khusus bagi umat Islam saja, baik yang masih
awam, atau yang sudah sarjana. Akan tetapi yang kedua berlaku umum bagi siapa saja, termasuk
sarjana-sarjana bukan Isalam, yaitu memahami. Akan tetapi realitasnya ada yang sekedar sebagai
obyek penelitian saja.
Untuk memahami suatu agama, khususnya Islam memang harus melalui dua model, yaitu
tekstual dan konstektual. Tekstual, artinya memahami Islam melalui wahyu yang berupa kitab
suci. Sedangkan kontekstual berarti memahami Islam lewat realitas social, yang berupa perilaku
masyarakat yang memeluk agama bersangkutan.
Studi budaya di selenggarakan dengan penggunaan cara-cara penelitian yang diatur oleh
aturan-aturan kebudayaan yang bersangkutan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh manusia sebagai
mahkluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat model-model pengetahuan yang secara
selektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterprestasi lingkungan yang di hadapi, dan
untuk mendorong dan menciptakan tindakan-tindakan yang diperlukan.
Islam merupakan agama yang diwahyukan Allah SWT. Kepada Nabi Muhammad SAW.
sebagai jalan hidup untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Agama islam disebut
juga agama samawi . selain agama Islam, Yahudi dan Nasrani juga termasuk ke dalam kategori
agama samawi. Sebab keduanya merupakan agama wahyu yang diterima Nabi Musa dab Nabi
Isa sebagai utusan Allah yang menerima pewahyuan agama Yahudi dan Nasrani.
Agama wahyu bukan merupakan bagian dari kebudayaan. Demikian pendapat Endang
Saifuddin Anshari yang mengatakan dalam suatu tulisannya bahwa:
“agama samawi dan kebudayaan tidak saling mencakup; pada prinsipnya yang satu tidak
merupakan bagian dari yang lainnya; masing-masing berdiri sendiri. Antara keduanya tentu saja
dapat saling hubungan dengan erat seperti kita saksikan dalam kehidupan dan penghidupan
manusia sehari-hari. Sebagaimana pula terlihat dalam hubungan erat antara suami dan istri, yang
dapat melahirkan putra, namun suami bukan merupakan bagian dari si istri, demikian pula
sebaliknya.
Atas dasar pandangan di atas, maka agama Islam sebagai agama samawi bukan
merupakan bagian dari kebudayaan (Islam), demikian pula sebaliknya kebudayaan Islam bukan
merupakan bagian dari agama Islam. Masing-masing berdiri sendiri, namun terdapat kaitan erat
antara keduanya. Menurut Faisal Ismail, hubungan erat itu adalah bahwa Islam merupakan dasar,
asas pengendali, pemberi arah, dan sekaligus merupakan sumber nilai-nilai budaya dalam
pengembangan dan perkembangan cultural. Agama (Islam)lah yang menjadi pengawal,
pembimbing, dan pelestari seluruh rangsangan dan gerak budaya, sehingga ia menjadi
kebudayaan yang bercorak dan beridentitas Islam.
Lebih jauh Faisal menjelaskan bahwa walaupun memiliki keterkaitan, Islam dan
kebudayaan merupakan dua entitas yang berbeda, sehingga keduanya bisa dilihat dengan jelas
dan tegas. Shalat misalnya adalah unsure (ajaran) agama, selain berfungsi untuk melestarikan
hubungan manusia dengan Tuhan, juga dapat melestarikan hubungan manusia dengan manusia
juga menjadi pendorong dan penggerak bagi terciptanya kebudayaan. Untuk tempat sholat orang
membangun masjid dengan gaya arsitektur yang megah dan indah, membuat sajadah alas untuk
bersujud dengan berbagai disain, membuat tutup kepala, pakaian, dan lain-lain. Itulah yang
termasuk aspek kebudayaan.
Proses interaksi Islam dengan budaya dapat terjadi dalam dua kemungkinan. Pertama
adalah Islam mewarnai, mengubah, mengolah, an memperbaharui budaya. Kedua, justru Islam
yang diwarnai oleh kebudayaan. Masalahnya adalah tergantung dari kekuatan dari dua entitas
kebudayaan atau entitas keislaman. Jika entitas kebudayaan yang kuat maka akan muncul
muatan-muatan local dalam agama, seperti Islam Jawa. Sebaliknya, jika entitas Islam yang kuat
mempengaruhi budaya maka akan muncul kebudayaan Islam.
Agama sebagai budaya, juga dapat diihat sebagai mekanisme control, karena agama
adalah pranata social dan gejala social, yang berfungsi sebagai kontro, terhadap institus-institus
yang ada.
Dalam kebudayaan dan peradaban dikenal umat Islam berpegang pada kaidah: Al-
Muhafadhatu ala al-qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al jaded alashlah, artinya: memelihara
pada produk budaya lama yang baik dan mengambil produk budaya baru yang lebih baik.
Oleh karena itu, dapat di simpulkan bahwa hasil pemikiran manusia yang berupa
interprestasi terhadap teks suci itu disebut kebudayaan, maka sisitem pertahanan Islam, system
keuangan Islam, dan sebagainya yang timbul sebagai hasil pemikiran manusia adalah
kebudayaan pula. Kalaupun ada perbedaannya dengan kebudayaan biasa, maka perbedaan itu
terletak pada keadaan institusi-institusi kemasyarakatan dalam Islam, yang disusun atas dasar
prinsip-prinsip yang tersebut dalam al-Qur`an.

3. Sebagai interaksi social,


yaitu realitas umat Islam.Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam
dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas
kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.
Melalui pendekatan antropologi hubungan agama dengan berbagai masalh kehidupan
manusia, dan dengan itu pula agama terlihat akrab dan fungsional dan berbagai fenomena
kehidupan manusia.5
Islam sebagai sasaran studi social ini dimaksudkan sebagai studi tentang Islam sebagai
gejala social. Hal ini menyangkut keadaan masyarakat penganut agama lengkap dengan struktur,
lapisan serta berbagai gejala social lainnya yang saling berkaitan.
Dengan demikian yang menjadi obyek dalam kaitan dengan Islam sebagai sasaran studi
social adalah Islam yang telah menggejala atau yang sudah menjadi fenomena Islam.

5
Abuddin nata, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012) h. 38
Yang menjadi fenomena adalah Islam yang sudah menjadi dasar dari sebuah perilaku dari para
pemeluknya.
M. Atho Mudzhar, menulis dalam bukunya, pendekatan Studi Islam dalam Teori dan
Praktek, bahwa ada lima bentuk gejala agama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari atau
menstudi suatu agama. Pertama, scripture atau naskah-naskah atau sumber ajaran dan symbol-
simbol agama. Kedua, para penganut atau pemimpin atau pemuka agama, yaitu yang berkenaan
dengan perilaku dan penghayatan para penganutnya. Ketiga, ritus-ritus, lembaga-lembaga dan
ibadat-ibadat, seperti shalat, haji, puasa, perkawinan dan waris. Keempat, alat-alat, organisasi-
organisasi keagamaan tempat penganut agama berkumpul, seperti NU dan lain-lain.
Masih menurut M. Atho Mudzhar, agama sebagai gejala social, pada dasarnya bertumpu
pada konsep sosiologi agama. Sosiologi agama mempelajari hubungan timbal balik antara agama
dan masyarakat. Masyarakat mempengaruhi agam, dan agama mempengaruhi masyarakat. Tetapi
menurutnya, sosiologi sekarang ini mempelajari bukan masalah timbal balik itu, melainkan lebih
kepada pengaruh agama terhadap tingkah laku masyarakat. Bagaimana agama sebagai system
nilai mempengaruhi masyarakat.6
Meskipun kecenderungan sosiologi agama. Beliau memberi contoh teologi yang
dibangun oleh orang-orang syi`ah, orang-orang khawarij, orang-orang ahli al-Sunnah wa al-
jannah dan lain-lain. Teologi-teologi yang dibangun oleh para penganut masing-masing itu tidak
lepas dari pengaruh pergeseran perkembangan masyarakat terhadap agama.
Persoalan berikutnya adalah bagaimana kita melihat masalah Islam sebagai sasaran studi
social. Dalam menjawab persoalan ini tentu kita berangkat dari penggunaan ilmu yang dekat
dengan ilmu kealaman, karena sesungguhnya peristiwa-peristiwa yang terjadi mengalami
keterulangan yang hampir sama atau dekat dengan ilmu kealaman, oleh karena itu dapat diuji.
jadi dengan demikian metodologi studi Islam dengan mengadakan penelitian social.
Penelitian social berada diantara ilmu budaya mencoba memahami gejala-gejala yang tidak
berulang tetapi dengan cara memahami keterulangan.
Sedangkan ilmu kealaman itu sendiri paradigmanya positivisme. Paragdima positivisme
dalam ilmu ini adalah sesuatu itu baru dianggap sebagai ilmu kalau dapat dimati (observable),
dapat diukur (measurable), dan dapat dibuktikan (verifiable). Sedangkan ilmu budaya hanya

6
Atho mudzhar, Pendekatan , h.13-14
dapat diamati. Kadang-kadang tidak dapat diukur atau diverifikasi. Sedangkan ilmu social yang
dianggap dekat dengan ilmu kealaman berarti juga dapat diamati, diukur, dan diverifikasi.
Melihat uraian di atas, maka jika Islam dijadikan sebagai sasaran studi social, maka harus
mengikuti paragdima positivism itu, yaitu dapat diamati gejalanya, dapat diukur, dan dapat
diverifikasi.
Hanya saja sekarang ini juga berkembang penelitian kualitatif yang tidak menggunakan
paragdima positivisme. Ini berarti ilmu social itu dianggap tidak dekat kepada ilmu kealaman.
Jika halnya demikian, maka berarti dekat kepada ilmu budaya ini berarti sifatnya unik.
Lima hal sebagai gejala agama yang telah disebut di atas kemudian dapat dijadikan obyek
dari kajian Islam dengan menggunakan pendekatan ilmu social sebagaimana juga telah dungkap
diatas.
Masalahnya tokoh agama Islam, penganut agama Islam, interaksi antar umat beragama,
dan lain-lain dapat diangkat menjadi sasaran studi Islam.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Pengertian studi islam adalah pengetahuan yang dirumuskan dari agama islam yang
dipraktekkan dalam sejarah dan kehidupan manusia. Sedang pengetahuan agama adalah
pengetahuan yang sepenuhnya diambil dari ajaran-ajaran Allah dan rosul-Nya secara murni
tanpa dipengaruhi sejarah, seperti ajaran tentang akidah,ibadah, membaca al-qur’an dan akhlak.
studi islam juga memiliki tujuan yaitu untuk menunjukkan relasi islam dengan berbagai
aspek kehidupan manusia, menjelaskan spirit ( jiwa ) berupa pesan moral dan value yang
terkandung di dalam berbagai cabang studi islam, respons islam terhadap berbagai paradigm
baru dalam kehidupan sebagai akibat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta
munculnya filsafat dan ideologi baru serta hubungan islam dengan visi, misi dan tujuan ajaran
islam.
DAFTAR PUSTAKA

Azra,Azyumardi,Konteks Berteologi di Indonesia, (Jakarta: Paramadina,1999)

Muhaimin, et.al.Kawasan dan Wawasan Studi iSlam,(Jakarta: Kencana,2005)

Mudzhar, Atho,Pendekatan Studi Islam (Yogyakarta: pustaka pelajar,2007

Mundzirin,Yusuf, dkk. 2005. Islam dan Budaya Lokal. Yogyakarta:Pokja Akademik UIN
Sunan Kalijaga

Nata, Abuddin, Metodologi studi islam (Jakarta: Rajawali pres, 2012)

Anda mungkin juga menyukai